2007 Amu
2007 Amu
2007 Amu
ABDUL MUIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Tipologi Pohon Tempat
Bersarang dan Karakteristik Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii,
Groves 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
At present, the need of secondary habitat for the ex-captive orangutan re-
introduction is becoming priority to keep this species sustainable alive. In fact,
tree as one of the important habitat components is believed to be a site where
orangutan can build its nests. This research was carried out in Tanjung Puting
National Park from May to July 2007 about typology of Orangutan’s nesting trees
and nest characteristic. The objectives of this research are to find out determinant
variables that influence orangutan to nest and to describe typology of preference
trees and orangutan’s nest characteristic.
During the observations, 176 trees of Orangutan nest were observed that
consist of 73 different species and 206 nests within 3 sample sites namely
Wilderness, Experiment and Utility blocks. Ten variables of nesting trees as well
as environmental factors were assumed influencing the orangutan to build its nest.
The SPSS was tested using multiple linear regression model and resulted that
nesting tree diameter and numbers of trees as feed source influenced the presence
of each nest of particular trees species, with models: Y = - 0.518 + 0.236X1 +
0.133X10 (R2 = 63.3%) in Wilderness block; Y = - 0.858 – 0.257X1 + 0.119X10
(R2 = 74.8%) in Utility block and Y = - 0.487 + 0.178 X10 (R2 = 73.3%) in
Experiment block. Neu’s method was used to identify among 73 trees species
which were preferred by orangutan as its nesting site. There were 42 of 73 trees
species which the most preference by orangutan, i.e. Dryobalanops oocarpa
(katur merah) Pometia pinnata (idur beruang), Parastemon urophyllus (bentan) ,
Eusideroxylon zwagerii (ulin), Palaquium borneensis (getah merah) and Quercus
bennettii (pempaning).
Saat ini kebutuhan habitat sekunder bagi orangutan rehabilitasi yang akan
di lepasliarkan menjadi prioritas dalam penyelamatan jenis ini sehingga
diharapkan akan dapat bertahan hidup di alam secara lestari. Untuk itu perlu
penyiapan habitat baru yang sesuai dengan kebutuhan Orangutan baik kondisi
fisik lingkungan habitat maupun keadaan biotis habitat tersebut (standar habitat).
Salah satu komponen habitat yang penting bagi Orangutan adalah pohon yang
digunakan antara lain untuk membangun sarangnya sebagai tempat tidur,
beristirahat, mengasuh anak, dan bermain. Diduga bahwa ada faktor-faktor atau
peubah lingkungan yang mempengaruhi Orangutan dalam menentukan pemilihan
pohon sarang, dan oleh karenanya penelitian ini yang dilakukan di Taman
Nasional Tanjung Puting pada bulan Mei-Juli 2007 bertujuan untuk (1)
mengidentifikasi faktor determinan yang mempengaruhi orangutan dalam
menentukan pohon sarang untuk membangun sarangnya, (2) merumuskan tipologi
pohon preferensial (yang disukai) dan (3) mendiskripsikan karakteristik sarang
Orangutan.
Dalam penelitian ini telah diidentifikasi lebih dari 200 jenis vegetasi, 176
pohon sarang yang termasuk dalam 73 spesies, 206 buah sarang dan 79 spesies
tumbuhan pakan Orangutan di tiga lokasi (blok) pengamatan yaitu blok Rimba,
Riset dan Pemanfaatan. Untuk mendapatkan peubah determinan pemilihan pohon
sarang, maka ditetapkan 10 (sepuluh) peubah yaitu: suhu dan kelembaban, jumlah
jenis tumbuhan pakan, tinggi total pohon sarang, diameter pohon, tinggi bebas
cabang pohon sarang, diameter tajuk, jarak antar pohon sarang, jarak pohon
sarang dari jalur/trek dan jarak pohon sarang dengan pohon sumber pakan
terdekat. Selain itu juga dikumpulkan data berupa struktur dan komposisi vegetasi
di lokasi pengamatan, data karakteristik sarang yang meliputi tinggi tempat
sarang, posisi sarang, kualitas sarang, bahan pembuat sarang dan sumber
pengambilan bahan sarang. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara
kuantitatif yakni: (1) Analisis vegetasi untuk mengetahui struktur tumbuhan,
kerapatan dan kekayaan jenis tumbuhan pakan, (2) Analisis regresi linear multi
peubah untuk menentukan faktor determinan pemilihan pohon sarang yang
dengan bantuan software SPSS 14.0 melalui metode stepwise dan (3) Analisis
menggunakan Metode Noe’s untuk menentukan preferensial pohon sarang (yang
disukai). Analisis deskriptif kualitatif ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik,
diagram dan persentase.
Secara umum di ketiga blok pengamatan suhu dan kelembaban harian
terdapat perbedaan namun tidak signifikan. Ketersediaan air di lokasi pengamatan
mencukupi mengingat banyak terdapat sungai, anak sungai dan air rawa. Satwa
yang umum dijumpai adalah primata jenis bekantan, owa, kera ekor panjang dan
kelasi , mamalia seperti babi hutan, kancil dan jejak beruang berupa bekas cakar
di pohon sarang juga dijumpai di lokasi pengamatan. Di blok Rimba baik jumlah
jenis, kerapatan dan kekayaan jenis vegetasi dan tumbuhan pakan lebih tinggi di
banding di kedua blok lainnya. Pohon pakan dapat pula digunakan sebagai pohon
sarang. Berdasarkan analisis regresi diperoleh bahwa di blok Rimba dan
Pemanfaatan faktor determinan pemilihan pohon sarang adalah diameter pohon
sarang (X1) dan jumlah jenis tumbuhan pakan (X10) dengan persamaan Y = -
0.518 + 0.236X1 + 0.133X10 (R2 = 63.3%) di blok Rimba dan Y = - 0.858 –
0.257X1 + 0.119X10 (R2 = 74.8%) di blok Pemanfaatan, sementara di blok Riset
sebagai faktor determinan adalah jumlah jenis tumbuhan pakan (X10) dengan
persamaan Y = - 0.487 + 0.178 X10 ; R2 = 73.3%. Berdasarkan sebaran diameter
pohon sarang, penggunaan pohon sarang berdiameter kecil menunjukkan
persentase tertinggi di ketiga blok pengamatan, dimana lebih dari 80% pohon
sarang adalah berdiameter kecil. Namun bila dilihat dari sebaran diameter dari
vegetasi yang ada (tingkat tiang dan pohon) di blok pengamatan, terlihat bahwa
penggunaan pohon sebagai pohon sarang lebih menyebar dari diameter kecil
hingga diameter besar. Ini berarti diameter pohon tidak signifikan berperan dalam
mempengaruhi pemilihan pohon sarang oleh Orangutan. Hal tersebut lebih lanjut
dapat dijelaskan dengan melihat keeratan hubungan ( r : korelasi Pearson ) hasil
regresi antara diameter pohon sarang (X1) dengan keberadaan sarang (Y) sangat
kecil yaitu 18.3% di blok Rimba dan 10% di blok Pemanfaatan, sementara jumlah
jenis pakan (X10) korelasinya dengan Y cukup signifikan yaitu besarnya r = 62.1%
dan 74.8%. Artinya peranan diameter pohon sarang adalah sebagai penguat faktor
determinan jumlah jenis tumbuhan pakan (X10) dalam pemilihan pohon sarang.
Untuk preferensial pohon sarang berdasarkan perolehan nilai indeks preferensinya
dengan metode Noe’s, dari 73 jenis pohon sarang, 42 jenis diantaranya merupakan
jenis yang disukai dengan karakteristik sebagai berikut: bahwa pohon sarang
dapat juga berfungsi sebagai pohon pakan, tinggi pohon bervariasi dari 7-30
meter; diameter bervariasi 0.23-2.32 meter; bentuk tajuk umumnya tidak
beraturan dan bentuk kosong di salah satu sisi. Sarang Orangutan dideskripsikan
umumnya terletak pada ketinggian 12-14 meter (2.5-3.6 dari puncak pohon-
kanopi), lebih dari 39% posisi sarang berada diantara dua cabang pohon yang
sama (tipe B); sedang sumber bahan sarang dapat berasal dari 1 pohon sarang
yang digunakan sampai dengan 3 jenis pohon berbeda dengan material sarang
umumnya terdiri atas daun, ranting dan dahan pohon.
