BK Keluarga 1
BK Keluarga 1
BK Keluarga 1
Latar Belakang Keluarga merupakan sebuah sistem dimana setiap anggotanya saling mempengaruhi satu sama lain. Suasana dalam kehidupan keluarga akan diserap oleh setiap anggotanya. Kondisi psikologis dalam sebuah keluarga merupakan sebuah kondisi yang akan menentukan perkembangan psikologis setiap anggotanya. Menurut Sofyan S. Wilis, sistem keluarga berfungsi untuk saling membantu dan memungkinkan kemandirian dari anggota keluarga. Dalam hidup berkeluarga, ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing anggotanya. Suami mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah dan memberi perawatan dan pendidikan kepada keluarganya. Suami mempunyai hak untuk mendapatykan pengkhidmatan yang baik dan istrinya dan penghormatan dari anaknya. Istri atau ibu mempunyai kewajiban untuk berkhidmat pada suaminya, serta mendidik anak-anaknya. Anak mempunyai kewajiban untuk menghormati atau menataati perintah orang tuanya, dan juga mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan dan pendidikan dari orang tuanya (Yusuf, dkk, 2004: 55). Dalam pemenuhan kebutuhan yang seharusnya dipenuhi mungkin terjadi konflik antar anggota keluarga yang menjadi sebuah masalah dalam anggota keluarga. Jika dengan bijak keluarga meluruskan masalah yang ada, mungkin tidak akan menjadi sebuah beban atau ganjalan bagi anggotanya. Tetapi jika tidak dapat meluruskan atau menyelesaikan masalah yang ada kemungkinan terjadi konflik berkepanjangan dalam diri setiap anggota keluarga. Pernikahan dalam Islam adalah suatu akad atau perjanjian yang mengikat antara laki-laki dan perempuan, dengan persetujuan diantara keduanya dan dilandasi cinta dan kasih sayang. Bertujuan untuk hidup bersama sebagai suami istri dalam suatu ikatan rumah tangga. Dan mewujudkan ketentraman dan kebahagiaan bersama berlandaskan pada ketentuan dan petunjuk Allah SWT. Menurut Undang-undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-Undang No.
1 tahun 1976, yang dimaksud dengan perkawinan yaitu : "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.". Islam memandang dan menjadikan pernikahan itu sebagai basis suatu masyarakat yang baik dan teratur, sebab pernikahan tidak hanya dipertalikan oleh ikatan lahir saja, tetapi juga dengan ikatan batin. Islam juga mengajarkan bahwa pernikahan bukanlah ikatan yang bisaa seperti perjanjian jual beli, melainkan suatu perjanjian suci, dimana kedua belah pihak disatukan menjadi suami istri dengan menggunakan nama Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW : "Takutlah kepada Allah akan utusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan amanah Allah dan kamu halalkan mereka dengan kalimat Allah (H.R. Muslim) Pernikahan dalam pandangan Islam merupakan hal yang sakral. Pernikahan dibangun dengan dasar -dasar yang mulia. Ada sebuah cita-cita indah bersama dari kedua pasangan itu untuk diwujudkan di masa depan. Jadi, pada dasarnya suatu perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup. Artinya seorang muslim dalam membangun rumah tangganya agar diusahakan untuk tidak berakhir dengan pe rceraian. Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan kelurga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban antar anggota keluarga, sejahtera yang artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin yang disebabkan terpenuhinya semua kebutuhan hidupnya, baik lahir maupun batin, sehingga muncullah kebahagiaan, yaitu kasih sayang antar anggota keluarga. Pada dasarnya setiap pasangan suami istri pasti menginginkan sebuah keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Akan tetapi dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan adanya pengertian, pengorbanan, kesabaran serta pemahaman antara suami istri. Dan tidak hanya itu saja keakraban antara pasangan suami istri juga penting artinya untuk mencapai tahapan keluarga sakinah. Al-Quran sendiri memberi tamsil bahwa suami merupakan pakaian bagi istri, sementara istri adalah pakaian bagi
