E-Commerce Di Era Industri 4.0 Dan Society 5.0: December 2019
E-Commerce Di Era Industri 4.0 Dan Society 5.0: December 2019
E-Commerce Di Era Industri 4.0 Dan Society 5.0: December 2019
net/publication/339527673
CITATIONS READS
9 11,928
1 author:
Decky Hendarsyah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah Bengkalis
23 PUBLICATIONS 41 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Decky Hendarsyah on 27 February 2020.
Decky Hendarsyah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Syariah Bengkalis
deckydb@gmail.com
ABSTRACT
This paper discusses e-commerce, industry 4.0 and society 5.0 which includes
definitions, history, framework and dimensions of technology. From this scope, a
comparison was made between industry 4.0 and society 5.0 and a discussion on
the alignment and impact of industry 4.0 and society 5.0 on e-commerce. After a
deeper comparison and discussion, it can be concluded that technology society
5.0 is a continuation of industry technology 4.0. Then there is technology
alignment between e-commerce with the era of industrial 4.0 and society 5.0,
where e-commerce technology follows and adapts its technology to each of those
eras. The era of industrial 4.0 and society 5.0 had many positive impacts on the
development and progress of e-commerce.
Keywords: E-commerce, Industry 4.0, Society 5.0, Digital Transformation.
ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang e-commerce, industri 4.0 dan society 5.0 yang
mencakup definisi, sejarah, kerangka dan dimensi teknologi. Dari cakupan
tersebut dilakukan perbandingan antara industri 4.0 dan society 5.0 serta
pembahasan mengenai keselarasan dan dampak antara industri 4.0 dan society 5.0
terhadap e-commerce. Setelah dilakukan perbandingan dan pembahasan lebih
mendalam maka dapat ditarik kesimpulan bahwa teknologi society 5.0 merupakan
kelanjutan dari teknologi industri 4.0. Kemudian terjadi keselarasan teknologi
antara e-commerce dengan era industri 4.0 dan society 5.0, dimana teknologi e-
commerce mengikuti dan menyesuaikan teknologinya dengan masing-masing era
tersebut. Era industri 4.0 dan society 5.0 banyak memberikan dampak positif
terhadap perkembangan dan kemajuan e-commerce.
Kata kunci: E-commerce, Industri 4.0, Society 5.0, Transformasi Digital.
PENDAHULUAN
Teknologi informasi bukanlah sesuatu hal yang susah didapatkan saat ini,
karena sudah masuk ke semua lini kehidupan masyarakat. Teknologi informasi
terus berinovasi dan bertransformasi serta semakin canggih, dengan
kecanggihannya bisa memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan masyarakat.
Kemudahan tersebut juga dirasakan dalam dunia ekonomi terutama dalam
perdagangan. Saat ini perdagangan tidak terlepas dari teknologi informasi.
Dengan adanya sinergi antara perdagangan dan teknologi informasi maka
terciptalah istilah e-commerce.
Di Indonesia pertumbuhan e-commerce sangat pesat, terutama 4 tahun
terakhir, peningkatannya mencapai 500 persen, ini juga dibuktikan dari hasil riset
Google dan termasuk dalam laporan e-Conomy SEA 2018 yang menunjukan
bahwa transaksi e-commerce Indonesia mencapai US$ 27 miliar atau setara
dengan Rp 391 triliun (Rahayu 2019).
Disisi lain Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal
Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo (Kemenkominfo), Septriana
Tangkary menyatakan bahwa pertumbuhan nilai e-commerce di Indonesia tahun
2018 mencapai 78 persen. Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi
di dunia. Indonesia merupakan negara 10 terbesar pertumbuhan e-commerce
dengan pertumbuhan 78 persen dan berada di peringkat pertama. Sementara
Meksiko berada di peringkat kedua, dengan nilai pertumbuhan 59 persen (Zuraya
2019).