Sebagai kesimpulan bahwa Orangutan memiliki preferensi dalam memilih
pohon sarang dimana faktor determinannya adalah ketersediaan jenis tumbuhan
pakan dengan diameter pohon sarang sebagai faktor pendukung.
Kata kunci: orangutan, indeks preferensi, tipologi pohon sarang, tanjung puting.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
ABDUL MUIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi
pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. TONNY SOEHARTONO
M.Sc.
Judul Tesis : Analisis Tipologi Pohon Tempat Bersarang dan
Karakteristik Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus
wurmbii, Groves 2001) di Taman Nasional Tanjung
Puting, Kalimantan Tengah.
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA Dr. Ir. H. A. Machmud Thohari, DEA
Ketua Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas ridho dan
anugerah Nya sehingga penelitian ingá penulisan tesis yang berjudul “Analisis
Tipologi Pohon Tempat Bersarang dan Karakteristik Sarang Orangutan
(Pongo pygmaeus wurmbii, Groves 2001) di Taman Nasional Tanjung Puting,
Kalimantan Tengah “ dapat diselesaikan dengan lancar.
Telah banyak dilakukan penelitian tentang Orangutan yang
menitikberatkan pada aspek perilaku Orangutan, namun penelitian kali ini lebih
memfokuskan pada aspek habitat. Topik penelitian ini dipilih berdasarkan adanya
suatu kebutuhan akan habitat baru bagi Orangutan, termasuk penyiapan area bagi
Orangutan rehabilitasi yang akan dilepasliarkan. Pohon sarang merupakan salah
satu bagian penting dari komponen habitat bagi Orangutan, yang menjadi tempat
Orangutan membangun sarang yang berfungsi sebagai tempat tidur, beristirahat,
bermain, mengasuh anak dan lain sebagainya. Dugaan adanya faktor atau peubah
lingkungan yang mempengaruhi Orangutan dalam menentukan pemilihan pohon
sarang, menjadi hal menarik untuk diidentifikasi dan dianalisis. Oleh karena itu
dalam tesis ini akan diuraikan faktor biofisik yang diduga berpengaruh dalam
pemilihan pohon sarang antara lain iklim mikro, ketersediaan air, kehadiran
satwa/jejak satwa, struktur vegetasi dan jenis tumbuhan pakan orangutan. Selain
itu akan diuraikan dan dianalisis pula faktor determinan komponen pohon sarang
berupa tinggi total dan diameter pohon, tinggi bebas cabang, bentuk dan diameter
tajuk, jarak antar pohon sarang, jarak pohon sarang dengan pohon pakan terdekat
dan jaraknya dengan jalur trek. Karakteristik tipe pohon sarang seperti apa yang
disukai orangutan juga akan diuraikan dalam tesis ini.
Menyadari akan kekurangan, kekeliruan dan kelemahan dalam penulisan
tesis ini, maka diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
perbaikan dan penyempurnaannya. Pada akhirnya, harapan penulis semoga tesis
ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang paling tulus penulis sampaikan
kepada: (1) Departemen Kehutanan, yang telah memberikan izin dan kesempatan
melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor; (2) Kepala BKSDA
Kalteng dan Kepala Balai TNTP beserta staff yang mendukung penulis sehingga
dapat menyelesaikan pendidikan dengan lancar; (3) Dr. Ir. H. Yanto Santosa,
DEA (ketua komisi pembimbing) dan Dr. Ir. H. A. Machmud Thohari, DEA
(anggota komisi) atas curahan pemikiran, waktu, kesabaran dalam memberikan
arahan, bimbingan hingga selesainya penulisan tesis ini; (4) Dr. Ir. Tonny R.
Soehartono M.Sc. (Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen PHKA),
selaku penguji luar komisi pada ujian sidang tesis yang telah menyediakan
waktunya, memberikan koreksi, masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis
ini (5) Dr. Ir. Rinekso Soekmadi M.Sc.F, selaku Ketua Program Studi IPK (6)
Prof. DR. Birutte M.F.Galdikas (Presiden OFI) yang telah memberikan dukungan
dan fasilitas kepada penulis sehingga pelaksanaan penelitian di lapangan dapat
berjalan lancar (7) Almarhum Ayahanda dan almarhumah Ibunda, kakak dan adik-
adik atas segala doa dan pengorbanannya, secara khusus buat istri tercinta
Lusiana yang dengan sabar dan penuh pengertian mendampingi dan mendukung
penuh dalam penyelesaian studi ini, serta anak-anakku tersayang Natasya CM
Januatisa, Alyssa Junitia Zalfa Anditha dan almarhum Ananda Mohammad Priya
Pratama yang memberikan semangat dan inspirasi pada setiap kejenuhan yang
datang menghampiri. (8) Teman seangkatan: carik Mamat, ncing Agustinus, karet
Nico, brondong Sandi, timbel Tono, enceng Amin, ngkos Fifin, mbok Erna,
kangkung Vitri, kwek Utin, ndul Dyah, urat Elisa, singke Tri, dan panting Zeth
terima kasih atas, kebersamaan, kekompakan dan kerjasama dalam suka dan duka
selama studi dan semoga ini terus berlanjut kedepannya dan (9) Pak Sofwan yang
selalu siap membantu kelancaran tugas pembelajaran, Bibi Uum dan pak Ismail
yang selalu siap dengan senyum dan pelayanan terbaiknya .
Semoga Allah SWT memberi hidayah-Nya kepada pihak yang
berkontribusi. Bogor, Desember 2007
Abdul Muin
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
1.4 Hipotesis ................................................................................................. 3
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jarak antar kelahiran antar spesies Orangutan Sumatera dan Borneo ......... 10
2. Perkiraan populasi orangutan yang terdapat pada masing-masing habitat .... 11
3. Subdivisi habitat Orangutan yg tersisa di Kalimantan berdasar kualitas
hutan .......................................................................................................... .... 11
4. Kriteria yang diukur pada metode Neu’s versi Manly et al. (1993)). ............. 35
5. Suhu udara dan kelembaban maksimum, minimum dan rataan harian pada
lokasi penelitian ............................................................................................. 36
6. Jumlah jenis, individu, kerapatan dan kekayaan jenis untuk masing masing
tingkat semai, pancang, tiang dan pohon di blok Rimba, Riset dan
Pemanfaatan ................................................................................................... 41
7. Jumlah jenis pakan dengan kerapatan di masing-masing blok pada setiap
tingkat tumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon) ................................... 45
8. Persentase penggunaan pohon sarang berdasarkan sebaran diameter pohon
sarang... .......................................................................................................... 48
9. Bentuk tajuk pohon sarang............................................................................. 49
10. Ketinggian sarang di blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan ............................ 51
11. Sumber bahan penyusun sarang yang berasal dari satu jenis pohon sarang
hingga tiga jenis pohon yang berbeda .......................................................... 51
12. Posisi dan Kelas Sarang yang diklasifikasikan berdasarkan kriteria ............. 53
13. Perbandingan ukuran diameter tumbuhan (tiang dan pohon) dengan
diameter pohon sarang di blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan ..................... 58
14. Daftar jenis pohon sarang disukai berdasarkan metode Noe’s (indeks
preferensi) dilihat dari keberadaan jumlah sarang........ ................................. 59
15. Contoh 10 pohon sarang dari 42 pohon sarang (tingkat pancang, tiang dan
pohon) yang disukai orangutan berdasarkan indeks preferensi..................... 61
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiv
20. Beberapa jenis dari 42 jenis pohon sarang yang disukai berdasarkan nilai
indeks prefernsi (w≥1) yang ditemukan dari 73 jenis pohon sarang
Orangutan ....................................................................................................... 60
21. Grafik kecenderungan kesukaan dari 42 pohon sarang orangutan
berdasarkan indeks preferensi dilihat dari ketersediaan jenis pohon yang
sama dalam blok pengamatan ........................................................................ 61
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvi
I. PENDAHULUAN
satu sarang per hari untuk beristirahat dan tidur di malam hari. Oleh karena itu,
fokus dalam penelitian ini lebih diarahkan pada analisis habitat dalam hal ini
pohon tempat bersarang. Dengan asumsi bahwa terdapat faktor atau peubah-
peubah ekologi yang mempengaruhi orangutan dalam menentukan pemilihan
pohon sarang, maka penelitian ini diarahkan pada identifikasi faktor atau peubah
ekologi tersebut dan merumuskan karakteristik pohon yang disukai orangutan
dalam bersarang.
