Tugas Material Loga 2 - NOVALDA NS
Tugas Material Loga 2 - NOVALDA NS
Tugas Material Loga 2 - NOVALDA NS
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of temperature and holding time in sintering
on microstructure and mechanical properties of cobalt alloy as bone implant. The producing
process material was using powder metallurgy method. Mixing is done by milling at a speed
of 350 rpm for 15 minutes. The compositions of cobalt alloy are Co-30%Cr-5%Mo-0,5%Mn-
0,5%Si- 0,25%N adapted to the ASTM F75 (American Society for Testing and Materials
F75). Variation of sintering temperature 1100oC, 1200oC and 1300oC with a holding time 2
hours, while the variation of holding time in sintering are 1 hour and 3 hours with a constant
temperature of 1300oC. Mechanical properties (hardness) test results, the percentage of
shrinkage, XRD and SEM-EDX showed that increasing the sintering temperature makes the
higher value of the mechanical properties as well as the percentage of shrinkage that occurs,
while the XRD results showed the formation of γ- phase at the highest temperature. The
variation of holding time in sintering, the mechanical properties got the highest value (304.7
± 9.0) VHN and γ phase appears with the best results in the holding time of sintering at 2
hours. Based on the results obtained, cobalt alloys which has potential as a bone implant is
sintering at temperature 1300oC for 2 hours.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari suhu sintering dan waktu
penahanan sintering terhadap sifat mikro dan mekanik paduan kobalt sebagai implan tulang.
Proses pembuatan bahan meggunakan metode metalurgi serbuk. Pencampuran dilakukan
dengan milling pada kecepatan 350 rpm selama 15 menit. Komposisi paduan kobalt Co-
30%Cr-5%Mo-0,5%Mn- 0,5%Si-0,25%N disesuaikan dengan ASTM F75 (American Society
for Testing and Materials F75). Variasi suhu sintering 1100oC, 1200oC, dan 1300oC dengan
waktu penahanan 2 jam, sedangkan variasi waktu penahanan sintering 1 jam dan 3 jam dengan
suhu konstan 1300oC. Hasil uji sifat mekanik (kekerasan), persentase penyusutan, XRD dan
SEM-EDX menunjukkan bahwa semakin meningkat suhu sintering maka makin tinggi pula
nilai sifat mekanik serta persentase penyusutan yang terjadi, sedangkan hasil XRD
menunjukkan terbentuknya fasa γ pada suhu tertinggi. Dari variasi waktu sintering, didapatkan
nilai sifat mekanik tertinggi yaitu (304.7 ± 9.0) VHN dan muncul fasa γ dengan hasil terbaik
pada waktu penahanan sintering 2 jam. Berdasarkan hasil yang diperoleh, paduan kobalt yang
memiliki potensi sebagai bahan implan tulang adalah pada sintering suhu 1300oC dengan
penahanan 2 jam.
PENDAHULUAN
Kerusakan yang terjadi pada tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang
adalah salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Dalam anatomi tubuh
manusia, penghubung antara dua tulang yang bisa ditekuk terdapat tulang yang berbentuk bola
atau setengah bola, seperti sendi, siku penghubung tulang lengan bawah dan atas, penghubung
tulang lengan atas dengan tulang belikat, siku penghubung tulang kaki bagian atas dan bawah.
Kerusakan pada tulang bentuk bola ini sulit untuk disembuhkan, kecuali disubstitusi oleh
tulang buatan (Yuswono & Andika, 2010).
