Nida Winarti 552-563
Nida Winarti 552-563
Nida Winarti 552-563
Nida Winarti1*, Luthfi Hamdani Maula2, Arsyi Rizqia Amalia3, N. Liany Ariesta Pratiwi4,
Nandang5
1,2,3
Universitas Muhammadiyah Sukabumi
4,5
SD Negeri Rambay
1
nidawinarti031@ummi.ac.id
Abstract
The implementation of learning which tends to be monotonous without paying attention to the active participation
of students is one of the causes of the low critical thinking ability of students. This study aims to describe the learning
process using the project based learning model and to describe the improvement of critical thinking skills using the
project based learning model. This research method is Classroom Action Research (CAR) with a research design of
Kurt Lewin's model which is carried out in two cycles. This research consists of four stages, namely planning,
action, observation, and reflection. Class III participants at SD Negeri Rambay, totaling 8 boys and 4 girls. Data
collection techniques were carried out by interviews, observations, and tests. Data collection tools use interview
sheets, observation sheets and written test questions. The data analysis technique was carried out quantitatively
descriptively. The results showed that there was an increase in the activities of teachers and students during the
research. This is in line with the average value of critical thinking skills which has increased after the
implementation of project based learning. Thus, it can be concluded that the application of the project based learning
model can improve the critical thinking skills of elementary school students.
Keywords: critical thingking; project based learning
Abstrak
Pelaksanaan pembelajaran yang cenderung monoton tanpa memperhatikan partisipasi aktif siswa
menjadi salah satu penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskirpsikan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran project based learning
serta mendeskripsikan peningkatan kemampuan berpikir kritis menggunakan model pembelajaran
project based learning. Metode penelitian ini ialah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain
penelitian model Kurt Lewin yang dilakukan sebanyak dua siklus. Penelitian ini terdiri dari empat
tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Partisipan kelas III SD Negeri Rambay
yang berjumlah 8 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, observasi, dan tes. Alat pengumpul data menggunakan lembar wawancara, lembar
observasi serta soal tes tertulis. Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif deskrptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas guru dan siswa selama dilakukan
penelitian. Hal tersebut sejalan dengan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis yang mengalami
peningkatan setelah diterapkan pembelajaran project based learning. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran project based learning dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa sekolah dasar.
Kata Kunci: berpikir kritis; project based learning
Received : 2022-05-10 Approved : 2022-07-10
Reviewed : 2022-07-08 Published : 2022-07-31
Jurnal Cakrawala Pendas is licensed under a Creative Commons Attribution-
ShareAlike 4.0 International License.
552
553
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No.3, Juli 2022, pp. 552-563
Pendahuluan
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menekankan proses pembelajaran yang
berpusat pada siswa menggunakan pola pembelajaran aktif mencari serta diperkuat dengan
model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran (Susanti, 2019). Pada kurikulum
2013 siswa diharapkan bisa berpikir tingkat tinggi serta bisa menciptakan pemikirannya sendiri
berdasarkan pola pembelajaran berikir kritis. Upaya peningkatan pembelajaran pada kurikulum
2013 yaitu menggunakan pendekatan saintifik (Fuadah et al., 2016). Menurut Hosnan (2014)
pendekatan saintifik artinya proses belajaran yang dilaksanakan secara ilmiah yang membentuk
keterampilan mengamati, menanya, mencoba, menalar, serta mengkomunikasikan.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik diharapkan dapat
membentuk kemampuan siswa untuk berpikir kritis. Menurut Greenstein (Fitri et al., 2018)
bahwa pada abad 21 keterampilan berpikir kritis yang diperlukan yaitu berpikir kritis, krativitas,
serta pemecahan masalah. Menurut Unaenah (2019) Berpikir kritis adalah keterampilan dalam
berpikir dengan menggunakan proses menganalisis dan mengevaluasi suatu masalah sehingga
menghasilkan keputusan yang tepat dalam memecahkan masalah tersebut. Perlunya
kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran akan berdampak pada siswa untuk menghadapi
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Ridho et al., 2020). Ennis (Normadhita, 2018)
Indikator yang harus dicapai siswa dalam berpikir kritis yaitu : a) mampu untuk bertanya, b)
mampu menjawab pertanyaan, c) kemampuan untuk menarik kesimpulan, d) mampu untuk
mengemukakpan pendapat/argumentasi, e) mampu untuk memecahkan masalah, dan f)
mampu mengevaluasi dan menilai hasil penilaian kritis. Maka dari itu, kemampuan berpikir
kritis merupakan kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh siswa.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di kelas III SDN Rambay Tegalbuleud
pada proses pembelajaran saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
mengenai materi yang belum dipahami siswa hanya diam serta cenderung pasif sehingga
akibatnya pembelajaran cenderung monoton sehingga kemampuan berpikir kritis siswa tidak
terasah. Kemudian saat penjelasan dan diakhir pembelajaran siswa tidak mampu untuk
membuat kesimpulan dari pembelajaran yang dilaksanakan. Saat dimintai pendapat oleh guru,
siswa belum mampu memberikan pendapat. Ketika guru memberikan soal siswa belum mampu
untuk menjawab soal-soal tersebut. Hal ini didukung oleh hasil wawancara guru kelas III
menyampaikan bahwa selama proses pembelajaran guru telah memberikan stimulus kepada
siswa berbentuk pertanyaan agar siswa cepat dalam menerima pembelajaran. Namun pada
kenyataannya metode yang diberikan guru tersebut tidak berjalan dengan baik. Jika ditinjau
dari hasil tes yang dilakukan pada awal penelitian nilai rata-rata yang didapat adalah 53. Hal
ini menandakan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Beberapa kriterian yang
menunjukkan kemampuan berpikir kritis rendah yaitu tidak dapat melakukan evaluasi terhadap
tindakan/keputusan yang diambil, tidak dapat menjelaskan kebermanfaatan suatu informasi
dan alasan pengambilan keputusan yang telah dilakukan, serta tidak dapat menemukan
alternatif atau solusi lain dalam menyelesaikan masalah (Restiaji, 2021).
Dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis tidak hanya berpusat pada siswa saja,
namun harus adanya pemahaman guru dalam menerapkan strategi pembelajaran (Yusmanto,
2017). Maka dari itu strategi guru sangat penting dalam meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa selama proses pembelajaran diantaranya upaya untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan materi
yang akan diajarkan. Menurut Kemp (Khoerunnisa et al., 2020) Model pembelajaran adalah
salah satu komponen pada sistem pendidikan model pembelajaran yang mengacu dalam
554 Winarti-1, Maula-2, Amalia-3, Pratiwi-4, Nandang-5, Penerapan Model Pembelajaran…
pembelajaran PjBL yang dapat dimanfaatkan oleh praktisi dan akademisi pendidikan dalam
upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menerapkan penelitian tindakan kelas. Penelitian Tindakan kelas
ini menggunakan model Kurt Lewin, model ini adalah acuan pokok dari adanya aneka macam
penelitian tindakan. Kurt Lewin ialah orang yang pertama kali memperkenalkan action research
atau penelitian tindakan. Model tindakan ini tidak hanya membantu manusia serta organisasi
bersikap terhadap global, tapi membantu mengubah serta merefleksi mengenai sistem itu
sendiri. Dalam model ini terdapat empat tahapan penelitian yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, serta refleksi (Asrori, 2020). Keempat tahapan ini saling berhubungan sehingga
menghasilkan siklus berupa rangkaian aktivitas yang selalu kembali ke langkah awal (Rahayu
et al., 2019)
Tahapan perencanaan, peneliti menyusun perencanaan tindakan yang akan
dilaksanakan dalam mencari permasalahanyang terjadi di dalam kelas. Setelah mendapatkan
permasalahan peneliti dan guru kelas menyusun perangkat pembelajaran, silabus, RPP untuk
setiap siklus, bahan ajar, LKPD, media pembelajaran, lembar observasi dan wawancara, dan
menyusun instrumen penilaian. Tahapan Tindakan, pada tahapan ini peneliti melaksanakan
kegiatan pembelajaran berdasarkan RPP yang telah direncang pada perencanaan yang akan
dilaksanakan selama 4 x 35 menit atau disesuaikan dengan ketentuan jam pelajaran setiap
sekolah. Pada tahapan observasi dilaksanakan pengamatan untuk mengamati kegiatan
pembelajaran dari awal hingga akhir. Kegiatan pengamatan dilakukan oleh bantuan guru atau
rekan untuk mencatat serta mengamati kegiatan guru dan siswa ketika pembelajaran. Tahapan
refleksi dilaksanakan untuk mengetahui ketercapaian dari tindakan yang telah dilaksanakan.
