Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
SlideShare a Scribd company logo
MAKALAH
“KESELAMATAN PASIEN”
DISUSUN OLEH :
KEPERAWATAN A
(SEMESTER 3)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
YAYASAN BANGUN PERSADA
STIKES PASAPUA AMBON
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan
dalam profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah
ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Ambon, 21 Februari 2018
Penyusun, Keperawatan A
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staff Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau
Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain
mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan
overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap
diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang
sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical
error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, yang hanya
terlihat sedikit dibagian puncaknya namun besar diakarnya
Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan
rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan
Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi
tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia. Banyak
rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan Keselamatan
Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman manajemen terhadap
Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi manajemen rumah sakit
agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena dilaksanakannya:
asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem yang
seharusnya dilaksanakan secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut, maka,
jika diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis rumah sakit
dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing error, dan
lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Patient safety didefinisikan sebagai upaya menghindari, mencegah dan memperbaiki
hasil yang merugikan pasien atau cidera akibat dari proses perawatan kesehatan (US National
Patient Safety Foundation,1999).
Cooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa “patient safety as the avoidance,
prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of
healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran,
pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera
dari proses pelayanan kesehatan.
Patient safety melibatkan sistem operasional dan sistem pelayanan yang meminimalkan
kemungkinan kejadian adverse event/ error dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan
bila error telah terjadi. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yg disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tdk mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (KKP-RS(Solusi live-saving keselamatan pasien rumah sakit).
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes
R.I. 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
B. TUJUAN
Tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan
resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery(mengeliminasi kesalahan
penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh
C. PRINSIP PATIENT SAFETY
1. Kesadaran (Awarenes) tentang nilai keselamatan pasien Rumah sakit
2. Komitmen memberikan pelayanan kesehatan berorientasi patien safety
3. Kemanpuan Mengidentifikasi faktor resiko penyebab insiden terkait patien safety
4. Kepatuhan Pelaporan insiden terkait patient safety
5. Kemampuan Berkomunikasi yang efektif dengan pasien tentang faktor resiko penyebab
insiden terkait patient safety
6. Kemampuan Mengindentifikasi akar masalah penyebab insiden terkait patient safety
7. Kemampuan Memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadadi untuk mencegah
kejadian berulang
D. PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA PADA KESELAMATAN
PASIEN
1. Pengaruh Faktor Lingkungan Pada Keselamatan Pasien
Penerangan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang
telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan
akses pencahayaan. Pencahayaan di dalam ruang memungkinkan orang yang
menempatinya dapat melihat benda-benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan
jelas maka aktivitas di dalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya yang terlalu
terang juga dapat mengganggu penglihatan (Santosa, 2006).
Kebisingan
Salah satu bentuk polusi adalah kebisingan (noise) yang tidak dikehendaki oleh telinga
kita. Kebisingan tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang dapat mengganggu
ketenangan. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang dapat menentukan
tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
a) Lama bunyi itu terdengar. Bila terlalu lama dapat menyebabkan ketulian (deafness).
b) Intensitas biasanya diukur dengan satuan desibel (dB), menunjukkan besarnya arus
energi per satuan luar.
c) Frekuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara yang sampai ke telinga
kita per detiknya
Suhu Udara
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normal sistem tubuh
dengan menyesuaikan diri terhadap perubahanperubahan yang terjadi di luar tubuh.
Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang adalah jika
perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk
kondisi dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk
melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atau
kelebihan panas yang membebaninya.
Siklus Udara (Ventilation)
Udara disekitar kita mengandung sekitar 21% oksigen, 0,03% karbondioksida, dan 0,9%
campuran gas-gas lain. Kotornya udara disekitar kita dapat mempengaruhi kesehatan
tubuh dan mempercepat proses kelelahan. Sirkulasi udara akan menggantikan udara kotor
dengan udara yang bersih. Agar sirkulasi terjaga dengan baik, dapat ditempuh dengan
memberi ventilasi yang cukup (lewat jendela), dapat juga dengan meletakkan tanaman
untuk menyediakan kebutuhan akan oksigen yang cukup (Wignjosoebroto,1995,hal.85).
Bau-Bauan
Adanya bau-bauan yang dipertimbangkan sebagai “polusi” akan dapat mengganggu
konsentrasi pekerja. Temperatur dan kelembaban adalah dua faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air conditioning yang tepat adalah
salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu
sekitar tempat kerja. (Wignjosoebroto, 1995)
Getaran Mekanis
Getaran mekanis merupakan getaran–getaran yang ditimbulkan oleh peralatan mekanis
yang sebagian dari getaran tersebut sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat–
akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh
intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota
tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami apabila frekuensi ini beresonansi dengan
frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan. Gangguan–gangguan tersebut
diantaranya, mempengaruhi konsentrasi, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota
tubuh. (Wignjosoebroto,1995, hal 87)
2. Pengaruh Faktor Manusia Pada Keselamatan Pasien
Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien
Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan bagaimana mereka
berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi, kreativitas, produktivitas dan
kepuasan pekerjaan, dengan tujuan meminimalkan kesalahan.
Pengetahuan yang Diperlukan
Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan mendeskripsikan interaksi
antara tiga aspek saling berhubungan: individu di tempat kerja, tugas yang dibebankan
untuk individu tersebut, dan tempat kerjanya.
