UU 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
•
10 likes•85,367 views
Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
1 of 136
Download to read offline
More Related Content
UU 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2011
TENTANG
PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar
manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis
dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa
sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif;
b. bahwa negara bertanggung jawab melindungi segenap
bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat
tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di
dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis, dan
berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia;
c. bahwa pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan
dan memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan
kawasan permukiman bagi masyarakat melalui
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat
sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam
wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial
budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan
hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi
daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
d. bahwa …
2. -2-
d. bahwa pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang
kurang memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan
masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan
kesulitan masyarakat untuk memperoleh rumah yang
layak dan terjangkau;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman sudah tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan perumahan dan
permukiman yang layak dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur
sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat
(2), dan ayat (4), Pasal 33 ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN
PERMUKIMAN.
BAB I …
3. -3-
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan,
penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan
kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,
pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh,
penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan,
serta peran masyarakat.
2. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian
dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan,
yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas
umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang
layak huni.
3. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
4. Lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan
permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan
permukiman.
5. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian
yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan
yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum,
serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
6. Penyelenggaraan ...
4. -4-
6. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman adalah kegiatan perencanaan,
pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian,
termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan,
pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran
masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
7. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi
sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana
pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
8. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan
dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
9. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas
prakarsa dan upaya masyarakat.
10. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
11. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan khusus.
12. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga serta penunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
13. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak
layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat
kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat.
14. Perumahan kumuh adalah perumahan yang
mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat
hunian.
15. Kawasan …
5. -5-
15. Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba
adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana,
sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan
untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar
sesuai dengan rencana tata ruang.
16. Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut
Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta
prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah
dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan
batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian
dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci
tata ruang.
17. Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang
telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan
persyaratan dalam penggunaan, penguasaan,
pemilikan tanah, rencana rinci tata ruang, serta
rencana tata bangunan dan lingkungan.
18. Konsolidasi tanah adalah penataan kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam
usaha penyediaan tanah untuk kepentingan
pembangunan perumahan dan permukiman guna
meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan
sumber daya alam dengan partisipasi aktif
masyarakat.
19. Pendanaan adalah penyediaan sumber daya keuangan
yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja
negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah,
dan/atau sumber dana lain yang dibelanjakan untuk
penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
20. Pembiayaan …
6. -6-
20. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau setiap pengeluaran yang
akan diterima kembali untuk kepentingan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman baik yang berasal dari dana masyarakat,
tabungan perumahan, maupun sumber dana lainnya.
21. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
hunian yang memenuhi standar tertentu untuk
kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman,
dan nyaman.
22. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian
yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan
dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan
ekonomi.
23. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk
pelayanan lingkungan hunian.
24. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya
disingkat MBR adalah masyarakat yang mempunyai
keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat
dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
25. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan
hukum.
26. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan
oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di
bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
27. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
28. Pemerintah …
7. -7-
28. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
29. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perumahan dan
kawasan permukiman.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan
dengan berasaskan:
a. kesejahteraan;
b. keadilan dan pemerataan;
c. kenasionalan;
d. keefisienan dan kemanfaatan;
e. keterjangkauan dan kemudahan;
f. kemandirian dan kebersamaan;
g. kemitraan;
h. keserasian dan keseimbangan;
i. keterpaduan;
j. kesehatan;
k. kelestarian dan keberlanjutan; dan
l. keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
Pasal 3
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan
untuk:
a. memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman;
b. mendukung …
8. -8-
b. mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta
penyebaran penduduk yang proporsional melalui
pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman sesuai dengan tata ruang untuk
mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi
MBR;
c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya
alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap
memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di
kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;
d. memberdayakan para pemangku kepentingan bidang
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;
e. menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya; dan
f. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi,
teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
Pasal 4
Ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman meliputi:
a. pembinaan;
b. tugas dan wewenang;
c. penyelenggaraan perumahan;
d. penyelenggaraan kawasan permukiman;
e. pemeliharaan dan perbaikan;
f. pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh;
g. penyediaan tanah;
h. pendanaan dan pembiayaan;
i. hak dan kewajiban; dan
j. peran masyarakat.
BAB III …
9. -9-
BAB III
PEMBINAAN
Pasal 5
(1) Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang
pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh:
a. Menteri pada tingkat nasional;
b. gubernur pada tingkat provinsi; dan
c. bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota.
Pasal 6
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(2) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri melakukan koordinasi lintas
sektoral, lintas wilayah, dan lintas pemangku
kepentingan, baik vertikal maupun horizontal.
Pasal 7
(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf
a merupakan satu kesatuan yang utuh dari rencana
pembangunan nasional dan rencana pembangunan
daerah.
(2) Perencanaan …
10. - 10 -
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun pada tingkat nasional, provinsi, atau
kabupaten/kota yang dimuat dan ditetapkan dalam
rencana pembangunan jangka panjang, rencana
pembangunan jangka menengah, dan rencana tahunan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Perencanaan pada tingkat nasional menjadi pedoman
untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
provinsi.
(5) Perencanaan pada tingkat provinsi menjadi pedoman
untuk menyusun perencanaan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota.
Pasal 8
Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b
meliputi:
a. penyediaan tanah;
b. pembangunan;
c. pemanfaatan;
d. pemeliharaan; dan
e. pendanaan dan pembiayaan.
Pasal 9
Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c
meliputi pengendalian:
a. rumah …
11. - 11 -
a. rumah;
b. perumahan;
c. permukiman;
d. lingkungan hunian; dan
e. kawasan permukiman.
Pasal 10
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d
meliputi pemantauan, evaluasi, dan koreksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 12
(1) Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
mempunyai tugas dan wewenang.
