Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Sulaiman Ar Rasuli

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

SYEKH SULAIMAN AL-RASULI

TOKOH PENDIDIKAN ISLAM BERCORAK KULTURAL

Muhammad Kosim
(Kasi PAI Kanwil Kemenag Sumatera Barat. Email: kosimla@gmail.com)

Abstract
Shaykh Sulayman al-Rasuli (1871-1970 AD) was consistent scholar of Minangkabau to maintain i'tiqad
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah and the Shafi'i school. He was known as a master scholar of fiqh and became
head of the first Syar'iyah Court in Central Sumatra (based in Bukittinggi). He was also mentioned as
pioneer of Islamic Education. His pioneer can be seen from two things. First, as practitioner of education.
He taught and led the MTI Canduang. While teaching, he accepted and practiced the educational reform in
the form of: 1) the model learned from one book into many books to understand specific areas of knowledge;
2) change of Halaqah system at the mosque became a system of class in madrassas. Secondly, as a thinker of
Islamic Education. His thought can be found in some of his writings, related to human nature, the purpose of
education, materials, educators, learners, methods, and informal education. When constructed madrassah and
wrote down his thoughts, he always approached Minangkabau’s culture. Therefore he was worth mentioned
the cultural figure of Islamic education.
Key Words: Sheikh Sulaiman al-Rasuli, Islamic Education.

PENDAHULUAN dari halaqah menjadi klasikal, sementara ulama


kaum tua lainnya masih mempertahankan sistem
Syekh Sulaiman al-Rasuli (1871-1970 M),
pendidikan halaqah di surau, Syekh Sulaiman
dikenal juga dengan sebutan Inyiak Canduang,
justru merestui perubahan tersebut, atas dorongan
merupakan ulama terkemuka di Minangkabau
ulama senior yang juga sahabatnya, Syekh Abbas
yang tergolong pada kaum Tua. Ia berperan aktif
Qadhi Ladang Lawas tahun 1926 (Bahruddin
mempertahankan I’tiqad Ahl al-Sunnah wa al-
Rusli, 1978: 33). Dua tahun kemudian, yaitu
Jamā’ah dalam aspek akidah dan Mazhab Syafi’i
pada 1928, langkah Syekh Sulaiman al-Rasuli
dalam persoalan fikih/ibadah; suatu pemahaman
diikuti oleh ulama sepaham dengannya, seperti
yang dalam banyak hal bertentangan dengan
Syekh Abdul Wahid al-Shalihi Tabek Gadang di
kelompok kaum Muda. Ia dikenal sebagai
Payakumbuh, Syekh Muhammad Jamil Jaho di
tokoh moderat di kalangan kaum Tua tersebut.
Padang Panjang, Syekh Arifin di Batu Hampar
Meskipun di satu sisi ia dikenal konsisten
Payakumbuh, dan lain-lain (Chairusdi, 1999:
mempertahankan i’tiqad Ahlusunnah wa al-
50-51).
Jama’ah dan Mazhab Syafi’i, namun ia tidak serta
Nama besar Syekh Sulaiman al-Rasuli
merta menolak beberapa konsep pembaharuan
selama ini lebih dikenal sebagai ulama yang
yang diusung oleh kaum Muda.
ahli di bidang fikih (Bahruddin Rusli, 1972:
Salah satu pembaharuan yang ia terima
3). Ia pernah diangkat sebagai Qadhi yang
ialah perubahan sistem pendidikan. Ketika kaum
berwenang mengurusi masalah nikah, talak,
muda melakukan perubahan sistem pendidikan
dan ruju’ (NTR) sejak tahun 1917. Pada tahun
1947-1960, ia menjabat sebagai kepala pertama al-Khalidi (kakek proklamator Moh. Hatta), di
pada Mahkamah Syar’iyyah Provinsi Sumatera Batu Hampar, Payakumbuh; Syekh Abdussamad
Tengah di Bukittinggi (Edwar [ed.], 1981: 82-85). Tuanku Samiak Ilmiyah, suraunya di Biaro IV
Keahliannya di bidang fikih juga berpengaruh Angkat Agam, tahun 1309 H; Syekh Mohammad
terhadap MTI Canduang yang ia pimpin, hingga Ali Tuanku Kolok—kakek pihak ibu dari Prof.
kini dikenal masyarakat sebagai madrasah yang Mahmud Yunus—di Tanjung Sungayang Kab.
memiliki distingsi di bidang Fiqh. Tanah Datar; Syekh Abdussalam, di Lokok
Tulisan ini berupaya membuktikan bahwa Banuhampu; Syekh Muhammad Salim al-Khalidi
Syekh Sulaiman al-Rasuli juga patut disebut di Sungai Dareh Situjuh Payakumbuh; dan Syekh
sebagai tokoh Pendidikan Islam. Sebagai tokoh Abdullah di Halaban.
pendidikan Islam, ia termasuk praktisi sekaligus Tahun 1322 H, ia naik haji dan belajar selama
pemikir pendidikan Islam yang bercorak kultural. 3,5 tahun (1903-1907 M). Di antara gurunya: 1)
Kajian ini disajikan berdasarkan pada disertasi Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawy, 2) Syekh
penulis pada Program Pascasarjana IAIN Imam Mukhtar ‘Atharad as-Shufy, 3) Syekh Usman
Bonjol Padang dengan judul: Gagasan Syekh al-Sirwaqy, 4) Syekh Muhammad Sa’id Mufty
Sulaiman al-Rasuli tentang Pendidikan Islam dan al-Syafe’i, 5) Syekh Nawawi Banten, 6) Syekh Ali
Penerapannya pada Madrasah Tarbiyah Islamiyah Kutan al-Kelantani, 7) Syekh Ahmad Muhammad
di Provinsi Sumatera Barat”. Zain al-Fathani, 8) Said Ahmad Syatha al-Maky,
9) Said Umar Bajaned, dan 10) Said Babasil
BIOGRAFI RINGKAS SYEKH SULAIMAN Yaman (Yusran Ilyas, 195: 5).
ARRASULI Sekembalinya ke tanah air, ia berkiprah
Nama lengkapnya adalah Muhammad di bidang pendidikan, tabligh dan politik.
Sulaiman bin Muhammad Rasul, panggilannya Dialah tokoh utama dalam pendirian Madrasah
Sulaiman. Adapun nama “al-Rasuli” merupakan Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang yang
“penisbahan” kepada ayahnya yang bernama Angku kemudian menjadi sentral bagi MTI lain. Ia
Mudo Muhammad Rasul, seorang ulama yang tidak saja berdakwah di sekitar Canduang dan
disegani di kampungnya dan mengajar di Surau Baso, tetapi juga membina masyarakat di Pandai
Tangah Canduang. Sedangkan ibunya bernama Sikat Padang Panjang yang nyaris terjerumus
Siti Buliah, seorang perempuan yang taat beragama kepada kemusyrikan dengan berkembangnya
dan bersuku Caniago. Kakeknya (ayah dari ilmu “keras” yang berbau mistik. Pada tahun
ayahnya) juga seorang ulama yang berpengaruh di 1341 H, ia pergi berkhalwat ke Batu Hampar
kampungnya, yaitu Tuanku Nan Pahit. melalui tarekat Naqsyabandiyah dan setelah itu
Ia lahir pada petang Ahad malam Senin ia tampil mempertahankan ajaran tarekat tersebut
tanggal 10 Desember 1871 M bertepatan bulan (Muhammad Rusli Kapau, 1938: 56).
Muharram 1297 H di Surau Pakan Kamis, Meskipun gurunya, Syekh Ahmad Khatib al-
Nagari Canduang Koto Laweh, Agam. Di antara Minangkabawi termasuk ulama yang menggugat
gurunya adalah: Syekh Muhammad Arsyad praktik tarekat, tetapi sepulang dari Mekah Syekh
(1899–1924 M), anak dari Syekh Abdurrahman Sulaiman al-Rasuli pergi berkhalwat ke Batu
Hampar di bawah bimbingan guruya terdahulu,

