Telekonsultasi
Telekonsultasi
Telekonsultasi
Abstract
Teleconsultation has developed in Indonesia, especially during the pandemic Coronavirus
Disease -19 (COVID-19). This technology is a long-distance health consultation service that is
part of telemedicine. Indonesia has regulated the implementation of telemedicine in Minister of
Health Regulation No. 20 of 2019 concerning the Implementation of Telemedicine. Nevertheless,
the regulation had not specifically regulated teleconsultation, especially concerning
teleconsultation startups that are currently many appear. This study aims to determine the
comparison of regulations concerning teleconsultation in Indonesia with other countries, namely
Singapore. This research was a normative study with a statutory approach (statute approach)
and a comparative approach (comparative approach). Primary legal materials were obtained
from statutory regulations and jurisprudence. While the secondary legal material was obtained
from journals, books, and proceedings regarding regulations related to consultation. Based on
research, teleconsultation conducted in Indonesia is only allowed if it is integrated with certain
health service facilities. In addition, regulations concerning monitoring, accountability, and data
security are still not detailed and specific. Sanctions for startups that provide independent health
consultation services are not clear and firm. Singapore has teleconsultation regulations listed in
the regulatory sandbox so that they can bridge the online health consultation services organized
by existing startups with certain conditions. Regulations concerning teleconsultation in
Indonesia need to be arranged in more detail, specific, and clear so that the public can obtain
safe and accountable health consultation services.
Keywords: Telemedicine; Teleconsultation; Comparative Approach
Abstrak
Telekonsultasi telah berkembang di Indonesia terlebih di masa pandemi Coronavirus Disease -
19 (COVID-19). Teknologi ini merupakan layanan konsultasi kesehatan jarak jauh yang
merupakan bagian dari telemedisin. Indonesia telah mengatur pelaksanaan telemedisin melalui
Permenkes Nomor 20 tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Telemedisin. Meskipun
demikian, regulasi tersebut belum spesifik mengatur tentang telekonsultasi, terutama mengenai
startup telekonsultasi yang saat ini banyak bermunculan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan regulasi mengenai telekonsultasi yang ada di Indonesia dengan
negara lain yaitu Singapura. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan pendekatan
perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan komparatif (comparative approach).
Bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan maupun yurisprudensi.
Sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari jurnal, buku, maupun prosiding mengenai
regulasi terkait konsultasi. Berdasarkan penelitian, telekonsultasi yang dilakukan di Indonesia
hanya diperbolehkan jika terintegrasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. Selain itu,
regulasi mengenai monitoring, pertanggung jawaban dan keamanan data masih belum detail
1
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
dan spesifik. Sanksi bagi startup yang menyelenggarakan layanan konsultasi kesehatan
mandiri pun belum jelas dan tegas. Singapura memiliki regulasi telekonsultasi yang tercantum
dalam regulatory sandbox sehingga dapat menjembatani layanan konsultasi kesehatan online
yang diselenggarakan oleh startup yang ada dengan syarat tertentu. Regulasi mengenai
telekonsultasi di Indonesia perlu disusun lebih detail, spesifik, dan jelas sehingga masyarakat
dapat memperoleh layanan konsultasi kesehatan yang aman dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Kata Kunci: Telemedisin; Telekonsultasi; Pendekatan Komparatif
A. Pendahuluan
Telemedisin merupakan pelayanan kesehatan jarak jauh yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Layanan ini meliputi
pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan
evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan
peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.1 Telekonsultasi merupakan salah satu bagian
dari telemedisin yang merupakan layanan konsultasi kesehatan jarak jauh. Beberapa penelitian
menunjukan, telemedisin termasuk telekonsultasi menjadi salah satu sarana untuk
penghematan biaya kesehatan melalui pengurangan penggunaan layanan perawatan
kesehatan tambahan (kunjungan kantor atau rawat inap) terutama untuk penyakit kronis seperti
jantung, penyakit paru kronis, dan sebagainya. 2 Teknologi ini dapat menjadi penghubung
dokter dan pasien dalam sistem perawatan kesehatan regional dan pedesaan atau wilayah
geografis tertentu dengan intensitas penggunaan klinik perawatan darurat yang tinggi. 3
Telemedisin memiliki dampak positif penting lainnya, yaitu pengurangan waktu perjalanan,
peningkatan akses ke layanan kesehatan khususnya untuk populasi pedesaan, serta
2
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
mengurangi disparitas pelayanan kesehatan di antara populasi yang sulit dijangkau.4 Meskipun
memiliki dampak positif, telekonsutasi juga memerlukan analisis tambahan terkait intervensi