(2) Tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
Bagian Kedua …
12. - 12 -
Bagian Kedua
Tugas
Paragraf 1
Pemerintah
Pasal 13
Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan mempunyai
tugas:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi
nasional di bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
b. merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional
tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
c. merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional
tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba;
d. mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional
di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
e. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan
pengembangan lingkungan hunian dan kawasan
permukiman;
f. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
g. memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman
bagi masyarakat, terutama bagi MBR;
h. memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada
tingkat nasional;
i. melakukan dan mendorong penelitian dan
pengembangan penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman;
j. melakukan …
13. - 13 -
j. melakukan sertifikasi, kualifikasi, klasifikasi, dan
registrasi keahlian kepada orang atau badan yang
menyelenggarakan pembangunan perumahan dan
kawasan permukiman; dan
k. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 14
Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan
mempunyai tugas:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi
pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan
nasional;
b. merumuskan dan menetapkan kebijakan provinsi
tentang pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan
nasional;
c. merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan
Kasiba dan Lisiba lintas kabupaten/kota;
d. mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional
pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
e. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah,
perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan
kawasan permukiman;
f. menyusun rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman lintas
kabupaten/kota;
g. memfasilitasi …
14. - 14 -
g. memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan dan kawasan permukiman pada
tingkat provinsi;
h. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
i. memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan
permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; dan
j. memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada
tingkat provinsi.
Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 15
Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan
mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi
pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan
kawasan permukiman dengan berpedoman pada
kebijakan dan strategi nasional dan provinsi;
b. menyusun dan melaksanakan kebijakan daerah dengan
berpedoman pada strategi nasional dan provinsi tentang
pendayagunaan dan pemanfaatan hasil rekayasa
teknologi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
c. menyusun rencana pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota;
d. menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi
terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam
penyediaan rumah, perumahan, permukiman,
lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;
e. melaksanakan …
15. - 15 -
e. melaksanakan pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan
industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber
daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi
kesehatan;
f. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan,
strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
g. melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat
kabupaten/kota;
h. melaksanakan peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
i. melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan
permukiman;
j. melaksanakan kebijakan dan strategi daerah provinsi
dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan
nasional;
k. melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;
l. mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional
dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
m. mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan
untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi MBR;
n. memfasilitasi penyediaan perumahan dan permukiman
bagi masyarakat, terutama bagi MBR;
o. menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba; dan
p. memberikan pendampingan bagi orang perseorangan
yang melakukan pembangunan rumah swadaya.
Bagian Ketiga …
16. - 16 -
Bagian Ketiga
Wewenang
Paragraf 1
Pemerintah
Pasal 16
Pemerintah dalam melaksanakan pembinaan mempunyai
wewenang:
a. menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman,
dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan
lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman;
b. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
kawasan permukiman;
c. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-
undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman;
d. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
nasional;
e. melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan sosialisasi
peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dalam rangka mewujudkan jaminan dan
kepastian hukum dan pelindungan hukum dalam
bermukim;
f. mengoordinasikan pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan
industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber
daya dalam negeri dan kearifan lokal;
g. mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
h. mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat nasional;
i. mengendalikan …
17. - 17 -
i. mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di
bidang perumahan dan kawasan permukiman;
j. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh;
k. menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
l. memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan dan kawasan permukiman; dan
m. memfasilitasi kerja sama tingkat nasional dan
internasional antara Pemerintah dan badan hukum
dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
Paragraf 2
Pemerintah Provinsi
Pasal 17
Pemerintah provinsi dalam melaksanakan pembinaan
mempunyai wewenang:
a. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi;
b. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-
undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat provinsi;
c. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
provinsi;
d. melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan sosialisasi
peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan
strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman pada tingkat provinsi dalam rangka
mewujudkan jaminan dan kepastian hukum dan
pelindungan hukum dalam bermukim;
e. mengoordinasikan …
18. - 18 -
e. mengoordinasikan pemanfaatan teknologi dan rancang
bangun yang ramah lingkungan serta pemanfaatan
industri bahan bangunan yang mengutamakan sumber
daya dalam negeri dan kearifan lokal;
f. mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan,
strategi, serta program di bidang perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi;
g. mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta
kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat provinsi;
h. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi;
i. mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah
untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi
MBR pada tingkat provinsi;
j. menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi
dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman dengan berpedoman pada kebijakan
nasional; dan
k. memfasilitasi kerja sama pada tingkat provinsi antara
pemerintah provinsi dan badan hukum dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.
Paragraf 3
Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 18
Pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan
mempunyai wewenang:
a. menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan
kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;
b. menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-
undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota bersama DPRD;
c. memberdayakan …
19. - 19 -
c. memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang
perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat
kabupaten/kota;
d. melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan
perundang-undangan serta kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
pada tingkat kabupaten/kota;
e. mencadangkan atau menyediakan tanah untuk
pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;
f. menyediakan prasarana dan sarana pembangunan
perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota;
g. memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota
antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum
dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman;
h. menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai
perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada
tingkat kabupaten/kota; dan
i. memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat
kabupaten/kota.
BAB V
PENYELENGGARAAN PERUMAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
(1) Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu
kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
(2) Penyelenggaraan …
20. - 20 -
(2) Penyelenggaraan rumah dan perumahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau setiap orang untuk
menjamin hak setiap warga negara untuk menempati,
menikmati, dan/atau memiliki rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Pasal 20
(1) Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 meliputi:
a. perencanaan perumahan;
b. pembangunan perumahan;
c. pemanfaatan perumahan; dan
d. pengendalian perumahan.
(2) Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana,
sarana, dan utilitas umum.
(3) Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan
menurut jenis dan bentuknya.
Bagian Kedua
Jenis dan Bentuk Rumah
Pasal 21
(1) Jenis rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan dan
penghunian yang meliputi:
a. rumah komersial;
b. rumah umum;
c. rumah swadaya;
d. rumah …
21. - 21 -
d. rumah khusus; dan
e. rumah negara.
(2) Rumah komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diselenggarakan untuk mendapatkan
keuntungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
(3) Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
rumah bagi MBR.
(4) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diselenggarakan atas prakarsa dan upaya
masyarakat, baik secara sendiri maupun berkelompok.
(5) Rumah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d diselenggarakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan rumah untuk kebutuhan khusus.
(6) Rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b mendapatkan kemudahan dan/atau bantuan
dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(7) Rumah swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dapat memperoleh bantuan dan kemudahan dari
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(8) Rumah khusus dan rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e disediakan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Pasal 22
(1) Bentuk rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (3) dibedakan berdasarkan hubungan atau
keterikatan antarbangunan.
(2) Bentuk rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. rumah tunggal;
b. rumah deret; dan
c. rumah …
22. - 22 -
c. rumah susun.