1.2 Tujuan :
1.3 Manfaat :
1. Manfaat ilmiah berupa informasi tentang tipologi pohon yang dipilih oleh
orangutan untuk membangun sarangnya
3. Penyediaan data dan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar (a)
pembinaan habitat dalam rangka konservasi insitu orangutan, (b) sebagai dasar
penentuan metode inventarisasi orangutan yang akurat antara lain untuk
menentukan kepadatan populasinya serta (c) sebagai dasar penentuan zonasi
Taman Nasional Tanjung Puting.
1.4 Hipotesis
Bio-ekologi Orangutan
Orangutan adalah kera besar yang merupakan salah satu anggota suku
Pongidae yang hanya terdapat di Asia, tepatnya di Sumatera dan Kalimantan.
Kera besar lainnya ada di Afrika yaitu simpanse (Pan troglodytes) , gorila (Pan
gorilla) dan banobo (Pan paniscus) yang ketiganya hidup di Afrika. Berdasarkan
persamaan genetik dan biokimia, suku Pongidae ini berkembang dari leluhur yang
sama selama periode waktu kurang dari 10 juta tahun (Sarich & Wilson 1967,
diacu dalam Meijaard, Rijksen & Kartikasari, 1999). Linnaeus pada tahun 1760
memberi nama orangutan dengan nama Pongo pygmaeus. Van Bemmel (1968)
awalnya membagi orangutan (Pongo pygmaeus ) kedalam dua sub spesies yaitu
Orangutan Sumatera (Pongo pygmaeus abelii) dan Orangutan Kalimantan (Pongo
pygmaeus pygmaeus).
a. Utara Barat Borneo supspesies, mulai dari utara Kapuas sampai Sarawak
(Pongo pymaeus pygmaeus);
5
b. Tengah Borneo subspesies, mulai dari selatan Kapuas sampai barat Barito
(Pongo pygmaeus wurmbii);
(a) (b)
Ekologi Orangutan
Dari hasil berbagai penelitian, bahwa pakan utama orangutan adalah buah.
Di habitat yang berkualitas baik, antara 57% (jantan) dan 80% (betina) waktu
makannya dihabiskan untuk memakan buah-buahan, 11-20% waktu makannya
setiap hari untuk memakan dedaunan, termasuk tunas muda, selebihnya waktu
makan memanfaatkan jenis pakan lainnya seperti serangga, lapisan di bawah kulit
pohon (khususnya pohon Ficus sp) dan bunga-bungaan antara lain Bombax
valetonii (di Sumatera) dan Payena spp (di Kalimantan). Telur di dalam sarang
burung kadang ditemukan akan dimakan, demikian pula vertebrata kecil (tokek,
tupai, kukang) akan dimakan jika mudah ditangkap (Meijaard, E. 2001).
Demikian juga MacKinnon (1972) menyebutkan walaupun orangutan pada
dasarnya merupakan hewan frugivorous yakni pemakan buah-buahan, namun
dalam keadaan tertentu juga memakan daun-daunan, bunga-bunga tumbuhan
epifit, liana dan kulit pohon. Lebih lanjut Rodman (1971, diacu dalam Maple
1980) menyebutkan bahwa sebagian besar waktu makan orangutan dilakukan di
tajuk-tajuk pohon atau bagian-bagian pohon yang banyak terdapat buah-buahan
yakni pada ketinggian 20-30 meter.
(a) (b)
Perilaku Orangutan
memungkinkan orangutan mendapatkan arah pandang yang baik dan jelas dan
tidak terhalangi pandangannya ke sekitar hutan.
Populasi Orangutan
Laju kematian pada orangutan umur 0-1 tahun baik jantan maupun betina
sama sebesar 1.5%, perbedaan akan terlihat saat orangutan berumur diatas 15
tahun pada betina menurun menjadi 1%, sementara jantan tetap 1.5 %. Kematian
karena bencana alam biasanya terjadi disebabkan oleh banjir, kekeringan,
persediaan makanan yang ekstrim, kebakaran dan dampak El-nino akan dapat
mengurangi populasi hingga sekitar 1 – 3,5 % (PHVA 2004).
Sex-ratio orangutan pada saat lahir adalah 55% jantan, dengan jarak kelahiran
(interbirth interval) minimal mencapai 5 tahun (dalam kondisi baik) dan maksimal
(kondisi buruk) lebih dari 7 tahun, sedang Galdikas (1978) menyebutkan bahwa
jarak kelahiran lebih dari 5 tahun.
10
Tabel 1. Jarak antar kelahiran antara spesies Orangutan Sumatera dan Orangutan
Borneo
Pada tabel di atas terlihat bahwa dari segi jumlah diperoleh jumlah
orangutan yang lebih besar dari perkiraan 10 tahun yang lalu, perbedaan tersebut
dikarenakan pelaksanaan sensus yang lebih baik (metode survey yang lebih
tepat), kurang konservatif dalam ekstrapolasi, lebih banyak area yang dijangkau.
Namun hal tersebut tidak secara pasti dapat membuktikan kalau memang ada
lebih banyak orangutan dibandingkan satu atau dua dekade yang lalu.
Pongo
pygmaeus
wurmbii
2002
Arsitektur pohon
suatu pepohonan dewasa mempunyai bentuk tajuk yang umum dijumpai di dalam
hutan yaitu berupa: tajuk berbentuk kerucut, tajuk bertingkat/ tajuk kosong disalah
satu sisi, tajuk bentuk silinder, tajuk berbentuk bulat, tidak beraturan, tajuk
bentuk payung (Sutisna et al. 1998).
Pada awalnya tanjung puting berstatus suaka margasatwa yang ditetapkan oleh
Pemerintah Belanda pada tahun 1936 dengan luas 305.000 ha. untuk tujuan
perlindungan orangutan dan bekantan. Kemudian dalam perkembangannya ditetapkan
sebagai taman nasional berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.
096/Kpts-II/84 tanggal 12 Mei 1984, dan ditindaklanjuti oleh SK Dirjen PHPA No.
46/Kpts/IV-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984 yang menetapkan wilayah kerja
Taman Nasional Tanjung Puting meliputi areal Suaka Margasatwa Tanjung Puting
dengan luas 300.040 ha. Terakhir berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-
II/96 tanggal 25 Oktober 1996, luas kawasan Taman Nasional Tanjung puting
bertambah luas menjadi 415.040 ha, yang terdiri dari Suaka Margasatwa Tanjung
Puting (300.040 ha), Hutan Produksi 90.000 ha (eks HPH PT Hesubazah) dan
Kawasan Perairan sekitar 25.000 ha.
Taman Nasional Tanjung Putting mempunyai luas 415.040 ha, yang secara
administrasi pemerintahan masuk dalam Kabupaten Kotawaringin Barat (61 % dari
luas kawasan) dan Kabupaten Seruyan (39%) di Provinsi Kalimantan Tengah. Secara
geografis Tanjung Puting terletak diantara 2°35’ LS - 2°20’ LS dan 111°50’ BT -
112°15’BT.
Kondisi Fisik
Iklim
Secara garis besar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting mempunyai curah
hujan rata-rata mencapai 2.180 mm/tahun. Menurut Schmidt & Fergusson hal seperti
ini termasuk dalam iklim tipe A dengan nilai Q=10.5%. Suhu minimum antara 18-
21°C dan suhu maksimum 31-33°C dengan kelebaban nisbi rata-rata 75-80%. Musim
hujan bulan Oktober sampai dengan bulan April
16
PETA AREAL
BERHUTAN
DI TAMAN NASIONAL
TANJUNG PUTING
Skala 1 : 450.000
.
