Sulaiman Ar Rasuli
Sulaiman Ar Rasuli
Sulaiman Ar Rasuli
Muhammad Kosim
(Kasi PAI Kanwil Kemenag Sumatera Barat. Email: kosimla@gmail.com)
Abstract
Shaykh Sulayman al-Rasuli (1871-1970 AD) was consistent scholar of Minangkabau to maintain i'tiqad
Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah and the Shafi'i school. He was known as a master scholar of fiqh and became
head of the first Syar'iyah Court in Central Sumatra (based in Bukittinggi). He was also mentioned as
pioneer of Islamic Education. His pioneer can be seen from two things. First, as practitioner of education.
He taught and led the MTI Canduang. While teaching, he accepted and practiced the educational reform in
the form of: 1) the model learned from one book into many books to understand specific areas of knowledge;
2) change of Halaqah system at the mosque became a system of class in madrassas. Secondly, as a thinker of
Islamic Education. His thought can be found in some of his writings, related to human nature, the purpose of
education, materials, educators, learners, methods, and informal education. When constructed madrassah and
wrote down his thoughts, he always approached Minangkabau’s culture. Therefore he was worth mentioned
the cultural figure of Islamic education.
Key Words: Sheikh Sulaiman al-Rasuli, Islamic Education.
24 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
Syekh Muhammad Arsyad. M. Sanusi Latief direktur bidang Pendidikan Persatuan Madrasah
(1988:326) menyebutkan bahwa Syekh Sulaiman Tarbiyah Islamiyah (PMTI) yang terbentuk
al-Rasuli memperoleh ijazah dari Syekh Arsyad pada tanggal 5 Mei 1928 M/15 Zulkaedah
dan menjadi guru tarekat dan memimpin suluk 1346 H. Tahun 1932 M ia menolak ordonansi
di Canduang. Namun, menurut Martin van sekolah liar yang diberlakukan oleh pemerintah
Bruinessen (1992: 130-131), Syekh Sulaiman kolonial Belanda. Tahun 1937, ia turut menolak
adalah seorang Naqsyabandi yang merupakan ordonansi kawin bercatat. Ia pernah dikunjungi
khalifah dari Syekh Yahya al-Khalidi, yang oleh utusan Belanda, yaitu penasehat pemerintah
diangkat oleh Sa’ad Mungka; sama halnya dengan Hindia Belanda tentang urusan Keislaman atau
Syekh Abbas Qadhi dari Ladang Lawas, juga seorang orientalis ahli di bidang agama dan adat
memperoleh khalifah dari Syekh yang sama. Minangkabau, bernama CH. O.vd Plas, Adviseur
Terlepas dari perbedaan tersebut, yang Voor Muhammadanse Zaken. Begitu juga tokoh
jelas ia adalah seorang ulama pengamal tarekat nasional, Ir. Soekarno sebelum menjadi presiden
Naqsyabandiyah. Bahkan kedudukannya sebagai RI, berkunjung ke rumah Syekh Sulaiman.
khalifah yang memimpin persulukan di Canduang Tahun 1939, bersama ulama lain ia membentuk
juga dibenarkan oleh Buya Amran A. Shamad. Kepanduan al-Anshar, tahun 1942 ia turut
Menurutnya, orang tuanya sendiri, Abdushshamad, menentang Politik Bumi Hangus Kolonial (Yusran
selalu ikut suluk di Canduang yang dipimpin Ilyas, 1955: 8). Pada masa penjajahan Jepang,
oleh Syekh Sulaiman al-Rasuli. Bahkan, Buya Ia menjadi Ketua Umum Majelis Islam Tinggi
Amran A. Shamad (Wawancara, 25 Desember Minangkabau (MITM). Ia turut pula mewakili
2011) mengatakan bahwa di usia remajanya, ia MITM menghadiri Rapat Besar Ulama Islam
sering mengantarkan makanan kepada ayahnya Sumatera–Malaya di Singapura (Syonanto).
