Pemanasan Global:: Dampak Dan Upaya Meminimalisasinya
Pemanasan Global:: Dampak Dan Upaya Meminimalisasinya
Pemanasan Global:: Dampak Dan Upaya Meminimalisasinya
Ramli Utina1
Abstract: Global warming, or what has been called the Greenhouse effect, refers to
an average increase in the earth's temperature, which in turn causes changes in
climate. The Greenhouse Effect is the results from a four step process. First, sunlight
radiates from the sun, through space to earth's atmosphere. Second, the sunlight
enters the atmosphere and hits earth. Some of it turns into heat energy in the form of
infrared light. The heat is absorbed by surrounding air and land, which in turn makes
it warm. Third, infrared rays, which are remitted into the atmosphere, are trapped by
greenhouse gases. The gas absorbs the light and is remitted back to the earth's surface
and warms it even more. Greenhouse gases primarily carbon dioxide, methane, and
nitrous oxide. Global warming caused by greenhouse effect, feedback effect and solar
cycle variations. Global warming caused by climate changes and extreme weather
events, rising sea levels, increasing of precipitation are likely to have detrimental
effects on human health that accompany malnutrition. The objective of this study is to
give information about global warming, and how to change people attitude toward
environment by conservation, efficiency of energy, reduction of energy, and
educational approach.
1
Dosen Biologi FMIPA Universitas Negeri Gorontalo
1
Efek rumah kaca sebagai suatu sistem di bumi sangat dibutuhkan oleh
makhluk hidup di bumi. Suhu atmosfer bumi akan menjadi lebih dingin jika tanpa
efek rumah kaca. Tetapi, jika efek rumah kaca berlebihan dibandingkan dengan
kondisi normalnya maka sistem tersebut akan bersifat merusak. Melihat sebagian
besar emisi gas rumah kaca bersumber dari aktivitas hidup manusia, maka pemanasan
global harus ada upaya solusinya dengan merubah pola hidup dan perilaku
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Tulisan ini diharapkan dapat memberi wawasan dan pengetahuan bagi
masyarakat tentang apa dan bagaimana terjadinya pemanasan global, serta bagaimana
perilaku masyarakat yang diharapkan dalam upaya meminimalisasi efek terjadinya
pemanasan global.
Pemanasan Global
Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama
yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungann dengan proses
meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini
dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian
sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah
diserap oleh udara dan permukaan bumi.
Sebagian sinar infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer dan ditangkap
oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat. Gas-
gas rumah kaca terutama berupa karbon dioksida, metana dan nitrogen oksida.
Kontribusi besar yang mengakibatkan akumulasi gas-gas kimia ini di atmosfir adalah
aktivitas manusia. Temperatur global rata-rata setiap tahun dan lima tahunan tampak
meningkat, seperti pada diagram berikut (Anonim, 2004).
2
dipantulkan keluar atmosfer dan sebagian lainnya terperangkap di dalam greenhouse
sehingga menaikkan suhu di dalamnya. Gambar berikut menunjukkan bagaimana
terjadinya efek rumah kaca (Gealson,2007).
Efek Rumah Kaca
Contoh lain yang dapat mengilustrasikan kejadian efek rumah kaca adalah, ketika kita
berada dalam mobil dengan kaca tertutup yang sedang parkir di bawah terik matahari.
Panas yang masuk melalui kaca mobil, sebagian dipantulkan kembali ke luar melalui
kaca tetapi sebagian lainnya terperangkap di dalam ruang mobil. Akibatnya suhu di
dalam ruang lebih tinggi (panas) daripada di luarnya. Perhatikan gambar berikut
(Gealson,2007).
Matahari merupakan sumber energi utama dari setiap sumber energi yang
terdapat di bumi. Energi matahari sebagian terbesar dalam bentuk radiasi gelombang
pendek, termasuk cahaya tampak. Energi ini mengenai permukaan bumi dan berubah
dari cahaya menjadi panas. Permukaan bumi kemudian menyerap sebagian panas
sehingga menghangatkan bumi, dan sebagian dipantulkannya kembali ke luar
angkasa. Menumpuknya jumlah gas rumah kaca seperti uap air, karbon dioksida, dan
metana di atmosfer mengakibatkan sebagian dari panas ini dalam bentuk radiasi infra
merah tetap terperangkap di atmosfer bumi, kemudian gas-gas ini menyerap dan
memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan oleh permukaan bumi.
Akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Kondisi ini dapat
terjadi berulang sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus
3
meningkat. Gambar berikut menunjukkan bagaimana terjadinya pemanasan global
(Gealson,2007).
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca pada atap rumah kaca. Makin
meningkat konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, makin besar pula efek panas yang
terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada
di bumi, karena tanpa efek rumah kaca planet bumi akan menjadi sangat dingin lebih
kurang -18°C, sehingga sekuruh permukaan bumi akan tertutup lapiesan es. Dengan
temperatur rata-rata sebesar 15°C, bumi sebenarnya telah lebih panas 33°C dengan
efek rumah kaca. Akan tetapi jika gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, maka
akan terjadi sebaliknya dan mengakibatkan pemanasan global.
Efek balik
Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses efek balik
yang dihasilkannya, seperti pada penguapan air. Pada awalnya pemanasan akan lebih
meningkatkan banyaknya uap air di atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas
rumah kaca, maka pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di
udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Keadaan ini
menyebabkan efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh
akibat gas CO2 itu sendiri. Peristiwa efek balik ini dapat meningkatkan kandungan air
absolut di udara, namun kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak
menurun karena udara menjadi menghangat. Karena usia CO2 yang panjang di
atmosfer maka efek balik ini secara perlahan dapat dibalikkan (Soden and Held,
2005).
Selain penguapan, awan diduga menjadi efek balik. Radiasi infra merah akan
dipantulkan kembali ke bumi oleh awan, sehingga akan meningkatkan efek
pemanasan. Sementara awan tersebut akan memantulkan pula sinar Matahari dan
radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Secara
detail hal ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan
4
sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam
model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke 4). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada
peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif
(menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan
Pandangan IPCC ke Empat (Soden and Held, 2005).
Efek balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan
cahaya oleh es. Lapisan es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan
yang terus meningkat ketika temperatur global meningkat. Bersamaan dengan
mencairnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Daratan maupun
air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan
dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Kejadian ini
akan menambah faktor penyebab pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es
yang mencair, sehingga menjadi suatu siklus yang berkelanjutan (Thomas, 2001).
Faktor lain yang memiliki kontribusi terhadap pemanasan global adalah efek
balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost). Selain itu, es yang mencair juga akan melepas CH4 yang juga dapat
menimbulkan umpan balik positif.
Laut memiliki kemampuan ekologis untuk menyerap karbon di atmosfer.
Fitoplankton mampu menyerap karbon guna kelangsungan proses fotosintesis. Tetapi
kemampuan ini akan berkurang jika laut menghangat yang diakibatkan oleh
menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan
diatom daripada fitoplankton (Buesseler, et al, 2007).
Variasi matahari
Pemanasan global dapat pula diakibatkan oleh variasi matahari. Suatu
hipotesis menyatakan bahwa variasi dari Matahari yang diperkuat oleh umpan balik
dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini (Marsh and Henrik,
2000). Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca
adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer, sebaliknya efek
rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah
paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas
Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. Penipisan lapisan ozon juga
dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai
akhir tahun 1970-an. Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas
gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri
hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950 (Hegerl, et al. 2007,
Ammann, et al, 2007).
Hasil penelitian menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah
diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University
mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50%
peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-
35% antara tahun 1980 dan 2000 (Scafetta and West, 2006). Selanjutnya menurut
5
Stott (2003) bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi
berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh
Matahari, mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik
dan aerosol sulfat juga tidak diperhitungkan. Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap
pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-
dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 menurut
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) sebagian besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Suhu
permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100.
Dengan menggunakan model iklim, perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh
penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa
mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian
besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka
air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun
tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas
dari lautan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah
pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan
serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke
daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia
mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau
membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi
yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani
dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas
rumah kaca.
