Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
SlideShare a Scribd company logo
TEKNIK NEGOSIASI - MATERI : Konflik dan Negosiasi
 Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang
dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa
pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau
akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang
menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama.
Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan
yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi
“berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.
1. Pandangan Tradisional
 Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus
dihindari. Pandangan ini sejalan dengan sikap yang dianut
banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun 1930-an
dan 1940-an
 Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari
komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan
kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para
manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi
karyawan mereka.
 kita hanya perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab
konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk memperbaiki
kinerja kelompok dan organisasi.
2. Pandangan Hubungan Manusia
 Pandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah
kejadian alamiah dalam semua kelompok dan
organisasi.
 Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan
manusia mendorong kita untuk menerima keberadaan
konflik.
 Pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori
konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan
tahun 1970-an.
3. Pandangan Interaksionis
Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar
pemikiran bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai,
tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis, serta
tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi.
Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa
semua konflik adalah baik.
Terdapat dua kategori konflik, yaitu:
1. Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan
kelompok dan meningkatkan kinerjanya.
2. Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat
kinerja kelompok.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:
1. Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan
tujuan pekerjaan.
2. Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan
antarpersonal.
3. Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu
pekerjaan dilaksanakan.
 Tahap 1: Potensi Pertentangan atau
Ketidakselarasan
 Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat
dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:
 Komunikasi
 Struktur
 Variabel-variabel Pribadi
 Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai
konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu
pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi
pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak
berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi.
 Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau
lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan
peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak
berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru
pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara
emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan,
ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.
 Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya
didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak
memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini
sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan
menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.
 Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan
perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk
bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus
menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui
bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu.
Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena
salah satu pihak salah dalam memahami maksud
pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang
besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku
tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud
seseorang.
 Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai
mana salah satu pihak berupaya memuaskan
kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai
mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan
kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan
konflik berhasil diidentifikasi:
 Bersaing
 Bekerja sama
 Menghindar
 Akomodatif
 Kompromis
 Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang
dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik
ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk
mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi
perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari
maksud.
 Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan
berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para
manajer mengendalikan tingkat konflik dengan
manajemen konflik (conflict management), yaitu
pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan
(stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.
 Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik
menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi
itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut
menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa
bersifat disfungsional karena justru menghambat
kinerja kelompok.
 Akibat fungsional
 Akibat disfungsional
 Menciptakan konflik fungsional
 Negosiasi merasuki setiap interaksi dari hampir semua
orang dalam kelompok dan organisasi. Ada yang jelas:
buruh melakukan tawar-menawar dengan
manajemen. Ada yang tidak begitu jelas: para manajer
bernegosiasi dengan karyawan, rekan sejawat, dan
atasan, agen bernegosiasi dengan pemasok. Ada pula
yang sangat sederhana: seorang karyawan setuju
menjawab telepon dari seorang koleganya selama
beberapa menit untuk saling berbagi keuntungan.
Negosiasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana dua
pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan
berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
 Strategi tawar-menawar
 Tawar-menawar distributif
 Tawar menawar Integratif
 Syarat-syarat : Pihak-pihak yang terbuka pada informasi dan jujur
dengan kepentingan mereka, kepekaan kedua belah pihak terhadap
kebutuhan pihak lain, kemampuan untuk saling percaya, dan
kesediaan kedua belah pihak untuk menjaga fleksibilitas.
Ada beberapa cara untuk mencapai hasil yang lebih integratif,
yaitu:
 Melakukan tawar menawar dalam tim untuk mencapai
kesepakatan lebih integratif daripada mereka yang
melakukan tawar menawar secara individual.
 Mengajukan lebih banyak persoalan di meja perundingan.
 Kompromi, sebab kompromi bisa menjadi musuh terburuk
dalam menegosiasikan kesepakatan yang saling
menguntungkan.