Penelitian tindakan kelas dilakukan secara kolaborasi antara peneliti, guru, serta dosen
pembimbing.
Penelitan ini dilaksanakan di SDN Rambay pada semester genap tahun ajaran
2021/2022 yang dilaksanakan pada bulan Februari mulai dari tanggal 21-05 Maret 2022.
Partisipan penelitian ini ialah siswa kelas III yaitu 12 siswa terdiri 8 laki-laki dan 4 perempuan.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu soal tes, observasi, dan wawancara.
Menurut Ridwan (Hasanah et al., 2020) wawancara ialah teknik yang dilaksanaka dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada guru serta merekam hasil wawancara agar
mengetahui metode dan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis siswa.
Lembar observasi menurut Sudijono (Saadati et al., 2019) merupakan suatu upaya untuk
mengumpulkan data yang digunakan dalam penelitian dengan merekam kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru dan siswa. Tes lanjutan (Rabudin, 2020) digunakan untuk
mengukur kompetensi dasar dari indikator ketuntasan yang telah direncanakan. Tes
dilaksankan dua kali sebelum tindakan (pretest) untuk mengentahui pengetahuan awal siswa
dan setelah tindakan (posttest) dilakukan untuk mengetahui keberhasilan siswa. Tindakan tes
berupa soal uraian sebanyak 7 buah di setiap siklusnya.
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif deskriptif.
Data yang diperoleh berdasarkan alat pengumpul data berupa hasil observasi dianalisis secara
deskriptif sedangkan data berupa hasil tes kemampuan berpikir kritis dideskripsikan
menggunakan nilai berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis. Indikator ketercapaian
556 Winarti-1, Maula-2, Amalia-3, Pratiwi-4, Nandang-5, Penerapan Model Pembelajaran…
atau ketuntasan kemampuan berpikir kritis berdasarkan pada nilai rata-rata siswa yang
mencapai ≥ 80 maka dikatakan tuntas.
Berdasarkan tabel 1 bisa dilihat aktivitas guru dan siswa mengalami peningkatan mulai
dari siklus I hingga siklus II dengan penerapan model pembelajaran Project Based Learning. Pada
siklus I aktivitas guru dan siswa memperoleh kategori baik. Namun hal ini masih dikatan belum
mencapai indikator ketercapaian yang telah ditentukan. Pada siklus II aktivitas guru dan siswa
mengalami peningkatan menjadi sangat baik. Hal ini mengalami peningkatan sehingga pada
siklus ini sudah tercapai.
Sedangkan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2.
Hasil Tes Soal Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
Nilai Nilai
Rata-rata
Tertinggi Terendah
Pra Siklus 80 30 53
Siklus I 90 20 68
Siklus II 100 40 82
Bedasarkan tabel 2 mengenai hasil tes siswa, diketahui mendapat peningkatan dari
prasiklus, siklus I, dan siklus II. Dari hasil tes pada prasiklus memperoleh kategori kurang., hal
ini belum mencapai indikator ketercapaian yang telah ditentukan. Pada siklus I hasil tes
kemampuan berpikir masih belum mengalami ketercapaian karena masih belum mencapai
557
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No.3, Juli 2022, pp. 552-563
indikator ketercapaian yang telah ditentukan karena kategori yang diperoleh pada siklus ini
yaitu kategori cukup, sehingga masih memerlukan perbaikan pada siklus II. Setelah
diadakannya perbaikan pada siklus II hasil tes siswa mengalami peningkatan yang cukup
signifikan menjadi kategori sangat baik.