Protokol ini mengharuskan negara-negara industri untuk menurunkan
emisinya sebesar 5,2 persen di bawah tingkat emisi tahun 1990 dengan target waktu
hingga 2012 dan baru memperoleh kekuatan hukumnya secara internasional pada
tanggal 16 Februari 2005. Hingga 23 Oktober 2007 sudah 179 negara yang
meratifikasi Protokol Kyoto tersebut. Kemudian pada tanggal 3-14 Desember 2007 di
Bali diselenggarakanlah Konvensi Tingkat Tinggi yang digelar oleh UNFCCC
(United Nations Framework Convention on Climate Change) dan dihadiri hampir 10
ribu orang dari 185 negara. Melalui pertemuan tersebut diharapkan dapat
mengevaluasi hasil kinerja dari Protokol Kyoto yang dibuat sebagai bukti komitmen
negara-negara sedunia dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca demi
menanggulangi permasalahan yang terjadi saat ini.
6
Dampak Pemanasan Global
7
Nugini, Timor Leste, dan Philipina. Dikhawatirkan merusak kehidupan
masyarakat lokal yang berada di sekitarnya. Masyarakat lokal yang pertama kali
menjadi korban akibat kerusakan terumbu karang ini. Untuk menyelamatkan
kerusakan terumbu karang akibat pemanasan global ini, maka para aktivis
lingkungan dari enam negara tersebut telah merancang protokol adaptasi
penyelamatan terumbu karang. Lebih dari 50 persen spesies terumbu karang
dunia hidup berada di kawasan segitiga ini. Berdasarkan data Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC), sebanyak 30 persen terumbu karang dunia telah
mati akibat badai el nino pada 1998 lalu. Diprediksi, pada 10 tahun ke depan akan
kembali terjadi kerusakan sebanyak 30 persen.
8
b) Penegakan hukum dan keteladanan
Pelanggaran atas tindakan manusia yang merusak lingkungan harus mendapat
ganjaran. Penegakan hukum lingkungan menjadi bagian yang penting guna
menjaga kelestarian lingkungan, dan memberi efek jera bagi yang melanggar.
Penegakan hukum tidak memandang strata sosial masyarakat. Selain itu
adalah panutan dan ketokohan seseorang memegang peranan penting. Mereka
yang memiliki pemahaman yang lebih baik (berpendidikan) terhadap
lingkungan hidup hendaknya berperan memberi contoh dan sikap lingkungan
yang baik pula kepada masyarakat. Misalnya, kita masih menemukan kasus
peran beberapa aparat pemerintah dibalik kerusakan hutan, baik dengan
memberikan modal maupun perlindungan bagi perambah hutan.
c) Keterpaduan
Seluruh elemen masyarakat harus mendukung upaya pelestarian lingkungan
dan sumberdaya alam serta penegakan hukumnya. Upaya ini harus dilakukan
secara komprehensif dan lintas sektor. Misalnya, untuk mengatasi emisi gas-
gas rumah kaca akibat peningkatan jumlah kendaraan di Kota Jakarta, harus
di atas secara bersama dengan daerah sekitar seperti Bogor, Depok, Bekasi,
dan Tangerang. Karena pekerja yang menggunakan kendaraan bermotor
setiap hari masuk ke kota Jakarta bermukim di empat kota tersebut. Demikian
halnya mengatasi banjir di Kota Gorontalo, misalnya, tidak dapat diatasi
dengan perbaikan fasilitas lingkungan dan membina kesadaran penduduk
kota, tetapi secara menyeluruh dengan masyarakat di wilayah lain (hulu dan
DAS) yang memberi kontribusi terhadap bencana banjir. Masyarakat dan
pemerintah daerah terdekat seperti Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten
Gorontalo turut bertanggungjawab dalam upaya penanggulangan banjir di
Kota Gorontalo. Secara geografis, terdapat daerah aliran sungai dimana dua
sungai besar yang melewati dan bermuara di kota ini. Karena itu bencana
alam dan kerusakan lingkungan tidak dapat dipilah menurut wilayah
administratif semata, tetapi bersifat area geografis-ekologis.
d) Mengubah pola pikir dan sikap
Faktor-faktor lingkungan fisik, mahluk hidup lain dan manusia memiliki
peran masing-masing dalam lingkungan hidup. Manusia sebagai mahluk yang
diberi kemampuan logika harus mampu memandang kepentingan hidupnya
terkait dengan kehidupan mahluk hidup lain beserta kejadian proses-proses
alam. Sikap dan perilaku manusia terhadap alam cepat atau lambat memberi
berdampak pada lingkungan hidupnya. Peduli terhadap lingkungan pada
dasarnya merupakan sikap dan perilaku bawaan manusia. Akan tetapi
munculnya ketidak pedulian manusia adalah pikiran atau persepsi yang
berbeda-beda ketika manusia berhadapan dengan masalah lingkungan.
