Professional Documents
Culture Documents
ID Hubungan Antara Self Esteem Dengan Penye
ID Hubungan Antara Self Esteem Dengan Penye
Abstract
PENDAHULUAN
mampu mencari sisi positif, kreatif dalam mengelola kondisi serta mampu
mengendalikan diri, sikap dan perilakunya. Kemampuan tersebut membuat
individu akan lebih mudah diterima untuk lingkungannya, namun tidak semua
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, transisi tersebut menimbulkan
konflik emosi.
Konflik emosi yang serius sering timbul pada anak-anak dan remaja.
Mereka mengalami depresi, kecemasan sampai bunuh diri atau mencoba bunuh
diri (Mosterson dalam Djiwandono, 2002, h. 113). Gejala emosi yang lain adalah
stres adalah suatu proses dalam rangka menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang
mengancam, menantang, atau membahayakan, serta individu merespon peristiwa
itu baik pada level psikologis, emosional, kognitif, dan tingkah laku (Feldman
dalam Dewi, 2009, h.113). Stres timbul karena transisi berlangsung pada suatu
masa ketika banyak perubahan pada individu yaitu fisik, sosial, dan psikologis.
Perkembangan kognitif, afektif, dan konatif remaja tidak terlepas dari
perkembangan fisik yang mengalami masa puncak perkembangan. Perkembangan
fisik mendukung remaja untuk membangun identitas diri yang khas sehingga
mulai mengadakan penyesuaian diri terhadap harapan-harapan sosial. Peer-group
menjadi lingkungan sosial yang dirasakan paling dekat dengan remaja. Remaja
mulai belajar mengambil tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dan
menjadi semakin peka terhadap pandangan orang lain tentang diri dan
penampilannya. Pencapaian prestasi pada masa remaja di SMA dapat menjadi
pendorong bagi remaja untuk menyelesaikan tugas perkembangan sebagai remaja.
Salah satu instansi pendidikan dan merupakan sekolah swasta di kota
Semarang adalah SMA Krista Mitra. SMA Krista Mitra merupakan sekolah yang
berada di bawah naungan yayasan Kristen Krista Mitra. SMA Krista Mitra
merupakan sekolah modern dengan sistem pembelajaran berbasis ICT
(Information Communication Technology) dan teknologi informasi dan
multimedia telah menjadi pembelajaran sehari-hari, serta mengedepankan pada
humanistic learning approach, yaitu pendekatan belajar yang menekankan pada
penghargaan akan martabat dan potensi individu siswa dalam suasana akrab dan
dekat, dalam hubungan kemitraan yang harmonis antara siswa dengan guru dalam
proses belajar. Tidak mengherankan apabila dalam akreditasinya yang ke-4, SMA
Krista Mitra memperoleh hasil yang sangat memuaskan, yaitu A Plus.
Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMA Krista Mitra Semarang pada
tanggal 07 Februari 2012 menyatakan bahwa sebagian siswa SMA Krista Mitra
Semarang berasal dari luar kota Semarang, sehingga mereka mengalami kesulitan
tidak hanya menyesuaikan diri dengan teman yang baru tetapi juga dengan
lingkungan sekolah, letak sekolah SMA Krista Mitra Semarang yang tidak berada
di pusat kota sehingga menyebabkan siswa-siswa yang berada jauh dari orang tua
home sick atau rindu dengan keadaan di rumah. Keadaan siswa yang jauh dengan
orang tua tersebut berpengaruh pula terhadap akademik dan hubungan dengan
lingkungan sekolah. Siswa lebih senang menyendiri daripada pergi ke
perpustakaan atau berkumpul dengan siswa lainnya.
Penyesuaian siswa SMA Krista Mitra Semarang diawali dengan pengenalan
tentang miniatur sekolah, yaitu Masa Orientasi Siswa (MOS). Tidak hanya
lingkungan beserta peraturan yang diperkenalkan namun juga akademik serta guru
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 51
dan staf karyawan. Permasalahan pada siswa tahun pertama SMA Krista Mitra
berimbas tidak hanya akademik tetapi juga pergaulan dengan teman-teman satu
angkatan. Rata-rata siswa SMA Krista Mitra Semarang berasal dari keluarga
menengah ke atas, bukti yang menunjukkan adalah uang SPP untuk kelas reguler
adalah 400 ribu setiap bulan dan 600 ribu untuk kelas imersi. Faktor psikologi
merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri pada remaja. Remaja
dengan perhatian dari keluarga menjadikan self esteem pada diri remaja tersebut
semakin tinggi, namun tidak demikian jika orang tua sangat sibuk dan jarang
menperhatikan anak yang sudah masuk fase remaja awal.
Penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, yaitu kondisi
psikologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri.
Kondisi psikologis meliputi keadaan mental individu yang sehat. Individu yang
memiliki mental yang sehat mampu melakukan pengaturan terhadap dirinya
sendiri dalam perilakunya secara efektif. Remaja yang sedang dalam usaha
pencarian identitas akan lebih banyak mengevaluasi dirinya melalui pandangan
atau anggapan dari orang lain. Penilaian orang lain sangat penting bagi dirinya,
karena hal ini berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan remaja akan self esteem.
