Jurnal Rangga
Jurnal Rangga
Jurnal Rangga
ABSTRAK
Regional Representatives Council (DPRD) district has a very strategic role in the
organization of Local Government, because Parliament has legislative functions,
budget and oversight of the implementation of the Regional Government. Oversight
function of the implementation of Regulation Council is the principal activities
undertaken by the Council in order to improve the effectiveness, efficiency and
effectiveness as well as providing an alternative to the repair or improvement.
Oversight of local regulation, is critical implemented, because it involves people's
lives, even the local regulation is one of the sources of law in Indonesia as
stipulated in MPR Decree No.. III/MPR/2000, and Law. 10 of 2004. In this paper the
issues to be discussed are the First, How will the monitoring function of the Local
Government Council, How to conduct monitoring of the implementation of Council
Regulation in Bengkalis, what are the obstacles faced in carrying out its
supervisory Parliament on the implementation of regional regulation.
The research was conducted in Bengkalis, with normative juridical approach of
qualitative analysis, meaning that the starting point on the applicable law and
develop and through discussion of secondary materials. Then by inductive logic and
deductive reasoning, then all the ingredients are selected and processed and
analyzed by describing what it is (descriptive), and then based on the principles
applicable laws or regulations.
Results of this study legislation that Parliament as an institution that serves to
make the local regulation then Parliament to supervise the regional regulation as
well as in the framework of the regional administration. Monitoring arrangements
for the Local Government Council as stipulated in the applicable legislation and the
Rules of Procedure of Parliament Bengkalis that Parliament has legislative
functions, budget and oversight. Oversight function is carried out on the
implementation of the Local Government with reference to the provisions of the
legislation in force.
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
1
Menurut Montesqueu dalam sistem suatu pemerintahan Negara, ketiga jenis
kekuasaan itu harus terpisah, baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat
perlengkapan (organ) yang melaksanakan:
Dari pendapat tersebut bahwa terdapat tiga kekuasaan dalam satu Negara dan
ketiga kekuasaan tersebut tidak dipegang oleh satu lembaga saja. Indonesia memiliki
semua elemen Trias Politica secara lengkap, praktis apa adanya. Kalau John Locke
memisahkan ketiga lembaga atas dasar pemikiran bahwa “ketiganya merupakan hak
paling azasi setiap warga masyarakat dalam hidup bernegara, sistem ketatanegaraan
yang berlaku di Indonesia tak lain merupakan pengakuan terhadap etika politik yang
beriorentasi pada hak-hak warga masyarakatnya”.
Menurut A. Dahl yang diperkenalkan ulang oleh Aren Lijphart; bahwa suatu
Negara menjalankan demokrasi bila memenuhi unsur-unsur:
1. Freedom to form and join organization (ada kebebasan untuk membentuk dan
menjadi anggota perkumpulan);
2. Freedom of expression (ada kebebasan menyatakan pendapat);
3. The right to vote (ada hak untuk memberika suara dalam pemungutan suara);
4. Free and fair elections Eligibility to public office (ada kesempatan untuk dipilih
atau menduduki berbagai jabatan pemerintahan Negara)
5. The right of political leaders to compete for support and vote (ada hak bagi
pemimpin politik berkampanye untuk memperoleh dukungan atau suara);
6. Alternative sources of information (terdapat beberapa sumber imformasi);
7. Free and fair elections (adanya pemilihan yang jujur dan bebas);
8. Institutions or making government politics dependon votes and other expresiions
of preference (lembaga-lembaga yang membuat kebijaksanaan yang bergantung
kepada pemilih).
2
rakyat. “Serta kekuasaan legislatif (legislatio dari hukum Romawi) adalah kekuasaan
membentuk hukum (leges)”.
Dalam penjelasan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, disebutkan:
...membentuk Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,
DPD dan DPRD dalam rangka meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga
permusyawaatan dan perwakilan rakyat/ daerah untuk mengembangkan kehidupan
demokrasi, mejamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya, serta mengembangkan mekanisme checks and balances antara
lembaga legislatif dan eksekutif serta meningkatkan kualitas, produktivitas, dan
kinerja anggota lembaga permusyawaratan/ perwakilan rakyat dan daerah demi
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
3
Setelah bergulirnya reformasi di bidang hukum, maka Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1974, sudah dianggap tidak cocok lagi dengan situasi dan kondisi
saat ini, yang diwarnai dengan tuntutan global, yang mendorong untuk terciptanya
transparansi, akuntabilitas, dan peran serta masyarakat, sebagai wujud penghormatan
terhadap hak-hak azasi manusia khususnya yang menyangkut tentang hak-hak sipil
dan hak-hak politik warga Negara. Sehingga terjadi perubahan yang drastis terhadap
kewenangan dan fungsi DPRD. Seharusnya DPRD melakukan fungsi pengawasan
dan penilaian atas pelaksanaan tugas otonomi daerah oleh Kepala Daerah.