Sejalan dengan pertumbuhan e-commerce, pada quartal pertama tahun
2018 Indonesia sempat dihebohkan dengan munculnya istilah revolusi industri 4.0
atau industri 4.0. Hampir semua lini masyarakat dan media mainstream bertanya
dan membicarakan serta memberitakan tentang industri 4.0. Tidak lama setelah itu
tepatnya tanggal 20 Maret 2018 Kementerian Perindustrian mensosialisasikan
bahwa kementeriannya telah merancang Making Indonesia 4.0 yaitu merupakan
suatu road map yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi
dalam memasuki era industri 4.0. Didalam sosialisasi tersebut Menteri
Pendustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kita sudah memasuki industri
4.0 sejak tahun 2011, itu ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi
dan batas antara manusia, mesin dan sumber daya lainnya yang semakin
konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi (Kementerian
Perindustrian 2018).
Tidak ketinggalan juga para praktisi dan akademisi melakukan kajian-
kajian dan pembicaraan ilmiah mengenai industri 4.0 yang disandingkan dengan
bidang keilmuan dan kepakaran mereka masing-masing. Sampai saat tulisan ini
dibuat topik tentang industri 4.0 masih tetap hangat diperbincangkan dalam
forum-forum resmi dan tidak resmi.
Masih hangatnya pembicaraan tentang industri 4.0, dunia dikejutkan
dengan pernyataan dari Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada acara
pertemuan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) di Davos
Swiss tanggal 23 Januari 2019. Dimana dalam pernyataannya dia mempunyai visi
mengenai Masyarakat 5.0 atau Society 5.0. Dia mengatakan bahwa masyarakat 5.0
akan dihubungkan oleh data untuk meningkatkan pertumbuhan di masa depan
(Roby 2019; Haryanti 2019).
Dengan pertumbuhan e-commerce yang begitu pesat kemudian melihat
perkembangan industri 4.0 dan gambaran mengenai society 5.0, maka penulis
bertujuan untuk membahas keselarasan dan dampak era industri 4.0 dan society
5.0 terhadap e-commerce secara umum.
TELAAH LITERATUR
E-Commerce
Menurut Laudon et al. (2014, 10) e-commerce adalah penggunaan internet,
web dan aplikasi untuk transaksi bisnis secara digital antara perusahaan dan
individu. Sedangkan menurut Turban et al. (2015, 7) e-commerce adalah
penggunaan internet untuk membeli, menjual, mengangkut, atau
memperdagangkan data, barang atau jasa. Kemudian dalam tulisan Savrul et al.
(2011, 251) mengatakan (OECD 2001, 6) mendefinisikan e-commerce dalam dua
lingkup, sebagai definisi yang luas dan sempit. Menurut definisi yang luas, e-
commerce adalah pembelian atau penjualan barang antara bisnis, rumah tangga,
individu, pemerintah dan organisasi publik dan swasta lainnya melalui jaringan
komputer. Definisi sempit di sisi lain hampir sama dengan definisi luas kecuali
instrumen perdagangan terbatas dengan internet.
Turban et al. (2015, 9) menjelaskan bahwa kerangka utama dari e-
commerce terdiri dari people (penjual, pembeli, perantara, sistem informasi dan
lainnya), public policy (kebijakan dan peraturan publik seperti pajak, regulasi dan
lainnya), marketing and advertising (pemasaran dan periklanan seperti promosi,
konten web, target pemasaran dan lainnya), support services (layanan pendukung
seperti logistik, pembayaran, keamanan sistem dan jaringan dan lainnya), business
partnerships (kemitraan bisnis seperti program afiliasi, pertukaran dan lainnya).
Laudon et al. (2014, 28-32) berpendapat bahwa sejarah e-commerce
terbagi dalam tiga periode yaitu: Invention, merupakan periode penemuan,
dimulai pada tahun 1995 dimana penggunaan web pertama kali sebagai alat untuk
mengiklankan produk. Selama periode ini e-commerce hanya memasarkan produk
melalui iklan statis yang ditampilkan di web perusahaan. Mesin pencari belum
canggih dan bandwidth internet kecil. Periode ini berakhir pada tahun 2000 ketika
pasar saham anjlok dan ribuan perusahaan menghilang atau di istilahkan “dot-com
crash”. Consolidation, merupakan periode konsolidasi, dimulai dari tahun 2001
sampai 2006. Selama periode ini e-commerce berubah tidak hanya menjual
produk ritel tetapi juga memberikan layanan yang kompleks, seperti layanan
pengiriman dan keuangan. Periode ini internet sudah tersebar luas dengan
jaringan broadband. Pemasaran produk sudah merambah melalui web, mesin
pencari, email, iklan video, iklan media dan iklan mesin pencari. Kemudian sudah
menyediakan fasilitas umpan balik di web perusahaan. Reinvention, merupakan
periode penemuan kembali, dimulai tahun 2007 beriringan dengan
diperkenalkannya iPhone, hingga saat ini e-commerce ditransformasikan ke
jejaring sosial yang bisa diakses secara luas oleh perangkat seluler konsumen
seperti smartphone dan komputer tablet. Pemasaran ditransformasikan melalui
jejaring sosial kemudian menjadi pembicaraan mulut ke mulut dan viral.