dimana penyedia layanan menghadapi pasien dengan banyak diagnosis dan membutuhkan
pemeriksaan fisik, uji diagnostik, atau keduanya. Kualitas perawatan, seperti tingkat resep
antibiotik juga perlu diperhatikan mengingat resep yang berlebihan mungkin terjadi.5 Terlebih
lagi, pada masa pandemi Coronavirus Disease-19 (COVID-19) penggunaan telekonsultasi
meningkat pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Di Indonesia, Penyelenggaraan Pelayanan Telemedisin Antar Fasilitas Pelayanan
Kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019. Meskipun
demikian, regulasi tersebut belum spesifik mengatur tentang telekonsultasi, terutama mengenai
startup telekonsultasi yang saat ini banyak bermunculan. Pada Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 20 Tahun 2019 Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa sumber daya manusia pada
Fasyankes Pemberi Konsultasi pada telemedisin terdiri atas: dokter; dokter spesialis/dokter
subspesialis; tenaga kesehatan lain; dan tenaga lainnya yang kompeten di bidang teknologi
informatika.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052 Tahun 2011 Pasal 2 ayat (1)
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, setiap dokter dan dokter gigi yang
menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki SIP. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052
Tahun 2011 Pasal 4 ayat (1) juga menyatakan bahwa SIP Dokter dan Dokter Gigi diberikan
paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik pada fasilitas pelayanan kesehatan milik
pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016
juga menjelaskan telemedisin tidak termasuk dalam fasilitas kesehatan. Hal ini tentunya
menjadi bahan pertimbangan bagi penyedia layanan telekonsultasi online (startup
telekonsultasi) dalam penyelenggaraan telekonsultasi terkait masa berlaku SIP dan ketentuan
tempat praktik penyedia layanan yang tidak memiliki regulasi yag spesifik.
Dalam pemberian layanan telekonsultasi, penyedia layanan juga harus melaksanakan
standar profesi kedokteran. Kode Etik Kedokteran Pasal 2 menyatakan bahwa seorang dokter
wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen dan
mempertahankan keputusan profesional dalam ukuran tertinggi. Dimana dalam tahap
pelayanan kedokteran harus sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter, KKI 2012, anamnesa
dan juga pemeriksaan fisik. Berpedoman pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
4 S. Nazareth et al., “Successful Treatment of Patients with Hepatitis C in Rural and Remote Western
Australia via Telehealth,” Journal of Telemedisin and Telecare 19, no. 2 (2013): 101–106; R. Wootton,
K. Bahaadingbeigy, and Haily D., “Estimating Travel Reduction Associated with the Use of
Telemedisin by Patients and Healthcare Professionals; Proposal for Quantitative Synthesis in a
Systematic Review,” BioMed Central Health Services Research 11 (2011): 185.
5 A. Mehrotra et al., “A Comparison of Care at Evisits and Physician Office Visits for Sinusitis and
Urinary Tract Infections,” JAMA Internal Medicine 173, no. 1 (2013).
3
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
(PNPK), Panduan Praktik Klinis (PPK), Standar Operasional Prosedure (SOP), serta clinical
pathway (CP). Hal ini dapat menjadi dasar bahwa dalam penyelenggaraan telekonsultasi
terutama pada startup telekonsultasi dimana perlu diakukan pembatasan yang jelas terkait
pelayanan konsultasi/diagnosis, karena beberapa pelayanan tersebut membutuhkan tahapan
pemeriksaan fisik.
Pada pelaksanaan telekonsultasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20
Tahun 2019 Pasal 3 ayat 6 dan ayat 7, telekonsultasi dapat dilakukan secara tertulis, suara,
dan/atau video dan harus terekam dan tercatat dalam rekam medis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun
2008 Pasal 2 ayat (1), rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara
elektronik. Pada telekonsultasi, rekam medis menjadi hal yang penting karena dokter dan
pasien tidak bertemu secara langsung, sehingga hal ini kemudian dapat memunculkan potensi
resiko miss interpretasi akibat data klinis berupa rekam medis pasien yang tidak lengkap.
Dalam diktum ketujuh angka 1 Kepmenkes Nomor HK.02.02/Menkes/409/2016 tentang Rumah
Sakit Uji Coba Program Pelayanan Telemedisin Berbasis Video-Conference dan Teleradiologi
menyebutkan “tugas rumah sakit yang diampu salah satunya yaitu memberikan informasi medis
(rekam medis) pasien kepada rumah sakit pengampu untuk kepentingan proses konsultasi,
pendidikan dan penelitian”.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 47 ayat (2) menyebutkan bahwa rekam
medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan
sarana pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai juga dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
36 Tahun 2012 Pasal 4 ayat (1) yang menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam
pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib
menyimpan rahasia kedokteran. Hal ini mutlak bahwa rekam medis setiap orang harus dijaga
kerahasiaannya oleh klinisi, petugas pengelola dan pimpinan sarana kesehatan termasuk pada
startup telekonsultasi .