17
Topografi
Secara umum, topografi Taman Nasional Tanjung Puting adalah datar sampai
bergelombang dengan ketinggian 0 sampai 11 meter dari permukaan laut. Di bagian
utara, terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan bergelombang serta
umumnya mengarah ke selatan, akan tetapi di sebelah selatan dari Sungai Sekonyer
tidak terdapat pegunungan atau bukit. Di tanjung sendiri (Tanjung Puting) terjadi
pendangkalan pasir dan lumpur setiap tahun dan bergerak ke arah selatan dan barat.
Beberapa daerah pantai dengan gundukan-gundukan pasir terdapat di sekitar muara
Sungai Perlu.
Hidrologi
meluas ke pedalaman sekitar 5-20 km dari pantai mungkin hanya berumur beberapa
ratus sampai beberapa ribu tahun saja. Sebagian besar sedimen tanah/lumpur adalah
alluvial muda. Molengraaf menyatakan bahwa dataran pantai merupakan bagian dari
dataran/dangkalan sunda yang muncul ke permukaan setelah jaman es Pleistocene
dan kemudian secara bertahap dipenuhi oleh sedimen dari formasi pra-tertiari dan
tertiari dari Kalimantan Tengah. Bagian utara kawasan taman nasional yang mencuat
beberapa meter di atas permukaan laut mungkin merupakan bagian dari deposisi
“sandstone” tertiari.
Kondisi Biologi
Sebagai salah satu kawasan pelestarian alam, Taman Nasional Tanjung Puting
(TNTP) mempunyai ekosistem yang asli dan cukup lengkap. Keseluruhan ekosistem
di kawasan TNTP membentuk bentang alam yang unik melalui transformasi yang
halus dari hutan pantai di sebelah selatan ke hutan gambut di tengah dan terakhir
dengan hutan kering dataran rendah di sebelah utara kawasan. Jenis-jenis flora utama
di daerah utara kawasan adalah hutan kerangas dan tumbuhan pemakan serangga
19
seperti Kantong Semar (Nepenthes sp.). Hutan rawa gambut sejati, memiliki jenis
tumbuhan yang memiliki akar lutut, dan akar udara. Di daerah utara menuju selatan
kawasan terdapat padang dengan jenis tumbuhan belukar yang luas, hasil dari
kerusakan hutan kerangas akibat penebangan dan pembakaran yang umumnya
terdapat dalam kantong-kantong di sepanjang Sungai Sekonyer dan anak-anak
sungainya. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa air
tawar (aluvial) sejati, memiliki jenis tumbuhan yang kompleks dengan jenis
tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan menjalar
dalam jumlah yang besar. Tumbuhan di daerah hulu sungai utama terdiri atas rawa
rumput yang didominasi oleh Pandanus sp dan bentangan makrofita (bakung) yang
mengapung seperti Crinum sp. Pada pesisir pantai tumbuh hutan bakau (mangrove)
sedangkan lebih jauh ke daratan yaitu di kawasan payau pada muara-muara sepanjang
sungai utama, terdapat tumbuhan nipah. Daerah pesisir pada pantai-pantai berpasir
banyak ditumbuhi tumbuhan marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola,
dan Barringtonia. Berbagai macam ekosistem itu membentuk habitat berbagai jenis
satwa liar, termasuk satwa langka dan terancam punah
Ekosistem
Flora
Fauna
Beberapa jenis ikan juga telah teridentifikasi, mulai dari ikan yang biasa
dikonsumsi masyarakat seperti jenis lais, toman, seluang, bakut dan sebagainya,
sampai jenis ikan hias, seperti ikan arowana (Schlerofagus formosus).
(a) (b)
Gambar 7. Satwa jenis primata Bekantan (a) dan Owa-owa (b) termasuk jenis satwa
dilindungi yang sering dijumpai di Taman Nasional Tanjung Puting
IV. METODE PENELITIAN
BLOK RISET
BLOK RIMBA
BLOK
PEMANFAATAN
Lokasi pengamatan dibagi kedalam 3 blok yaitu blok Rimba, blok Riset
dan blok Pemanfaatan (gambar 8) yang di dalamnya dibuat jalur/unit contoh
pengamatan yang seluruhnya berjumlah 6 jalur yang masing-masing jalur luasnya
2 hektar (20 m x 1000 m). Pembagian blok ini berdasarkan peruntukannya dalam
pengelolaan kawasan dan letaknya yang dipisahkan oleh sungai.
Blok Rimba peruntukan awalnya adalah untuk kegiatan rehabilitasi
orangutan (hingga tahun 2001), mempunyai topografi datar dengan mayoritas tipe
24
hutan dipterocarpus dataran rendah dan hutan rawa bergambut. Di blok Riset
yang merupakan lokasi tempat penelitian primata jenis bekantan dan owa-owa,
umumnya berhutan rawa dan hutan tanah kering (kerangas) dengan topografi
datar tidak jauh berbeda dengan Blok Rimba hanya lokasinya dipisahkan oleh
sebuah sungai yaitu Sungai Sekonyer Simpang Kanan. Topografi di blok
Pemanfaatan juga tidak jauh berbeda namun letaknya lebih tinggi dibanding ke
dua blok lainnya dengan tipe hutan yang umumnya adalah hutan sekunder
bercampur hutan rawa. Lokasi ini ditunjuk sebagai tempat percontohan
dilakukannya rehabilitasi kawasan dengan melakukan penanaman pohon berbagai
jenis sejak beberapa tahun yang lalu
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: peta
kerja skala 1:10.000, pita spotlight, spidol permanen, , label untuk penandaan
pohon sarang, paku, rain-coat, teropong binokuler, GPS, kamera foto digital, jam
tangan, alat tulis, tambang plastik, mistar ukur dan pita meter (25 meter), tally
sheet/check list, termohygro-meter dan hagahypso-meter. Alat transportasi terdiri
atas sampan, alkon (kapal kecil bermesi) dan speedboat.
1. Data bio-fisik habitat berupa (a) suhu dan kelembaban udara, (b) ketersediaan
air (c) keberadaan jenis jenis satwa lain (d) struktur vegetasi dan (e) tumbuhan
pakan orangutan
2. Data pohon sarang mencakup: (a) jenis pohon, (b) diameter pohon, (c) tinggi
total pohon, (d) tinggi bebas cabang (e) diameter tajuk, (f) jarak antar pohon
sarang, (g) jarak pohon sarang dari jalur/trek (h) jarak pohon sarang dengan
pohon sumber pakan, (i) profil pohon
3. Data karakteristik sarang meliputi: (a) tinggi tempat sarang, (b) posisi sarang,
(c) kelas sarang (d) bahan pembuat sarang dan (e) sumber pengambilan bahan
sarang
- Struktur dan komposisi jenis vegetasi. Pada setiap jalur pengamatan dilakukan
inventarisasi vegetasi dengan menggunakan metode garis berpetak yang
berukuran panjang 100 meter dan lebar 20 meter dan ditempatkan pada saat
pertama kali menemukan pohon sarang. Inventarisasi ini dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui kerapatan tumbuhan dan vegetasi sumber pakan
orangutan yang berkaitan dengan pemilihan pohon untuk bersarang. Hal ini
bermanfaat untuk menentukan jenis pohon yang disukai orangutan untuk
membangun sarang.
C D
B
A Arah
Rintisan
2 m 10 m
B
5m C D
20 m
100 m
Gambar 9. Bentuk dan ukuran petak pengamatan inventarisasi vegetasi
dengan metode garis berpetak
- Jenis pohon sarang. Dilakukan pencatatan nama lokal dan nama ilmiahnya.
- Diameter pohon. Mengukur diameter pohon tempat bersarang orangutan
dilakukan setinggi dada (dbh)/ 1,30 meter dari permukaan tanah atau 20 cm di
atas banir pohon dengan menggunakan pita ukur/ phi-band.
