Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

4158-Article Text-15440-1-10-20211117

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi e-ISSN: 2460-0585

STRATEGI PERENCANAAN PPH PASAL 22 DENGAN DANA PENYERTAAN


MODAL NEGARA PADA PT.PERTANI (PERSERO) WILAYAH III

Rika Abpriana Dewi


rika.dewi@pertani.co.id
Fidiana

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT
This research aimed to find out the strategy of tax planning which was conducted at PT. Pertani (Persero)
Wilayah 3 without prejudice to tax obligations regarding compliance in the collection of income tax article 22 to
corporate partners. This research used qualitative descriptive with the source data through observations,
interviews, books, and previous research results which discussed the income tax article 22 and tax planning. The
result research show that company was it was obliged to collect taxes every time to procure or purchase goods
and services. Based on the regulation of collect stated in the Ministry Regulation of Republic of Indonesia
No110/PMK.010/2018. Therefore, it used by companies to carry out tax planning strategies in overcoming the
phenomena that occur by making purchases in stages whose purchase value is below the provisions of the
exclusion of article 22 income tax collection excluding VAT and is not a split payment from a transactions the
second ways were used the gross-up method with the special calculation formula i.e. namely the result of the bill
multiplied by ten divided by the result of the subtraction often minus the result of 10 times the income tax rate
of article 22, also making an initial agreement with partners for the amount of DPP (after gross-up) to be
included in the billing memo so that it looks like a normal bill.

Keywords: plan strategy, tax planning, income tax

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi perencanaan pajak yang dilakukan pada PT.
Pertani (Persero) Wilayah 3 dengan tidak mengurangi kewajiban perpajakan mengenai kepatuhan
dalam pemungutan PPh Pasal 22 kepada rekanan. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif
dengan sumber data melalui observasi, wawancara, buku, dan hasil penelitian terdahulu yang
membahas tentang PPh pasal 22 dan perencanaan pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perusahaan wajib memungut pajak setiap kali melakukan pengadaan atau pembelian barang dan jasa.
berdasarkan peraturan pemungutan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Republik Indonesia
No110/PMK.010/2018. Oleh karena itu digunakan perusahaan untuk melakukan strategi
perencanaan pajak dalam mengatasi fenomena yang terjadi dengan melakukan pembelian secara
bertahap yang nilai pembeliannya di bawah ketentuan pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 tidak
termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran split dari suatu transaksi. cara kedua digunakan
metode gross-up dengan rumus perhitungan khusus yaitu hasil tagihan dikalikan sepuluh dibagi
hasil pengurangannya sering dikurangi hasil 10 kali tarif PPh pasal 22, juga membuat kesepakatan
awal dengan rekanan untuk besaran DPP (setelah gross-up) untuk dimasukkan ke dalam billing memo
agar terlihat seperti tagihan biasa.

Kata Kunci: strategi perencanaan, perencanaan pajak, pajak penghasilan

PENDAHULUAN
Demi kelancaran dalam menjalankan fungsi pemerintahan disuatu negara
diperlukannya sumber pendapatan negara atau modal, salah satu sumber pendapatan
terbesar diperoleh dari pungutan berupa pajak. Pajak memiliki peran penting dalam
pelaksanaan pembangunan negara dan memiliki beberapa fungsi yang dapat membantu
pemerintah untuk membentuk dana cadangan dan/atau memberikan pinjaman/penyertaan
2

modal negara kepada perusahaan negara/daerah dengan persetujuan dari DPR/DPRD.


Tujuan dan ruanglingkup Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dimaksud telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 6 tahun 2006 sebagai metode Pemerintah dalam
pemisahaan aset negara dan modal di BUMN, BUMS, Badan Hukum Publik, ataupun
perusahaan milik lembaga internasional.
Sesuai dengan PP No 6 tahun 2006 mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN)
dengan tujuan untuk kesejahteraan umum masyarakat dan penyelamat perekonomian
nasional yang dapat meningkatkan peran BUMN sebagai agent of development, salah satu
contoh BUMN yakni PT. Pertani (Persero). Kegiatan usaha pada PT. Pertani (Persero)
Wilayah 3 sebagian besar merupakan penunjukan langsung dari pemerintah pusat maupun
daerah untuk memproduksi barang subsidi berupa benih padi subsidi, yang akan disalurkan
ke para petani sesuai dengan ketentuan berlaku. Maka kegiatan usaha tersebut diperlukan
kerja sama dengan pihak lain (rekanan) yang terkait dengan pengadaan baik barang
maupun jasa selama proses produksi barang subsidi tersebut, serta tidak lepas dari
pengenaan pajak.
Dalam hal ini status perpajakan perusahaan persero sebagai pengukuhan pengusaha
kena pajak, maka setiap terjadi transaksi pengadaan baik barang maupun jasa diwajibkan
untuk melakukan pemungutan pajak penghasilan sesuai pos-pos pasal yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Wawasan dan pengetahuan tentang perpajakan sangat
dibutuhkan, agar pencatatan yang dilakukan PT. Pertani (Persero) Wilayah 3 sehubungan
dengan pengadaan tersebut dan pelaksanaan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) tidak
melanggar Undang–Undang perpajakan yang berlaku. Pos–pos pemungutan pajak
penghasilan untuk pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas pengadaan/ penyerahan
barang telah diatur dalam PMK No 110 tahun 2018 dan untuk pasal 23 sehubungan dengan
pembayaran atas pengadaan/ perolehan jasa lainnya telah diatur dalam PMK No 141 tahun
2015.
Riset ini menemukan fenomena yang timbul karena naluri alamiah seorang manusia
yang melekat disebagian rekanan PT. Pertani (Persero) Wilayah 3 dari dulu hingga saat ini
seperti berusaha dalam berbagai cara untuk dapat menghindar dari beban pajak. Naluri
rekanan yang dimaksud dalam fenomena diatas terdapat pada rekanan perorangan yaitu
adanya penolakan/ keberatan untuk dipungut PPh Pasal 22 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahaan barang. Terjadinya fenomena diatas membuat penulis ingin
membahas tentang penerapan “Strategi Perencanaan PPh Pasal 22 Dengan Dana Penyertaan
Modal Negara (PMN)” (studi kasus pada PT.Pertani (Persero) Wilayah 3). Karena tidak
menutup kemungkinan setiap pelaku bisnis sulit untuk menghindar dari pungutan pajak
baik pungutan pajak secara langsung maupun tidak langsung, sehingga dibutuhkan sebuah
manajemen dalam menjalankan usaha salah satunya manajemen perpajakan, bertujuan agar
strategi perencanaan dan penerapan perpajakan berjalan dengan benar sesuai peraturan
pemerintah.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan strategi perencanaan pajak penghasilan pasal
22 dengan dana PMN yang dilakukan PT. Pertani (Persero) Wilayah 3?”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi perencanaan pajak penghasilan pasal 22 atas
pembelian barang dengan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dilakukan PT.
Pertani (Persero) Wilayah 3 terhadap rekanan perusahaan terkait, tanpa mengesampingkan
kewajiban perpajakan ini sesuai atau tidak dengan UU.