Hubungan Antara Human Factor Dengan Keslamatan Pasien
Dua factor dengan dampak paling banyak adalah kelelahan dan stress. Ada bukti ilmiah
kuat yang menghubungkan kelelahan dan penurunan kinerja sehingga menjadikan factor
resiko dalam keselamatan pasien.
E. CARA UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN
Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2)
meliputi :
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah
Sakit untuk mengupayakan pemenuhanSasaran Keselamatan Pasien yang meliputi
tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-allert)
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi tekait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri
Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:
1.Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2.Memimpin dan mendukung staf
3.Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4.Mengembangkan sistem pelaporan
5.Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6.Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7.Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
F.EBP UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN
Evidence Based Practice sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan,
keselamatan pasien, keefektifan managemen dalam pengelolaan pelayanan keperawatan, dan
meningkatkan kesadaran akan pentingnya bukti empiris dalam melaksanakan pelayanan.
Evidence Based Practic (EBP) menjadi sangat penting akhir-akhir ini karena isu patient
centered care yang semakin banyak digunakan di dunia kesehatan dan keperawatan. proses
keperawatan yang dimiliki oleh perawat dan juga petugas kesehatan lainnya di titik beratkan
dan berfokus hanya pada kesembuhan pasien dan semua keputusan yang berhubungan dengan
kesehatan dan perawatan pasien hanya di letakan pada tangan pasien. Artinya, pasien memiliki
hak penuh untuk menentukan nasib perawatan kesehatannya sendiri berdasarkan hasil diskusi
dengan tenaga kesehatan yang professional
G.MENERAPKAN BUDAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT
Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan yang mengakibatkan
pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan sampai meninggal dunia
memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. patient safety
(keselamatan pasien) belum menjadi budaya yang harus diperhatikan oleh rumah sakit di
Indonesia. Undang-undang Kesehatan no 36 tahun 2009 sudah dengan jelas bahwa rumah sakit
saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien diatas kepentingan yang lain sehingga sudah
seharusnya rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya keselamatan pasien.
Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan budaya
keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi juga
ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien. Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan
keselamatan pasien sudah seharusnya diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun
petugas pelayanan kesehatan. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit
bahkan petugas pelayanan kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan
penegakan hukum kesehatan di Indonesia masih sangat lemah. Sudah seharusnya apabila
terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit yang mengakibatkan terancamnya
keselamatan pasien maka tidak hanya sanksi internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana.
Inilah yang sampai saat ini belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena
lemahnya penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum
benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya tingkat kepedulian
petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan masih ditemukannya kejadian
diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari masyarakat yang tidak mampu. Kedua,
beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah yang
bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien sedangkan disisi lain masih ada
rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang menjadikan beban kerja mereka
meningkat. Selain perawat, saat ini di Indonesia juga masih kekurangan dokter terutama dokter
spesialis serta distribusi yang tidak merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak
sama di setiap rumah sakit. ketiga, orientasi pragmatisme para petugas kesehatan yang saat ini
masih melekat disebagian petugas kesehatan. Masih ditemukan para petugas kesehatan yang
hanya berorientasi untuk mencari materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan
pasien. Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para
petugas kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai dari
terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining position dinas
kesehatan.
Keempat hal tersebut diatas yang setidaknya menjadi penghalang terwujudnya budaya
keselamatan pasien di setiap rumah sakit. jika hal ini tidak segera diselesaikan maka kasus-
kasus yang mengancam keselamatan pasien akan terus terjadi sehingga perlu upaya yang
maksimal untuk mewujudkan budaya keselamatan pasien. Mulai diterapkannya aturan baru
terkait akreditasi rumah sakit versi 2012 menjadi sebuah harapan baru agar budaya
keselamatan pasien bisa diterapkan diseluruh rumah sakit di Indonesia. Selain itu, harus ada
upaya untuk meningkatkan kesadaran para pemberi pelayanan kesehatan tentang pentingnya
menerapkan budaya keselamatan pasien dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan. Dan juga
diperlukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terutama yang akan menggunakan jasa
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki perilaku mereka
dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasus dugaan malpraktik
yang dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bisa
meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap pasien maka dengan mudah budaya
keselamatan pasien bisa dijalankan. Jangan sampai hanya karena kesalahan sedikit yang
dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada rusaknya citra dunia perumah sakitan di
Indonesia dimata internasional.
H. PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT PROSEDUR INVASIF
Penyebab Adverse Event Berhubungan Dengan Diagnosa, Pemeriksaan, Pemberiaan Obat :
1. Diagnosa
 tidak menerapkan pemeriksaan yang tidak sesuai
2. Pemeriksaan
 menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi
3. pemberiaan obat
 kesalahan sdpada procedure pengobatan
 pelakasanaan terapi yang salah
 metode penggunaan obat yang salah
 keterlambatan dalam merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak
4. kesalahan komunikasi
I. K3 DALAM KEPERAWATAN : PENTINGNYA, TUJUAN, MANFAAT, DAN
ETIKA
1) Pengertian K3
Keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtra. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2) Pentingnya
Pentinngnya k3 bisa dilihat atau ditelaah dari beberapa kasus terjadinya kecelakaan
dirumah sakit sudah tidak menjadi umum lagi. Hal demekian bisa muncul karena
adanya keterbatasan fasilitas keamanan kerja dan juga karena kelemahan pemahaman
faktor-faktor prinsip yang perlu diterapkan rumah sakit.