24 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
Syekh Muhammad Arsyad. M. Sanusi Latief direktur bidang Pendidikan Persatuan Madrasah
(1988:326) menyebutkan bahwa Syekh Sulaiman Tarbiyah Islamiyah (PMTI) yang terbentuk
al-Rasuli memperoleh ijazah dari Syekh Arsyad pada tanggal 5 Mei 1928 M/15 Zulkaedah
dan menjadi guru tarekat dan memimpin suluk 1346 H. Tahun 1932 M ia menolak ordonansi
di Canduang. Namun, menurut Martin van sekolah liar yang diberlakukan oleh pemerintah
Bruinessen (1992: 130-131), Syekh Sulaiman kolonial Belanda. Tahun 1937, ia turut menolak
adalah seorang Naqsyabandi yang merupakan ordonansi kawin bercatat. Ia pernah dikunjungi
khalifah dari Syekh Yahya al-Khalidi, yang oleh utusan Belanda, yaitu penasehat pemerintah
diangkat oleh Sa’ad Mungka; sama halnya dengan Hindia Belanda tentang urusan Keislaman atau
Syekh Abbas Qadhi dari Ladang Lawas, juga seorang orientalis ahli di bidang agama dan adat
memperoleh khalifah dari Syekh yang sama. Minangkabau, bernama CH. O.vd Plas, Adviseur
Terlepas dari perbedaan tersebut, yang Voor Muhammadanse Zaken. Begitu juga tokoh
jelas ia adalah seorang ulama pengamal tarekat nasional, Ir. Soekarno sebelum menjadi presiden
Naqsyabandiyah. Bahkan kedudukannya sebagai RI, berkunjung ke rumah Syekh Sulaiman.
khalifah yang memimpin persulukan di Canduang Tahun 1939, bersama ulama lain ia membentuk
juga dibenarkan oleh Buya Amran A. Shamad. Kepanduan al-Anshar, tahun 1942 ia turut
Menurutnya, orang tuanya sendiri, Abdushshamad, menentang Politik Bumi Hangus Kolonial (Yusran
selalu ikut suluk di Canduang yang dipimpin Ilyas, 1955: 8). Pada masa penjajahan Jepang,
oleh Syekh Sulaiman al-Rasuli. Bahkan, Buya Ia menjadi Ketua Umum Majelis Islam Tinggi
Amran A. Shamad (Wawancara, 25 Desember Minangkabau (MITM). Ia turut pula mewakili
2011) mengatakan bahwa di usia remajanya, ia MITM menghadiri Rapat Besar Ulama Islam
sering mengantarkan makanan kepada ayahnya Sumatera–Malaya di Singapura (Syonanto).
tatkala mengikuti suluk tersebut. Begitu juga Masa Pascakemerdekaan, Perti menjadi
pengakuan putri Inyiak Canduang, Umi Jamilah partai politik Islam, tanggal 22 Nopember 1945,
(Wawancara, 28 Juni 2012). Menurutnya, Inyiak ia ditetapkan sebagai Penasehat Tertinggi. Tahun
Canduang adalah mursyid karena pernah memimpin 1947 berdirilah Mahkamah Syar’iyah di Sumatera
persulukan di Masjid Gadang Lubuk Aur yang Tengah dan ia termasuk penggagasnya di daerah ini
letaknya tidak begitu jauh dari MTI Canduang. lalu diangkat menjadi Kepala oleh Menteri Agama
Syekh Sulaiman juga aktif dalam kegiatan RI, tanggal 17 Juni 1947 dan berakhir tahun 1960
kemasyarakatan. Pada masa Belanda, ia M. Tahun 1948, ia diangkat sebagai penasehat
mengemban sejumlah jabatan, di antaranya: Gubernur Militer Sumatera Tengah. Tahun
sebagai Qadhi di nagari Canduang dalam Sidang 1956, ia menghadiri Muktamar Ulama Seluruh
Sabuah Balai tahun 1917-1944; Ketua Umum Indonesia (MUSI) di Palembang dan ia dipercaya
Syarikat Islam (SI) untuk daerah Canduang – Baso sebagai ketua salah satu komisi yang membahas
tahun 1918 M. Bersama Syekh H. Abbas al-Qadhi upaya untuk menentang komunis. Ia juga menjadi
Ladang Lawas dan Syekh H. Muhammad Jamil anggota Konstituante berdasarkan hasil Pemilu
Jaho serta ulama yang sepaham, ia mendirikan pertama tahun 1955, pada sidang pertama dibuka
organisasi “Vereeniging Ittihadul Oelama Sumatera” 10 Nopember 1956 di Kota Bandung dan ia terpilih
(VIOS) tahun 1921 M; pendiri utama dan menjadi ketua sidang pertama konstituante tersebut.

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 25


Dalam memimpin sidang, ia mengenakan sarung Maulana Sjeich Soeleiman Ar Rasoeli. 3) Mari Bersatu
dan sorban, pakaian yang biasa dipakainya (Hasril dengan Adat dan Syarak. Berupa naskah maklumat:
Chaniago, 2010:475). Sari Pati Sumpah Satie Bukit Marapalam.
Ia juga ahli dan menulis beberapa buku Tepat pada hari Sabtu, tanggal 28 Rabi’ul
tentang adat Minangkabau. Tahun 1927, ia Akhir 1390 H/1 Agustus 1970, Syekh Sulaiman
diundang untuk menjadi narasumber tentang al-Rasuli wafat dalam usia 99 tahun. Tidak kurang
keterkaitan Islam dengan adat Minangkabau di dari enam ribu pelayat yang mengantarkan
daerah raja-raja Gunung Sahilan (Zelf Besturder jenazahnya ke pemakaman di halaman madrasah
van Kampar Kiri), Teluk Kuantan dan Pulau induk yang asli dari MTI Canduang, termasuk
Gadang. Tahun 1954 dilaksanakan “Kongres Segi yang hadir Gubernur Sumatera Barat, Harun
Tiga” berdasarkan inisiatifnya dan ia ditetapkan Zein. Pada saat itu, Gubernur memerintahkan
sebagai ketua umum (Bahruddin Rusli, 1978: 69). agar pemerintah dan rakyat mengibarkan bendera
Gusti Asnan (2003: 308) menyebutkan: “pada setengah tiang sebagai tanda belasungkawa. Di
tahun 1950-an, Syekh Sulaiman al-Rasuli sangat hari itu, sedang berlangsung seminar sejarah Islam
bersemangat menyebarluaskan gagasan tentang di Minangkabau yang dihadiri oleh sejumlah
keterpaduan adat dan Syarak. Ungkapan Adat cendikiawan, termasuk Buya Hamka. Mendengar
Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah yang Syekh Sulaiman ar-Rasuli wafat, Buya Hamka
dewasa ini populer merupakan hasil “sosialisasi” langsung menuju Canduang dan shalat jenazah di
dari ulama besar ini dalam berbagai kesempatan atas pusara. Dalam pidatonya Hamka menyebut
sepanjang dasawarsa 1950-an.” bahwa “Syekh Sulaiman al-Rasuli seperti pohon
Syekh Sulaiman juga dikenal sebagai ulama pisang, sekali dipancung, ia tidak akan mati tetapi
yang produktif menulis. Di antara karya tulisnya akan tumbuh pohon pisang yang baru ditambah
adalah: 1) Pedoman Hidoep di Alam Minangkabau dengan pisang-pisang yang lain di sekelilingnya.”
(Nasihat Siti Boediman) Menoeroet Garisan Adat Ungkapan ini menggambarkan bahwa perjuangan
dan Sjara’. 2) Jawāhir al-Kalāmiyah fi al-i’tiqād ahl dan ajaran Syekh Sulaiman al-Rasuli tidak
al-Sunnah. 3) Risālah al-Qaul al-Bayān fī Tafsīr al- akan pernah mati, tetapi akan dilanjutkan oleh
Qur'ān. 4) Enam Risalah (Isra’ Mi’raj, Nabi SAW, ribuan murid-muridnya (Maruzi Kari Batuah,
Cerita Mu’adz r.a. dan wafatnya Nabi SAW, serta al- Wawancara, 8 Juli 2013).
Qaul al-Kāsyf fī al-Rad ‘Ala min I’tiradh ‘Ala Akābir Banyak pelajaran yang dapat diambil dari
al-Mu'allaf, Ibthal Hazhzhi Ahl al-‘Ashībah fī Tahrīm perjuangan dan kehidupan Syekh Sulaiman.
Qirā'at al-Qur'ān bi al-‘Ajmiyah dan Izalat al-Dhalāl Salah satu pesannya dipahat di batu nisannya:
fī Tahrīm al-Īdza' wa al-Sū'āl). 5) Tablīgh al-Amānāt. “Teroeskan membina tarbijah islamijah ini sesoeai
6) Pertalian Adat dan Syarak yang Terpakai di Alam dengan peladjaran jang koe berikan”.
Minangkabau Lareh nan Duo Luhak nan Tigo. 7)
Tsamarat al-Ihsān fī Walādat Sayyid al-Insān. 8) SYEKH SULAIMAN AL-RASULI SEBAGAI
al-Aqwāl al-Mardhīyah, 9) Kitab Pedoman Puasa. PRAKTISI PENDIDIKAN
10) Asal Pangkat Penghulu dan Pendiriannya; Sejak remaja, Sulaiman telah dipercaya
11) Dawa' al-Qulūb. Berupa artikel: 1) Keadaan oleh gurunya, Syekh Abdullah, sebagai guru tuo
Minangkabau Dahulu dan Sekarang. 2) Nasihat

26 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
di Surau Halaban sekitar tahun 1890. Istilah Kedua, pembaharuan sistem pembelajaran
“guru tuo” digunakan untuk murid senior yang dari surau menjadi madrasah. Perubahan sistem
dipercaya oleh Syekh atau gurunya sebagai pembelajaran dari surau menjadi madrasah
tutor atau pengajar bagi murid lainnya untuk sesungguhnya telah dimulai oleh kaum Muda,
memahami kitab-kitab yang dipelajari di surau tepatnya Surau Jembatan Besi menjadi Madrasah
tersebut. Sebagai guru tuo, ia pun disenangi oleh Thawalib di Padangpanjang pada tahun 1918.
murid-murid lain karena kemampuannya dalam Namun perubahan itu belum diikuti oleh
menguasai ilmu dan mengajarkannya. Tahun ulama-ulama kaum Tua yang menjadikan surau
1903 M, ia pergi ke Mekah untuk menuntut ilmu. sebagai lembaga pendidikan Islam. Meskipun
Pada tahun 1907 M, atas permintaan ibunya yang begitu, dikenal tokoh kaum Tua yang paling
telah lanjut usia, Sulaiman al-Rasuli pun kembali menginginkan terjadinya perubahan sistem
ke kampung halamannya. Sekembalinya dari pendidikan Surau menjadi Madrasah, yaitu
Makah, masyarakat membangun surau sebagai Syekh Abbas, Qadhi Ladang Lawas. Ia sendiri
tempat Sulaiman al-Rasuli mengajarkan ilmu- telah mendirikan Arabiyah School di Ladang
ilmu yang telah ia pelajari selama ini. Surau itu Lawas, Bukittinggi tahun 1918 dan enam tahun
dikenal dengan nama “Surau Baru”. Surau ini berikutnya ia dirikan pula Islamiyah School di Aur
semakin mengukuhkan dirinya sebagai praktisi Tajungkang, Bukittinggi. Namun madrasah ini
pendidikan; berperan aktif dalam mendidik hanya tingkat Ibtidaiyyah (Alaiddin Koto, 1996:
murid-muridnya yang datang untuk menuntut 23). Selain Syekh Abbas, sistem madrasah juga
ilmu darinya, sejak tahun 1908 M/1327 H. pernah dilakukan oleh murid Inyiak Candung
Selama menjadi pendidik, ada dua sendiri, Darwis el-Majidi (wafat di Mekkah), di
pembaharuan penting yang ia terima dan turut ia Tabek Lumpu, Baso dengan nama Tarbiyah School
lakukan. Pertama, dari segi metode pembelajaran. sejak tahun 1918 (Mas’ud Abidin, 2005: 247).
Sebelumnya, pembelajaran di surau cenderung Syekh Sulaiman al-Rasuli sendiri, awalnya
menggunakan satu kitab saja untuk mendalami mengkritisi perubahan sistem pendidikan menjadi
satu bidang ilmu. Misalnya, dalam mempelajari klasikal tersebut. Demang Dt. Batuah merupakan
ilmu fikih hanya mempelajari kitab Minhāj al- salah seorang tokoh berpengaruh dan ahli adat,
Thālibīn; ilmu tafsir dengan membaca kitab tafsir sangat menginginkan Inyiak Canduang turut
Jalālain, ilmu Nahwu dengan belajar kitab Matn melakukan perubahan. Namun, Syekh Sulaiman
al-Ajrumiyah, dan sebagainya. Namun Syekh al-Rasuli memberi alasan tentang beberapa
Sulaiman al-Rasuli menggunakan beberapa kitab kelemahan sistem klasikal tersebut, di antaranya:
untuk mempelajari satu ilmu. Pembaharuan ini 1) yang berjumpa dengan kiyai hanya para santri
tentu tidak terlepas dari pengaruh cara belajar kelas tinggi atau senior, padahal berkah dari
yang ia alami di Mekah sebelumnya (Bahruddin nasihat dan petuah kiyai sangat penting untuk
Rusli, 1978: 14). Mahmud Yunus (993: 57-58) menaklukkan jiwa para santri dari berbagai
menyebut bahwa pembaharuan cara belajar seperti tingkatan umur dan ilmu; 2) sistem bayaran
ini terjadi sekitar tahun 1900-1908 yang ia sebut uang sekolah yang ditentukan besarnya seperti
sebagai “masa perubahan surau,” (1993: 57-58). dalam sistem klasikal cenderung menghilangkan
keikhlasan para guru yang selama ini mengajar