Karena otonomi daerah merupakan kesempatan bagi daerah untuk
mewujudkan kesejahtraan bagi masyarakat setempat. Fungsi DPRD sangat strategis
dalam melakukan pembelaan terhadap rakyat, karena DPRD menyalurkan aspirasi
menerima pengaduan dan memfasilitasi penyelesaian. Namun tidak jarang terjadi
bahwa fungsi dan kewenangan DPRD tersebut tidak dapat terwujud yang akhirnya
berujung pada penurunan citra terhadap DPRD tersebut. Sebab DPRD bukan lembaga
teknis yang menjalankan peraturan, melainkan melakukan pengawasan terhadap
peraturan daerah itu, sementara justru dalam upaya menjalankan peraturan daerah
itulah terjadi benturan kepentingan antara rakyat dengan pemerintah atau dengan
penguasa. Atau pemerintah daerah justru memiliki agenda tersendiri yang dengan
sengaja mengabaikan kepentingan rakyat, sehingga dengan nyata bahwa DPRD
dianggap tidak aspiratif, sehingga dalam situasi yang diciptakan demikian maka
pemerintah daerah dapat dengan mudah mendapatkan simpatik terhadap rakyat. Jika
orientasinya adalah untuk membela kepentingan rakyat maka jika terjadi hal seperti
tersebut di atas, tentu tidak pantas untuk diperdebatkan, tentang siapa yang paling
berjasa.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 1 ayat 2 disebutkan: Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsif otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah”.
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang menjadi pokok
permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
4
menjadi tujuan dalam penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan Fungsi pengawasan DPRD terhadap
Pemerintah Daerah.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan DPRD sebagai lembaga
pengawas terhadap implementasi Peraturan Daerah di Kabupaten Bengkalis.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi DPRD dalam melakukan
pengawasan terhadap implementasi Peraturan Daerah.
2.1 Pembahasan
Meningkatkan pengawasan merupakan salah satu program pembangunan,
yang dasar dan landasannya tidak berbeda dengan kegiatan-kegiatan pembangunan
lainnya. Sehingga pengawasan adalah bahagian yang integral dari kegiatan
pembangunan, dimana pengawasan harus dilaksanakan dengan efesiensi dan
efektivitas, agar jangan pengawasan justru menimbulkan pemborosan.
5
dan langkah-langkah penindakannya serta dikembangkan kesetiakawanan sosial
dan disiplin nasional.
Pasal 2.
(1) Pengawasan terdiri dari:
a. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/atasan langsung, baik ditingkat
pusat maupun ditingkat daerah.
b. Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.
(2) Ruang Lingkup Pengawasan meliputi:
a. Kegiatan umum pemerintahan;
b. Pelaksanaan rencana pembangunan;
c. Penyelenggaraan pengurusan dan pengelolaan keuangan dan kekayaan
Negara.
d. Kegiatan badan usaha milik Negara dan badan usaha milik Daerah;
e. Kegiatan aparatur pemerintah dibidang yang mencakup kelembagaan,
kepegawaian dan ketatalaksanaan.
Demikianlah yang dimaksud dengan pengawasan menurut Inpres No. 15
Tahun 1983, tentang pedoman pelaksanaan pengawasan. Pengawasan merupakan
pengawasan dalam instansi pemerintah, yang dilakukan oleh atasan terhadap
bawahan, sehingga dengan pengawasan dapat mencegah terjadinya pemborosan,
kebocoran dan penyimpangan sebagaimana yang diatur pada pasal 1 ayat (2) huruf d
tersebut di atas.