Sesuai dengan analisis data yang dilakukan dengan observasi aktivitas guru dan siswa
pada proses pembelajaran mendapat peningkatan. Hal ini dapat dilihat selama proses
pembelajaran guru sudah sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah disusun
sesuai dengan model pembelajaran PjBL. Ketika membuka pembelajaran guru sudah
menyampaikan tujuan dan membentuk kelompok-kelompok tanpa membedakan kemampuan
setiap siswa. Namun pada proses pembelajaran masih banyak siswa yang asik dengan dunianya
sendiri dan guru masih belum mampu mengatur pembelajaran sehingga proses pembelajaran
masih belum kondusif. Pada saat guru menyampaikan pertanyaan dan merangsang siswa
mengenai materi yang diberikan siswa masih belum mampu untuk menjawab dan memecahkan
permasalahan yang disampaikan oleh guru. Ketika masuk pada proses pembuatan proyek siswa
belum mampu untuk merencakan proyek, meyusun jadwal dan mengevaluasi proses kegiatan
yang mereka laksanakan dari awal hingga akhir proyek sehingga guru masih banyak
membimbing dan mendorong siswa selama proses pembuatan proyek. Diakhir pembelajran
guru sudah baik namun guru masih kesulitan dalam memberikan penguatan dan menutup
pembelajaran karena siswa masih asik sendiri dan menjadi tidak kondusif. Setelah diadakannya
refleksi dengan guru kelas dan dosen pembimbing mengenai proses pembelajaran yang masih
belum mengalami ketercapaian maka diadakan siklus II untuk memperbaikan proses
pembelajaran.
Setelah dilaksanakannya siklus II aktivitas guru dan siswa telah mengalami peningkatan
sehingga siklus II memperoleh kategori sangat baik dan dinyatakan tercapai. Bisa dilihat pada
proses pembelajaran guru telah memahami mengenai model pembelajaran PjBL sehingga pada
langkah-langkah telah sesuai dengan perbaikan yang telah dilaksanakan. Dimulai dengan
membuka pembelajaran guru sudah baik dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada
proses pembelajaran siswa sudah mulai fokus dan kelas menjadi kondusif sehingga pada saat
pembelajaran ketika guru memberikan pertanyaan mengenai materi yang diajarkan siswa sudah
bisa berpartisi aktif dalam menjawab pertanyaan. Dan selama proses pembuatan proyek siswa
sudah mampu menentukan proyek yang akan mereka buat dan siswa sudah mampu
menentukan jadwal, mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan dari awal hingga akhir dan guru
hanya memantau dan memberikan bantuan apabila siswa mengalami kendala selama proses
pembuatan proyek. Dan diakhir pembelajaran guru sudah mampu memberikan pengutan dan
pda saat menutup pembelajaran siswa sudah disiplin dan kondusif.
Pada setiap siklus juga dilakukan tes untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa
dengan cara memberikan soal. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa mengalami
peningkatan dari prasiklus yang memperoleh kategori belum tercapai menjadi kategori tercapai
pada siklus II. Adapun peningkatan kemampuan berpikir kritis pada siswa dapat dilihat pada
gambar 1:
558 Winarti-1, Maula-2, Amalia-3, Pratiwi-4, Nandang-5, Penerapan Model Pembelajaran…
Gambar 1. Perbandingan Kemampuan Berikir Kritis Siswa Pada Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II
Pada prasiklus kemampuan siswa dalam bertanya memperoleh kategori kurang. Hal
ini disebabkan karena selama proses pembelajaran siswa masih bermain-main sehingga siswa
kesulitan untuk mengajukan pertanyaan dan ketika ada kesulitan mengenai materi yang
diajarakan, hal ini juga menyebabkan ketika ada soal yang mengharuskan membuat pertanyaan
siswa kesulitan. Pada siklus I memperoleh peningkatan menjadi kategori sangat baik, hal ini
dipengaruhi karena sebagian siswa sudah mampu membuat pertanyaan sesuai dengan intruksi
dari soal. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi kategori sangat baik, di siklus ini siswa
sudah terbiasa dalam membuat pertanyaan dan saat proses pembelajaran juga ketika ada hal
yang tidak dimengerti siswa menanyakannya pada guru.