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 27


karena Allah semata; dan 3) sistem klasikal kelas 6 B yang tidak tamat di kelas 6 A (Mas’ud
menimbulkan pemahaman kepada para santri Abidin, dkk, 2005: 247).
bahwa setelah tamat dari jenjang pendidikan Awalnya gedung Madrasah Tarbiyah
yang lebih tinggi mereka sudah dibolehkan untuk Islamiyah berasal dari sumbangan sukarela
berhenti belajar (Bahruddin Rusli, 1978: 33). masyarakat. Karena kurang berhasil, maka
Namun perubahan itu juga diinginkan oleh Inyiak Candung bermufakat dengan Demang
Syekh Abbas dan beberapa murid Syekh Sulaiman. Dt. Batuah yang mengusulkan agar mendirikan
Pada tahun 1926 Syekh Abbas mengirimkan surat gedung Madrasah Tarbiyah Islamiyah melalui
kepada Syekh Sulaiman yang isinya menyarankan prosedur adat, yaitu dengan cara mengadakan
agar mengubah sistem pengajarannya menjadi rapat ninik mamak 3 kelarasan (Baso, Candung,
madrasah. Surat itu diterima oleh Inyiak Candung dan IV Angkek) serta kepala-kepala Nagari di 3
melalui murid seniornya, sekitar pukul 10 pagi kelarasan tersebut bertempat di sebuah rumah
sebelum pelajaran dimulai. Setelah membaca gadang dekat masjid Baso dan dihadiri sekitar 40-
dan memahami surat tersebut, Inyiak Candung 50 ninik mamak, cerdik pandai, ditambah Kepala
pun memberitahukan dan meminta tanggapan Nagari membangun Madrasah Tarbiyah Islamiyah
murid-muridnya tentang saran itu. Apakah secara adat, biayanya dipikulkan kepada seluruh
karena saran tersebut berasal dari ulama yang masyarakat (Mas’ud Abidin, dkk, 2005: 247-248).
disegani, atau karena pertimbangan kebutuhan Atas anjuran Demang Dt. Batuah, Pakan
umat sekaligus pembaharuan ini juga telah Kamis Usang diserahkan pula kepada Syekh
dilakukan Kaum Muda, murid-murid Syekh Sulaiman al-Rasuli sebagai tempat mendirikan
Sulaiman al-Rasuli menyambutnya dengan madrasah. Kesepakatan tersebut ditandatangani
positif, bahkan dengan antusias meminta Syekh oleh seluruh Ninik Mamak dan anggota Kerapatan
agar segera merealisasikannya di waktu yang Nagari. Dalam waktu sekitar 59 hari, gedung
tidak terlalu lama. Malam harinya, ide itu MTI Candung semi permanen siap dibangun
kemudian diperbincangkan di rumah sang dengan berlantai semen, atap seng, dinding tadir
guru, sebagaimana yang telah disepakati di siang berlapis pasir dan berkapur putih, terdiri dari 8
harinya. Maka diperoleh kesepakatan bersama lokal. Dengan berdirinya gedung MTI ini, maka
untuk mengubah sistem pengajaran tersebut. institusi ini kemudian menjadi induk madrasah-
Awalnya, diusulkan nama Tarbiyah al-Thullab madrasah Tarbiyah Islamiyah seluruh Indonesia.
untuk nama madrasah yang baru tersebut. Keterlibatan penghulu adat, ninik mamak
Nama tersebut dinilai seakan-akan meniru dan anggota kerapatan nagari dalam membangun
nama Sumatera Thawalib, maka istilah itu diganti gedung MTI Canduang tidak terlepas dari
menjadi Tarbiyah Islamiyah. Sejak itu, Surau Baru pendekatan kultural yang dilakukan Syekh
Candung pun berubah dari sistem pendidikan Sulaiman al-Rasuli. Karena keahliannya tentang
surau dengan berhalaqah menjadi sistem klasikal adat, ia dekat dan bersahabat dengan kaum
yang dilengkapi dengan sarana pendidikan adat yang berpengaruh kuat di tengah-tengah
modern, seperti meja, kursi, papan tulis, dan masyarakat, termasuk Demang Dt. Batuah. Sosok
sebagainya. Lama belajar 7 tahun. Kelas 7 pada Syekh Sulaiman sebagai ulama sekaligus menguasai
dasarnya merupakan kelas khusus bagi murid adat Minangkabau semakin mengokohkan

28 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
kedudukannya di mata masyarakat sebagai tokoh pula dengan singkatan PERTI sejak tahun 1937
dan guru yang dihormati dan disegani. (Muhammad Kosim, 2013: 51), yang tidak
Sambil menyempurnakan kelengkapan saja mengurus pendidikan, tetapi juga masalah
madrasahnya, Syekh Sulaiman al-Rasuli mengajak dakwah dan sosial. Peran organisasi ini pun turut
ulama-ulama lain yang sepaham dengannya untuk mendukung lahir dan berkembangnya MTI-MTI
mengubah pula surau-surau mereka menjadi di daerah lain.
madrasah, seperti yang telah dimulainya. Maka Dengan demikian, jika perubahan itu belum
pada tanggal 15 Zulkaedah 1346 H/5 Mei juga dimulai oleh Syekh Sulaiman di tahun 1926,
1928, ia berinisiatif mengumpulkan para ulama mungkin lembaga pendidikan Islam di kalangan
Syafi’iyyah dan beri’tiqad Ahl al-Sunnah wa kaum Tua masih tetap bertahan dalam bentuk
al-Jamā’ah Minangkabau, sekaligus peresmian surau. Dan generasi hari ini tidak akan melihat
gedung madrasah yang telah dibangun masyarakat perkembangan MTI di berbagai daerah seperti
Pekan Kamis-Canduang (Sanusi Latief, 1988: saat ini yang keberadaannya dalam mendidik dan
251). Maka sejumlah tokoh dari kalangan ulama melahirkan ulama tidak diragukan lagi.
kaum tua pun turut hadir. Inyiak Canduang Hingga di usia senja, ia tetap menjalankan
menyampaikan kepada tamu undangan tentang perannya sebagai pendidik. Tahun 1960, ia
pentingnya mempertahankan I’tiqad Ahl Sunnah pensiun dari tugasnya sebagai Kepala Mahkamah
wa al-Jamā’ah dan mazhab Syafi’i, terlebih Syar’iyyah Sumatera Tengah yang ia jabat sejak
lagi dengan munculnya gerakan Kaum Muda 1947, sebab usianya telah tua, yaitu 89 tahun.
yang berlainan paham tersebut. Maka para Meskipun fisiknya tidak lagi kuat, namun ia tetap
ulama Kaum Tua tersebut menyatukan visi dan mengajar di kelas VII sekali seminggu satu hingga
melahirkan gagasan bersama mengubah sistem dua mata pelajaran setiap hari Jumat sekitar
surau menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah. pukul 9. Di ruang kelas VII ini merupakan kelas
Sanusi Latief (1988: 252) menyebutkan, istimewa yang terdiri dari santri kelas VII sendiri,
pada pertemuan tersebut lahirlah MTI Canduang, guru-guru dan umum dengan mengajarkan kitab
MTI Jaho, MTI Tabek Gadang, dan MTI Batu Mahalli dan Ihya’ Ulūm al-Dīn. Setelah itu, ia
Hampar. Untuk mengembangkan madrasah ini, juga mengajar di majelis taklim yang bertempat
dibentuk organisasi “Persatuan Madrasah Tarbiyah di salah satu ruangan sekolah berbentuk aula.
Islamiyah,” disingkat PMTI, yang bertanggung Majelis taklim tersebut telah terbentuk sejak
jawab untuk membina, memperjuangkan, dan tahun 1918 M. Namun ia hanya sedikit memberi
mengembangkan MTI yang ada. Dalam PMTI, kaji karena faktor fisiknya yang lemah. Terkadang
Inyiak Canduang diamanahkan sebagai “Direktur ia tetap hadir namun hanya diam mendengarkan
Pendidikan” (Alaiddin Koto, 2012:32-33). Pada temannya yang mengajar di majelis taklim
tanggal 20 Mei 1930 PMTI diubah menjadi tersebut. Setelah itu kegiatan tersebut ditutup
“Persatuan Tarbiyah Islamiyah”, disingkat PTI. dengan tahlil dan doa, lalu ia melaksanakan shalat
Pada tanggal 9-14 Mei 1932, PTI diubah lagi Jumat di Masjid Tarbiyah Islamiyah yang berada
menjadi “Persatuan Pendidikan Islam Indonesia” di seberang jalan dari Madrasah tersebut.
(PPII) (Sjarkawi Machudum, 2011:19). Kemudian Begitu pula pada bulan puasa, ia tetap
nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah lebih dikenal menjalankan perannya sebagai pendidik. Sejak

