ID Pengalaman Emosi Dan Mekanisme Koping La
ID Pengalaman Emosi Dan Mekanisme Koping La
ID Pengalaman Emosi Dan Mekanisme Koping La
Endang Ekowarni
Fakultas Psikologi
Uversitas Gadjah Mada
Abstract
The process of aging is a natural process faced by humans. They may experience health problems
when it gets old, it is contributing to their emotional suffering. This study aims to answer the
question of how the experience of seniors during chronic disease, what is the meaning of old age
and disease for the elderly, how the dynamics of the elderly in the face of chronic illness , and what
are the factors that influence the experience of emotions and coping mechanisms elderly who have
chronic diseases. The study was conducted with a qualitative phenomenological approach,
involving 6 subjects as key informants , and 6 family members and community leaders as one
additional informant. The data was collected through in-depth interviews and participatory
observation. Subject selection is determined by reference to key person who know the condition of
the subject to the criteria of age 60 years or older , had more chronic disease than a year, can
provide information through interviews. Results showed that the elderly experience while facing
chronic illness can be identified through the important themes that are synthesized in the form of
the internal dimensions of the disease view of the subject , the denial of the disease, the emergence of
the thoughts that accompany illness, the emergence of a variety of emotional experience, surrender
to face pain, and actions undertaken in overcoming the disease, and the external dimension of
support or attention of the family. Old age is interpreted as the age of the subjects was nearing
death, a lot of pain, and the patient should be approached religion, and should be able to accept the
situation. Disease is defined as fairness occurs in old age, as a rebuke of God, as a trial, as a reward,
as a disaster, as well as the will of God. Thoughts that accompany the disease appears to make the
subject was not ready to accept the disease in old age. Old age is the age of the end of life and
disease is the cause of a person's death. Factors that influence the experience of emotions and
coping mechanisms include lack of knowledge about the subject of illness, type of illness and prior
illness experiences, desires and thoughts experienced by subjects when sick, and the presence or
absence of support or care from family for sick.
Keywords: chronic disease, coping, elderly, emotion
Proses1 menua (aging) adalah proses Manusia akan mengalami perubahan me-
alami yang dihadapi oleh manusia. lalui tahap-tahap perkembangan seiring
dengan berjalannya waktu. Hurlock (2001)
menyebutkan tahap perkembangan terse-
1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilaku-
but meliputi periode prenatal, bayi, masa
kan melalui: suyantas@ymail.com
dewasa awal, dewasa madya, dan lanjut suaikan diri dengan stres, dengan memilih
usia. Papalia, Old, et al. (2008) menyebut- strategi yang paling sesuai serta menuntut
kan bahwa ketika seseorang menjadi evaluasi yang berkesinambungan (Papalia,
semakin tua, mereka cenderung meng- Old, et al., 2008). Penelitian mengenai me-
alami atau berpotensi mengalami masalah kanisme koping telah dilakukan Sanders,
kesehatan. Hal tersebut berkaitan dengan Labott, et al. (2010), dan hasilnya menun-
adanya penurunan fungsi organ, adanya jukkan bahwa lansia menggunakan meka-
kondisi penyakit kronis, dan kehilangan nisme koping berfokus emosi melalui ber-
kemampuan untuk menyembuhkan diri. •˜ Š1•Š•Š–1–Ž—•Š•Šœ’1œŠ”’•1™Š•Š1™Ž—¢Škit
Administration on Aging (dalam Papalia, kronis sel sabit, sedangkan penelitian Hill,
Old, et al., 2008) juga menegaskan bahwa Dziedzic, et al. (2010) menunjukkan hasil
sebagian besar lansia memiliki satu atau berbeda bahwa lansia menggunakan
lebih kondisi kronis atau ketidakberda- koping pertahanan diri menghindar dalam
yaan fisik, dan kondisi tersebut menjadi mengatasi stres akibat penyakit osteoar-
semakin sering seiring dengan bertambah- thritis. Di Indonesia penelitian tentang
nya usia. Stickle dan Onedera (2006) koping pada lansia telah dilakukan oleh
melaporkan bahwa sekitar 80% dari lansia beberapa peneliti, antara lain oleh Nursasi
memiliki minimal satu kondisi penyakit dan Fitriyani (2002). Mereka meneliti
kronis sehingga akan menambah penderi- tentang koping lansia yang mengalami
taan emosionalnya. Schulz, Martire, et al. gangguan fungsi gerak, dan hasil menun-
(2000), kemudian Wrosch, Schulz, et al. jukkan bahwa sebagian besar responden
(2007) juga menyatakan hal serupa bahwa menggunakan koping yang adaptif, se-
penyakit kronis dan cacat berkontribusi dangkan koping maladaptif digunakan
terhadap penderitaan emosional sese- oleh 30,43% responden.