2.1.3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2007, Tentang Norma
Pengawasan dan Kode Etik Pejabat Pengawas Pemerintah
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah hakekatnya adalah
pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah dan kinerja DPRD. Tugas
pengawasan tersebut meliputi pelaksanaan azas desentralisasi (urusan wajib dan
urusan pilihan), azas dekonsentrasi dan azas tugas pembantuan dalam
6
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang meliputi:
1. Perencanaan peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah;
2. Rancangan peraturan daerah;
3. Rancangan peraturan Kepala Daerah/Peraturan Kepala Daerah;
4. Peraturan Tata Tertib DPRD;
5. Peraturan pelaksanaan kebijakan daerah lainnya;
6. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan tingkat pusat;
7. Pelaksanaan APBD dan APBN yang dilaksanakan di daerah dalam rangka
Pelaksanaan azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
8. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ);
9. Laporan Peneyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
10. Pelaksanaan azas tampung tantra atau tugas-tugas lain yang belum ada instansi
yang harus dilaksanakannya (di luar tugas pokok dan fungsi SKPD); dan
11. Pengelolaan sumber daya (manusia, uang, sarana prasarana, Sumber Daya Alam,
Sumber Daya Ekonomi dan Sumber Daya lainnya),untuk penyelenggaraan
pemerintahan daerah secara ekonomis, efesien dan efektif.
Pengawasan tidak hanya digunakan untuk kegiatan yang dilaksakan oleh
pejabat Pengawas pemerintah dalam rangka menghimpun/menemukan informasi
untuk menguji dan menilai kelayakan pelaksanaan kegiatan dan atau laporan kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah tetapi juga untuk menilai:
7
besar terhadap Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, dalam hal ini termasuk
menguatnya peran dan fungsi DPRD. Sebelum berlakunya UU No. 22 Tahun 1999
dimana proses pengangkatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bahwa peran
DPRD hanya menyeleksi calon yang kemudian diserahkan kepada pejabat yang
berwenang untuk mengangkatnya.
Namun dengan keluarnya UU No. 22 Tahun 1999 bahwa peran DPRD
sangat kuat dalam Pemerintahan Daerah, hal ini ditandai dengan kewenangan DPRD.
Agar DPRD dapat melaksanakan fungsinya secara optimal, maka DPRD
diberikan kewenangan, yakni:
a. memilih Gubernur/Wakil Gubernur Bupati/Wakil Buapti, dan Waliota/Wakil
Walikota;
b. Memilih anggota Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) dari utusan Darah;
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/Wakil Walikota;
d. Bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Daerah;
e. Bersama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
f. Melaksanakan Pengawasan (fungsi pengawasan/control) terhadap:
1) Pelaksanaan Peratuan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lain;
2) Pelaksanaan keputusan Gubernur, Bupati, dan Walikota;
3) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4) Kebijakan Pemerintah Daerah.
g. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap rencana
perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
h. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
Agar kewenangan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif, maka dalam
pasal 19 UU No. 22 Tahun 1999, DPRD diberikan hak, yakni:
a. Meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati, dan Walikota;
b. Meminta Keterangan kepada Pemerintah Daerah;
c. Mengadakan penyelidikan;
d. Mengadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah;
e. Mengajukan pernyataan pendapat;
f. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah;
g. Menentukan Anggaran Belanja DPRD; dan
h. Menetapkan Peraturan Tata Tertib DPRD.
Dari kewenangan dan hak DPRD seperti yang diatur dalam UU No. 22
Tahun 1999 tersebut diatas, bahwa DPRD memiliki peran yang sangat besar terhadap
Pemerintah Daerah, demikian juga dalam hal pengawasannya. Bahwa DPRD dapat
menolak pertanggungjawaban Kepala Daerah yang seterusnya dapat dilanjutkan
dengan pengusulan pemberhentian Kepala Daerah.
2.1.5 Pengawasan DPRD Menurut UU Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susduk
MPR, DPR, DPD dan DPRD
Pengawasan DPRD adalah merupakan bahagian dari pada fungsi DPRD
sebagaimana yang diatur pada pasal 77 UU Nomor 22 Tahun 2003. Selain fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan yang dimiliki DPRD, juga memiliki
tugas. Dalam rangka pengawasan yang dimiliki DPRD, maka tidak terlepas dari pada
Tugas dan Wewenang, serta Hak dan Kewajiban.