Manusia harus memandang bahwa dirinya adalah bagian dari unsur ekosistem
dan lingkungannya. Naluri untuk mempertahankan hidup akan memberi
motivasi bagi manusia untuk melestarikan ekosistem dan lingkungannya.
9
e) Etika lingkungan
Kecintaan dan kearifan kita terhadap lingkungan menjadi filosofi kita tentang
lingkungan hidup. Apa pun pemahaman kita tentang lingkungan hidup dan
sumber daya, kita harus bersikap dan berperilaku arif dalam kehidupan.
Dalam wujud budaya tradisional, kearifan lokal melahirkan etika dan norma
kehidupan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam dan
lingkungannya. Selama masyarakat masih menghormati budaya tradisional
yang memiliki etika dan nilai moral terhadap lingkungan alamnya, maka
konservasi sumber daya alam dan lingkungan menjadi hal yang mutlak.
Dalam kehidupan masyarakat demikian, etika lingkungan tidak tampak secara
teoretik tetapi menjadi pola hidup dan budaya yang dipelihara oleh setiap
generasi. Etika lingkungan akan berdaya guna jika muncul dalam tindakan
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Rujukan
Ammann, Caspar, et al. (2007). "Solar influence on climate during the past
millennium: Results from ransient simulations with the NCAR Climate
Simulation Model". Proceedings of the National Academy of Sciences of the
United States of America 104 (10): 3713-3718.
Anonimous, 2004. Temperatur Rata-rata Global 1860 sampai 2000. tersedia dalam
http//id.wikipedia.org/wiki. Pemanasan_Global#search column-one
Buesseler, K.O., C.H. Lamborg, P.W. Boyd, P.J. Lam, T.W. Trull, R.R. Bidigare,
J.K.B. Bishop, K.L. Casciotti, F. Dehairs, M. Elskens, M. Honda, D.M. Karl,
D.A. Siegel, M.W. Silver, D.K. Steinberg, J. Valdes, B. Van Mooy, S.
Wilson. (2007) "Revisiting carbon flux through the ocean's twilight zone."
Science 316: 567-570.
Climate Change 2001:Working Group I: The Scientific Basis (Fig. 2.12). URL
diakses pada 11-11-2008
Gleason, Karen K., Simon Karecki, and Rafael Reif (2007). Climate Classroom;
What’s up with global warming?, National Wildlife Federation. URL diakses
22-01-2008
10
Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. URL diakses pada 10-
11-2008
Marsh, Nigel, Henrik, Svensmark (2000). "Cosmic Rays, Clouds, and Climate" Space
Science Reviews 94: 215-230. URL diakses pada 11-11-2008.
Soden, Brian J., Held, Isacc M. (2005). "An Assessment of Climate Feedbacks in
Coupled Ocean-Atmosphere Models". Journal of Climate 19(14). URL
diakses pada 10-11-2008.
Stocker, Thomas F.; et al. Sea Ice. Climate Change 2001: The Scientific Basis.
Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on
Climate Change. URL diakses pada 11-11-2008
Stott, Peter A., et al. (2003). "Do Models Underestimate the Solar Contribution to
Recent Climate Change?". Journal of Climate 16 (24): URL diakses pada 10-
11-2008.
Summary for Policymakers. Climate Change 2007: The Physical Sciences Basis,
Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on
Climate Change. URL diakses pada 10-11-2008
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada
1824, merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet.
Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami
Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat digunakan
untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara
alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas
manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakangan ini diterima oleh
semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada
beberapa perbedaan pendapat.
Ketika radiasi matahari tampak maupun tidak tampak dipancarkan ke
bumi, 10 energi radiasi matahari itu diserap oleh berbagai gas yang ada di
atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan permukaan bumi, 42% membuat
bumi menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya 0,023% dimanfaatkan
tanaman untuk perfotosintesis.