1. Persiapan dan perencanaan
2. Penentuan aturan dasar
3. Klarifikasi dan justifikasi
4. Tawar menawar dan pemecahan masalah
5. Penutupan dan implementasi
 Peran suasana hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi
 Para perunding yang mempunyai suasana hati positif cenderung memperoleh hasil yang lebih
baik daripada bersuasana hati negatif. Karena perunding yang gembira lebih mempercayai pihak
lain maka mencapai lebih banyak penyelesaian yang saling menguntungkan.
 Perbedaan gender dalam negosiasi
 Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan dalam bernegosiasi. Tetapi gender
mempengaruhi negosiasi walaupun terbatas. Keyakinan bahwa wanita lebih menyenangkan
dalam bernegosiasi tidak dapat dijadikan patokan karena jarang wanita yang menduduki posisi
manajemen puncak. Terdapat sebuah penelitian bahwa seseorang yang tidak mempunyai
banyak kekuasaan (tanpa melihat jenis kelamin) cenderung berusaha menyenangkan lawan
mereka dan menggunakan taktik persuasif yang lembut daripada konfrontasi langsung dan
ancaman. Kesimpulannya bahwa perempuan bisa menjadi terlalu menghukum diri sendiri
karena tidak bisa ikut dalam negosiasi padahal ini merupakan kepentingan terbesar mereka.
 Pemakaian pihak ketiga dalam negosiasi
 Perbedaan kultur dalam negosiasi
 Gaya negosiasi antara budaya satu dengan yang lainnya tentu berbeda (Adler, 2002). Orang
Perancis menyukai konflik, orang Cina suka mengulur-ulur perundingan tapi mereka
mempunyai kepercayaan bahwa hal ini tidak akan pernah selesai, orang Jepang didalam
bernegosiasi melakukan komunikasi secara tidak langsung sedangkan orang Amerika cenderung
tidak sabar dalam berunding dan selalu ingin untuk disukai.
Berikut ini ada satu studi yang membandingkan orang
Amerika Utara, Arab dan Rusia yang dilakukan oleh
Glenn, Witmeyer dan Stevenson pada tahun 1977. Glenn
et all melihat dari faktor-faktor sebagai berikut:
1. Gaya bernegosiasi
2. Cara menanggapi argumen lawan
3. Pendekatan untuk menghasilkan konsensi
4. Cara menangani negosiasi dengan tenggang waktu
yang ditentukan
 Dari faktor-faktor di atas maka diperoleh hasil dari
studi tersebut yaitu:
Faktor-faktor Amerika Utara Arab Rusia
Gaya bernegosiasi Mengandalkan fakta dan
menggunakan logika
Menggunakan emosi Menggunakan standar
yang tegas
Cara menanggapi
argumen lawan
Menangkis argumen lawan
dengan fakta-fakta objektif
Menangkis argumen lawan
dengan perasaan subjektif
Ditanggapi dengan
standar yang tegas
Pendekatan untuk
menghasilkan konsesi
Membuat konsesi kecil di awal
negosiasi untuk membangun
hubungan dan biasanya
membalas konsesi lawan
Membuat konsesi sepanjang
proses negosiasi dan hampir
selalu membalas konsesi lawan
Jika bisa jangan sampai
ada konsesi
Cara menangani
negosiasi dengan
tenggang waktu yang
ditentukan
Tenggang waktu dianggap sangat
penting
Memperlakukan tenggang
waktu dengan santai
Cenderung mengabaikan
tenggang waktu
Mediator
 Pihak ketiga yang bersikap netral yang menfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan penalaran
dan persuasi, menyodorkan alternatif dan semacamnya. Mediator banyak digunakan dalam negosiasi
buruh dengan manajer dan dalam sengketa perdata.
Arbitrator
 Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kesepakatan. Arbitrasi bisa bersifat
voluntary ataupun mandatory. Kelebihan arbitrasi dibanding mediator adalah arbitrasi selalu
menghasilkan penyelesaian.
Konsiliator
 Pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara perunding dan
lawannya. Konsiliasi banyak digunakan dalam sengketa internasional, buruh dan masyarakat. Dalam
praktiknya biasanya konsiliator bertindak lebih dari sekedar saluran komunikasi.