TINJAUAN TEORITIS
Pajak Penghasilan (PPh)
Definisi pajak memiliki unsur–unsur iuran dari rakyat kepada negara berupa uang dan
bersifat memaksa berdasarkan UU, iuran tesebut digunakan untuk membiayai pengeluaran
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 10, Nomor 8, Agustus 2021
3

negara yang bermanfaat bagi masyarakat. Undang–undang Pajak Penghasilan (PPh)


mengatur tentang pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan selama satu Tahun Pajak (Mardiasmo, 2019:5).
Penghasilan yang masuk dalam kategori digambarkan sebagai berikut: kompensasi
untuk pekerjaan yang diterima termasuk gaji, upah, tunjangan, honor, komisi, bonus,
tunjangan pensiun, natura, atau kompensasi lainnya yang dibayar oleh pemberi kerja;
hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan atau penghargaan seperti hadiah dari pertandingan
dan lain-lain; laba usaha; keuntungan dari penjualan atau pengalihan kepemilikan harta;
penerimaan kembali pembaran pajak; bunga deposito, premi, deviden, saham; royalti atau
imbalan atas penggunaan hak cipta; sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta; penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; keuntungan karena
pembebasan hutang; keuntungan selisih kurs mata uang asing; selisih lebih karena penilaian
kembali aset; premi asuransi; iuran yang diterima perkumpulan dari anggotanya
sehubungan dengan menjalankan usaha; tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak; penghasilan dari usaha yang berbasis syariah; dan surplus Bank
Indonesia.
Pajak merupakan pungutan yang terjadi akibat adanya kegiatan usaha berdasarkan
undang–undang pemerintahan. Menurut golongannya pemungutan pajak dikelompokan
menjadi 2 (dua) yaitu pajak langsung (derect tax) ditanggung oleh orang pribadi atau badan
usaha (persuhaan) contoh Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak tidak langsung (indirect tax)
ditanggung oleh masyarakat contoh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Suandy,2011:5).
Jenis–jenis pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku berdasarkan dari
tingkat penghasilan, profesi, peredaran bruto usaha, dan aktivitas usaha lainnya meliputi
PPh Pasal 15 merupakan pungutan pajak dengan norma perhitungan khusus dan
merupakan golongan WP tertentu yang berprofesi sebagai pengusaha; PPh Pasal 21
merupakan pungutan pajak yang dilakukan perusahaan kepada karyawan atas perolehan
upah, gaji, honor, tunjangan dll, kemudian disetor langsung ke kas negara; PPh Pasal 22
merupakan pungutan pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah, BUMN/ BUMD,
kepada rekanan/ WP karena kegiatan impor atau pengadaan barang; PPh Pasal 23
merupakan pungutan pajak yang dipotong oleh WP atas transaksi deviden, bunga, royalti,
jasa sewa lainnya selain sewa tanah dan bangunan atau penyelenggaraan kegiatan diluar
ketetapan pemotongan PPh ps 21; PPh Pasal 25 merupakan angsuran pajak setiap bulan
berdasarkan jumlah Pajak Penghasilan terhutang yang telah dikurangi PPh bersifat dapat
dikreditkan dan terlapor pada SPT Tahunan PPh dibagi 12; PPh Pasal 26 merupakan
pungutan pajak atas sumber penghasilan di Indonesia yang diterima WP luar negeri selain
BUT; PPh Pasal 29 merupakan pajak terutang selama satu tahun setelah dikurang kredit
pajak yang telah disetor dalam suatu perusahaan sebelum melakukan pelaporan SPT
Tahunan Badan; PPh Pasal 4 ayat 2 merupakan pungutan pajak dari penghasilan bunga
deposito, bunga tabungan, sewa tanah dan bangunan, transaksi lain yang penghasilan atau
pendapatnya bersifat Final.
Wajib Pajak (WP) dibedakan menjadi 2 (dua) sesuai pasal 2 (1) UU Pajak Penghasilan
No. 36 Tahun 2008 adalah pertama subjek pajak dalam negeri meliputi orang pribadi,
warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; badan usaha
pemerintah maupun swasta; bentuk usaha tetap yang perlakuan perpajakan sama dengan
subjek pajak badan. Bertempat tinggal maupun peredaran usahanya berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan; kedua
subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha dan/atau menerima penghasilan dari
Indonesia namun pemilik usaha (orang pribadi) tinggal di Indonesia kurang dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari.
4

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22


PPh Pasal 22 merupakan pajak yang di pungut oleh bendahara pemerintah. Bendahara
pemerintah termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau
lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas
dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama; dan badan-badan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lainnya. Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui
pemotongan atau pemungutan oleh pihak-pihak tertentu.
Peraturan Menteri Keuangan No. 110 tahun 2018 menetapkan objek penghasilan yang
dikenakan pajak PPh Pasal 22 atas impor barang tertentu adalah 10% dari nilai impor
(Lampiran I No.110/PMK.010/2018); 7,5% dari nilai impor (Lampiran II PMK
No.110/PMK.010/2018) dsb. Kewajiban PT. Pertani (Persero) Wilayah 3 dalam
melaksanakan penerapan PPh Pasal 22 seperti tatacara dalam perhitungan, pemotongan,
pembayaran, dan pelaporan PPh Pasal 22 telah dilakukan menggunakan tarif 0,25% untuk
pengadaan barang yang tidak mengalami proses produksi dan tarif 1,5% untuk pengadaan
barang yang mengalami proses produksi dengan rumus perhitungan sebagai berikut.

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) x Tarif PPh ps 22

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22


Berdasarkan PMK No. 34 tahun 2017 tanggal 01 Maret 2017 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan PMK No. 110 tahun 2018 tanggal 5 September 2018 tentang pemungutan
pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya, diketahui bahwa terdapat
pengecualian terhadap pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah, BUMN
dan badan usaha industri atau eksportir, pembeli komoditas tambang, berkenaan dengan
pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah, yang jumlahnya paling
banyak Rp2.000.000,00 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan
pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00.
Pembayaran yang dilakukan oleh BUMN dan badan usaha tertentu, yang jumlahnya
paling banyak Rp10.000.000,00 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan
merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari
Rp10.000.000,00. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebuna, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur untuk keperluan
industri yang jumlahnya paling banyak Rp20.000.000,00 tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai dalam satu Masa Pajak. Pembelian batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam
dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan yang telah dipungut
Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang untuk keperluan kegiatan usaha oleh
BUMN dan badan usaha tertentu.
Pembelian gabah/beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna Anggaran,
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna
Anggaran, atau bendahara pengeluaran). Pembelian gabah/beras oleh BULOG. Pembelian
bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga
pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum BULOG) atau BUMN lain
yang mendapatkan penugasan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.