29
- Tinggi total pohon sarang. Jarak tegak lurus dari permukaan tanah hingga
puncak tajuk pohon dengan menggunakan haga-hypso meter atau dilakukan
dengan mengukur tinggi tempat bersarang ditambah tinggi dari sarang ke
puncak tajuk pohon
- Diameter tajuk pohon. Pengukuran dilakukan dengan cara memproyeksikan
tajuk pohon ke permukaan tanah, kemudian mengukur panjang garis
terpanjang (dt1) dan terpendek (dt2) antara dua titik terluar lingkaran yang
melewati titik tengah (batang pohon). Kemudian dinyatakan diameter tajuk
pohon dengan rumus X3 = (dt1+dt2)/2. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan pita ukur.
- Tinggi tempat bersarang. Jarak dari dasar sarang ke permukaan tanah secara
tegak lurus. Pengukuran dengan menggunakan haga
- Tinggi bebas cabang pohon (TBC) diukur dengan menggunakan hagahypso-
meter
- Jarak pohon sarang dari jalur trek. Pengukuran tegak lurus dari pohon sarang
dengan trek terdekat
- Jarak pohon sarang dengan pohon pakan. Jarak garis lurus antara batang
pohon pakan terdekat ke batang pohon sarang. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan pita ukur biasa.
- Jarak antar pohon sarang. Jarak ini diukur dari satu pohon sarang ke pohon
sarang berikutnya dengan menggunakan bantuan alat GPS
- Profil pohon sarang. Profil pohon sarang tersebut dapat digambarkan dengan
mencatat jenis pohon, tinggi bebas cabang, tinggi total, diameter, lebar tajuk
dan pola tajuk (tajuk berbentuk kerucut, silinder, bola, tidak beraturan, payung
dan tajuk kosong disalah satu sisinya).
Pada jalur pengamatan terhadap pohon pohon yang dipilih menjadi tempat
bersarang orangutan dilakukan pengambilan dan pengukuran data-data sarang
yang meliputi:
- Tinggi sarang. Jarak dari lantai hutan ke tempat sarang secara tegak lurus.
30
S −1
Dmg = ;
ln N
hal ini telah dianalisis hubungan antara peubah tidak bebas (Y) dengan peubah
bebas (X). Peubah tidak bebas (Y) adalah frekuensi keberadaan sarang pada suatu
pohon terpilih sedangkan peubah bebas (X) adalah peubah-peubah yang berasal
dari komponen fisik dan biotik habitat yang diduga mempengaruhi keberadaan
sarang orangutan pada tempat tersebut. Persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Y = bo + b1x1 + b2x2 + ….. + b10x10
Keterangan:
Y = frekuensi kehadiran sarang di pohon terpilih
b0 = nilai intersep
bi = nilai koefisien regresi ke-i
X1 = diameter pohon sarang (m)
X2 = tinggi total pohon sarang (m)
X3 = diameter tajuk pohon sarang (m)
X4 = tinggi bebas cabang pohon sarang (m)
X5 = jarak antar pohon sarang (m)
X6 = jarak pohon sarang dari jalur trek (m)
X7 = jarak pohon sarang dengan pohon pakan (m)
X8 = suhu udara (oC)
X9 = kelembaban udara (%)
X10 = jumlah jenis tumbuhan pakan orangutan
Alasan mengapa faktor faktor tersebut diatas (X1 sampai dengan X10)
yang dijadikan peubah yang mempengaruhi frekuensi keberadaan pohon sarang
orangutan adalah sebagai berikut:
Sampling Adequacy). Apabila besarnya nilai K-M-O MSA lebih besar dari
0.5, maka kumpulan peubah tersebut dapat diproses lebih lanjut.
b. Analisis regresi stepwise. Variabel-variabel hasil analisis faktor yang layak
diuji selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier
dengan metode stepwise. Regresi stepwise merupakan salah satu solusi
menyelesaikan masalah regresi yang variabel bebasnya saling berkorelasi
(multikolineritas). Dalam analisis ini, tidak semua variabel bebas (X) yang
diduga memiliki pengaruh terhadap variabel tidak bebas (Y) dimasukkan
dalam model regresi. Salah satu variabel bebas kadang berkorelasi atau
berhubungan dengan variabel bebas lainnya. Oleh karena itu prosedur
regresi stepwise dibuat agar menghasilkan model regresi terbaik. Selain itu,
karena kemungkinan terdapat variabel bebas yang saling berkorelasi maka
tidak semua variabel bebas hasil analisis regresi stepwise masuk dalam
model. Hal ini disebabkan variabel bebas lain yang memiliki korelasi lebih
besar dengan variabel tidak bebas sudah diwakilinya (Iriawan dan Astuti
2006).
Analisis jenis pohon sarang yang disukai oleh orangutan untuk bersarang
menggunakan asumsi bahwa semakin tinggi frekuensi kehadiran sarang pada
suatu jenis pohon tertentu , maka semakin disukai jenis pohon tersebut. Untuk
mengetahui hubungan antara frekuensi keberadaan sarang dengan jenis pohon
tertentu dilakukan pengujian menggunakan pendekatan Metode Neu’s (indeks
preferensi).
Metode Neu’s merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menentukan indeks preferensi habitat oleh satwa (Manly et al, 1993). Bibby et al.
(1998, diacu dalam Gunawan 2004) menyatakan bahwa jika nilai wi ≥ 1, maka
habitat (pohon) tersebut disukai..
Proses pengolahan data untuk menentukan indeks preferensi versi Manly et
al. (1993) disajikan pada Tabel 4.
35
Tabel 4. Kriteria yang diukur pada metode Neu’s versi Manly et al. (1993)
Jenis Pohon
p n u e w b
Sarang
1 p1 n1 u1 e1 w1 b1
2 p2 n2 u2 e2 w2 b2
...... ...... ...... ...... ...... ...... ......
k pk nk uk ek wk bk
Total 1.000 Σ ni 1.000 Σ ei Σ wi 1.000
Keterangan:
P = proporsi total jumlah individu jenis pohon sarang tertentu dalam petak
contoh
n = jumlah individu jenis pohon sarang yang digunakan
u = proporsi jumlah jenis pohon sarang yang digunakan (ni / Σ ni )
e = nilai harapan (pi x Σ ni)
w = indeks seleksi pohon sarang (ui / pi )
b = indeks seleksi yang distandarkan (wi / Σ wi)
Tabel 5. Suhu udara dan kelembaban maksimum, minimum dan rataan harian
pada lokasi penelitian
Suhu udara (oC) Kelembaban (%)
Blok
Maks Min Rataan Maks Min Rataan
Rimba
1. Camp Leakey 30 27 28.5 80 67 74
2. Pondok Tanggui 30 28 29 80 68 75
3. Beguruh 30 27 28.5 80 68 74
Rata-rata 30 27 28.5 80 68 74.5
Riset
1. Pondok Ambung 30 27 29 80 66 73
2. Natai Lengkuas 30 28 29 80 68 74
Rata-rata 30 28 29 80 67 73.5
Pemanfaatan
1. Pesalat 31 28 29.5 80 66 73
2. Tanjung Harapan 31 28 29.5 80 67 73
Rata-rata 31 28 29.5 80 66.5 73
air aktual ditentukan oleh ketersediaan air serta energi (radiasi surya) untuk
menguapkannya. Pada keadaan dimana kondisi uap air aktual relatif konstan,
peningkatan suhu udara yang disebabkan peningkatan penerimaan radiasi surya
akan menyebabkan peningkatan kemampuan udara untuk menampung uap air,
sehingga mengakibatkan penurunan kelembaban udara (kelembaban nisbi).
Ketersediaan Air
(a) (b)
Gambar 10. Beberapa contoh sumber ketersediaan air di blok Rimba berupa
kolam (a) dan sungai kecil (b) di blok Riset
paling jelas dikenali adalah jenis rangkong. Beberapa jejak satwa ditemukan
seperti jejak beruang (Helarctos malayanus) berupa bekas cakaran di pohon yang
merupakan pohon sarang atau pohon pakan orangutan, sisa-sisa rumah serangga
sejenis penghasil madu (lulut) yang merupakan makanan beruang madu yang
sudah hancur dan banyak berserakan di lantai hutan. Babi hutan juga terlihat
secara langsung di daerah penelitian termasuk jejak yang ditinggalkan berupa
kotoran babi hutan, bekas tanah yang diacak-acak babi saat mencari makan.