orang. Penelitian Hill, Dziedzic, et al. Berdasarkan latar belakang tersebut,
(2010) menunjukkan adanya respon emosi khususnya berkenaan dengan adanya
negatif pada lansia dengan sakit kronis perbedaan hasil-hasil penelitian sebelum-
osteoartritis. Hasil penelitian Sinclair dan nya mengenai pengalaman emosi dan
Blackburn (2008) memaparkan sebaliknya mekanisme koping lansia yang mengalami
bahwa pengalaman emosi positif dialami penyakit kronis, menjadi tema yang mena-
oleh lansia dengan penyakit kronis yang rik untuk dilakukan penelitian. Dengan
sama yaitu osteoartritis. Sementara itu di demikian diharapkan dapat memberikan
Indonesia Putri, Zulfitri, et al. (2011) mela- jawab terhadap beberapa pertanyaan yang
kukan studi mengenai hubungan emosi diajukan dalam penelitian ini mengenai
negatif kecemasan dengan status kese- bagaimana pengalaman lansia selama
hatan, hasil menunjukkan tidak ada kore-
mengalami penyakit kronis, apa mak-
lasi antara kecemasan dengan status
na usia tua dan makna penyakit bagi
kesehatan lansia.
lansia, bagaimana dinamika lansia da-
Koping (coping) dilakukan individu
lam menghadapi penyakit kronis, serta
untuk menangani masalah dan menyeim-
apa faktor-faktor yang mempengaruhi
bangkan emosi dalam situasi yang penuh
tekanan karena mengalami penyakit kro-
pengalaman emosi dan mekanisme ko-
nis. Penanganan masalah tersebut menca- ping lansia yang mengalami penyakit
kup semua hal yang dipikirkan atau dila- kronis.
kukan seseorang dalam usaha menye-
cobaan atau ujian bagi manusia; belum menunjukkan hasil, maka subjek
(4) Penyakit merupakan ganjaran atau mulai merasakan kekhawatiran. Subjek
pahala dari Tuhan; (5) Penyakit merupa- mulai berpikir bahwa penyakitnya terse-
kan musibah; (6) Penyakit merupakan but merupakan penyakit berat, subjek
suratan atau takdir Tuhan. Dari keenam –Ž›ŠœŠ”Š—1 ”Ž‘Ž›Š—Š— •Š—1 ”Ž•’•Š”-
makna yang disampaikan subjek menge- ™Ž›ŒŠ¢ŠŠ— bahwa dirinya bisa mengalami
nai penyakit tersebut, makna kedua sam- sakit seperti yang dialami sekarang. Hal
pai enam memiliki kesamaan arti bahwa tersebut melahirkan pikiran-pikiran dan
penyakit merupakan takdir atau kehendak •’—•Š”Š—1 ™Ž—¢Š—•”Š•Š— yang terus-
Tuhan. menerus dengan mengatakan sakitnya
sebagai faktor kecapaian semata. Meski
Dinamika Lansia dalam Menghadapi Penyakit demikian sebenarnya subjek merasakan
Kronis •’•Š”1 —¢Š–Š— ð1 —Š–ž— secara tidak
menyadari, melalui penyangkalannya sub-
Ketidaktahuan mengenai penyakit
jek berharap sakitnya tersebut tidak tergo-
menjadi faktor penting dan mendasar,
long berat yang dapat menjadi pengantar
sehingga berpengaruh bagi respon atau
kematiannya.