Self esteem dapat terbentuk dari penerimaan, penghargaan, dan respon yang
baik dari masyarakat. Self esteem terdiri dari dua komponen yaitu perasaan
tentang self esteem terutama didasari pada penilaian, dan kedua adalah perasaan
berdasarkan pengamatan yang berasal dari tindakannya sendiri. Self esteem secara
umum berhubungan dengan psikologis sedangkan self esteem secara khusus
berhubungan dengan perilaku seperti prestasi belajar. Self esteem adalah suatu
dimensi global dari diri, contohnya seorang remaja mungkin menangkap bahwa ia
tidak hanya sebagai pribadi, namun juga seorang pribadi yang baik (Santrock,
2007 h. 183).
Konteks sosial seperti keluarga, teman-teman dan sekolah memiliki
pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja. Sebuah studi menemukan
bahwa ketika kohevisitas keluarga meningkat, harga diri remaja juga meningkat
seiring dengan bertambahnya usia (Balwin & Holfman, 2002 dalam Santrock,
2007, h. 187). Kontrol orang tua secara signifikan berhubungan dengan konsep
diri. Pola asuh demokratis lebih menekankan pada penalaran serta penjelasan,
pengawasan orang tua, dan juga keterbatasan yang terkait dengan konsep diri
yang lebih positif. Pola asuh otoriter melibatkan pemaksaan, ancaman, dan
penggunaan hukuman fisik (Rosenberg, 2001, h. 5).
Secara khusus Dijksterhuis (2004, h. 346) lebih banyak menyoroti self
esteem implisit memiliki pengaruh yang negatif yang lebih luas daripada mereka
yang memiliki self esteem eksplisit yang rendah. Alasan tersebut mendorongnya
dalam melaksanakan eskperimen untuk meningkatkan self esteem implisit dengan
tehnik kondisioning evaluatif dapat diterapkan untuk meningkatkan self esteem
implisit (Dijksterhuis, 2004, h. 349).
Self esteem merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan
remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Melalui citra diri, proses
belajar, pengalaman serta interaksi dengan lingkungan, remaja dapat membentuk
suatu penilaian positif terhadap dirinya sendiri. Segala sesuatu yang remaja
pikirkan dan rasakan tentang dirinya sendiri merupakan suatu nilai penting bagi
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 52
remaja untuk bisa menyadari keberhargaan dirinya, bukan melalui sesuatu yang
dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain tentang siapa remaja sebenarnya.
Terbentuknya penilaian positif dalam diri remaja berkaitan dengan penghargaan
atas dirinya, yang nantinya akan mempengaruhi bagaimana remaja menampilkan
potensi yag dimilikinya.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa rendahnya self esteem pada
remaja dapat menyebabkan berbagai permasalahan, terutama dalam berinteraksi
sosial (Ling, dkk, 2002, h. 46). Burns (1993, h. 258) menyimpulkan bahwa
individu dengan self esteem rendah menunjukkan perilaku berbeda dengan
individu yang memiliki self esteem tinggi. Individu dengan self esteem rendah
cenderung merasa terasing, merasa tidak disayangi, tidak dapat mengekspresikan
diri dan terlalu lemah untuk mengatasi kekurangan yang dimiliki.
Self esteem menentukan kemampuan individu dalam mengelola potensi
yang dibawanya sejak lahir. Self esteem bukan merupakan faktor yang dibawa
sejak lahir tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk sepanjang
pengalaman individu. Self esteem merupakan penilaian dan penghargaan
seseorang terhadap dirinya sendiri. Goebel dan Brown (dikutip Tjahjaningsih,
1994, h.11) menyatakan bahwa remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan sangat membutuhkan harga diri, karena self esteem mencapai
puncaknya pada masa remaja. Pada masa remaja individu akan mengenali dan
mengembangkan seluruh aspek dalam dirinya, sehingga menentukan apakah
individu tersebut akan memiliki self esteem yang positif atau negatif.
Penilaian dari individu lainnya terhadap segala atribut yang melekat pada diri
remaja sangat berpengaruh terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri. Atribut
yang baik merupakan sesuatu yang membanggakan bagi remaja dan akan
menaikkan harga dirinya, sebaliknya atribut buruk yang melekat pada dirinya akan
dianggap memalukan dan dinilai merendahkan harga dirinya. Self esteem terdiri
dari penerimaan, penghargaan, dan respon. Siswa yang memiliki self esteem akan
tinggi akan lebih dapat berinteraksi dengan lingkungan sosial dan menghargai diri
sendiri. Interaksi sosial yang baik dapat menuntun siswa pada penyesuaian diri
siswa di lingkungan sekolah. Penyesuaian diri pada siswa untuk tahun pertama
sekolah merupakan salah satu tuntutan lingkungan yang harus dipenuhi. Siswa
yang mampu mengatasi situasi yang dihadapi dengan suatu tindakan merupakan
salah satu indikator siswa untuk dapat menyesuaian diri dengan lingkungannya.
Mengacu dari uraian latar belakang tersebut dapat dibuat rumusan masalah
apakah self esteem berpeengaruh dalam penyesuaian diri. Berdasarkan rumusan
masalah tersebut peneliti tertarik untuk menguji secara empirik dengan
mengadakan penelitian berjudul “Hubungan antara Self Esteem dengan
Penyesuaian Diri Siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang”.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
pokok permasalahan yang akan diteliti adalah “apakah ada hubungan antara self
esteem dengan penyesuaian diri siswa tahun pertama SMA Krista Mitra
Semarang?”