Konsultan
 Pihak ketiga yang terlatih dan tak berpihak yang berupaya menfasilitasi pemecahan masalah melalui
komunikasi dan analisis dengan dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik.
Peran konsultan adalah memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga
mereka dapat mencapai penyelesaian sendiri.
 Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Perilaku
Organisasi. Buku 2. 2008. Penerbit Salemba Empat:
Jakarta.

More Related Content

TEKNIK NEGOSIASI - MATERI : Konflik dan Negosiasi

  • 2.  Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.
  • 3. 1. Pandangan Tradisional  Berpandangan bahwa semua konflik itu berbahaya dan harus dihindari. Pandangan ini sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok tahun 1930-an dan 1940-an  Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota, serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan mereka.  kita hanya perlu mengarahkan perhatian pada sebab-sebab konflik serta mengkoreksi malfungsi ini untuk memperbaiki kinerja kelompok dan organisasi.
  • 4. 2. Pandangan Hubungan Manusia  Pandangan ini berpendapat bahwa konflik adalah kejadian alamiah dalam semua kelompok dan organisasi.  Karena konflik tak terhindarkan, mazhab hubungan manusia mendorong kita untuk menerima keberadaan konflik.  Pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun 1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an.
  • 5. 3. Pandangan Interaksionis Pandangan ini mendorong munculnya konflik dengan dasar pemikiran bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif biasanya menjadi statis, apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahandan inovasi. Pandangan ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa semua konflik adalah baik. Terdapat dua kategori konflik, yaitu: 1. Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan meningkatkan kinerjanya. 2. Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok. Secara spesifik, ada tiga tipe konflik: 1. Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan. 2. Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal. 3. Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.
  • 6.  Tahap 1: Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan  Secara sederhana, kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum, yaitu:  Komunikasi  Struktur  Variabel-variabel Pribadi
  • 7.  Sebagaimana yang telah disinggung dalam definisi mengenai konflik, disyaratkan adanya persepsi. Karena itu, salah satu pihak (atau lebih) harus menyadari adanya kondisi-kondisi pendahulu. Namun karena suatu konflik yang dipersepsi, tidak berarti bahwa konflik itu dipersonalisasi.  Konflik yang dipersepsi merupakan kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Pada tahap ini mungkin tidak berpengaruh apapun pada perasaan satu dan yang lainnya. Baru pada tingkat perasaan, yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional, para pihak tersebut merasakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau rasa bermusuhan.  Tahap ini penting karena disinilah isu-isu konflik biasanya didefinisikan. Pada tahapan proses inilah, para pihak memutuskan konflik itu tentang apa, dan pada akhirnya ini sangat penting karena cara sebuah konflik didefinisikan akan menentukan jalan panjang menuju akhir penyelesaian konflik.
  • 8.  Mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku mereka. Masud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Seseorang harus menyimpulkan maksud orang lain untuk mengetahui bagaimana sebaiknya menanggapi perilakunya itu. Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
  • 9.  Dengan menggunakan sifat kooperatif (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memuaskan kepentingan pihak lain) dan sifat tegas (kadar sampai mana salah satu pihak berupaya memperjuangkan kepentingannya sendiri), lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasi:  Bersaing  Bekerja sama  Menghindar  Akomodatif  Kompromis
  • 10.  Tahap perilaku meliputi pernyataan, aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya kasat mata untuk mengoperasikan maksud dari masing-masing pihak. Tetapi perilaku ini memiliki kualitas stimulus yang berbeda dari maksud.  Jika konflik bersifat disfungsional, maka perlu dilakukan berbagai teknik penting untuk meredakannya. Para manajer mengendalikan tingkat konflik dengan manajemen konflik (conflict management), yaitu pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
  • 11.  Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi itu bisa bersifat fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok, atau juga bisa bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja kelompok.  Akibat fungsional  Akibat disfungsional  Menciptakan konflik fungsional
  • 12.  Negosiasi merasuki setiap interaksi dari hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi. Ada yang jelas: buruh melakukan tawar-menawar dengan manajemen. Ada yang tidak begitu jelas: para manajer bernegosiasi dengan karyawan, rekan sejawat, dan atasan, agen bernegosiasi dengan pemasok. Ada pula yang sangat sederhana: seorang karyawan setuju menjawab telepon dari seorang koleganya selama beberapa menit untuk saling berbagi keuntungan.