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 29


pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore, ia beri’tikaf Wawancara, 9 Juli 2013). Sementara bagi
di masjid tersebut. Sedangkan santri kelas santri yang berkeinginan menguasai ilmu adat
VII dipindahkan belajarnya di Masjid dan dibolehkan pula belajar dengan berkunjung ke
waktunya setelah shalat Zhuhur. Pada malam gaduang (rumah) Syekh Sulaiman, tetapi hanya
hari, ia mendatangkan seorang imam untuk sedikit santri yang belajar (Syamsul Bahri Khatib,
shalat tarawih berjamaah di rumahnya, sebab Wawancara, 1 April 2013).
dokter menyarankannya agar tidak keluar rumah
di malam hari demi menjaga kesehatannya SYEKH SULAIMAN AL-RASULI SEBAGAI
(Bahruddin Rusli, 1978: 90). Meskipun usianya PEMIKIR PENDIDIKAN ISLAM
senja, fisiknya lemah, namun selagi masih ada Sebagai tokoh pendidikan Islam, Syekh
kesanggupan, ia tetap mendidik santri-santrinya Sulaiman al-Rasuli juga memiliki pemikiran
serta masyarakat sekitar yang tergabung dalam yang khas tentang pendidikan Islam. Pemikiran
majelis taklim yang dibinanya untuk memahami itu dapat diteliti dari beberapa karya tulisnya,
ilmu-ilmu agama Islam. Bahkan di awal tahun meskipun tidak ditemukan suatu kitab yang
1970—tahun di mana ia wafat—salah seorang khusus mengkaji pendidikan. Tetapi kitabnya yang
muridnya, Yusril (Wawancara, 9 Juli 2013) berjudul “Pedoman Hidup di Alam Minangkabau;
mengaku masih melihat Syekh Sulaiman al-Rasuli Sesuai Garisan Adat dan Syarak” atau disebut juga
menjadi khatib shalat Jumat di Masjid Baso. “Kisah Muhammad Arif,” dikenal sebagai kitab
Meskipun Syekh Sulaiman disebut memiliki tasawuf, tetapi di dalamnya ditemukan sejumlah
keahlian di bidang adat dan berpengaruh pada pokok bahasan tentang pendidikan Islam. Kitab
masyarakat sekitar, terutama keterlibatan mereka ini ditulis berbahasa Minang dengan aksara
membangun MTI Canduang, akan tetapi Arab Melayu serta memuat kisah Siti Budiman
pengetahuan tentang adat Minangkabau tidak bersama kedua anaknya: Muhammad Arif dan Siti
diajarkannya secara khusus di MTI sebagai Arifah. Di kitab ini dikisahkan bagaimana ibunya
bagian dari kurikulumnya. Hal ini dilakukan mendidik Muhammad Arif sejak kecil, menjadi
karena MTI sebagai lembaga pendidikan Islam murid hingga akhirnya menjadi guru. Menariknya,
lebih ditekankan pada kajian tafaqquh fi al-din. kisah ini disajikan dengan kultur Minangkabau.
Sementara belajar adat dapat dilakukan oleh setiap Di samping itu, kajian pendidikan—
santri kepada ninik mamak atau penghulu adatnya meskipun bukan tema pokok—juga ditemukan
masing-masing, apalagi para santri umumnya dalam kitab Tabligh Amanah, Risālah al-Qaul
memang berasal dari Minangkabau. Berbeda al-Bayān fi Tafsīr al-Qur'ān, dan Kitab Enam
halnya dengan ilmu agama, tidak semua orang tua Risalah, dan Tsamarat al-Ihsān fī Walādat Sayyid
atau ninik mamak yang dapat mengajarkannya. al-Insān. Berikut ini akan dikemukakan beberapa
Walaupun adat Minangkabau tidak diajarkan pokok pikiran Syekh Sulaiman al-Rasuli tentang
secara khusus di MTI Canduang, tetapi saat Pendidikan Islam:
mengajar dan berpidato di hadapan santrinya,
Hakikat Manusia
Syekh Sulaiman selalu menyampaikan petuah
atau pepatah adat Minangkabau (Maruzi Kari Hakikat manusia, dalam pandangan Syekh
Batuan, Wawancara, 8 Juli 2013 dan Amilizar, Sulaiman, dapat dirumuskan pada empat bagian.

30 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
Pertama, manusia sebagai makhluk jasmani dan Ketiga, manusia sebagai makhluk individu
rohani. Ketika mengkaji manusia, ia menyebut dan sosial. Ia mengklasifikasikan tipe manusia
manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani, dalam lingkungan masyarakatnya, seperti yang ia
tetapi dimensi rohani lebih mempengaruhi tulis dalam kitabnya “Pedoman Hidoep di Alam
kepribadian seseorang. Menurutnya, asal mula Minangkabau” khususnya pada satu sub bahasan
sekalian makhluk adalah Nur Muhammad. Nur dengan judul “pembagian manusia”. Secara garis
itu berpindah-pindah dari nabi hingga kepada besar, manusia itu dikelompokkannya kepada
orang-orang yang beriman; orang-orang yang lima kategori, yaitu penghulu (pemimpin), ulama,
memiliki kesucian rohani (Syekh Suliaman al- urang mudo (pemuda), padusi (perempuan),
Rasuli, selanjutnya disebut SSR, 1923:5). Ia juga dan urang tuo (orang tua). Setiap komponen
menegaskan, ada dua penyakit manusia, yaitu masyarakat itu ada yang ideal, ada pula yang tidak.
bodoh (jāhil) dan lalai (ghāfil). Obat bodoh Pemuda, misalnya, yang ideal disebutnya pemuda
adalah ilmu, obat lalai adalah zikir. Ia juga pesurau, yaitu pemuda shaleh yang memakmurkan
mengkritik orang-orang yang berzikir tanpa ilmu surau. Tetapi ada pemuda yang buruk, yaitu
lalu menjadikannya sebagai alat untuk mencari pemuda palapau (suka duduk di kedai dan
keuntungan duniawi (SSR, 1929:129-130). kurang tanggung jawab pada keluarga), pemuda
Kedua, manusia sebagai hamba (‘abd) Allah parinsau (suka mengeluh dan menyia-nyiakan
dan khalīfah-Nya di muka bumi. Ia menulis: waktu), pemuda pengusu (suka membuat onar),
“Bermula makna beribadah ialah berhina diri sampai dan pemuda lingkisau (berpenyakit hati) (SSR,
kepada kesudah-sudahan hina serta membesarkan 1930:59-65). Pengelompokan manusia seperti
akan orang yang disembah yang sampai kepada ini membuktikan bahwa ia juga memahami
kesudah-sudahan membesarkan” (SSR, 1929: karakter manusia yang berbeda antara satu dengan
6). Baginya, khalīfah yang paling ideal hanya ada lainnya. Setiap manusia harus berupaya untuk
pada diri Nabi Muhammad s.a.w., karena terdapat memposisikan dirinya sesuai dengan peran dan
kemampuan untuk memimpin/mengatur dan kapasitasnya masing-masing.
kemampuan mendidik umatnya untuk senantiasa Tujuan Pendidikan
mampu menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
Ada empat tujuan pendidikan dalam
Jika tidak ditemukan lagi seorang pemimpin yang
pandangan Syekh Sulaiman al-Rasuli. Pertama,
memiliki sifat-sifat sebagaimana layaknya khalīfah
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
yang ideal tersebut, maka penguasa harus bertanya
Orang yang bahagia dunia akhirat dijelaskannya
dan bekerjasama dengan ulama (SSR, 1927:2).
sebagai “orang yang iman lagi shaleh lagi
Dalam bahasa kiasan, ia menulis: “Kedua orang itu
membayarkan segala hak Allah Ta’ala dan hak
umpama orang yang melayarkan kapal. Seorang jaga
segala makhluk lagi mengikut dari syari’at pada
haluan dan seorang jaga kemudi, kalau keduanya
zahir dan batin lagi berpaling dari pada perhiasan
ada sepakat alamat pelayaran akan sampai dan si
dunia yang lata ini” (SSR, 1927:62). Kedua,
penumpang akan selamat, dan kalau keduanya
menjadi hamba Allah. Menuntut ilmu lewat
bersalahan tanda pelayaran tidak akan sampai
proses pendidikan pada hakikatnya dilakukan
dan si penumpang akan dapat kecelakaan” (SSR,
agar manusia itu mampu beribadah kepada-Nya
1927:4-5).