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 53
3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara
empiris dan mengetahui arah hubungan antara Self Esteem dengan Penyesuaian
Diri Siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang. Peneliti bermaksud untuk
mengetahui seberapa besar sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel Self
Esteem dengan Penyesuaian Diri.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoretis
Secara teoritis diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna bagi
kajian Psikologi Sosial yang berkaitan dengan Self Esteem dengan Penyesuaian
Diri.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi subjek, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang Hubungan antara Self Esteem dengan Penyesuaian Diri Siswa
tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang.
b. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tentang
Hubungan antara Self Esteem dengan Penyesuaian Diri Siswa tahun
pertama SMA Krista Mitra Semarang.
c. Bagi peneliti lain, memberikan informasi dan hasil empiris sebagai acuan
untuk penelitian selanjutnya, khususnya tentang Hubungan antara Self
Esteem dengan Penyesuaian Diri Siswa tahun pertama SMA Krista Mitra
Semarang.
METODE PENELITIAN
1. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri menurut Schneiders (dikutip Ali dan Asrori, 2006, h.
173) adalah merupakan usaha individu untuk mempertahankan diri terhadap
semua norma serta berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan
frustrasi yang dialami di dalam dirinya, yang berasal dari dalam atau luar
individu agar terjadi hubungan yang menyenangkan antara individu dengan
lingkungannya.
Penyesuaian diri diungkap melalui Skala Penyesuaian Diri yang
disusun berdasarkan aspek penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial
menurut Unger (2001, h. 132). Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan
individu untuk menerima diri. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup
hubungan sosial tempat individu dan berinteraksi dengan individu lainnya.
Penyesuaian diri individu dapat dikatakan tinggi apabila skor skala
penyesuaian diri yang diperoleh individu tergolong tinggi. Sebaliknya
penyesuaian diri individu dikatakan rendah apabila skor skala penyesuaian
diri yang diperoleh individu rendah.
2. Self Esteem
Self esteem merupakan pendapat individu sendiri tentang rasa
keberhargaannya yang diekspresikan dalam sikap penerimaan atau penolakan
yang menunjukkan sejauhmana individu percaya bahwa dirinya mampu,
berarti, dan berharga. Data tentang self esteem dalam penelitian ini diungkap
melalui Skala Self Esteem yang disusun berdasarkan aspek self esteem
Coopersmith (dalam Buss, 1995, h. 178), yaitu aspek power (kekuasaan),
significance (keberartian), virtue (kemampuan) dan competence (kebijakan).
Self esteem individu dapat dikatakan tinggi apabila skor skala self
esteem yang diperoleh individu tergolong tinggi. Sebaliknya self esteem
individu dikatakan rendah apabila skor skala self esteem yang diperoleh
individu rendah.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas atau karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011, h.
55). Populasi penelitian ini ditentukan dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Menduduki kelas X pada tahun ajaran 2011/2012 di SMA Krista Mitra
Semarang. Alasan penelitian dilakukan di SMA Krista Mitra Semarang,
adalah belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara self
esteem dengan penyesuaian diri pada siswa tahun pertama pada sekolah
tersebut, serta adanya ijin dari pihak kepala sekolah untuk mengadakan
penelitian di sekolah tersebut.
2. Subjek berusia 15-18 tahun, dengan pertimbangan bahwa usia tersebut
termasuk dalam kategori remaja.
Di SMA Krista Mitra yang memenuhi karakteristik populasi sebanyak 121
siswa tahun pertama SMA Krista Mitra.
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 55
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagain dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2011, h. 56). Teknik sampel secara representatif diperlukan
suatu teknik sampling. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel
(Sugiyono, 2011, h. 81). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling atau random klaster.
Pengambilan sampel dengan cara klaster menurut Azwar (2001, h. 87) adalah
melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara
individual. Hadi (2004, h. 229) menambahkan bahwa kesimpulan dari
penyelidikan klaster sampling tidak berlaku untuk individu-individu, melainkan
untuk klaster-klaster sebagai keseluruhannya.
Seluruh siswa kelas X SMA Krista Mitra Semarang memiliki karakteristik
yang homogen umur, perbedaan kelas tidak berpengaruh pada variabel yang
diteliti karena berada pada rentang usia dalam tugas perkembangan yang sama,
sehingga setiap kelas yang terpilih menjadi sampel penelitian yang diambil
dengan random kelas dapat mewakili kelas-kelas lain yang berada pada populasi
yang sama. Hal tersebut menjadi alasan peneliti memilih teknik cluster random
sampling. Jumlah sampel penelitian adalah 73 siswa.
D. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala psikologi sebagai alat
ukur memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk
alat pengumpulan data lainnya. menurut Azwar (2009, h. 4) karakteristik skala
sebagai alat ukur psikologi adalah:
1. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung
mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkapkan
indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan, artinya meskipun subjek
memahami pertanyaan atau pernyataan yang diberikan, tetapi subjek tidak
mengetahui arah jawaban yang dikehendaki dari pertanyaan yang diajukan
sehingga jawaban subjek sangat bergantung pada interpretasi subjek terhadap
pertanyaan tersebut.
2. Skala psikologi selalu terdiri atas banyak aitem, karena atribut psikologi
diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku,
sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk-bentuk aitem.
Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagian dari banyak
indikasi atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan akhir baru dapat dicapai
bila semua aitem telah dijawab oleh subjek.
3. Jawaban subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”.
Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-
sungguh.
