Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Persepsi Mahasiswa

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

PERSEPSI MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING TERHADAP KINERJA

GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

Olimpia Babtista1, Renatha Ernawati2, Eustalia Wigunawati3


Universitas Kristen Indonesia1,2,3
Olimpiababtista16@gmail.com, renatha_silitonga@yahoo.co.id, eustalia.wiguna@gmail.com

ABSTRACT
This study aims to describe how the perceptions of the counseling
students towards the performance of the guidance and counseling
teachers. As with the phenomenon on November 12, 2019, the Twitter
social network was stirred up by the discussion about "Guidance and
Counseling teachers", which mostly discussed negative things. And
based on the results of the seminar that the author participated in on
March 6, 2020, he received information that most of the Guidance and
Counseling students at a private university in Jakarta had the
experience or view that Guidance and Counseling teachers were
creepy teachers and were often called school police. This research is
a descriptive quantitative research. The subjects of this study were all
Guidance and Counseling students at a private university in Jakarta
with as many as 73 students. The data collection method used was the
perception scale of Guidance and Counseling students. In analyzing
the data used descriptive analysis techniques. The results showed that
Guidance and Counseling students had a moderate level of perception
with a percentage of 52.1% of the performance of Guidance and
Counseling Teachers. The medium perception category means that
Guidance and Counseling students have unsatisfactory Guidance and
Counseling teacher performance assessments and this is the same as
the results of previous studies. So it can be concluded that the
moderate perception possessed by BK students can be formed
because of the cognitive, affective and connotative aspects.

Keyword: guidance and counseling teachers, perceptions

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana persepsi
yang dimiliki mahasiswa BK terhadap kinerja Guru Bimbingan dan
Konseling. Seperti halnya fenomena pada 12 November 2019 jejaring
sosial Twitter sempat dihebohkan dengan pembahasan tentang “guru
Bimbingan dan Konseling” yang mayoritas membahas hal negatif.
Serta berdasarkan hasil kegiatan seminar yang diikuti oleh penulis
pada tanggal 6 Maret 2020 mendapat informasi bahwa sebagian besar
mahasiswa Bimbingan dan Konseling di salah satu Universitas swasta
di Jakarta memiliki pengalaman ataupun pandangan bahwa guru
Bimbingan dan Konseling adalah guru yang menyeramkan dan sering
disebut dengan Polisi sekolah. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian kuantitatif deskriptif. Subjek penelitian ini adalah seluruh
111
112 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

mahasiswa Bimbingan dan Konseling di salah satu Universitas swasta


di Jakarta dengan sebanyak 73 mahasiswa. Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah skala persepsi mahasiswa Bimbingan dan
Konseling. Dalam menganalisis data digunakan teknik analisis
deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa mahasiswa Bimbingan
dan Konseling memiliki tingkat persepsi sedang dengan persentase
52,1% terhadap kinerja Guru Bimbingan dan Konseling. Kategori
persepsi sedang berarti bahwa mahasiswa Bimbingan dan Konseling
memiliki penilaian kinerja guru Bimbingan dan Konseling yang belum
memuaskan dan ini sama dengan hasil penelitian terdahulu. Maka
dapat disimpulkan persepsi sedang yang dimiliki oleh mahasiswa BK
dapat terbentuk karena adanya aspek kognitif, aspek afektif serta
aspek konotatif.

