Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
0% found this document useful (0 votes)
99 views20 pages

Analisis Strategi Pembinaan Kesehatan Mental Oleh Guru Pengasuh Sekolah Berasrama Di Aceh Besar Pada Masa Pandemi Faisal Anwar & Putry Julia

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1/ 20

P-ISSN : 2460-4917

E-ISSN : 2460-5794

Vol. 7, No. 1, 2021


JURNAL EDUKASI Hal : 64 s.d 83
Jurnal Bimbingan Konseling
DOI : 10.22373/je.v6i2.10905

ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN KESEHATAN MENTAL OLEH GURU


PENGASUH SEKOLAH BERASRAMA DI ACEH BESAR
PADA MASA PANDEMI

1FAISALANWAR & 2PUTRY JULIA


1,2Universitas Serambi Mekkah, Indonesia

Email: 1faisalelsarakh@gmail.com

Abstract: This study aims to: analyze teachers' understanding of mental health?, know the
ability of teachers to design activities to foster the health of students in dormitories?, know
the process of health activities carried out by teachers in fostering mental health?, find out
how teachers train mental health coaching? , What are the factors that can support and
hinder the implementation of mental health coaching for students in dormitories? What are
the efforts made by teachers in overcoming obstacles in carrying out mental health
coaching? This study uses a qualitative descriptive method with the research subjects of
caregivers from 5 Islamic boarding schools in Aceh Besar. Data were collected by
observation and interviews. Triangulation was carried out through focus group discussions
between researchers and caregivers. The results of the study indicate that conceptually the
teacher understands the notion of mental health even though it is not fully defined by the
existing definition. This study also revealed that teachers were unable to arrange mental
health coaching programs because they did not have similar backgrounds.

Keywords: mental heatlh; boarding school; Guardian Teacher;


Abstrak:. Tujuan penelitian ini adalah ; Menganalisa pemahaman guru pengasuh
tentang kesehatan mental?, mengetahuai kemampuan para guru pengasuh dalam
merancang kegiatan untuk membina kesehatan mental para siswa di asrama?,
mengetahui proses kegitan kesehatan yang dilakukan guru pengasuh dalam membina
kesehatan mental?, mengetahuia bagaimana para guru pengasuh mengevaluasi
kegiatan pembinaan kesehatan menta?, Factor-faktor apa saja yang dapat mendukung
dan menghambat pelaksanaan kegitatan pembinaan kesehatan mental siswa di
asrama?, Bagaimana upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan dalam
menjalankan kegitan pembinaan kesehatan mental? Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif dengan subyek penelitian para guru pengasuh dari 5
pesantren yang ada di Aceh Besar. Data dikumpulkan dengna observasi dan
wawancara. Triangulasi dilakukan melaku focus group discussion antar peneliti dan
guru pengasuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara konsep guru memahami
pengertian dari kesehatan mental walau tidak sutuhnya mengena secara definisi yang
ada. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa para guru pengasuh tidak mampu
dalam menysusun program pembinaan kesehatan mental karena tidak memilik latar
belakang yang serupa.

64
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

Kata kunci: Kesehatan Mental; Sekolah Berasrama; Guru Pengasuh;

A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara yang paling berdampak
akibat pandemi COVID-19. Sejauh ini, tercatat jumlah positive COVID-19 di
Indonesia 337 ribu, 259 dinyatakan sembuh dan 11.935 telah meninggal dunia
(KEMENKES RI, 2020). Angka ini terus bertambah setiap harinya itu
disebabkan kedisiplinan melaksanakan protokol kesehatan masih belum
dilaksanakan dengan baik (D.E. Nugraheny, 2020). Pandemi COVID-19 ini
telah melumpuhkan berbagai macam aspek seperti sosial, ekonomi, kegiatan
keagamaan dan juga pendidikan (Keogh-brown et al., 2020; Ong et al., 2020).
Ketika Indonesia menyatakan bahwasanya ada warga Indonesia yang terkena
COVID-19 pada bulan Maret 2020, pemerintah Indonesia melalui Kementrian
Pendidikan menyatakan bahwasanya ujian nasional tahun 2020 ditiadakan
pada semua jenjang, itu dilakukan sebagai system respon wabah COVID-19
yang salah satunya adalah pengutamaan keselamatan kesehatan rakyat (W.A.
Prodjo, 2020).
Sampai saat ini belum ada keputusan pasti dari pemerintah pusat kapan
sekolah tatap muka akan kembali dibuka. Terutama bagi daerah-daerah yang
dinyatakan zona merah. Proses pembelajaran dilakukan secara daring dengan
menggunakan aplikasi seperti wa group, zoom, google classroom dll (W. A. F.
Dewi, 2020). Namun demikian aturan tersebut sepertinya tidak sepenuhnya
dipatuhi oleh sebagian besar sekolah-sekolah berasrama terutama pondok-
pondok pesantren atau dayah-dayah. Mereka tetap menerapkan pembelajaran
tatap mukan dan tinggal di Asrama. Akibatnya kurang lebih 27 pesantren
menjadi klaster corona dan sekitar 1.400 santri dinyatakan positive (Amali,
2020).
Adanya klaster-klaster baru di pondok-pondok pesantren tentu
membuat banyak pihak baik pemerintah, MUSPIDA, dinas kesehatan atupun