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 31


secara benar. Setiap aktivitas yang tidak didasari Materi pendidikan yang lebih berorientasi
oleh ilmu yang benar, maka ia tidak termasuk pada ilmu-ilmu agama juga pernah ia ungkapkan
dalam kategori “amal dalam pandangan Syarak.” kepada murid-muridnya, “Jan padi disisiak jo
(SSR, 1929: 128). ilalang” (jangan padi disisip dengan ilalang) dan
Ketiga, memiliki akhlak mulia. Mendidik ungkapan lain, “Banyakkan buah dari pada daun”.
akhlak yang baik itu perlu pendidikan di lembaga Menurut Amilizar, nasehat ini mengisyaratkan
formal. Seseorang yang tidak sekolah atau tidak bahwa MTI yang ia dirikan untuk mendidik
berpendidikan cenderung terpengaruh dengan para santri agar memahami ilmu agama, jangan
lingkungannya. Tentang orang yang tidak sampai rusak konsentrasi santri belajar karenanya
berpendidikan, ia menggambarkannya sebagai banyaknya ilmu umum yang dipelajari.
berikut: duduk dalam kampung, atau duduk Meskipun demikian, ia tidak menolak
banagari, tidak ada sekolahnya, hanya nan banyak ilmu-ilmu dalam kategori umum, tetapi ia
tiru-tiruan, caliaklah kanak-kanak kini, dibiar sajo mengkritik orang-orang yang sibuk menuntut
salironyo, kadang kandaknyo nan diturut, nan tak ilmu dunia tetapi tidak mengetahui ilmu-ilmu
dimakan alur patut, lah babanak ka ampu kaki, agama. Menurutnya, perkembangan ilmu agama
batareh ka ujuang dahan, alamat dunia ka binaso, semakin lama semakin berkurang. Berbeda
dangalah pepatah Minangkabau, maso ketek taranja- halnya dengan ilmu umum yang semakin lama
ranja, lah gadang tabao-bao, sampai tuo tarubah tido semakin berkembang, apalagi adanya pergaulan
(SSR, 1930:10-11). Keempat, menjadi insan yang dengan budaya bangsa asing yang banyak hal
cerdas. Dengan belajar ke sekolah, maka seorang bertentangan dengan ajaran agama. Tetapi, sulit
anak akan mampu tulis-baca dan berhitung. melahirkan para mujtahid di bidang agama,
Dengan begitu ia bisa berbuat sesuatu dengan karena cahaya nubuwah semakin lama semakin
senang hati sehingga memperoleh keselamatan dan gelap (SSR, 1346 H/1927 M:57). Karena itu,
kebahagiaan yang sesungguhnya (SSR, 1930:12). kajian ilmu agama menjadi prioritas.
Materi Di antara materi pendidikan yang harus
dipelajari, dapat diklasifikasikan menjadi enam,
Syekh Sulaiman al-Rasuli memandang
yaitu: 1) Al-Qur'ān dan Hadis; harus didukung
bahwa materi pendidikan yang paling utama
oleh ilmu-ilmu lain, di antaranya: Ilmu bahasa
adalah ilmu-ilmu yang berorientasi pada tafaqquh
Arab yang memiliki dua belas cabang, Ilmu ushul,
fi al-din. Ilmu-ilmu tersebut dituntut hendaklah
Ilmu al-Qur'ān, Ilmu Hadis; dan Ilmu-ilmu alat
atas motivasi keimanan kepada Allah sehingga
dalam berijtihad; 2) Bahasa Arab sebagai ilmu
muncul sifat ikhlas karena Allah semata, bukan
alat; 3) Aqidah/Tauhid; 4) Fiqh; 5) Akhlak; dan
untuk duniawi (SSR, 1930: 26). Ia menulis:
6) Keterampilan (SSR, 1930:29-30).
Baikkan niat jo sangajo, menuntut karano Allah,
apo ilmu nan lah dapek barang pangajian nan lah Metode Pendidikan
matang taraso, dipakai diamalkan ka bekal pulang ka
akhirat. Jangan sangajo untuak dunia, tuah pangkat, Jika ditelaah karya-karya Syekh Sulaiman
uang jo pitih, sakali jangan itu anak. Sabagai anak al-Rasuli, dapat dirumuskan bahwa terdapat lima
kanduang, manuntut ado tartibnyo, paralu ain (fardh
ain) dahulukan, paralu kifayah (fardh kifayah) nan metode penting dalam pendidikan. Pertama,
kaduo, sudah itu sunat-sunat. metode keteladanan. Ia menyebutkan bahwa

32 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
seorang guru harus menjadi “suluah bendang di jatuh ke pasir, bagaikan sumpit diisi nasi, masuk
nagari, camin taruih dalam suku…(SSR, 1930:30), bisa tapi rasanya tak ada yang dapat.Kalau sudah
yang bermakna bahwa seorang guru harus masuk dia ke sekolah, sudah berpaham dan
seperti cermin. Peserta didik cenderung meniru berakal agak sedikit, sudah paham apa yang
perkataan dan perbuatan gurunya, atau guru dikatakan, di situlah baru ditunjuk diajari, Insya
menjadi sumber rujukan dalam berbuat. Kedua, Allah bisa melekat” (SSR, 1930:13). Ketiga,
metode kisah. Pentingnya metode kisah tampak prinsip kesesuaian dengan lingkungan di mana
dalam kitabnya “Pedoman Hidoep di Alam ilmu tersebut akan disampaikan. Ia menulis:
Minangkabau,” yang menjelaskan pola pendidikan "sungguah pun anak basekolah, salamo nyawo di
Siti Budiman yang menggunakan metode kisah kanduang badan, agamo jangan anak gadaikan,
untuk mendidik anaknya (SSR, 1930:20). adat jangan anak jual" (SSR, 1930:22). Oleh
Ketiga, metode pembiasaan. Pembiasaan sejak karenanya, menyesuaikan pendidikan dengan
usia dini relevan dengan pepatah Minangkabau kearifan lokal adalah sebuah kemestian. Keempat,
yang juga ia kutip: “maso ketek taranja-ranja, lah prinsip penyajian materi secara tertib, sesuai alur
gadang tabao-bao, sampai tuo tarubah tido” (SSR, dan patut. Ia menulis: “menuntut ilmu harus
1930:11). Keempat, metode nasehat. Kelima, tertib, dahulukan yang fardhu baru yang sunat-
metode bertahap (al-tadrīj). Pentingnya metode sunat” (SSR, 1930:26). Kelima, prinsip spesifikasi
ini, ia tulis dalam bentuk nasehat: Alah jadi itu keilmuan. Ia menulis: “mambali sabanyak pitih,
dahulu, untuk bamulo kaji sajo, otak anak belum bababan kiro katajujuang, mamakan kiro katalulua.
kuat, pikiran belum tatap bana, kok den tambah Jangan bak cando urang kini, sifat rambang
bana banyak-banyak, ka lepas sajo keluar, elok dipakainyo, itu taragak iko katuju, makasuid sagalo
saketek-saketek asal tatap, apo gunonyo banyak pandai” (SSR, 1930:26). Nasehat ini mengandung
taserak” (SSR, 1930:20). makna bahwa ilmu yang dituntut itu harus
Selain dari lima metode di atas, dapat pula spesifik, jangan semua bidang keilmuan yang di
dirumuskan enam prinsip metode pendidikan luar kemampuan ingin dikuasai. Keenam, prinsip
Islam dalam pemikiran Syekh Sulaiman. Pertama, holistik dan terintegrasi dalam penyajian materi.
prinsip kesesuaian psikologi perkembangan Ia menulis:
jiwa anak. Ia menulis, “Hikmah dan gunanya Kalau mangaji di sekolah, kaji kitab sampai-sampai
merahasiakan sebahagian dari pada ilmu kepada dari awal lalu ka akhirnyo, dari pangka sampai ka
ujuang, makasuik matan habiskan bana, nan mutlak
setengah manusia ialah karena dada manusia itu ado qa’idnyo, nan umum ado khususnyo, letakkan ayat
belum patut menerima ilmu yang dirahasiakan di tampeknyo, begitu hadits kata nabi, kata ulama
dalam kitab, jangan ditukar maksudnya. Jangan
itu, seperti kanak-kanak yang belum mempunyai semacam muda kini, mangaji bakariak-kariak, kaji
gigi dan geraman, tidak boleh diberi makanan kutipan nan dipakai, diambil mana nan murah, atau
sekira nan katuju, di salin ka buku hijau, sangkut
keras” (SSR, 1954:10). Kedua, prinsip kesesuaian
pautnyo jo nan lain-lain, saketek tidak nan tantu,
dengan tingkat kecerdasan peserta didik. Ketika saseklah paham kasudahan, jadi manggaduah dalam
menasehati anak yang masih kecil, ia berpesan: kampuang, mangusuik urang di nagari, lah putuih
silaturrahmi, bacarai anak dengan bapak basibak
“Kalau ditunjuk-diajari, pemahaman dan daya mamak jo kamanakan guru jo murid jan disabuik
akalnya belum sempurna, rasanya tidak akan (SSR, 1930:30).
lekat apa yang disampaikan. Seperti air hujan