Hasil tes pada prasiklus dalam menjawab pertanyaan memperoleh kategori kurang. Hal
ini disebabkan siswa tidak fokus selama proses pembelajaran dan siswa tidak terbiasa dengan
pertanyaan yang diajukan guru sehingga sulit dalam menjawabnya. Pada tes yang dilaksanakan
di siklus I kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan memperoleh kategori baik. Siswa
sebagian sudah mulai bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dalam soal namun,
sebagian masih belum mampu untuk menjawab pertanyaan. Pada tes siklus II mendapatkan
peningkatan menjadi kategori sangat baik. Hal ini dikarenakan siswa terbiasa menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dalam tes dan siswa sudah mampu menjawab
pertanyaan yang telah mereka buat pada indikator pertama.
Pada prasiklus kemampuan siswa dalam menganalisis argumen memperoleh kategori
kurang. Hal ini dikarenkan siswa masih belum terbiasa menghubungkan informasi yang sesuai
permasalahan yang disajikan dalam soal. Pada tes siklus I siswa didorong oleh guru untuk
menganalisis argumen yang disajikan di dalam soal tes sehingga hasilnya memperoleh
peningkatan menjadi kategori sangat baik. Pada siklus II saat menghubungkan informasi satu
dengan informasi lainnya dalam menyelesaikan permasalahan siswa sudah lebih baik sehingga
indikator ini menjadi kategori sangat baik.
Pada prasiklus dalam memecahkan masalah memperoleh kategori kurang, hal ini
disebakan dalam memecahkan suatu permasalahan yang disajikan dalam soal siswa masih
kesulitan sehingga perlu mendapatkan bimbingan. Pada siklus I beberapa siswa sudah mampu
memecahkan masalah yang disajikan dalam soal tes, namun siswa masih keliru dalam
memahami permasalahan yang disajikan sehingga pada siklus ini kategori yang diperoleh masih
kategori kurang. Pada siklus II sebagian siswa mampu memecahkan permasalahan yang
disajikan pada soal tes sehingga hasil akhirnya memperoleh kategori baik.
559
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No.3, Juli 2022, pp. 552-563
Pada prasikus kemampuan siswa dalam mengevaluasi dan menilai hasil memperoleh
kategori kurang. Setelah diterapkannya model PjBL siklus I mengalami peningkatan menjadi
kategori baik, hal ini disebakan karena siswa belum mampu untuk mengevaluasi dan menilai
suatu permasalahan yang disajikan dalam soal. Pada siklus II siswa sudah mampu
mengevaluasi dan menilai suatu tindakan sehingga mengalami peningkatan menjadi kategori
sangat baik.
Pada kemampuan menyimpulkan di prasiklus memperoleh kategori kurang, hal ini
disebabkan siswa belum mampu untuk meyimpukan sesuatu dari kegiatan maupun materi yang
telah dipelajari. Pada siklus I siswa masih mengalami kesulitan saat menyimpulkan suatu hasil
analisis permasalahan yang disajikan pada soal sehingga hasil yang diperoleh pada siklus ini
termasuk kategori kurang. Pada siklus II mengalami peningkatan menjadi kategori baik, hal ini
diakibatkan sebagian siswa sudah mampu menyimulkan permasalahan yang disajikan di dalam
soal namun masih perlunya bimbingan agar semua siswa bisa menyimpulkan suatu kegitan atau
materi dengan baik.