65
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

pimpinan pesantren merasa khawatir. Tidak terkecuali para santri yang tinggal
dalam satu pondok dengan para santri yang dinyatakan positive covid
walupun para santri yang dinyatakan positive ditempatkan di asrama yang
berbeda. Rasa khawatir dan rasa takut ini bukan tidak berasalan mengingat
pandemi ini merupakan ancaman terbesar terhadap keberlangsungan
kehidupan manusia setelah Perang Dunia II (Brahmi et al., 2020; Singh et al.,
2020). Disamping ia tidak tampak oleh mata, virus ini juga memiliki tingkat
penyebaran yang sangat tinggi, COVID-19 telah menjadikan orang-orang di
seluruh dunia merasa ketakutan (Rajkumar, 2020; Tandon, 2020).
Rasa khawatir, stress dan ketakutan bisa menyebabkan kesehatan
mental seseorang menurun (Mohamad, 2018). Agar aktivitas sehari-hari
menjadi maksimal dan efisien syarat utamanya adalah memiliki kesehatan
mental yang baik. Untuk mendukung kesehatan mental pemerintah
mengeluarkan UU 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social
dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan (KEMENKES RI, 2009). Oleh
karen itu kesehatan mental perlu terus dijaga agar rutinitas sehari-hari bisa
berjalan dengan baik.
Harapan penjagaan dan peningkatan kesehatan mental yang dijabarkan
di atas berbeda dengan kondisi riil yang terjadi di lapangan. Berdasarkan hasil
pengamatan yang penliti lakukan di beberapa pesantren, kebanyakan para
guru pengasuh di sekolah berasrama masih duduk di bangku kuliah dan
tergolong masih muda. Kuliah yang mereka tekuni bukan berlatar belakang
psikologi ataupun konseling. Hal ini tentuk akan berakibat pada proses
penjagaan dan pembinaan kesehatan mental di pasa pandemi ini. Adanya
realitas tersebut, peneliti sangat tertarik untuk mengamati dan mencermati
lebih mendalam mengenai strategi yang dilakukan oleh para guru pengasuh

66
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

dalam membina kesehatan anak didik yang tinggal di asrama di sekolah-


sekolah berasrama yang ada di Aceh Besar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada 6 pertanyaan penelitian
yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Bagaimanakah
pemahaman guru pengasuh tentang kesehatan mental?, 2) Bagaimana
kemampuan para guru pengasuh dalam merancang kegiatan untuk membina
kesehatan mental para siswa di asrama?, 3) Bagaimana proses kegitan
kesehatan yang dilakukan guru pengasuh dalam membina kesehatan mental?,
4) Bagaimana guru pengasuh mengevaluasi kegiatan pembinaan kesehatan
menta?, 5) Factor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat
pelaksanaan kegitatan pembinaan kesehatan mental siswa di asrama?, 5)
Bagaimana upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi hambatan dalam
menjalankan kegitan pembinaan kesehatan mental?

B. KAJIAN TEORITIS
1. Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental adalah suatu keadaan kejiwaan atau keadaan
psikologis yang menunjukan kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian diri atau pemecahan masalah terhadap masalah-masalah yang ada
dalam diri sendiri (internal) dan masalah-masalah yang ada di lingkungan luar
dirinya (eksternal). Kesehatan mental mengacu pada cara berfikir, berperasaan dan
bertindak individu yang efisien dan efektif dalam menghadapi tantangan hidup
dan stres hidup (Hanurawan, 2012).
Menurut WHO (world health organization) kesehatan mental adalah kondisi
diri kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat
kemampuan-kemampuan untuk mengelola stress kehidupan yang wajar, untuk
bekrja secara produktif dan meghasilkan , serta berperan di komunitasnya (K. S.
Dewi, 2012).

67
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

Kesehatan mental yang baik dalam diri seseorang menunjukan pada


bekerjanya fungsi-fungsi mental dalam diri seseorang secara optimum. bekerjanya
fungsi-fungsi mental dalam diri seseorang secara optimum pada kesempatan
berikutnya akan menyebabkan orang tersebut:
1. Mampu melakukan aktivitas-aktivitas yang produktif dalam wilayah
hidupnya;
2. Mampu untuk melakukan hubungan interpersonal yang efektif dan
efisien dengan orang lain;
3. Mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan
hidup yang dialami, baik perubahan hidup yang berskala kecil,
menengah maupun tinggi;
4. Mampu mensiasati kegagalan-kegagalan hidup yang dialami untuk
bangkit beraktivitas kembali.
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwasanya kesehatan mental
adalah kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri, beradaptasi dan
mengontrol sres dan emosi di dalam kehidupan agar tetap bisa bekerja secara
produktif dan mengasilkan di dalam lingkungan sosialnya.
2. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kesehatan Mental
Pada prinsipnya, kesehatan mental tidak bisa disama ratakan dari satu
tempat dengan tampat yang lain, setiap kebudayaan memiliki standarnya masing-
masing dalam menentukan kesehatan mental. Namun demikian pada umumnya
terdapat beberapa beberapa ciri seseorang dapat dikatergorikan sebagai seseorang
yang mememiliki kesehatan mental yang baik. Ciri-ciri itu sebagai berikut :
1. Memiliki perasaan senang dan kepuasan dalam keseharinya.
2. Memiliki antusiasme dalam menjalani keseharinya (cakap dalam memaknai
kehidupan, keceriaan, dan kebahagiaan-kebahagian yang lain).
3. Memiliki kemampuan dalam memenej stress hidup dan bangkit dari
keterpurukan hidup yang dihadapi.