  • 13. Negosiasi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.  Strategi tawar-menawar  Tawar-menawar distributif  Tawar menawar Integratif  Syarat-syarat : Pihak-pihak yang terbuka pada informasi dan jujur dengan kepentingan mereka, kepekaan kedua belah pihak terhadap kebutuhan pihak lain, kemampuan untuk saling percaya, dan kesediaan kedua belah pihak untuk menjaga fleksibilitas. Ada beberapa cara untuk mencapai hasil yang lebih integratif, yaitu:  Melakukan tawar menawar dalam tim untuk mencapai kesepakatan lebih integratif daripada mereka yang melakukan tawar menawar secara individual.  Mengajukan lebih banyak persoalan di meja perundingan.  Kompromi, sebab kompromi bisa menjadi musuh terburuk dalam menegosiasikan kesepakatan yang saling menguntungkan.
  • 14. 1. Persiapan dan perencanaan 2. Penentuan aturan dasar 3. Klarifikasi dan justifikasi 4. Tawar menawar dan pemecahan masalah 5. Penutupan dan implementasi
  • 15.  Peran suasana hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi  Para perunding yang mempunyai suasana hati positif cenderung memperoleh hasil yang lebih baik daripada bersuasana hati negatif. Karena perunding yang gembira lebih mempercayai pihak lain maka mencapai lebih banyak penyelesaian yang saling menguntungkan.  Perbedaan gender dalam negosiasi  Laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan dalam bernegosiasi. Tetapi gender mempengaruhi negosiasi walaupun terbatas. Keyakinan bahwa wanita lebih menyenangkan dalam bernegosiasi tidak dapat dijadikan patokan karena jarang wanita yang menduduki posisi manajemen puncak. Terdapat sebuah penelitian bahwa seseorang yang tidak mempunyai banyak kekuasaan (tanpa melihat jenis kelamin) cenderung berusaha menyenangkan lawan mereka dan menggunakan taktik persuasif yang lembut daripada konfrontasi langsung dan ancaman. Kesimpulannya bahwa perempuan bisa menjadi terlalu menghukum diri sendiri karena tidak bisa ikut dalam negosiasi padahal ini merupakan kepentingan terbesar mereka.  Pemakaian pihak ketiga dalam negosiasi  Perbedaan kultur dalam negosiasi  Gaya negosiasi antara budaya satu dengan yang lainnya tentu berbeda (Adler, 2002). Orang Perancis menyukai konflik, orang Cina suka mengulur-ulur perundingan tapi mereka mempunyai kepercayaan bahwa hal ini tidak akan pernah selesai, orang Jepang didalam bernegosiasi melakukan komunikasi secara tidak langsung sedangkan orang Amerika cenderung tidak sabar dalam berunding dan selalu ingin untuk disukai.