3) Tujuan
a) Tujuan umum
Adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
b) Tujuan Hyperkes
Tujuan Hyperkes dapat dirinci sebagai berikut :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada ditempat kerja selalu dalam keadaan
sehat dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya
hambatan
4) Manfaat
Berikut ini yaitu 4 manfaat audit keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
a) Menejemen tahu kekurangan unsur sistem operasi sebelum munculnya masalah
operasi, insiden atau kecelakaan yang merugikan sehingga kerugian dapat ditekan
dan keandalan dan efisiensi dapat ditingkatkan
b) Didapat deskripsi yang pasti dan komplit mengenai status mutu proses keselamatan
dan kesehatan kerja yang ada saat minim tujuan apa yang ingin diraih dimasa yang
akan datang dan tingkat pemenuhan pada ketentuan perundang-undangan keslamatan
dan kesehatan kerja yang berlaku
c) Didapat penambahan pengetahuan, kemantangan dan kesadaran mengenai K3 untuk
perawat yang ikut serta dalam proses audit keselamatan dan kesehatan kerja
d) Peningkatan citra perusahaan
5) Etika
Banyak profesi memiliki kode etik praktik yang memang membantu, (Elwes dan
simnelt) menyarankan beberapa pertimbangan sebagai gerakan menuju kode etik
praktik bagi kesehatan.
 Hubungan dengan klien
1. Lebih baik berkonsultasi dengan klien ketika merencanakan dan mengevaluasi
kegiatan promosi kesehatan, jika mungkin
2. Promosi harga diri dan otonomi diatara kelompok-kelompok klien harus
merupakan prinsip mendasar dari semua praktik promosi kesehatan
3. Semua praktik promosi
J. RUANG LINGKUP K3 DALAM KEPERAWATAN
1. Rencana tangga darurat (peraturan jika ada kebakaran)
2. Life safety
3. Patient security
4. Kesehatan pekerja
5. Bahan berbahaya
6. Sanitasi lingkungan
7. Pengendalian limbah
8. Pendidikan dan pelatihan
9. Catatan dan pelaporan
K. KEBIJAKAN K3 YANG BERKAITAN DENGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA
Agar penerapan K3, RS dapat dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku, maka perlu
disusun hal-hal berikut ini :
a) Kebijakan pelaksanaan K3 RS
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi,
namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya
penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan
procedure K3
b) Tujuan kebijakan Pelaksanaan K3 RS
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah
sakit, aman, dan sehat bagi pasien, pengunjungan/pengantar pasien, masyarakat dan
lingkungan serta rumah sakit sehingga proses pelayanan rumah sakit berjalan baik
dan lancar
L. KONSEP DASAR K3 : SEHAT, KESEHATAN KERJA, RESIKO DAN
HAZARD DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN.
a) Kesehatan kerja
Menurut WHO (widodo,2015) kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik,
mental dan social kesejahteraan dan bukan hanya ketidak penyakitan atau
kelemahan.
Pada dasarnya kesehatan meliputi 4 aspek diantaranya:
1) kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak meresa dan mengeluh
sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak
sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami
gangguan
2) kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen yakni
 pikiran sehat, dilihat dari cara berfikir atau jalan pikiran
 emosional sehat, dilihat dari kemampuan untuk mengekspresikan
emosinya, seperti takut, gembira, khawtir, sedih, dll
 spiritual sehat, dilihat dari cara mengekspresikan rasa syukur,
pujian, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
3) kesehatan social terwujud apabila seseorang mamapu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik tanpa membedakan ras,
suku, agama, status social, ekonomi dll
4) kesehatan dari aspek ekonomi terlihat jika seseorang produktif, dimana
mempunyai kegiatan yang mendapat menolong terhadap dirinya sendiri
atau keluarga
b) Resiko
1) Pengertian resiko
Resiko adalah: sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian,
kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya
2) Manejemen resiko
Organisasi yang dapat menerapkan metode pengendalian resiko apapun
sejauh metode tersebut mamapu mengidentifikasi, mengevaluasi,
memilih prioritas dan mengendalikan resiko dengan melakukan
pendekatan jangka pendek dan jangka panjang
Dengan melakukan identifikasi bahaya dan resikon di tempat kerja akan
membantu dalam menyusun dan mengembangkan program K3 yang
diperlukan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
 Jenis pekerjaan
 Bahan-bahan yang digunakan
 Mesin dan peralatan yang digunakan
 Jumlah pekerja
 Karakteristik bangunan
 Cara dan pola kerja
3) Tujuan identifikasi resiko
 Untuk mengetahui jenis resiko
 Untuk mengetahui sumber resiko
 Untuk mengetahui pekerja yang terpajang dari resiko
 Untuk mengetahui pengendalian yang sudah dilakukan
c) Hazard
1) Pengertian hazard
Hazard adalah segala hal yang kemungkinan mengakibatkan kerugian baik
pada harta benda, maupun manusia.
2) Jenis-jenis hazard
Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh sesuatu maka jenis
bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu, bahaya kesehatan dan bahaya
keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahan kimia, biologi
dan bahaya yang berkaitan dengan ekonomi, berdampak pada kesehatan dan
kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja.
M. RESIKO DAN HAZARD DALAM PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan didefinisikan sebagai pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentangklien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah –masalah, kebutuhankesehatan dan keperawatan
klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 dalam Fitriyanti, 2012).