Dalam penjelasan pasal 77 huruf c Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003
disebutkan, yang dimaksud dengan fungsi pengawasan adalah fungsi DPRD
Kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
8
peraturan daerah, dan keputusan bupati/walikota serta kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten/kota tersebut
dimaksudkan untuk menindaklanjuti fungsi DPRD sebagai legislasi dan fungsi
anggaran. Sehingga produk DPRD dalam fungsi legislasi dan anggaran dapat diawasi
pelaksanaannya oleh DPRD melalui fungsi pengawasan. Pengawasan juga dapat
dilakukan terhadap pelaksanaan undang-undang yang ada di wilayah kabupaten/kota
yang bersangkutan. Pengawasan harus dilihat dari sinkronisasi antara peraturan
daerah, keputusan bupati serta kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
9
tersebut untuk mengawasi: pelaksanaan Perda, dan peraturan perundang-undangan
lainnya, peraturan kepala dearah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah.
10
Ketiga, pengawasan DPRD juga dilakukan terhadap lembaga-lembaga dan
pelaksanaan berbagai kegiatan lain ditingkat daerah, terutama jika mereka terkait
dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain, termasuk pendayagunaan
sumberdaya keuangan Negara. Yang masuk dalam kategori ini adalah pengawasan
terhadap pelaksanaan Keputusan Kepala Daerah/ Bupati dan pelaksanaan APBD.
Keputusan Kepala Daerah mendapatkan penekanan yang jauh lebih kecil dalam
pengawasan dibandingkan dengan pengawasan APBD.
Pengawasan DPRD terhadap lembaga-lembaga lain yang terkait dengan
peraturan perundang-undangan lain, serta termasuk pendayagunaan sumber daya
keuangan Negara, dimana kegiatan DPRD dalam hal ini, melakukan pengawasan
langsung untuk mengetahui apakan lembaga-lembaga tersebut dalam pelaksanakan
tugasnya masih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti
misalnya pengawasan terhadap Lembaga Pemilihan Umum Daerah dan Panwaslu.
Keempat, Pengawasan DPRD dalam bidang investasi, seharusnya memang
terlebih dahulu DPRD membuat Peraturan Daerah yang dapat menumbuhkan
semangat berinvestasi, namun sepanjang DPRD tidak memiliki pemahaman yang
cukup tentang “the economic theory of legislation, tentu tidak akan dapat melahirkan
Peraturan Daerah yang memperkuat bisnis di daerah.
Kelima, pengawasan juga dilakukan dengan pembentukan tata pemerintahan
yang bersih (clean government). Seharunya DPRD melakukan pengawasan dalam
rangka menciptakan pemerintahan yang bersih, sebagaimana fungsi pengawasan yang
sesungguhnya adalah agar Pemerintah Daerah dapat mewujudkan pemerintahan yang
baik. Dalam hal ini jika sepanjang fungsi pengawasan DPRD itu dilaksanakan secara
baik dan optimal, maka dengan pengawasan ini akan dapat tercipta pemerintahan
yang bersih dan terhindar dari korupsi.
Namun sebalikya jika pengawasan DPRD hanya sekedar formalitas, maka
tidak akan terdapat pemerintahan yang bersih, kendatipun masih ada pengawas dari
lembaga lainnya seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat apalagi
pengawasan internal tidak akan dapat berharap banyak terhadap pengawasan internal,
dalam menciptakan pemerintahan yang bersih.
Lembaga yang turut melakukan praktek korupsi tentu tidak dapat melakukan
pengawasan yang baik, maka pengawasan seharusnya dilakukan dengan sungguh-
sungguh berdasarkan aturan yang ada. Korupsi paling sering dilakukan melalui
penyusunan APBD dan penyalahgunaan PAD.
Menurut pengamatan penulis bahwa korupsi dalam penyusunan APBD,
sebagaimana disebutkan pendapat di atas tidak terdapat praktek tersebut dalam
penyusunan APBD di Kabupaten Bengkalis, karena sebagaimana dalam proses
penegesahan APBD, bahwa setelah disahkan oleh Eksekutif dan Legislatif, maka
selanjutnya dievaluasi oleh Gubernur, seperti yang diatur dalam UU No. 32 tahun
2004 Pasal 186 yakni:
(1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan
rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada
Gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama
15 (limabelas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/ kota
dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD
sebagaiamana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila Gubernur manyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan
rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai
11
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan
Bupati/Walikota.