tatkala mengikuti suluk tersebut. Begitu juga Masa Pascakemerdekaan, Perti menjadi
pengakuan putri Inyiak Canduang, Umi Jamilah partai politik Islam, tanggal 22 Nopember 1945,
(Wawancara, 28 Juni 2012). Menurutnya, Inyiak ia ditetapkan sebagai Penasehat Tertinggi. Tahun
Canduang adalah mursyid karena pernah memimpin 1947 berdirilah Mahkamah Syar’iyah di Sumatera
persulukan di Masjid Gadang Lubuk Aur yang Tengah dan ia termasuk penggagasnya di daerah ini
letaknya tidak begitu jauh dari MTI Canduang. lalu diangkat menjadi Kepala oleh Menteri Agama
Syekh Sulaiman juga aktif dalam kegiatan RI, tanggal 17 Juni 1947 dan berakhir tahun 1960
kemasyarakatan. Pada masa Belanda, ia M. Tahun 1948, ia diangkat sebagai penasehat
mengemban sejumlah jabatan, di antaranya: Gubernur Militer Sumatera Tengah. Tahun
sebagai Qadhi di nagari Canduang dalam Sidang 1956, ia menghadiri Muktamar Ulama Seluruh
Sabuah Balai tahun 1917-1944; Ketua Umum Indonesia (MUSI) di Palembang dan ia dipercaya
Syarikat Islam (SI) untuk daerah Canduang – Baso sebagai ketua salah satu komisi yang membahas
tahun 1918 M. Bersama Syekh H. Abbas al-Qadhi upaya untuk menentang komunis. Ia juga menjadi
Ladang Lawas dan Syekh H. Muhammad Jamil anggota Konstituante berdasarkan hasil Pemilu
Jaho serta ulama yang sepaham, ia mendirikan pertama tahun 1955, pada sidang pertama dibuka
organisasi “Vereeniging Ittihadul Oelama Sumatera” 10 Nopember 1956 di Kota Bandung dan ia terpilih
(VIOS) tahun 1921 M; pendiri utama dan menjadi ketua sidang pertama konstituante tersebut.
26 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
di Surau Halaban sekitar tahun 1890. Istilah Kedua, pembaharuan sistem pembelajaran
“guru tuo” digunakan untuk murid senior yang dari surau menjadi madrasah. Perubahan sistem
dipercaya oleh Syekh atau gurunya sebagai pembelajaran dari surau menjadi madrasah
tutor atau pengajar bagi murid lainnya untuk sesungguhnya telah dimulai oleh kaum Muda,
memahami kitab-kitab yang dipelajari di surau tepatnya Surau Jembatan Besi menjadi Madrasah
tersebut. Sebagai guru tuo, ia pun disenangi oleh Thawalib di Padangpanjang pada tahun 1918.
murid-murid lain karena kemampuannya dalam Namun perubahan itu belum diikuti oleh
menguasai ilmu dan mengajarkannya. Tahun ulama-ulama kaum Tua yang menjadikan surau
1903 M, ia pergi ke Mekah untuk menuntut ilmu. sebagai lembaga pendidikan Islam. Meskipun
Pada tahun 1907 M, atas permintaan ibunya yang begitu, dikenal tokoh kaum Tua yang paling
telah lanjut usia, Sulaiman al-Rasuli pun kembali menginginkan terjadinya perubahan sistem
ke kampung halamannya. Sekembalinya dari pendidikan Surau menjadi Madrasah, yaitu
Makah, masyarakat membangun surau sebagai Syekh Abbas, Qadhi Ladang Lawas. Ia sendiri
tempat Sulaiman al-Rasuli mengajarkan ilmu- telah mendirikan Arabiyah School di Ladang
ilmu yang telah ia pelajari selama ini. Surau itu Lawas, Bukittinggi tahun 1918 dan enam tahun
dikenal dengan nama “Surau Baru”. Surau ini berikutnya ia dirikan pula Islamiyah School di Aur
semakin mengukuhkan dirinya sebagai praktisi Tajungkang, Bukittinggi. Namun madrasah ini
pendidikan; berperan aktif dalam mendidik hanya tingkat Ibtidaiyyah (Alaiddin Koto, 1996:
murid-muridnya yang datang untuk menuntut 23). Selain Syekh Abbas, sistem madrasah juga
ilmu darinya, sejak tahun 1908 M/1327 H. pernah dilakukan oleh murid Inyiak Candung
Selama menjadi pendidik, ada dua sendiri, Darwis el-Majidi (wafat di Mekkah), di
pembaharuan penting yang ia terima dan turut ia Tabek Lumpu, Baso dengan nama Tarbiyah School
lakukan. Pertama, dari segi metode pembelajaran. sejak tahun 1918 (Mas’ud Abidin, 2005: 247).