68
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

4. Memiliki kemampuan dalam mengaktulisasikan diri. Mampu


mengaktualisasikan diri yang berarti cakap berpartisipasi dalam
keshidupan sesuai dengan dengan bakat yang dimilikinya melaui kegiatan-
kegiatan yang bermakda dalam kehidupan sosial yang positif.
5. Memiliki fleksibielitas. Kemampuan flesibilitas adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri untuk berkembang kearah yang lebih baik dengan
menghadapi perubahan-perubahan kondisi kehidupan.
6. Memiliki ekuilibrium, yaitu memiliki keseimbangan antara bekerja,
bermain, belajar, istirahat dst, didalam kehidupan.
7. Memiliki well-roundedness, yaitu pandangan tentang spiritual, jiwa, tubuh,
kreativitas dan perkembangan kognitif.
8. Memiliki perhatian terhadap diri sendiri daripada orang lain.
9. Memiliki keyakinan diri dan assessment diri yang baik kepada diri sendiri.
Pinsip dasar untuk memahami kesehatan mental pernah dijelaskan oleh
Schneder pada tahun 1964. Prinsip kesehatan mental menurut Schneiders meliputi
3 bagian penting. Prinsip pertama meliputi 11 prinsip yand dilandasi atas sifat
manusia. Secara komprehensif di dalamnya terdiri kesehatan dan penyesuaian
mental yang tidak terlepas dari kesehatan fisik dalam menjaga kesehatan mental
seseorang harus tampil sebagai individu berkarakter dan agamis serta
kemampuan sosial, membutuhkan integritas dan control diri, meningkatkan
intelektual, meningktan relisasi diri dan harga diri yang sehat, memelihata
stabilitas mental, berpegang teguh pada kebaikan, mampuan beradaptasi, cakap
mengatasi konflik mental, dan kematangan pemikiran dan emosional (Lubis et al.,
2019).
Kemudian prinsip kedua meliputi tiga (3) hal yang berlandaskan hubungan
manusi dengan lingkungan, yaitu, 1) kesehatan mental dipengaruhi hubungan
sosial dengan sesama, 2) kemampuan beradptasi yang baik dangan ketenangan
pikiran sangat dipengaruhi oleh kemampuan sesorang untuk merasa cukup dalam
berkativitas, baik belajar maupun menalankan peran lain di dalalam kehidupan

69
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

sosial, dan 3) kesehatan mental memerlukan pembentukan karakter yang


berlandaskan kepada keyataan; ralistis, yaitu kemampuan menerima keadaa tanpa
penyimpangan, hamun tetap bersikap objektif dalam menilai kenyataan.
Prinsip terkahir meliputi dua hal yang berlandaskan pada hubungan antara
hamba dan tuhan, yaitu 1) kestabilan mental memerlukan pengembangan
kesadaran terhadap keberadaan tuhan sebagai zat yang dimana semua harapan
digantungkan, dan 2) kesehatan mental dan ketentraman hati pada seseorang
membutuhkan hubungan yang istiqamah antara manusia dengan tuhan. Semua
psinsip diatas sebaiknya dimplementasikan di dalam lembaga Pendidikan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
Drajat menyimpulkan dalam Susilawati (Susilawati, 2017),bahwasanya ada
2 faktor secara umum yang mempengaruhi kesehatan mental yaitu internal dan
eksternal. Factor internal antara lain mancangkup : personal, kondisi fisik,
perkemgangan dan kematangan, keadaan kejiwaan seseorang, keberagaman, sikap
dalam mengahdapi permasalahan, makna hidup, dan keseimbangna dalam
berfikir. Sedangkan : yang termasuk factor eksternal diantaranya : sosial, finansial,
politik, adat kebiasaan, lingkungan dst. Diantara kedua faktor utama diatas, yang
paling mendominasi adalah faktor internal seseorang. Yaitu faktor ketenangan
dalam hidup, kebahagian jiwa. Notosoedirdjo dan Latipun(Notosoedidjo, 2005)
mengungkpakan bahwa kesehatan mental adalah hal entitas yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor baik internal ataupun eksternal. Kesehatan mental sangat
dipengaruhi kedua faktor tersebut, karena semua faktor-faktor yang ada
memainkan peranya dengan sangat signifikan dalam menciptakan kesehatan
mental. Faktor internal seperti biologis dan psikologis, sedangkan eksternal seperti
sosial budaya.
4. Kegiatan untuk Meningkatkan Kesehatan Mental
Jodi(Richardson, 2016) mengatakan setidaknya ada 5 hal yang bisa menjaga
kesehatan mental khususnya kesehatan mental para remaja. 1) Kegiatan fisik.
Aktifitas fisik sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Para remaja yang

