Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

23712-Article Text-71162-1-10-20211130

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

ISBN: 987-602-72245-6-8

Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals


with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Mini Review: Pendekatan Molekuler DNA Barcoding: Studi Kasus Identifikasi


dan Analisis Filogenetik Syzygium (Myrtaceae)
IRFAN MARTIANSYAH
Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya-LIPI
Jl. Ir. H. Juanda No.13 Bogor, Indonesia. 16122
Email: imartiansyah6311@gmail.com

ABSTRACT
Syzygium is a large genus in the Myrtaceae family consisting of approximately 1200–1800 species.
However, only 1.123 species names (81.7%) are accepted. There are 240 (17.5%) synonyms of species
names. The synonym occurred is due to the difficulty of identification of Syzygium species based on
morphological characters. Any species showed overlapping characters, particularly on the flowers. The
confidence level of taxa placement for Syzygium is 98.0%. Morphological character based-identification
sometimes cannot be relied upon because the environment can influence it. It can lead to complexity in the
identification process. DNA barcoding provides a way out of this problem, for it can identify specimens
using a very short fragment of gene sequences obtained from a small amount of tissue. MaturaseK (matK)
and Rubisco (rbcL), internal transcribed spacer (ITS) are genes commonly used in plant DNA barcoding.
The genes can lead to species identification, genetic distribution and the reconstruction phylogenetic tree.
In this review, the performance of those genes as DNA barcoding in Syzygium was assessed. In Myrtaceae,
especially the Syzygium genus, several barcodes have been successfully applied, such as the internal
transcribed spacer (ITS), ETS, trnL-trnF intergenic spacer, psbA-trnH intergenic spacer, matK, rbcL, and
ndhF. However, no specific barcode sequence is relatively suitable and recommended as a standard for
DNA barcoding of the genus Syzygium. Nevertheless, some promising sequence candidates, such as those
mentioned above, are beneficial in several conditions.

Keywords: barcode; DNA barcoding; Myrtaceae; Syzygium

INTISARI
Syzygium adalah salah satu genus terbesar dalam famili Myrtaceae yang terdiri dari sekitar 1200-
1800 spesies. Spesiesnya hanya diketahui sebanyak 1.123 spesies (81,7%) dan sebanyak 240 (17,5%)
adalah sinonim dari nama spesies tersebut. Hal ini disebabkan sulitnya identifikasi spesies Syzygium
berdasarkan karakter morfologis. Beberapa spesies menunjukkan karakter yang tumpang tindih, terutama
bunganya. Tingkat kepercayaan penempatan taksa untuk Syzygium adalah 98,0%. Identifikasi berbasis
karakter morfologis terkadang tidak dapat diandalkan, karena dapat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga
menyebabkan kesulitan dalam proses identifikasi. DNA barcoding sebagai salah satu pendekatan molekuler
yang dapat diandalkan mampu mengidentifikasi spesimen menggunakan fragmen sekuen gen yang sangat
pendek (gen penanda). Gen MaturaseK (matK), Rubisco (rbcL), internal transcribed spacer (ITS) adalah
gen-gen penanda yang digunakan dalam DNA barcoding tanaman. Gen-gen tersebut memiliki peran
penting dalam identifikasi spesies, distribusi genetik spesies serta dalam rekonstruksi filogenetik tanaman.
Dalam ulasan ini, penggunaan gen-gen dalam pendekatan DNA barcoding di genus Syzygium akan
dipaparkan dengan jelas. Pada Myrtaceae, khususnya genus Syzygium, gen penanda daerah internal
transcribed spacer (ITS), ETS, trnL-trnF intergenic spacer, psbA-trnH intergenic spacer, matK, rbcL, dan
ndhF telah berhasil diaplikasikan. Meskipun tidak ada satu sekuen spesifik penanda (barcode) yang relatif
cocok dan direkomendasikan sebagai standar untuk DNA barcoding genus Syzygium. Namun demikian,
ada beberapa kandidat sekuen yang menjanjikan, seperti yang disebutkan di atas yang telah terbukti
bermanfaat dalam beberapa kondisi.

Kata kunci: DNA barcoding; gen penanda; Myrtaceae; Syzygium

PENDAHULUAN Australia, Amerika Selatan (Oliveira-Filho &


Myrtaceae adalah famili tumbuhan yang Fontes, 2000; Vasconcelos et al., 2017). Selain
memiliki 5.671 spesies, 132 genus, 17 subgenus itu juga ditemukan di Afrika dan Eropa
(WCSP, 2021). Distribusi penyebaran (Vasconcelos et al., 2017). Salah satu genus
Myrtaceae terbentang dari Asia Tenggara, terbesar dari Myrtaceae adalah Syzygium.