Sebelumnya, pembelajaran di surau cenderung Syekh Sulaiman al-Rasuli sendiri, awalnya
menggunakan satu kitab saja untuk mendalami mengkritisi perubahan sistem pendidikan menjadi
satu bidang ilmu. Misalnya, dalam mempelajari klasikal tersebut. Demang Dt. Batuah merupakan
ilmu fikih hanya mempelajari kitab Minhāj al- salah seorang tokoh berpengaruh dan ahli adat,
Thālibīn; ilmu tafsir dengan membaca kitab tafsir sangat menginginkan Inyiak Canduang turut
Jalālain, ilmu Nahwu dengan belajar kitab Matn melakukan perubahan. Namun, Syekh Sulaiman
al-Ajrumiyah, dan sebagainya. Namun Syekh al-Rasuli memberi alasan tentang beberapa
Sulaiman al-Rasuli menggunakan beberapa kitab kelemahan sistem klasikal tersebut, di antaranya:
untuk mempelajari satu ilmu. Pembaharuan ini 1) yang berjumpa dengan kiyai hanya para santri
tentu tidak terlepas dari pengaruh cara belajar kelas tinggi atau senior, padahal berkah dari
yang ia alami di Mekah sebelumnya (Bahruddin nasihat dan petuah kiyai sangat penting untuk
Rusli, 1978: 14). Mahmud Yunus (993: 57-58) menaklukkan jiwa para santri dari berbagai
menyebut bahwa pembaharuan cara belajar seperti tingkatan umur dan ilmu; 2) sistem bayaran
ini terjadi sekitar tahun 1900-1908 yang ia sebut uang sekolah yang ditentukan besarnya seperti
sebagai “masa perubahan surau,” (1993: 57-58). dalam sistem klasikal cenderung menghilangkan
keikhlasan para guru yang selama ini mengajar
28 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
kedudukannya di mata masyarakat sebagai tokoh pula dengan singkatan PERTI sejak tahun 1937
dan guru yang dihormati dan disegani. (Muhammad Kosim, 2013: 51), yang tidak
Sambil menyempurnakan kelengkapan saja mengurus pendidikan, tetapi juga masalah
madrasahnya, Syekh Sulaiman al-Rasuli mengajak dakwah dan sosial. Peran organisasi ini pun turut
ulama-ulama lain yang sepaham dengannya untuk mendukung lahir dan berkembangnya MTI-MTI
mengubah pula surau-surau mereka menjadi di daerah lain.
madrasah, seperti yang telah dimulainya. Maka Dengan demikian, jika perubahan itu belum
pada tanggal 15 Zulkaedah 1346 H/5 Mei juga dimulai oleh Syekh Sulaiman di tahun 1926,
1928, ia berinisiatif mengumpulkan para ulama mungkin lembaga pendidikan Islam di kalangan
Syafi’iyyah dan beri’tiqad Ahl al-Sunnah wa kaum Tua masih tetap bertahan dalam bentuk
al-Jamā’ah Minangkabau, sekaligus peresmian surau. Dan generasi hari ini tidak akan melihat
gedung madrasah yang telah dibangun masyarakat perkembangan MTI di berbagai daerah seperti
Pekan Kamis-Canduang (Sanusi Latief, 1988: saat ini yang keberadaannya dalam mendidik dan
251). Maka sejumlah tokoh dari kalangan ulama melahirkan ulama tidak diragukan lagi.
kaum tua pun turut hadir. Inyiak Canduang Hingga di usia senja, ia tetap menjalankan
menyampaikan kepada tamu undangan tentang perannya sebagai pendidik. Tahun 1960, ia
pentingnya mempertahankan I’tiqad Ahl Sunnah pensiun dari tugasnya sebagai Kepala Mahkamah
wa al-Jamā’ah dan mazhab Syafi’i, terlebih Syar’iyyah Sumatera Tengah yang ia jabat sejak
lagi dengan munculnya gerakan Kaum Muda 1947, sebab usianya telah tua, yaitu 89 tahun.
yang berlainan paham tersebut. Maka para Meskipun fisiknya tidak lagi kuat, namun ia tetap
ulama Kaum Tua tersebut menyatukan visi dan mengajar di kelas VII sekali seminggu satu hingga
melahirkan gagasan bersama mengubah sistem dua mata pelajaran setiap hari Jumat sekitar
surau menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah. pukul 9. Di ruang kelas VII ini merupakan kelas
Sanusi Latief (1988: 252) menyebutkan, istimewa yang terdiri dari santri kelas VII sendiri,
pada pertemuan tersebut lahirlah MTI Canduang, guru-guru dan umum dengan mengajarkan kitab
MTI Jaho, MTI Tabek Gadang, dan MTI Batu Mahalli dan Ihya’ Ulūm al-Dīn. Setelah itu, ia
Hampar. Untuk mengembangkan madrasah ini, juga mengajar di majelis taklim yang bertempat
dibentuk organisasi “Persatuan Madrasah Tarbiyah di salah satu ruangan sekolah berbentuk aula.
Islamiyah,” disingkat PMTI, yang bertanggung Majelis taklim tersebut telah terbentuk sejak
jawab untuk membina, memperjuangkan, dan tahun 1918 M. Namun ia hanya sedikit memberi
mengembangkan MTI yang ada. Dalam PMTI, kaji karena faktor fisiknya yang lemah. Terkadang
Inyiak Canduang diamanahkan sebagai “Direktur ia tetap hadir namun hanya diam mendengarkan
Pendidikan” (Alaiddin Koto, 2012:32-33). Pada temannya yang mengajar di majelis taklim
tanggal 20 Mei 1930 PMTI diubah menjadi tersebut. Setelah itu kegiatan tersebut ditutup
“Persatuan Tarbiyah Islamiyah”, disingkat PTI. dengan tahlil dan doa, lalu ia melaksanakan shalat
Pada tanggal 9-14 Mei 1932, PTI diubah lagi Jumat di Masjid Tarbiyah Islamiyah yang berada
menjadi “Persatuan Pendidikan Islam Indonesia” di seberang jalan dari Madrasah tersebut.