Perusahaan sudah menggunakan repositori data yang jauh lebih kuat dan
menggunakan alat analisis pemasaran sehingga pemasaran terkoordinasi
berdasarkan jejaring sosial, mesin pencari, web, platform ponsel dan email.
Pada periode reinvention banyak fitur unik dari teknologi e-commerce dan
internet yang datang secara bersamaan dalam satu set aplikasi dengan teknologi
media sosial yang disebut sebagai web 2.0 (Laudon et al. 2014, 16). Menurut
Turban et al. (2015, 20) web 2.0 menggunakan lusinan alat seperti wiki, rss atau
xml, blog, mikroblog dan lain-lain. Selain itu Turban secara tersirat berpendapat
web 2.0 merupakan representasi e-commerce 2.0, kemudian dia juga mengatakan
bahwa e-commerce termasuk e-commerce 2.0 difasilitasi oleh perkembangan
ekonomi, sosial dan perusahaan secara digital.
Menurut Turban et al. (2015, 10-11) bahwa tipe utama dari transaksi e-
commerce terdiri dari Business-to-Business (B2B), Business-to-Consumer (B2C),
Business-to-Business-to-Consumer (B2B2C), Consumer-to-Business (C2B),
Intrabusiness EC, Business-to-Employees (B2E), Consumer-to-Consumer (C2C),
Industri 4.0
Industri 4.0 merupakan kata lain dari revolusi industri 4.0. Mengenai
sejarah revolusi industri Rojko (2017, 79) dan Xu (2018, 2943) mengatakan
bahwa revolusi industri pertama (industri 1.0) dimulai dengan mekanisasi dan
pembangkit tenaga mekanik pada tahun 1800-an. Ini membawa transisi dari
pekerjaan manual ke proses manufaktur menggunakan mesin uap (zaman mesin
uap); sebagian besar di industri tekstil. Industri 2.0 dimulai tahun 1900-an disebut
sebagai zaman listrik dan industrial. Industri 3.0 dimulai tahun 1960-an disebut
era informasi, digitalisasi dan otomatisasi elektronik. Industri 4.0 disebut zaman
cyber physical systems atau otomatisasi cerdas.
Bahrin et al. (2016, 137) berpendapat bahwa sektor industri penting bagi
perekonomian setiap negara dan tetap menjadi pendorong pertumbuhan dan
lapangan kerja. Industri, yang dalam konteks ini berfokus pada manufaktur,
memberikan nilai tambah melalui transformasi bahan menjadi produk. Istilah
industri 4.0 mulai dikenal publik pada tahun 2011, ketika sebuah inisiatif yang
disebut industri 4.0 di mana asosiasi perwakilan dari bisnis, politik dan akademisi
mempromosikan gagasan itu sebagai pendekatan untuk memperkuat daya saing
industri manufaktur Jerman. Jerman memiliki salah satu industri manufaktur
paling kompetitif di dunia dan merupakan pemimpin global di sektor peralatan
manufaktur. Sejak pemerintah federal Jerman mengumumkan industri 4.0 sebagai
salah satu inisiatif utama dari strategi teknologi tinggi pada tahun 2011, topik
industri 4.0 telah menjadi terkenal di antara banyak perusahaan, pusat penelitian,
dan universitas.
Selanjutnya Rojko (2017, 80) juga mengatakan bahwa konsep dasar
industri 4.0 pertama kali dipresentasikan di pameran Hannover pada tahun 2011.
Sejak diperkenalkan industry 4.0 di Jerman, industry 4.0 menjadi topik diskusi
umum dalam komunitas peneliti, akademik dan industri di berbagai kesempatan.