Kata Kunci: guru bimbingan dan konseling, persepsi

PENDAHULUAN

Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan yang tidak bisa dipisahkan dari
program pendidikan. Pendidikan sendiri pada dasarnya mengoptimalkan karakter dan sangat
berpengaruh dalam proses pengembangan manusia. Pelayanan bimbingan dan konseling
sudah sangat diakui dalam proses pendidikan, suatu profesi yang diharapkan dapat
membantu dan mendukung dalam proses pengembangan peserta didik. Permasalahan dan
kesenjangan yang terjadi dalam proses pengembangan kompetensi peserta didik diharapkan
guru Bimbingan dan Konseling (guru BK) dapat mengambil peran yang tepat serta profesional.
Kartiko dkk. (2014:32) mengatakan bahwa tujuan bimbingan dan konseling di mana
memberikan bantuan untuk mengembangkan potensi atau diri individu sesuai dengan tahapan
proses perkembangan serta tuntutan dalam hal positif di lingkungan kehidupannya. Menurut
Wardati dan Jauhari. M (2011:17) konselor memiliki tugas pada pendidikan menengah dimana
konselor memiliki peran dalam memberikan fasilitas bagi peserta didik guna
mengaktualisasikan potensi diri, mengenali diri, serta menumbuhkan kemandirian. Tidak
hanya itu konselor juga berperan memberikan fasilitas kepada peserta didik agar mampu
mengambil keputusan dalam kehidupnya yang berkaitan dengan pendidikan ataupun tentang
pemilihan. Konselor juga berperan dalam penyiapan diri peserta didik serta kemampuan dalam
menyusun karir, dengan melakukan kordinasi dengan guru mata pelajaran sebagai konteks
layanan.
Menurut penelitian yang dilakukan Suryana (2017:17) guru yang mengajar tidak sesuai
bidang keahliannya (mismatch) masih banyak ditemui terutama pada jenjang Sekolah
Menengah swasta dan Madrasah Aliah. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 113
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menggunakan sistem guru mata pelajaran,
latar belakang pendidikan guru menjadikan ketidak sesuaian antara pelajaran yang diajarkan
dikelas. Dapat dibayangkan jika amat mungkin terjadi jika guru BK yang bukan berlatar
bimbingan dan konseling akan melakukan kesalahan dalam melaksanakan proses layanan
tersebut yang akhirnya bukan malah membantu siswa melainkan malah melakukan kesalahan
terhadap siswa. Kesalahan - kesalahan tersebut akibatnya membawa kesan buruk yang
melekat pada guru BK yang memiliki latar belakang bimbingan dan konseling yang selalu
berupaya menghadirkan layanan bimbingan dan konseling sebaik-baiknya. Kesalah -
kesalahan dalam pelaksanaan layanan berakibat pada pemilihan karir yang salah, penerimaan
informasi yang salah dan menjadi kemungkinan bila siswa memiliki motivasi atau persepsi
yang salah.
Pada Era Revolusi Industri 4.0 kecanggihan teknologi semakin meningkat sangat pekat
sehingga mengakibatkan suatu informasi semakin mudah untuk di jangkau. Seperti halnya
pada 12 November 2019 jejaring sosial Twitter sempat dihebohkan dengan pembahasan yang
tentang “guru BK”. Pada jejaring sosial Twitter guru BK sempat menjadi trending yang
berisikan unggahan ribuan orang pengguna Twitter yang mayoritas membahas hal negatif. Hal
tersebut dapat terjadi berawal dari sebuah umggahan pengguna Twitter bernama Bramastio
Miransyahputra atau Abam dengan akun palingmahir. Unggahan Abam di Twitter, ia
menuliskan kalimat motivasi yang didedikasikannya untuk sang guru BK. Menurut artikel yang
diunggah oleh Putri pada Indozone.id Abam mengungkapkan bahwa guru BK bernama Titiek
di sekolahnya itu telah meremehkannya dengan mengatakan ia tak akan bisa masuk PTN.
Namun, Abam dapat memberikan bukti dengan ia bisa menjadi seorang mahasiswa yang lulus
bahkan dengan menyandang predikat cumlaude. Karena banyak warga internet yang
mengalami nasib yang sama seperti Abam, postingan Abam pun langsung dibanjiri komentar,
suka, dan di bagikannya oleh netizen. Mereka rata rata menyandang status mahasiswa, sudah
bekerja maupun masih berstatus siswa. Mereka juga menuliskan berbagai kata yang
didedikasikan untuk guru pada saat sekolah yang pernah meremehkan masa depan mereka
baik pada jenjang pendidikan SMP ataupun SMA.
Setelah terjadinya fenomena di atas maka masih sangat terlihat jelas dalam
pelaksanaan kinerja seorang guru BK masih banyak menerima kritikan dan masuk ke dalam
kategori belum memuaskan. Masih banyak yang mengasumsikan guru bimbingan dan
konseling merupakan guru yang selalu terlibat dalam pemberian hukuman, terlibat mengontrol
serta mengawasi dalam pelaksanaan peraturan sekolah bahkan banyak berasumsi sebagai
polisi sekolah. Menurut penelitian yang dilakukan Astiti, dkk. (2018:2) pada prakteknya saat
ini, berbeda jauh dengan peran luhur guru BK terkait dengan pendidikan, mereka seringkali
termarjinalkanBerdasarkan hasil kegiatan seminar pada tanggal 6 Maret 2020 yang bertema
114 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

“Menjadi Guru BK di Era Milenial” penulis mendapat kesempatan menjadi salah satu
pembicara, dan dalam penyampaian materi penulis mendapatkan informasi melalui 62 orang
mahasiswa BK yang hadir sebagai audiensi. Informasi yang didapatkan yaitu sebagian besar
mahasiswa BK memiliki pengalaman ataupun pandangan bahwa guru BK adalah guru yang
menyeramkan, mengatur tentang kedisiplinan atau sering disebut dengan Polisi sekolah.
Berdasarkan informasi yang didapatkan maka masih terlihat bahwa kinerja guru BK yang
belum cukup memuaskan akan dapat menghasilkan persepsi yang buruk hingga jangka
panjang.
Menurut Astuti (2013:273) dunia persepsi merupakan suatu dunia yang memiliki
banyak arti. Mempersepsikan sesuatu berbeda dengan memandang peristiwa maupun benda
tanpa makna. Persepsi seseorang selalu merupakan ekspresi, benda dengan beserta
fungsinya, tanda serta kejadian yang ada. Sedangkan menurut Purwanti, dkk (2013:348)
proses penilaian, pengorganisasian, penginterpretasian, dan pengamatan terhadap stimulus
yang telah diterima oleh suatu objek.

Definisi Persepsi
Istilah persepsi digunakan dalam sebuah pengungkapan bagaimana pengalaman
hidup pada suatu kejadian baik yang pernah dialami atau suatu benda yang pernah ditemui.
Persepsi (dari bahasa Latin perceptio, percipio) ialah, kejadian, menata, mengenali dan
menguraikan informasi sensori sehingga mampu memberikan gambaran serta pemahaman
tentang lingkungan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi adalah
penerimaan atau tanggapan langsung dari sesuatu. Menurut Utomo, M (2017:39) suatu
penilaian atau pandangan terhadap stimuli yang diterima disebut dengan persepsi.
Prasasti (2016:4) proses mengenal dan memahami orang lain disebut persepsi.
Sedangkan menurut Robbins, Stephen P. dalam Alizamar (2016:15) mengutarakan bahwa
sebuah proses dimana individu mengatur dan interpretasikan anggapan-anggapan sensoris
mereka yang berguna akan memberikan arti bagi lingkungan mereka.
Menurut Bimo Walgito dalam Nurtjahjanti. H (2012:4) proses diterimanya stimulus oleh
seseorang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu mengerti apa
yang diinderanya merupakan definisi dari persepsi. Sekalipun stimulus yang akan di persepsi
tidak memiliki perbedaan, tetapi pengalaman tidak sama, kemampuan berbeda, dan kerangka
rujukan tidak sama, maka berkemungkinan bahwa hasil persepsi antar individu berbeda.
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 115
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan persepsi merupakan


pandangan ataupun penilaian yang diperoleh oleh alat indra manusia dan adanya beberapa
aspek yang diperoleh manusia.