suami. Problem dalam keluarga banyak sekali macamnya, diantaranya masalah ekonomi, poligami, KDRT, perselingkuhan dan penceraian. Seperti yang terjadi pada pasangan suami istri yang baru menikah ini. Sebut saja tuan X dan nyonya Y. sebelum menikah ia pernah pacaran walaupun sangat singkat. Sebelum tuan X pacaran dengan nyonya Y ia pernah pacaran dengan seorang gadis sebut saja namanya N, karena orang tua nona N tidak menyetujui hubungan mereka dengan alasan tuan X tidak memiliki pekerjaan yang tetap dan merekapun akhirnya putus. Karena sakit hati tuan X menyimpan dendam pada semua cewek dan ia berjanji pada dirinya sendiri kalau ia akan mempermainkan dan menyakiti hati wanita yang menjadi pacarnya nanti. Tidak lama kemudian tuan X bertemu dengan nyonya Y yang kemudian mereka pacaran. Karena cara berpacaran mereka yang tidak wajar akhirnya nyonya Y hamil dan ia mengalami keguguran. Setelah mengalami keguguran dan beberapa bulan kemudian nyonya Y hamil lagi. Kembali pada rasa dendam yang ada pada diri tuan X tadi, akhirnya ia berniat untuk meninggalkan nyonya Y. Akan tetapi dengan kesabaran dan sikap nyonya Y yang bisa menerima tuan X apa adanya itu akhirnya tuan X merasa kasihan melihat nyonya Y dan tuan X pun tidak jadi meninggalkannya. Karena tahu nyonya Y sedang hamil kakak nyonya Y mengancam tuan X yang mana tuan X akan dibunuhnya kalau sampai mempermainkan adiknya. Karena nyawanya terasa terancam dan karena tuan X tidak mau dianggap laki-laki yang tidak bertanggung jawab akhirnya tuan X memutuskan untuk menikahi nyonya Y, walaupun tanpa adanya rasanya cinta. Menjelang hari pernikahannya, tuan X tidak sengaja bertemu dengan mantan pacarnya nona N. dari pertemuan itu tuan X menjadi bingung ia harus memilih siapa? Apakah nyonya Y yang telah hamil dan nona N yaitu orang yang benar-benar disukainya. Sehingga akhirnya tuan X memutuskan tetap akan menikahi nyonya Y. Tetapi ia akan menceraikan nyonya Y setelah ia melahirkan anaknya. Dan berniat akan kembali lagi pada nona N. Dalam kehidupan rumah tangga tuan X dan nyonya Y setelah menikah, kehidupan rumah tangga mereka tidak bahagia seperti layaknya penganten baru pada umumnya.
Berpijak dari masalah di atas maka, dalam hal ini klien perlu bantuan dalam mengatasi masalah tersebut. Untuk itu bimbingan konseling keluarga dalam menangani masalah seorang suami yang ingin menceraikan istrinya diharapkan dapat membantu menyelesaikan dan meringankan masalah yang dialami oleh klien, dan klien dapat mengambil suatu keputusan dengan benar. Dalam Islam sudah dijelaskan bahwasanya hukum dalam perkawinan itu ada lima (5) yang mana dilihat dari segi kondisi orangnya dan tujuanya. Lima diantaranya yaitu wajib, sunat, haram, makruh dan mubah. Wajib berarti perkawinan itu harus dilakukan, jika dilakukan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan berdosa. Sunnat berarti perkawinan itu lebih baik dia lakukan dari pada ditinggalkan, jika dilakukan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Haram berarti perkawinan itu dilarang keras dilakukan, jika dilakukan berdosa, dan jika tidak dilakukan mendapat pahala. Makruh berarti perkawinan yang lebih baik ditinggalkan dari pada dikerjakan, apabila ditinggalkan mendapat pahala dan jika dilakukan tidak berdosa. Sedangkan yang mubah berarti perkawinan itu boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan. Dilihat dari hukum perkawinan yang sudah dijelaskan tadi, maka tuan x tergolong dalam perkawinan yang hukumnya haram. Karena ia (tuan X) akan menceraikan istrinya ketika sang istri sudah melahirkan anaknya. B. Pengertian Konseling Keluarga Di Indonesia, konseling keluarga mulai mendapatkan perhatian sejak mulai merebaknya industrialisasi yang menimbulkan masalah-masalah dalam keluarga. Masalah-masalah yang muncul itu disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal seperti itulah yang menjadi salah satu penyebab berkurangnya komunikasi antar anggota keluarga. Menurut Wilis (1994: 72) konseling keluarga (family therapy) artinya upaya bantuan yang diberikan pada individu anggota keluarga melalui system keluarga (pembenahan komunikasi keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap keluarga.