(3) Luas lantai rumah tunggal dan rumah deret memiliki
ukuran paling sedikit 36 (tiga puluh enam) meter persegi.
Bagian Ketiga
Perencanaan Perumahan
Paragraf 1
Umum
Pasal 23
(1) Perencanaan perumahan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rumah.
(2) Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. perencanaan dan perancangan rumah; dan
b. perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan.
(3) Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan bagian dari perencanaan
permukiman.
(4) Perencanaan perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup rumah sederhana, rumah menengah,
dan/atau rumah mewah.
Paragraf 2 …
23. - 23 -
Paragraf 2
Perencanaan dan Perancangan Rumah
Pasal 24
Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk:
a. menciptakan rumah yang layak huni;
b. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh
masyarakat dan pemerintah; dan
c. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang
terstruktur.
Pasal 25
Perencanaan dan perancangan rumah dilakukan oleh setiap
orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan dan
perancangan rumah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus
memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang,
dan ekologis.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan syarat bagi diterbitkannya izin mendirikan
bangunan.
(3) Perencanaan dan perancangan rumah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari
perencanaan perumahan dan/atau permukiman.
Pasal 27 …
24. - 24 -
Pasal 27
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan dan
perancangan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Paragraf 3
Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Pasal 28
(1) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan meliputi:
a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk
perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan
b. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas
umum perumahan.
(2) Rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai
landasan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(3) Rencana penyediaan kaveling tanah dimaksudkan untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah bagi
kaveling siap bangun sesuai dengan rencana tata
bangunan dan lingkungan.
Pasal 29
(1) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 harus memenuhi
persyaratan administratif, teknis, dan ekologis.
(2) Perencanaan …
25. - 25 -
(2) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang
telah memenuhi persyaratan wajib mendapat pengesahan
dari pemerintah daerah.
Pasal 30
(1) Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
dapat dilakukan oleh setiap orang.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan prasarana,
sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Pembangunan Perumahan
Paragraf 1
Umum
Pasal 32
(1) Pembangunan perumahan meliputi:
a. pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum; dan/atau
b. peningkatan kualitas perumahan.
(2) Pembangunan …
26. - 26 -
(2) Pembangunan perumahan dilakukan dengan
mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang
ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan
bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber
daya dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi
kesehatan.
(3) Industri bahan bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia.
Pasal 33
(1) Pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan
perizinan bagi badan hukum yang mengajukan rencana
pembangunan perumahan untuk MBR.
(2) Pemerintah daerah berwenang mencabut izin
pembangunan perumahan terhadap badan hukum yang
tidak memenuhi kewajibannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kemudahan
perizinan dan tata cara pencabutan izin pembangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Badan hukum yang melakukan pembangunan
perumahan wajib mewujudkan perumahan dengan
hunian berimbang.
(2) Pembangunan perumahan skala besar yang dilakukan
oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang
dalam satu hamparan.
(3) Kewajiban …
27. - 27 -
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk badan hukum yang membangun
perumahan yang seluruhnya ditujukan untuk
pemenuhan kebutuhan rumah umum.
(4) Dalam hal pembangunan perumahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada
badan hukum untuk mendorong pembangunan
perumahan dengan hunian berimbang.
Pasal 35
(1) Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian
berimbang meliputi rumah sederhana, rumah menengah,
dan rumah mewah.
(2) Ketentuan mengenai hunian berimbang diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 36
(1) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian
berimbang tidak dalam satu hamparan, pembangunan
rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah
kabupaten/kota.
(2) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mempunyai akses menuju pusat
pelayanan atau tempat kerja.
(3) Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan peraturan daerah.
(4) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
badan hukum yang sama.
Pasal 37 …
28. - 28 -
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar dan
kriteria hunian berimbang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur dengan Peraturan
Menteri.
Paragraf 2
Pembangunan Rumah
Pasal 38
(1) Pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah
tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun.
(2) Pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikembangkan berdasarkan tipologi, ekologi, budaya,
dinamika ekonomi pada tiap daerah, serta
mempertimbangkan faktor keselamatan dan keamanan.
(3) Pembangunan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan oleh setiap orang, Pemerintah,
dan/atau pemerintah daerah.
(4) Pembangunan rumah dan perumahan harus dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
Pasal 39
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung
jawab dalam pembangunan rumah umum, rumah
khusus, dan rumah negara.
(2) Pembangunan rumah khusus dan rumah negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai melalui
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
(3) Rumah …
29. - 29 -
(3) Rumah khusus dan rumah negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjadi barang milik
negara/daerah dikelola sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 40
(1) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menugasi dan/atau membentuk
lembaga atau badan yang menangani pembangunan
perumahan dan permukiman sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertanggung jawab:
a. membangun rumah umum, rumah khusus, dan
rumah negara;
b. menyediakan tanah bagi perumahan; dan
c. melakukan koordinasi dalam proses perizinan dan
pemastian kelayakan hunian.
Pasal 41
(1) Pembangunan rumah negara dilakukan untuk
mewujudkan ketertiban penyediaan, penghunian,
pengelolaan, serta pengalihan status dan hak atas rumah
yang dimiliki negara.
(2) Pembangunan rumah negara diselenggarakan
berdasarkan pada tipe dan kelas bangunan serta pangkat
dan golongan pegawai negeri di atas tanah yang sudah
jelas status haknya.
(3) Ketentuan …
30. - 30 -
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan,
penyediaan, penghunian, pengelolaan, serta pengalihan
status dan hak atas rumah yang dimiliki negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1) Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun
yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat
dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual
beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan
kepastian atas:
a. status pemilikan tanah;
b. hal yang diperjanjikan;
c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
dan
e. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua
puluh persen).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem perjanjian
pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 43
(1) Pembangunan untuk rumah tunggal, rumah deret,
dan/atau rumah susun, dapat dilakukan di atas tanah:
a. hak milik;
b. hak …
31. - 31 -
b. hak guna bangunan, baik di atas tanah negara
maupun di atas hak pengelolaan; atau
c. hak pakai di atas tanah negara.
(2) Pemilikan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat difasilitasi dengan kredit atau pembiayaan
pemilikan rumah.
(3) Kredit atau pembiayaan pemilikan rumah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dibebani hak tanggungan.
(4) Kredit atau pembiayaan rumah umum tidak harus
dibebani hak tanggungan.
Pasal 44
(1) Pembangunan rumah tunggal, rumah deret, rumah
susun, dan/atau satuan rumah susun dapat dibebankan
jaminan utang sebagai pelunasan kredit atau
pembiayaan.
(2) Pelunasan kredit atau pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membiayai
pelaksanaan pembangunan rumah tunggal, rumah deret,
atau rumah susun.
Pasal 45
Badan hukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal,
rumah deret, dan/atau rumah susun tidak boleh melakukan
serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 80% (delapan
puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2).
Pasal 46
Ketentuan mengenai rumah susun diatur tersendiri dengan
undang-undang.
Paragraf 3 …
32. - 32 -
Paragraf 3
Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Pasal 47
(1) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau setiap orang.
(2) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan, dan
perizinan.
(3) Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
perumahan harus memenuhi persyaratan:
a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah
rumah;
b. keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas
umum dan lingkungan hunian; dan
c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana,
dan utilitas umum.
(4) Prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai
dibangun oleh setiap orang harus diserahkan kepada
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pemanfaatan Perumahan
Paragraf 1
Umum
Pasal 48
(1) Pemanfaatan perumahan digunakan sebagai fungsi
hunian.
(2) Pemanfaatan …
33. - 33 -
(2) Pemanfaatan perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di lingkungan hunian meliputi:
a. pemanfaatan rumah;
b. pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan; dan
c. pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan
sarana perumahan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemanfaatan Rumah
Pasal 49
(1) Pemanfaatan rumah dapat digunakan sebagai kegiatan
usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak
mengganggu fungsi hunian.
(2) Pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi
hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan
dan lingkungan hunian.
(3) Ketentuan mengenai pemanfaatan rumah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.
Paragraf 3
Penghunian
Pasal 50
(1) Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau
menghuni rumah.
(2) Hak untuk menghuni rumah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa:
a. hak milik; atau
b. sewa atau bukan dengan cara sewa.
(3) Ketentuan …
34. - 34 -
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghunian
dengan cara sewa menyewa dan cara bukan sewa
menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 51
(1) Penghunian rumah negara diperuntukan sebagai tempat
tinggal atau hunian untuk menunjang pelaksanaan tugas
pejabat dan/atau pegawai negeri.
(2) Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dihuni selama yang bersangkutan menjabat
atau menjalankan tugas kedinasan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghunian rumah
negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Orang asing dapat menghuni atau menempati rumah
dengan cara hak sewa atau hak pakai.
(2) Ketentuan mengenai orang asing dapat menghuni atau
menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Keenam
Pengendalian Perumahan
Pasal 53
(1) Pengendalian perumahan dimulai dari tahap:
a. perencanaan;
b. pembangunan …
35. - 35 -
b. pembangunan; dan
c. pemanfaatan.
(2) Pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dalam bentuk:
a. perizinan;
b. penertiban; dan/atau
c. penataan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah bagi MBR
Pasal 54
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi
MBR.
(2) Untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan
kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui
program perencanaan pembangunan perumahan secara
bertahap dan berkelanjutan.
(3) Kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan
perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berupa:
a. subsidi perolehan rumah;
b. stimulan rumah swadaya;
c. insentif …
36. - 36 -
c. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
d. perizinan;
e. asuransi dan penjaminan;
f. penyediaan tanah;
g. sertifikasi tanah; dan/atau
h. prasarana, sarana, dan utilitas umum.
(4) Pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau
pembiayaan untuk perolehan rumah bagi MBR.
(5) Ketentuan mengenai kriteria MBR dan persyaratan
kemudahan perolehan rumah bagi MBR sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 55
(1) Orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan
kemudahan yang diberikan Pemerintah atau pemerintah
daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengalihkan
kepemilikannya atas rumah kepada pihak lain, dalam
hal:
a. pewarisan;
b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5
(lima) tahun; atau
c. pindah tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi
yang lebih baik.
(2) Dalam hal dilakukan pengalihan kepemilikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf
c, pengalihannya wajib dilaksanakan oleh lembaga yang
ditunjuk atau dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah dalam bidang perumahan dan permukiman.
(3) Jika …
37. - 37 -
(3) Jika pemilik meninggalkan rumah secara terus-menerus
dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun tanpa memenuhi
kewajiban berdasarkan perjanjian, Pemerintah atau
pemerintah daerah berwenang mengambil alih
kepemilikan rumah tersebut.
(4) Rumah yang telah diambil alih oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib didistribusikan kembali kepada MBR.
(5) Ketentuan mengenai penunjukkan dan pembentukan
lembaga oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau
bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 56
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk
mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan yang terencana,
menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan
rencana tata ruang.
(2) Penyelenggaraan …
38. - 38 -
(2) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi hak
warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta
menjamin kepastian bermukim.
Pasal 57
Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 mencakup lingkungan hunian dan
tempat kegiatan pendukung perikehidupan dan penghidupan
di perkotaan dan di perdesaan.
Pasal 58
(1) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 wajib dilaksanakan sesuai
dengan arahan pengembangan kawasan permukiman
yang terpadu dan berkelanjutan.
(2) Arahan pengembangan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. hubungan antarkawasan fungsional sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung;
b. keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan
lingkungan hunian perdesaan;
c. keterkaitan antara pengembangan lingkungan
hunian perkotaan dan pengembangan kawasan
perkotaan
d. keterkaitan antara pengembangan lingkungan
hunian perdesaan dan pengembangan kawasan
perdesaan;
e. keserasian tata kehidupan manusia dengan
lingkungan hidup;
f. keseimbangan antara kepentingan publik dan
kepentingan setiap orang; dan
g. lembaga …
39. - 39 -
g. lembaga yang mengoordinasikan pengembangan
kawasan permukiman.
(3) Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pengembangan yang telah ada;
b. pembangunan baru; atau
c. pembangunan kembali.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan pengembangan
kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 59
(1) Penyelenggaraan lingkungan hunian perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dilakukan
melalui:
a. pengembangan lingkungan hunian perkotaan;
b. pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan;
atau
c. pembangunan kembali lingkungan hunian
perkotaan.
(2) Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup:
a. peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian
perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan
peranan perkotaan;
b. peningkatan pelayanan lingkungan hunian
perkotaan;
c. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan
utilitas umum lingkungan hunian perkotaan;
d. penetapan bagian lingkungan hunian perkotaan yang
dibatasi dan yang didorong pengembangannya;
e. pencegahan …
40. - 40 -
e. pencegahan tumbuhnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh; dan
f. pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan
hunian yang tidak terencana dan tidak teratur.
(3) Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup:
a. penyediaan lokasi permukiman;
b. penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman; dan
c. penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Pasal 60
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian
perkotaan, pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan, dan pembangunan kembali lingkungan
hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59.
(2) Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian
perkotaan, pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan, dan pembangunan kembali lingkungan
hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pemerintah daerah.
(3) Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat membentuk atau menunjuk badan hukum.
(4) Pembentukan atau penunjukan badan hukum ditetapkan
oleh bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(5) Khusus …
41. - 41 -
(5) Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, pembentukan atau
penunjukan badan hukum ditetapkan oleh gubernur.
Pasal 61
(1) Penyelenggaraan lingkungan hunian perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dilakukan
melalui:
a. pengembangan lingkungan hunian perdesaan;
b. pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan;
atau
c. pembangunan kembali lingkungan hunian
perdesaan.
(2) Penyelenggaraan pengembangan lingkungan hunian
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup :
a. peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian
perdesaan dengan memperhatikan fungsi dan
peranan perdesaan;
b. peningkatan pelayanan lingkungan hunian
perdesaan;
c. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan
utilitas umum lingkungan hunian perdesaan;
d. penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang
dibatasi dan yang didorong pengembangannya;
e. peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber
daya perdesaan; dan
f. pengurangan kesenjangan antara kawasan perkotaan
dan perdesaan.
(3) Penyelenggaraan pembangunan lingkungan hunian baru
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup:
a. penyediaan …
42. - 42 -
a. penyediaan lokasi permukiman;
b. penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman; dan
c. penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Pasal 62
(1) Pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) huruf c
dan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c
dimaksudkan untuk memulihkan fungsi lingkungan
hunian perkotaan dan perdesaan.
(2) Pembangunan kembali dilakukan dengan cara:
a. rehabilitasi;
b. rekonstruksi; atau
c. peremajaan.
(3) Pembangunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tetap melindungi masyarakat penghuni untuk
dimukimkan kembali di lokasi yang sama sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
Penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dilaksanakan melalui
tahapan:
a. perencanaan;
b. pembangunan;
c. pemanfaatan; dan
d. pengendalian.
Bagian Kedua …
43. - 43 -
Bagian Kedua
Perencanaan Kawasan Permukiman
Pasal 64
(1) Perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.
(2) Perencanaan kawasan permukiman dimaksudkan untuk
menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman
sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan
dalam pembangunan kawasan permukiman.
(3) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
digunakan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan
hunian dan digunakan untuk tempat kegiatan
pendukung dalam jangka pendek, jangka menengah, dan
jangka panjang.
(4) Perencanaan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan setiap orang.
(5) Dokumen rencana kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh bupati/walikota.
(6) Perencanaan kawasan permukiman harus mencakup:
a. peningkatan sumber daya perkotaan atau
perdesaan;
b. mitigasi bencana; dan
c. penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana,
dan utilitas umum.
Pasal 65 …
44. - 44 -
Pasal 65
Perencanaan kawasan permukiman terdiri atas perencanaan
lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan serta
perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan
perdesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
Pasal 66
(1) Perencanaan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan melalui:
a. perencanaan pengembangan lingkungan hunian
perkotaan;
b. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan; atau
c. perencanaan pembangunan kembali lingkungan
hunian perkotaan.
(2) Perencanaan pengembangan lingkungan hunian
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup:
a. penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi
lingkungan hunian perkotaan dengan
memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan;
b. penyusunan rencana peningkatan pelayanan
lingkungan hunian perkotaan;
c. penyusunan rencana peningkatan keterpaduan
prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan
hunian perkotaan;
d. penyusunan rencana pencegahan tumbuhnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan
e. penyusunan rencana pencegahan tumbuh dan
berkembangnya lingkungan hunian yang tidak
terencana dan tidak teratur.
(3) Perencanaan …
45. - 45 -
(3) Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup:
a. penyusunan rencana penyediaan lokasi
permukiman;
b. penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum permukiman; dan
c. penyusunan rencana lokasi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
(4) Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi
perencanaan lingkungan hunian baru skala besar dengan
Kasiba dan perencanaan lingkungan hunian baru bukan
skala besar dengan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
(5) Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
didahului dengan penetapan lokasi pembangunan
lingkungan hunian baru yang dapat diusulkan oleh
badan hukum bidang perumahan dan permukiman atau
pemerintah daerah.
(6) Lokasi pembangunan lingkungan hunian baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota.
(7) Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
berdasarkan hasil studi kelayakan;
a. rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan;
b. rencana penyediaan tanah; dan
c. analisis mengenai dampak lalu lintas dan
lingkungan
Pasal 67 …
46. - 46 -
Pasal 67
(1) Perencanaan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 dilakukan melalui:
a. pengembangan lingkungan hunian perdesaan;
b. pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan;
atau
c. pembangunan kembali lingkungan hunian
perdesaan.
(2) Perencanaan pengembangan lingkungan hunian
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mencakup:
a. penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi
lingkungan hunian perdesaan dengan
memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan;
b. penyusunan rencana peningkatan pelayanan
lingkungan hunian perdesaan;
c. penyusunan rencana peningkatan keterpaduan
prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan
hunian perdesaan;
d. penyusunan rencana penetapan bagian lingkungan
hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong
pengembangannya; dan
e. penyusunan rencana peningkatan kelestarian alam
dan potensi sumber daya perdesaan.
(3) Perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru
perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mencakup:
a. penyusunan rencana penyediaan lokasi
permukiman;
b. penyusunan rencana penyediaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum permukiman; dan
c. penyusunan …
47. - 47 -
c. penyusunan rencana penyediaan lokasi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi;.
Pasal 68
(1) Perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian
perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(1) huruf c dan perencanaan pembangunan kembali
lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk
memulihkan fungsi lingkungan hunian perkotaan dan
perdesaan.
(2) Perencanaan pembangunan kembali dilakukan dengan
cara:
a. penyusunan rencana rehabilitasi;
b. penyusunan rencana rekonstruksi; atau
c. penyusunan rencana peremajaan.
Pasal 69
(1) Perencanaan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan
perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
meliputi perencanaan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum.
(2) Perencanaan tempat kegiatan pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 70 …
48. - 48 -
Pasal 70
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
bertanggung jawab dalam perencanaan pengembangan
lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan, pembangunan
lingkungan hunian baru perkotaan dan perdesaan, dan
pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dan
perdesaan.
Bagian Ketiga
Pembangunan Kawasan Permukiman
Pasal 71
(1) Pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi
rencana dan izin pembangunan lingkungan hunian dan
kegiatan pendukung.
(2) Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.
Pasal 72
Pembangunan kawasan permukiman terdiri atas
pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan
serta pembangunan tempat kegiatan pendukung perkotaan
dan perdesaan.
Pasal 73
(1) Pembangunan lingkungan hunian perkotaan dan
perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
dilakukan melalui:
a. pelaksanaan pengembangan lingkungan hunian;
b. pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian
baru; atau
c. pelaksanaan …
49. - 49 -
c. pelaksanaan pembangunan kembali lingkungan
hunian.
(2) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:
a. pembangunan permukiman;
b. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum
permukiman; dan
c. pembangunan lokasi pelayanan jasa pemerintahan
dan pelayanan sosial.
Pasal 74
(1) Pembangunan tempat kegiatan pendukung perkotaan
dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72
meliputi pembangunan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum.
(2) Pembangunan tempat kegiatan pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 75
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan
lingkungan hunian, pembangunan lingkungan hunian baru,
dan pembangunan kembali lingkungan hunian.
Bagian Keempat …
50. - 50 -
Bagian Keempat
Pemanfaatan Kawasan Permukiman
Pasal 76
Pemanfaatan kawasan permukiman dilakukan untuk:
a. menjamin kawasan permukiman sesuai dengan fungsinya
sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang
wilayah; dan
b. mewujudkan struktur ruang sesuai dengan perencanaan
kawasan permukiman.
Pasal 77
Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 terdiri atas pemanfaatan lingkungan hunian
perkotaan dan perdesaan serta pemanfaatan tempat kegiatan
pendukung perkotaan dan perdesaan.
Pasal 78
(1) Pemanfaatan lingkungan hunian perkotaan dan
perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
dilakukan melalui:
a. pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan
hunian;
b. pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan
hunian baru; atau
c. pemanfaatan hasil pembangunan kembali
lingkungan hunian.
(2) Pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian
perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup:
a. tempat tinggal;
b. prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman;
dan
c. lokasi …
51. - 51 -
c. lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
Pasal 79
(1) Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung perkotaan dan
perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
meliputi pemanfaatan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, kegiatan ekonomi, dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum.
(2) Pemanfaatan tempat kegiatan pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
bertanggung jawab dalam pemanfaatan hasil pengembangan
lingkungan hunian, pembangunan lingkungan hunian baru,
dan pembangunan kembali lingkungan hunian di perkotaan
atau perdesaan.
Bagian Kelima
Pengendalian Kawasan Permukiman
Paragraf 1
Umum
Pasal 81
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya bertanggung jawab melaksanakan
pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan
permukiman.
(2) Pengendalian kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a. menjamin …
52. - 52 -
a. menjamin pelaksanaan pembangunan permukiman
dan pemanfaatan permukiman sesuai dengan
rencana kawasan permukiman;
b. mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan
kumuh dan permukiman kumuh; dan
c. mencegah terjadinya tumbuh dan berkembangnya
lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak
teratur.
Pasal 82
(1) Pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan
permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (1) dilakukan pada tahap:
a. perencanaan;
b. pembangunan; dan
c. pemanfaatan.
(2) Pengendalian kawasan permukiman dilakukan pada
lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian
perdesaan.
(3) Pengendalian penyelenggaraan lingkungan hunian
perkotaan dilaksanakan pada:
a. pengembangan perkotaan; atau
b. perkotaan baru.
(4) Pengendalian penyelenggaraan lingkungan hunian
perdesaan dilaksanakan pada pengembangan perdesaan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan/atau
budaya perdesaan.
Paragraf 2 …
53. - 53 -
Paragraf 2
Pengendalian Perencanaan Kawasan Permukiman
Pasal 83
(1) Pengendalian pada tahap perencanaan dilakukan
dengan:
a. mengawasi rencana penyediaan prasarana, sarana
dan utilitas umum sesuai dengan standar pelayanan
minimal; dan
b. memberikan batas zonasi lingkungan hunian dan
tempat kegiatan pendukung.
(2) Pengendalian perencanaan kawasan permukiman
dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah.
Paragraf 3
Pengendalian Pembangunan Kawasan Permukiman
Pasal 84
(1) Pengendalian pada tahap pembangunan dilakukan
dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan pada
kawasan permukiman.
(2) Pengendalian dilakukan untuk menjaga kualitas
kawasan permukiman.
(3) Pengendalian pada tahap pembangunan yang dilakukan
dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
(4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan kegiatan pengamatan terhadap
penyelenggaraan kawasan permukiman secara langsung,
tidak langsung, dan/atau melalui laporan masyarakat.
(5) Evaluasi …
54. - 54 -
(5) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan kegiatan penilaian terhadap tingkat
pencapaian penyelenggaraan kawasan permukiman
secara terukur dan objektif.
(6) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan kegiatan penyampaian hasil evaluasi.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan
penyelenggaraan kawasan permukiman diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Permukiman
Pasal 85
(1) Pengendalian pada tahap pemanfaatan dilakukan
dengan:
a. pemberian insentif;
b. pengenaan disinsentif; dan
c. pengenaan sanksi.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berupa:
a. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
b. pemberian kompensasi;
c. subsidi silang;
d. pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana,
dan utilitas umum; dan/atau
e. kemudahan prosedur perizinan.
(3) Pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa:
a. pengenaan …
55. - 55 -
a. pengenaan retribusi daerah;
b. pembatasan penyediaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. pengenaan sanksi berdasarkan Undang-Undang
ini.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dapat
dilakukan oleh:
a. Pemerintah kepada pemerintah daerah;
b. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah
lainnya;
c. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada
badan hukum; atau
d. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada
masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara
pemberian insentif, pengenaan disinsentif, dan
pengenaan sanksi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VII
PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 86
(1) Pemeliharaan dan perbaikan dimaksudkan untuk
menjaga fungsi perumahan dan kawasan permukiman
yang dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan
untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup orang
perorangan.
(2) Pemeliharaan …
56. - 56 -
(2) Pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan pada rumah serta prasarana,
sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman,
lingkungan hunian dan kawasan permukiman.
(3) Pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau setiap orang.
Pasal 87
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan dan perbaikan prasarana, sarana, dan
utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan
hunian, dan kawasan permukiman.
Bagian Kedua
Pemeliharaan
Pasal 88
(1) Pemeliharaan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas
umum dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan
secara berkala.
(2) Pemeliharaan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib dilakukan oleh setiap orang.
Pasal 89
(1) Pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas umum
untuk perumahan, dan permukiman wajib dilakukan
oleh pemerintah daerah dan/atau setiap orang.
(2) Pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk
lingkungan hunian wajib dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau badan hukum.
(3) Pemeliharaan …
57. - 57 -
(3) Pemeliharaan prasarana untuk kawasan permukiman
wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau badan hukum.
Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Perbaikan
Pasal 91
Perbaikan rumah dan prasarana, sarana, atau utilitas umum
dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran.
Pasal 92
(1) Perbaikan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang.
(2) Perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk
perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh
pemerintah daerah dan/atau setiap orang.
(3) Perbaikan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan
hunian wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau setiap orang.
(4) Perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman wajib
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau badan hukum.
Pasal 93
Ketentuan lebih lanjut mengenai perbaikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII …
58. - 58 -
BAB VIII
PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP
PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 94
(1) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna
meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan
masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan
permukiman.
(2) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip kepastian bermukim yang
menjamin hak setiap warga negara untuk menempati,
menikmati, dan/atau memiliki tempat tinggal sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap
orang.
Bagian Kedua …
59. - 59 -
Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 95
(1) Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya
perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru
mencakup:
a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang
tinggi;
b. ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas
umum;
c. penurunan kualitas rumah, perumahan, dan
permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas
umum; dan
d. pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah.
(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui:
a. pengawasan dan pengendalian; dan
b. pemberdayaan masyarakat.
(3) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dilakukan atas kesesuaian terhadap
perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui
pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dilakukan terhadap pemangku
kepentingan bidang perumahan dan kawasan
permukiman melalui pendampingan dan pelayanan
informasi.
(5) Pencegahan …
60. - 60 -
(5) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau setiap orang.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan terhadap
tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan
permukiman kumuh baru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Peningkatan Kualitas
Paragraf 1
Umum
Pasal 96
Dalam upaya peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menetapkan kebijakan, strategi, serta
pola-pola penanganan yang manusiawi, berbudaya,
berkeadilan, dan ekonomis.
Pasal 97
(1) Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal
96 didahului dengan penetapan lokasi perumahan
kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola
penanganan:
a. pemugaran;
b. peremajaan; atau
c. pemukiman kembali.
(2) Pola-pola …
61. - 61 -
(2) Pola-pola penanganan terhadap perumahan kumuh dan
permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilanjutkan melalui pengelolaan untuk
mempertahankan tingkat kualitas perumahan dan
permukiman.
Paragraf 2
Penetapan Lokasi
Pasal 98
(1) Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh
wajib memenuhi persyaratan:
a. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah
nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan
lingkungan;
c. kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas
umum yang memenuhi persyaratan dan tidak
membahayakan penghuni;
d. tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;
e. kualitas bangunan; dan
f. kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.
(2) Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman
kumuh wajib didahului proses pendataan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah dengan melibatkan peran
masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan lokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dengan peraturan daerah.
Paragraf 3 …
62. - 62 -
Paragraf 3
Pemugaran
Pasal 99
Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1)
huruf a dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan
kembali, perumahan dan permukiman menjadi perumahan
dan permukiman yang layak huni.
Paragraf 4
Peremajaan
Pasal 100
(1) Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat
(1) huruf b dilakukan untuk mewujudkan kondisi rumah,
perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang
lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan
penghuni dan masyarakat sekitar.
(2) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat
tinggal bagi masyarakat terdampak.
(3) Kualitas rumah, perumahan, dan permukiman yang
diremajakan harus diwujudkan secara lebih baik dari
kondisi sebelumnya.
(4) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangannya dengan
melibatkan peran masyarakat.
Paragraf 5 …
63. - 63 -
Paragraf 5
Pemukiman Kembali
Pasal 101
(1) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 ayat (1) huruf c dilakukan untuk mewujudkan
kondisi rumah, perumahan, dan permukiman yang lebih
baik guna melindungi keselamatan dan keamanan
penghuni dan masyarakat.
(2) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan memindahkan masyarakat
terdampak dari lokasi yang tidak mungkin dibangun
kembali karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dan/atau rawan bencana serta dapat menimbulkan
bahaya bagi barang ataupun orang.
Pasal 102
(1) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
101 wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
(2) Lokasi yang akan ditentukan sebagai tempat untuk
pemukiman kembali ditetapkan oleh pemerintah daerah
dengan melibatkan peran masyarakat.
Paragraf 6
Pengelolaan
Pasal 103
(1) Pengelolaan dilakukan untuk mempertahankan dan
menjaga kualitas perumahan dan permukiman secara
berkelanjutan.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh masyarakat secara swadaya.
(3) Pengelolaan …
64. - 64 -
(3) Pengelolaan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Bagian Keempat
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 104
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penetapan lokasi, pemugaran, peremajaan, pemukiman
kembali, dan pengelolaan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYEDIAAN TANAH
Pasal 105
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya bertanggung jawab atas ketersediaan
tanah untuk pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman.
(2) Ketersediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk penetapannya di dalam rencana tata ruang
wilayah merupakan tanggung jawab pemerintahan
daerah.
Pasal 106
Penyediaan tanah untuk pembangunan rumah, perumahan,
dan kawasan permukiman dapat dilakukan melalui:
a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung
dikuasai negara;
b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah;
c. peralihan …
65. - 65 -
c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik
tanah;
d. pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik
negara atau milik daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar;
dan/atau
f. pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 107
(1) Tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf a yang digunakan
untuk pembangunan rumah, perumahan, dan/atau
kawasan permukiman diserahkan melalui pemberian hak
atas tanah kepada setiap orang yang melakukan
pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan
permukiman.
(2) Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada keputusan gubernur atau
bupati/walikota tentang penetapan lokasi atau izin
lokasi.
(3) Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat garapan
masyarakat, hak atas tanah diberikan setelah pelaku
pembangunan perumahan dan permukiman selaku
pemohon hak atas tanah menyelesaikan ganti rugi atas
seluruh garapan masyarakat berdasarkan kesepakatan.
(4) Dalam hal tidak ada kesepakatan tentang ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyelesaiannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 108 …
66. - 66 -
Pasal 108
(1) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 huruf b dapat dilakukan di atas tanah milik
pemegang hak atas tanah dan/atau di atas tanah negara
yang digarap oleh masyarakat.
(2) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan kesepakatan:
a. antarpemegang hak atas tanah;
b. antarpenggarap tanah negara; atau
c. antara penggarap tanah negara dan pemegang hak
atas tanah.
(3) Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan apabila paling
sedikit 60% (enam puluh persen) dari pemilik tanah yang
luas tanahnya meliputi paling sedikit 60% (enam puluh
persen) dari luas seluruh areal tanah yang akan
dikonsolidasi menyatakan persetujuannya.
(4) Kesepakatan paling sedikit 60% (enam puluh persen)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi
hak masyarakat sebesar 40% (empat puluh persen)
untuk mendapatkan aksesibilitas.
Pasal 109
(1) Konsolidasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 huruf b dapat dilaksanakan bagi pembangunan
rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.
(2) Penetapan lokasi konsolidasi tanah dilakukan oleh
bupati/walikota.
(3) Khusus untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi
tanah ditetapkan oleh gubernur.
(4) Lokasi …
67. - 67 -
(4) Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
memerlukan izin lokasi.
Pasal 110
Dalam pembangunan rumah umum dan rumah swadaya yang
didirikan di atas tanah hasil konsolidasi, Pemerintah wajib
memberikan kemudahan berupa:
a. sertifikasi hak atas tanah;
b. penetapan lokasi;
c. desain konsolidasi; dan
d. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.
Pasal 111
(1) Sertifikasi terhadap pemilik tanah hasil konsolidasi tidak
dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
(2) Sertifikasi terhadap penggarap tanah negara hasil
konsolidasi dikenai bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
Pasal 112
(1) Konsolidasi tanah dapat dilaksanakan melalui kerja sama
dengan badan hukum.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara
penggarap tanah negara dan/atau pemegang hak atas
tanah dan badan hukum dengan prinsip kesetaraan yang
dibuat di hadapan pejabat yang berwenang.
Pasal 113
Ketentuan lebih lanjut mengenai konsolidasi tanah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 114 …
68. - 68 -
Pasal 114
(1) Peralihan atau pelepasan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 huruf c dilakukan setelah
badan hukum memperoleh izin lokasi.
(2) Peralihan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah
setelah ada kesepakatan bersama.
(3) Pelepasan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang.
(4) Peralihan hak atau pelepasan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib
didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 115
(1) Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik
negara atau milik daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 106 huruf d bagi pembangunan rumah,
perumahan, dan kawasan permukiman diperuntukkan
pembangunan rumah umum dan/atau rumah khusus.
(2) Pemanfaatan dan pemindahtanganan tanah barang milik
negara atau milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 116 …
69. - 69 -
Pasal 116
(1) Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf e bagi
pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan
permukiman diperuntukkan pembangunan rumah
umum, rumah khusus, dan penataan permukiman
kumuh.
(2) Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 117
(1) Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf f
bagi pembangunan rumah, perumahan, dan kawasan
permukiman diperuntukkan pembangunan rumah
umum, rumah khusus, dan penataan permukiman
kumuh.
(2) Pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB X …
70. - 70 -
BAB X
PENDANAAN DAN SISTEM PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 118
(1) Pendanaan dan sistem pembiayaan dimaksudkan untuk
memastikan ketersediaan dana dan dana murah jangka
panjang yang berkelanjutan untuk pemenuhan
kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta
lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong
pemberdayaan sistem pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Pendanaan
Pasal 119
Sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan rumah,
perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan
dan perdesaan berasal dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 120
Dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dimanfaatkan
untuk mendukung:
a. penyelenggaraan …
71. - 71 -
a. penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;
dan/atau
b. kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan
perolehan rumah bagi MBR sesuai dengan standar
pelayanan minimal.
Bagian Ketiga
Sistem Pembiayaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 121
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus
melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan
untuk penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman.
(2) Pengembangan sistem pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lembaga pembiayaan;
b. pengerahan dan pemupukan dana;
c. pemanfaatan sumber biaya; dan
d. kemudahan atau bantuan pembiayaan.
(3) Sistem pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan prinsip konvensional atau prinsip
syariah melalui:
a. pembiayaan primer perumahan; dan/atau
b. pembiayaan sekunder perumahan.
Paragraf 2 …
72. - 72 -
Paragraf 2
Lembaga Pembiayaan
Pasal 122
(1) Pemerintah atau pemerintah daerah dapat menugasi atau
membentuk badan hukum pembiayaan di bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
(2) Badan hukum pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas menjamin ketersediaan dana murah
jangka panjang untuk penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman.
(3) Dalam hal pembangunan dan pemilikan rumah umum
dan swadaya, badan hukum pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menjamin:
a. ketersediaan dana murah jangka panjang;
b. kemudahan dalam mendapatkan akses kredit atau
pembiayaan; dan
c. keterjangkauan dalam membangun, memperbaiki,
atau memiliki rumah.
(4) Penugasan dan pembentukan badan hukum pembiayaan
di bidang perumahan dan kawasan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Paragraf 3
Pengerahan dan Pemupukan Dana
Pasal 123
(1) Pengerahan dan pemupukan dana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 121 ayat (2) huruf b meliputi:
a. dana masyarakat;
b. dana …