(a) (b)
Gambar 11. Jenis primata dan mamalia yang dijumpai yaitu (a) babi hutan (Sus
barbatus) (a) dan (b) bekantan (Nasalis larvatus)
Di blok Rimba, satwa yang terlihat atau terdengar suaranya adalah jenis
burung-burung rangkong (Buceros sp), satwa babi (Sus barbatus), suara kelasi
(Presbytis rubicundus) dan kancil ( Tragulus javanicus ) Di banding dengan blok
Rimba, blok Riset lebih banyak satwa primata yang dapat terlihat atau dikenali
dari suaranya. Hal ini memungkinkan terjadi mengingat di blok Riset memang
merupakan tempat penelitian bekantan (Nasalis larvatus) dan owa-owa
(Hylobates agilis), sehingga akan lebih mudah terlihat satwa tersebut sedang
makan ataupun bermain. Sementara di blok Pemanfaatan, jejak satwa babi dan
beruang lebih banyak ditemukan. Disamping jejak satwa tersebut juga dijumpai
beberapa kelompok kera ekor panjang ( Macaca fascicularis ) sedang makan dan
bermain.
Selama pengamatan, khususnya di blok Pemanfaatan ditemukan jejak
satwa beruang di pohon pempaning dan medang merawas yang juga merupakan
pohon tempat orangutan bersarang atau sisa rumah serangga (lulut) di bawah
40
pohon tersebut (gambar 12). Ini bisa menjadi indikasi bahwa orangutan masih
menggunakan pohon tertentu untuk bersarang walaupun di pohon tersebut pernah
digunakan oleh satwa beruang. Hal tersebut juga pernah disampaikan oleh
Galdikas (1978) yang menyebutkan suatu hari beruang madu malaya (Helarctos
malayanus) terlihat sedang makan di pohon yang juga ditempati orangutan betina
dengan bayinya yang sedang diteliti.
(a) (b)
Gambar 12. (a) Jejak berupa cakar beruang di pohon pempaning yang juga
merupakan pohon sarang dan (b) sisa makanan beruang berupa
serangga lulut
Tabel 6. Jumlah jenis, individu, kerapatan dan kekayaan jenis untuk masing
masing tingkat semai, pancang, tiang dan pohon di blok Rimba, Riset
dan Pemanfaatan.
NO BLOK SEMAI PANCANG TIANG POHON TOTAL
1 RIMBA Jenis 81 110 63 83 147
Individu 533 659 129 238 1559
Kerapatan 88833 17573 860 397
Kekayaan jenis (indeks Margalef) 12.74 16.79 12.76 14.98 19.86
Bila dilihat masing-masing blok pada tabel 7 di atas, maka blok Rimba
memiliki total jenis tumbuhan lebih banyak yaitu 147 jenis (1559 individu)
dibanding blok Pemanfaatan dengan 135 jenis (1343 individu) dan blok Riset
43
dengan 125 jenis (828 individu). Bila dilihat per jenis tumbuhan, hampir semua
jenis yang ada di Blok Riset dan Blok Pemanfaatan terdapat di Blok Rimba, tetapi
sebaliknya jenis seperti aru, damar batu, duku hutan dan lowari (puspa) yang
terdapat di blok Rimba tidak ditemukan dalam petak contoh di blok Pemanfaatan
maupun blok Riset (lampiran 3).
18.00
16.00
Indeks margalef
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
RIMBA RISET PEMANFAATAN
Blok
Gambar 13. Indeks kekayaan jenis pada tiap tingkatan tumbuhan vegetasi di
blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan.
44
Tabel 7 Jumlah jenis pakan dengan kerapatan di masing-masing blok pada setiap
tingkat tumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon)
2 RISET Jenis 31 35 28 34 54
Individu 116 120 75 115 426
Kerapatan 29000 4800 750 288
Kekayaan jenis (indeks Margalef) 6.31 7.10 6.25 6.95 8.75
3 PEMANFAATAN Jenis 29 46 35 31 59
Individu 207 156 216 69 648
Kerapatan 51750 6248 2160 173
Kekayaan jenis (indeks Margalef) 5.25 8.91 6.33 7.09 8.96
Kerapatan Tumbuhan Pakan & Vegetasi Kerapatan Tumbuhan Pakan & Vegetasi
pada Tumbuhan Tingkat Semai Pada Tumbuhan Tingkat Pancang
120000 20000
100000
15000
80000
60000
10000
40000
20000 5000
0
0
RIMBA RISET PEMANFAATAN
RIMBA RISET PEMANFAATAN
Kerapatan Tumbuhan Pakan & Vegetasi Kerapatan Tumbuhan Pakan & Vegetasi
pada Tumbuhan Tingkat Tiang pada Tumbuhan Tingkat Pohon
6000 500
5000 400
4000
300
3000
200
2000
100
1000
0 0
RIMBA RISET PEMANFAATAN RIMBA RISET PEMANFAATAN
Gambar 14. Kerapatan antara tumbuhan pakan dengan vegetasi pada tingkat semai,
pancang, tiang dan pohon di blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan
46
10.00
indkes margalef
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
RIMBA RISET PEMANFAATAN
Blok
Gambar 15. Indeks kekayaan jenis pakan pada tiap tingkatan tumbuhan di blok
Rimba, Riset dan Pemanfaatan
1
Dari satu pohon yang sama bisa dihitung beberapa jenis makanan yang berbeda seperti buah, daun,
bunga, kuncup, kulit kayu.
47
dari 68 jenis tanaman yang 10 diantaranya (15%) sama dengan spesies yang
dimakan di Tanjung Puting.
Pohon Sarang
Pohon sarang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pohon dimana
ditemukan sarang orangutan di atasnya. Pohon sarang yang diperoleh dapat
memiliki 1 sampai 2 buah sarang, baik itu sarang lama, sarang baru atau sarang
lama yang digunakan kembali dan masih dapat terlihat re-konstruksinya. .
Dalam penelitian ini telah di identifikasi 176 pohon sarang dari 73 jenis
pohon berbeda yang menyangga 206 buah sarang. Di blok Rimba ditemukan 102
pohon sarang (52 jenis), blok Riset ada 33 pohon sarang (23 jenis) dan blok
Pemanfaatan ditemukan 41 pohon sarang (32 jenis) (gambar 16)
Di blok Rimba dari 52 jenis pohon sarang, jenis getah merah (Palaquium
borneensis) paling banyak dipilih(9 individu), kemudian pempaning (Quercus
bennettii) 8 individu, ulin (Eusideroxylon zwagerii ) 7 individu, lurangan dan
katur merah (Dryobalanops oocarpa ) masing-masing 5 individu.
120
102
100
80
60
33 41
40
20 52
23 32
0
RIMBA RISET PEMANFAATAN
Gambar 16. Jumlah individu pohon sarang berikut jumlah jenis pohon sarang
tersebut di blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan.
Sedang pada blok Riset dari 23 jenis pohon sarang, jenis bati-bati dan ulin
dipilih sebagai pohon sarang masing-masing 3 individu, jenis pempaning
(Quercus bennettii) , medang perawas (Alsseodaphne insignis) dan jejantik
(Baccaurea sumatrana) masing-masing 2 individu.
48
9 6 5 20
SEDANG 92.68 – 162.35
(9%) (8%) (18%) (11.4%)
Pada blok Rimba dari 102 pohon sarang, 90 pohon diantaranya (88%)
masuk dalam kategori diameter kecil. Demikian pula di blok Riset dari 33 pohon
49
sarang, 27 pohon (82%) berdiameter kecil dan di blok Pemanfaatan dari 41 pohon
sarang, 36 diantaranya (82%) berdiameter kecil.