perilaku subjek dalam menghadapi penya-
kit yang diderita. Hasil wawancara me- Berdasarkan hasil analisis terdapat
nunjukkan bahwa semua subjek mela- dorongan atau kebutuhan subjek untuk
kukan •’—•Š”Š—1’—”˜—œ’œ•Ž— 1 dalam upa- bisa hidup lebih lama dengan berbagai
ya mengatasi sakit, yaitu •Ž—•Š—1 –Ž•Š”ž- alasan atau tujuan. Keinginan subjek
”Š—1 •Ž›Š™’1 •›Š•’œ’˜—Š• 1 ¢Š—•1 meliputi untuk hidup lebih lama, menjadikan sub-
kerik, pijat •Š—1 meminum ramuan obat- jek merasa tidak siap menerima penyakit
obatan , namun juga melakukan terapi di usia yang sudah tua karena sesuai
medis di Puskesmas meski dilakukan de- dengan pandangan subjek bahwa usia tua
ngan setengah hati. Sž‹“Ž”1œŽ•Š•ž1 ”‘Š Š- adalah usia penghujung dari kehidupan
•’› 1Š•Šž1œŽ•Š•ž1‹Ž›Š•Š1•Š•Š–1 ”Ž‹’—•ž—•- yang sudah dekat dengan kematian, dan
Š— 1 –Ž—ŒŠ›’-cari penyebab, mencari obat, umumnya penyakit merupakan penyebab
atau cara apa yang paling tepat untuk seseorang mengalami kematian. Dorongan
menyembuhkan sakit. Untuk mereduksi untuk bisa hidup lebih lama dilatarbela-
kekhawatiran yang dirasakan, subjek kangi oleh empat macam alasan, yaitu:
–Ž—•Ž–žkakan alasan yang bisa diteri- (1) Keinginan untuk bisa melihat anak-
–Š (rasionalisasi) tentang penyakit yang cucu tumbuh dan berkembang; (2) Pikiran
diderita sebagai penyakit biasa. Keterba- bahwa anak-anaknya masih butuh pen-
tasan pengetahuan subjek mengenai dampingan; (3) Keinginan untuk tetap
penyakitnya karena pendidikan subjek aktif dan bekerja guna mencukupi kebu-
yang relatif rendah. tuhan; dan (4) Merasa amal baiknya masih
kurang. Keempat alasan tersebut membe-
Berdasarkan pengalaman subjek me-
rikan spirit subjek untuk terus berupaya
ngenai sakit yang pernah dialami sebe-
mencari kesembuhan. Hal tersebut juga di
lumnya, subjek berkeyakinan bahwa
dukung oleh keyakinan mereka akan
dengan hanya melakukan tindakan seder-
kekuasaan Tuhan. Berdasar pandangan
hana seperti kerik dan pijat, kesehatan
mereka mengenai penyakit sebagai kehen-
mereka akan segera pulih kembali. Selan-
dak atau takdir Tuhan, maka sebagai
jutnya setelah serangkaian upaya yang
puncak emosi dan usahanya mereka
dilakukan untuk mengobati penyakit
salah satu domainnya adalah perbedaan saan terhibur, dan perasaan senang,
jenis penyakit. Dari sudut pandang teori, sementara dalam penelitian Sinclair dan
hal tersebut relevan dengan apa yang Blackburn (2008) hal tersebut terungkap
dikemukakan Hurlock (2001) bahwa peru- secara implisit, yaitu tercermin dari perila-
bahan fisik, psikologis, dan sosial, seiring ku yang ditampilkan berupa perilaku
dengan proses menua akan memberikan positif, salah satunya adalah perilaku
efek reaksi terutama secara emosi, dan subjek menemukan makna serta perubah-
salah satu faktor perubahan fisik tersebut an positif yang terkait dengan penderitaan
adalah munculnya penyakit kronis yang mereka. Dalam penelitian ini pengalaman
dialami. emosi positif teridentifikasi karena penga-
Selain dipengaruhi oleh faktor penya- ruh dukungan yang diberikan keluarga
kit, pengalaman emosi pada subjek dalam terhadap subjek selama sakit.