Model skala yang digunakan pada skala self esteem dan skala
penyesuaian diri ini adalah model skala Rensis Likert yang terdiri dari empat
kategori jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 56
sangat tidak sesuai (STS). Penggunaan skala Likert ini sebenarnya sudah
dimodifikasi, karena meniadakan pilihan jawaban netral (N). Jawaban tengah
atau pilihan netral sengaja tidak disediakan karena tiga alasan (De Vellis,
1991, h. 69), yaitu :
a. Alternatif jawaban tengah menimbulkan kecenderungan pada diri subjek
untuk memilih jawaban tengah (central tendency).
b. Jawaban tengah memiliki arti ganda, yaitu memilih sesuai dan tidak sesuai
dalam cakupan sama besar, sehingga tidak dapat diartikan sesuai atau tidak
sesuai dengan keadaan subjek.
c. Penghilangan alternatif jawaban tengah memberikan kesempatan untuk
melihat kecenderungan subjek ke arah positif atau negatif.
Respon positif terhadap item favourable akan diberi skor lebih tinggi
dibandingkan respon negatif. Sebaliknya, respon positif pada item unfavourable
akan diberi skor lebih rendah dibandingkan respon negatif (Azwar, 2005, h. 26),
dengan rentang skor satu sampai empat. Alternatif jawaban pada aitem
favourable, yaitu : SS, S, TS, STS, dengan skor 4, 3, 2, 1. Sedangkan alternatif
jawaban pada aitem unfavourable, yaitu : SS, S, TS, STS, dengan skor 1, 2, 3, 4.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri
dan skala self esteem.
Tabel 1.
Definisi Operasional Aspek Penyesuaian Diri
No Aspek Definisi Operasional
1. Penyesuaian pribadi Kemampuan individu untuk menerima diri demi
tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya
dengan lingkungan sekitarnya.
Blue print skala penyesuaian diri dapat dilihat pada tabel 2. Blue print
tersebut kemudian digunakan sebagai acuan dalam merancang distribusi aitem
untuk skala yang akan diujicobakan. Rancangan sebaran aitem skala penyesuaian
diri dapat dilihat pada tabel 2.
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 57
Tabel 2.
Blue Print Skala Penyesuaian Diri
Item Bbt
No Aspek Indikator Jml
F UF (%)
1. Penyesuaian Penerimaan Individu 3 4 7 12,5%
pribadi Terhadap Diri Sendiri.
Tabel 3.
Rancangan Sebaran Aitem Skala Uji Coba Penyesuaian Diri
Item Bobot
No Aspek
F Uf (%)
1. Penyesuaian Penerimaan individu 1,19,37 2,20,38,50 12,5%
pribadi terhadap diri sendiri.
Mampu menerima 3,21,39,45 4,22,40,46 12,5%
kenyataan.
Mampu mengontrol 5,23,41,47 6,24,42,48 12,5%
diri sendiri.
Mampu 7,25,43,49 8,26,44 12,5%
mengarahkan diri
sendiri.
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 58
Adapun blue print dan daftar sebaran aitem dari skala self esteem dapat
dilihat pada tabel 5 dan 6 di bawah ini :
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 59
Tabel 5.
Blue Print Skala Self Esteem
Item Bbt
No Aspek Indikator Jml
F UF (%)
1. Power Kemampuan mengatasi 3 3 6 25 %
(kekuasaan) lingkungan sekolah
Memiliki kemandirian 2 2 4
dalam bersikap
2. Significance Penerimaan dari 3 3 6 25 %
(keberartian) lingkungan sosial
Popularitas dalam 2 2 4
lingkungan sosial.
3. Virtue Berperilaku sesuai norma 3 3 6 25%
(kemampuan) yang berlaku di sekolah
Memiliki sikap religiusitas 2 2 4
4. Competence Memiliki kemauan keras 3 3 6 25%
(kebijakan) untuk belajar
Memiliki kedislipinan 2 2 4
Total 20 20 40 100%
Keterangan:
F : Favorabel
Uf : Unfavorabel
Tabel 6.
Rancangan Sebaran Aitem Skala Uji Coba Self Esteem
Item Jumlah Bobot
No Aspek
Favorabel Unfavorabel F UF (%)
1. Power 5,13,21,29,37 4,12,20,28,36 5 5 25%
(kekuasaan)
2. Significance 3,11,19,27,35 6,14,22,30,38 5 5 25%
(keberartian)
3. Virtue 7,15,23,31,39 2,10,18,26,34 5 5 25%
(kemampuan)
4. Competence 1,9,17,25,33 8,16,24,32,40 5 5 25%
(kebijakan)
Total 20 20 100%
mana item fungsinya sama dengan fungsi ukur tes yang dikehendaki dan mampu
membedakan antara individu yang memiliki atribut diukur dengan individu yang
tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2008, h. 59).
Setelah skala psikologi diuji coba (try out), akan dilakukan seleksi item.
Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks daya beda item adalah formula
Product Moment dari Pearson, dengan rumus dasar sebagai berikut:
𝑁( 𝑋𝑌) − ( 𝑋)( 𝑌)
𝑟𝑖𝑥 =
2
{( 𝑁 𝑋 − ( 𝑋)²}{(𝑁( 𝑌²) − ( 𝑌)²}
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara skor item dan skor skala
𝛴x = Jumlah skor total item
𝛴y = Jumlah skor total subjek
𝛴xy= Jumlah hasil perkalian skor item dengan skor subjek
Guna mempermudah perhitungannya, maka akan digunakan program SPSS
(Statistical Packages for Social Science) versi 17.0 untuk mencari korelasi item
total. Semakin tinggi koefisien korelasi positif antara skor item dengan skor skala
berarti semakin tinggi konsistensi antara item tersebut dengan skala secara
keseluruhan yang berarti semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasinya
rendah mendekati nol berarti fungsi item tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur
skala dan daya bedanya tidak baik. Bila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata
berharga negatif berarti terdapat cacat serius pada item yang bersangkutan
(Azwar, 2008, h. 59). Besarnya koefisien korelasi item-total bergerak dari 0
sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Semakin baik daya
diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00.