70
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

sering berolahraga akan merasa lebih terisi, lebih sehat dan lebih bahagia.
Kunicnya dalah menemukan aktifitas yang mereka senangi. Dengan aktifitas ini
akan meningkatkan suasana hati dan mngangkat gejala dipresi. 2) waktu luang
untuk tatap muka. Tatap muka yang dimaksud adalah tatap muka dengan
menjalin hubungan dengan orang lain dalam hal yang positive. Kegiatan ini bisa
mengangkat kesejahteraan psikis dan kebahagiaan. 3) Pembatasan waktu untuk
gadget. Para orang tua hendaknya membuat aturan Bersama dengan anak-anak
mereka dalam membatasi penggunaan gadget. Ini dilakukan supaya waktu
mereka lebih banyak digunakan untuk kegiatan fisik, sossial dan relaksasi. 4)
waktu cukup untuk beristirahat. Bagi para remaja setidaknya membutuhkan
waktu 9-10 jam untuk beristirahat. Jika waktu istirahat mereka kurang dari itu
maka mereka akan tidak merasa bersemangat untuk bersekolah. Rasa kantuk yang
dibawa ke sekolah akan berakibat buruk pada konsentrasi, prestasi akademik, dan
kesiagaan mereka. 5) Miningkatkan kesadaran penuh. Para remaja perlu dilatih
untuk meningkatan kemampuan kesadaran penuh mereka. Jika mereka benar-
benar terlatih mereka kan menjadi lebih tenang dan relak. Kegiatan kesadaran
penuh yang bisa dilakukan seperti latihan pernafasan. Disamping kegiatan diatas,
kegiatan-kegiatan rohani seperti shalat, puasa, berzikir, membaca al-quran dan
menghafalnya juga sangat membantuk untuk menjaga kesehatan mental (Lubis et
al., 2019). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa sanya untuk menjaga kesehatan
mental harus mencakup fisik dan rohani. Ketika keduanya dipadukan maka
kesehatan mental seseorang akan sangat terjaga dengan baik.

C. METODE PENELITIAN
Penelitian Ini dilaksanakan di 5 Pesantren atau Dayah di Aceh Besar.
Pesantren yang dimaksud adaleh : Pesantren Darul Ihsan Tgk. Haji Hasan Krueng
Kalee Gampong Siem, Pesantren Al-Manar Cot Irie, Pesantren Daruzzahidin
Lamceu, Pesatnren Al-Falah Abu Lam-U Lamjampok dan Pesantren Babul
Maghfirah Kuta Baro.

71
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

Subyek Penelitian ini adalah semua para pengasuh pesantren terutama para
pengasuh senior yang mengasuh di 5 pesantren tersebut. Penelitian ini dibatasi
berkenaan dengan pembinaan kesehatan menta. Serta seluruh aktifitas para siswa
selama dalam masa pandemic. Tujuan pembatasan ini adalah supaya kajian
analisis penelitian ini dapat dilakukan secara komprehensif dan mendalam.
Penelitian ini merupakan penelitian kualititatif-naturalistik, penelitian
kualitatif-naturalistik adalah penelitian yang mana peritiwa-peristiwa yang
menarik perhatian terjadi secara alamiah(Robert Bogdan, 2007). Disini peneliti
memperlakukan dirinya sebagai instrument utama (human instrument) yaitu
bergerak dari hal-hal yang detil, dari satu tingkatan ke tingkatan lainya, lalu
menyatukanya sedemikian rupa sehingga pada intinya dapat ditemukan
kesimpulan-kesimpulan. Creswell(Creswell, J.W., Creswell, 2018) mengatakan
bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti ada kunci (researcher as key instrument)
untuk mengumpulkan data melalui wawancara, observasi atau dokumentasi dari
para partisipan.
Peneliti memilih pendekatakan ini karena permasalahan yang diteliti
sedang terjadi di masa pendemi. Yaitu kegitan pembinaan kesehatan mental di
masa pandemic. Alasan lainya mengapa peneliti memilih pendekatan ini adalah
karena data yang akan dikumpulkan dari lapangan lebih banyak berkenaan
dengan tindakan dan ungkapan dari pada seponden yang kemungkinan besar
datanya murni, tanpa ada manipulasi. Seperti yang disebutkan oleh (Moleong,
2017) bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data kualitatif beruap kalimat-kalimat tertulis dari tindakan orang-orang yang
dicermati.
Metode yang diterpkan adalah metode studi kasus yang mana pada
penelitian ini berusaha menelusuri pembinaan kesehatan mental para siswa yang
meliputi : Bagaimanakah pemahaman guru pengasuh tentang kesehatan mental?,
Bagaimana kemampuan para guru pengasuh dalam merancang kegiatan untuk
membina kesehatan mental para siswa di asrama?, Bagaimana proses kegitan