(PPII) (Sjarkawi Machudum, 2011:19). Kemudian Begitu pula pada bulan puasa, ia tetap
nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah lebih dikenal menjalankan perannya sebagai pendidik. Sejak
30 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
Pertama, manusia sebagai makhluk jasmani dan Ketiga, manusia sebagai makhluk individu
rohani. Ketika mengkaji manusia, ia menyebut dan sosial. Ia mengklasifikasikan tipe manusia
manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani, dalam lingkungan masyarakatnya, seperti yang ia
tetapi dimensi rohani lebih mempengaruhi tulis dalam kitabnya “Pedoman Hidoep di Alam
kepribadian seseorang. Menurutnya, asal mula Minangkabau” khususnya pada satu sub bahasan
sekalian makhluk adalah Nur Muhammad. Nur dengan judul “pembagian manusia”. Secara garis
itu berpindah-pindah dari nabi hingga kepada besar, manusia itu dikelompokkannya kepada
orang-orang yang beriman; orang-orang yang lima kategori, yaitu penghulu (pemimpin), ulama,
memiliki kesucian rohani (Syekh Suliaman al- urang mudo (pemuda), padusi (perempuan),
Rasuli, selanjutnya disebut SSR, 1923:5). Ia juga dan urang tuo (orang tua). Setiap komponen
menegaskan, ada dua penyakit manusia, yaitu masyarakat itu ada yang ideal, ada pula yang tidak.
bodoh (jāhil) dan lalai (ghāfil). Obat bodoh Pemuda, misalnya, yang ideal disebutnya pemuda
adalah ilmu, obat lalai adalah zikir. Ia juga pesurau, yaitu pemuda shaleh yang memakmurkan
mengkritik orang-orang yang berzikir tanpa ilmu surau. Tetapi ada pemuda yang buruk, yaitu
lalu menjadikannya sebagai alat untuk mencari pemuda palapau (suka duduk di kedai dan
keuntungan duniawi (SSR, 1929:129-130). kurang tanggung jawab pada keluarga), pemuda
Kedua, manusia sebagai hamba (‘abd) Allah parinsau (suka mengeluh dan menyia-nyiakan
dan khalīfah-Nya di muka bumi. Ia menulis: waktu), pemuda pengusu (suka membuat onar),
“Bermula makna beribadah ialah berhina diri sampai dan pemuda lingkisau (berpenyakit hati) (SSR,
kepada kesudah-sudahan hina serta membesarkan 1930:59-65). Pengelompokan manusia seperti
akan orang yang disembah yang sampai kepada ini membuktikan bahwa ia juga memahami
kesudah-sudahan membesarkan” (SSR, 1929: karakter manusia yang berbeda antara satu dengan
6). Baginya, khalīfah yang paling ideal hanya ada lainnya. Setiap manusia harus berupaya untuk
pada diri Nabi Muhammad s.a.w., karena terdapat memposisikan dirinya sesuai dengan peran dan
kemampuan untuk memimpin/mengatur dan kapasitasnya masing-masing.
kemampuan mendidik umatnya untuk senantiasa Tujuan Pendidikan
mampu menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
Ada empat tujuan pendidikan dalam
Jika tidak ditemukan lagi seorang pemimpin yang
pandangan Syekh Sulaiman al-Rasuli. Pertama,
memiliki sifat-sifat sebagaimana layaknya khalīfah
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
yang ideal tersebut, maka penguasa harus bertanya
Orang yang bahagia dunia akhirat dijelaskannya
dan bekerjasama dengan ulama (SSR, 1927:2).
sebagai “orang yang iman lagi shaleh lagi
Dalam bahasa kiasan, ia menulis: “Kedua orang itu
membayarkan segala hak Allah Ta’ala dan hak
umpama orang yang melayarkan kapal. Seorang jaga
segala makhluk lagi mengikut dari syari’at pada
haluan dan seorang jaga kemudi, kalau keduanya
zahir dan batin lagi berpaling dari pada perhiasan
ada sepakat alamat pelayaran akan sampai dan si
dunia yang lata ini” (SSR, 1927:62). Kedua,
penumpang akan selamat, dan kalau keduanya
menjadi hamba Allah. Menuntut ilmu lewat
bersalahan tanda pelayaran tidak akan sampai
proses pendidikan pada hakikatnya dilakukan
dan si penumpang akan dapat kecelakaan” (SSR,
agar manusia itu mampu beribadah kepada-Nya
1927:4-5).