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 187
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Syzygium memiliki sekitar 1.200-1.800 spesies. sehingga sangat dibutuhkan untuk percepatan
Akan tetapi, secara taksonomi, penamaan identifikasi spesies dari suatu organisme
spesies dari Syzygium ini hanya diketahui khususnya Syzygium (Tallei et al., 2016; Irawan
sebanyak 1.123 spesies (81,7%) dan sebanyak et al., 2018; Roslim & Fitriani, 2021).
240 (17,5%) merupakan sinonim dari nama
accepted spesiesnya (Tuiwawa et al., 2013). KETERBATASAN IDENTIFIKASI
Berdasarkan daftar tumbuhan (Plant List), KONVENSIONAL
paling sedikit terdapat 1.374 spesies pada Proses identifikasi spesies secara
Syzygium (Tallei et al., 2016). Syzygium konvensional menggunakan karakterisasi
memiliki persebaran yang luas dengan spesies morfologi memiliki berbagai keterbatasan
native (asli) berada di Afrika, Madagaskar, (Zhao et al. 2015; Waldchen et al, 2018).
Asia, daerah Oseania dan Pasifik (Ahmad et al., Pertama, ciri fenotipik dan variasi genetik bisa
2016). Menurut Asif et al., (2013), Syzygium menyebabkan kesalahan identifikasi. Kedua,
merupakan tumbuhan utama flora hutan hujan masih banyak taksa yang belum jelas/samar
tropis di daerah Malesia. Di Indonesia, (Knowlton, 1993). Ketiga, kunci morfologi
Syzygium ditemukan sekitar 300 spesies, hanya efektif di suatu tahap perkembangan
seperlimanya ditemukan di pulau Jawa tanaman saja, sehingga banyak individu yang
(Sunarti, 2015). Banyak anggota dari genus ini belum dapat diidentifikasi. Keempat,
memiliki nilai ekonomis dan telah digunakan penggunaan kunci identifikasi sering kali
sebagai obat-obatan, makanan, bahan memerlukan tingkat keahlian tertentu, sehingga
bangunan, dan tanaman hias (Ahmad et al., bisa saja terjadi kesalahan pada saat proses
2019; de Paulo Farias et al., 2020), penghasil identifikasi. Kelima membutuhkan waktu yang
senyawa bio-aktif (de Araujo et al., 2019) dan lama (Zhao et al., 2015; Kowalska et al., 2018;
beberapa di antaranya dapat dibudidayakan Waldchen et al., 2018).
untuk diambil buahnya (Tuiwawa et al., 2013; Salah satu penanda molekuler yang saat
Martiansyah et al., 2021). ini digunakan dalam mengungkapkan
Syzygium merupakan genus yang sulit taksonomi yaitu penanda DNA (DNA barcode)
untuk diklasifikasikan akibat karakter yang merupakan sekuen pendek DNA yang
morfologi yang relatif sedikit meskipun secara dapat menunjukkan variasi genetik dalam suatu
konsisten menghubungkan suatu spesies ke spesies (Hebert, 2003; DeSalle & Goldstein
dalam kelompok spesies tertentu dengan baik 2019). DNA barcoding diperlukan untuk
(Widodo, 2012; Roslim & Fitriani, 2021). Hal memecahkan keterbatasan dari proses
ini juga didukung dengan tumpang tindihnya identifikasi spesies secara konvensional
nama Syzygium dan Eugenia sehingga terjadi (Waldchen et al., 2018). Akan tetapi, tidak
revisi besar-besaran pada genus Eugenia berarti taksonomi konvensional menjadi tidak
menjadi Syzygium (Biffin, 2005; Widodo, penting, sebaliknya DNA barcoding telah
2010). Identifikasi spesies dari genus Syzygium menjadi pendekatan (tools) baru seorang ahli
secara akurat menggunakan metode taksonomi untuk melengkapi pengetahuan
konvensional dengan morfologi relatif sulit dan dalam proses identifikasi dengan cepat.
dapat memakan waktu yang lama (Zhao et al., Menggabungkan sekuen DNA dengan karakter
2015; Mudiana & Ariyanti, 2020). Hal ini dapat morfologi yang ada dapat memfasilitasi
disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai identifikasi dan klasifikasi spesies (Kowalska et
tumbuhan dan/atau kurangnya karakter bunga al., 2018; Waldchen et al., 2018).
dan buah yang dibutuhkan untuk identifikasi
(Colpaert et al., 2005; Mudiana & Ariyanti, APA ITU DNA BARCODING?
2020). Identifikasi spesies berbasis sekuen Pada tahun 2003, Hebert mengusulkan
DNA pendek (barcode) merupakan metode sebuah pendekatan baru untuk mengidentifikasi
yang dianggap cepat, dapat spesies dari suatu organisme yang disebut
dipertanggungjawabkan, dan konsisten, ‘DNA barcoding’. Pendekatan ini memerlukan
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 188
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