Contoh Risiko dan Hazard bagi Perawat saat Melakukan Pengkajian.
a) Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga.
b) Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian.
c) Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan perawat.
d) Risiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik.
e) Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya
Dalam mengkaji pasien, perawat harus menyadari akan adanya risiko danhazard yang mungkin mereka
dapatkan. Berbagai macam upaya perludilakukan sebagai tindakan pencegaha. Upaya – upaya tersebut
dapatdilakukan baik dari pihak manajemen rumah sakit. Berikut beberapa upayayang perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan verbal pada perawat saat melakukan pengkajian :
 Perawat harus melaporkan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentukapapun kepada pihak
rumah sakit.
 Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesamamanusia dengan dasar
martabat dan rasa hormat.
 Dalam melakukan kontak kepada pasien, perawat seharusnya
menjadi pendengar yang baik. Salah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian
adalah wawancara.Saat melakukan wawancara, perawat harusmampu menempatkan diri sebagai
tempat curhat pasien sebaik mungkin.
 Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang caramenghindari tindakan
kekerasan verbal dan fisik.
 Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susahuntuk didekati, perawat
dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien terlebih dahulu.
 Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata – kata yangmenyinggung pasien dan
keluarganya.
 Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta persetujuan dari pasien
terlebih dahulu.
 Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diriuntuk menghadapi
risiko dan hazard.
 Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap laporan – laporan kekerasan
fisik maupun verbal terhadap perawat.
 Memodifikasi lingkungan yang nyaman di rumah sakit mulai dari poli,ruangan rawat inap,
sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untukmenentramkan suasana hati pasien dan
keluarga.
N. RESIKO DAN HAZARD DALAM PERENCANAAN ASUHAN
KEPERAWATAN
Kesalahan saat merencanakan pengkajian. Misalnya jika perawat salah dalam mengkaji,
maka perawat akan salah dalam memberikan proses keperawatan/pengobatan yang pada
akhirnya akan mengakibatkannya kesehatan pasien semakin terganggu. Hal lainnya
yang dapat terjadi yaitu jika perawat salah dalam merencanakan tindakan keperawatan
maka perawatnya juga akan mendapatkan bahaya seperti misalnya tertularnya penyakit
dari pasien karena kurangnya perlindungan diri terhadap perawatnya
Dalam proses pengkajian sendiri, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
perawat mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian, tahap-tahap dalam
melakukan pengkajian, hingga metode yang digunakan dalam melakukan pengkajian.
Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien, perawat harus tahu akan adanya
hazard/resiko yang mungkin mereka akan dapatkan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk meminimalisirkan resiko/hazard yang
akan terjadi, seperti :
a) Batasi akses ke tempat isolasi
b) Menggunakan alat perlindung diri (APD) dengan benar
c) SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup
dengan APD.
d) Petugas diharapkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh yang tidak tertutup
APD
e) Membatasi sentuhan langsung ke pasien
f) Cuci tangan sebelum melakukan dan setelah melakukan tindakan
g) Bersihkan kaki/tangan setelah melakukan tindakan
h) Melakukan pemeriksaan secara berkala kepada perawat/pekerja
i) Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.
O. RESIKO DAN HAZARD DALAM IMPLEMENTASI ASUHAN
KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan criteria hasil yang diharapkan.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.
Metode implementasi keperawatan :
 Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
 Konseling
 Penyuluhan
 Memberikan asuhan keperawatan langsung.
 Kompensasi untuk reaksi yang merugikan.
 Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk procedure.
 Mencapai tujuan perawatan
 Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain
1. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pengendalian bahaya di tempat kerja
: pemantaun dan pengendalian kondisi tidak aman di tempat kerja.
2. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan :
Pelatihan dan pendidikan, konseling dan konsultasi, pengembangan sumber daya
atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan K3
3. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen : Prosedure dan
aturan K3, Penyediaan sarana dan prasarana K3 dan pendukungya, penghargaan
dan pendukungnya, penghargaan dan sanksi terhadap penerapan K3 ditempat
kerja
 Terdapat juga beberapa upaya pencegahan lain, antara lain : pelayanan kesehatan
kerja diselenggarakan secara paripurna, terdiri dari pelayanan promotive, preventive,
kurative dan rehabilitative yang dilaksanakan dalam suatu system yang terpadu.
P. RESIKO DAN HAZARD DALAM EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN
Evaluasi resiko dilakukan sebagai tindak lanjut dari proses analisis resiko untuk
memutuskan tindakan selanjutnya (pengendalian resiko), tindak lanjut dapat berupa :
1. Apakah resiko yang ada memerlukan pengendalian
2. Tindakan apa saja yang harus dilakukan
3. Prioritas resiko yang akan dikendalikan
4. Nilai resiko yang diperoleh dari hasil analisis dibandingan dengan criteria yang
ditetapkan tentang batasan resiko bisa di tolerir dan tidak
Tujuan evaluasi bahaya dan resiko
1. Untuk mengetahui level dan prioritas bahaya dan resiko ditempat kerja
2. Mengetahui tindakan pengendalian/program K3 yang diperlukan
3. The purpose of risk evaluation is to make decisions, based on the outcones of
risk analysis, about which risks need treatment and treatment priorities.
Evaluasi dan pengelolaan resiko adalah langkah lebih lanjut dari proses manajemen
resiko. Dimana tahapan manajemen resiko sesungguhnya mulai dari indetifikasi resiko
yang terjadi dari pembuatan daftar kategorisasi resiko, lalu mendiskripsikan resiko.