Dalam pelayanan kesehatan pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama masa perawatan “agroti salus lex suprema” atau keselamatan pasien adalah
hukum yang tertinggi. Masalah keselamatan pasien berhubungan dengan efektifitas
pelaksanaan telemedisin sebagai bagian dari penunjang medik yang sangat bergantung pada
adanya standar prosedur operasional, standar praktik dan standar kompetensi praktik
telemedisin di rumah sakit untuk meminimalisasi risiko (risk management) atau potensi risiko
sehingga rumah sakit mampu memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada publik secara
aman dan berkualitas. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien, salah satu langkah menuju keselamatan pasien adalah melibatkan dan
berkomunikasi dengan pasien. Pasien memainkan peranan kunci dalam membantu penegakan
4
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
diagnosa yang akurat, dalam memutuskan tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih
fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan dalam mengidentifikasi Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) serta mengambil tindakan yang tepat. Komunikasi yang aktif pada pasien
untuk menegakkan diagnosa menjadi salah satu tantangan bagi telekonsultasi mengingat
banyak dari startup telekomunikasi di Indonesia yang belum memiliki fitur panggilan video atau
fitur yang mendukung penegakkan diagnosa. Selain itu pelayanan kesehatan berbasis
telekonsultasi atau telemedicine menyebabkan penggunaan aplikasi dan platform menjadi
terkomputerisasi dan secara langsung meletakkan tanggungjawab hukum pada tenaga
kesehatan apabila terjadi tindak pidana cyber.6
Telekonsultasi perlu memiliki regulasi yang spesifik untuk mengoptimalkan kenyamanan
dan keamanan penggunaan layanan telekonsultasi. Di Indonesia pelaksanaan telemedisin telah
diatur melalui Permenkes Nomor 20 tahun 2019. Meskipun demikian, regulasi tersebut belum
spesifik mengatur tentang telekonsultasi, terutama mengenai startup telekonsultasi. Singapura
merupakan negara yang memiliki regulasi khusus dalam pelaksanaan telemedisin termasuk
telekonsutasi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian perbandingan regulasi mengenai
telekonsultasi yang ada di Indonesia dengan Singapura agar dapat dilakukan pengembangan
regulasi yang spesifik mengenai telekonsultasi di Indonesia.
B. Metode Penelitian
6 Antonius Maria Laot Kian, “Telemedisin Dan Selfie-Medis: Anatomi Tanggungjawab Hukum Pidana
Tenaga Kesehatan Dalam Tindak Pidana Cyber,” in Cyber Law Dalam Bidang Pelayanan Kesehatan
Dan Implikasinya Bagi Tenaga Kesehatan (Semarang, 2017).
5
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
1. Telekonsultasi di Indonesia
6
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
ayat (1) UUPK. Oleh karena itu, perlu adanya deskripsi atau batasan sejauh mana
telekonsultasi dapat dilakukan tanpa melibatkan pemeriksaan fisik. Di Indonesia
pertanggungjawaban tekait pelaksanaan telekonsultasi belum spesifik dimana dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 hanya mengatur hak dan kewajiban fasyankes
pemberi maupun peminta konsultasi, bukan sanksi atau pertanggungjawaban pelaksanaan
telekonsultasi.
Pada telekonsultasi, rekam medis menjadi hal yang penting karena dokter dan pasien
tidak bertemu secara langsung, sehingga hal ini kemudian dapat memunculkan potensi resiko
miss interpretasi akibat data klinis berupa rekam medis pasien yang tidak lengkap. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1), rekam medis harus
dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik. Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 Pasal 47 ayat (2), disebutkan bahwa rekam medis harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Hal ini
sesuai juga dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 Pasal 4 ayat (1) yang
menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau
menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia kedokteran. Hal ini
mutlak bahwa rekam medis setiap orang harus dijaga kerahasiaannya oleh klinisi, petugas
pengelola dan pimpinan sarana kesehatan termasuk pada startup telekonsultasi.
Pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), pelaksanaan praktik
kedokteran dapat dilakukan oleh dokter melalui aplikasi /sistem elektronik berupa telemedisin
dengan memperhatikan komunikasi efektif. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Nomor
HK.02.01/MENKES/303/2020 dimana penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui
telemedisin dapat dilakukan selama Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan/atau Bencana
Nasional Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dalam rangka pencegahan penyebaran
Corona Virus Disease (COVID-19). Perkonsil Nomor 47 Tahun 2020 Pasal 3 ayat (2) dan (4)
menjelaskan bahwa telemedisin merupakan pelayanan konsultasi atau telekonsultasi yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi dengan menerapkan prinsip kerahasiaan pasien dan yang
melakukan praktik kedokteran melalui telemedisin harus mempunyai Surat Tanda Registrasi
dan Surat Izin Praktik di Fasyankes sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Merujuk pasal 7 Perkonsil Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis Dan Praktik
Kedokteran Melalui Telemedisin Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) di
Indonesia, praktik kedokteran melalui telemedisin wajib membuat rekam medis yang dapat
berupa rekam medis manual atau elektronik untuk setiap pasien dan disimpan di Fasyankes.
Pada Perkonsil Nomor 47 Tahun 2020 Pasal 9 juga dijelaskan bahwa praktik kedokteran
melalui telemedisin dilarang melakukan telekonsultasi antara tenaga medis dengan pasien
secara langsung tanpa melalui Fasyankes. Peraturan ini menegaskan kembali Peraturan
7
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 bahwa telekonsultasi di Indonesia hanya dapat
dilaksanakan apabila terintegrasi atau bekerjasama dengan Fasyankes.
2. Telekonsultasi di Singapura
Singapura memastikan layanan telemedisin yang ada aman dan sesuai dengan standar
kesehatan di Singapura. Kementerian Kesehatan Singapura pada tahun 2018 telah membentuk
regulatory sandbox terkait Licensing Experimentation and Adaptation Programme (LEAP) untuk
meninjau praktik telemedis, serta layanan inovatif baru lainnya, sehingga untuk membuat
peraturan bersama dalam kemitraan dengan pemangku kepentingan. 7
Di Singapura, praktik tersebut diizinkan jika dilaksanakan oleh Dokter yang terdaftar di
Singapore Medical Council (SMC). Dokter yang melakukan layanan ini harus mengambil
referensi dari SMC Ethical Code and Ethical Guidelines, untuk telemedisin, the National
Telemedicine Guidelines (NTG) dalam merencanakan dan memberikan perawatan. 8 Hal ini
dilaksanakan sebagai upaya pengoptimalan kenyamanan dan keamanan penggunaan
telemedisin atau telekonsultasi yang ada di Singapura.
Licensing Experimentation and Adaptation Programme (LEAP) menjamin pengguna/
pasien yang menggunakan layanan di bawah LEAP akan mendapat model layanan kesehatan
yang terjamin keamanan dan mitigasi risiko yang sesuai peraturan Penyedia yang berpartisipasi
dalam regulatory sandbox dapat memperkenalkan/ mengembangkan model layanan kesehatan
secara aman, dengan visibilitas sesuai regulasi dan memenuhi persyaratan keselamatan dan
kesejahteraan pasien.
Sebagai penyedia layanan kesehatan yang berpartisipasi dalam regulatory sandbox,
penyedia layanan harus mengidentifikasi dan berkomitmen terhadap standar keselamatan yang
kuat terkait dengan proses klinis, pemberian obat, kebijakan perlindungan data, dan praktik
terbaik lainnya. Penyedia layanan kesehatan yang berpartisipasi dalam regulatory sandbox
harus memastikan layanannya memenuhi standar peraturan yang tepat, dengan keselamatan
dan kesejahteraan pasien menjadi pertimbangan utama. Hal ini bertujuan agar masyarakat
dapat yakin bahwa proses klinis dan operasional penyedia layanan telah ditinjau secara
7 Victor Loh, “Amid Debate about Telemedicine, 4 More Providers Join MOH Regulatory Initiative,”
Today, last modified 218AD, https://www.todayonline.com/singapore/amid-debate-about-telemedicine-
4-more-providers-join-moh-sandbox.
8 Ministry of Health Singapore, “Licensing Experimentation and Adaptation Programme (LEAP) - A
MOH Regulatory Sandbox,” Ministry of Health Singapore, https://www.moh.gov.sg/home/our-
healthcare-system/licensing-experimentation-and-adaptation-programme-(leap)---a-moh-regulatory-
sandbox.
8
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
menyeluruh dan terus dipantau oleh Departemen Kesehatan sehingga layanan telemedisin
yang disediakan aman dan dapat diandalkan.9
Dalam pelaksanaan layanan telekonsultasi di Indonesia, regulasi yang ada hanya
mengatur terakait penyelenggaraan pelayanan telemedisin antar fasilitas pelayanan kesehatan.