C. Konseling Keluarga Dengan Teori Psikoanalisa Karakteristik psikoanalisis adalah terapis atau konselor membiarkan dirinya anonym serta hanya berbagi sedikit perasaan serta pengalaman sehingga konseli memproyeksikan dirinya kepada konselor. Proyeksi-proyeksi konseli, yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis. Aliran psikoanalitik dalam konseling keluarga memberi penjelasan tentang latar belakang kehidupan keluarga sebagai pemahaman terhadap pola-pola intrapsikik yang terbuka dalam sesi-sesi konseling keluarga. Konsep psikoanalitik mengajarkan konselor untuk memahami tentang ketakberfungsian pola-pola keluarga yang telah menyebabkan isu-isu pribadi yang tak terpecahkan diantara anggota keluarga. Dalam konseling keluarga, situasi yang muncul merupakan pola masa lalu yang terungkap di masa sekarang di dalam keluarga. Konselor terutama berurusan dengan usaha membantu konseli dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsive dan irasional terhadap keluarga. Tantangan terbesar dari konselor adalah untuk membantu anggota keluarga agar menyadari keadaannya dan mengambil tanggung jawab dalam menanggulangi proyeksi dan transferensinya dan memahami bahwa masalah masih saja berlarut-larut seandainya seluruh anggota keluarga masih berorientasi secara tak sadar pada kehidupan masa lalunya. Jika seluruh anggota keluarga sadar terhadap kebutuhan dan motivasimotivasinya yang tak disadari, sebagai hal yang dialami pada masa lalu dan jika anggota keluarga sadar akan hubungan yang dinamik antara pengalamanpengalaman sebagai orang tua, maka kemungkinan baru terbuka bagi orang tua itu untuk mencapai perubahan bagi pribadinya dan situasi keluarganya. Konselor sangat berperan dalam proses penyadaran konseli.
D. Kesimpulan Psikoanalisis merupakan suatu pandangan baru terhadap manusia dimana ketidak sadaran memainkan peranan sentral, pandangan tersebut memiliki relevansi praktis karena dapat mengobati pasien pasien yang mengalami gangguan psikis. Pendekatan Psikoanalisis ini menekankan kepada kecemasan yang terjadi pada konseli yang disebabkan karena pengalamannya pada masa lalu. Konseli merasa takut untuk menjalani kehidupannya sekaran karena trauma-trauma yang terjadi pada masa lalunya yang tragis dan membuat konseli merasa takut akan sesuatu. Tujuan pendekatan ini adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri konseli. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Peran konselor dalam pendekatan ini adalah mendengarkan dan berusaha untuk mengetahui cerita konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada konseli sehingga konseli sehingga konseli mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah. Dengan demikian, memperoleh kendali yang lebih rasional atas kehidupannya sendiri. E. Rekomendasi 1. Konselor mampu meyakinkan bahwa focus masalah itu adalah keseluruhan keluarga, bukan hanya satu anggota keluarga 2. Konselor perlu mempertimbangkan kemampuan orang lain agar terus dapat memotivasi orang lain untuk berubah meskipun mereka merasa terancam, bersalah, marah, atau tidak sabar 3. Konselor adalah menenangkan hati konseli dan menunjukkan keinginan untuk membantu 4. Konselor bisa memberikan waktu untuk mendiskusikan masalah komunikasi atau menunjukkan bagaimana anggota keluarga melakukan komunikasi yang salah saat mereka bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA Boeree, C.G. (2006). Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Jogjakarta: Prismasophie. Corey, G. (2003). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. Surya, M. (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Wilis, S. (1994). Konseling Keluarga (Suatu Pendekatan Sistem). Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP IKIP Bandung. Yusuf, S., dkk. (2004). Pengembangan Diri: Materi Bimbingan Bagi Mahasiswa. Bandung: UPT Layanan Bimbingan dan Konseling UPI.