sebuah sekuen genetik pendek yang menjadi DNA barcoding merupakan salah satu metode
standar dari genom suatu organisme. DNA taksonomi yang digunakan untuk
barcoding dapat membedakan organisme mengidentifikasi suatu organisme dengan
berdasarkan daerah spesifik dari DNA genom. penanda genetik tertentu sehingga mengacu
Awalnya pendekatan ini dirancang sebagai alat pada satu penamaan spesies (Lima et al., 2018;
untuk mengidentifikasi mikroorganisme. DeSalle & Goldstein 2019). Melalui metode ini,
Pendekatan ini berkembang pesat untuk hewan, sampel DNA yang belum diketahui dapat
untuk itu satu fragmen gen, mitokondria diidentifikasi menjadi nama spesies teregistrasi
sitokrom oksidasi I (COI), terbukti menjadi dibandingkan dengan pustaka referensi
penanda yang andal di garis keturunan penting (Gambar 1). Untuk memilih barcode universal
(Hebert et al., 2003). untuk tumbuhan, berbagai penanda molekuler
DNA barcoding adalah teknik untuk telah dikenal, termasuk daerah cpDNA seperti
identifikasi taksonomi menggunakan satu atau matK, rbcL (Hilu & Liang, 1997; CBOL 2009).
beberapa daerah DNA standar yang secara Daerah-daerah tersebut dipilih berdasarkan tiga
universal ada dalam garis keturunan target dan kriteria utama: (a) universalitas, (b) kualitas
memiliki cukup variasi urutan untuk mengenali sekuen, dan (c) diskriminatif (CBOL 2009;
spesies dan mengidentifikasi individu dengan Hollingsworth 2011).
benar (Hebert et al. 2003; Kress et al. 2005).

Gambar 1. Proses identifikasi spesies dengan pendekatan DNA barcoding (Kowalska et al., 2018).

CBOL merekomendasikan penargetan beberapa kelemahan bila dibandingkan dengan


dua lokus dalam genom kloroplas untuk DNA matK (Dunning & Savolainen, 2010;
barcoding yaitu ribulosa-bisphosphate Hollingsworth et al., 2011). Sebaliknya, ITS
carboxylase (rbcL) gen dan gen matK. Penanda dari genom inti banyak digunakan dalam
kloroplastik rbcL dan matK adalah penanda taksonomi dan filogeni molekuler karena
pertama DNA barcoding untuk tanaman mudah diamplifikasi dan memiliki derajat
(CBOL 2009), lalu selanjutnya digunakan pula variasi tinggi bahkan antara spesies terkait erat
daerah ITS dan psbA-trnH sebagai DNA (Hollingsworth et al., 2011; Li et al., 2011).
barcoding inti (Gonzalez et al., 2009; Secara khusus, ITS 2 telah memperoleh
Hollingsworth, 2011). rbcL diketahui memiliki pengakuan dalam DNA barcoding karena

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 189
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

memiliki kemampuan membedakan spesies satu kesatuan dan metodologi standar dalam
hingga tingkat keberhasilan 92,7 persen pada studi keanekaragaman hayati (Krishnamurthy
tanaman (Chen et al., 2010; Buys et al., 2016). & Francis 2012). Nilai penting dari barcode
Pendekatan genomik untuk taksonomi sebagai alat identifikasi sudah banyak
menggunakan perbedaan dalam sekuen DNA diketahui: banyak spesies akan tetap tidak
untuk mengenali suatu organisme (Kurtzman, teridentifikasi dan tersembunyi tanpa
1994). Proses DNA barcoding mencakup dua penemuan teknik DNA barcoding (Grant et al.,
langkah dasar: 1) membangun perpustakaan 2021). DNA barcoding telah terbukti menjadi
data DNA barcode spesies yang diketahui dan alat penting untuk identifikasi spesies dan
2) mencocokkan sekuen barcode sampel yang sebagai pelengkap taksonomi berbasis
tidak diketahui dengan penanda pustaka morfologi tradisional (Waldchen et al., 2018;
(barcode library) untuk identifikasi. Terdapat Grant et al., 2021). DNA barcoding sebagai
beberapa syarat untuk memilih penanda DNA pendekatan molekuler telah digunakan selama
yang sesuai yaitu, rendahnya variasi intra- kurang dari satu dekade, dan teknik ini telah
spesifik (kurang dari 2%) dan tingginya tumbuh secara eksponensial yang dicirikan
variabilitas di antara spesies (Kowalska et al., dengan peningkatan jumlah sekuen DNA yang
2018). Selain itu, penanda harus berlaku dihasilkan (Kress & Erikcson 2012; Kowalska
universal atau dengan kata lain dapat digunakan et al., 2018). DeSalle & Goldstein (2019)
di taksa yang berbeda-beda dan memiliki melaporkan bahwa penelitian dan analisis
tingkat keberhasilan amplifikasi DNA yang praktis pendekatan molekuler DNA barcoding
tinggi (Hollingsworth, 2011). Terkait dengan telah mengalami peningkatan sejak tahun 2004
proses sekuensing metode Sanger, penanda hingga 2018 yang ditandai dengan terbitnya
DNA barcoding yang digunakan harus pendek 3.756 artikel.
untuk sekali pembacaan proses sekuensing
(<700 pb) (Kowalska et al., 2018). STUDI KASUS: PENGGUNAAN
Penanda (barcode) yang baik harus BARCODE PADA GENUS SYZYGIUM
mengandung sejumlah kecil mutasi insersi Dalam proses DNA barcoding, gen
(sisipan) dan atau delesi (penghapusan). Mutasi tertentu dapat digunakan sebagai marker dalam
ini dapat menghambat penyelarasan pembagian genetik spesies dan rekonstruksi
(allignment) sekuen yang dari organisme yang filogenetik. Gen-gen penanda seperti rbcL dan
berbeda sehingga substitusi nukleotida lebih matK (plastida) serta internal transcribed
disukai (Hollingsworth 2011). Namun, Kress & spacer (ITS) (nukleus) telah banyak digunakan
Erickson, (2007) menolak persyaratan ini untuk dalam proses identifikasi yang
dengan menyatakan bahwa DNA barcoding dikombinasikan dengan identifikasi
dimaksudkan untuk identifikasi spesies, bukan konvensional melalui morfologi. Daerah
untuk analisis filogenetik. Setiap mutasi, genom yang berbeda perlu diurutkan
apakah itu penyisipan atau penghapusan atau (sequencing) untuk mengidentifikasi spesies
substitusi, adalah fitur dari organisme, dan tanaman dengan baik (Chase et al., 2007).
sama baiknya jika memungkinkan untuk Identifikasi spesies dan analisis filogenetik
identifikasi (Combik & Mirek, 2015). Lebih yang terdapat dalam famili Myrtaceae,
lanjut, penanda yang ideal harus terdiri dari khususnya genus Syzygium, melalui pendekatan
daerah yang sangat bervariasi yang DNA barcoding memerlukan satu/beberapa gen
menyediakan informasi yang cukup untuk bisa penanda yang tepat. Untuk selanjutnya akan
membedakan spesies, dan tersebar pada daerah dipaparkan beberapa peneltian terkait DNA
yang lestari sehingga memungkinkan desain barcoding dan penggunaanya untuk identifikasi
primer universal serta standarisasi DNA dan analisis filogenetik pada Syzygium.
barcoding (Kowalska et al., 2018) Buys et al. (2016), melakukan
Saat ini, DNA barcoding secara rutin penelitian terhadap 43 genus dari Myrtaceae
digunakan di kehidupan dan berfungsi sebagai dengan menggunakan tiga penanda yaitu matK,
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 190
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

ITS dan ETS. Hasil penelitiannya menunjukkan (Maturase K), yang merupakan gen kloroplas
bahwa tingkat keberhasilan gen penanda ITS berukuran sekitar 1500 pasang basa ((Dunning
rata-rata lebih tinggi di spesies di mana nilai & Savolainen, 2010). Gen matK memiliki laju
tingkat keberhasilan matK sebesar 100 persen. subtitusi yang tinggi dan telah digunakan
Tingkat kesuksesan identifikasi Metrosideros mengamati keanekaragaman genetik
dan Syzygium lebih rendah menggunakan ITS intraspesies dan interspesies (Hollingsworth et
dibandingkan dengan matK tetapi jauh lebih al., 2011).
tinggi daripada ETS (Tabel 1). Gen matK
Tabel 1. Efisiensi identifikasi (%) dari tiga lokus per genus dari Myrtaceae

Sumber: Buys et al., 2016

Irawan et al. (2016) melaporkan penelitiannya Irawan et al. (2016) melakukan


penggunaan sekuen gen matK pada beberapa analisis penjajaran (allignment) dengan
tumbuhan Syzygium di Sulawesi Utara, yaitu platform online MultAlin dan mengkonstruksi
pakoba, jamblang dan bombongan. Pada pohon filogenetik menggunakan program
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 191
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

MEGA 6. Rekonstruksi pohon filogenetik jamblang berkerabat dekat, dan bahkan


dilakuan dengan model UPGMA dan jarak cenderung sebagai spesies yang sama atau
genetik dengan parameter Kimura-2. Adapun merupakan subspesies. Jarak genetik antara
spesies Psidium guajava digunakan sebagai jamblang dengan Syzygium cumini yaitu 0,010.
outgrup dan beberapa sekuen dari spesies Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan nilai
Eugenia dijadikan sebagai pembanding. antara pakoba dan jamblang. Nilai jarak genetik
Menurutnya penggunaan pembanding ini antara bombongan dengan Syzygium lainnya
penting untuk memperjelas hubungan dengan yang diperoleh dari bank gen berkisar antara
Syzygium karena diketahui penamaan spesies 0,005-0,010. Hasil rekonstuksi pohon
keduanya saling tumpang tindih. filogenetik memperlihatkan bahwa posisi
Hasil analisis penjajaran menunjukkan jamblang dengan pakoba terletak pada satu
bahwa terdapat perbedaan basa nukleotida klaster yang diduga berarti bahwa keduanya
antara pakoba dan jamblang. Sementara itu berkerabat dekat. Akan tetapi, posisi Syzygium
terdapat perbedaan 5-6 nukleotida antara cumini (DQ088575) berada pada klaster yang
bombongan, jamblang dan pakoba. Variasi juga berbeda, sehingga jamblang tampaknya
ditunjukan antara sekuen sampel tumbuhan memiliki kekerabatan yang jauh dari S. cumini
Syzygium dengan sekuen kerabat yang tersebut (Gambar 2).
diperoleh dari basis data dengan spesies kerabat Kesimpulan dari penelitian Irawan et al.
terdekat dan spesies kerabat terjauh. Selain itu, (2016) adalah hubungan kekerabatan antara
Irawan et al., (2016) menghitung juga jarak Eugenia dengan Syzygium relatif jauh
genetik menggunakan metode Kimura-2- berdasarkan pohon filogenetik. Selain itu,
Parameter pada MEGA 6. Hasil menunjukkan kemampuan gen matK untuk memisahkan
jarak genetik antara pakoba dan jamblang yaitu hingga tingkat jenis pada genus Syzygium relatif
0,002. Menurut Tallei et al. (2016), semakin rendah sehingga kurang direkomendasikan
sedikit nilai jarak genetik antara dua organisme, menjadi barcode. Menurutnya hanya sedikit
semakin dekat pula hubungan kekerabatan daerah di genom yang cocok digunakan dalam
keduanya. Hasil tersebut menandakan bahwa DNA barcode.
kemungkinan besar tumbuhan pakoba dan

Gambar 2. Pohon filogenetik Syzygium yang dikonstruksi menggunakan metode UPGMA dengan MEGA 6 (Irawan et
al., 2016)

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 192
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

Penelitian lain memperlihatkan menunjukkan pola pengelompokan yang sama


penggunaan gen ITS untuk merekonstruksi dengan matK dan rbcL. Dengan kata lain,
pohon filogenetik Syzygium dan Syzygium sp. membentuk kelompok yang mirip
membandingkannya dengan karakterisasi dengan spesies yang sama dari genus Syzygium
morfologi. Yulisma et al. (2018), melaporkan dan terpisah dari outgroup di famili Myrtaceae.
penelitiannya tentang hubungan filogenetik di Kesimpulan penelitian Roslim, (2019)
antara spesies dalam keluarga Myrtaceae di menunjukkan bahwa Syzygium sp.
hutan rawa gambut Tripa (TPSF). Gen penanda berhubungan erat dengan spesies dari genus
daerah ITS berhasil mengelompokkan spesies Syzygium tetapi tidak ada spesies dari genus
yang berasal dari hutan rawa gambut Tripa Syzygium yang 100% mirip dengan durik-durik.
dengan spesies dari bank Gen ke dalam klaster Namun, hasil penelitiannya menegaskan bahwa
(clade) yang sama sehingga disinyalir Syzygium durik-durik adalah anggota genus Syzygium.
sp. 1 (TPSF) bersama dengan S. australe dan S. Selain ketiga penanda tersebut, identifikasi
samarangense berasal dari satu kesamaan Syzygium sp. juga dicoba dengan menggunakan
leluhur. Sejalan dengan S. garciniifolium gen penanda lain seperti psbA-trnH intergenic
(TPSF), spesies ini juga membentuk kelompok spacer dan ndhF (Roslim et al., 2016; Roslim
monofiletik bersama dengan empat spesies & Fitriani, 2021)
lainnya. Klaster adalah bagian dari filogeni
yang mencakup tetua dan semua keturunannya. KESIMPULAN
Berdasarkan morfologi, Syzygium sp. 1 dan S. Pengembangan teknologi DNA
australe adalah dua spesies yang berbeda. barcoding telah membantu meningkatkan
Syzygium sp. 1 berasal dari spesies yang efektivitas dan efisiensi penelitian taksonomi
tumbuh di hutan rawa gambut. Di sisi lain, S. tumbuhan. Metode ini telah mendorong
australe adalah tanaman biasa hutan hujan peranan molekuler untuk secara langsung
pesisir di dataran tinggi yang dapat tumbuh terlibat dalam proses identifikasi spesies,
lebih dari 25 meter. Berdasarkan pengamatan keragaman genetik dan analisis filogenetik
morfologi, daun S. australe saling berlawanan, suatu organisme. Namun, penggunaan DNA
berbentuk bulat dan berwarna hijau cerah barcode sebagai gen penanada untuk suatu
sehingga disinyalir bukan jenis dari Syzygium organisme tidak menjamin identifikasi yang
sp. 1 yang diteliti. Akan tetapi, menurut hasil tepat di tingkat spesies. Pada beberapa genus,
DNA barcoding, Syzygium sp 1 ditempatkan identifikasi spesies tidak dapat diselesaikan
sebagai satu kelompok dekat dengan S. hanya dengan menggunakan satu jenis gen
australe. penanda. Beberapa taksa memerlukan
Roslim, (2019) melaporkan penggunaan kombinasi dua atau lebih gen penanda untuk
tiga barcode yaitu matK, rbcL, dan trnL-trnF menjamin identifikasi yang akurat. Pada famili
intergenic spacer untuk identifikasi buah Myrtaceae, khususnya genus Syzygium, gen
bernama lokal durik-durik yang diduga penanda daerah internal transcribed spacer
merupakan salah satu spesies Syzygium sp. (ITS), ETS, trnL-trnF intergenic spacer, psbA-
Hasil analisis filogenetik pada matK trnH intergenic spacer, matK, rbcL, dan ndhF
menunjukkan bahwa Syzygium sp. membentuk telah berhasil diaplikasikan. Meskipun tidak
kelompok yang mirip dengan sesama anggota ada satu sekuen spesifik barcode yang relatif
genus Syzygium pada klaster 1 dan terpisah dari cocok dan direkomendasikan sebagai standar
klaster luar (outgroup). Selain itu, Syzygium sp. untuk DNA barcoding karena setiap famili,
tersebut terlihat memiliki hubungan genetik genus bahkan spesies memiliki keunikan
yang lebih dekat dengan S. tenuiflorum. Pada masing-masing. Namun demikian, beberapa
rbcL terlihat bahwa Syzygium sp. berada dalam kandidat sekuen yang menjanjikan, seperti
satu klaster dengan sesama anggota genus yang telah dipaparkan dalam ulasan ini, telah
Syzygium. Sejalan dengan kedua penanda terbukti bermanfaat sebagai gen penanda
sebelumnya, trnL-trnF intergenic spacer
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 193
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

(barcode) untuk penelitian di masa kini dan fruit trees from the Myrtaceae family as promising
masa yang akan datang. sources for food applications with functional
claims. Food chemistry. vol. 306: 1-17.
DeSalle, R., & Goldstein P. 2019. Review and
DAFTAR PUSTAKA interpretation of trends in DNA barcoding.
Ahmad, B., Baider, C., Bernardini, B., Biffin, E., Frontiers in Ecology and Evolution. vol. 7: 1-11.
Brambach, F., Burslem, D., ... & Wilson, P. G. Dunning, L.T., & Savolainen V. 2010. Broad-scale
2016. Syzygium (Myrtaceae): Monographing a amplification of matK for DNA barcoding plants,
taxonomic giant via 22 coordinated regional a technical note. Botanical Journal of the Linnean
revisions (No. e1930v1). PeerJ Preprints. Society. vol. 164: 1–9.
Ahmad, N., Nawab, M., & Kazmi, M. H. 2019. Gonzalez, M. A., Baraloto, C., Engel, J., Mori, S. A.,
Medicinal potential of jamun (Syzygium cumini Pétronelli, P., Riéra, B., ... & Chave, J. 2009.
Linn): A review. Journal of Drug Delivery and Identification of Amazonian trees with Barcodes.
Therapeutics. vol. 9(5): 175-180. PLoS one. vol. 4(10): 1-7.
Asif, H, Khan A., Iqbal A., Khan I. A., & Heinze B. 2013. Grant, D. M., Brodnicke, O. B., Evankow, A. M.,
The chloroplast genome sequence of Syzygium Ferreira, A. O., Fontes, J. T., Hansen, A. K., ... &
cumini (L.) and ITS relationship with other Ekrem, T. 2021. The future of DNA barcoding:
Angiospermae. Tree Genetics & Genomics. vol reflections from early career researchers.
9(3): 867-877. Diversity. vol. 13: 1-11.
Biffin, E. 2005. Sorting out the confusion: Phylogenetics Hebert, P.D.N., Cywinska A., Ball S.L., & DeWaard J.R.
of large genera and the lessons from Syzygium 2003. Biological identifications through
(Myrtaceae). Austral. Biol. Resources Study. Barcodes. Proc Roy Soc B Bio. vol. 270: 313–321.
Biologue. vol. 30. CSIRO Plant Industry, Hilu, K.W., Liang H. 1997. The matK gene: sequence
Canberra. variation and application in plant systematics.
Buys, M. H., Flint, H. J., Miller, E. M., Yao, H., Caird, American Journal of Botany. vol. 84: 830–839.
A. R., & Ganley, R. J. 2016. Preparing for the Hollingsworth, P.M. 2011. Refining the Barcode for land
invasion: efficacy of DNA barcoding to discern plants. Proc Natl Acad Sci USA. vol. 108 (49):
the host range of myrtle rust (Puccinia psidii) 19451–19452.
among species of Myrtaceae. Forestry. vol. 89(3): https://doi.org/10.1073/pnas.1116812108 PMID:
263-270. 22109553.
CBOL Plant Working Group. 2009. A Barcode for land Irawan, P. D., Tallei, T. E., & Kolondam, B. J. 2016.
plants. Proceedings of the National Academy of Analisis sekuens dan filogenetik beberapa
Sciences. vol. 106: 12794–12797. tumbuhan Syzygium (Myrtaceae) di Sulawesi
Chase, M.W., Cowan, R.S., Hollingsworth, P.M., van Utara berdasarkan Gen matK. Jurnal Ilmiah
den Berg, C., Madrin˜S. 2007. A proposal for a Sains. vol. 16(2): 43-50.
standardised protocol to barcode all land plants. Knowlton, N., Weigt, L. A., Solorzano, L. A., Mills, D.
Taxon. vol. 56 (2), 295–299. K., & Bermingham, E. 1993. Divergence in
Chen, S., Yao, H., Han, J., Liu, C., Song, J., Shi, L. et al. proteins, mitochondrial DNA, and reproductive
2010 Validation of the ITS2 region as a novel compatibility across the Isthmus of Panama.
Barcode for identifying medicinal plant species. Science. vol. 260(5114): 1629-1632.
PLoS One. vol. 5(1): 1-8. Kowalska, Z., Pniewski, F., & Latała, A. 2019. DNA
Colpaert, N., Cavers, S., Bandou, E., Caron, H., Gheysen, barcoding–A new device in phycologist's toolbox.
G.,& Lowe, A.J. 2005. Sampling tissue for DNA Ecohydrology & Hydrobiology. vol.19(3): 417-
analysis of trees: trunk cambium as an alternative 427.
to canopy leaves. Silvae Genetica. vol. 54(6): Kress, W. J., & Erickson, D. L. 2012. DNA barcodes:
265–269. methods and protocols. In DNA Barcodes.
Combik, M., & Mirek, Z. 2015. Estimating the Totowa: Humana Press.
effectiveness of species identification by Kress, W.J., & Erickson, D.L. 2007. A two-locus global
sequencing of two chloroplast DNA loci (matK Barcode for land plants: the coding rbcL gene
and rbcL) in selected groups of Polish flora. DNA. complements the non-coding trnH-psbA spacer
vol. 3: 17-26. region. PLOS One. vol. 6 (e508): 1–10.
de Araujo, F. F., Neri-Numa, I. A., de Paulo Farias, D., Kress, W.J., Wurdack K.J., Zimmer E.A., Weigt L.A., &
da Cunha, G. R. M. C., & Pastore, G. M. 2019. Janzen D.H. 2005. Use of barcodes to identify
Wild Brazilian species of Eugenia genera flowering plants. Proc Natl Acad Sci USA. vol.
(Myrtaceae) as an innovation hotspot for food and 102: 8369–8374.
pharmacological purposes. Food research Krishnamurthy, P.K., Francis, R.A. 2012. A critical
international. vol. 121: 57-72. review on the utility of DNA barcoding in
de Paulo Farias, D., Neri-Numa, I. A., de Araujo, F. F.,
& Pastore, G. M. 2020. A critical review of some