Telekonsultasi hanya diperbolehkan atau dapat dilaksanakan jika terintegrasi dengan fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu yang sudah terregistrasi di Kementerian Kesehatan. Selain itu,
regulasi mengenai monitoring, pertanggung jawaban dan keamanan data masih belum detail
dan spesifik. Sanksi bagi startup yang menyelenggarakan layanan konsultasi kesehatan
mandiri pun belum jelas dan tegas. Singapura memiliki regulasi telekonsultasi yang tercantum
dalam regulatory sandbox. Regulatory sandbox dapat menjembatani layanan konsultasi
kesehatan online yang diselenggarakan oleh startup telekonsultasi melalui Licensing
Experimentation and Adaptation Programme (LEAP). Startup telekonsultasi di Singapura diatur
langsung oleh Kementerian Kesehatan melalui regulatory sandbox, dimana baik dalam
pelaksana telekonsultasi (dokter), layanan telemedisin hingga rencana pemberian pelayanan
wajib terdaftar dan sesuai dengan Singapore Medical Council (SMC), SMC Ethical Code and
Ethical Guidelines, dan the National Telemedicine Guidelines (NTG).
D. Simpulan
Dari pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa regulasi
mengenai telekonsultasi di Indonesia perlu disusun lebih detail, spesifik, dan jelas sehingga
masyarakat dapat memperoleh layanan konsultasi kesehatan yang aman dan dapat
dipertanggungjawabkan. Regulasi ini diharapkan mampu menyediakan layanan telekonsutasi
yang terjamin keamananannya bagi penggunanya. Keamanan ini meliputi adanya terjaminnya
perlindungan atas kerahasian data pasien, penyelenggaraan telekonsultasi yang terstandar dan
sesuai kode etik serta perlindungan dan pengawasan layanan telekonsultasi oleh lembaga yang
berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Artikel Prosiding:
Kian, Antonius Maria Laot. “Telemedisin Dan Selfie-Medis: Anatomi Tanggungjawab Hukum
Pidana Tenaga Kesehatan Dalam Tindak Pidana Cyber.” In Cyber Law Dalam Bidang
Pelayanan Kesehatan Dan Implikasinya Bagi Tenaga Kesehatan. Semarang, 2017.
9 Ministry of Health Singapore, “MOH Launches First Regulatory Sandbox to Support Development of
Telemedicine,” Ministry of Health Singapore, last modified 2018, https://www.moh.gov.sg/news-
highlights/details/moh-launches-first-regulatory-sandbox-to-support-development-of-telemedicine.
9
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
Jurnal:
Armfield, N., T. Donovan, M. Bensink, and A. Smith. “The Costs and Potential Savings of
Telemedisin for Acute Care Neonatal Consultation: Preliminary Findings.” Journal of
Telemedisin and Telecare 18, no. 8 (2012): 429–433.
Crossley, G. H., A. Boyls, H. VItense, Y. Chang, and R. H. Mead. “The CONNECT (Clinical
Evaluation of Remote Notification to Reduce Time to Clinical Decision) Trial: The Value of
Wireless Remote Monitoring with Automatic Clinician Alerts.” Journal of the American
College of Cardiology 57, no. 10 (2011): 1181–1189.
Kleinpell, R., and B. Avitall. “Telemanagement in Chronic Heart Failure: A Review.” Disease
Management & Health Outcomes 13, no. 1 (2005): 43–52.
Thaker, D., R. Monypenny, I. Olver, and S. Sabesan. “Cost Savings from a Telemedisin Model
of Care in Northern Queensland, Australia.” The Medical Journal of Australia 199, no. 6
(2013): 414–417.
Whittaker, F., and V. Wade. “The Costs and Benefits of Technology-Enabled Home-Based
Cardiac Rehabilitation Measured in a Randomized Controlled Trial.” Journal of
Telemedisin and Telecare 20, no. 7 (2014): 419–422.
Wootton, R., K. Bahaadingbeigy, and Haily D. “Estimating Travel Reduction Associated with the
Use of Telemedisin by Patients and Healthcare Professionals; Proposal for Quantitative
Synthesis in a Systematic Review.” BioMed Central Health Services Research 11 (2011):
185.
Peraturan Perundang-Undangan:
10
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11
Studi Komparasi Regulasi Telekonsultasi Antara Indonesia Dengan Singapura
Website:
Loh, Victor. “Amid Debate about Telemedicine, 4 More Providers Join MOH Regulatory
Initiative.” Today. Last modified 218AD. https://www.todayonline.com/singapore/amid-
debate-about-telemedicine-4-more-providers-join-moh-sandbox.
11
Jurnal Crepido, Volume 04, Nomor 01, Juli 2022, halaman 1-11