Beberapa kejadian yang mungkin menjadi resiko dalam kegiatan sehari-hari dirumah
sakit adalah adverse event dan resiko klinis. Adverse incident adalah kejadian atau
kondisi yang dapat membawa kerugian yang tidak disengaja dan tidak diharapkan pada
orang, property atau organisasi. Resiko klinis adalah kejadian yang tidak pasti atau
sekelompok kejadian yang bila itu terjadi akan memberikan efek negative kepada
layanan pasien.
BAB III
PENUNTUP
A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien (patient safety) adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh
perawat yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.Tindakan
pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang
keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut.Oleh karena itu, perawat harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien serta menjadikan komunikasi sebagai kunci utama
untuk dapat memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pasien.
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien.Oleh karena itu, rumah
sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien.Standar
tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang
baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.

More Related Content

Makalah patient safety

  • 1. MAKALAH “KESELAMATAN PASIEN” DISUSUN OLEH : KEPERAWATAN A (SEMESTER 3) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN YAYASAN BANGUN PERSADA STIKES PASAPUA AMBON 2017
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Ambon, 21 Februari 2018 Penyusun, Keperawatan A
  • 3. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staff Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, yang hanya terlihat sedikit dibagian puncaknya namun besar diakarnya Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara berkembang, seperti Indonesia. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia. Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh. Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena dilaksanakannya: asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
  • 4. dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem yang seharusnya dilaksanakan secara normatif. Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut, maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.
  • 5. BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN Patient safety didefinisikan sebagai upaya menghindari, mencegah dan memperbaiki hasil yang merugikan pasien atau cidera akibat dari proses perawatan kesehatan (US National Patient Safety Foundation,1999). Cooper et al (2000) telah mendefenisikan bahwa “patient safety as the avoidance, prevention, and amelioration of adverse outcomes or injuries stemming from the processes of healthcare.” Pengertian ini maksudnya bahwa patient safety merupakan penghindaran, pencegahan, dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan. Patient safety melibatkan sistem operasional dan sistem pelayanan yang meminimalkan kemungkinan kejadian adverse event/ error dan memaksimalkan langkah-langkah penanganan bila error telah terjadi. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yg disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tdk mengambil tindakan yang seharusnya diambil (KKP-RS(Solusi live-saving keselamatan pasien rumah sakit). Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006). Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008). B. TUJUAN Tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah: 1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar) 2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif) 3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi) 4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery(mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi) 5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan 6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh C. PRINSIP PATIENT SAFETY 1. Kesadaran (Awarenes) tentang nilai keselamatan pasien Rumah sakit
  • 6. 2. Komitmen memberikan pelayanan kesehatan berorientasi patien safety 3. Kemanpuan Mengidentifikasi faktor resiko penyebab insiden terkait patien safety 4. Kepatuhan Pelaporan insiden terkait patient safety 5. Kemampuan Berkomunikasi yang efektif dengan pasien tentang faktor resiko penyebab insiden terkait patient safety 6. Kemampuan Mengindentifikasi akar masalah penyebab insiden terkait patient safety 7. Kemampuan Memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadadi untuk mencegah kejadian berulang D. PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA PADA KESELAMATAN PASIEN 1. Pengaruh Faktor Lingkungan Pada Keselamatan Pasien Penerangan Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses pencahayaan. Pencahayaan di dalam ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat melihat benda-benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas maka aktivitas di dalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya yang terlalu terang juga dapat mengganggu penglihatan (Santosa, 2006). Kebisingan Salah satu bentuk polusi adalah kebisingan (noise) yang tidak dikehendaki oleh telinga kita. Kebisingan tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan. Ada 3 aspek yang menentukan kualitas bunyi yang dapat menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : a) Lama bunyi itu terdengar. Bila terlalu lama dapat menyebabkan ketulian (deafness). b) Intensitas biasanya diukur dengan satuan desibel (dB), menunjukkan besarnya arus energi per satuan luar. c) Frekuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara yang sampai ke telinga kita per detiknya Suhu Udara Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normal sistem tubuh dengan menyesuaikan diri terhadap perubahanperubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur ruang adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya. Siklus Udara (Ventilation)