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 194
ISBN: 987-602-72245-6-8
Prosiding Biologi Achieving the Sustainable Development Goals
with Biodiversity in Confronting Climate Change
Gowa, 08 November 2021
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb

biodiversity conservation. Biodiversity and increased understanding in the most species rich
Conservation. vol. 21(8): 1901–1919. tribe of Myrtaceae. Molecular phylogenetics and
Kurtzman, C. P. 1994. Molecular taxonomy of the yeasts. evolution. vol. 109: 113-137.
Yeast. 10(13): 1727-1740. Waldchen J., Rzanny M., Seeland M., & Mäder P. 2018.
Li, D.Z., Gao, L.M., Li, H.T., Wang, H., Ge, X.J., Liu, Automated plant species identification—Trends
J.Q. et al. 2011. Comparative analysis of a large and future directions. PLoS Comput Biol. vol.
dataset indicates that internal transcribed spacer 14(4): 1-19.
(ITS) should be incorporated into the core barcode https://doi.org/10.1371/journal.pcbi.1005993.
for seed plants. Proc. Natl Acad. Sci. USA. vol. WCSP. 2021 [continuously updated]) World Checklist of
108: 19641–19646. Selected Plant Families. Facilitated by the Royal
Lima, R. A., Oliveira, A. A. D., Colletta, G. D., Flores, Botanic Gardens, Kew. Available from:
T. B., Coelho, R. L. G., Dias, P., ... & Chave, J. http://wcsp.science.kew.org/ (diakses tanggal 14
2018. Can plant DNA barcoding be implemented September 2021).
in species-rich tropical regions? A perspective Widodo, P. 2010. Enumeration of Sumatran Syzygium
from São Paulo State, Brazil. Genetics and (Myrtaceae). [Disertasi]. Bogor: IPB University.
molecular biology. vol. 41(3): 661-670. Widodo, P. 2012. New nomenclature in Syzygium
Martiansyah, I., Hariri, M. R., Mulyani, M., Husaini, I. P. (Myrtaceae) from Indonesia and its vicinities.
A., Hidayat, A., & Rahmawati, S. 2021. Reinwardtia. vol. 13(3): 235-240.
Consumer Preference Study on Myrtaceae Fruit Yulisma, A., Thomy, Z., & Harnelly, E. 2018.
Collection of Bogor Botanic Gardens. Industria: Phylogenetic relationships within families
Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri. Myrtaceae in tripa peat swamp forest using an
vol. 10(1): 41-49. internal transcribed spacer (ITS). Jurnal Natural.
Mudiana, D., & Ariyanti, E. E. 2020. Karakterisasi vol. 18(2): 65-71.
Morfologi Juwet (Syzygium cumini [L.] Skeels.) Zhao, C., Chan S.S.F., Cham W.K., & Chu L.M. 2015.
di Kebun Raya Purwodadi. Buletin Plasma Plant identification using leaf shapes? A pattern
Nutfah. vol. 26(1): 11-20. counting approach. Pattern Recognition. vol.
Oliveira‐Filho, A. T., & Fontes, M. A. L. 2000. Patterns 48(10):3203–3215.
of floristic differentiation among Atlantic Forests
in Southeastern Brazil and the influence of
climate. Biotropica. vol. 32(4b): 793-810.
Roslim, D. I. 2019. Analysis of matK, rbcL and trnL-trnF
intergenic spacer sequences on durik-durik
(Syzygium sp). J. Phys.: Conf. Ser. vol. 1351: 1-9.
Roslim, D. I., & Fitriani, A. (2021). Barkoding DNA
pada tumbuhan durik-durik (Syzygium sp.) asal
Riau menggunakan daerah gen ndhF. Jurnal Bios
Logos. vol. 11(1): 41-46.
Roslim, D. I., Nurkhairani P., Herman & Elvyra R. 2016.
Identification of durik-durik plant (Syzygium sp)
using the psbA-trnH intergenic spacer and ITS
regions. TPGM. vol. 3: 11-16.
Tallei, T.E., Irawan P.D., & Kolondam B.J. 2016. DNA
barcoding analysis of matK gene of some
Syzygium species. Bioinformatics Workshop
2016: Developing knowledge and skill in
bioinformatics for Young Indonesian Scientists in
improving research quality in life science and
sustainable exploration of biodiversity in
Indonesia. Al Azhar University Jakarta, 13 – 15
September 2016.
Tuiwawa, S. H., Craven, L. A., Sam, C., & Crisp, M. D.
2013. The genus Syzygium (Myrtaceae) in
Vanuatu. Blumea-Biodiversity, Evolution and
Biogeography of Plants. vol. 58(1): 53-67.
Vasconcelos, T. N., Proença, C. E., Ahmad, B., Aguilar,
D. S., Aguilar, R., Amorim, B. S., ... & Lucas, E.
J. 2017. Myrteae phylogeny, calibration,
biogeography and diversification patterns:

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar 195

You might also like