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 33


Hakikat dan Kode EƟk Pendidik diamalkan, urang banyak dapek faedah, badan
Syekh Sulaiman al-Rasuli memahami peran sendiri nan di bakar, sabab tidak ada mengamalkan.
guru sebagai ulama yang tidak saja bertugas untuk Ini adalah tipe guru yang pandai menyampaikan
mendidik peserta didiknya di surau atau sekolah, materi, tetapi tidak menjadi teladan. Ia hanya
tetapi berperan sebagai orang yang memiliki memainkan perannya sebagai orang yang
ilmu secara mendalam, sebagai pelindung dan memindahkan ilmu (transfer of knowladge),
pembimbing bagi masyarakat. Dalam hal ini, tetapi tidak mampu melakukan internalisasi nilai
istilah yang digunakannya adalah “jadi guru di (internalization of values).
nan banyak, suluah bendang di nagari, camin Ketiga, ulama nan pamacah; Fatwanyo banyak
taruih dalam suku, tampek batanyo di rakyat.” nan ganjia, kajinyo banyak nan baru, pamacah
(1930:30-31). urang sakampuang, pancarai anak jo bapak,
Peran guru sebagai ulama juga diakui oleh pamutuih silaturrahmi, panghasuang malawan
Abuddin Nata (2005:238-239). Menurutnya, guru, danga nagari lah kusuik, sabab marampas
dalam perannya sebagai ulama, seorang guru harus karajo urang, naik mimbar jadi khatib, tidak siapo
menguasai ilmu agama dan ilmu secara mendalam, nan manyuruah, sadang wak nyo balum khatibnyo,
mau mengajarkan ilmunya itu atas panggilan sampai manyusah pamarintah. Tipe ulama ini
agama; memiliki akhlak mulia dan menjadi teladan adalah guru yang bersifat provokatif, pembela
bagi masyarakat; mengembangkan ilmunya status quo, sulit menerima apalagi melakukan
secara terus menerus, melakukan peran sebagai inovasi/perubahan yang positif. Biasanya, guru
pelindung dan pembimbing masyarakat, sebagai seperti ini penentang inovasi pendidikan.
motivator dalam pembangunan, melakukan peran Keempat, ulama banyak lancah; Iyo ulama
sebagai tokoh masyarakat, pemimpin perang, nan pajalan, tiok pasar dijalangnyo, tiok pakan
hakim yang memutuskan perkara, penasehat, dituruiknyo, habis nagari ditampuahnyo, satu
tenaga medis, dan sebagainya. Peran-peran yang tidak nan diturik, hanyo samato lancah sajo, diam
dimainkan para ulama ini juga merupakan peran disitu anam bulan baranjak pulo ke sini, diam
yang harus dimainkan oleh seorang guru. di sini duo bulan, pindah pulo ka nan lain, lasak
Syekh Sulaiman al-Rasuli (1930: 60) badukuang tu namonyo, dari lutuik nak ka bahu,
membagi ulama menjadi tujuh klasifikasi. Pertama, dari bahu ka kapalo, itulah sifat ulama lancah.
ulama matahari, yaitu ulama yang menjadi suluah Tipe ulama ini menunjukkan tipe guru yang selalu
bendang di nagari, camin taruih dalam suku, kok meninggalkan tugas pokoknya di sekolah, suka
iduik bakeh batanyo, kok mati tampek bakawal, itu keluar tanpa alasan yang benar. Anehnya, jika ia
ulama sabananyo. Tipe ulama ini menunjukkan benar berkunjung ke tempat lain, kunjungannya
tipe guru yang ideal, yaitu profesional dalam tidak meninggalkan pesan positif bagi orang lain.
menjalankan tugasnya, mendidik, mencerdaskan, Tegasnya, keberadaannya tidak memberi manfaat
dan mencerahkan peserta didiknya serta menjadi bagi orang lain.
teladan dan penuh kasih sayang. Kelima, ulama bak kancah; Iyo ulama nan
Kedua, ulama sumbu lampu; ulama banyak lah bisu, tidak manyuruah babuek baik, tidak
bafatwa, tapi untuak urang sajo, sakali tidak managah babuek jahat, tak manyampaikan hukum
Tuhan, tumbuah barapek musyawarah, baliau tidak

34 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
mangecek-ngecek, hanyo bamanuang-manuang Ihyā’ Ulūm al-dīn, Imam al-Ghazali (1991:120-
sajo, kadang manggango bagai kancah. Tipe ulama 153) membagi tipe ulama menjadi dua, yaitu
ini menggambarkan tipe guru yang berpangku ulama al-sū’ dan ulama akhirat. Ulama al-sū’
tangan, tidak mau tahu tentang program sekolah. adalah ulama yang buruk di mana tujuan
Jika ada inovasi pendidikan yang diterapkan, ia mereka dari ilmu adalah menikmati dunia dan
tidak memberi respons; menolak atau menerima. dapat mencapai pangkat dan kedudukan bagi
Lebih celakanya, ia juga membiarkan perangai ahlinya. Adapun ulama akhirat adalah ulama
anak didiknya, baik atau buruk. yang sebenarnya. Tanda-tandanya adalah: (1) ia
Keenam, ulama ruok sabun; Ulama nan tidak mencari dunia dengan ilmunya, bersifat
kurang kaji, tapi maruok inyo pandai, kalau tabligh khusyu’ dan zuhud; (2) perbuatannya tidak
di muko umum, dihafal ayat sapotong dilancar berlainan dengan perkataannya, bahkan ia tidak
hadits sabuah, lalu diruok dihotakan, ditambah jo memerintahkan sesuatu selama ia tidak menjadi
kecek banyak, sampai ka langik ka awan biru, lalu orang yang mengamalkannya; (3) perhatiannya
ka makah ka bano roma, mangeser pulo ka tanah untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat di
cino, harilah sampai tangah malam, si pandanga akhirat, yang menggemarkan untuk taat, ia
lah banyak lalok, sabuah tidak nan dapek, hanyo menjauhi ilmu-ilmu yang sedikit manfaatnya,
dek kanyang ruok sajo, bak makan jo gulai amba, dan banyak perdebatan dan omong kosong; (4)
dagiang sapotong dalam pinggan, rempahnyo ia tidak cenderung kepada kemewahan dalam
hampia sakatidiang. Tipe ulama ini menunjukkan makanan dan minuman, pakaian yang indah,
tipe guru yang kurang ilmu, hanya pandai perabot dan tempat tinggal yang elok-elok; (5)
berapologi dan banyak bicara. Kompetensinya ia menjauh dari sultan-sultan atau penguasa;
rendah, tetapi pandai berkilah sehingga anak didik (6) ia tidak segera memberi fatwa tetapi ia
pun tidak memiliki kompetensi sebagaimana yang menghentikan dan menjaga apa yang didapatinya
diinginkan. untuk mencari jalan terbaik; dan (6) lebih banyak
Ketujuh, ulama nan pangkauik; Apo kaji perhatiannya kepada ilmu batin, mengawasi hati,
nan kaluar baik fatwa nan ka tangah lain tak mengenal dan menempuh jalan akhirat, dan
bukan maksudnyo, hanyolah untuang diri sajo, membenarkan harapan tentang terbukanya hal
membanyakkan isi sakuih, mampagadang isi itu dari mujahadah dan muraqabah.
dompet, bak ilmu urang mangauik, mahelo Selain itu, terdapat pula gagasan Syekh
manulak tidak, itu ulama sifat riya, manjual agamo Sulaiman yang dapat dikategorikan sebagai
dengan dunia. Tipe ulama ini menggambarkan kode etik pendidik. Ia menulis: Anak kok lapeh
tipe guru yang pragmatis dan materialistis. Setiap di sekolah, tamat kelas tujuah, dapek surek dari
kali mengerjakan tugas yang diberikan selalu guru, surek ploma maso kini, surek ijazah kadang
dihitung dengan materi. Jika ia seorang guru yang namonyo, di siko anak mako susah, sabagai duduak
telah diberi gaji, maka prinsip hidupnya: “kerja di mato pedang, bak manitih banang sahalai,
tidak mau bertambah, gaji tidak mau berkurang.” murah jatuhnyo kiri kanan. Anak kok duduk
(1930: 60) dalam kampuang, jadi guru di nan banyak, suluah
Mengenai pembagian ulama ini juga pernah bendang di nagari, camin taruih dalam suku…
ditulis oleh Imam al-Ghazali. Dalam kitabnya (SSR, 1930:30). Ia juga menulis: Urang kok datang

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 35


sakaliliang, nak manguji pado anak, bagi-bagi Ia tidak boleh malu untuk mengakui sesuatu
derajatnyo, ado kayo ado miskin, ado mulia ado yang benar-benar tidak diketahuinya. Sikap
hina, siko anak tagak lurus, samo disayangi dikasihi, semacam ini juga dilakukan oleh ulama-ulama
sangkolah murid anak kanduang, jangan bak cando terkemuka zaman dahulu. Syekh Sulaiman al-
nan den caliak, bamurid balabiah kurang, agak Rasuli mencontohkan Imam Malik, guru dari
sayang ka nan kayo, agak kasih ka nan mulia, tando Imam Syafi’i, 40 orang datang bertanya, hanya
mangajar tak ikhlas, itu basifat riya, masuak narako 4 saja yang ia jawab. Selebihnya ia menjawab
kasudahan (SSR, 1930:31). “tidak tahu.”
Pentingnya kasih sayang guru kepada murid Guru juga harus menghormati yang lebih tua
dan menganggapnya sebagai anak kandung, darinya. “Sabuah lai anak kanduang, kalau ado
juga dikemukakan oleh Imam al-Ghazali (2009: urang nan alim, nan lah tuo dari anak, elok baliau
171). Menurutnya, tugas pertama yang harus bafatwa, anak mandangalah dahulu. Pado maso
dilakukan oleh seorang guru adalah “belas sahabat batolak-tolak bafatwa (SSR, 1930:32).
kasih kepada orang-orang yang belajar dan Dari beberapa tulisan itu, maka kode etik
memperlakukan mereka seperti memperlakukan guru dapat dirumuskan sebagai berikut: 1)
anak-anaknya.”Dalam hal ini, al-Ghazali juga menjadi teladan bagi orang lain, 2) memiliki jiwa
mengutip hadis Rasulullah SAW:‫اﱠِﳕَﺎ اَﻧَﺎﻟَ ُﻜ ْﻢ ِﻣﺜْ ُﻞ اﻟْ َﻮاﻟِ ِﺪ‬ sosial yang tinggi atau pandai bermasyarakat, 3)
‫( ﻟ َِﻮﻟَ ِﺪ ِﻩ‬Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang bekerja sama dengan umara, 4) bersifat Adil (tagak
tua kepada anaknya) (HR. Abu Dawud, al-Nasa’i, luruih) kepada peserta didik, 5) penuh kasih
Ibn Majah dan Ibn Hibbah dari Abu Hurairah). sayang kepada peserta didik, 6) memperlakukan
Syekh Sulaiman juga berpendapat bahwa peserta didik seperti anak kandung, 7) memiliki
sosok guru harus mampu bekerjasama dengan sifat ikhlas, 8) hati-hati dalam berpendapat dan
umara. Ia menulis, “Apo pangajian nan maraso, jangan tergesa-gesa, 9) mengakui kelemahan diri
nan balum biaso diamalkan, balum tapakai di jika tidak mengetahui, dan 10) menghormati
nagari, elok panghulu malalukan, ulama tingga orang yang lebih mendalam ilmunya.
bafatwa, bunyi pepatah Minangkabau, syarak
Peserta Didik
mangato adat mamakai” (SSR, 1930: 30-31).
Syekh Sulaiman al-Rasuli (1930:26-30)
Guru harus berhati-hati berpendapat, jangan
mengemukakan beberapa sifat dan kode etik
tergesa-gesa. Ia menulis: kalau datang urang
yang harus dimiliki oleh peserta didik, 1) berniat
batanyo, tantang hukuman agamo kito, halal haram
menuntut ilmu karena Allah, ia menulis, “baikkan
sah jo batal, sunat paralu jo makruh, di siko anak
niat jo sangajo, menuntut karano Allah”; 2)
labiah susah, narako sajo tantangannyo, ingeklah
mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dengan
anak kato junjuangan… urang barani bafatwa, itu
orientasi akhirat, ia menulis: “apa saja ilmu dan
barani masuak narako (SSR, 1930:32).
kaji yang sudah didapat dan sudah terasa matang,
Untuk menjaga kehati-hatian, seorang guru
harus dipakai diamalkan untuk bekal pulang ke
bisa menunda waktu untuk menentukan solusi
negeri akhirat”; 3) berperilaku sesuai dengan adat
atau menjawab tentang suatu persoalan, itu pun
dan ajaran agama. Ia berpesan: “Sungguah pun
jika masih memungkinkan. Jika tidak, maka
anak basekolah, salamo nyawo di kanduang badan,
seorang guru harus mengakui ketidaktahuannya.