Tajuk pohon merupakan bagian pohon yang dibentuk oleh pola
percabangan atau dahan-dahan serta rantingnya. Faktor lingkungan sangat
berpengaruh terhadap bentuk tajuk, sehingga sifat morfologi tajuk kurang
berperan sebagai ciri pengenal pohon (Sutisna dkk. 1998). Bentuk tajuk pohon
sarang yang dapat di identifikasi dari penelitian ini umumnya berbentuk tidak
beraturan (type E). Diameter tajuk bervariasi antara 3 - 9 meter dengan rata rata
diameter 6.1 meter. Tabel 9 dan Gambar 17 menunjukkan jumlah dan persentase
bentuk tajuk dari 176 pohon sarang yang teridentifikasi.
Tabel 9. Bentuk tajuk pohon sarang
6% 5%
Kerucut
Tidak beraturan
Payung
10%
16%
Gambar 17. Persentase bentuk tajuk dari 176 pohon sarang Orangutan yang
diamati
Sarang orangutan, biasa disebut sarang harian untuk bermain dan istirahat
serta berlindung dari sengatan matahari ( dikenali dengan konstruksi yang lebih
rapuh, tipis, ramping), dibangun tepat di pohon pakan dalam hal ini dilakukan
50
Sarang Orangutan
45
38 123
Gambar 18. Jumlah sarang ditemukan di blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan
Tinggi sarang di Blok Rimba antara 6–27 meter dengan rata rata 14.2 meter.
Di blok research antara 4-25 meter dengan rata-rata 12.1 meter dan Blok
Pemanfaatan berkisar 6-18 meter dengan rata-rata 11.9 meter (tabel 10)
51
RIMBA 6 27 14.2
RISET 4 25 12.1
PEMANFAATAN 6 18 11.9
Rata-rata tinggi sarang pada Blok Rimba masuk dalam kisaran yang
disebutkan dalam Rijksen (1978), bahwa tinggi sarang untuk orangutan borneo
umumnya lebih disukai di 13-15 meter, namun itu tergantung struktur hutan.
Untuk Blok Riset dan Blok Pemanfaatan lebih rendah dibanding ketinggian
sarang di Blok Rimba terutama dikarenakan rata-rata ketinggian pohon sarang
yang berbeda (lihat tabel 17). Dari data ketinggian pohon dan sarang dapat
dijelaskan bahwa rata-rata letak sarang yang diketemukan berjarak antara 2.5 –
3.6 meter dari puncak pohon (kanopi).
Dalam penelitian ini teramati ada 7 buah sarang yang material sarangnya
berasal dari pohon yang berbeda, 5 buah dari 2 pohon berbeda dan 2 buah sarang
dari 3 pohon berbeda (tabel 11)
Tabel 11. Sumber bahan penyusun sarang yang berasal dari satu jenis pohon
sarang hingga tiga jenis pohon yang berbeda
Umumnya sarang yang ditemukan sudah tidak baru lagi, ada beberapa
sarang baru yang masih memperlihatkan daun-daun yang masih baru dan hijau,
52
namun ada pula sarang yang pondasi dan daunnya sudah lama, berwarna coklat
kering dan bercampur diatasnya dengan daun-daun yang masih baru dan hijau.
Kualitas sarang dikelompokkan dalam kelas berdasarkan kriteria seperti
ditunjukkan dalam Tabel 13. Bahan penyusun sarang terdiri atas daun yang
berukuran kecil sampai besar, ranting dan dahan-dahan kecil.
3. Blok Pemanfaatan. Faktor diameter pohon (X1) dan jumlah jenis tumbuhan
pakan (X10) yang menjadi faktor determinan di blok ini. Persamaan Y = -
0.858 – 0.257X1 + 0.119X10 (R=74.8%) yang dihasilkan menunjukkan bahwa
peubah diameter pohon (X1) dan jumlah jenis pakan (X10) merupakan dua
faktor yang paling determinan mempengaruhi frekuensi keberadaan sarang
pada pohon terpilih dilihat dari nilai signifikansinya, p-value kedua peubah
(p<0.05). Meskipun hanya dua peubah tersebut yang determinan, peubah-
peubah lainnya secara keseluruhan saling mempengaruhi dan mempunyai
hubungan yang erat, bila dilihat dari besarnya nilai sidik ragam (Analysis of
Variance) yang menunjukkan nilai p = 0.000 artinya semua peubah
berpengaruh nyata dan lebih dari 63% (R2 = 0.633) frekuensi keberadaan
sarang pada pohon terpilih diterangkan oleh peubah-peubah yang ada.
Dari ke tiga blok tersebut menunjukkan bahwa faktor diameter pohon dan
jumlah jenis tumbuhan pakan orangutan yang menjadi faktor yang berpengaruh
terhadap keberadaan sarang pada pohon tertentu. Pengaruh tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
(a)
Keberadaan Sarang & Ketersediaan Jenis Pakan
140
120 123
100
Jumlah
80
65
60 59
54
40 45
38
20
0
RIMBA RISET PEMANFAATAN
Blok Penelitian
56
(b)
Hubungan jumlah jenis pakan dengan
ketersediaan jenis di tiap tingkat tumbuhan
200
Pohon
150 49 31
Tiang
34 55
100 33
54 Pancang
28
45
50 35 46 59 Semai
65
39 31 29
0 Pakan
RIMBA RISET PEMANFAATAN
Blok
Gambar 19. (a) dan (b) Hubungan antara keberadaan sarang dengan jumlah jenis
pakan yang teridentifikasi di blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan
pakan yang mencukupi (lebih tinggi dari segi jumlah, kerapatan dan kekayaan
jenis dibanding dua blok lainnya), serta kondisi hutan yang masih baik,
menyebabkan orangutan sudah merasa nyaman berada di blok tersebut. Hal
kelimpahan ketersediaan pakan di blok Rimba digambarkan pula oleh sebuah
penelitian tahun 1971-1978, bahwa Orangutan makan lebih dari 400 jenis
makanan, diantaranya 74% atau sekitar 235 terdiri atas spesies pepohonan yang
berbeda (Galdikas, 1978). Sebagai perbandingan, dari hasil penelitian orangutan
oleh MacKinnon (1974) di Ula Segama berhasil mengidentifikasi ± 110 jenis
makanan termasuk dari 68 jenis tanaman yang 10 diantaranya (15%) sama dengan
spesies yang dimakan di Tanjung Puting. Kedua, adalah faktor keamanan, dimana
di blok Rimba lebih termonitor dengan keberadaan petugas dan peneliti yang
tinggal di lokasi, sementara blok Pemanfaatan relatif tidak termonitor, sehingga
secara tidak langsung turut mempengaruhi frekuensi keberadaan orangutan untuk
beraktivitas (termasuk bersarang) di sekitar lokasi tersebut.
Dari data pohon sarang terlihat bahwa rata-rata pohon sarang berdiameter
kecil yang banyak dijadikan pohon sarang (tabel 8). Tetapi dari sebaran ukuran
diameter jenis vegetasi (pancang dan pohon) yang ada di ketiga blok tersebut,
terlihat bahwa hampir semua ukuran diameter pohon berpeluang untuk dijadikan
pohon sarang (tabel 13). Kemudian bila dilihat dari koefisien korelasi (r), keeratan
hubungan antara variable bebas diameter pohon (X1) dengan variabel tidak
bebasnya (Y) tidak cukup kuat yaitu 18.3% di blok Rimba dan 10% di blok
Pemanfaatan (lihat lampiran hasil regresi). Ini artinya faktor diameter pohon
mempunyai pengaruh yang kecil bagi orangutan dalam memilih pohon sarang,
peranan faktor diameter lebih bersifat dukungan kepada faktor jumlah jenis pakan
(X10) dalam mempengaruhi keberadaan sarang pada pohon tertentu.
58
Tabel 13. Perbandingan ukuran diameter tumbuhan (tiang dan pohon) dengan
diameter pohon sarang di blok Rimba, Riset dan Pemanfaatan
151-170 7 0 0 16 0 0 3 0 0
171-190 6 4 33.3 17 0 0 3 0 0
191-210 4 0 0 8 0 0 2 0 0
211-230 2 0 0 4 0 0 0 0 0
231-250 1 1 100 1 0 0 0 0 0
251-270 2 0 0 2 0 0 0 0 0
271-290 6 0 0 8 0 0 1 0 0
Untuk menganalisis tipe pohon yang disukai oleh orangutan untuk bersarang
digunakan asumsi bahwa bahwa semakin tinggi frekuensi kehadiran sarang pada
suatu tipe pohon tertentu , maka semakin disukai tipe pohon tersebut. Dan untuk
mengetahui hubungan antara frekuensi keberadaan sarang dengan tipe pohon
tertentu akan dilakukan pengujian menggunakan pendekatan Metode Neu’s
(indeks preferensi).