Sifat Pemungutan
Pada dasarnya sifat pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 bersifat tidak final dan
dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam satu tahun berjalan
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 10, Nomor 8, Agustus 2021
5

bagi Wajib Pajak yang dipungut, kecuali pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas kepada agen, bersifat final.
Terdapat teori pendukung atau memberikan justifikasi tentang hak negara untuk
memugut pajak meliputi; pertama teori asuransi, negara melindungi keselamatan jiwa, harta
benda, dan hak-hak rakyatnya, oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut;
kedua teori kepentingan, pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan masing–masing individu (misal perolehan keuntungan), semakin besar
kepentingan seseorang terhadap negara semakin tinggi pajak yang harus dibayar.
Ketiga teori daya pikul, beban pajak untuk semua orang sama beratnya sesuai daya
pikul masing-masing orang dengan pengukuran menggunakan unsur objektif melihat
besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang dan unsur subjektif
memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi, contoh penghasilan/
bulan Wajib Pajak (WP) yang menikah dan belum menikah besar objektif sama namun
subjektifnya berbeda sehingga WP yang menikah pajaknya lebih kecil daripada WP yang
belum menikah.
Keempat teori bakti, dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya, sebagai warga negara yang berbakti menyadari pembayaran pajak
adalah suatu kewajiban; dan teori terakhir teori asas daya beli sebagai dasar pemungutan
pajak terletak pada saat WP melakukan pembelian barang maupun jasa, semakin tinggi daya
beli dari rumah tangga masyarakan semakin besar pendapatan rumah tangga negara yang
selanjutkan akan disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarat (Mardiasmo, 2019:5). Dengan demikian harapannya kepentingan
seluruh masyarakat lebih diutamakan. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan
penerima penghasilan serta memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan UU
Perpajakan.

Strategi Perencanaan
Terdapat aspek – aspek dalam ketaatan pajak meliputi aspek formal dan
administratif merupakan segala urusan yang menyangkut penyelenggaraan menurut
peraturan perpajakan yang berlaku termasuk ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
aspek material merupakan serangkaian perhitungan angka yang menggambarkan terjadinya
pajak terutang, dalam kasus ini semua perpajakan harus dilakukan dengan benar dan
lengkap bebas dari kelalaian teknis (Wisanggeni dan Suharli, 2017:4).
Secara garis besar pengaruh pajak terhadap perusahaan indentik dengan unsur
menurunkan laba. Pembayaran kewajiban pajak atas penghasilan yang didapat atau
perolehan laba pada perusahaan diakui sebagai biaya dan/atau beban, untuk meningkatkan
efisiensi dan daya saing maka perlu melakukan penekanan biaya seoptimal mungkin.
Sehingga dalam rangka meminimalkan beban dibutuhkannya strategi penghematan pajak
(tax saving) dan perencaraan pajak (Tax planning). Sarana pengelolaan kewajiban pajak dalam
suatu perusahaan disebut manajemen pajak (tax management).
Strategi merupakan suatu rancangan sebuah rencana yang akan dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan keunggulan masing–masing agar dapat merebut pangsa pasar
dan memukul pesaing baik dibidang produksi, perdagangan, persenjataan. Perencanaan
adalah suatu kegiatan yang dimulai dengan menentukan dan merencanakan langkah-
langkah untuk meraih tujuan yang ingin dicapai secara menyeluruh serta sebagai alat
umpan balik atas hasil yang dicapai dengan rencana awal. Peranan perencanaan sangat
strategis sehingga menjadi salah satu fungsi manajemen yang penting, karena didalamnya
terdapat rencana pembayaran pajak yang efektif. Fungsi utama perencanaan adalah
memberi arah perusahaan dengan tujuan bahwa perusahaan harus mematuhi semua
peraturan UU perpajakan yang berlaku di Indonesia; mengurangi kesalahan dalam
6

penerapan peraturan perpajakan agar perusahaan tidak dikenakan sanksi atas


keterlambatan pembayaran maupun pelaporan perpajakannya (Sumarsan, 2013:113).
Terdapat enam cara pengelakan pajak antara lain penggeseran pajak (Tax Shifting)
mengubah pemotongan pajak kepada pihak lain; kapitalisasi pajak beban pajak ditanggung
oleh penjual; transformasi dengan menetapkan harga penjualan tinggi dan pajak ditanggung
perusahaan yang seharusnya dapat ditanggung konsumen namun dikompensasikan
kedalam keuntungan; penghindaran pajak dan penyelundupan pajak; terakhir
memanfaatkan pengecualian pengenaan pajak yang tercantum didalam peraturan
pemerintah (Pohan, 2018:12).
Dalam studi kasus yang diteliti oleh penulis diketahui salah satu teknik/strategi
perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan adalah transformasi, pemilihan
kebijakan melalui penggunaan metode Gross Up merupakan tindakan strategi transformasi.
Penggunaan metode Gross Up sering kita ditemui pada pemungutan PPh Pasal 21 atas
pendapatan (gaji) karyawan, sebelum melakukan pemungutan pajak perusahaan terlebih
dulu memberikan sejumlah bantuan/ tunjangan pajak kepada karyawan yang sama nilainya
dengan jumlah pajak yang dipungut, pemungutan pajak diatur dengan cara yang sama
dengan jumlah pajak yang harus disetor ke negara.
Rumus perhitungan tunjangan PPh Pasal 21 yang di gross up terbagi menjadi 4 lapisan
sesuai tarif progresif pasal 17 UU PPh dan diungkapkan pada tabel dibawah ini

Tabel 1
Rumus Gross Up untuk Perhitungan Tunjangan PPh Pasal

Penghasilan Kena Pajak Tarif Normal Tariff Gross Up

PKP x 5%
sd 50.000.000,- 5%
(100 - Trif Normal)

(PKP x 15%) - 5 juta


50.000.000,- sd 250.000.000,- 15%
(100 - Trif Normal)

(PKP x 25%) - 30 juta


250.000.000,- sd 500.000.000,- 25%
(100 - Trif Normal)

(PKP x 30%) - 55 juta


diatas 500.000.000,- 30%
(100 - Trif Normal)

Sumber : Wisanggeni dan Suharli (2017)

Penggunaan Gross Up merupakan impelentasi utama dari pendekatan win-win solution


untuk penerapan kebijakan pajak yang moderat, hal ini dilakukan agar rekanan menerima
pembayaran penuh. Namun sayangnya sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur
persamaan perhitungan angka (ketetapan rumus) pemotongan pajak penghasilan dengan
metode Gross Up. Menurut penetapan pajak PPh Pasal 21 tidak tercantum dalam Undang –
Undang Pajak Penghasilan, Peraturan Pemerintah, ataupun Peraturan Menteri Keuangan.
Bahkan jika istilah tersebut digunakan, satu – satunya validasi terbatas pada kredit pajak
pendapatan yang terkait PPh Pasal 23 adalah Per. Dirjen pajak No 64/PJ/2009 mengenai
penetapan besaran pajak penghasilan yang dibayarkan pemerintah berupa kompensasi atas
penghentian lebih awal hak eksklusif Telkom yang harus dibayar oleh pemerintah dibidang
perpajakan, dengan perhitungan metode Gross Up; pilihan pribadi Surat Dirjen Pajak No.
S.119/PJ.312/2004 atas pajak penghasilan bunga tetap (kupon) obligasi negara dalam mata
uang asing dengan menggunakan metode Gross Up yang diatur terhadap pembayaran bunga
itu.
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 10, Nomor 8, Agustus 2021
7

Hasil Penelitian Terdahulu


Sebagai dasar pendukung penelitian ini, penulis mengutip hasil penelitian terdahulu,
diketahui bahwa penelitian ini memiliki makna yang sama yaitu penerapan PPh Pasal 22
mulai dari metode perhitungan pemungutan, pembayaran hingga pelaporan sesuai UU.
Namun ada sedikit perbedaan pada variabel dependen yaitu penelitian terdahulu dari
Mapanawang (2018) dalam penelitiannya Evaluasi Penerapan PPh Pasal 22 Atas Pembelian
Barang yang Dibiayai dengan APBN di Pengadilan Tata Usaha Negara Manado Terdapat
kelebihan pungut PPh Pasal 22 akibat dari pembelian dibawah Rp2.000.000,- yang
seharusnya tidak dipungut PPh ps 22 namun tetap dilakukan pemungutan dan pembelian
barang yang dibiayai dengan APBN belum sesuai dengan PMKRI No 107/PMK.010/2015.
Penelitian terdahulu berikutnya dari Wae, Sabijono dan Lambey (2019) dalam
penelitiannya Analisis Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 22 atas Pengadaan Barang
pada Kantor Perwakilan Pemda Kabupaten Kepulauan Talaud di Manado terdapat
kekeliruan dalam perhitungan pencarian nilai DPP sehingga mempengarui nilai PPN dan
nilai pemungutan PPh ps 22 atas transaksi tersebut..
Penelitian terdahulu terakhir dari Marfiana (2019) dalam penelitiannya Keuntungan
dan Kerugian Penggunaan Metode Gross-up Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap
Melalui Analisa Perbandingan ditemukan bahwa metode ini akan menjadi perencanaan
pajak baik jika diterapkan pada penghasilan karyawan yang lapisan tarifnya dibawah 25%,
jika diterapkan pada penghasilan karyawan yang lapisan tarifnya diatas 25% maka
karyawan tersebut mengami kerugian, karena jumlah pajak yang dibayarkan lebih besar
daripada penghematan pajak yang didapat. Berbeda dengan penelitian kali ini variabelnya
mengenai strategi perencanaan dan penerapan PPh Pasal 22 akibat dari rekanan yang
keberatan untuk dipungut/ dipotong.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran dari Penelitian
Selama proses penelitian ini berlangsung, jenis penelitian diketahui adalah deskriptif
kualitatif, penulis membahas tentang strategi perencanaan pajak penghasilan pasal 22 (PPh
pasal 22) berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No.110/PMK.010/2018. Instrumen
penelitian tidak bersifat eksternal atau objektif melainkan menggunakan metode internal
atau subjektif penelitian sendiri tanpa melakukan eksperimen, tidak terpacu pada variabel –
variabel definisi operasional, tujuannya menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan
keadaan subjek yang diteliti.

Teknik Pengumpulan Data


Perolehan sumber data dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu sumber pertama data
primer melalui 3 (tiga) tahap perolehan dekomentasi, tahap pertama observasi atau
pengamatan langsung terhadap objek seperti merasakan dan memahami kepatuhan
perusahaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan pemungutan/pemotongan PPh
pasal 22 dari sebuah fenomena yang muncul. Tahap kedua melakukan wawancara di
perusahaan PT. Pertani (Persero) Wilayah 3 kepada dua nara sumber (informan) antaralain
Bapak Arif selaku Kepala Bagian Opersional dan Bapak Ario selaku Kepala Bagian
Keuangan & Akuntansi yang ikut bertanggung jawab atas kesuksesan jalannya program
pemerintah dalam mendistribusikan bantuan Benih Subsidi ke Para Petani.
Tahapan akhir mengumpulkan data dokumen pendukung yang sesuai dengan
penelitian seperti gambaran umum perusahaan, visi, misi dan tujuan perusahaan, struktur
organisasi, catatan strategi perencanaan pembelian antara rekanan yang keberatan maupun
yang bersedia dipungut/ dipotong PPh pasal 22, dan contoh lembar Bukti Potong PPh ps 22.
Namun peneliti diminta untuk merahasiakan identitas rekanan PT.Pertani (Persero) Wilayah
3, sehingga pada analisis dan pembahasan penelitian menggunakan nama Kelompok Tani A,
8

Kelompok Tani B, Kelompok Tani C, CV A dan CV B serta lima contoh transaksi pembelian.
Sumber data kedua menggunakan data sekunder melalui pembelajaran dari buku-buku dan
hasil penelitian terdahulu yang membahas tentang pajak penghasilan pasal 22.

Satuan Kajian
Satuan kajian yang menggambarkan objek peneliti sebagai klasifikasi dalam
pengumpulan data adalah strategi perencanaan pajak penghasilan pasal 22. Strategi
perencanaan merupakan salah satu tugas dari manajemen untuk memberikan sebuah
keputusan dalam menghadapi fenomena yang terjadi dilapangan dengan pertimbangan
saling menguntungkan seperti menjaga hubungan baik terhadap rekanan dan kepatuhan
terhadap kewajiban perpajakan ke Pemerintah.
Dalam hal ini penulis mengambil beberapa sampel pengadaan barang yang dilakukan
perusahaan pada tahun 2020 dengan kesepakatan merahasiakan indentitas rekanan.
Penerapan PPh pasal 22 merupakan salah satu kewajiban perpajakan perusahaan WAPU
(Wajib Pungut) disetiap melakukan transaksi pengadaan dan pembelian barang sesuai
dengan ketentuan UU yang berlaku. Perolehan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) tidak
boleh digunakan untuk modal perusahaan, melainkan hanya boleh dipergunakan untuk
modal pembiayaan operasional produksi benih subsidi mulai dari pembelian bahan mentah,
pembelian bahan pembantu hingga barang subsidi tersebut siap tanam dan biaya
pengiriman barang ketujuan para kelompok tani yang ditunjuk.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam mengumpulkan, mengelola, dan menyajikan data yang
didapat untuk memecahkan masalah adalah peneliti berpartispasi melakukan kegiatan
bersama dalam satu waktu dengan subjek penelitian sekaligus melakukan pengamatan,
memahami tujuan strategi perencanaan perusahaan berdasarkan visi dan misi perusahaan,
menarik sebuah kesimpulan dan saran selama penelitian. Alasan penulis memilih beliau
diatas sebagai nara sumber yang dipilih pada saat melakukan penelitian di kantor wilayah
PT. Pertani (Persero) karena beliau-beliau tersebut ikut bertanggung jawab atas kesuksesan
jalannya program pemerintah dalam mendistribusikan bantuan Benih Subsidi kepada para
Petani.
Hasil wawancara dari beberapa pertanyaan diatas oleh penulis dikutip sebagai
berikut: respon yang diberikan oleh Bapak Arif atas lima pertanyaan adalah “PT. Pertani
(Persero) mendapatkan calon benih bisa dengan cara melakukan budidaya sendiri dan/atau
melakukan pembelian ke Petani. Jika memilih melakukan budidaya sendiri membutuhkan
waktu, benar kualitas yang didapat terjamin bagus namun kuantitasnya terbatas cocok
digunakan untuk penelitian, namun jika melakukan pembelian maka ada prosedur yang
harus dilakukan seperti kelengkapan administrasi, kualitas calon benih memenuhi standart
perusahaan, ketentuan harga saat ditebus dibawah pasaran dari calon benih yang tidak
berlebel, hasil lolos uji laboratorium, pembelian dilakukan ke Kelompok Tani, boleh
melakukan pembelian diluar Kelompok Tani dengan catatan persedian stock di Kelompok
Tani lebih sedikit dari kebutuhan. Untuk penerapan perpajakan tetap dilaksanakan sesuai
dengan aturan yang berlaku, soal kendala jelas ada fenomena yang dimaksud seperti
sebagian Kelompok Tani keberatan dipungut pajak. Mengenai solusi silahkan tanya
langsung kepada Bapak Ario.”
Respon yang diberikan oleh Bapak Ario atas dua pertanyaan adalah “Pembelian ke
Kelompok Tani sebagian besar keberatan untuk dipungut pajak saat perusahaan melakukan
pembayaran, karena keuntungan yang mereka dapat tidak banyak sehingga perusahaan
yang menanggung. Toh harga yang diberikan jauh lebih murah meski pajaknya ditanggung
perusahaan. Cara mengatasi fenomena tersebut dengan menggunakan strategi perencanaan.
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 10, Nomor 8, Agustus 2021
9

Strategi perencanaan biasa dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan peraturan


perundang-undangan pajak yang berlaku.”

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Objek Penelitian
Sesuai judul penelitian ini, diketahui studi kasus objek penelitian dilaksanakan pada
perusahaan BUMN yang bergerak disektor pertanian yaitu PT.Pertani (Persero) Wilayah 3.
Kegitan usaha yang pertama di bidang perberasan mencakup produksi dan distribusi beras,
ke dua di bidang perbenihan mencakup produksi dan distribusi benih, sehingga secara
otomatis status perpajakan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan memiliki
kewajiban untuk melakukan pemotongan/ pemungutan PPh Pasal 22 disetiap melakukan
pembayaran atas penyerahan barang.
Negara menerbitkan syarat untuk pemungutan pajak agar tidak menimbulkan
hambatan atau perlawanan dalam pemungutan pajak dari warga negara yaitu pemungutan
pajak harus adil (syarat keadilan) sesuai dengan tujuan hukum yakni adil dalam
pelaksanaannya dengan memberikan hak bagi WP untuk pengajuan keberatan, penundaan
dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pengadilan pajak; pemungutan pajak
harus berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis) diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara maupun
warganya;
Pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis) pemungutan
tidak boleh memberatkan dan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuhan perekonomian masyarakat;
dan terakhir pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) sesuai fungsi budgetair, biaya
pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil pemungutannya; sistem pemungutan pajak
sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhui kewajiban
perpajakannya.

Analisis Perencanaan Pajak


Tujuan manajemen pajak itu sendiri dibagi menjadi 2 (dua) pertama menerapkan
perpajakan dengan benar sesuai peraturan pemerintah, kedua efisiensi untuk mencapai laba
dan likuiditas yang seharusnya. Tujuan manajemen pajak akan berjalan dengan lancar
melalui fungsi-fungsi yang terdiri atas perencanaan pajak (tax planning), pelaksanaan
kewajiban perpajakan (tax implementation), dan pengendalian pajak (tax control).
Perencanaan pajak (tax planning) merupakan langkah awal untuk meminimalkan
kewajiban pajak dengan melakukan pengumpulan dan penelitian peraturan perpajakan
terlebih dahulu, guna memudahkan manajemen dalam mengambil keputusan mengenai
jenis penghematan pajak. Secara hakikat tujuan perencanaan pajak adalah melalui
pemanfaatan celah-celah peraturan yang ada, pihak manajemen dapat menekan serendah
mungkin beban pajak perusahaan, namun berbeda tujuan dengan pembuat UU. Karena
tujuan perencanaan pajak disini sama dengan tujuan penghindaran pajak (tax avoidance).
Manajemen perpajakan adalah upaya menyeluruh yang dilakukan oleh Wajib Pajak
orang pribadi ataupun badan usaha melalui proses perencanaan, pelaksanaan
(implementasi), dan pengendalian kewajiban dan hak perpajakannya agar hal-hal yang
berhubungan dengan perpajakan dari orang pribadi, perusahaan, atau organisasi tersebut
dapat dikelola dengan baik, efisien, dan efektif sehingga dapat memberikan kontribusi yang
maksimum bagi perusahaan dalam artian peningkatan laba atau penghasilan (Pohan,
2018:12).
Tahapan pokok perencanaan pajak meliputi Analisis data base artinya melihat setiap
item pajak baik individu maupun total akan ditafsirkan sebagai rencana pajak yang paling
umum; membuat rencana perpajakan sebagai cara lain untuk menentukan pajak mana yang
10

paling efektif dan efisien; evaluasi perencanaan pajak dengan melakukan pegelolaan pajak
yang bertujuan untuk memastikan bahwa pajak dipungut sesuai dengan rencana dan
memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu; perubahan peraturan perpajakan penyebab
perencanaan pajak menjadi lemah, sehingga perlu dikaji dan diperbaiki.
Hasil wawancara penulis dalam penelitian ini kepada informan yang berkaitan
langsung dengan perencanaan pajak adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan
meliputi “Bagaimana upaya mengatasi fenomena tersebut?” Jawaban yang diterima penulis
“Menerapkan strategi perencanaan terlebih dahulu sebelum bertindak.” Pertanyaan kedua
“Strategi apa yang digunakan agar tidak melanggar peraturan perpajakan?” Jawaban yang
diperoleh “Memanfaatkan PMK No.010 tahun 2018 tentang ketentuan pengecualian
pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 khususnya untuk perusahaan BUMN, artinya
Ketika perusahaan melakukan pembelian dengan total pembelian diatas batas
ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 kepada rekanan yang keberatan dipotong/ dipungut
pembayarannya, maka perusahaan melakukan pembelian secara bertahap (tidak sekaligus)
dengan tujuan agar nominal pada nota tagihan (Invoice) yang diterima perusahaan
jumlahnya dibawah ketentuan pemungutan PPh Pasal 22, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu
transaksi yang nilai sebenarnya lebih dan melakukan metode gross up dengan rumus
perhitungan tersendiri. Perumusan metode gross up yang dimaksud adalah

Tagihan x 10
Gross UP =
(10 – (10 x tarif PPh ps 22))

Pembahasan
PT. Pertani (Persero) sebagian besar kegiatan usahanya bertugas untuk menerima
penunjukan langsung dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam
mendistribusikan bantuan Benih Subsidi kepada para Petani yang ada di Indonesia.
Sehingga dibutuhkannya Calon Benih (CB) baik yang Calon Benih Kering Sawah (CBKS),
Calon Benih Kering Kotong (CBKK), Calon Benih Kering Bersih (CBKB) dan bahan
pembantu lainnya untuk dijadikan Benih Subsidi siap tanam. Melihat slogan perusahaan
“Dari Petani Untuk Petani” maka untuk memenuhi kebutuhan produksi tersebut,
perusahaan membutuhkan kerja sama dari rekan dan rekan yang dimaksud diutamakan
dari Kelompok Tani, perusahaan diperbolehkan bekerjasama kepada rekanan PT/CV/UD
(diluar Kelompok Tani) jika persediaan CB di Kelompok Tani sedikit. Selama penelitian
berjalan, penulis menemukan beberapa contoh kasus dibawah ini.

Tabel 2
Daftar Pembelian

Pemotongan
No. Rekanan Pembelian Pembayaran Keterangan
PPh
1 Kelompok. Tani A CBKK 18.000.000 Keberatan dipotong
CBKK 19.000.000
CBKK 38.000.000 95.238
2 Kelompok Tani B CBKS 38.000.000 95.000 Bersedia dipotong
UREA 9.800.000
UREA 6.200.000 94.416 Keberatan dipotong
3 Kelompok. Tani C CBKB 9.500.000 Keberatan dipotong
CBKB 9.800.000
CBKB 60.000.000 913.706
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 10, Nomor 8, Agustus 2021
11

4 CV. A CBKS 55.000.000 137.500 Bersedia dipotong


UREA 16.000.000 218.182
5 CV. B CBKB 60.000.000 900.000 Bersedia dipotong
Total Pembelian 339.300.000 2.454.042
Sumber : Daftar pembelian PT. Pertani (Persero) Wilayah 3

Dari tabel pembelian ini diketahui terdapat perbedaan cara perhitungan pemotongan
yang terjadi dikarenakan Kelompok Tani A dan Kelompok Tani C keberatan dipotong PPh
Pasal 22, untuk CV A dan B bersedia dipotong PPh pasal 22, sedangkan Kelompok Tani B
pembelian CBKS bersedia dipotong PPh pasal 22 tetapi tidak berlaku untuk pembelian Urea
(keberatan dipotong PPh ps 22). Sehingga strategi perencanaan perhitungan diuraikan oleh
penulis sebagai berikut:
Pembelian pertama CBKK sebesar Rp75.000.000,- kepada rekanan Kelompok Tani A,
jika dihitung secara normal pungutan PPh Pasal 22 semestinya sebesar Rp187.500,-. Karena
rekanan keberatan untuk dipotong PPh Pasal 22 maka perusahaan melakukan strategi
perencanaan dengan melakukan pembelian secara bertahap.
Tahap pertama dan kedua dilakukan pembelian dibawah Rp20.000.000,- sesuai
dengan ketentuan pengecualian pemungutan PPh Pasal 22, tahap ketiga dilakukan
pembelian sebesar Rp38.000.000,- dengan menggunakan metode gross up, maka untuk
mengetahui besarnya Dasar Pengenaan Pajak (DPP) diambil dari rumus perhitungan
“Tagihan x 10 / (10 – (10 x tarif)” sehingga diketahui Rp38.000.000,- x 10 / (10 – (10 x 0,25%)
= Rp38.095.238,- (DPP) dikali 0,25% (tarif PPh ps 22) menjadi Rp95.238,- (pemungutan PPh
Pasal 22). Jadi dalam hal ini perusahaan telah melakukan salah satu cara penghematan
penggunaan dana PMN dan pada nota tagihan (invoice) yang diterbitkan oleh Kelompok
Tani A atas pembelian CBKK tahap ke tiga tertera merupakan DPP yaitu Rp38.095.238,-
(include PPh).
Pembelian kedua CBKS sebesar Rp93.000.000,- kepada rekanan Kelompok Tani B dan
CV A bersedia dipotong / dipungut PPh Pasal 22 sehingga tidak dibutuhkan strategi
perencanaan dan metode perhitungannya normal (DPP x tarif PPh ps 22) dengan
perhitungan DPP Rp93.000.000,- dikali 0,25% menjadi Rp232.500,- (pemungutan PPh Pasal
22) dalam hal ini nota tagihan (invoice) yang diterbitkan oleh Kelompok Tani B dan CV A
normal tidak gross up,
Pembelian bahan pembantu pupuk Urea kepada Kelompok Tani B sebesar
Rp16.000.000,- perlakuannya berbeda, dikarenakan rekanan tidak dapat menerbitkan faktur
pajak dan keberatan untuk dipotong PPh Pasal 22. Maka perusahaan melakukan strategi
perencanaan dengan melakukan pembelian secara bertahap, tahap pertama dilakukan
pembelian sebesar Rp9.800.000,- (sesuai dengan ketentuan pengecualian pemungutan PPh
ps 22 dibawah 10 juta ) dan tahap kedua sebesar Rp6.200.000,- dengan menggunakan metode
gross up diketahui besarnya Dasar Pengenaan Pajak (DPP) diambil langsung dari rumus
perhitungan “Tagihan x 10 / (10 – (10 x tarif)” sehingga Rp6.200.000,- x 10 / (10 - ( 10 x 1,5%
) = Rp6.294.416,- (DPP) dikali 1,5% (tarif PPh ps 22) menjadi Rp94.416,- (pemungutan PPh
Pasal 22), jadi dalam hal ini perusahaan telah melakukan salah satu cara penghematan
penggunaan dana PMN dan pada nota tagihan (invoice) yang diterbitkan oleh Kelompok
Tani B atas pembelian pupuk Urea tahap akhir yang tertera merupakan DPP yaitu
Rp6.294.416,- (include PPh), sedangkan
Pembelian bahan pembantu pupuk Urea kepada rekanan CV A perlakuan perhitungan
DPP berbeda, dikarenakan rekanan dapat menerbitkan faktur pajak dengan kesepakatan
harga yang berlaku include PPN dan pembayaran bersedia dipotong PPh Pasal 22. Maka
diketahui besarnya Dasar Pengenaan Pajak (DPP) diambil dari rumus perhitungan “Tagihan
x 100 / 110” sehingga Rp16.000.000 x 100 / 110 = Rp14.545.455 (DPP) dikali 1,5% (tarif PPh
12

ps 22) menjadi Rp218.182,- (pemungutan PPh Pasal 22) untuk penerbitan nota tagihan
(invoice) normal yaitu Rp16.000.000,- (include PPN).
Transaksi pembelian terakhir CBKB sebesar Rp139.300.000,- jika dihitung secara
normal pungutan PPh ps 22 diketahui sebesar Rp2.089.500, dikarenakan rekanan Kelompok
Tani C keberatan untuk dipotong/ dipungut PPh Pasal 22 sehingga perusahaan menerapkan
strategi perencanaan, namun berbeda dengan rekanan CV B yang bersedia dipotong PPh
Pasal 22. Maka terdapat perbedaan perlakuan pembelian maupun perhitungan pemungutan
PPh Pasal 22 yaitu
Melakukan pembelian kepada Kelompok Tani C, perusahaan melakukan pembelian
secara bertahap (seperti contoh pembelian pertama), dikarena CBKB merupakan barang
yang mengalami proses produksi terlebih dahulu sebelum penyerahan barang maka
pembelian tahap pertama dan kedua kepada Kelompok Tani C dilakukan dibawah
Rp10.000.000,- sesuai dengan ketentuan pengecualian pemungutan PPh Pasal 22, dan
pembelian tahap ketiga dilakukan sebesar Rp60.000.000,- dengan menggunakan metode
gross up, diketahui besarnya Dasar Pengenaan Pajak (DPP) diambil dari rumus perhitungan
“Tagihan x 10 / (10 – (10 x tarif)” sehingga Rp60.000.000,- x 10/(10–(10x1,5%) =
Rp60.913.706,- (DPP) dikali 1,5 % (tarif PPh ps 22) menjadi Rp913.706,- (pemungutan PPh ps
22).
Pembelian CBKB kepada CV B sebesar Rp60.000.000,- dan rekanan bersedia dipotong/
dipungut PPh Pasal 22 maka perhitungan dilakukan secara normal Rp60.000.000,- dikali
1,5% (tarif PPh ps 22) menjadi Rp900.000,- (pemungutan PPh ps 22). Jadi dalam hal ini
perusahaan telah melakukan salah satu cara penghematan penggunaan dana PMN dan pada
nota tagihan (invoice) yang diterbitkan oleh Kelompok Tani C atas pembelian CBKB tahap ke
tiga setelah menggunakan metode gross up menjadi Rp60.913.706,- (include PPh), sedangkan
nota tagihan (invoice) yang diterbitkan oleh CV B normal.
Dengan menggunakan strategi perencanaan atas fenomena yang terjadi diketahui
pada contoh transaksi pembelian pertama, ke tiga dan ke empat merupakan salah satu cara
membantu penghematan cash flow perusahaan dalam masa tertentu, dan setoran
pemungutan PPh Pasal 22 tersebut akan diakui sebagai biaya yang nantinya ditambahkan
pada harga pokok penjualan. Strategi perencanaan PPh Pasal 22 atas fenomena diatas telah
dirangkum oleh penulis dalam bentuk tabel dibawah ini.

Tabel 3
Rangkuman Strategi Perencanaan PPh Pasal 22
Transaksi Normal Strategi Perencanaan
Penghematan
No. Rekanan Pembelian Pot. PPh Pot. PPh
Pengadaan Pengadaan Cash Flow
ps 22 ps 22

1 Kelompok. Tani A CBKK - 18.000.000

CBKK - 19.000.000

CBKK 75.000.000 187.500 38.000.000 95.238 92.262

2 Kelompok Tani B CBKS 38.000.000 95.000 38.000.000 95.000 -

UREA 9.800.000

UREA 16.000.000 240.000 6.200.000 94.416 145.584

3 Kelompok Tani C CBKB - 9.500.000

CBKB - 9.800.000

CBKB 79.300.000 1.189.500 60.000.000 913.706 275.794


Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 10, Nomor 8, Agustus 2021
13

4 CV. A CBKS 55.000.000 137.500 55.000.000 137.500 -

UREA 16.000.000 218.182 16.000.000 218.182 -

5 CV. B CBKB 60.000.000 900.000 60.000.000 900.000 -

Total Pembelian 339.300.000 2.967.682 339.300.000 2.454.042 513.640


Sumber : Rangkuman Strategi Perencanaan PPh Pasal 22 PT. Pertani (Persero) Wilayah III

Berdasarkan tabel Rangkuman strategi perencanaan PPh Pasal 22 diketahui bahwa


PT.Pertani (Persero) Wilayah 3 telah menerima manfaat dari perencanaan pajak (Tax
Planning), perusahaan dapat menentukan jadwal pembayaran dan mengatur aliran kas
masuk dan keluar serta pengurangan beban pajak yang merupakan biaya. Maka terjadi
penghematan penggunaan sumber dana PMN sebesar Rp513.640,- selisih perhitungan
berasal dari pemotongan PPh ps 22 (normal) Rp2.967.682,- dikurangi dengan perhitungan
PPh ps 22 gross up Rp2.454.042,-. (setelah menggunakan strategi perencanaan).
Dalam hal perhitungan metode gross up diatas, perusahaan tidak menggunakan
rumus umum seperti “Tagihan x (100/(100–tarif PPh)” karena pada saat melakukan
pemungutan PPh pasal 22 akan menghasilkan perencanaan pajak yang kurang baik, dengan
argument bahwa hasil dari perhitungan tersebut ketika perusahaan melakukan perhitungan
flashblack maka menghasilkan nilai yang tidak cocok.
Perbandingan yang dimaksud akan dijabarkan oleh penulis dengan menggunakan
salah satu transaksi diatas yaitu pembelian tahap 3 CBKK kepada Kelompok Tani A sebesar
Rp38.000.000,- jika dihitung dengan menggunakan rumus umum yaitu Rp38.000.000,- x
(100/(100-0,25%) = Rp38.000.950,- (DPP) dikali 0,25% (tarif PPh ps 22) menjadi Rp95.002,-
(pemungutan PPh Pasal 22) ketika flashback DPP yang merupakan tagihan (tercantum
dalam invoice) dikurangi pemungutan PPh Pasal 22 hasilnya tidak sesuai dengan
kesepakatan pembayaran terhadap rekanan. Namun jika dihitung dengan menggunakan
rumus temuan perusahaan Rp38.000.000,- x 10 /(10 – (10 x 0,25%) = Rp38.095.238,- (DPP)
dikali 0,25% (tarif PPh ps 22) menjadi Rp95.238,- (pemungutan PPh Pasal 22) ketika
flashback DPP yang merupakan tagihan (tercantum dalam invoice) dikurangi pemungutan
PPh ps 22 hasilnya sesuai dengan kesepakatan pembayaran terhadap rekanan.
Selama melakukan penelitian, penulis mendapatkan informasi tambahan bahwa
dana PMN yang diterima oleh PT.Pertani (Persero) Wilayah 3 tersebut, diketahui hanya
boleh dipergunakan untuk kegiatan operasional penyaluran benih subsidi ke para
Kelompok Tani dan dilarang keras dipergunakan untuk kegiatan operasional free market
perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mapanawang et
al., (2018) menyatakan bahwa terdapat peraturan perundang-undangan pengecualian
pemungutan PPh Pasal 22 atas pembayaran yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah
dibawah Rp2.000.000 tertuang didalam PMK No.010/PMK.010/2018 tentang ketentuan
pengecualian pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22. Hasil penelitian ini tidak
mendukung penelitian Wae dan Lambey (2019) pada analisis perhitungan dan pemotongan
PPh pasal 22 atas pengadaan barang, menyimpulkan bahwa lawan transaksi (rekanan)
ketika menerima pembayaran dari pemda, rekanan tersebut bersedia dipungut pajak
sehingga mekanisme perhitungan pemungutan pajak semestinya berjalan sesuai kebijakan
pada umumnya. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Marfiana (2019) keuntungan
dan kerugian penggunaan metode gross-up dalam perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap
melalui analisis perbandingan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa mekanisme
perhitungan pemungutan pajak dengan metode gross-up ini belum diatur sepenuhnya oleh
pemerintah.
14

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Hasil pembahasan dari penelitian pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa 1) objek penelitian studi kasus pada PT. Pertani (Persero) merupakan perusahaan
BUMN dengan kegiatan usaha/ operasionalnya disektor pertanian yang memproduksi
pupuk, benih dan beras bukan sebagai perusahaan pengepul; 2) pelaksanaan kewajiban
perpajakan atas penerapan PPh Pasal 22 telah dilaksanakan dengan baik, perhitungan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku menurut
peraturan Mentri Keuangan No.110/PMK.010/2018. Meski ada beberapa rekanan (pihak
lawan transaksi) menolak/ keberatan pembayarannya dipungut PPh Pasal 22, maka dalam
hal ini perusahaan memutuskan untuk menggunakan strategi perencanaan dengan 2 (dua)
metode yaitu pembelian dilakukan secara bertahap sesuai dengan batas maksimum
ketentuan pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 dan/atau menggunakan metode Gross
UP yang dicantumkan pada invoice penagihan, sehingga harga pembelian yang tertera
sudah termasuk biaya PPh Pasal 22. Pihak lawan transaksi menerima pembayaran secara
utuh dan perusahaan tetap menjalankan kewajiban perpajakan.

Keterbatasan
Keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti selama penelitian adalah kurangnya
informasi yang jelas mengenai ketentuan perhitungan metode gross up untuk Pajak
Penghasilan Pasal 22; perolehan data penelitian tidak boleh dipublikasikan, sehingga peneliti
mengungkapkannya dengan berupa contoh gambaran transaksi.

Saran
Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan PT. Pertani (Persero) Wilayah 3 disarankan
untuk mempertahankan kedisiplinan dan selalu mengikuti ketentuan peraturan perpajakan
yang berlaku, karena sifat dari perpajakan yang dinamis sehingga peraturan maupun
undang-undang perpajakan dapat berubah setiap tahunnya; perhatikan kembali DPP pada
nilai kontrak dan PO apakah nominal sesuai dengan terbitnya nota tagihan (invoice) setelah
di Gross-UP yang dikirim ke perusahaan; memberikan arahan kepada rekanan yang
keberatan dipungut/ dipotong PPh Pasal 22 untuk mengajukan permohonan SKB (Surat
Keterangan Bebas) Pajak di KPP setempat.

DAFTAR PUSTAKA
Mapanawang, M. A. Sondakh, J. dan Pusung, R. 2018. Evaluasi Penerapan PPh Pasal 22 atas
Pembelian Barang yang dibiayai dengan APBN di Pengadilan Tata Usaha Negara
Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Mardiasmo. 2019. Perpajakan. Edisi 2019. Andi. Yogyakarta.
Marfiana, Andri. 2019. Keuntungan dan kerugian penggunaan metode gross-up dalam
perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap melalui analisa perbandingan melalui analisa
perbandingan.
Peraturan Mentri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018. Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan
dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Import atau Kegiatan
Usahan di Bidang lain.
Pohan, Chairil Anwar. 2018. Optimizing Corporate Tax Management Kajian Perpajakan dan Tax
Planning-nya Terkini. Edisi 2. Bumi Aksara. Jakarta.
Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Salemba Empat. Jakarta.
Sumarsan, Thomas. 2013. Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak. Indeks. Jakarta.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. Perubahan Keempat atas UU No.
7 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi : Volume 10, Nomor 8, Agustus 2021
15

Wae, D. Sabijono, H. dan Lambey, R. 2019. Analisis Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal
22 atas Pengadaan Bbarang Pada Kantor Perwakilan Pemda Kabupaten Kepulauan
Talaud di Manado. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Wisanggeni, I dan Suharli, M. 2017. Manajemen Perpajakan Taat Pajak dengan Efisien. Edisi
Asli. Mitra Wacana Media. Jakarta.

You might also like