Adapun nilai rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis berdasarakan Prasiklus, Siklus I, dan
Siklus II Nampak pada gambar 2:
83
100 69
80 55
60
40
20
0
Prasikus Siklus I Siklus II
pembelajaran mengajak siswa untuk memunculkan pemikiran yang siswa miliki. b) melatih rasa
percaya diri siswa sesuai dengan hasil penelitian bahwa ketika siswa menyampaikan
pendapatnya sudah penuh dengan rasa percaya diri. c) melatih kolaborasi antar siswa, hasil
peneitian ini juga menunjukan bahwa siswa bisa berkolaborasi dengan siswa lain akan teatpi
masih ada siswa yang belum bisa berkolaborasi dengan baik. d) siswa menjadi lebih aktif dalam
kegiatan belajar, penelitian ini juga menunjukan bahwa model PjBL dapat menjadikan siswa
berperan aktif dalam pembelajaran jika hal ini terlihat dari banyaknya siswa dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru. e) melatih siswa untuk mengolah sumber-sumber
informasi, pada saat mengolah informasi siswa masih kesulitan. Sejalan dengan temuan
tersebut, (Mäkiö-Marusik et al. (2019) menyatakan PjBL, PBL, dan RBL merupakan
pendekatan pembelajaran dimana siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran,
berdiskusi dan memecahkan masalah dan pertanyaan serta bekerja dalam tim. Lebih lanjut
dikemukakan oleh E. Susanti et al. (2021) bahwa pembelajaran STEM berbasis PjBL dapat
melatih keterampilan siswa dalam merencanakan, mengorganisir, bernegosiasi, dan membuat
kesepakatan tentang masalah-masalah tugas yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggung
jawab atas setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dalam
penggunaan model pembelajaran PjBL tentang kemampuan berpikir kritis siswa. Model
pembelajaran PjBL dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
karena didalam model pembelajaran tersebut terdapat kegiatan-kegiatan yang melatih siswa
untuk berpikir. Sejalan dengan proses berpikir yang terus dilatih, siswa mampu meningkatkan
kemampuan berikir kritisnya. Dengan penerapan model pembelajaran PjBL dalam
meningkatkan kemampuan berikir kritis untuk membantu siswa dalam memecahkan suatu
permasalahan yang dihadapinya. Di dalam proses pembelajaran PjBL terdapat tahapan dimana
siswa mendiskusikan setiap permasalahan yang ada secara bersama-sama. Hal ini sejalan
dengan penelitian Mujiyono (2018) menjelaskan bahwa adanya penerapan model
pembelajaran PJBL menjadikan salah satu model pembelajaran yang efektif dalam membawa
siswa secara berkelompok atau individu untuk memecahkan pemasalahan yang terjadi disekitar
mereka. Natty et al., (2019) juga menjelaskan bahwa model pembelajaran Project Based Learning
mampu menambah rasa percaya diri, motivasi, toleransi, pemahaman materi siswa, serta
kerjasama. Lebih lanjut, Guo et al. (2020) penciptaan produk dalam PjBL menjadi penting
karena membantu peserta didik untuk mengintegrasikan dan merekonstruksi pengetahuan,
menemukan dan meningkatkan keterampilan profesional, serta meningkatkan minat siswa
dalam disiplin dan kemampuan untuk bekerja dengan orang lain. Dengan kata lain, produk
akhir merupakan ekspresi terkonsentrasi dari berbagai kompetensi yang dapat dikembangkan
siswa selama PjBL.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi, aktivitas guru dan aktivitas siswa mengalami peningkatan
dari siklus I ke siklus II. Kemampuan berpikir kritis meningkat setelah melaksanakan
pembelajaran dengan model pembelajaran project based learning, hal tersebut nampak karena
terjadi peningkatan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus I ke siklus II.