36 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
agamo jangan anak gadaikan, adat jangan anak mangusuik dalam nagari, doga-dogi kasalahnnyo,
jual, kepandaian buliah kito cari, asal manfaat mangguntiang barang nan bunta, mahanjak barang
pado kito”; 4) berpendirian tetap, ia menulis: nan tatap, tukang cukua kasudahannyo, atau
“Kepandaian boleh kita cari, asal manfaat pada manakiak-nakiak gatah (SSR, 1930: 29).
kita, tapi pendirian tetap-tetap, jangan berpaham
Pendidikan Informal
seperti ujung batuang (bambu), kemana angin
Syekh Sulaiman mencela seorang ayah
yang keras ke sana rebah ujungnya”; 5) bersifat
sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung
pemalu dan jangan berperilaku sumbang (ganjil);
jawab terhadap istri dan pendidikan anak-
6) rajin dan bekerja keras; dan 7) bersifat tawadhu’
anaknya. Orang tua seperti itu tidak berbeda
dan menghormati orang yang lebih alim.
dengan hewan yang kawin dan berketurunan
Di samping itu, ada tiga adab seorang murid
tanpa mendidiknya, kelak ia mendapat azab
kepada gurunya, yaitu: 1) mematuhi perintah
di neraka. Ia juga menggambarkannya dalam
guru selagi tidak bertentangan dengan Syarak;
pepatah Minangkabau “Aia janiah sajak di hulu
2) bersalaman dengan guru jika bertemu, dan 3)
ka muaro janiah juo, asal jangan kotor di jalan”
berterima kasih kepada guru dan jangan melawan
(SSR, 1930:54-55). Maknanya, jika orang tua itu
kepadanya. Ia menulis, “Jasa guru bukan satu,
memberikan pendidikan yang baik kepada anak-
lebih dari ayah kandung, dari neraka ia hindarkan,
anaknya, maka kelak anak itu akan menjadi anak
dari bodoh ia cerdaskan, wajib sekali berterima
yang shaleh hingga akhir hayatnya. Sedangkan
kasih kepadanya, sebagai tanda syukur membalas
kalimat “asalkan jangan kotor di jalan” bermakna
jasa”(SSR, 1930:23 dan 28). Bapak kandung
pendidikan dari orang tua tidak satu-satunya
yang dimaksud di sini tampaknya lebih kepada
faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang,
orang tua biologis yang lebih bertanggungjawab
tetapi juga ada pengaruh lingkungan yang harus
membesarkan anaknya secara fisik, maka lebih
diwaspadai.
berjasalah guru yang bertindak sebagai orang
Pendidikan dalam keluarga (informal)
tua rohani (abu al-ruh). Ia juga menyebut
dilakukan sejak masa sebelum menikah atau
murid yang melawan kepada guru, tidak saja
dalam modern disebut pendidikan prenatal
kehilangan berkah dari ilmunya, tetapi juga bisa
(tarbiyah qabl al-wiladah). Masa ini dimulai
mendatangkan mala petaka atau azab baginya di
dari pemilihan jodoh. Menurutnya, meskipun
dunia ini (1930: 29).
keluarga telah sepakat untuk menikahi seorang
Syekh Sulaiman juga mengemukakan
perempuan, tetapi laki-laki yang akan menikah
ancaman bagi murid yang durhaka kepada guru;
tersebut harus mengenal karakter perempuan
hidupnya akan susah dan tidak berkah. Ia menulis:
itu. Pilihlah perempuan yang taat beragama,
Urang malawan bakeh guru, nan den caliak den
berakhlak mulia dan bisa dididik. Ia menulis: Nan
pandangi, di dunia lah dapek iqab. Kadang-kadang
Kawi diadat kito, nan lazim dalam syariat, kok
tabuang pulus, kapa pua kabaupandigul ado
laki-laki iyo babini, nan perempuan dipalakikan,
muluiknyo nan ditutuik, tidak boleh mangajar lagi,
anak kok dijapuik urang, sumando ka kapuang
atau tabligh di muko umum. Kadang hiduiknyo nan
lain, sepakat niniak jo mamak, lah sakato ibu jo
melesek, tidak tantu katagak an, kama datang urang
bapak, lihat dahulu perempuan. Kalau padusi tak
tak suko, sabab manggaduah kampuang urang,

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 37


bamalu, tidak manaruah budi baik, walaupun rupo Hendaklah tiap-tiap kita (baik alim ulama, baik ninik
mamak maupun cerdik pandai) mengakui bahwa adat
bulan panuah, indak bafi’il (berbuat) bataratik, yang sebenarnya dan agama Islam itu tidak dapat
indak manaruah sopan santun, janganlah anak dipisahkan dan keduanya mesti bersatu dan akan
amuah sajo. Mambao cacat jo binaso, hino kito bertambah pula jika disertakan ilmu pengetahuan
modern (itulah yang politik) menjadi pula “tungku
kasudahan. Asal padusi baik budi, lai batunjuak tigo sajarangan” kembali (SSR, 1951).
baajari, manaruah malu dengan sopan, jangan
Karena itu, ia juga dikenal sebagai ulama
dipandang rancak rupo, setan iblis tu nan punyo
yang mempertahankan hubungan antara adat
(SSR, 1930:58).
dan Syarak. Ia termasuk tokoh dan ulama
Pada fase pernikahan, hendaklah seorang suami
yang khawatir terhadap kehidupan masyarakat
dan istri mengetahui akhlaknya masing-masing.
Minangkabau yang terancam memisahkan
Seorang isteri harus memposisikan suaminya sebagai
antara adat dan agama. Itu sebabnya, ia menulis
pemimpin yang harus ditaati dan dilayaninya
maklumat yang berjudul “Sari Pati Sumpah Satie
selagi suami tersebut taat kepada Allah SWT dan
Bukit Marapalam” pada tanggal 7 Juni 1964
berakhlak mulia. Karena itu, seorang isteri juga
M/26 Muharam 1384 di Canduang. Pada bagian
dituntut untuk hanya menerima lamaran calon
akhir maklumat itu ia menegaskan: “Demikianlah
suami yang berakhlak mulia. Semua ini dilakukan,
hambo wasiatkan untuk dipedomani oleh anak
tentu tidak terlepas dari orientasi jangka panjang,
cucu hambo kemudian hari di Canduang
tidak saja memperoleh kebahagiaan pasangan suami
khususnya dan di Minangkabau umumnya,
isteri, tetapi mampu melahirkan anak-anak yang
karena sudah terdengar orang-orang yang hendak
shaleh (Kosim, 2013:240).
mencoba memisahkan antara adat dan agama di
Se t e l a h i t u , Sy e k h Su l a i m a n j u g a
Minangkabau.”
mengemukakan pendidikan setelah melahirkan
Pemikiran pendidikan Islam Syekh Sulaiman
atau pascanatal (tarbiyah ba’d al-wiladah). Dalam
al-Rasuli di atas menginginkan pendidikan
hal ini, ia menegaskan beberapa kewajiban orang
yang diterapkan agar masyarakat senantiasa taat
tua dalam mendidik anaknya setelah lahir, seperti:
menjalankan ajaran Islam dengan pendekatan
pada usia tujuh hari, sembelih hewan akikah,
budaya. Namun budaya itu ia sinkronisasikan
cukur rambut dan beri namanya; pada usia tujuh
dengan ajaran Islam sehingga masyarakat mudah
tahun, suruh shalat dan membaca al-Qur'ān lalu
menerima ajaran Islam itu sendiri (Kosim,
sekolahkan. Utamakan sekolah agama agar ia
2013:247).
kenal ajaran agama (SsR, 1930:54-55).
Demikianlah beberapa pokok pikiran Syekh
KESIMPULAN
Sulaiman al-Rasuli tentang pendidikan Islam.
Menarik untuk dicatat bahwa Syekh Sulaiman Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
menyajikan pemikirannya dengan pendekatan bahwa Syekh Sulaiman al-Rasulipatut disebut
budaya Minangkabau. Bahkan dalam konsep sebagai tokoh pendidikan Islam bercorak kultural,
bermasyarakat pun ia berpendapat bahwa dalam hal ini kultur Minangkabau. Paling tidak
agama dan budaya perlu disatukan dengan tetap ketokohannya di bidang pendidikan Islam dapat
menjadikan agama sebagai dasar utama. Ia menulis dilihat dari tiga aspek. Pertama, Ia adalah praktisi
dalam “Mari Bersatu dengan Adat dan Syarak”: pendidikan Islam di mana ia aktif sebagai pendidik