Kriteria pemilihan item berdasar korelasi item total, biasanya digunakan
batasan rxy ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30
daya pembedanya dianggap memuaskan. Apabila item yang memiliki indeks daya
diskriminasi sama dengan atau lebih besar daripada 0,30 jumlahnya melebihi
jumlah item yang direncanakan untuk dijadikan skala maka dapat dipilih item-
item yang memiliki indeks diskriminasi tertinggi. Sebaliknya apabila jumlah item
yang lolos ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat
dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria 0,30 menjadi 0,25 agar
jumlah item yang diinginkan mencukupi (Azwar, 2008, h. 65).
berkaitan dengan validitas muka dan validitas logik. Validitas muka berupa
meyakinkan tidaknya bentuk alat ukur. Validitas logik untuk mengungkap
sejauhmana isi tes merupakan representasi atribut (seperti dalam blue print). Pada
tahap ini dilakukan pemeriksaan sejauh mana isi skala mewakili ciri-ciri atribut
yang hendak diukur sebagaimana dalam kawasan ukurnya (Azwar, 2008, h. 103).
Validitas alat ukur dihitung dengan formula korelasi product moment.
Koefisien validitas alat ukur yang berada diatas angka 0,30-0,50 telah dapat
memberikan kontribusi terhadap efisiensi dalam suatu penelitian (Cronbach dalam
Azwar, 2008, h. 103)
3. Reliabilitas Alat Ukur
Pengujian reliabilitas alat ukur bertujuan untuk mengukur tingkat
konsistensi (keajegan) atau ketetapan suatu alat ukur dalam menilai kemampuan
seseorang yang tidak berubah atau tetap sama hasilnya. Uji reliabilitas alat ukur
penelitian menggunakan pendekatan konsistensi internal. Pendekatan ini
dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi sehingga hasil penelitian
dapat digenralisasi pada populasi (Azwar, 2008, h. 83).
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’), angkanya berada
dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Koefisien reliabilitas dianggap memuaskan
apabila mencapai minimal (rxx’) = 0,90. Koefisien reliabilitas mencerminkan
hubungan skor skala yang diperoleh dengan skor murni, maka dengan (rxx’) = 0,90
berarti variasi yang tampak pada skor skala mampu mencerminkan 90% dari
variasi pada skor murni subjek yang bersangkutan, dan 10% disebabkan oleh
variasi eror atau kesalahan pengukuran (Azwar, 2008, h. 96)
Perhitungan koefisien reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik
Alpha Cronbach, dengan bantuan program komputer Statistical Packages for
Social Sciences (SPSS) Versi 17.0. Semakin besar koefisien reliabilitas maka
semakin kecil kesalahan pengukuran dan semakin reliabel alat ukurnya.
Sebaliknya, jika koefisien reliabilitasnya semakin kecil berarti semakin besar
kesalahan pengukuran dan semakin tidak reliabel alat ukur tersebut. Reliabilitas
alat ukur menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat
dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang
diperoleh oleh para subyek yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur
dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda (Suryabrata, 2007, h. 29).
2. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan agar penelitian berjalan dengan lancar dan
sesuai dengan yang diharapkan. Persiapan tersebut meliputi pengurusan ijin dan
penyusunan skala yang akan digunakan dalam penelitian.
a. Persiapan Administrasi.
Persiapan administrasi dilakukan dengan mengajukan ijin penelitian
kepada pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan penelitian.
1. Peneliti meminta surat pengantar dari Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro untuk melakukan penggalian informasi/data. Surat pengantar
tersebut bernomor 152/UN7.3.11.1/PP/2012.
2. Surat Pengantar permohonan ijin tersebut kemudian diajukan pada Kepala
Sekolah SMA Krista Mitra melalui staf Tata Usaha SMA Krista Mitra
yang kemudian ditembuskan kepada bagian Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kurikulum untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.
3. Peneliti mendapatkan ijin dari Kepala Sekolah SMA Krista Mitra untuk
melakukan survey awal dan mendapatkan data yang diperlukan dalam
penelitian.
4. Setelah selesai mendapatkan data awal yang diperlukan kemudian peneliti
mengajukan surat ijin kepada Kepala Sekolah SMA Krista Mitra dengan
nomor surat 718/UN7.3.11.1/PP/2012 untuk melakukan uji coba penelitian
serta penelitian kepada siswa tahun pertama SMA Krista Mitra.
5. Setelah proses perijinan selesai, peneliti diijinkan untuk melakukan uji
coba penelitian kemudian dilanjutkan penelitian dengan catatan tidak
mengganggu kegiatan belajar mengajar. Peneliti mendapatkan surat telah
melakukan penelitian dengan nomor surat 212/SMA.KM/S.KET/IV/12.
b. Persiapan Alat Ukur.
Persiapan alat ukur yang berupa skala dengan mengidentifikasi
kawasan ukur, operasionalisasi konsep, penyusunan blue print, dan
penulusan aitem. Skala yang akan digunakan adalah Skala Penyesuaian
Diri dan Skala Self Esteem.
c. Uji Coba Alat Ukur.
Uji coba penelitian dilakukan untuk mengetahui validitas dan
reliabititas skala pengukuran yang selanjutnya akan digunakan dalam
penelitian. Skala penelitian di uji coba kan pada subjek yang memiliki
karakteristik sama dengan subjek penelitian.
Uji coba penelitian dilaksanakan di ruang kelas SMA Krista Mitra.
selama tidak mengganggu kegiatan belajar. Jumlah subjek yang digunakan
dalam uji coba skala penelitian sebanyak 48 siswa tahun pertama SMA
Krista Mitra. Uji coba dilaksanakan secara menyeluruh kepada 48 siswa
tahun pertama SMA Krista Mitra. Jadwal pelaksanaan Try Out disajikan
pada tabel 7.
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 65
Tabel 7
Jadwal Pelaksanaan Try Out
Jumlah Subjek
No Hari/Tanggal Kelas Waktu Uji Coba
Selasa, X-2 24
1. 12.15-13.15
01-5-2012
Rabu, X-3 24
2. 13.15-13.45
02-05-2012
TOTAL 48
Tabel 8
Indeks Daya Beda Aitem dan Reliabilitas
Skala Penyesuaian Diri
Koefisien
Rix Rix Reliabilitas
Skala
Minimum Maksimum (α)
Tabel 9
Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Penyesuaian Diri
F Uf Jml
Indikator
No Aspek
Perilaku V G V G V G
1. Penyesuaian Penerimaan 1,19, 2,20, 7
Pribadi individu terhadap 37 38,50
diri sendiri.
Mampu menerima 21,39 3 22,40, 4 6 2
kenyataan. ,45 46
Mampu 5,23, 4 6,24, 42 6 2
mengontrol diri 41 7 48
sendiri.
Mampu 7,25, 4 8,26, 6 1
mengarahkan diri 49 3 44
sendiri.
2. Penyesuaian Memiliki 9,27, 10,28 52 5 1
Sosial hubungan 51
interpersonal
yang baik.
Memiliki simpati 11,29, 12,30, 6
pada orang lain. 53 54
Mampu 13,31, 32,56 14 5 1
menghargai orang 55
lain.
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 67
Tabel 10
Distribusi Aitem Valid Skala Penyesuaian Diri
sesuai norma
yang ada.
Total 26 24 50 100%
Keterangan :
Nomor aitem tanda kurung (...) dan dicetak tebal adalah nomor baru aitem yang
digunakan dalam penelitian.
Tabel 12
Sebaran Aitem Valid dan Gugur Skala Self Esteem
Item Jml
No Aspek F Uf
V G
V G V G
1. Power 5,21,37 13,29, 4,20,28, 12 7 3
(kekuasaan) 36
Tabel 13
Distribusi Aitem Valid Skala Self Esteem
Item
No Aspek Jumlah Bobot
Favorabel Unfavorabel
1. Power 5(5),21(13), 4(4),20(12),
7 25%
(kekuasaan) 37(21) 28(20),36(27)
2. Significance 3(3),19(11), 6(6),14(14),
(keberartian) 27(19) 22(22), 8 25%
30(26),38(31)
3. Virtue 7(7),15(15), 2(2),26(10),
(kemampuan) 23(23),31(30), 34(18) 8 25%
39(32)
4. Competence 1(1),9(9), 8(8),24(16),
(kebijakan) 17(17),25(25), 32(24),40(29) 9 25%
33(28)
Total 32 100%
Keterangan :
Nomor aitem tanda kurung (...) dan dicetak tebal adalah nomor baru aitem yang
digunakan dalam penelitian.
3. Pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 29, 30 dan 31 Mei 2012. Pengambilan data
penelitian dilakukan dengan menggunakan dua buah skala yang telah
diujicobakan, yaitu Skala Self Esteem yang terdiri 32 aitem dan Skala Penyesuaian
Diri yang terdiri dari 50 aitem. Pelaksanaan penelitian berlokasi di SMA Krista
Mitra di ruangan X-1, X-4 dan X5. Teknik sampling yang digunakan adalah studi
populasi yaitu dengan cara mengambil subjek yang telah di ikutkan pada uji coba.
Waktu pelaksanaan penelitian secara rinci ditampilkan dalam tabel 14 berikut :
Tabel 14
Rincian Waktu Pelaksanaan Penelitian
No Hari/Tanggal Kelas Waktu Jumlah Siswa
1. Selasa, 29 Mei 2012 X-4 10.45-11.15 24
2. Rabu, 30 Mei 2012 X-1 13.15-13.45 24
3. Kamis, 31 Mei 2012 X-5 11.15-12.00 25
Total 73
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 70
b. Uji Linearitas
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 72
Tabel 16
Uji linearitas Self Esteem dan Penyesuaian Diri
Nilai F Signifikansi P
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dimaksud untuk mengetahui hubungan antara penyesuian
diri dengan self esteem siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang.
Berdasarkan output dari hasil analisis regresi sederhana diperoleh koefisien
korelasi (rxy) = 0,740 pada p = 0,000 (p<0,01). Arah hubungan yang positif
menunjukkan bahwa semakin tinggi maka akan tinggi pula self esteem.
Sebaliknya, semakin rendah penyesuian diri maka semakin rendah self
esteem.
Nilai signifikansi 0,000 (p<0,01) menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara self esteem dengan penyesuaian diri. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa hipotesis adanya hubungan positif antara self esteem
dengan penyesuian diri siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang
dapat diterima. Perhitungan statistik selengkapnya disajikan pada tabel 17 dan
18 berikut:
Tabel 17
Deskriptif Statistik Penelitian
Variabel Rata-rata Standar Deviasi N
Tabel 18
Rangkuman Analisis Regresi Penyesuaian Diri
dan Self Esteem
Sum of Mean
Model Df F Sig
Square Square
Regression 41075,858 1 41075,858 86,183 0,000
Residual 33839,265 71 476,609
Total 74915,123 72
mengenai Self Esteem dengan Penyesuian Diri siswa tahun pertama SMA
Krista Mitra Semarang. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh mean empirik,
mean hipotetik, standar deviasi empirik dan standar deviasi hipotetik.
Tabel 21
Gambaran Umum Hasil Skor Variabel-Variabel Penelitian
Variabel Statistik Hipotetik Empirik
Penyesuaian Skor Minimal 50 64
Diri Skor Maksimal 200 191
Mean 125 117,11
Standar Deviasi 25 32,257
Self Esteem Skor Minimal 32 42
Skor Maksimal 128 119
Mean 80 74,11
Standar Deviasi 16 17,875
Gambar 1
Kategorisasi Penyesuain Diri dan Distribusi Subjek Dalam Penelitian
Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
Tabel 23
Rentang Nilai dan Kategorisasi Skor Subjek Penelitian
Variabel Self Esteem
Norma Kategorisasi Skor Kategori
x ≤ - µ1,5 SD x ≤ 56 Sangat Rendah
µ-1,5 SD < x ≤ µ-0,5 SD 56< x ≤ 72 Rendah
µ-0,5 SD < x ≤ µ+0,5 SD 72< x ≤ 88 Sedang
µ+0,5 SD < x ≤ µ+1,5 SD 88< x ≤ 104 Tinggi
µ+1,5 SD < x 104< x Sangat Tinggi
Gambar 2
Kategorisasi Self Esteem dan
Distribusi Subjek Dalam Penelitian
Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 76
Rendah Tinggi
13 subjek 24 subjek 16 subjek 17 subjek 3 Subjek
17,8% 32,9% 21,9% 23,3% 4,1%
56 72 88 104
Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat bahwa terdapat 17,8% siswa berada
pada kategori sangat rendah, 32,9% siswa berada pada kategori rendah,
21,9% siswa berada pada kategori sedang, 23,3% siswa berada pada kategori
tinggi, 4,1% siswa berada pada kategori sangat tinggi. Secara keseluruhan
dapat dilihat bahwa rata-rata sampel penelitian berada dalam kategori rendah,
ditunjukkan dengan mean empirik yang diperoleh sebesar 74,11 dengan
rentang nilai 72 sampai dengan 88 dari 24 siswa (32,9 % sampel penelitian).
Keadaan ini menunjukkan bahwa ketika diadakan penelitian, self esteem
berada pada kategorisasi rendah.
PENUTUP
A. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self esteem
dengan penyesuaian diri siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang. Hasil
yang diperoleh dari uji hipotesis menunjukkan adanya hubungan sangat signifikan
antara self esteem dengan penyesuaian diri sebagaimana ditunjukkan oleh nilai
koefisien korelasi rxy = 0,740 dengan p = 0,000 (p<0,01) yang berarti arah
hubungan kedua variabel bersifat positif. Nilai positif pada koefisien korelasi
menunjukkan arah hubungan positif antara self esteem dengan penyesuaian diri
siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang. Kondisi tersebut berarti bahwa
semakin tinggi self esteem maka semakin tinggi penyesuaian diri siswa,
sebaliknya semakin rendah self esteem maka semakin rendah pula penyesuaian
diri siswa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima.
Terujinya hipotesis dalam penelitian ini disebabkan karena pertama,
penyesuaian pada hakikatnya adalah usaha individu untuk berhasil mengatasi
kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustrasi yang dialami di dalam dirinya, yang
berasal dari dalam atau luar individu agar terjadi hubungan yang menyenangkan
antara individu dengan lingkungannya.
Kedua, ada beberapa ciri yang menunjukan individu dengan penyesuaian
diri yang baik atau well-adjustment. Sundari (2005, h 43) menyatakan lima ciri
penyesuaian diri positif, yaitu individu dapat memecahkan problem dengan
menggunakan rasio dan emosi terkendali, tidak menggunakan mekanisme
psikologis baik defense mechanism maupun escape mechanism dalam
memecahkan problem, bersikap realistis dan objektif, serta belajar dari
pengalaman sebagai pemecahan problem.
Ketiga adalah kondisi sebagai siswa tahun pertama dan tidak selalu dekat
dengan orang tua serta tuntutan yang tinggi dari sekolah membuktikan self esteem
pada diri siswa SMA Krista Mitra Semarang mendukung hipotesis yang ada.
Beranekaragam siswa tidak hanya dari kota Semarang mengakibatkan siswa harus
dapat berinteraksi tanpa memandang status sosial. Data penelitian ini
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 77
menunjukkan bahwa saat penelitian dilakukan, self esteem berada dalam kategori
rendah.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa self esteem adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Hasil penelitian sesuai dengan hasil-
hasil penelitian sebelumnya. Baron dan Bryne (2003, h. 173) berpendapat bahwa
self esteem adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu. Remaja membuat
evaluasi terhadap berbagai hal dalam hidupnya, yaitu akademik, atletik, dan
penampilan fisik.
Self esteem merupakan pendapat individu mengenai dirinya sendiri tentang
rasa keberhargannya yang di ekspresikan dalam sikap penerimaan atau penolakan
yang menujukkan sejauh mana individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti,
berhasil dan berharga. Self esteem berperan sebagai jembatan untuk
menanggulangi penyesuaian diri individu pada suatu lingkungan tertentu.
Perkembangan fisik menyebabkan perubahan fisik yang radikal pada masa
remaja awal dan akan terus berkembang hingga remaja akhir. Perubahan fisik
akan mempengaruhi perkembangan psikis remaja menuju kematangan.
Perkembangan psikis meliputi perkembangan kognisi, afeksi, dan konasi. Tahap
perkembangan kognisi menurut Piaget berada pada fase operasional formal.
Perkembangan afeksi berupa emosi yang sensitif terhadap perubahan, cenderung
meledak-ledak dan sulit dikendalikan oleh dirinya sendiri maupun orang tua.
Emosi yang ditampilkan tercemin dalam konasi (perilaku) remaja yang tidak
terkendali. Remaja cenderung menunjukkan perilaku memberontak, tidak patuh,
dan mengabaikan otoritas orang tua atau lingkungan yang mengekang kebebasan
remaja menunjukkan diri.
Remaja pada tahun pertama SMA dihadapkan pada keadaan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Penyesuaian diri dapat diperoleh
melalui proses belajar memahami, mengerti dan berusaha melakukan apa yang
diinginkan maupun lingkungannya. Beberapa hal yang mempengaruhi penyesuian
diri pada remaja yaitu kondisi kesehatan fisik remaja dan faktor lingkungan
remaja seperti keluarga dan sekolah. penelitian ini berfokus pada penyesuaian diri
remaja di SMA Krista Mitra Semarang.
Berdasarkan deskripsi sampel penelitian, sebanyak 15 siswa (20,5%) dari 73
siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang berada pada kategori sangat
rendah, 21 siswa (28,8%) berada pada kategori rendah, 18 siswa (24,7%) berada
pada kategori sedang, 11 siswa (15,1%) berada pada kategori tinggi, dan 8 siswa
(11,0%) berada pada kategori sangat tinggi. Secara keseluruhan dapat dilihat
bahwa rata-rata sampel penelitian berada dalam kategori sedang, ditunjukkan
dengan mean empirik yang diperoleh sebesar 117,11. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri, hal ini dikarenakan sejumlah siswa berasal dari luar
kota Semarang.
Astuti (2000, h. 84) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa masa
penyesuaian diri, individu membutuhkan dukungan sosial dari orang-orang
signifikan sehingga bagi siswa yang berasal dri luar kota Semarang nampaknya
sumber dukungan sosial tersebut menjadi berkurang. Hal tersebut diperkirakan
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 78
B. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dibuat kesimpulan
sebagai berikut :
Adanya hubungan positif dan sangat signifikan yang menunjukkan bahwa
hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara self esteem dengan
penyesuaian diri siswa tahun pertama SMA Krista Mitra Semarang diterima.
C. Saran
1. Bagi siswa SMA Krista Mitra Semarang
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 79
DAFTAR PUSTAKA
Asrosi, M., & Ali, M. 2006. Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Baron, R. A., Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh Jilid I. Alih
Bahas : Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga.
Branden, N. 2005. Kekuatan Harga Diri (The Power of Self Esteem). Terjemah :
Anna Natanael. Batam : Interaksara.
JURNAL PSIKOLOGI, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 80
Buss, A.H. 1995. Personality : temperament, social behavior and the self. Boston
: Allyn and Bacon.
Burn, R.B. 1993. Konsep diri : Teori, Pemgukuran, Perkembangan dan Perilaku.
Jakarta. Penerbit Arcan.
Calhoun, James. F., Acocella, Joan, R. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusian. Semarang: Ikip Semarang Press.
Dayakisni, T., & Hudaniah. 2003. Psikologi sosial. Buku 1. Malang : UMM Press
Hawari, D. 2006. Management Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta : Gaya Baru
(Edisi Kedua)
Kartono, K. & Gulo, Dali. 2000. Kamus Psikologi. Bandung : CV Pionir Jaya
.
Koesworo, E. 1991. Teori-teori Kepribadian Psikoanalisis, Behaviorisme,
Humanistik. Bandung: Erosco.
Ling, Y & Dariyo, A. 2002. Interaksi Sosial disekolah dengan Harga Diri Pelajar
SMU. Psikologi phronesis. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Jakarta :
Fakultas Psikologi Tarumanegara. Vo. IV. No. 7 (35-49).
Meichati, S. 1993. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Yayasan Penerbit UGM.
Owens, T.J., Stryker, S., Goodman, N. 2001. Extending Self-Esteem Theory And
Research. Cambridge University Press. No ISBN 0-521-63088-6.
Prasetyorini, A.E. 2004. Perbedaan Penyesuaian Diri Remaja Awal Ditinjau dari
Keikutsertaan Ekstrakurikuler Musik. Skripsi. (Tidak diterbitkan).
Semarang : Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Rumini, S., Sundari. H.S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT
Ardi Mahasatya.
Santrock, J.W 2002 (Alih Bahasa : Juda Damanik dan Achmad Chusairi). Life-
Span Development. Jilid 2. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga.
Tjahjaningsih & Nuryoto, S. 1994. Harga Diri Remaja yang Bertempat Tinggal di
dalam Lingkungan Kompleks Pelacuran dan di Luar Kompleks
Pelacuran. Jurnal Psikologi, No. 2, 9-16.
Tim Penyusun kamus Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.
Unger, R.K. 2001. Handbook of The Psychology of Woman and Gender. New
Jersey : John Wiley & Sons, Inc.