32 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
seorang guru harus menjadi “suluah bendang di jatuh ke pasir, bagaikan sumpit diisi nasi, masuk
nagari, camin taruih dalam suku…(SSR, 1930:30), bisa tapi rasanya tak ada yang dapat.Kalau sudah
yang bermakna bahwa seorang guru harus masuk dia ke sekolah, sudah berpaham dan
seperti cermin. Peserta didik cenderung meniru berakal agak sedikit, sudah paham apa yang
perkataan dan perbuatan gurunya, atau guru dikatakan, di situlah baru ditunjuk diajari, Insya
menjadi sumber rujukan dalam berbuat. Kedua, Allah bisa melekat” (SSR, 1930:13). Ketiga,
metode kisah. Pentingnya metode kisah tampak prinsip kesesuaian dengan lingkungan di mana
dalam kitabnya “Pedoman Hidoep di Alam ilmu tersebut akan disampaikan. Ia menulis:
Minangkabau,” yang menjelaskan pola pendidikan "sungguah pun anak basekolah, salamo nyawo di
Siti Budiman yang menggunakan metode kisah kanduang badan, agamo jangan anak gadaikan,
untuk mendidik anaknya (SSR, 1930:20). adat jangan anak jual" (SSR, 1930:22). Oleh
Ketiga, metode pembiasaan. Pembiasaan sejak karenanya, menyesuaikan pendidikan dengan
usia dini relevan dengan pepatah Minangkabau kearifan lokal adalah sebuah kemestian. Keempat,
yang juga ia kutip: “maso ketek taranja-ranja, lah prinsip penyajian materi secara tertib, sesuai alur
gadang tabao-bao, sampai tuo tarubah tido” (SSR, dan patut. Ia menulis: “menuntut ilmu harus
1930:11). Keempat, metode nasehat. Kelima, tertib, dahulukan yang fardhu baru yang sunat-
metode bertahap (al-tadrīj). Pentingnya metode sunat” (SSR, 1930:26). Kelima, prinsip spesifikasi
ini, ia tulis dalam bentuk nasehat: Alah jadi itu keilmuan. Ia menulis: “mambali sabanyak pitih,
dahulu, untuk bamulo kaji sajo, otak anak belum bababan kiro katajujuang, mamakan kiro katalulua.
kuat, pikiran belum tatap bana, kok den tambah Jangan bak cando urang kini, sifat rambang
bana banyak-banyak, ka lepas sajo keluar, elok dipakainyo, itu taragak iko katuju, makasuid sagalo
saketek-saketek asal tatap, apo gunonyo banyak pandai” (SSR, 1930:26). Nasehat ini mengandung
taserak” (SSR, 1930:20). makna bahwa ilmu yang dituntut itu harus
Selain dari lima metode di atas, dapat pula spesifik, jangan semua bidang keilmuan yang di
dirumuskan enam prinsip metode pendidikan luar kemampuan ingin dikuasai. Keenam, prinsip
Islam dalam pemikiran Syekh Sulaiman. Pertama, holistik dan terintegrasi dalam penyajian materi.
prinsip kesesuaian psikologi perkembangan Ia menulis:
jiwa anak. Ia menulis, “Hikmah dan gunanya Kalau mangaji di sekolah, kaji kitab sampai-sampai
merahasiakan sebahagian dari pada ilmu kepada dari awal lalu ka akhirnyo, dari pangka sampai ka
ujuang, makasuik matan habiskan bana, nan mutlak
setengah manusia ialah karena dada manusia itu ado qa’idnyo, nan umum ado khususnyo, letakkan ayat
belum patut menerima ilmu yang dirahasiakan di tampeknyo, begitu hadits kata nabi, kata ulama
dalam kitab, jangan ditukar maksudnya. Jangan
itu, seperti kanak-kanak yang belum mempunyai semacam muda kini, mangaji bakariak-kariak, kaji
gigi dan geraman, tidak boleh diberi makanan kutipan nan dipakai, diambil mana nan murah, atau
sekira nan katuju, di salin ka buku hijau, sangkut
keras” (SSR, 1954:10). Kedua, prinsip kesesuaian
pautnyo jo nan lain-lain, saketek tidak nan tantu,
dengan tingkat kecerdasan peserta didik. Ketika saseklah paham kasudahan, jadi manggaduah dalam
menasehati anak yang masih kecil, ia berpesan: kampuang, mangusuik urang di nagari, lah putuih
silaturrahmi, bacarai anak dengan bapak basibak
“Kalau ditunjuk-diajari, pemahaman dan daya mamak jo kamanakan guru jo murid jan disabuik
akalnya belum sempurna, rasanya tidak akan (SSR, 1930:30).