38 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
dan pengajar mulai dari perannya sebagai guru tuo Dawa’ul Qulub, Enam Risalahdan sebagainya).
di surau Syekh Abdullah di Halaban sejak tahun Bahkan ia juga menulis tentang adat dan budaya
pada tahun 1890 M, memimpin dan mendidik Minangkabau yang ia kombinasikan dengan
murid-muridnya di “Surau Baru” sebagai cikal bakal syari’at Islam (seperti Asal Pangkat Penghulu
MTI Canduang sejak tahun 1908 hingga akhirnya dan Pendiriannya dan Pertalian Adat dan Syarak
surau tersebut berubah menjadi MTI Canduang yang Terpakai di Alam Minangkabau Lareh nan
sejak tahun 1928 dan ia sendiri sebagai pemimpin, Duo Luhak nan Tigo). Penguasaannya terhadap
pengasuh dan pendidik aktif hingga di usia senjanya ajaran/syariat Islam dengan adat dan budaya
sekitar tahun 1960-an di MTI Candung tersebut. Minangkabau tersebut tampak berpengaruh pada
Kedua, Ia adalah tokoh pembaharu gagasannya tentang pendidikan Islam di atas,
pendidikan Islam di masanya, mulai dari terutama dalam kitabnya: Pedoman Hidoep di Alam
penggunaan kitab yang bervariasi ketika mengajar Minangkabau (Nasehat Siti Boediman) Menoeroet
di Surau Baru pasca-kembali dari Mekah hingga Garisan Adat dan Sjara’. Jadi pemikiran pendidikan
mengubah sistem halaqah di surau menjadi sistem Islam Syekh Sulaiman al-Rasuli memiliki corak
klasikal pada madrasah yang kemudian dikenal tafaqquh fī al-dīn bernuansa kultural.
dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Namun tidak semua komponen pendidikan
Canduang lalu perubahan itu diikuti oleh surau- Islam yang ia bahas pada karya-karya tulisnya.
surau lain dari kalangan ulama kaum Tuo sebagai Pemikirannya tentang pendidikan Islam yang
upaya mempertahankan paham keagamaan yang dapat diterapkan pada sekolah/madrasah dalam
beri’tikad Ahl al-Sunnah wa al-Jama’āh serta konteks kekinian hanya meliputi: hakikat
bermazhab Syafi’i dalam persoalan fiqh dan manusia, tujuan pendidikan, materi, metode,
ibadah. Dalam membangun MTI Canduang, kode etik pendidik, serta sifat dan kode etik
didukung dan dibantu oleh masyarakat sekitar peserta didik.
atas dorongan ninik mamak dan kerapatan
adat. Dukungan ini diperoleh tidak terlepas dari DAFTAR PUSTAKA
profil Syekh Sulaiman al-Rasuli yang dikenal
Asnan, Gusti. Kamus Sejarah Minangkabau.
menguasai ilmu adat dan mengajarkan Islam
Padang: Pusat Pengkajian Islam dan
dengan pendekatan budaya Minangkabau kepada
Minangkabau (PPIM), 2003.
masyarakat sekitar.
Ketiga, ia termasuk tokoh yang memiliki Azra, Azyumardi. Surau; Pendidikan Islam
pemikiran tentang pendidikan Islam yang ia tulis Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi.
dari beberapa kitabnya. Bahkan kemampuan Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003.
Syekh Sulaiman al-Rasuli tidak hanya di bidang Chairusdi. Sejarah Perjuangan dan Kiprah
fiqh saja—seperti yang dipahami banyak orang— PERTI dalam Dunia Pendidikan Islam di
tetapi karya-karya tulisnya menyentuh tiga pokok Minangkabau. Padang: IAIN Press, 1999.
ajaran dasar Islam itu sendiri, yaitu di bidang
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi
aqidah (seperti al-Aqwālu al-Mardhīyah, Jawāhir
tentang Pandangan Hidup Kyai (Cet. ke-6).
al-Kalāmiyah, Tablīgh al-Amānāt), syari’ah (seperti
Jakarta: LP3ES, 1994.
Kitab Pedoman Puasa), dan akhlak (seperti

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 39


Edwar (ed.). Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 al-Rasuli, Sulaiman. al-Aqwāl al-Mardhīyah. Fort
Ulama Besar Sumatera Barat. Padang: Islamic de Kock: Mathba’ah al-Islamiyah, 1933.
Center Sumatera Barat, 1981. _________. al-Jawāhir al-Kalāmiyah fi Bayān
Furchan, Arief dan Agus Maimun. Studi ‘Aqā’id al-Īmāniyah. Fort de Kock: Drukkerij
Tokoh; Metode Penelitian Mengenai Tokoh. Islamijah FDK, 1927.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. _________. Asal Pangkat Penghulu dan
al-Ghazali. Ihyā’ Ulūm al-Dīn (Jilid I, Cet. ke-3). Pendiriannya. Fort de Kock: Mathba’ah
Beirut: Dar al-Fikr, 1991. Islamiyah, 1927.
_______. Ihya’ Ulumuddin. Terj. Moh. Zuhri _________. Dawā’ al-Qulūb. Fort de Kock:
(Jilid 1, Cet. ke-30). Semarang: Asy-Syifa’, Maktabah Islamiyah, 1924.
2009. _________. Enam Risalah; Isra’ Mi’raj, Nabi
Ilyas, Yusran. Syekh H. Sulaiman al-Rasuli; Profil SAW, Kisah Mu’adz r.a. dan wafatnya Nabi
Ulama Pejuang 1871 – 1970. Padang: t.p., SAW, serta al-Qaul al-Kāsyf fī al-Rad ‘Ala
1955. min I’tiradh ‘Ala Akābir al-Mu'allaf,Ibthal
Kapau, Muhammad Rusli. Khulāsah Tārīkh Hazhzhi Ahl al-‘Ashībah fī Tahrīm Qirā'at
al-Maulānā al-Syekh Sulaimān Al-Rasūli. al-Qur'ān bi al-‘Ajmiyah dan Izalat al-Dhalāl
Bukitting: tp, 1938. fī Tahrīm al-Īdza' wa al-Sū'āl. Bukittinggi:
Derekrij Agam, 1920.
Kosim, Muhammad. Gagasan Syekh Sulaiman
al-Rasuli tentang Pendidikan Islam dan _________. Keadaan Minangkabau Dahulu
Penerapannya pada Madrasah Tarbiyah dan Sekarang, Majalah al-Mizan Maninjau:
Islamiyah di Sumatera Barat. Disertasi pada Tahun Kesebelas, 26 Maret 1938
PPs IAIN Imam Bonjol Padang, 2013. _________. Kitab Pedoman Puasa. Fort de Kock:
Koto, Alaiddin. Persatuan Tarbiyah Islamiyah: Bukhandel, Tsamaratul Ikhwan, t.th.
Sejarah, Paham Keagamaan, dan Pemikiran _________. Maklumat “Sari Pati Sumpah Satie
Politik 1945-1970. Jakarta: RajaGrafindo Bukit Marapalam”.Canduang, tp., 1964.
Persada, 2012. _________. Mari Bersatu Dengan Adat dan
Latief, M. Sanusi. Gerakan Kaum Tua di Syarak. Artikel bersambung pada Harian
Minangkabau. Disertasi: IAIN Syarif Haluan edisi 16-19 April 1951.
Hidayatullah Jakarta, 1988. _________. Nasihat Maulana Sjeich Soeleiman
Machudum, Sjarkawi. Perjuangan Persatuan Ar Rasoeli. Majalah Soearti edisi 22, tahun
Tarbiyah Islamiyah, Ahlussunnah wal ke III, Maret 1939 M/Muharram 1358 H.
Jama’ah Pendiri Republik Indonesia. Jakarta: _ _ _ _ _ _ _ _ _ . Pe d o m a n Hi d o e p d i Al a m
Perpustakaan Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Minangkabau; Nasihat Siti Boediman
2011. Menoeroet Garisan Adat dan Syara’.
Nata, Abuddin, Pendidikan dalam Perspektif al- Bukittinggi: Tsamaratoel Ichwan, 1930.
Qur'ān. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

40 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
_________. Pertalian Adat dan Syarak yang Shamad, Irhash A. dan Danil M. Chaniago.
Terpakai di Alam Minangkabau; Lareh Islam dan Praksis Kultural Masyarakat
nan Duo Luhak nan Tigo. Fort de Kock: Minangkabau. Jakarta: Tintamas Indonesia,
Mathba’ah Islamiyah, 1927. 2007.
_________. Risālah al-Qaul al-Bayān fi Tafsīr al- Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah:
Qur’ān. Fort de Kock: Mathba’at Islamiyah, Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen (Cet.
1929. ke-2). Jakarta: LP3ES, 1994.
_________. Tabligh al-Amanah. Bukittinggi: tp., Suprayogo, Irman dan Tobroni. Metodologi
1954. Penelitian Sosial-Agama. Bandung:
_________. Tsamarat al-Ihsān fī Walādat Sayyid PT.Remaja Rosdakarya, 2001.
al-Insān. Bukittinggi: Direkrij, 1923. Yunus, Yulizal (ed.). Beberapa Ulama di Sumatera
Rusli, Bahruddin. Ayah Kita, (Cetakan pertama). Barat. Padang: Dinas Pariwisata, Seni, dan
Canduang: tp., 1978. Budaya UPTD Museum Adityawarman,
2008.
_________. Mengenang Dua Ulama Besar: Inyiak
Parabek dan Inyiak Canduang. Jakarta: tp., Zulkifli. Syekh Sulaiman al-Rasuli; Upaya
1972 . Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau.
Tesis: PPs IAIN IB Padang. 2010.
Satori, Djama’an dan Aaan Komariah. Metodologi
Penelitian Kualitatif (Cet. ke-2). Bandung:
Alfabeta, 2010.

Syekh Sulaiman Al-Rasuli Tokoh Pendidikan Islam Bercorak Kultural 41

You might also like