Material yang digunakan sebagai implan tulang harus memenuhi beberapa karakteristik yaitu
bahan tersebut harus aman, tidak beracun, ringan, tahan korosi dan bersifat poros (Priyotomo,
2005). Selain itu harus bersifat biokompatibel yaitu tidak ditolak tubuh, tidak menimbulkan
alergi dan dapat menyatu dengan jaringan, seperti jaringan tulang (Yuswono, 2005). Pada
prinsipnya, material logam dapat dimanfaatkan sebagai material implan tulang karena
mempunyai sifat kekuatan, ketangguhan dan kekerasan sebagai biomaterial. Pada saat material
logam diimplankan ke dalam tubuh tidak patah dan tetap kaku, tidak seperti material keramik
dan plastik (Prasetyo, 2010). Ada dua jenis paduan logam yang bisa digunakan sebagai
perangkat prosthesis (implan yang sifatnya permanen), yaitu paduan kobalt (Co alloy) dan
paduan titanium (Ti alloy), artinya bahwa kedua logam paduan buatan tersebut dapat
digunakan di dalam sistem biologi sebagai pengganti jaringan tulang manusia yang telah rusak.
Kedua jenis logam paduan tersebut dapat diterima tubuh sebagai implan permanen dan bisa
bertahan selama pasien masih hidup (Prasetyo, 2010).
Untuk implan tulang bentuk bola umumnya digunakan paduan kobalt sebagai penggantinya.
Pembuatan komponen logam paduan kobalt dapat dilakukan melalui proses metalurgi serbuk.
Pembuatan komponen logam melalui proses metalurgi serbuk menggunakan serbuk logam
sebagai bahan baku kemudian dilanjutkan dengan pengerjaan kompak dan sinter. Masalah
yang dihadapi adalah belum ada informasi yang jelas berapa suhu dan waktu yang optimal
dalam proses sintering untuk meningkatkan sifat mekanik paduan kobalt sebagai bahan implan
tulang prosthesis. Hal ini bisa dimengerti, karena unsur pemadu masing - masing logam Cr dan
Mo mempunyai titik lebur (1903oC dan 2610oC) yang jauh lebih tinggi dari pada Co (1490oC)
(Yuswono & Andika, 2010). Jadi ada kemungkinan logam pemadunya tidak larut homogen di
dalam logam dasarnya karena suhu berpengaruh terhadap sifat mikro (struktur kristal dan
morfologi permukaan) dan sifat mekanik (kekerasan) bahan. Telah dilakukan penelitian oleh
Kamardan et al. (2010), pembuatan spesimen paduan kobalt dengan perbandingan komposisi
Co dan Cr sebesar 7:3 melalui metode metalurgi serbuk dengan variasi suhu sintering yaitu
1000 oC, 1100 oC, 1200 oC, 1300 oC, dan 1400 oC dalam waktu 1 jam. Hasil pengamatan uji
kekuatan tekan meningkat dari 91 MPa sampai 95 MPa, dan uji kekerasan Vickers juga
meningkat dari 140 sampai 203 VHN. Untuk hasil SEM paduan kobalt yang telah disinter
dengan dialiri gas argon pada suhu sintering 1000 oC, 1200 oC, dan 1400 oC menunjukkan
bahwa pada suhu 1400 oC bahan tersebut retak. Sedangkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Yuswono dan Andika Pramono(2010), pembuatan spesimen paduan kobalt (Co-30%Cr-
6%Mo) melalui pengerjaan sinter dilakukan pada suhu 1250oC selama 2 jam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa setelah pengerjaan sinter, masing-masing serbuk logam Cr dan Mo larut
padat homogen di dalam Co melalui proses difusi. Sedangkan dari hasil pengamatan struktur
mikro setelah etsa ditunjukkan adanya bintik-bintik fasa yang terbentuk. Pemanasan pada suhu
1250oC menyebabkan adanya tranformasi fasa ɛ (kisi kristal heksagonal) ke fasa γ (kisi kristal
kubik). Secara termodinamika fasa ɛ berstruktur kristal lebih stabil pada suhu kamar sehingga
umumnya paduan kobalt menahan gerak perubahan struktur FCC pada suhu kamar. Namun
demikian pembentukan fasa σ (rapuh) sangat mungkin terjadi karena fasa σ dengan kisi kristal
tetragonal masih tetap terbentuk pada suhu tinggi hingga 1283oC. Sehingga sangat penting
untuk menghindari pembentukan fasa σ (rapuh) dan menjaga matriks dalam struktur kristal
FCC. Peningkatan struktur kristal FCC dapat dilakukan dengan perlakuan panas dan tempa.
Terbentuknya fasa γ bergantung pada komposisi masing – masing unsur penyusunnya, suhu
serta waktu proses sintering. Suhu dan waktu proses sintering akan mempengaruhi porositas
paduan yang terbentuk yang pada akhirnya mempengaruhi sifat mekanik paduan. Pada suhu
dan waktu yang tepat akan dihasilkan paduan dengan struktur kristal sesuai harapan dengan
sifat – sifat mekanik yang lebih baik seiring dengan struktur kristal yang terbentuk.
Berdasarkan uraian di atas, maka kajian terhadap pengaruh suhu dan waktu sintering perlu
dilakukan untuk menetapkan suhu dan waktu optimal yang dapat menghasilkan paduan kobalt
yang optimal pula berdasarkan sifat mikro (struktur kristal dan morfologi permukaan) dan sifat
mekanik (kekerasan) yang dihasilkan.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan penelitian :
Serbuk kobalt, serbuk kromium, serbuk molibdenum, serbuk silikon, serbuk mangan, nitrogen
(dalam bentuk serbuk Cr2N) dan Aluminium foil.
Prosedur penelitian Persiapan
Tahap persiapan yang harus dilakukan sebelum melaksanakan penelitian adalah menyiapkan
serbuk kobalt, serbuk kromium, serbuk molibdenum, serbuk silikon, serbuk mangan, nitrogen
(dalam bentuk serbuk Cr2N) sebagai bahan dasar.
Pembuatan sampel
Pembuatan sampel diawali dengan menimbang dan memadukan komposisi Co- 30%Cr-
5%Mo-0,5%Mn-0,5%Si-0,25%N dengan massa total sampel 2 gram. Selanjutnya masing –
masing serbuk logam yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam wadah botol, kemudian
diletakkan ke dalam vial, vial diputar dengan menggunakan High Energy Milling. Kecepatan
rotasi yang digunakan adalah 350 rpm selama 15 menit. Kemudian campuran serbuk logam
dikompaksi dengan mesin hidrolik tekanan 21 MPa pada suhu 200°C dengan waktu penahanan
10 menit. Ukuran diameter sampel adalah 15,5 mm. Perolehan hasil kompaksi disinter dengan
variasi suhu sintering 1100oC, 1200oC, dan 1300oC dengan waktu penahanan 2 jam,
sedangkan variasi waktu penahanan sintering 1 jam dan 3 jam dengan suhu sintering 1300oC.
Seluruh sampel yang telah disinter diamplas secara berurutan dari yang kasar sampai yang
halus memakai kertas amplas dengan nomor 200 sampai 1200 mesh.
Penelitian ini menggunakan uji XRD, SEM, dan uji kekerasan untukmendapatkan karakteristik
paduan kobalt yang terbaik. Diagram penelitian ini ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa pada paduan kobalt yang telah melalui
semua perlakuan yaitu milling, pressing (kompaksi) dan sintering diperoleh hasil
bahwa dari sampel dengan pemanasan 1100°C dan 1200°C belum terbentuk fasa
FCC (γ). Hal ini sesuai dengan diagram terner Co-Cr-Mo dimana dengan adanya
unsur Mo dalam paduan menyebabkan transformasi fasa HCP (ε) ke fase γ
berlangsung pada suhu lebih tinggi jika dibandingkan dengan diagram biner (Co-Cr)
yaitu pada suhu 1300°C (Yuswono dan Andika, 2010). Namun pada sampel yang
disinter pada suhu 1300°C selama 2 jam
muncul tiga fasa yaitu fasa γ, ε, dan fase σ (rapuh). Munculnya fasa ε ini diduga karena
tidak terjadinya transformasi yang sempurna dari HCP ke FCC. Namun pada suhu
sintering 1300°C selama 1 jam menunjukkan adanya fase γ dan fasa σ yang artinya bahwa
fasa ε bertransformasi sempurna menjadi fasa γ. Sedangkan pada suhu sintering 1300°C
selama 3 jam tidak muncul fasa γ. Hal ini diduga karena lama waktu sintering 3 jam
menyebabkan struktur kristal mengalami deformasi.
Analisis identifikasi fasa dilakukan dengan syarat selisih (Δ2θ) dari pola XRD terukur
dengan data JCPDS kurang dari nilai FWHM. Persentase fraksi fasa dari hasil XRD
masing – masing sampel dinyatakan dalam Tabel 1.
Sampel γ ε σ
A - 51.5 48.5
B - 71.7 28.3
C 34.9 4.9 60.2
D 29.4 - 70.6
E - 16.4 83.6
Dominannya fase σ (rapuh) ini bisa terjadi karena adanya proses yang kurang sempurna
saat kompaksi dan sintering. Pada saat kompaksi, proses pressing yang dilakukan belum
sempurna dimana besarnya tekanan yang digunakan yaitu sebesar 21 MPa masih
menimbulkan ruang kosong yang kemudian terisi udara saat proses kompaksi. Adanya
ruang kosong ini sangat berpengaruh pada proses terbentuknya oksida, dimana pada saat
perlakuan selanjutnya yaitu proses sintering, udara yang terjebak pada sampel akan keluar
dan bereaksi dengan unsur pemadu paduan kobalt yang kemudian menimbulkan oksida
(Fauriya, 2010). Hal ini juga mungkin terjadi karena proses sintering yang tidak vakum
sehingga udara yang keluar dari sampel paduan kobalt masih terjebak dalam furnace dan
ikut bereaksi.
Analisis hasil SEM
o o o
EDX dengan variasi suhu 1100 C, 1200 C, dan 1300 C selama 2 jam, serta variasi
o
waktu 1 jam dan 3 jam pada suhu 1300 C.serta variasi waktu 1 jam dan 3 jam pada
o
suhu 1300 C.
(a) (b)
Gambar 7. Morfologi permukaan sampel dari SEM (a) Sampel A, (b) Sampel B, (c)
Sampel C, (d) Sampel D, dan (e) Sampel E
Tabel 2. Hasil Analisis EDX
Elemen Sampel
A B C D E
Dari hasil pengamatan SEM-EDX pada semua sampel diperoleh bahwa sampel yang
dihasilkan ini semuanya memiliki pori-pori atau rongga karena munculnya pori-pori dalam
metode metalurgi serbuk ini hampir tidak bisa dihindari meskipun setelah proses sintering
(Dutta et al., 2012). Selain itu, dapat dilihat juga bahwa pada Sampel A dan Sampel B
terdapat gumpalan yang tidak menyatu dengan sekitarnya. Sedangkan Sampel C, D, dan E
hanya muncul rongga atau pori-pori yang tersebar saja, sehingga dapat dikatakan bahwa
ikatan antar partikel pada paduan kobalt hasil metalurgi serbuk ini masih kurang sempurna
sehingga distribusi butirnya tidak merata dan tidak homogen, ini dapat dilihat dari hasil
analisis EDX pada Tabel 2. Ketidakhomogenan ini dapat disebabkan karena pada waktu
proses milling waktu yang digunakan kurang lama, sehingga unsur penyusun paduan
belum tercampur dengan baik. Selain itu, hal ini juga muncul sebagai akibatterbentuknya
lapisan oksida seperti yang ditunjukkan dari hasil analisis EDX dan hal ini sangat sulit
dihindari karena proses sintering dilakukan di furnace yang tidak benar-benar dalam
kondisi vakum.
Pengukuran tingkat kekerasan dari paduan kobalt ini dilakukan untuk mengetahui
ketahanan sampel terhadap deformasi tekan atau penetrasi yang bersifat tetap.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Vickers menggunakan alat Micro
Vickers Hardness Test dengan beban sebesar 1000 gf (1 kgf).
Tabel 3. Hasil uji kekerasan
Pengujian dilakukan pada 3 titik yang berbeda, sehingga akan diperoleh nilai
rata-rata kekerasannya. Pada Tabel 3 ditunjukkan data hasil pengukuran nilai
kekerasan Vickers.
Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Kekerasan Terhadap Suhu Sintering
Dalam uji kekerasan suatu sampel yang paling berpengaruh selain bagian permukaannya
adalah kehomogenan unsur pembentuk sampel itu sendiri. Ketika permukaan suatu sampel
mengalami penekanan dengan mengambil 3 titik yang berbeda dihasilkan nilai kekerasan
yang menunjukkan perbedaan signifikan, hal itu menunjukkan bahwa sampel tersebut
tidak homogen. Sehingga hasil kekerasan sampel tersebut kurang akurat dikarenakan 3
titik penekanan pada sampel ini belum mewakili seluruh permukaan sampel.
Hasil uji kekerasan yang diperoleh didukung dengan hasil uji XRD dan uji SEM, dimana
pada karakterisasi XRD menunjukkan semakin besar persentase fraksi fasa σ maka
kekerasan semakin menurun. Namun dengan adanya fasa γ yang stabil maka kekerasannya
meningkat, hal ini bisa dilihat dari hasil kekerasan Sampel C (1300 oC - 2 jam) dimana
pada sampel ini terbentuk fasa σ (58.3%), fasa ε (5.1%) dan fasa γ (36.6%). Sedangkan
hasil SEM pada Sampel A dan B menunjukkan morfologi permukaannya mengalami
agglomerasi (penggumpalan), nilai kekerasannya lebih kecil jika dibandingkan dengan
Sampel C (304.7±9.0) VHN yang permukaannya tidak terbentuk agglomerasi. Diduga
pada saat dilakukan uji kekerasan, indentor intan itu mengenai titik yang sebenarnya
adalah agglomerasi unsur tertentu yang tidak homogen dengan matriksnya, sehingga nilai
kekerasannya kecil. Dari hasil yang diperoleh ini menunjukkan bahwa hanya pada suhu
dan waktu sintering yang tepatlah yang bisa digunakan sebagai aplikasi implan tulang.
Sesuai dengan standar ASTM F75 kekerasan paduan kobalt untuk aplikasi implan tulang
mempunyai range 25 – 35 HRC (Arcam, 2007) atau dalam vickers rangenya 265 < VHN <
350, sehingga dari hasil karakterisasi di atas, yang memenuhi standar ASTM F75 sebagai
implan tulang adalah pada suhu 1300oC selama 2 jam.
KESIMPULAN
Hasil uji sifat mekanik dan sifat mikro menunjukkan bahwa semakin meningkat
suhu sintering maka makin tinggi pula nilai sifat mekanik yang terjadi, sedangkan
hasil XRD menunjukkan terbentuknya fasa γ pada suhu tertinggi yaitu pada suhu
1300oC. Sedangkan dari variasi waktu sintering, didapatkan nilai sifat mekanik
tertinggi dan muncul fasa γ dengan hasil terbaik pada waktu penahanan sintering 2
jam. Waktu sintering 3 jam menyebabkan sifat mikro dan sifat mekanik yang kurang
baik pada sampel paduan kobalt. Sehingga dari penelitian ini menunjukkan bahwa
suhu dan waktu optimal yang menghasilkan paduan kobalt terbaik adalah suhu
1300oC selama 2 jam.
SARAN
Pada proses sintesis paduan kobalt dapat menggunakan berat sampel yang lebih besar
untuk menghindari kesulitan saat karakterisasi. Setelah proses grinding dapat dilakukan
proses etsa permukaan sampel untuk mendapatkan profil morfologi permukaan yang lebih
jelas. Dan perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait uji biokompatibilitas tingkat
ketahanan korosi sampel paduan kobalt dan uji toksit.
DAFTAR PUSTAKA