lekat apa yang disampaikan. Seperti air hujan
34 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
mangecek-ngecek, hanyo bamanuang-manuang Ihyā’ Ulūm al-dīn, Imam al-Ghazali (1991:120-
sajo, kadang manggango bagai kancah. Tipe ulama 153) membagi tipe ulama menjadi dua, yaitu
ini menggambarkan tipe guru yang berpangku ulama al-sū’ dan ulama akhirat. Ulama al-sū’
tangan, tidak mau tahu tentang program sekolah. adalah ulama yang buruk di mana tujuan
Jika ada inovasi pendidikan yang diterapkan, ia mereka dari ilmu adalah menikmati dunia dan
tidak memberi respons; menolak atau menerima. dapat mencapai pangkat dan kedudukan bagi
Lebih celakanya, ia juga membiarkan perangai ahlinya. Adapun ulama akhirat adalah ulama
anak didiknya, baik atau buruk. yang sebenarnya. Tanda-tandanya adalah: (1) ia
Keenam, ulama ruok sabun; Ulama nan tidak mencari dunia dengan ilmunya, bersifat
kurang kaji, tapi maruok inyo pandai, kalau tabligh khusyu’ dan zuhud; (2) perbuatannya tidak
di muko umum, dihafal ayat sapotong dilancar berlainan dengan perkataannya, bahkan ia tidak
hadits sabuah, lalu diruok dihotakan, ditambah jo memerintahkan sesuatu selama ia tidak menjadi
kecek banyak, sampai ka langik ka awan biru, lalu orang yang mengamalkannya; (3) perhatiannya
ka makah ka bano roma, mangeser pulo ka tanah untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat di
cino, harilah sampai tangah malam, si pandanga akhirat, yang menggemarkan untuk taat, ia
lah banyak lalok, sabuah tidak nan dapek, hanyo menjauhi ilmu-ilmu yang sedikit manfaatnya,
dek kanyang ruok sajo, bak makan jo gulai amba, dan banyak perdebatan dan omong kosong; (4)
dagiang sapotong dalam pinggan, rempahnyo ia tidak cenderung kepada kemewahan dalam
hampia sakatidiang. Tipe ulama ini menunjukkan makanan dan minuman, pakaian yang indah,
tipe guru yang kurang ilmu, hanya pandai perabot dan tempat tinggal yang elok-elok; (5)
berapologi dan banyak bicara. Kompetensinya ia menjauh dari sultan-sultan atau penguasa;
rendah, tetapi pandai berkilah sehingga anak didik (6) ia tidak segera memberi fatwa tetapi ia
pun tidak memiliki kompetensi sebagaimana yang menghentikan dan menjaga apa yang didapatinya
diinginkan. untuk mencari jalan terbaik; dan (6) lebih banyak
Ketujuh, ulama nan pangkauik; Apo kaji perhatiannya kepada ilmu batin, mengawasi hati,
nan kaluar baik fatwa nan ka tangah lain tak mengenal dan menempuh jalan akhirat, dan
bukan maksudnyo, hanyolah untuang diri sajo, membenarkan harapan tentang terbukanya hal
membanyakkan isi sakuih, mampagadang isi itu dari mujahadah dan muraqabah.
dompet, bak ilmu urang mangauik, mahelo Selain itu, terdapat pula gagasan Syekh
manulak tidak, itu ulama sifat riya, manjual agamo Sulaiman yang dapat dikategorikan sebagai
dengan dunia. Tipe ulama ini menggambarkan kode etik pendidik. Ia menulis: Anak kok lapeh
tipe guru yang pragmatis dan materialistis. Setiap di sekolah, tamat kelas tujuah, dapek surek dari
kali mengerjakan tugas yang diberikan selalu guru, surek ploma maso kini, surek ijazah kadang
dihitung dengan materi. Jika ia seorang guru yang namonyo, di siko anak mako susah, sabagai duduak
telah diberi gaji, maka prinsip hidupnya: “kerja di mato pedang, bak manitih banang sahalai,
tidak mau bertambah, gaji tidak mau berkurang.” murah jatuhnyo kiri kanan. Anak kok duduk
(1930: 60) dalam kampuang, jadi guru di nan banyak, suluah
Mengenai pembagian ulama ini juga pernah bendang di nagari, camin taruih dalam suku…
ditulis oleh Imam al-Ghazali. Dalam kitabnya (SSR, 1930:30). Ia juga menulis: Urang kok datang
36 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
agamo jangan anak gadaikan, adat jangan anak mangusuik dalam nagari, doga-dogi kasalahnnyo,
jual, kepandaian buliah kito cari, asal manfaat mangguntiang barang nan bunta, mahanjak barang
pado kito”; 4) berpendirian tetap, ia menulis: nan tatap, tukang cukua kasudahannyo, atau
“Kepandaian boleh kita cari, asal manfaat pada manakiak-nakiak gatah (SSR, 1930: 29).