72
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

kesehatan yang dilakukan guru pengasuh dalam membina kesehatan mental?,


Bagaimana guru pengasuh mengevaluasi kegiatan pembinaan kesehatan menta?,
Factor-faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat pelaksanaan
kegitatan pembinaan kesehatan mental siswa di asrama?, Bagaimana upaya yang
dilakukan guru dalam mengatasi hambatan dalam menjalankan kegitan
pembinaan kesehatan mental?
Instrumen penting dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, artinya
penelitia terjun langsung ke lapangan untuk menggali informasi yang berkenaan
langsung dengan fokus penelitian melalui observasi, wawancara, dokumentasi,
dan catatan lapangan (field notes)(Creswell, J.W., Creswell, 2018). Untuk
memudahkan peneliti dalalam pegumpulan data di lapangan, peneliti membuat
pedoman observasi, pedoman wawancara, dana aturan-aturan studi dokumentasi.
Untuk menganalisa data, peneliti mengikuti Miles dan Huberman
(Sugiyono, 2012) yang terdiri dari 4 tahap Analisa, yaitu : pengumpulan data,
reduksi data, display data, dan verifikasi/penyimpulan data.
Ke empat proses ini adalah proses siklus interaktif. Reduksi data dilakukan
dengan cara mengelompokkan data yang telah terkumpul sesuai dengan bagian-
bagian permasalah penelitian. Data yang sudah dikumpulkan lalu disajikan dalam
bentuk deskripsi susuai dengan aspek-aspek penelitian. Panyajian ini dilakukan
dengan maksud untuk memudahkan peneliti dalam memberikan tafsiran data dan
memberi kesimpulan.

D. HASIL PENELITIAN
Analisa Pemahaman Guru Pengasuh
Pemahan guru pengasuh tentang kesehatan mental yang didapat dari hasil
wawancara dari 5 guru pengasuh pesantren dari 5 pondok pesantren yang ada di
Aceh Besar yang diteliti. Rata-rata guru yang menjadi pengasuh di pesantren-
pesantren yang diteliti sudah menjadi pengasuh sekitar 3-5 tahun. Diantara
mereka ada yang masih kuliah. Mereka biasanya terdiri dari 3-5 orang. Yang

73
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

diketuai oleh orang yang paling senior diantara mereka yang sudah berada di
pesantren diatas 7 tahun. Latar belakang pendidikan para pengasuh ini sangat
bervariasi. Ada yang berlatar belakang pendidikan juga ada juga yang berlatar
belakang Syariah. Biasanya mereka adalah lulusan dari pesantren tersebut
ataupun dari pesantren lain yang serupa. Alasan mengapa harus dari lulusan
pesantren tersebut atau pesantren yang serupa karena mereka mengerti cara
mengatur para siswa di asrama. Secara umum para guru pengasuh ini ada sedikit
gambaran tentang kesehatan mental walaupun tidak dijelaskan sesuai dengan
definisi kesehatan mental menurut pendapat para ahli.
Untuk memastikan para guru pengasuh ini benar-benar paham tentang
kesehatan mental, peneliti melakukan pertanyaan lanjutan tentang urgensi
diterapkanya kesehatan mental bagi para siswa di asrama. Berdasarkan
pertanyaan yang kedua ini, jawaban para pengurus yang diwawancaraipun
beragam. Dua diantaranya mengatakan bahwa kesehatan mental tidak terlalu
penting untuk dilaksanakan, dengan kegiatan yang ada di pesantren mereka yakin
kesehatan mental para siswa akan tetap terjaga. Kegiatan para siswa yang begitu
padat dari bangun tidur hingga tidur lagi mampu mejaga keadaan santri,
ditambah lagi dengan tausiah keagamaan yang diberikan sudah sangat cukup
untuk menjaga mental para santri yang tingal di asrama. Sedangkan 3 pengurus
lainya mengatakan bahwasanya kesehatan mental perlu untuk dijaga agar tetap
dalam keadaan normal. Dengan keadaan normal seseorang bisa mengikuti
aktifitas keseharianya dengan baik.
Berdasarkan dua pertanyaan yang ditanyakan peneliti kepada 5
narasumber yang berasal dari beberapa pesantren yang ada di Aceh Besar diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa secara teori guru pengasuh mampu memehami
pengertian dari kesehatan mental. Meskipun tidak sesuai dengan definisi yang
benar setidaknya para pengasuh mengerti bahwasanya kesehatan mental adalah
kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya, tenang dalam semua keadaan.
Akan tetapi alasan penting mengapa kesehatan mental perlu dijaga baik-baik bagi

74
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

siswa yang tinggal di asrama, sebagian pengsuh masih menganggap bahwa


kesehatan mental adalah hal yang tidak begitu penting. Mereka meyakini dengan
siraman rohani siswa akan kembali seperti biasa dan bisa mengitkuti aktifitas
sebagaimana mesetinya. Adapun pengasuh yang lain mendapatkan bahwasa
kesehatan mental adalah bagian penting dalam kehidupan seseorang. Disini para
pengasuh memiliki pemahaman yang sama makna dari kesehatan mental namun
memilik pandangan lain terhadap urgensi atas penerapan kesehatan mental.
Hal yang agak berbeda yang peneliti dapatkan dari ke 5 guru pengasuh dari
5 pesantren berbeda yang ada di kabupaten Aceh Besar. Bahwasanaya diantara
mereka masih berstatus mahasiswa yang masih minim pengalaman. Disamping itu
tidak ada diantara mereka yang berlatar belakang baik psikologi ataupun
bimbingan & konseling. Secara umum pemahaman mereka terhadap kesehatan
mental sama. Namun diakarena latarar belakang pendidikan yang berbeda maka
meniimbulkan pemahaman yang berbada terhadap urgensi penerapan kesehatan
mental bagi siswa yang tinggal di asrama.
Kemampuan Guru Pengasuh dalam Merancang dan Mengevaluasi Kegiatan
untuk Membina Kesehatan Mental para Siswa di Asrama
Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana kemampuan guru pengasuh
dalam melaksanakan program. Peneliti melakukan telaah dokumen langsung
terhadap dokumen kegiatan yang sudah dibuat oleh para guru pengasuh dari 5
pesantren yang dijadikan subyek penelitian. Berdasarkan hasil telaah dokumen
terhadap 5 pesantren di kab. Aceh besar didapatkan gambaran umum sebagai
berikut :
Dalam menjalankan pembinaan kesehatan mental di pesantren. Para guru
pengasuh tidak mengambil kebijakan sendiri. Mereka memusyawarkanya bersama
para guru yang ada di pesantren yang dipimpim oleh pimpinan pesantren yang
kemudian dijalankan oleh para guru terutama guru pengasuh di asrama.
Kegiatanya yang dilakukan adalah kegiatan rutinitas yang selama ini sudah
berjalan seperti ibadah, belajar, olahraga, kegiatan ekstrakulikuler sesuai dengan

75
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

bakat dan minta para siswa. Sedangkan kegiatan khusus yang dilakukan selama
pandemi ini memberikan tambahan siraman rohani terutama berkenaan dengan
pandemic, menambah jam istirahat siswa terutama pada malam hari, memberikan
vitamin C, melaksankan senam pagi 3 kali dalam seminggu. Semua program
tambahan ini hanya di masa pandemic saja.
Pada dasarnya program yang dibuat oleh guru pengasuh dari 5 pesantren
di Aceh Besar yang menjadi termpat penelitian sudah menganut sebagian besar
prinsip dari kegitan kesehatan mental. Contohnya pada indikator kesehatan
mental yang terdiri dari emosioanal, intelektual, sosial, fisik, spiritual. Kegiatan
yang dijalankan sudah menyentuh bagian dari spiritual, intelektual, sosial, fisik
namun belum terlihat pada aspek emosional.
Untuk mendapatkan klarifikasi terhadap aspek emosional yang dilakukan
oleh para guru diasrama, peneliti melakukan wawancara tentang mengapa aspek
emosional tidak diprogramkan sedangkan aspek lain sudah dilaksanakan.
Berdasarkan jawaban sebagian besar pengasuh asarama, dijelaskan bahwa para
guru pengasuh asrama tidak begitu paham dengan kegitan yang berkenaan
dengan emosional. Mereka meyakini bahwa bagi siswa laki-laki hal-hal yang
berkenaan dengan emosioanl sesuatu yang tabu jika dibicarakan. Namun bagi
siswa perempuan agak mudah untuk mengelurakan emosionalnya.
Seperti cuplikan dialog antara penliti dengan salah seorang guru pengasuh asrama
di salah satu pesantren di Aceh Besar berikut ini :
Penliti : “saya melihat kegiatan-kegiatan yang dijalankan sudah mencakup
kegiatan untuk menjaga kesehatan mental para siswa, tapi saya tidak melihat
kegiatan yang khusus mengatasi emosianal para siswa”
Pengasuh : “kegiatan yang kami lakukan ini adalah kegiatan yang sudah lama
berlangsung, sekarang kami hanya menjalankan apa yang sudah ada dan
memastikan ini semua berjalan dengan baik”
Peneliti : “apakah kegiatan-kegiatan mengendalikan emosi seperti rileksasi,
mendengar music, ataupun konseling tidak bisa diprogramkan di pesantren?”

76
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

Pengasuh : “kami tidak tahu pasti, karena untuk melakukan program seperti itu
bukan kami yang mengambil kebijakan, disamping kami juga tidak terlalu paham
dengan kegiatan-kegitan yang bisa mengendalikan emosional. Kegiatan seperti itu
sebenarnya bagus tapi harus disampaikan terlebih dahulu kepada pimpinan untuk
mendapatkan persetujuan. Disamping itu, bagi siswa laik-laki biasanya mereka
akan sedikit malu untuk meluapkan isi hati mereka.”
Jawaban yang hampir sama juga peneliti dapatkan dari pengasuh asrama di
pesantren yang berbeda. Bahwasanya untuk membuat program tambahan
disamping program yang sudah ada mereka harus merepatkanya terlebih dahulu
dengan pimpinan untuk mendapatkan persetujuan. Sejauh ini mereka dituntut
untuk memastikan kegiatan yang sudah ada berjalan dengan baik disamping itu
mereka juga tidak begitu mengerti dengan kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan kegiatan pengendalian emosi karena selama ini mereka meyakini dengan
kegiatan olahraga dan mengaji itu sudah mencukup untuk mengatasi keadaan
emosi para siswa.
Hal lainya berdasarkan penjelasan dari guru pengasuh bahwasanya mereka
tidak pernah mendapatkan pelatihan yang memadai dalam praktik pola
pengasuhan yang baik di asrama. Selama ini mereka menjalankan pembinaan di
asrama hanya berdasarkan pengalaman dan petunjuk dari pimpinan. Sedangkan
sesame guru yang tinggal di asrama hanya memberikan masukan-masukan saja
yang terkadang belum tentu bisa untuk diterapkan.
Kegiatan-kegiatan yang sudah dimusyawarahakan untuk dijalankan lalu
dilakukan evalusi secara umum oleh pihak atasan atau pimpinan bersama-sama
dengan para pengasuh yang tinggal di pesantren demi mencari tau apakah
kegiatan yang sudah terlaksana sudah mencapai target yang diinginkan atau
malah sebaliknya, apakah kegiaktan yang digunakan efisisen untuk kepentingan
para siswa, Apa saja faktor pendukung dan faktor pemghambat dalam
menjalankan program yang sudah diadakan. Evaluasi yang dilakukan oleh
pimpinan lebih kepada penilaian akhir terhadap kegiatan yang dievaluasi

77
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

berdasarkan data-data yang diberikan oleh guru pengasuh. Olehkarena itu


sebelum hasil evalusi diberikan atau dinilai oleh pimpinan biasanya para
pengurus melakukan evaluasi internal terlebih dahulu, baik ketika kegitan
berlangsung ataupun ketika kegiatan akan segera berakhir.
Hambatan-hambatan Guru dalam Pelaksanaan Pembinaan Kesehatan Mental
Dari hasil wawancara dengan sejumlah guru pengasuh terkait faktor
pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan kesehatan mental, secara umum
informasi yang didapatkan dapat dideskripsikan sebagai berikut : faktor-faktor
pendukung yang disampaikan para guru pengasuh adalah berupa ruang
multimedia yang sudah dilengkapi dengan sound dan TV LED. Lapangan bola
ataupun basket. Tempat ibadah. Semua ini merupakan tempat yang bisa dijadikan
tempat untuk pembinaan kesehatan mental.
Sementara itu dari segi faktor penghambat, para guru pengasuh
menuturkan mulai dari waktu yang sangat terbatas, terutama jika kegiatan
ditambah yang akan beradu dengan kegiatan rutin yang sudah ada. Tidak adanya
guru khusus yang mengani masalah mental siswa terutama guru yang berlatar
belakang bimbingan dan konseling atau psikologi. Persetujuan dari pimpinan
ketika harus mengajukan kegiatan lain diluar aktifitas yang sudah ada dan
mindset yang menganggap bahwa kegiatan pembinaan kesehatan mental adalah
bukan sesesuatu yang urgen untuk diterapkan bagi para siswa yang berdada di
asrama. Terutama bagi siswa laki-laki yang dianggap cengeng ketika terlalu
emosional ketika menceritakan masalahnya.

E. KESIMPULAN
Merujuk pada hasil penelitian yang sudah dipaparkan diatas, dapat dirumuskan
beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Para pengasuh siswa di asrama secara umum sudah menunjukkan pemahaman
mereka terhadap pengertian dari kesehatan mental. Pada intinya para pengasuh
ini mampu menjelaskan pengertian kesehatan mental meski belum mengena

78
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

seutuhnya. Namun pemahaman mereka terhadap perlunya pembinaan


kesehatanmental di asrma memunculkan jawaban yang beragam. Di antar
mereka ada yang mengatahan bahwasanya kegiatan yang padat yang ada di
pesantren sudah bisa mengatasi kesehatan mental para siswa. Namun sisanya
meyakini bahwa pembinaan kesehatan mental perlu diterapkan bagi para santri
yang tinggal di asrama.
2. Dalam melaksanakan program pembinaan kesehatan mental. Para pengasuh
tidak memiliki kewenangan pentuh dalam memutuskan kegiatan-kegiatan apa
saja yang bisa membantu pembinaan kesehatan mental para siswa di asrama.
Mereka terlebih dahulu harus mengajukannya ke pada pimpinan pesantren
karena kebijakan seutuhnya ada di tangan pimpinan. Sejauh ini para pembinan
hanya memastiakn kegiatan dan rutinaitas yang sudah ada berjalan dengan
baik. Jika ada kegiatan tambahan itu hasil musyawarah dengan para pengurus
yang ada disana. Secara umum para pengasuh ini tidak memiliki kemampuan
dalam membuat program khsus dalam pembinaan kesehatan mental.
3. Faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan kesehatan mental yang ada
di penstren sudah sangat memadai. Seperti ruang multimedia. Lapangan yang
luas, tempat ibadah yang memadai. Semuanya sudah sangat mendukung untuk
diterapkan pembinaan kesahatan mental para siswa. Sedangkan faktor
penghambat dalam pelaksanaan ini adalah minmnya waktu yang tersedia
karena padatnya kegiatan yang suda ada di pesantren. Disamping tidak adanya
guru yang berlatar bekang psikologi atau bimbingan dan konseling di tempat
mereka.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada DPRM (Direktorak Riset dan
Pengabdian kepada Masyarakat) yang telah membiayai penelitian ini. Seluruh tim
peneliti yang sudah terlibat baik secara langsung ataupun secara tidak langsung

79
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

dalam meneyelesaikan penelitian ini. Para pengasuh santri yang sudah sudi
menjadi responden dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amali, Z. (2020). Kemenag: 27 Pesantren Jadi Klaster Corona, 1.400 Santri Positif.

Https://Tirto.Id. https://tirto.id/kemenag-27-pesantren-jadi-klaster-corona-

1400-santri-positif-f5q2

Brahmi, N., Singh, P., Sohal, M., & Sawhney, R. S. (2020). Psychological trauma

among the healthcare professionals dealing with COVID-19. Asian Journal of

Psychiatry, 54(20), 102241. https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102241

Creswell, J.W., Creswell, J. . (2018). Research Design Qualitative, Quantitative and

Mixed Methods Approach (Fifth Edition) (5th ed.). Sage Publication.

D.E. Nugraheny. (2020). Penyebab Kasus Covid-19 Terus Bertambah menurut

Pemerintah. Https://Nasional.Kompas.Com/.

https://nasional.kompas.com/read/2020/06/29/08220851/penyebab-kasus-

covid-19-terus-bertambah-menurut-pemerintah?page=all

Dewi, K. S. (2012). Buku Ajar Kesehatan Mental.

Dewi, W. A. F. (2020). Dampak COVID-19 terhadap Implementasi Pembelajaran

Daring di Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(1), 55–61.

https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.89

Hanurawan, F. (2012). Strategi Pengembangan Kesehatan Mental Di Lingkungan

Sekolah. PSIKOPEDAGOGIA Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 1(1).

80
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

https://doi.org/10.12928/psikopedagogia.v1i1.2572

KEMENKES RI. (2009). UU 36 2009 Kesehatan. Kemkes.Go.Id.

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/UU_36_2009_Kesehatan.p

df

KEMENKES RI. (2020). COVID-19. Kemkes.Go.Id.

https://covid19.kemkes.go.id/category/situasi-infeksi-emerging/info-

corona-virus/

Keogh-brown, M. R., Tarp, H., Edmunds, W. J., & Smith, R. D. (2020). SSM -

Population Health The impact of Covid-19 , associated behaviours and policies

on the UK economy : A computable general equilibrium model. SSM -

Population Health, August, 100651.

https://doi.org/10.1016/j.ssmph.2020.100651

Lubis, L. T., Sati, L., Adhinda, N. N., Yulianirta, H., & Hidayat, B. (2019).

Peningkatan Kesehatan Mental Anak dan Remaja Melalui Ibadah Keislaman.

Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 16(2), 120–129.

https://doi.org/10.25299/jaip.2019.vol16(2).3898

Mohamad, M. H. (2018). The Relationship Between Mental Health, Stress And Academic

Performance Among College Student. 562–572.

https://doi.org/10.15405/epsbs.2018.07.02.60

Moleong, L. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.

Notosoedidjo, M. dan L. (2005). Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Penerbit

Universitas Muhammadiyah Malang.

81
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 7, No. 1, 2021

Ong, M. T.-Y., Ling, S. K.-K., Wong, R. M.-Y., Ho, K. K.-W., Chow, S. K.-H.,

Cheung, L. W.-H., & Yung, P. S.-H. (2020). Impact of COVID-19 on

Orthopaedic clinical service, education and research in a University hospital.

Journal of Orthopaedic Translation. https://doi.org/10.1016/j.jot.2020.08.001

Rajkumar, R. P. (2020). COVID-19 and mental health: A review of the existing

literature. Asian Journal of Psychiatry, 52(March), 102066.

https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102066

Richardson, B. J. (2016). Mental health tips for teenagers.

Robert Bogdan, S. K. B. (2007). Qualitative Research for Education : An Introduction to

Theories and Methods. Allyn and Bacon, Inc.

Singh, P., Singh, S., Sohal, M., Dwivedi, Y. K., Kahlon, K. S., & Sawhney, R. S.

(2020). Psychological fear and anxiety caused by COVID-19: Insights from

Twitter analytics. Asian Journal of Psychiatry, 54(June), 102280.

https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102280

Sugiyono. (2012). Memahamai Penelitian Kualitatif. Alfabeta.

Susilawati. (2017). Kesehtan Mental Menurut Zakiah Dradjat [Universitas Islam

Negeri Lampung].

http://repository.radenintan.ac.id/1298/1/Skripsi_Susilawati.pdf

Tandon, R. (2020). The COVID-19 pandemic, personal reflections on editorial

responsibility. Asian Journal of Psychiatry, 50, 102100.

https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102100

W.A. Prodjo. (2020). UN 2020 Dibatalkan, Nadiem: Ujian Sekolah Bisa Dilakukan dan

82
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang
FAISAL ANWAR, & PUTRY JULIA – ANALISIS STRATEGI PEMBINAAN...

Tak Boleh Tatap Muka. Https://Edukasi.Kompas.Com.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/03/24/135442571/un-2020-

dibatalkan-nadiem-ujian-sekolah-bisa-dilakukan-dan-tak-boleh-

tatap?page=all

83
Copyright © 2021 Hak Cipta dilindungi undang-undang

You might also like