Definisi Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata performance atau actual performance, penampilan kerja
atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kata performance dalam bahasa
inggris diartikan ke dalam bahasa Indonesia sering mengalami berbedaan, hingga sampai
sekarang belum dibakukan. Kemudian ada yang mengartikan sebagai: unjuk hasil kerja,
kinerja, hasil karya, sebuah karya, pelaksanaan kerja, hasil pelaksanaan kerja. Ada banyak
ahli membahas pengertian performance (kinerja) dengan mengkaji dari beberapa sudut
pandang. Ilyas dalam Indah Yuni (2016:104) menerjemahkan performance menjadi unjuk
kerja, sedangkan Wahyudi dalam Indah Yuni (2016:104) menerjemahkan menjadi prestasi
kerja. Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun
kualitas.
Performance didefinisikan "Performance is defined as the record of out-comes
produced on a specified job function or activity during a specified time period" (Bernardin dan
Russel, dalam Supardi 2016:53). Definisi itu bermakna bahwa rangkuman tentang hasil-hasil
yang telah diperoleh dari fungsi pekerjaan atau kegiatan selama kurun waktu tertentu maka di
sebut dengan kinerja. Menurut Mangkunegara dalam Darmadi (2017:214) menjelaskan bahwa
kinerja yaitu sebagai hasil kerja baik secara kualitas dan kuantitas yang telah dicapai oleh
seseorang pegawai dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah
diberikan kepadanya. Hasibuan dalam Indah Yuni (2016:104) mengemukakan kinerja adalah
hasil wujud kerja yang dilakukan seorang pegawai yang dipakai sebagai awal penilaian
terhadap pegawai di organisasi. Pendapat ini merujuk pada hasil atau karya. Griffin dalam
Sobirin (2018:102) mengemukakan bahwa kumpulan salah satu total dari kerja yang ada pada
diri pekerja disebut kinerja.
Simamora dalam Sobirin (2018:103) lebih tegas menyebutkan, "Kinerja (performance)
mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan
seseorang. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah
pekerjaan. Kinerja sering disalah tafsirkan sebagai upaya (effort) yang mencerminkan energi
yang dikeluarkan. Kinerja diukur dari hasil."
Berdasarkan pengertian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kinerja adalah
prestasi atau hasil kerja yang dicapai seorang pegawai, baik maupun nonfisik, kuantitatif
maupun kualitatif yang sesuai dengan petunjuk, fungsi, dan tugasnya didasari oleh yang
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi. Dengan demikian, istilah kinerja memiliki
116 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

definisi dimana adanya suatu pristiwa atau kegiatan yang telah dipraktekan oleh individu
dalam pelaksanaan aktivitas tertentu. Kinerja individu akan terlihat oleh situasi dan kondisi
kerja sehari-hari.

Guru Bimbingan dan Konseling


Bimbingan dan Konseling sekolah merupakan usaha dalam memberikan bantuan
kepada peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya baik kehiduan pribadi, kehidupan
sosial, kegiatan belajar, serta juga dalam perencanaan dan pengembangan karir. Guru
Bimbingan Penyuluhan (Guru BP) merupakan julukan semula dari konselor pendidikan.
Kemudian dengan seiringmya perubahan istilah penyuluhan menjadi konseling, dan namanya
berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK).
Menurut Tolbert dalam Hikmawati (2016:1) semua program atau seluruh kegiatan dan
layanan pada lembaga pendidikan yang mengarahkan pada pemberian bantuan individu agar
mereka mampu menyusun serta melakukan rencana dan melakukan penyesuaian diri dari
seluruh aspek kehidupan setiap hari disebut dengan bimbingan. Bimbingan juga merupakan
layanan khusus yang tidak sama dengan bidang pendidikan lainnya.
Menurut Prayitno (2013:99) istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu
"consilium" yang berarti "dengan" atau "bersama" yang dirangkai dengan menerima" atau
"memahami", Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari "sellan"
yang berarti "menyerahkan" atau "menyampaikan". Konseling menurut Hikmawati (2016:2)
merupakan teknik inti atau teknik kunci namun salah satu teknik dalam bimbingan. Konseling
mampu memberikan perubahan yang mendasar, yaitu mengubah sikap. Sikap ini berdasarkan
pemikiran, pemahaman perasaan, perbuatan dan lain-lain.

Kerangka Berpikir
Persepsi merupakan pemahaman tentang sesuatu yang didapatkan oleh individu
melalui stimulus yang didapatkannya baik melalui penglihatan, pendengaran bahkan rasa.
Sedangkan kinerja guru BK merupakan prestasi atau hasil kerja yang telah dihasilkan oleh
guru BK dalam pelaksanaan fungsi dan layanan di Sekolah. Oleh karena itu, penelitian ini akan
melihat bagaimana tingkat persepsi mahasiswa BK terhadap kinerja guru BK. Hal ini sangat
penting karena persepsi mahasiswa yang baik terhadap kinerja guru BK, maka kelak sebagai
guru BK dapat memanfaatkan layanan-layanan dalam membantu pemilihan karir yang tepat,
pemberian motivasi yang tepat serta memberikan bantuan penyelesaian masalah yang
sedang dihadapi, sehingga dapat tercegahnya bentuk-bentuk perilaku negatif. Sebaliknya jika
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 117
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

persepsi mahasiswa yang kurang baik terhadap kinerja guru BK maka kelak ketika sudah
menjadi guru BK dapat memicu munculnya perilaku yang kurang baik sesuai apa yang
terbentuk melalui persepsi terhadap guru BK tersebut.