kita, tapi pendirian tetap-tetap, jangan berpaham
Pendidikan Informal
seperti ujung batuang (bambu), kemana angin
Syekh Sulaiman mencela seorang ayah
yang keras ke sana rebah ujungnya”; 5) bersifat
sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung
pemalu dan jangan berperilaku sumbang (ganjil);
jawab terhadap istri dan pendidikan anak-
6) rajin dan bekerja keras; dan 7) bersifat tawadhu’
anaknya. Orang tua seperti itu tidak berbeda
dan menghormati orang yang lebih alim.
dengan hewan yang kawin dan berketurunan
Di samping itu, ada tiga adab seorang murid
tanpa mendidiknya, kelak ia mendapat azab
kepada gurunya, yaitu: 1) mematuhi perintah
di neraka. Ia juga menggambarkannya dalam
guru selagi tidak bertentangan dengan Syarak;
pepatah Minangkabau “Aia janiah sajak di hulu
2) bersalaman dengan guru jika bertemu, dan 3)
ka muaro janiah juo, asal jangan kotor di jalan”
berterima kasih kepada guru dan jangan melawan
(SSR, 1930:54-55). Maknanya, jika orang tua itu
kepadanya. Ia menulis, “Jasa guru bukan satu,
memberikan pendidikan yang baik kepada anak-
lebih dari ayah kandung, dari neraka ia hindarkan,
anaknya, maka kelak anak itu akan menjadi anak
dari bodoh ia cerdaskan, wajib sekali berterima
yang shaleh hingga akhir hayatnya. Sedangkan
kasih kepadanya, sebagai tanda syukur membalas
kalimat “asalkan jangan kotor di jalan” bermakna
jasa”(SSR, 1930:23 dan 28). Bapak kandung
pendidikan dari orang tua tidak satu-satunya
yang dimaksud di sini tampaknya lebih kepada
faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang,
orang tua biologis yang lebih bertanggungjawab
tetapi juga ada pengaruh lingkungan yang harus
membesarkan anaknya secara fisik, maka lebih
diwaspadai.
berjasalah guru yang bertindak sebagai orang
Pendidikan dalam keluarga (informal)
tua rohani (abu al-ruh). Ia juga menyebut
dilakukan sejak masa sebelum menikah atau
murid yang melawan kepada guru, tidak saja
dalam modern disebut pendidikan prenatal
kehilangan berkah dari ilmunya, tetapi juga bisa
(tarbiyah qabl al-wiladah). Masa ini dimulai
mendatangkan mala petaka atau azab baginya di
dari pemilihan jodoh. Menurutnya, meskipun
dunia ini (1930: 29).
keluarga telah sepakat untuk menikahi seorang
Syekh Sulaiman juga mengemukakan
perempuan, tetapi laki-laki yang akan menikah
ancaman bagi murid yang durhaka kepada guru;
tersebut harus mengenal karakter perempuan
hidupnya akan susah dan tidak berkah. Ia menulis:
itu. Pilihlah perempuan yang taat beragama,
Urang malawan bakeh guru, nan den caliak den
berakhlak mulia dan bisa dididik. Ia menulis: Nan
pandangi, di dunia lah dapek iqab. Kadang-kadang
Kawi diadat kito, nan lazim dalam syariat, kok
tabuang pulus, kapa pua kabaupandigul ado
laki-laki iyo babini, nan perempuan dipalakikan,
muluiknyo nan ditutuik, tidak boleh mangajar lagi,
anak kok dijapuik urang, sumando ka kapuang
atau tabligh di muko umum. Kadang hiduiknyo nan
lain, sepakat niniak jo mamak, lah sakato ibu jo
melesek, tidak tantu katagak an, kama datang urang
bapak, lihat dahulu perempuan. Kalau padusi tak
tak suko, sabab manggaduah kampuang urang,
38 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
dan pengajar mulai dari perannya sebagai guru tuo Dawa’ul Qulub, Enam Risalahdan sebagainya).
di surau Syekh Abdullah di Halaban sejak tahun Bahkan ia juga menulis tentang adat dan budaya
pada tahun 1890 M, memimpin dan mendidik Minangkabau yang ia kombinasikan dengan
murid-muridnya di “Surau Baru” sebagai cikal bakal syari’at Islam (seperti Asal Pangkat Penghulu
MTI Canduang sejak tahun 1908 hingga akhirnya dan Pendiriannya dan Pertalian Adat dan Syarak
surau tersebut berubah menjadi MTI Canduang yang Terpakai di Alam Minangkabau Lareh nan
sejak tahun 1928 dan ia sendiri sebagai pemimpin, Duo Luhak nan Tigo). Penguasaannya terhadap
pengasuh dan pendidik aktif hingga di usia senjanya ajaran/syariat Islam dengan adat dan budaya
sekitar tahun 1960-an di MTI Candung tersebut. Minangkabau tersebut tampak berpengaruh pada
Kedua, Ia adalah tokoh pembaharu gagasannya tentang pendidikan Islam di atas,
pendidikan Islam di masanya, mulai dari terutama dalam kitabnya: Pedoman Hidoep di Alam
penggunaan kitab yang bervariasi ketika mengajar Minangkabau (Nasehat Siti Boediman) Menoeroet
di Surau Baru pasca-kembali dari Mekah hingga Garisan Adat dan Sjara’. Jadi pemikiran pendidikan
mengubah sistem halaqah di surau menjadi sistem Islam Syekh Sulaiman al-Rasuli memiliki corak
klasikal pada madrasah yang kemudian dikenal tafaqquh fī al-dīn bernuansa kultural.
dengan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Namun tidak semua komponen pendidikan
Canduang lalu perubahan itu diikuti oleh surau- Islam yang ia bahas pada karya-karya tulisnya.
surau lain dari kalangan ulama kaum Tuo sebagai Pemikirannya tentang pendidikan Islam yang
upaya mempertahankan paham keagamaan yang dapat diterapkan pada sekolah/madrasah dalam
beri’tikad Ahl al-Sunnah wa al-Jama’āh serta konteks kekinian hanya meliputi: hakikat
bermazhab Syafi’i dalam persoalan fiqh dan manusia, tujuan pendidikan, materi, metode,
ibadah. Dalam membangun MTI Canduang, kode etik pendidik, serta sifat dan kode etik
didukung dan dibantu oleh masyarakat sekitar peserta didik.
atas dorongan ninik mamak dan kerapatan
adat. Dukungan ini diperoleh tidak terlepas dari DAFTAR PUSTAKA
profil Syekh Sulaiman al-Rasuli yang dikenal
Asnan, Gusti. Kamus Sejarah Minangkabau.
menguasai ilmu adat dan mengajarkan Islam
Padang: Pusat Pengkajian Islam dan
dengan pendekatan budaya Minangkabau kepada
Minangkabau (PPIM), 2003.
masyarakat sekitar.
Ketiga, ia termasuk tokoh yang memiliki Azra, Azyumardi. Surau; Pendidikan Islam
pemikiran tentang pendidikan Islam yang ia tulis Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi.
dari beberapa kitabnya. Bahkan kemampuan Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003.
Syekh Sulaiman al-Rasuli tidak hanya di bidang Chairusdi. Sejarah Perjuangan dan Kiprah
fiqh saja—seperti yang dipahami banyak orang— PERTI dalam Dunia Pendidikan Islam di
tetapi karya-karya tulisnya menyentuh tiga pokok Minangkabau. Padang: IAIN Press, 1999.
ajaran dasar Islam itu sendiri, yaitu di bidang
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi
aqidah (seperti al-Aqwālu al-Mardhīyah, Jawāhir
tentang Pandangan Hidup Kyai (Cet. ke-6).
al-Kalāmiyah, Tablīgh al-Amānāt), syari’ah (seperti
Jakarta: LP3ES, 1994.
Kitab Pedoman Puasa), dan akhlak (seperti
40 Turãst: Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3, No. 1, Januari - Juni 2015
_________. Pertalian Adat dan Syarak yang Shamad, Irhash A. dan Danil M. Chaniago.
Terpakai di Alam Minangkabau; Lareh Islam dan Praksis Kultural Masyarakat
nan Duo Luhak nan Tigo. Fort de Kock: Minangkabau. Jakarta: Tintamas Indonesia,
Mathba’ah Islamiyah, 1927. 2007.
_________. Risālah al-Qaul al-Bayān fi Tafsīr al- Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah:
Qur’ān. Fort de Kock: Mathba’at Islamiyah, Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen (Cet.
1929. ke-2). Jakarta: LP3ES, 1994.
_________. Tabligh al-Amanah. Bukittinggi: tp., Suprayogo, Irman dan Tobroni. Metodologi
1954. Penelitian Sosial-Agama. Bandung:
_________. Tsamarat al-Ihsān fī Walādat Sayyid PT.Remaja Rosdakarya, 2001.
al-Insān. Bukittinggi: Direkrij, 1923. Yunus, Yulizal (ed.). Beberapa Ulama di Sumatera
Rusli, Bahruddin. Ayah Kita, (Cetakan pertama). Barat. Padang: Dinas Pariwisata, Seni, dan
Canduang: tp., 1978. Budaya UPTD Museum Adityawarman,
2008.
_________. Mengenang Dua Ulama Besar: Inyiak
Parabek dan Inyiak Canduang. Jakarta: tp., Zulkifli. Syekh Sulaiman al-Rasuli; Upaya
1972 . Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau.
Tesis: PPs IAIN IB Padang. 2010.
Satori, Djama’an dan Aaan Komariah. Metodologi
Penelitian Kualitatif (Cet. ke-2). Bandung:
Alfabeta, 2010.