  • 16. Berikut ini ada satu studi yang membandingkan orang Amerika Utara, Arab dan Rusia yang dilakukan oleh Glenn, Witmeyer dan Stevenson pada tahun 1977. Glenn et all melihat dari faktor-faktor sebagai berikut: 1. Gaya bernegosiasi 2. Cara menanggapi argumen lawan 3. Pendekatan untuk menghasilkan konsensi 4. Cara menangani negosiasi dengan tenggang waktu yang ditentukan
  • 17.  Dari faktor-faktor di atas maka diperoleh hasil dari studi tersebut yaitu: Faktor-faktor Amerika Utara Arab Rusia Gaya bernegosiasi Mengandalkan fakta dan menggunakan logika Menggunakan emosi Menggunakan standar yang tegas Cara menanggapi argumen lawan Menangkis argumen lawan dengan fakta-fakta objektif Menangkis argumen lawan dengan perasaan subjektif Ditanggapi dengan standar yang tegas Pendekatan untuk menghasilkan konsesi Membuat konsesi kecil di awal negosiasi untuk membangun hubungan dan biasanya membalas konsesi lawan Membuat konsesi sepanjang proses negosiasi dan hampir selalu membalas konsesi lawan Jika bisa jangan sampai ada konsesi Cara menangani negosiasi dengan tenggang waktu yang ditentukan Tenggang waktu dianggap sangat penting Memperlakukan tenggang waktu dengan santai Cenderung mengabaikan tenggang waktu
  • 18. Mediator  Pihak ketiga yang bersikap netral yang menfasilitasi negosiasi solusi dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyodorkan alternatif dan semacamnya. Mediator banyak digunakan dalam negosiasi buruh dengan manajer dan dalam sengketa perdata. Arbitrator  Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kesepakatan. Arbitrasi bisa bersifat voluntary ataupun mandatory. Kelebihan arbitrasi dibanding mediator adalah arbitrasi selalu menghasilkan penyelesaian. Konsiliator  Pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara perunding dan lawannya. Konsiliasi banyak digunakan dalam sengketa internasional, buruh dan masyarakat. Dalam praktiknya biasanya konsiliator bertindak lebih dari sekedar saluran komunikasi. Konsultan  Pihak ketiga yang terlatih dan tak berpihak yang berupaya menfasilitasi pemecahan masalah melalui komunikasi dan analisis dengan dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik. Peran konsultan adalah memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga mereka dapat mencapai penyelesaian sendiri.
  • 19.  Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge. Perilaku Organisasi. Buku 2. 2008. Penerbit Salemba Empat: Jakarta.

Editor's Notes

  1. Komunikasi Sebuah ulasan mengenai penelitian menunjukkan bahwa konotasi kata yang menimbulkan makna yang berbeda, pertukaran informasi yang tidak memadai, dan kegaduhan pada saluran komunikasi merupakan hambatan komunikasi dan kondisi potensial pendahulu yang menimbulkan konflik. Penelitian menunjukkan bahwa potensi konflik meningkat ketika terjadi terlalu sedikit atau terlalu banyak informasi. Jelas, meningkatnya komunikasi menjadi fungsional sampai pada suatu titik, dan diatasnya dengan terlalu banyak komunikasi, meningkat pula potensi konflik. Struktur Istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada anggota kelompok, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antar kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Semakin besar ambiguitas dalam mendefinisikan secara tepat dimana letak tanggung jawab atas tindakan, semakin besar potensi munculnya konflik. Variabel-variabel Pribadi Kategori ini meli[uti kepribadian, emosi, dan nilai-nilai. Bukti menunjukkan bahwa jenis kepribadian tertentu memiliki potensi memunculkan konflik. Emosi juga dapat menyebabkan konflik. Nilai yang berbeda-beda yang dianut tiap-tiap anggota dapat menjelaskan munculnya konflik
  2. .       Bersaing Yaitu hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi, tanpa memedulikan dampaknya atas pihak lain yang berkonflik dengannya. Perilaku ini mencakup maksud untuk mencapai tujuan anda dengan mengorbankan tujuan orang lain, berupaya meyakinkan orang lain bahwa kesimpulan anda benar dan kesimpulannya salah, dan mencoba membuat orang lain dipersalahkan atas suatu masalah. Bekerja sama Yaitu suatu situasi dimana pihak-pihak yang berkonflik ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Maksud para pihak adalah menyelesaikan masalah dengan memperjelas perbedaan ketimbang mengakomodasi berbagai sudut pandang. Menghindar Yaitu hasrat untuk menarik diri dari konflik atau menekan sebuah konflik. Maksud dari perilaku ini adalah mencoba mengabaikan suatu konflik dan menghindari orang lain yang berbeda pendapat. Akomodatif Yaitu kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri. Maksud dari perilaku ini adalah supaya hubungan tetap terpelihara, salah satu pihak bersedia berkorban. Kompromis Yaitu situasi dimana masing-masing pihak yang berkonflik bersedia mengalah dalam satu atau lain hal. Saat itulah terjadi tindakan berbagi yang mendatangkan kompromi. Maksud kompromis ini tidak jelas siapa yang menang dan kalah. Tiba-tiba muncul kesediaan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk membatasi objek konflik dan menerima solusi meski sifatnya sementara. Karena itu, cirri khas maksud kompromis adalah masing-masing pihak rela menyerahkan sesuatu atau mengalah.