Dengan demikian, kemampuan berpikir kritis siswa semakin meningkat setelah menggunakan
model pembelajaran PjBL di setiap siklusnya. Penelitian selanjutnya, saat kegiatan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran PjBL diharapkan untuk memperhatikan
561
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No.3, Juli 2022, pp. 552-563
setiap tahapan yang ada pada langkah-langkahnya terutama dalam hal membuat kesimpulan
dan memecahkan permasalahan yang disajikan siswa sudah menguasainya.
Daftar Pustaka
Azizah, & Naniek. (2018). Konsep Belajar Menggunakan Model Project Based Learning. 36–51.
Darmayoga, I. W., & Suparya, I. K. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Project Based
Learning ( PjBL ) Berbantuan Media Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa
Kelas V SD N 1 Penatih Tahun Pelajaran 2019 / 2020. Auladuna: Jurnal Pendidikan Dasar
IslamJurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 41–50.
Donaviza, M. F., & Eliyasni, R. (2021). Peningkatan Hasil Belajar Tematik Terpadu dengan
Model Problem Based Learning di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 197–
205. https://doi.org/10.24036/8851412422020230
Fitri, H. … Suharjo, S. (2018). Pengaruh Model Project Based Learning (PjBL) Terhadap
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas IV
Sekolah Dasar. Briliant: Jurnal Riset Dan Konseptual, 3(2), 201.
https://doi.org/10.28926/briliant.v3i2.187
Fuadah, K. … Ibrohim. (2016). Project Based Learning Bersumber Belajar Potensi Lingkungan
Lokal Terhadap Pemahaman Konsep, Keterampilan Ilmiah, dan Sikap Ilmiah Siswa.
Jurnal Pendidikan Biologi, 8(1), 10–16.
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Mäkiö-Marusik, E. … Pechmann, A. (2019). Concept and case study for teaching and learning
industrial digitalization. Procedia Manufacturing, 31, 97–102.
562 Winarti-1, Maula-2, Amalia-3, Pratiwi-4, Nandang-5, Penerapan Model Pembelajaran…
https://doi.org/10.1016/j.promfg.2019.03.016
Mujiyono. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learnig sebagai upaya Meningkatkan
Kemampuan berikir Kritis Siswa SDN 3 Makarti Jaya. 2, 156–159.
Normadhita, R. (2018). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa kelas
IV Pada Pembeajaran IPA Melalui Metode Eksperimen Di SDN Tegalrejo 2. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma, (3), 9.
Rabudin. (2020). Teknik dan Alat Pengumpulan Data dalam Penelitian Tindakan Kelas - PTK.
Restiaji, D. (2021). Profil Dan Level Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Sd Dalam
Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Yang Berkaitan Dengan Luas Dan Keliling Bangun
Datar : Studi Kasus dengan Perspektif Grounded Theory tentang Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia.
Ridho, S. … Marwoto, P. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pokok Bahasan
Klasifikasi Materi dan Perubahannya. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 6(1), 10–15.
https://doi.org/10.29303/jppipa.v6i1.194
Saadati, B. A. … Barat, N. T. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Induktif Kata Pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia The Implementation of Visual Word Inductive Learning
Model to Improve Interest Reading in Indonesian Lenguage. Auladuna: Jurnal Pendidikan
Dasar Islam, 6(2), 105–114.
Susanti, Evi. (2019). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sdn Margorejo VI Surabaya melalui
Model Jigsaw. Bioedusiana, 4(2), 55–64. https://doi.org/10.34289/285232
Unaenah, E., & Rahmah, N. (2019). Pengaruh Model Learning Cycle Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Pendas, 5(2),
1–12. https://doi.org/10.31949/jcp.v5i2.1319
Yulianto, A. … K. (2017). Pembelajaran Projekct Based Learning Berbasis Lesson Study untuk
Meningkatkan Keaktifan. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan Pengembangan, 3(2), 448–
453.
Yusmanto, H. (2017). Meningkatkan Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan hasil belajar IPS
melalui penerapan model pembelajaran kooperaif carousel feedback dan round table (studi pada
563
Jurnal Cakrawala Pendas Vol. 8, No.3, Juli 2022, pp. 552-563