Tabel 1.
Hasil Uji Validitas Skala Persepsi Mahasiswa terhadap Kinerja Guru BK

Item Jumlah Jumla


Dimensi Indikator Favorabl Unfavora Item h Item
e ble Valid Gugur
Pemahaman mahasiswa terkait
(1), (2), 3 4, 5, 6 4 2
kinerja guru BK sebagai informatory
Pemahaman mahasiswa terkait (7), (8), 10, 11,
2 4
Aspek kinerja guru BK sebagai fasilitator (9), (12)
Kognitif Pemahaman mahasiswa terkait (13), 14, 16, 17,
4 2
kinerja guru BK sebagai mediator (15) 18
Pemahaman mahasiswa terkait 19, (20), (22), 23,
3 3
kinerja guru BK sebagai kolaborator (21) 24
Perasaan yang dialami mahasiswa
25, 26, (28), 29,
terkait kinerja guru BK sebagai 5 1
27 30
informatory

Perasaan yang dialami mahasiswa


31, 32, (34), (35),
terkait kinerja guru BK sebagai 3 3
Aspek 33 (36)
fasilitator
Afektif
Perasaan yang dialami mahasiswa
37, 38, 40, 41,
terkait kinerja guru BK sebagai 5 1
39 (42)
mediator
Perasaan yang dialami mahasiswa
43, 44, (46), (47),
terkait kinerja guru BK sebagai 4 2
45 48
kolaborator
Tindakan yang pernah dilakukan
49, 50, (52), 53,
oleh mahasiswa terkait kinerja guru 4 2
(51) 54
BK sebagai informatory

Tindakan yang pernah dilakukan


55, 56, 58, (59),
oleh mahasiswa terkait kinerja guru 4 2
(57) 60
BK sebagai fasilitator
Aspek
Konatif Tindakan yang pernah dilakukan
(61), 62, 64, 65,
oleh mahasiswa terkait kinerja guru 4 2
(63) 66
BK sebagai mediator

Tindakan yang pernah dilakukan


67, 68, 70, (71),
oleh mahasiswa terkait kinerja guru 4 2
69 (72)
BK sebagai kolaborator

36 36 46 26
Keterangan: Nomor yang berada diberi tanda () merupakan nomor item tidak valid
118 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif.
Menurut Arikunto dalam Putra, E. (2015:73) menjelaskan dimana penelitian deskriptif tidak
dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, namun hanya menggambarkan apa
adanya tentang suatu variabel. Penelitian dilaksanakan pada 22 Juli 2020 sampai 26 Juli 2020.
Populasi penelitian ini yaitu seluruh mahasiswa Program Studi dan Bimbingan Konseling di
salah satu Universitas di Jakarta yang berjumlah 74 mahasiswa. Dalam proses pengumpulan
data menggunakan Skala Persepsi Mahasiswa terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan
Konseling. Dalam tahapan pembuatan instrumen penelitian, penulis menyusun kisi-kisi
pengembangan instrumen yang meliputi dimensi, indikator, nomor butir dan jumlah item yang
digunakan kemudian dilanjutkan dengan uji validitas dan relibilita. Menurut Azwar (2013:164)
sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item-total, biasanya digunakan batasan
koefisien ≥ 0,30. Maka butir item pernyataan yang valid memiliki angka daya beda lebih dari
0,30 (dt ≥ 0,30). Sedangkan butir item pernyataan yang memiliki angka yang kurang dari 0,30
atau < 0,30 dinyatakan gugur dan tidak diikutsertakan pada pengambilan data penelitian.
Kemudian berdasarkan hasil uji coba skala persepsi mahasiswa terhadap kinerja guru BK
menunjukkan bahwa dari 72 item pernyataan yang diuji validitasnya terdapat 46 item yang
valid dan terdapat 26 item yang gugur atau tidak valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 1. Berdasarkan hasil dari uji reliabilitas menghasilkan nilai cronbach alpha 0,942 yang
berarti lebih dari 0,6 sehingga instrument penelitian ini dinyatakan reliabel.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
1. Analisis Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Data
yang diperoleh dari penelitian ini tidak hanya berdasarkan jawaban per-item namun juga
terdapat data jenis kelamin dan data rentan usia dari 18 tahun sampai dengan 27 tahun.
Dalam mengetahui proporsi jumlah jenis kelamin dan usia yang dimiliki responden dapat
diketahui dengan tabel yang dibentuk melalui spss versi 24.0. Berdasarkan pada tabel 5
di atas, dapat digambarkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12
responden, dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 61 responden dengan jumlah
73 Responden.
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 119
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

Setelah dijelaskan berdasarkan jenis kelamin data bahwa responden memiliki


rentan usia 18 tahun sampai dengan 27 tahun. Terlihat bahwa mahasiswa yang berusia
18 tahun terdapat 2 responden, mahasiswa yang berusia 19 tahun terdapat 19 responden,
mahasiswa yang berusia 20 tahun terdapat 18 responden, mahasiswa yang berusia 21
tahun terdapat 14 responden, mahasiswa yang berusia 22 tahun terdapat 17 responden,
mahasiswa yang berusia 23 tahun terdapat 2 responden, dan sedangkan mahasiswa yang
berusia 27 tahun hanya terdapat 1 responden.

2. Analisis Berdasarkan Pengkategorian


a. Pengkatogorian Secara Hipotetik
Pengkategorian ini dilakukan pada SPSS versi 24.0 dengan menggunakan
persentil 25 dan persentil 75 secara hipotetik. Persentil 25 dan persentil 75 secara
hipotetik yang dimaksud adalah hasil persentil yang diperoleh berdasarkan dengan
sekala yang telah disusun. Pengkategorian didasarkan sesuai dengan skor hipotetik
dari skala. Pengkategorian dilakukan dengan cara mengalikan skor tertinggi adalah 4
dan skor terendah adalah 1 dengan jumlah item pernyataan yaitu 46 sebagai berikut:
Nilai tertinggi: 46 item x 5 = 184
Nilai terendah: 46 item x 1 = 46
Setelah menemukan nilai tertinggi dan terendah, maka selanjutnya
tentukannya persentil 25 dan persentil 75 guna pembuatan pengkategorian. Berikut
hasil persentil 25 dan persentil 75 yang telah diproses melalui SPSS versi 24.0. ika
total jawaban respoden ≤ 80, maka termasuk ke dalam kategori rendah. Jika total
jawaban responden diantara persentil 25 dan persentil 75 yaitu 81 – 150 maka
termasuk ke dalam sedang. Jika total jawaban responden ≥ 150 maka termasuk ke
dalam kategori tinggi. Setelah terbentuknya kategori yang telah ditentukan maka
berikut hasil dari pengkategorian seperti pada tabel 2.

Tabel 2.
Hasil Pengkatogerian Berdasarkan Hipotetik

Kategori Frekuensi Persentase


1 1,4%
Rendah
31 42,5%
Sedang
41 56,2%
Tinggi
73 100%
Total
120 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

Data yang telah dikategorikan berdasarkan seluruh responden kemudian


dipaparkan tabel 3 mengenai pengkategorian berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan

Tabel 3.
Hasil Pengkategorian Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-Laki
Kategori Frekuensi Persentase
1 8,3%
Rendah
6 50%
Sedang
5 41,7%
Tinggi
12 100%
Total

Tabel 4.
Hasil Pengkategorian Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan
Kategori Frekuensi Persentase
25 41%
Sedang
36 59%
Tinggi
61 100%
Total

Berdasarkan pada tabel 3 terlihat bahwa dari 12 responden berjenis kelamin


laki-laki dan diantaranya terdapat 1 responden yang memiliki persepsi rendah dengan
persentase 8,3%, 6 responden yang memiliki persepsi sedang dengan persentase
50%, dan terdapat 5 responden yang memiliki persesi tinggi dengan persentase
41,7%. Sedangkan pada tabel 4 terlihat bahwa dari 61 responden yang berjenis
kelamin perempuan tersebut tidak ada yang memiliki persepsi sedang. Maka persepsi
yang dimiliki diantaranya 25 responden yang memiliki persepsi sedang dengan
persentase 41%, dan terdapat 36 responden yang memiliki persepsi tinggi dengan
persentase 59%.
Pengkategorian tidak hanya berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga
dikemukakan hasil data penelitian berdasarkan rentang usia. Adapun usia responden
berada pada rentang 18 tahun sampai dengan 27 tahun. Berdasarkan hasil analisis
diketahui bahwa responden yang berusia 18 tahun terdapat 2 responden dan
keduanya memiliki persepsi tinggi dengan persentase 100%; Pada responden yang
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 121
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

berusia 19 tahun terdapat 3 responden yang memiliki persepsi rendah dengan


persentase 815,8%, 10 responden memiliki persepsi sedang dengan persentase
52,6%, dan 6 responden yang memiliki persepsi dengan persentase 31,6%;
Responden yang berusia 20 tahun terdapat 4 responden yang memiliki persepsi
rendah dengan persentase 21,1%, 12 responden memiliki persepsi sedang dengan
persentase 63,2%, dan 3 responden yang memiliki persepsi tinggi dengan persentase
15,8%; Responden yang berusia 21 tahun terdapat 7 responden yang memiliki
persepsi rendah dengan persentase 50%, 5 responden memiliki persepsi sedang
dengan persentase 35,7%, dan 2 responden yang memiliki persepsi tinggi dengan
persentase 14,3%; Responden yang berusia 22 tahun terdapat 3 responden yang
memiliki persepsi rendah dengan persentase 17,6%, 10 responden memiliki persepsi
sedang dengan persentase 58,8%, dan 4 responden yang memiliki persepsi tinggi
dengan persentase 23,5%; Responden yang berusia 23 tahun terdapat 2 responden,
serta keduanya sama-sama memiliki persepsi sedang dengan persentase 100%;
Responden yang berusia 27 tahun hanya terdapat 1 responden dan memiliki persepsi
sedang.

b. Pengkategorian Secara Empiris


Persentil 25 dan persentil 75 secara empiris yang dimaksud adalah hasil
persentil yang diperoleh dari data sesungguhnya pada sampel penelitian. Total skor
tertinggi pada data yaitu 184 dan dan skor terendah yaitu 78, dan diperoleh hasil
statistic bahwwa persentil 25 sebesar 143,50 sedangkan persentil 75 sebesar 169,00.
Berdasarkan data tersebut maka dapat dibuat pengkategorian sebagai berikut:
1) Jika total jawaban respoden diantara persentil 0-25 yaitu ≤ 143,50, maka termasuk
ke dalam kategori rendah.
2) Jika total jawaban responden di antara persentil 26-75 yaitu 143,51 – 169 maka
termasuk ke dalam sedang.
3) Jika total jawaban responden diantara persentil 76-100 ≥ 169,01 maka termasuk
ke dalam kategori tinggi.
Setelah menemukan nilai tertinggi dan terendah, maka diketahui kategori
persepsi mahasiswa BK seara empiris seperti pada tabel 5.
122 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

Tabel 5.
Hasil Pengkategorian Berdasarkan Empiris

Kategori Frekuensi Persentase


18 24,7%
Rendah
38 52,1%
Sedang
17 23,3%
Tinggi
73 100%
Total

Data yang telah dikategorikan berdasarkan seluruh responden kemudian akan


dipaparkan tabel pengkategorian berdasarkan jenis. Dalam melihat pengkategorian
tersebut dapat dilihat melalui tabel 6 dan 7.

Tabel 6.
Hasil Pengkategorian Berdasarkan Empiris
Kategori Frekuensi Persentase
4 33,3%
Rendah
6 50,0%
Sedang
2 16,7%
Tinggi
12 100
Total

Tabel 7.
Hasil Pengkategorian Berdasarkan Empiris
Kategori Frekuensi Persentase
14 23%
Rendah
32 52,5%
Sedang
15 24,6%
Tinggi
61 100%
Total

Berdasarkan pada tabel 6 terlihat bahwa dari 12 responden berjenis kelamin


laki-laki, terdapat 4 responden yang memiliki persepsi rendah dengan persentase
33,3%, 6 responden yang memiliki persepsi sedang dengan persentase 50%, dan
terdapat 2 responden yang memiliki persesi tinggi dengan persentase 16,7%.
Sedangkan pada tabel 7 terlihat bahwa dari 61 responden yang berjenis kelamin
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 123
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

perempuan tidak ada yang memiliki persepsi sedang. Maka persepsi yang dimiliki
diantaranya 32 responden yang memiliki persepsi sedang dengan persentase 52,5%,
terdapat 14 responden yang memiliki persepsi sedang dengan persentase 23% dan
terdapat 15 responden yang memiliki persepsi tinggi dengan persentase 59%.
Tidak hanya berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga akan dikemukakan hasil
data penelitian berdasarkan rentang usia. Adapun usia responden berada pada
rentang 18 tahun sampai dengan 27 tahun dan dijelaskan sebagai berikut: Pada usia
18 tahun terdapat 2 responden dan keduanya memiliki persepsi tinggi dengan
persentase 100%; Usia 19 tahun terdapat 3 responden yang memiliki persepsi rendah
dengan persentase 15,8%, 10 responden memiliki persepsi sedang dengan
persentase 52,6%, dan 6 responden yang memiliki persepsi dengan persentase
31,6%; Usia 20 tahun terdapat 4 responden yang memiliki persepsi rendah dengan
persentase 21,1%, 12 responden memiliki persepsi sedang dengan persentase 63,2%,
dan 3 responden yang memiliki persepsi tinggi dengan persentase 15,8%; Usia 21
tahun terdapat 7 responden yang memiliki persepsi rendah dengan persentase 35,7%,
5 responden memiliki persepsi sedang dengan persentase 14,3%, dan 2 responden
yang memiliki persepsi tinggi dengan persentase 14,3%; Usia 22 tahun terdapat 3
responden yang memiliki persepsi rendah dengan persentase 15,8%, 12 responden
memiliki persepsi sedang dengan persentase 63,2%, dan 4 responden yang memiliki
persepsi tinggi dengan persentase 21,1%; Usia 23 tahun terdapat 2 responden, serta
keduanya memiliki perbedaan di mana 1 responden memiliki persepsi sedang dan 1
responden lagi memiliki persepsi rendah. Kedua responden tersebut sama sama
memili persentase 50%; Usia 27 tahun hanya terdapat 1 responden dan memiliki
persepsi sedang dengan persentase 100%.

Pembahasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan ingin mengetahui dan menggambarkan
bagaimana persepsi mahasiswa BK di salah satu Universitas di Jakarta terhadap Kinerja Guru
BK. Setelah dilakukannya analisis berdasarkan hipotetik maka mendapatkan hasil bahwa
mahasiswa BK memiliki persepsi tinggi terlihat dari 41 responden dengan persentase 56,2%
dari 73 seluruh Mahasiswa BK. Berarti bahwa mahasiswa memiliki penilaian kinerja guru BK
yang cukup memuaskan dan sudah sesuai dengan seharusnya.
Hasil yang telah dilakukan dalam menganalisis berdasarkan jenis kelamin secara
hipotetik. Hasilnya terlihat bahwa dari 12 mahasiswa BK berjenis kelamin laki-laki diantaranya
terdapat 1 responden yang memiliki persepsi rendah dengan persentase 8,3%, 6 responden
yang memiliki persepsi sedang dengan persentase 50%, dan terdapat 5 responden yang
124 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

memiliki persesi tinggi dengan persentase 41,7%. Sedangkan mahasiswa BK berjenis kelamin
perempuan bahwa dari 61 responden yang diantaranya 25 responden yang memiliki persepsi
sedang dengan persentase 41%, dan terdapat 36 responden yang memiliki persepsi tinggi
dengan persentase 59%. Berdasarkan hasil tersebut maka terlihat bahwa pengkategorian
berdasarkan hipotetik mahasiswa BK berjenis kelamin perempuan lebih memiliki persepsi
yang positif dibanding dengan mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki. Memiliki persepsi
lebih positif dimaksudkan karena hasil menunjukan seluruh mahasiswa BK Universitas Kristen
tidak ada yang memiliki persepsi rendah.
Menganalisa data penelitian guna mengetahui kategori persepsi yang dimiliki
mahasiswa BK secara hipotetik dapat dilihat berdasarkan pengelompokan rentan usia. Dalam
melihat persepsi berdasarkan rentan usia mahasiswa dari usia 18 tahun sampai dengan 27
tahun dapat terlihat sebagai berikut: Mahasiswa BK berusia 18 tahun terdapat 2 responden,
serta keduanya sama-sama memiliki persepsi tinggi dengan persentase 100%: Mahasiswa BK
berusia 19 tahun memiliki persepsi sedang dengan persentase 52,6%: Mahasiswa BK berusia
20 tahun memiliki persepsi sedang dengan persentase 63,2%; Mahasiswa BK berusia 21
tahun memiliki persepsi rendah dengan persentase 50%; Mahasiswa BK berusia 22 tahun
memiliki persepsi sedang dengan persentase 58,8%; Mahasiswa BK berusia 23 tahun
terdapat 2 responden, serta keduanya sama-sama memiliki persepsi sedang dengan
persentase 100%; Mahasiswa BK berusia 27 tahun, hanya terdapat 1 responden dan memiliki
persepsi sedang dengan persentase 100%.
Dapat disimpulkan berdasarkan dengan usia terlihat bahwa mahasiswa BK yang
berusia 18 tahun lebih memiliki persepsi tinggi dibanding dengan persepsi mahasiswa yang
berusia 19 tahun sampai 27 tahun yang terdapat memiliki persepsi sedang. Bahkan
mahasiswa yang berusia 21 tahun memiliki kategori persepsi yang rendah. Maka dapat dilihat
bahwa persepsi tidak dapat diukur hanya berdasarkan tingkat usia yang dimiliki.
Data kemudian dianalisis juga dengan berdasarkan empiris. setelah dilakukannya
analisis berdasarkan empiris maka mendapatkan hasil bahwa mahasiswa BK memiliki
persepsi sedang terlihat dari 38 responden dengan persentase 52,1% dari 73 seluruh
Mahasiswa BK. Berarti bahwa mahasiswa memiliki penilaian kinerja guru BK yang belum
cukup memuaskan dan belum sesuai dengan seharusnya.
Hasil yang telah dilakukan dalam menganalisis berdasarkan jenis kelamin secara
empiris. Hasilnya terlihat bahwa dari 12 mahasiswa BK Universitas Kristen berjenis kelamin
laki-laki diantaranya terdapat 4 responden yang memiliki persepsi rendah dengan persentase
33,3%, 6 responden yang memiliki persepsi sedang dengan persentase 50%, dan terdapat 2
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 125
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