  3. Akibat fungsional Meningkatnya keragaman kultur dari anggota dapat memberikan manfaat lebih besar bagi organisasi. Penelitian memperlihatkan bahwa heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusandan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota. Akibat disfungsional Pertengkaran yang tak terkendali menumbuhkan rasa tidak senang, yang menyebabkan ikatan bersama renggang, dan pada akhirnya menuntun pada kehancuran kelompok. Diantara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antar anggota. .       Menciptakan konflik fungsional Salah satu cara organisasi menciptakan konflik fungsional adalah dengan memberi penghargaan kepada orang yang berbeda pendapat dan menghukum mereka yang suka menghindari konflik.
  4. Adalah negosiasi yang berusaha membagi sumber daya yang jumlahnya tetap; situasi menang-kalah. Contoh yang lebih halus mengenai tawar menawar distributif, yaitu: kebiasaan polisi baik dan polisi jahat di mana salah seorang perunding bersikap ramah dan akomodatif sementara yang lain berpendirian sekeras baja. Tim-tim negosiasi yang menggunakan taktik ini ketika melakukan tawar menawar distributif mendapatkan penyelesaian yang lebih baik daripada tim yang tidak menggunakan taktik polisi baik-polisi jahat (Brodt dan Tuchinsky, 2000). Kebiasaan polisi baik-polisi jahat hanya berhasil ketika perunding positif mengikuti aturan main yang dibuat perunding negatif. Karena perunding positif kelihatan jauh lebih akomodatif dan disukai bila mengikuti syarat-syarat perunding negatif. Taktik tawar menawar distributif yang lain adalah menyampaikan tenggang waktu. Misalnya, Hadi adalah manajer SDM. Ia sedang bernegosiasi dengan Wibowo mengenai gaji yang akan diberikan kepada Wibowo. Karena Wibowo mengetahui perusahaan sangat membutuhkannya, ia memanfaatkan hal tersebut dengan meminta gaji dan tunjangan tinggi. Hadi memberitahu Wibowo bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan Wibowo. Kemudian Wibowo memberitahu Hadi bahwa akan mempertimbangkan hal tersebut. Khawatir perusahaan akan melepaskan Wibowo ke pesaing, Hadi memutuskan untuk memberitahu bahwa ia sedang dikejar waktu dan perlu segera mencapai kesepakatan dengannya atau menawarkan posisi ini kepada orang lain. Disini Hadi merupakan perunding yang cerdik karena menyampaikan tenggang waktu mempercepat konsesi dari lawan rundingnya dengan memaksa mereka untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka.
  5. 1) Misalnya Ibas adalah seorang manajer yang pandai di dalam bernegosiasi. Ibas setiap mulai berunding selalu mengeluarkan kelakar atau menekankan sisi positif dari apa yang hendak dipertaruhkan. Teknik yang dilaksanakan oleh Ibas ini membuat lawannya mengajukan penawaran secara lebih integratif karena mereka menyampaikan prioritas mereka, lebih akurat dalam mepersepsikan kepentingan pihak lain, dan berpikir lebih kreatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa hubungan kepribadian dengan negosiasi menunjukkan sifat-sifat kepribadian tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap proses tawar menawar. Contohnya para perunding yang ekstrovet seringkali gagal total ketika harus melakukan tawar menawar distributif karena orang-orang ekstrovet suka menyenangkan hati orang lain dan bersahabat cenderung suka berbagi informasi. Jadi, penawar distributif terbaik adalah orang introvert yang tidak terlalu ramah. Selain itu, ego juga berpengaruh dalam negosiasi. Orang yang mampu melepas ego mereka sendiri mampu menegosiasikan kesepakatan secara lebih baik (baik negosiasi distributif ataupun integratif). 2)