Kemudian Xu (2018, 2941) juga sependapat bahwa industri 4.0 awalnya
diperkenalkan selama pameran di Hannover pada tahun 2011; selanjutnya, secara
resmi diumumkan pada 2013 sebagai inisiatif strategis Jerman untuk mengambil
peran perintis dalam industri yang saat ini merevolusi sektor manufaktur.
Industri 4.0 adalah area baru di mana internet hal-hal bersama dengan
cyber physical systems saling berhubungan dengan cara kombinasi perangkat
lunak, sensor, prosesor dan teknologi komunikasi memainkan peran besar untuk
membuat sesuatu yang memiliki potensi untuk memasukkan informasi ke
dalamnya dan akhirnya menambah nilai pada proses manufaktur (Bahrin 2016).
Ini juga selaras dengan pendapat Rojko (2017) yang mengatakan bahwa industri
4.0 memiliki gagasan utama yakni memanfaatkan potensi teknologi dan konsep
baru seperti: internet, integrasi proses teknis dan proses bisnis di perusahaan,
pemetaan digital dan virtualisasi dunia nyata, pabrik cerdas termasuk didalamnya
sarana produksi pintar dan produk pintar.
Menurut Bahrin (2016) teknologi yang terkait dengan industri 4.0 adalah
sebagai berikut: The Internet of Things (IoT), berfungsi untuk menghubungkan
semua perangkat komputasi menggunakan teknologi tertentu. Memungkinkan
perangkat berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain dengan pengontrolan
yang terpusat. Ini juga bermanfaat dalam menganalisa dan mengambil keputusan
secara langsung. Cybersecurity, komunikasi yang andal, identitas canggih dan
manajemen akses mesin dan pengguna adalah penting bagi industri 4.0 untuk
mengatasi masalah ancaman keamanan siber yang meningkat secara signifikan
dengan meningkatnya konektivitas dan penggunaan standar protokol komunikasi.
The cloud, meningkatnya kinerja teknologi, data dan fungsionalitas maka
disebarkan ke cloud/awan, supaya lebih banyak layanan berbasis data untuk
sistem produksi. Lebih banyak usaha yang terkait dengan produksi di industri 4.0
akan membutuhkan peningkatan berbagi data di seluruh lokasi perusahaan. Big
data analytics, memungkinkan pengumpulan dan evaluasi data yang
komprehensif dari berbagai sumber dan pelanggan untuk mendukung
pengambilan keputusan langsung, mengoptimalkan kualitas produksi, menghemat
energi dan meningkatkan layanan peralatan. Horizontal and vertical system
Society 5.0
Pemerintah Jepang mendefinisikan society 5.0 yaitu masyarakat yang
terpusat pada manusia dimana dapat menyeimbangkan antara kemajuan ekonomi
dengan penyelesaian masalah sosial menggunakan sistem yang mengintegrasikan
dunia maya dan fisik (COJG 2019). Menurut Fukuyama (2018, 47) bahwa society
5.0 diajukan oleh pemerintah Jepang merupakan konsep yang jelas. Itu disusun
dalam Rencana Dasar Sains dan Teknologi kelima oleh Dewan Sains, Teknologi
dan Inovasi, dan disetujui oleh keputusan Kabinet pada Januari 2016.
Kemudian Fukuyama (2018, 47) menjelaskan mengenai tahapan
masyarakat (society) berdasarkan sejarah manusia. Society 1.0 didefinisikan
sebagai kelompok orang yang berkumpul dan berburu dalam hidup, kemudian
berdampingan secara harmonis dengan alam, dimulai dari terciptanya manusia.
Society 2.0 membentuk kelompok berdasarkan budidaya pertanian, peningkatan
organisasi dan pembangunan bangsa, dimulai dari 13.000 sebelum masehi. Society
3.0 adalah masyarakat yang mempromosikan industrialisasi melalui revolusi
industri 1.0, dimulai dari akhir abad 18. Society 4.0 adalah masyarakat informasi
yang menyadari peningkatan nilai tambah dengan menghubungkan aset tidak
berwujud sebagai jaringan informasi, dimulai dari pertengahan abad 20. Dalam
tahapan ini, society 5.0 adalah masyarakat informasi yang dibangun di atas society
4.0, yang bertujuan untuk masyarakat yang lebih makmur.