Dari isi Pasal 186 ayat (1-3) UU No. 32 Tahun 2004 tersebut di atas, bahwa
dalam pengesahan APBD Kabupaten/kota dimana tidak semena-mena merupakan atas
kepentingan antara Bupati dengan DPRD sendiri, karena kebijakan yang terkandung
dalam APBD itu harus disesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi yang
dievaluasi oleh Gubernur. Sebab dalam ayat (4) disebutkan: Apabila Gubernur
menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan
Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama
DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7(tujuh) hari sejak diterimanya hasil
evaluasi.
Artinya jika terdapat anggaran yang dapat merugikan Negara dan Kepentingan
masyarakat maka Gubernur akan memberikan hasil evaluasi yang harus kemudian
disempurnakan oleh Bupati bersama-sama dengan DPRD. Dalam prakteknya
dalam pengesahan APBD kabupaten Serdang Bedagai selalu dievaluasi oleh
Gubernur disertai dengan beberapa perbaikan yang selanjutnya disempurnakan
oleh Panita Anggaran Eksekutif dan Panitia Anggaran Legislatif.
2.3 Hambatan-hambatan
Dalam melaksanakan fungsi pengawasan DPRD terhadap implementasi Peraturan
Daerah dan Peraturan Bupati, tentu mengalami banyak hambatan- hambatan.
Hambatan-hambatan yang dialami DPRD Kabupaten Bengkalis dalam melakukan
pengawasan tidak terlepas daripada perubahan perundang- undangan yang ada
seperti misalnya perubahan UU No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah
menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam UU No. 22 Tahun 1999, diamana peranan DPRD dirasa sangat kuat
sehubungan dengan DPRD yang memilih Kepala Daerah serta proses
Pengangkatan Sekretariat Daerah juga terdapat peranan DPRD. Dari sisi
pertanggungjawaban Kepala Daerah, bahwa DPRD dapat menolak pertanggung
jawaban Kepala Daerah dengan alasan-alasan yang dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk mempertanggung jawabkan penolakan DPRD tersebut, maka
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari Kepala Daerah harus menyempurnakan
pertanggungjawabannya dan disampaikan kembali ke DPRD. Jika terjadi
penolakan yang kedua kalinya, maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian
Kepala Daerah kepada Presiden.
12
dilihat dan dinilai pada waktu pandangan umum anggota DPRD dan pembahasan-
pembahasan melalui panitia khusus dan panitia musyawarah”.
Karena DPRD adalah berasal dari partai politik, maka kendala dalam pelaksanaan
tugas DPRD termasuk fungsi pengawasan adalah sehubungan dewan selalu sibuk
dalam mengurusi urusan partai politik, walaupun diatur dalam tata tertib bahwa
tugas dewan harus diutamakan daripada urusan lain, namun pada kenyataannya
dewan selalu pengutamakan urusan politik. Hal ini tentu karena dewan berasal
dari partai politik, apalagi sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003
tentang Susunan dan Kedudukan anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD, bahwa
partai politik dapat merecaal anggotanya yang ada di dewan.
Dari uaraian di atas dapat dipahami bahwa hambatan-hambatan dalam
melaksanakan pengawasan terhadap implementasi perda dan peraturan bupati
dapat dikategorikan hambatan yang berasal dari dewan itu sendiri atau faktor
internal, maupun hambatan dari luar dewan atau faktor eksternal.
13
Saran
anggota DPRD yang hanya berpendidikan setara Sekolah Menengah Atas serta
tidak memiliki pengalaman yang cukup dapat mengawasi pemerintah daerah yang
sangat komplek.
diperlukan sebagai anggota DPRD, karena kondisi seperti inilah yang dapat
yang memiliki kondisi sosial yang kuat dan memiliki profesi, ada baiknya jika
tampil dalam politik. Sehingga tidak dengan mudah dipermainkan oleh eksekutif
nama baik lembaga dapat dipertahankan sebagai lembaga perwakilan rakyat yang
14
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rojali (I), Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Ali, Zainuddin, Sosiologi Hukum, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, Cet. Pertama, 2005.
Amir, Munir & Reni Dewi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara FHUI, Cet. Pertama, 2005.
Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Di Indonesia, Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005.
Kansil C.S.T, dan Chiristine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia,
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1997.
Sunaryati Hartono C.F.G, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Bandung: Alumni Bandung, 1991.
Edstron, Judith & Hans Antlov, USAID-LGSP, Legal rafting Penyusunan Peraturan
Daerah, Jakarta 2007.
Miriam Budiardjo, dan Ibrahim Ambong, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik
Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1995.
15