  • 7. Udara disekitar kita mengandung sekitar 21% oksigen, 0,03% karbondioksida, dan 0,9% campuran gas-gas lain. Kotornya udara disekitar kita dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan mempercepat proses kelelahan. Sirkulasi udara akan menggantikan udara kotor dengan udara yang bersih. Agar sirkulasi terjaga dengan baik, dapat ditempuh dengan memberi ventilasi yang cukup (lewat jendela), dapat juga dengan meletakkan tanaman untuk menyediakan kebutuhan akan oksigen yang cukup (Wignjosoebroto,1995,hal.85). Bau-Bauan Adanya bau-bauan yang dipertimbangkan sebagai “polusi” akan dapat mengganggu konsentrasi pekerja. Temperatur dan kelembaban adalah dua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air conditioning yang tepat adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu sekitar tempat kerja. (Wignjosoebroto, 1995) Getaran Mekanis Getaran mekanis merupakan getaran–getaran yang ditimbulkan oleh peralatan mekanis yang sebagian dari getaran tersebut sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat– akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan. Gangguan–gangguan tersebut diantaranya, mempengaruhi konsentrasi, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh. (Wignjosoebroto,1995, hal 87) 2. Pengaruh Faktor Manusia Pada Keselamatan Pasien Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien Human factor memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan bagaimana mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi, kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan meminimalkan kesalahan. Pengetahuan yang Diperlukan Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan mendeskripsikan interaksi antara tiga aspek saling berhubungan: individu di tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu tersebut, dan tempat kerjanya. Hubungan Antara Human Factor Dengan Keslamatan Pasien Dua factor dengan dampak paling banyak adalah kelelahan dan stress. Ada bukti ilmiah kuat yang menghubungkan kelelahan dan penurunan kinerja sehingga menjadikan factor resiko dalam keselamatan pasien. E. CARA UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN
  • 8. Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi : 1. Hak pasien 2. Mendidik pasien dan keluarga 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhanSasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut: 1. Ketepatan identifikasi pasien 2. Peningkatan komunikasi yang efektif 3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-allert) 4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi 5. Pengurangan risiko infeksi tekait pelayanan kesehatan 6. Pengurangan risiko pasien jatuh Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari: 1.Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien 2.Memimpin dan mendukung staf 3.Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko 4.Mengembangkan sistem pelaporan 5.Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien 6.Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien 7.Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien F.EBP UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN Evidence Based Practice sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, keselamatan pasien, keefektifan managemen dalam pengelolaan pelayanan keperawatan, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya bukti empiris dalam melaksanakan pelayanan. Evidence Based Practic (EBP) menjadi sangat penting akhir-akhir ini karena isu patient centered care yang semakin banyak digunakan di dunia kesehatan dan keperawatan. proses keperawatan yang dimiliki oleh perawat dan juga petugas kesehatan lainnya di titik beratkan dan berfokus hanya pada kesembuhan pasien dan semua keputusan yang berhubungan dengan kesehatan dan perawatan pasien hanya di letakan pada tangan pasien. Artinya, pasien memiliki hak penuh untuk menentukan nasib perawatan kesehatannya sendiri berdasarkan hasil diskusi dengan tenaga kesehatan yang professional G.MENERAPKAN BUDAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT
  • 9. Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan yang mengakibatkan pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan sampai meninggal dunia memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. patient safety (keselamatan pasien) belum menjadi budaya yang harus diperhatikan oleh rumah sakit di Indonesia. Undang-undang Kesehatan no 36 tahun 2009 sudah dengan jelas bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien diatas kepentingan yang lain sehingga sudah seharusnya rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya keselamatan pasien. Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan budaya keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi juga ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien. Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan keselamatan pasien sudah seharusnya diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas pelayanan kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan penegakan hukum kesehatan di Indonesia masih sangat lemah. Sudah seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari pihak rumah sakit yang mengakibatkan terancamnya keselamatan pasien maka tidak hanya sanksi internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang sampai saat ini belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena lemahnya penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya tingkat kepedulian petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan masih ditemukannya kejadian diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari masyarakat yang tidak mampu. Kedua, beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah yang bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien sedangkan disisi lain masih ada rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat yang menjadikan beban kerja mereka meningkat. Selain perawat, saat ini di Indonesia juga masih kekurangan dokter terutama dokter spesialis serta distribusi yang tidak merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak sama di setiap rumah sakit. ketiga, orientasi pragmatisme para petugas kesehatan yang saat ini masih melekat disebagian petugas kesehatan. Masih ditemukan para petugas kesehatan yang hanya berorientasi untuk mencari materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan pasien. Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para petugas kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai dari terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining position dinas kesehatan. Keempat hal tersebut diatas yang setidaknya menjadi penghalang terwujudnya budaya keselamatan pasien di setiap rumah sakit. jika hal ini tidak segera diselesaikan maka kasus- kasus yang mengancam keselamatan pasien akan terus terjadi sehingga perlu upaya yang maksimal untuk mewujudkan budaya keselamatan pasien. Mulai diterapkannya aturan baru terkait akreditasi rumah sakit versi 2012 menjadi sebuah harapan baru agar budaya keselamatan pasien bisa diterapkan diseluruh rumah sakit di Indonesia. Selain itu, harus ada upaya untuk meningkatkan kesadaran para pemberi pelayanan kesehatan tentang pentingnya