Fukuyama (2018, 48) juga berpendapat bahwa dalam transformasi digital
beberapa wiliyah atau negara menggunakan istilah yang berbeda. Eropa
menggunakan istilah industri 4.0, Amerika Utara menggunakan istilah industrial
internet, Asia menggunakan istilah smart cities, China menggunakan istilah made
in China 2025 dan Jepang menggunakan istilah society 5.0. Dimana transformasi
digital menggunakan IoT, artificial intelligence, robotics, big data dan
blockchain. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nakanishi and Kitano (2018,
4-5).
Dalam society 5.0, nilai baru yang diciptakan melalui inovasi akan
menghilangkan kesenjangan regional, usia, jenis kelamin dan bahasa dan
memungkinkan penyediaan produk dan layanan yang disesuaikan dengan baik
PEMBAHASAN
Society 5.0
Industri 4.0
Abad 21 Super Cerdas
Tahun 2011
(Visi)
Sumber: Olahan penulis
Sedangkan untuk teknologi 5G pada industri 4.0 belum diterapkan saat ini
karena teknologi tersebut walaupun sudah ditemukan dan dipakai, tapi belum
diimplementasikan secara masal di dunia (Pertiwi 2018; Rahman 2019). Society
5.0 masih berupa visi, oleh sebab itu bisa merencanakan pemanfaatan teknologi
5G dimasa yang akan datang. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa industri
4.0 juga akan menggunakan teknologi tersebut dimasa yang akan datang.
dikontrol melalui smartphone dan diakses dimana saja, sehingga ubiquity dan
global reach pada e-commerce menyesuaikan teknologinya. Kemudian universal
standards dapat diartikan bahwa ada satu set standar teknologi yaitu internet,
industri 4.0 juga menggunakan internet. Selanjutnya richness dapat diartikan
bahwa teknologi ini kaya akan konten seperti video, audio dan teks, industri 4.0
dalam memasarkan produk menggunakan konten yang sama dengan e-commerce.
Berikutnya interactivity bisa diartikan bahwa teknologi ini bekerja melalui
interaksi dengan pengguna, industri 4.0 sudah mengimplementasikan hal ini
dalam horizontal and vertical system integration, simulation dan robots, e-
commerce tinggal mengakuisisi teknologi tersebut kedalam interactivity.
Kemudian information density diartikan bahwa teknologi ini mengurangi biaya
informasi dan meningkatkan kualitas informasi itu sendiri, di industri 4.0 terkait
dengan informasi menggunakan teknologi big data dan cloud dimana pemrosesan,
penyimpanan informasi dan biaya komunikasi menjadi turun sehingga informasi
menjadi berlimpah, murah dan akurat, oleh sebab itu e-commerce bisa
menyesuaikan teknologinya. Berikutnya personalization/ customization dapat
diartikan bahwa memungkinkan informasi yang disampaikan kepada pelanggan
bisa disesuaikan dengan kebutuhan mereka, dalam industri 4.0 ketika
menciptakan produk hal ini juga dilakukan, sehingga bisa sinkron dengan e-
commerce. Dan yang terakhir social technology bisa diartikan bahwa
memungkinkan pengguna dapat membuat dan berbagi konten dengan komunitas
di seluruh dunia melalui jejaring sosial, ini juga merupakan salah satu strategi
teknologi yang diterapkan pada industri 4.0, sehingga akan memudahkan
perkembangan e-commerce.
Setelah dibahas mengenai industri 4.0 maka dapat dibuktikan bahwa e-
commerce dan industri 4.0 memiliki hubungan yang selaras dan berbanding lurus,
karena dari segi teknologi, e-commerce akan menyesuaikan teknologinya dengan
teknologi yang ada pada era industri 4.0. Kemudian industri 4.0 juga
memanfaatkan e-commerce dalam operasionalnya, sehingga e-commerce di era
industri 4.0 akan lebih berkembang dan maju lagi.
KESIMPULAN
Era industri 4.0 dan society 5.0 merupakan era transformasi teknologi
analog menjadi digital. Teknologi yang ada pada society 5.0 merupakan
kelanjutan dari teknologi industri 4.0. Transformasi digital telah mengubah cara
hidup masyarakat dan industri, sehingga membawa pengaruh yang besar terhadap
kemajuan e-commerce. Keselarasan teknologi terjadi antara e-commerce dengan
teknologi era industri 4.0 dan society 5.0, dimana teknologi e-commerce
mengikuti dan menyesuaikan teknologinya dengan masing-masing era tersebut.
Era industri 4.0 dan society 5.0 banyak memberikan dampak positif secara umum
terhadap e-commerce, sehingga prospek pertumbuhan e-commerce akan semakin
baik dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Auliani, Palupi Annisa. 2019. AI, IoT, dan Tantangan Sektor Logistik di Era
Revolusi Industri 4.0. Kompas.com, 11 Februari 2019. Diakses dari:
https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/11/114445026/ai-iot-dan-
tantangan-sektor-logistik-di-era-revolusi-industri-40?page=all, tanggal 22
Agustus 2019.
Auliani, Palupi Annisa. 2019a. Optimalisasi Perusahaan melalui Layanan
"Shared Service" di Industri 4.0. Kompas.com, 23 Mei 2019. Diakses dari:
https://money.kompas.com/read/2019/05/23/132110826/optimalisasi-
perusahaan-melalui-layanan-shared-service-di-industri-40?page=all,
tanggal 28 Agustus 2019.
Bahrin, Mohd Aiman Kamarul et al. 2016. “Industry 4.0: A Review On Industrial
Automation And Robotic”, Jurnal Teknologi (Sciences & Engineering)
UTM 78 (6-13), 137–143. https://doi.org/10.11113/jt.v78.9285
Cabinet Office Japan Government. 2019. Society 5.0. Diakses dari:
https://www8.cao.go.jp/cstp/english/society5_0/index.html, tanggal 6
Agustus 2019.
Fukuyama, Mayumi. 2018. “Society 5.0: Aiming for a New Human-Centered
Society”. Japan Economy Foundation Journal - Japan SPOTLIGHT.
https://www.jef.or.jp/journal/pdf/220th_Special_Article_02.pdf. diakses
tanggal 27 Agustus 2019.
Hendarsyah, Decky dan Retantyo Wardoyo. 2011. “Implementasi protokol diffie-
hellman dan algoritma RC4 untuk keamanan pesan SMS”. IJCCS
(Indonesian Journal of Computing and Cybernetics Systems) 5 (1), 14-25.
https://doi.org/10.22146/ijccs.1997
Hendarsyah, Decky. 2012. “Keamanan Layanan Internet Banking Dalam
Transaksi Perbankan”. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita 1 (1),
12-33.
Hendarsyah, Decky. 2015. “Bisnis Toko Online”. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Kita 4 (1), 1-14.
Hendarsyah, Decky. 2016. “Penggunaan Uang Elektronik Dan Uang Virtual
Sebagai Pengganti Uang Tunai Di Indonesia”. IQTISHADUNA: Jurnal
Ilmiah Ekonomi Kita 5 (1), 1-15.
Haryanti, Rosiana. 2019. "Society 5.0, Solusi Jepang Atasi Defisit Penduduk dan
Infrastruktur". Kompas.com, 28 Januari 2019. Diakses dari:
https://properti.kompas.com/read/2019/01/28/115422021/society-50-
solusi-jepang-atasi-defisit-penduduk-dan-infrastruktur?page=all, tanggal 6
Agustus 2019.
Kementerian Perindustrian. 2018. Making Indonesia 4.0: Strategi RI Masuki
Revolusi Industri Ke-4. Diakses dari:
https://kemenperin.go.id/artikel/18967/Making-Indonesia-4.0:-Strategi-RI-
Masuki-Revolusi-Industri-Ke-4, tanggal 30 Juli 2019.
Laudon, Kenneth C. and Carol Guercio Traver. 2014. E-Commerce: Business,
Technology & Society 10th edition. New Jersey: Pearson.
Nakanishi, Hiroaki and Hiroaki Kitano. 2018. “Society 5.0 Co-Creating The
Future”. Policy Proposals Industrial Technology, Keidanren (Japan
Business Federation).