Malam hari permukaan bumi memantulkan energi dari matahari yang
tidak diubah menjadi bentuk energi lain seperti diubah menjadi karbohidrat
oleh tanaman dalam bentuk radiasi inframerah. Tetapi tidak semua radiasi
panas inframerah dari permukaan bumi tertahan oleh gas-gas yang ada di
atmosfer. Gas-gas yang ada di atmosfer menyerap energi panas pantulan dari
bumi.
Dalam skala yang lebih kecil – hal yang sama juga terjadi di dalam
rumah kaca. Radiasi sinar matahari menembus kaca, lalu masuk ke dalam
rumah kaca. Pantulan dari benda dan permukaan di dalam rumah kaca adalah
berupa sinar inframerah dan tertahan atap kaca yang mengakibatkan udara di
dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun udara di luar dingin. Efek
memanaskan itulah yang disebut efek rumah kaca atau ”green house effect”.
Gas-gas yang berfungsi bagaikan pada rumah kaca disebut gas rumah kaca
atau ”green house gases”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan efek rumah kaca?
2. Bagaimana Proses terjadinya efek rumah kaca?
3. Apa dampak efek rumah kaca terhadap lingkungan?
4. Bagaimana solusi menangani efek rumah kaca?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dan gas – gas rumah kaca.
2. Mendeskripsikan proses terjadinya efek rumah kaca.
3. Menjelaskan dampak efek rumah kaca terhadap lingkungan.
4. Memberikan solusi menanggani efek rumah kaca.
Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada
1824, merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet.
Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami
Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat digunakan
untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara
alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas
manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakangan ini diterima oleh
semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada
beberapa perbedaan pendapat.
Ketika radiasi matahari tampak maupun tidak tampak dipancarkan ke
bumi, 10 energi radiasi matahari itu diserap oleh berbagai gas yang ada di
atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan permukaan bumi, 42% membuat
bumi menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya 0,023% dimanfaatkan
tanaman untuk perfotosintesis.
Malam hari permukaan bumi memantulkan energi dari matahari yang
tidak diubah menjadi bentuk energi lain seperti diubah menjadi karbohidrat
oleh tanaman dalam bentuk radiasi inframerah. Tetapi tidak semua radiasi
panas inframerah dari permukaan bumi tertahan oleh gas-gas yang ada di
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer
akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas
terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan
vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan
menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti
tumbuhan).
1. Uap air
Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan
bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca.
Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia
2. Karbondioksida
3. Metana
4. Nitrogen Oksida
5. Gas lainnya
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efek rumah kaca ditimbulkan oleh gas uap air, karbondioksida, metana
dan nitrogen oksida. Dalam lingkungan hidup efek rumah kaca memberikan
dampak tidak stabilnya iklim bumi, peningkatan permukaan laut karena
panasnya suhu bumi, meningkatnya panas dari suhu bumi, perubahan geologis
bumi, hingga membawa dampak pada kehidupan social dan ekonomi serta
politik.
Untuk mencegah atau menanggani efek rumah kaca dapat dilakukan hal –
hal menggunakan alat listrik seperlunya dan sehemat mungkin, serta
menggunakan peralatan elektronik yang hemat daya. Mengontrol penggunaan
kendaraan bermotor karena tidak dapat di pungkiri asap kendaraan sangat
berbahaya bagi kebersihan udara, melakukan penanaman pohon, melakukan
pengelolaan sampah memisahkan antara sampah organik dengan sampah non
organic dan mendaur ulang kertsa, plastik, dan logam.
B. Saran
Kegiatan mencengah efek rumah kaca sebaiknya dilakukan sedini
mungkin dan melibatkan seluruh lapisan masyrakat instansi dan sekolah
karena penangganan efek rumah kaca tidak cukup hanya memberikan
himbauan namun juga kesadaran pada diri masing – masing untuk melakukan
pencegahan efek rumah kaca.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/195901011989011-
YAKUB_MALIK/EFEK_RUMAH_KACA_TERHADAP_IKLIM_MIKR
O.pdf
http://oerleebook.files.wordpress.com/2009/10/polusi-udara.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca
http://gemcha4nn15.blogspot.com/2010/11/efek-rumah-kaca.html