Metode Neu’s merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menentukan indeks preferensi habitat oleh satwa (Manly et al. 1993). Bibby et al
(1998, diacu dalam Gunawan 2004) menyatakan bahwa jika nilai wi ≥ 1, maka
habitat tersebut disukai, dan dalam hal ini juga dapat dipakai untuk menentukan
indeks preferensi pohon yang disukai oleh orangutan.
Berdasarkan jumlah sarang yang ditemukan pada pohon tertentu, maka
dari 73 jenis pohon sarang terdapat 13 jenis yang memiliki nilai indek Noe’s
59
lebih dari 1 (wi ≥ 1), artinya pohon-pohon tersebut yang dianggap disukai
orangutan untuk bersarang. Perhitungan indeks preferensi untuk 73 jenis
selengkapnya terlihat pada Lampiran 9. Sementara pada Tabel 14 di bawah ini
memperlihatkan ke 13 pohon sarang yang disukai berdasarkan jumlah sarang per
pohonnya.
Tabel 14 Daftar jenis pohon sarang disukai berdasarkan metode Noe’s (indeks
preferensi) dilihat dari keberadaan jumlah sarang.
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Pisang -
Katur Merah
Ulin
Kopi Layu
Kayu Bunga
Buku Nisan
Ribu - ribu
Mentabuan
Lanan
Getah
Blunjuan
Bengkel
Lowari
Belanti
Nilai indeks
Gambar 20. Beberapa jenis dari 42 jenis pohon sarang yang disukai berdasarkan
nilai indeks preferensi (w≥1) yang ditemukan dari 73 jenis pohon
sarang Orangutan
50
40
30
20
10
0
Katur Merah
Kopi Layu
Kayu Bunga
Merinjahan
Arahan
Pakit
Mampai /
Jejantik
Meritam
Idur
Bentan
Beginci
Bengkel
Poga
Pempaning
Pempaning
Limau
Penseluang
Tentamu
Betimpus
42 pohon sarang
Tabel 15 Contoh 10 pohon sarang dari 42 pohon sarang (tingkat pancang, tiang dan po-
hon) yang disukai orangutan berdasarkan indeks preferensi
No Jenis Individu dlm Individu persentase Indeks Kriteria
petak contoh ada sarang (%) (w)
1 Katur Merah 5 5 100.00 8.57 Sangat disukai
2 Sundi 3 3 100.00 8.57 Sangat disukai
3 Idur Beruang 4 3 75.00 6.43 Sangat disukai
4 Ulin 16 10 62.50 5.36 Cukup disukai
5 Bentan 2 1 50.00 4.29 Cukup disukai
6 Ketikal 6 3 50.00 4.29 Cukup disukai
7 Kopi Layu 6 3 50.00 4.29 Cukup disukai
8 Pengkerubungan 2 1 50.00 4.29 Cukup disukai
9 Meritam 5 2 40.00 3.43 Disukai
10 Getah Merah 26 9 34.62 2.97 Disukai
Dari 42 jenis pohon sarang yang disukai, 15 jenis diantaranya (35 %) juga
merupakan pohon pakan. Pohon katur merah (Dryobalanops oocarpa), sundi dan
idur beruang (Pometia pinnata) merupakan pohon yang sangat disukai, ini dapat
dilihat bahwa dari jumlah pohon jenis tersebut (tingkat pancang, tiang dan pohon)
dalam petak contoh kesemuanya dijadikan pohon sarang oleh orangutan (100%).
Ini menunjukan kesukaan orangutan terhadap pohon tersebut sangatlah besar,
mengingat jumlahnya yang relatif sedikit namun dicari oleh orangutan untuk
bersarang.
Dalam penelitian ini tinggi rata-rata pohon sarang dan sarang orangutan
untuk pohon katur merah 16.60 meter dan 14 meter, untuk pohon sundi 13.5 meter
12.5 meter dan pohon idur beruang 22 meter dan 20.5 meter. Pada ke dua pohon
tinggi sarang berada di 12.5 - 14 meter, ini masuk dalam range tinggi sarang yang
disukai orangutan borneo menurut Rijksen (1978) umumnya di 13-15 meter.
Sementara untuk idur beruang lebih tinggi lagi selain karena pohonnya yang
relatif lebih tinggi, juga mungkin untuk keamanan orangutan meletakkan sarang
mengingat pohon idur beruang juga disukai oleh satwa beruang. Rata-rata
diameter tajuk ketiga pohon tersebut antara 5.75 – 6.75 meter dengan tinggi bebas
cabang rata-rata 10.6 meter.
Sementara bentuk tajuk pohon katur merah tidak secara spesifik
pemilihannya, mulai dari bentuk payung, tajuk kosong di salah satu sisi, silinder
dan tajuk tidak beraturan, sedangkan posisi sarang 40% berada pada pertemuan
cabang atau tajuk dari pohon berbeda dan 40% berada di antara dua canag dengan
62
batang utama dan 20% antara dua cabang. Ini ada kaitannya dengan diameter
pohon katur merah yang relatif lebih kecil yaitu antara 0.5-0.6 meter dengan
tinggi pohon rata-rata 16.60 meter, sehingga perlu penguatan dari cabang atau
tajuk pohon berbeda agar cukup kuat untuk menopang luas dan beban tubuh
orangutan tersebut. Demikian pula pohon sundi yang memilih pohon dengan
bentuk tajuk bola, sedang posisi sarang sama seperti katur merah, dimana 50%
berada diantara cabang dari dua pohon berbeda dan 50% diantara dua cabang
dengan batang utama, ini berkorelasi dengan diameter pohon yang relatif kecil
yaitu antara 0.4-0.45 meter. Sementara untuk pohon idur beruang, juga tidak ada
kekhususan dalam memilih bentuk tajuk, ada yang berbentuk silinder atau bola,
sementara posisi sarang berada pada dua cabang pohon yang sama, dengan
diameter pohon antara 0.4-1 meter.
VI. SIMPULAN & SARAN
A. SIMPULAN
B. SARAN
2. Lokasi atau jalur yang banyak ditemukan sarang orangutan, perlu menjadi
pertimbangan dalam penentuan zonasi taman nasional dengan tetap
melakukan monitoring dan pengamanan secara intensif.
3. Dengan mengetahui preferensi pohon sarang yang terdapat pada jalur tertentu,
bagi pihak pengelola kawasan menjadi informasi penting dalam rangka
perbaikan menejemen misalnya untuk pengelolaan wisata trekking dengan
peluang bertemu dengan orangutan liar atau pengenalan sarang
Bailey JA. 1984. Principles of Wildlife Management. New York: Wiley. 373 p.
Galdikas BFM. 1988. Orangutan Diet, Range and Activity at Tanjung Puting,
Central Borneo. International Journal of Primatology.
Johnson RA, Bhattacharyya GK. 1992. Statistic, Principles and Methods. New
York: Wiley.
Maple TL. 1980. Orangutan Behavior. Van Mostrand Reinhold Company. New
York
66
Moen, AN. 1973. Wildlife Ecology, WH. Freeman and Company, San Fransisco.
Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of Primates. The MIT Press.
Massachusetts.
Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology. Third Edition. W.H. Freeman and Co.
San Francisco. 574 p. Tropics With Special Emphasis on South East Asia.
School
Pramesti G. 2007. Aplikasi SPSS 15.0 dalam Model Linier Statistika. PT. Elex
Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Jakarta.
Santoso dan Tjiptono. 2001. Riset Pemasaran konsep dan Aplikasi dengan SPSS.
PT. Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Jakarta.
Sujarno KR. 2000. Analisis Hubungan Antara Dimensi Sarang dan Karakteristik
Individu Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus Linneaus, 1760) di
Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah. Skripsi. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. tidak
diterbitkan.