  • 10. menerapkan budaya keselamatan pasien dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan. Dan juga diperlukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terutama yang akan menggunakan jasa pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki perilaku mereka dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasus dugaan malpraktik yang dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bisa meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap pasien maka dengan mudah budaya keselamatan pasien bisa dijalankan. Jangan sampai hanya karena kesalahan sedikit yang dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada rusaknya citra dunia perumah sakitan di Indonesia dimata internasional. H. PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT PROSEDUR INVASIF Penyebab Adverse Event Berhubungan Dengan Diagnosa, Pemeriksaan, Pemberiaan Obat : 1. Diagnosa  tidak menerapkan pemeriksaan yang tidak sesuai 2. Pemeriksaan  menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi 3. pemberiaan obat  kesalahan sdpada procedure pengobatan  pelakasanaan terapi yang salah  metode penggunaan obat yang salah  keterlambatan dalam merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak 4. kesalahan komunikasi I. K3 DALAM KEPERAWATAN : PENTINGNYA, TUJUAN, MANFAAT, DAN ETIKA 1) Pengertian K3 Keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtra. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
  • 11. 2) Pentingnya Pentinngnya k3 bisa dilihat atau ditelaah dari beberapa kasus terjadinya kecelakaan dirumah sakit sudah tidak menjadi umum lagi. Hal demekian bisa muncul karena adanya keterbatasan fasilitas keamanan kerja dan juga karena kelemahan pemahaman faktor-faktor prinsip yang perlu diterapkan rumah sakit. 3) Tujuan a) Tujuan umum Adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. b) Tujuan Hyperkes Tujuan Hyperkes dapat dirinci sebagai berikut : a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada ditempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat. b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan 4) Manfaat Berikut ini yaitu 4 manfaat audit keselamatan dan kesehatan kerja (K3) a) Menejemen tahu kekurangan unsur sistem operasi sebelum munculnya masalah operasi, insiden atau kecelakaan yang merugikan sehingga kerugian dapat ditekan dan keandalan dan efisiensi dapat ditingkatkan b) Didapat deskripsi yang pasti dan komplit mengenai status mutu proses keselamatan dan kesehatan kerja yang ada saat minim tujuan apa yang ingin diraih dimasa yang akan datang dan tingkat pemenuhan pada ketentuan perundang-undangan keslamatan dan kesehatan kerja yang berlaku c) Didapat penambahan pengetahuan, kemantangan dan kesadaran mengenai K3 untuk perawat yang ikut serta dalam proses audit keselamatan dan kesehatan kerja d) Peningkatan citra perusahaan 5) Etika Banyak profesi memiliki kode etik praktik yang memang membantu, (Elwes dan simnelt) menyarankan beberapa pertimbangan sebagai gerakan menuju kode etik praktik bagi kesehatan.  Hubungan dengan klien 1. Lebih baik berkonsultasi dengan klien ketika merencanakan dan mengevaluasi kegiatan promosi kesehatan, jika mungkin 2. Promosi harga diri dan otonomi diatara kelompok-kelompok klien harus merupakan prinsip mendasar dari semua praktik promosi kesehatan 3. Semua praktik promosi J. RUANG LINGKUP K3 DALAM KEPERAWATAN 1. Rencana tangga darurat (peraturan jika ada kebakaran) 2. Life safety
  • 12. 3. Patient security 4. Kesehatan pekerja 5. Bahan berbahaya 6. Sanitasi lingkungan 7. Pengendalian limbah 8. Pendidikan dan pelatihan 9. Catatan dan pelaporan K. KEBIJAKAN K3 YANG BERKAITAN DENGAN KEPERAWATAN DI INDONESIA Agar penerapan K3, RS dapat dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku, maka perlu disusun hal-hal berikut ini : a) Kebijakan pelaksanaan K3 RS Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi, namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan procedure K3 b) Tujuan kebijakan Pelaksanaan K3 RS Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah sakit, aman, dan sehat bagi pasien, pengunjungan/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan serta rumah sakit sehingga proses pelayanan rumah sakit berjalan baik dan lancar L. KONSEP DASAR K3 : SEHAT, KESEHATAN KERJA, RESIKO DAN HAZARD DALAM PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN. a) Kesehatan kerja Menurut WHO (widodo,2015) kesehatan adalah sebagai suatu keadaan fisik, mental dan social kesejahteraan dan bukan hanya ketidak penyakitan atau kelemahan. Pada dasarnya kesehatan meliputi 4 aspek diantaranya: 1) kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak meresa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan 2) kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen yakni  pikiran sehat, dilihat dari cara berfikir atau jalan pikiran  emosional sehat, dilihat dari kemampuan untuk mengekspresikan emosinya, seperti takut, gembira, khawtir, sedih, dll
  • 13.  spiritual sehat, dilihat dari cara mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa 3) kesehatan social terwujud apabila seseorang mamapu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik tanpa membedakan ras, suku, agama, status social, ekonomi dll 4) kesehatan dari aspek ekonomi terlihat jika seseorang produktif, dimana mempunyai kegiatan yang mendapat menolong terhadap dirinya sendiri atau keluarga b) Resiko 1) Pengertian resiko Resiko adalah: sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya 2) Manejemen resiko Organisasi yang dapat menerapkan metode pengendalian resiko apapun sejauh metode tersebut mamapu mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih prioritas dan mengendalikan resiko dengan melakukan pendekatan jangka pendek dan jangka panjang Dengan melakukan identifikasi bahaya dan resikon di tempat kerja akan membantu dalam menyusun dan mengembangkan program K3 yang diperlukan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :  Jenis pekerjaan  Bahan-bahan yang digunakan  Mesin dan peralatan yang digunakan  Jumlah pekerja  Karakteristik bangunan  Cara dan pola kerja 3) Tujuan identifikasi resiko  Untuk mengetahui jenis resiko  Untuk mengetahui sumber resiko  Untuk mengetahui pekerja yang terpajang dari resiko  Untuk mengetahui pengendalian yang sudah dilakukan c) Hazard 1) Pengertian hazard Hazard adalah segala hal yang kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, maupun manusia. 2) Jenis-jenis hazard Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh sesuatu maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu, bahaya kesehatan dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahan kimia, biologi dan bahaya yang berkaitan dengan ekonomi, berdampak pada kesehatan dan kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja. M. RESIKO DAN HAZARD DALAM PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