penelitian ini teridentifikasi dilatarbela- Dari sudut pandang peneliti, penga-
kangi oleh pengetahuan subjek, serta laman emosi positif dan negatif yang
dorongan kebutuhan dan keinginan. dialami subjek tidaklah menggambarkan
Mengenai hal itu Hurlock (2001) menam- suatu sudut perbedaan dalam dua kutub
bahkan bahwa faktor yang berpengaruh yang saling berlawanan, atau dimaknai
terhadap emosi dan penyesuaian diri pada sebagai emosi baik atau buruk, akan tetapi
lansia, selain kondisi penyakit adalah hal tersebut menggambarkan adanya sua-
faktor persiapan untuk hari tua, penga- tu realita yang memiliki nilai kewajaran,
laman masa lampau, kepuasan dari mengingat perjalanan hidup mereka
kebutuhan, kenangan akan persahabatan berjalan melalui suatu masa pasang surut,
lama, sikap anak-anak yang telah dewasa, serta fluktuasi gelombang kehidupan yang
sikap sosial, sikap pribadi, metode penye- secara spesifik berbeda antara individu
suaian diri yang dimiliki, kondisi hidup, satu dengan individu lainnya. Fenomena
dan kondisi ekonomi. Dari sudut pandang pengalaman emosi positif dan negatif
teori Hurlock (2001), faktor pengetahuan pada lansia dalam penelitian ini, meng-
mengenai penyakit yang dialami dalam gambarkan bahwa emosi tidak duduk
penelitian ini bisa dikategorikan sebagai dalam suatu kubu yang stagnan. Tetapi
tambahan faktor yang mempengaruhi emosi akan selalu dinamis, bergerak
emosi dan penyesuaian diri lansia. Ada- mengikuti irama penyesuaian diri dan
pun faktor kebutuhan dan keinginan dari bergantung pada ada tidaknya faktor yang
hasil penelitian ini, bisa dikategorikan ke mempengaruhi. Pengalaman emosi berja-
dalam faktor kepuasan dari kebutuhan lan melalui tahap-tahap tertentu dan akan
yang berpengaruh bagi emosi dan penye- berhenti pada suatu titik tertentu menuju
suaian diri. tahap penerimaan diri, kemudian akan
Hasil penelitian sebelumnya yang ‹Ž›•Ž›Š”1 ”Ž–‹Š•’1 œŽŒŠ›Š1 œ’”•’” 1 –Ž—ž“ž1
dilakukan oleh Sinclair dan Blackburn tahap awal penyesuaian diri kembali,
(2008) juga menunjukkan adanya kesama- manakala situasi atau kondisi menuntut
an mengenai pengalaman emosi positif untuk itu.
yang dialami subjek, namun berbeda Hasil penelitian ini menunjukkan
dalam pengungkapan emosi tersebut. adanya proses yang dinamis dari subjek
Dalam penelitian ini secara eksplisit subjek dalam mengatasi masalah penyakit dan
menyatakan adanya emosi-emosi positif akibat yang ditimbulkannya. Serangkaian
berupa perasaan tambah semangat, pera- proses dinamika subjek itu menggambar-
kan tentang mekanisme koping yang Kondisi penyakit yang tidak segera
dilakukannya selama sakit. Teridentifikasi menunjukkan perbaikan, berdampak bagi
dalam penelitian ini bahwa awal mula pemikiran subjek akan keberadaan diri-
mengalami sakit, subjek langsung melaku- nya, saat itulah pengalaman emosi dan
kan tindakan sesuai dengan pengetahuan- mekanisme koping mereka juga menga-
nya mengenai penyakit yang dialami. lami perubahan. Mengemukakan alasan
Tindakan riil yang subjek lakukan adalah yang bisa diterima, menekan keinginan,
berobat secara tradisional, selain itu terapi memilih diam, penyangkalan, dan pasrah
medis juga menjadi pilihan subjek dalam merupakan bentuk koping yang mereka
mengatasi sakit. Dari sudut pandang pergunakan selanjutnya. Perubahan meka-
subjek, tindakan yang mereka lakukan nisme koping subjek tersebut dalam
tersebut merupakan kewajaran sebuah pandangan Lazarus dan Folkman (1985)
usaha untuk mendapatkan kesembuhan merupakan suatu kewajaran, karena
dengan prinsip second opinion, yaitu sejauhmana tingkat stres dari suatu kondi-
memilih tindakan lain setelah tindakan si atau masalah yang dialaminya (dalam
yang pertama tidak menunjukkan hasil hal ini penyakit yang mereka alami), akan
yang memuaskan. Namun dari sudut menentukan mekanisme atau strategi
pandang peneliti, hal tersebut dapat koping mana yang akan dipergunakan,
dikategorikan sebagai tindakan yang dan menurut Lazarus, subjek dalam hal ini
inkonsisten. Adapun dari kacamata teori, menggunakan koping berfokus pada emo-
apa yang dilakukan subjek tersebut meru- si (emotion focused coping). Field, Chen, et
pakan bentuk mekanisme koping yang al. (1997) juga menyatakan para lansia
berfokus pada penyelesaian masalah
dapat melakukan koping berfokus
(problem-solving focused coping) (Lazarus &
pada masalah, akan tetapi mereka juga
Folkman, 1985).
lebih mampu menggunakan pengatur-
Sebagaimana hasil penelitian ini
an emosi jika situasi menghendaki,
bahwa apa yang dilakukan subjek terse-
yakni pada saat masalah tindakan
but, dilatarbelakangi oleh pengetahuan
subjek akan penyakit dan pengalaman
yang difokuskan pada masalah akan
penyakit subjek sebelumnya. Hal ini sia-sia atau kontraproduktif. Penggu-
berbeda dengan apa yang dituliskan naan koping fokus emosi, dari pan-
Lazarus dan Folkman (1985), bahwa meka- dangan hasil penelitian sebelumnya
nisme atau strategi koping mana yang dihubungkan dengan penurunan ter-
paling banyak atau sering digunakan sese- hadap penerimaan diri (Kling, Seltzer,
orang akan sangat tergantung pada et al., 1997).
kepribadian seseorang, dan sejauhmana
Bila melihat hasil penelitian sebelum-
tingkat stres dari suatu kondisi yang diala-
nya yang dilakukan Fields, Jahnke et al.
minya. Berdasarkan temuan ini, khusus
dihubungkan dengan stressor penyakit,
(1995) mengenai studi terhadap 70
maka pengetahuan dan pengalaman sebe- remaja, 69 pemuda, dan 74 orang
lumnya mengenai penyakit dapat diper- paruh baya, serta 74 lansia di Amerika
timbangkan menjadi faktor tambahan Serikat. Terdapat kesamaan hasil me-
yang mempengaruhi seseorang dalam ngenai mekanisme koping yang sering
menentukan pilihan strategi kopingnya. dilakukan oleh lansia. Dalam hasil
penelitian mereka, lansia mengguna-
kan mekanisme koping berfokus pada penerimaan diri. Sebuah penelitian yang
masalah, namun dalam menghadapi mengungkap tentang hubungan reli-
situasi dengan implikasi emosi yang giusitas untuk kebahagiaan pasien
tinggi, para lansia menggunakan penyakit kronis telah dilakukan oleh
koping fokus emosi lebih sering dari- Karademas (2010) bahwa perasaan ti-
pada orang yang lebih muda. Hasil dak berdaya dan penerimaan penyakit
penelitian ini juga menunjukkan sub- menjadi mediator bagi hubungan
jek menggunakan kedua jenis koping antara religuisitas dengan kesehatan,
tersebut selama menghadapi sakit beragama berhubungan secara ber-
kronis. Hasil yang sedikit berbeda makna dengan kebahagiaan.
nampak bila dibandingkan dengan Berkaitan dengan mekanisme koping,
hasil penelitian Sanders, Labott, et al. hasil penelitian ini juga menunjukkan
(2010), bahwa dalam penelitian mereka, adanya kesamaan dengan penelitian
lansia hanya menggunakan koping sebelumnya yang dilakukan oleh Nursasi
fokus emosi saja, sementara dalam dan Fitriyani (2002). Lansia dengan gang-
penelitian ini, kedua fokus mekanisme guan penurunan fungsi gerak, lebih
banyak menggunakan koping penging-
koping dipergunakan. Namun demi-
karan (penyangkalan) yaitu sebanyak 63%
kian terdapat kesamaan salah satu
dari seluruh responden. Dalam penelitian
bentuk perilaku koping fokus emosi ini penyangkalan dilakukan oleh semua
yang dilakukan lansia dalam peneli- subjek berkenaan dengan penyakit yang di
tian ini dan penelitian mereka, yaitu derita. Koping pengingkaran menurut
‹Ž›•˜ Šï1 Ž–’”’Š—1 “ž•Š1 •Ž—•Š—1 ‘Šœ’•1 Stuart dan Sundeen (1995) termasuk
penelitian sebelumnya oleh Hunter dan dalam katagori koping mal-adaptif yang
’••Ž—1 ûXVWVüð1 ‹Š‘ Š1 ‹Ž›•˜ Š1 –Ž›ž™Š”Š—1 dapat menghambat fungsi integratif.
salah satu bentuk perilaku koping yang Dinamika pengalaman emosi dan
dipergunakan oleh lansia dalam panti
mekanisme koping yang dialami sub-
jompo.
jek selama menghadapi penyakit
Kesamaan hasil penelitian ini de- kronis merupakan serangkaian proses
ngan dua penelitian di atas, berkenaan diri subjek menuju pada pencapaian
•Ž—•Š—1 ‹Ž›•˜ Šð1 •Š›’1 œž•ž•1 ™Š—•Š—•1 penerimaan diri (self acceptance) yang
teori dapat dihubungkan dengan pe- merupakan central phenomenon peneli-
ngaruh kesadaran beragama. Menurut tian ini. Penerimaan diri merupakan
Daaleman, Perera et al. (dalam Santrock, aspek penting yang berkenaan dengan
2002) bahwa agama dapat memenuhi
pencapaian kebahagiaan (subjektif well
beberapa kebutuhan psikologis yang pen-
being) bagi lansia. Dalam pandangan
ting pada lansia dalam hal menghadapi
.kematian, menemukan dan memperta-
subjek, penyakit yang mereka alami
hankan perasaan berharga, serta meneri- menjadi faktor penghalang bagi upaya
ma kekurangan di masa tua. Kesadaran pencapaian kebahagiaan mereka. Hal
agama pada subjek penelitian ini juga tersebut terlihat dari respon kesedihan
nampak dari pemaknaan mereka menge- dan keputusasaan yang diungkapkan,
nai usia tua dan penyakit. Hal tersebut hal tersebut juga terdorong oleh kondi-
sangat membantu subjek dalam mencapai si ekonomi yang kurang baik dan atau
impact of hand osteoarthritis. Chronic Putri D.P., Zulfitri R., & Karim, D. (2011).
Illness Journal, 6(2), 101-110. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Hunter I.R., & Gillen M.C. (2010). Stress Tingkat Kecemasan Pada Lansia di
coping mechanisms in elderly adults: Kelurahan Lembah Sari Rumbai Pesi-
an initial study of recreational and sir. Journal Prodi Keperawatan Uni-
other coping behaviors in nursing versitas Riau.
home patients. Adultspan Journal, 22. Sanders K.A., Labott S.M., Molokie R.,
Hurlock E.B. (2001). Psikologi Perkembangan Shelby S.R., & Desimone J. (2010) Pain,
edisi kelima: Suatu Pendekatan Sepanjang Coping and Health Care Utilization in
Rentang Kehidupan. (Terjemahan oleh Younger and Older Adults with Sickle
Istiwidayanti & Sujarwo). Jakarta: PT. Cell Disease. Journal Health Psychology,
Gelora Aksara Pratama. 15(1), 131-7.
Karademas E.C. (2010). Illness Cognitions Santrock J.W. (2002). Life-Span Development
as a Pathway Between Religiousness - Perkembangan Masa Hidup Edisi
and Subjective Health in Chronic kelima, (Terjemahan oleh Damanik &
Cardiac Patients. Journal of Health Chusairi). Jakarta: Erlangga.
Psychology, 15, 239-247. Schulz R., Martire LM., Beach SR., &
Kling K.C., Seltzer M.M., & Ryff C.D. Scheier, MF. (2000). Depression and
(1997). Distinctive Late-live Chal- Mortality in The Elderly. Current
lenges: Implications for Coping and Directions in Psychological Science, 9,
Well-being. Journal of Psychology and 204.208.
Aging, 12, 288-295. Sinclair V.G., & Blackburn D.S. (2008).
Kupers W. (2001). A Phenomenology of Adaptive coping with rheumatoid
Embodied Passion and The Demotiva- arthritis: the transforming nature of
tional Realities of Organisation. Paper response shift. Journal of Chronic Illness.
Presented at CMS, Manchester at the 4(3), 219-230.
stream. Stickle F., & Onedera J.D. (2006).
Lazarus S.R., & Folkman S. (1985). Stress Depression in older adults (geriatric
Appraisal and Coping. New York: depression). Article Adultspan Journal.
Publishing Company. Stuart G.W., & Sundeen S.J. (1995).
Nursasi A.Y., & Fitriyani P. (2002). Koping Principles and Practice of Psychiatric
Lanjut Usia Terhadap Penurunan Nursing (Sixth edition). St. Louis:
Fungsi Gerak Di Kelurahan Cipinang Mosby Year Book.
Muara Kecamatan Jatinegara Jakarta Wrosch C., Schulz R., Miller GE., Lupien
Timur. Jurnal Makara Kesehatan, 6(2) S., & Dunne E. (2007). Physical health
Papalia D.E., Old S.W., & Feldman R.D. problems, depressive mood, and
(2008). Human Development (Psikologi cortisol secretion in old age: Buffer
Perkembangan) Edisi IX. (Terjemahan effects of health engagement control
oleh A.K Anwar). Edisi IX Cetakan 1. strategies. Journal of Health Psychology,
Jakarta: Kencana. 26, 341.349.