responden yang memiliki persesi tinggi dengan persentase 16,7%. Sedangkan mahasiswa BK
berjenis kelamin perempuan bahwa dari 61 responden yang diantaranya 32 responden yang
memiliki persepsi sedang dengan persentase 52,5%, terdapat 14 responden yang memiliki
persepsi rendah dengan persentase 23% dan terdapat 15 responden yang memiliki persepsi
tinggi dengan persentase 59%. Berdasarkan hasil tersebut maka terlihat bahwa
pengkategorian berdasarkan empiris mahasiswa BK berjenis kelamin perempuan dan laki-laki
memiliki kategori persepsi yang sama yaitu sedang.
Menganalisa data penelitian guna mengetahui kategori persepsi yang dimiliki
mahasiswa BK secara empiris dapat dilihat berdasarkan pengelompokan rentan usia. Dalam
melihat persepsi berdasarkan rentan usia mahasiswa dari usia 18 tahun sampai dengan 27
tahun dapat terlihat sebagai berikut: Mahasiswa BK \ berusia 18 tahun terdapat 2 responden,
serta keduanya sama-sama memiliki persepsi tinggi dengan persentase 100%; Mahasiswa BK
berusia 19 tahun memiliki memiliki persepsi sedang dengan persentase 52,6%; Mahasiswa
BK berusia 20 tahun memiliki persepsi sedang dengan persentase 63,2%; Mahasiswa BK
berusia 21 tahun memiliki persepsi rendah dengan persentase 50%; Mahasiswa BK berusia
22 tahun memiliki persepsi sedang dengan persentase 63,2%; Mahasiswa BK berusia 23
tahun terdapat 2 responden, serta 1 responden memiliki persepsi rendah dengan persentase
50% dan persepsi sedang dengan persentase 50%; Mahasiswa BK berusia 27 tahun, hanya
terdapat 1 responden dan memiliki persepsi sedang dengan persentase 100%.
Dapat disimpulkan berdasarkan dengan usia terlihat bahwa mahasiswa BK yang
berusia 18 tahun lebih memiliki persepsi tinggi dibanding dengan persepsi mahasiswa yang
berusia 19 tahun sampai 27 tahun yang terdapat memiliki persepsi sedang. Bahkan pada usia
23 tahun pun terlihat bahwa masih memiliki persepsi rendah. Maka dapat dilihat bahwa
persepsi tidak dapat diukur hanya berdasarkan tingkat usia yang dimiliki.
Data yang telah dianalisis berdasarkan pengkategorian secara hipotetik dan empiris
maka dapat terlihat perbedaan terlihat bahwa hasil pengkategorian persepsi mahasiswa BK
yang dianalisis secara hipotetik masuk ke dalam kategori tinggi sedangkan hasil
pengkategorian persepsi mahasiswa yang dianalisis secara empiris memiliki persepsi yang
sedang. Perbedaan tersebut dapat terlihat dengan hasil secara hipotetik sebesar 56,2%
dengan kategori tinggi dan hasil secara empiris sbesar 52,1% dengan kategori sedang yang
berarti tidak memiliki jarak yang signifikan. Berdasarkan hasil pengkategorian hipotetik dan
empiris, maka dapat terlihat hasil data yang diperoleh berdasarkan kenyataan bahwa subyek
penelitian sudah cukup menggambarkan seperti pada gambaran yang diharapkan (hipotetik).
Data pengkategorian secara hipotetik dan empiris secara pengelompokan jenis
kelamin. Pengelompokan jenis kelamin dapat terlihat perbedaan bahwa mahasiswa yang
berjenis kelamin perempuan pada pengkategorian secara hipotetik memiliki persepsi lebih
126 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

positif dibanding dengan pengkategorian secara empiris. Persepsi pengkategorian secara


hepotetik karena hasil data tidak ada yg menunjukan memiliki persepsi rendah. Sedangkan
pengelompokan jenis kelamin laki-laki dalam pengkategorian secara hipotetik dan empiris
sama sama memiliki persepsi sedang.
Data pengkategorian secara hipotetik dan empiris secara pengelompokan rentan usia.
Pengelompokan dapat terlihat bahwa dari kedua cara pengkategorian tersebut terlihat hanya
mahasiswa BK yang berusia 18 memiliki persepsi tinggi. Pada usia 19 tahun sampai dengan
27 tahun mahasiswa BK masuk ke dalam kategori sedang.
Berdasarkan analisis penelitian maka dapat terlihat bahwa mahasiswa BK memiliki
tingkat persepsi sedang dengan persentase 52,1% terhadap kinerja Guru BK. Kategori
persepsi sedang ini berarti bahwa mahasiswa BK memiliki penilaian kinerja guru BK yang
belum memuaskan dan belum seharusnya. Kemudian berdasarkan penelitian yang dilakukan
Kartiko, dkk (2014:37) yang berjudul “Persepsi Siswa Terhadap Kinerja Konselor di SMA
Negeri Se-Kota Semarang tahun pelajaran 2013/2014” yang memperoleh hasil penelitian
bahwa tingkat persepsi siswa terhadap kinerja konselor se- Kota Semarang tahun ajaran
2013/2014 umumnya memiliki persepsi terhadap kinerja konselor pada katagori sedang, yang
artinya siswa memandang konselor memiliki kinerja yang belum memuaskan dan belum
sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki konselor. Maka berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya, penelitian kali ini juga ingin melihat kategori persepsi namun
bukan siswa melainkan mahasiswa. Walaupun subjek penelitian berbeda tetapi hasil yang
diperoleh sama yaitu masih memiliki persepsi yang sedang.
Persepsi rendah yang dimiliki oleh mahasiswa BK dapat terbentuk karena adanya
aspek kognitif atau berdasarkan pengetahuan yang dimiliki mahasiswa terkait kinerja Guru
BK. Tidak hanya aspek kognitif namun juga adanya aspek afektif di mana berhubungan
dengan perasaan yang dialami mahasiswa terhadap kinerja Guru BK, serta aspek konotatif di
mana tingkah laku yang dimunculkan akibat pengetahuan dan perasaan yang telah dimiliki
mahasiswa BK terhadap Kinerja Guru BK

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasar hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat
ditarik kesimpulan: Berdasarkan analisis penelitian maka dapat terlihat bahwa mahasiswa BK
Universitas Kristen Indonesia memiliki tingkat persepsi sedang dengan persentase 52,1%
Olimpia Baptista1, Renatha Ernawati2, & Eustalia Wigunawati3, Persepsi Mahasiswa 127
Bimbingan dan Konseling Terhadap Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

terhadap kinerja Guru BK. Kategori persepsi sedang ini berarti bahwa mahasiswa BK
Universitas Kristen Indonesia memiliki penilaian kinerja guru BK yang belum memuaskan dan
belum seharusnya.
Berdasarkan analisis penelitian secara jenis kelamin maka dapat memperoleh bahwa
mahasiswa BK Universitas Kristen Indonesia jenis kelamin laki-laki memiliki persepsi sedang
dengan persentase 50% terhadap kinerja Guru BK. Sedangkan mahasiswa BK Universitas
Kristen Indonesia jenis kelamin perempuan memiliki persepsi sedang dengan persentase
52,5%. Berdasarkan hasil tersebut maka terlihat bahwa persepsi yang dimiliki mahasiswa BK
Universitas Kristen Indonesia berjenis kelamin perempuan dan laki-laki memiliki kategori
persepsi yang sama yaitu sedang.
Berdasarkan analisis penelitian secara usia mahasiswa BK Universitas Kristen
Indonesia terlihat bahwa mahasiswa yang berusia 18 tahun memiliki persepsi tinggi.
Sedangkan mahasiswa yang berusia 21 dan 23 tahun memiliki persepsi rendah, serta usia 19
tahun, 20 tahun, 21 tahun, 22 tahun, dan 23 tahun hanya memiliki persepsi sedang terhadap
kinerja Guru BK.
Persepsi sedang yang dimiliki oleh mahasiswa BK Universitas Kristen Indonesia dapat
terbentuk karena adanya aspek kognitif atau berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
mahasiswa terkait kinerja Guru BK. Tidak hanya aspek kognitif namun juga adanya aspek
afektif di mana berhubungan dengan perasaan yang dialami mahasiswa terhadap kinerja Guru
BK, serta aspek konotatif di mana tingkah laku yang dimunculkan akibat pengetahuan dan
perasaan yang telah dimiliki mahasiswa BK Universitas Kristen Indonesia terhadap Kinerja
Guru BK.

Saran
Saran bagi guru BK diharapkan kelak mampu menjalankan kinerja yang baik dan dapat
menjadi Guru BK yang mampu mengubah stigma siswa terhadap Guru BK dengan
melaksanakan kinerja di sekolah dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alizamar & Nasbahry, C. (2016). Psikologi Persepsi dan Desain Informasi. Yogyakart: Media
Akademi.

Azwar, S. (2013). Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Darmadi. (2017). Manajemen Sumber Daya Manusia Kekepalasekolahan. Yogyakarta:


Penerbit Deepublish.
128 JURNAL SELARAS. Kajian Bimbingan dan Konseling Serta Psikologi Pendidikan
Volume 3, Nomor 2, November 2020 (111 – 128), e-ISSN: 2621-0614/p-ISSN: 2621-0606

Hikmawati Fenti. (2016). Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Indah, U. (2016). Kebijakan Sertifikasi, Kinerja, dan Kesejahteraan Guru. Yogyakarta: Penerbit
Deepublish.

Prayitno & Amti, E. (2013). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: RinekaCipta

Sobirin. (2018). Kepala Sekolah, Guru dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Nuansa.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2018). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Supardi. (2016). Kinerja Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Suryana. (2017). Permasalahan Mutu Pendidikan dalam Perspektif Pembangunan


Pendidikan. Jurnal Fakultas Ilmu Perguruan. 1-11.

Wardati & Mohammmad, J. (2011). Implementasi Bimbingan & Konseling Di Sekolah. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya.

Utomo, M. (2017). Psikologi Komunikasi: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Penerbit Deepublish
Jurnal.

Astiti, P dkk. (2018). Konstruksi Identitas Guru Bimbingan Konseling sebagai Komunikator
Pendidikan. Jurnal Kajian Komunikasi. Vol 06(01), 1-9.

Astuti, Ria Wahyu, dkk. (2013). Pelaksanaan Bimbingan Dan Konseling Untuk Merubah
Persepsi Negatif Siswa Di Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Lamongan. Jurnal
BK UNESA. Vol 03(01), 271-280.

Kartiko, Cahyo C.D., dkk. (2014) Persepsi Siswa Terhadap Kinerja Konselor di SMA Negeri
Se-Kota Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014. Indonesian Journal of Guidance and
Counseling: Theory and Application. Vol. 03(04), 31-38.

Nurtjahjanti, H. (2012). Hubungan Antara Persepsi Terhadap Harga Dan Kualitas Produk
Dengan Minat Membeli Produk Fashion Onlineshop Di Facebook Pada Mahasiswa
Politeknik X Semarang. Vol.11(02), 1-8.

Prasasti, A. (2016). Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Guru. Jurnal UM.

Purwanti, dkk. (2013). Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Pelaksanaan Asas Kerahasiaan
Oleh Guru Bk Dengan Minat Siswa Untuk Mengikuti Konseling Perorangan. Jurnal
Ilmiah Konseling. Vol 02(01), 347-353.

Putra, E. (2015) Anak Berkesulitan Belajar Di Sekolah Dasar Se-Kelurahan Kalumbuk Padang
(Penelitian Deskriptif Kuantitatif). E-JUPEKhu (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus). Vol.
04(03), 71-76.

You might also like