  • 14. Pengkajian keperawatan didefinisikan sebagai pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentangklien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah –masalah, kebutuhankesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 dalam Fitriyanti, 2012). Contoh Risiko dan Hazard bagi Perawat saat Melakukan Pengkajian. a) Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. b) Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian. c) Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan perawat. d) Risiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik. e) Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya Dalam mengkaji pasien, perawat harus menyadari akan adanya risiko danhazard yang mungkin mereka dapatkan. Berbagai macam upaya perludilakukan sebagai tindakan pencegaha. Upaya – upaya tersebut dapatdilakukan baik dari pihak manajemen rumah sakit. Berikut beberapa upayayang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan verbal pada perawat saat melakukan pengkajian :  Perawat harus melaporkan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentukapapun kepada pihak rumah sakit.  Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesamamanusia dengan dasar martabat dan rasa hormat.  Dalam melakukan kontak kepada pasien, perawat seharusnya menjadi pendengar yang baik. Salah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian adalah wawancara.Saat melakukan wawancara, perawat harusmampu menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik mungkin.  Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang caramenghindari tindakan kekerasan verbal dan fisik.  Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susahuntuk didekati, perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien terlebih dahulu.  Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata – kata yangmenyinggung pasien dan keluarganya.  Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta persetujuan dari pasien terlebih dahulu.  Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diriuntuk menghadapi risiko dan hazard.  Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap laporan – laporan kekerasan fisik maupun verbal terhadap perawat.  Memodifikasi lingkungan yang nyaman di rumah sakit mulai dari poli,ruangan rawat inap, sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untukmenentramkan suasana hati pasien dan keluarga. N. RESIKO DAN HAZARD DALAM PERENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN Kesalahan saat merencanakan pengkajian. Misalnya jika perawat salah dalam mengkaji, maka perawat akan salah dalam memberikan proses keperawatan/pengobatan yang pada akhirnya akan mengakibatkannya kesehatan pasien semakin terganggu. Hal lainnya yang dapat terjadi yaitu jika perawat salah dalam merencanakan tindakan keperawatan maka perawatnya juga akan mendapatkan bahaya seperti misalnya tertularnya penyakit dari pasien karena kurangnya perlindungan diri terhadap perawatnya Dalam proses pengkajian sendiri, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian, tahap-tahap dalam
  • 15. melakukan pengkajian, hingga metode yang digunakan dalam melakukan pengkajian. Dalam melakukan pengkajian terhadap pasien, perawat harus tahu akan adanya hazard/resiko yang mungkin mereka akan dapatkan. Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk meminimalisirkan resiko/hazard yang akan terjadi, seperti : a) Batasi akses ke tempat isolasi b) Menggunakan alat perlindung diri (APD) dengan benar c) SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup dengan APD. d) Petugas diharapkan untuk tidak menyentuh bagian tubuh yang tidak tertutup APD e) Membatasi sentuhan langsung ke pasien f) Cuci tangan sebelum melakukan dan setelah melakukan tindakan g) Bersihkan kaki/tangan setelah melakukan tindakan h) Melakukan pemeriksaan secara berkala kepada perawat/pekerja i) Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi. O. RESIKO DAN HAZARD DALAM IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan criteria hasil yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Metode implementasi keperawatan :  Membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.  Konseling  Penyuluhan  Memberikan asuhan keperawatan langsung.  Kompensasi untuk reaksi yang merugikan.  Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk procedure.  Mencapai tujuan perawatan  Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain 1. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pengendalian bahaya di tempat kerja : pemantaun dan pengendalian kondisi tidak aman di tempat kerja. 2. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan : Pelatihan dan pendidikan, konseling dan konsultasi, pengembangan sumber daya atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan K3 3. Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen : Prosedure dan aturan K3, Penyediaan sarana dan prasarana K3 dan pendukungya, penghargaan dan pendukungnya, penghargaan dan sanksi terhadap penerapan K3 ditempat kerja
  • 16.  Terdapat juga beberapa upaya pencegahan lain, antara lain : pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna, terdiri dari pelayanan promotive, preventive, kurative dan rehabilitative yang dilaksanakan dalam suatu system yang terpadu. P. RESIKO DAN HAZARD DALAM EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN Evaluasi resiko dilakukan sebagai tindak lanjut dari proses analisis resiko untuk memutuskan tindakan selanjutnya (pengendalian resiko), tindak lanjut dapat berupa : 1. Apakah resiko yang ada memerlukan pengendalian 2. Tindakan apa saja yang harus dilakukan 3. Prioritas resiko yang akan dikendalikan 4. Nilai resiko yang diperoleh dari hasil analisis dibandingan dengan criteria yang ditetapkan tentang batasan resiko bisa di tolerir dan tidak Tujuan evaluasi bahaya dan resiko 1. Untuk mengetahui level dan prioritas bahaya dan resiko ditempat kerja 2. Mengetahui tindakan pengendalian/program K3 yang diperlukan 3. The purpose of risk evaluation is to make decisions, based on the outcones of risk analysis, about which risks need treatment and treatment priorities. Evaluasi dan pengelolaan resiko adalah langkah lebih lanjut dari proses manajemen resiko. Dimana tahapan manajemen resiko sesungguhnya mulai dari indetifikasi resiko yang terjadi dari pembuatan daftar kategorisasi resiko, lalu mendiskripsikan resiko. Beberapa kejadian yang mungkin menjadi resiko dalam kegiatan sehari-hari dirumah sakit adalah adverse event dan resiko klinis. Adverse incident adalah kejadian atau kondisi yang dapat membawa kerugian yang tidak disengaja dan tidak diharapkan pada orang, property atau organisasi. Resiko klinis adalah kejadian yang tidak pasti atau sekelompok kejadian yang bila itu terjadi akan memberikan efek negative kepada layanan pasien.
  • 17. BAB III PENUNTUP A. KESIMPULAN Keselamatan pasien (patient safety) adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh perawat yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut.Oleh karena itu, perawat harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien serta menjadikan komunikasi sebagai kunci utama untuk dapat memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi pasien. Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien.Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien.Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien.