Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Benih

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Faktor yang Mempengaruhi Mutu Benih

Faktor yang Mempengaruhi Mutu Benih- Mutu benih merupakan perpaduan dari karakter genetik dan pengaruh lingkungan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu benih antara lain faktor genetika, faktor lingkungan dan faktor status benih (kondisi fisik dan fisiologis benih). 1) Faktor genetik Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih. Setiap jenis atau varietas memiliki identitas genetik yang berbeda. Sebagai contoh, mutu daya simpan benih kedelai lebih rendah dibanginkan dengan mutu daya simpan benih jagung, kekuatan daya tumbuh (vigor) dan produksi benih jagung hibrida lebih tinggi dari benih jagung biasa (komposit). Demikian pula padi var. Peta memiliki mutu daya simpan yang lebih baik dari benih padi var. Chainan. Semua perbedaan tersebut diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih. 2) Faktor lingkungan Faktor lingkuingan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pancapanen, maupun saat pemasaran benih. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : a) Lokasi produksi dan waktu tanam Lokasi produksi benih dipilih lahan yang subur, tidak merupakan sumber investasi hama dan penyakit, serta sumber kontaminan terhadap varietas tanaman yang akan diproduksi. Dalam memilih lokasi produksi, senantiasa memperhatikan sejarah lahan dan kondisi pertanaman sekitar lahan. Jika lahan produksi harus ditanami jenis komoditas yang sama dengan pertanaman sebelumnya maka varietas yang ditanam hendaknya. Hal ini untuk menghindari adanya tanaman voluntir hasil penyerbukan silang antara tanaman sebelumnya (yang berbeda varietas) dengan pertanaman yang ada. Adanya tanaman voluntir dapat mengakibatkan mutu (genetis) benih menjadi rendah. Jika penanaman yang berbeda varietas tidak bisa dihindari, lahan masing-masing varietas harus diisolasi. Isolasi yang dilakukan meliputi isolasi jarak maupun isolasi waktu. Jarak antarblok pertanaman produksi benih diatur agar tidak terjadi penyerbukan silang, begitu juga waktu tanamnya. Berkaitan dengan waktu tanam, hal terpenting adalah memperkirakan bahwa saat panen benih tidak dilakukan pada musim hujan. Sebaliknya, selama fase pertumbuhan (fase vegetatif) curah hujan hendaknya cukup memadai. Kesalahan dalam menentukan waktu tanam bisa mengakibatkan proses pembentukan dan perkembangan benih kurang

sempurna (terutama fase pengisian biji/ grain filling) sehingga kuantitas maupun kualitas benih menjadi rendah. b) Teknik budidaya Semua tindakan dalam teknik budi daya produksi benih akan berpengaruh langsung terhadap mutu benih. Dari mulai tingkat kesuburan lahan dan teknik pemupukan, jarak tanam, status serangan hama dan penyakit serta pengendaliannya, kondisi gulma, pengelolaan air, sampai perlindungan tanaman dari penyerbukan silang. Untuk mendapatkan benih bermutu tinggi, teknik budi daya produksi benih perlu berpedoman pada kaidah-kaidah sertifikasi benih. c) Waktu dan cara panen Dalam pembentukannya, benih mengalami beberapa stadia, yaitu stadia pembentukan, stadia matang morfologis, stadia perkembangan benih, dan stadia masak fisiologis. Pada stadia masak fisiologis, bobot kering benih mencapai maksimum dan benih telah lepas dari tanaman induknya. Pada saat itu kadar air benih cukup tinggi sehingga tidak cukup aman terhadap kerusakan mekanik pada saat panen maupun pascapanen. Oleh krenanya, saat panen yang sering dilakukan yaitu beberapa hari setelah masak fisiologis, sampai kadar air benih cukup aman untuk panen dan penanganan pasca panen. Bahkan untuk beberapa kasus, jika kondisi lingkungan memungkinkan (tidak ada hujan, gangguan hama dan penyakit serta benih rontok), benih tidak dipanen. Tindakan ini merupakan tindakan pengeringan dan penyimpanan benih di lapangan. Agar benih tidak rusak pada saat panen, hendaknya digunakan alat panen yang tidak menimbulkan kerusakan mekanik (fisik) benih. Panen secara manual atau menggunakan alat panen sederhana merupakan cara panen terbaik karena tidak menimbulkan kerusakan fisik yang berarti, meski cara ini kurang efisien. d) Penimbunan dan penanganan hasil Ketika dipanen, kadar air benih masih relatif tinggi dan masih dalam bentuk calon benih (masih dalam malai, di dalam polong kelobot, atau struktur pembungkus benih lainnya). Keadaan tersebut membawa konsekuensi pada tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam benih, tingginya tingkat kepekaan benih terhadap benturan dengan alat-alat (mesin) pengolahan pada pascapanen, serta tingginya potensi serangan hama dan penyakit. Oleh karenanya, sistem penimbunan dan penanganan hasil sangat berpengaruh pada kualitas benih yang akan dihasilkan. Penimbunan hasil yang baik ditujukan untuk menghindari terjadinya proses metabolisme anaerobik pada benih. Tempat penimbunan hasil hendaknya cukup luas dan mempunyai sirkulasi udara yang baik. Jika tempat penimbunan berupa ruang terbuka, perlu digunakan

alas dan penutup timbunan benih yang kedap air, seperti terpal plastik, untuk menghindari pengembunan pada malam hari. Berkaitan dengan penanganan hasil, benih hendaknya sesegera mungkin diproses untuk menghindari dampak buruk. Semakin cepat proses penanganan benih, semakin baik mutu benih yang dihasilkan karena memperkecil energi yang terbuang akibat proses metabolisme benih selama di dalam penimbunan. 3) Faktor fisik dan fisiologis Faktor ini berkaitan denganperforma benih seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan (hubungan antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat kesehatan, ukuran dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air, dan dormansi benih. a) Tingkat kemasakan benih Panen yang dilakukan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan benih yang kurang bermutu. Oleh karenanya, pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih (awal) yang tinggi dan mutu daya simpan benih yang panjang. b) Tingkat keusangan benih Tingkat vigor awal tidak dapat dipertahankan karena benih akan mengalami proses kemunduran secara kronologis. Sifat kemunduran ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki secara sempurna. c) Tingkat kerusakan benih Tingkat kerusakan benih pada umumnya dapat diidentifikasi dari laju kemunduran mutu benih. Hal ini dapat diperkecil dengan melakukan penanganan dan pengolahan, penyimpanan, serta pendistribusian benih secara baik. Pengemasan dan penyimpanan benih hendaknya mampu menjaga tingkat kadar air benih dan mutu benih dari pengaruhpengaruh lingkungan luar (kelembaban udara, suhu ruangan, dan hama serta penyakit). Kadar air benih sangat penting untuk dipertahankan karena peningkatan 1% nilai kadar air akan mampu menurunkan daya simpan benih menjadi setengahnya. Kadar air dapat dipertahankan dengan kemasan yang kedap udara luar, seperti plastik polietilin, atau benih disimpan dalam ruangan yang kering, misalnya di atas para-para dapur. Pendistribusian benih tidak sampai merusak kemasan benih. Apabila kemasannya rusak, kadar air benih akan berubah dan memungkinkan tercampurnya antara satu kelompok benih (dari satu kemasan) dengan kelompok benih lain (dari kemasan aslinnya). d) Tingkat kesehatan benih

Tingkat kesehatan berkaitan dengan ada tidaknya serangan dan tingkat serangan hama dan penyakit. Serangan hama dari penyakit dapat terjadi sejak benih masih berada di lapang sampai di ruang penyimpanan. Mutu benih yang terserang hama dan atau penyakit akan menurun. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama dapat secara langsung, yakni benih dimakan atau struktur, terutama embrio, rusak (sehingga benih tidak mampu berkecambah secara normal). Dapat pula benih rusak secara tidak langsung, yakni hama sebagai pembawa penyakit. Adapun kerusakan yang ditimbulkan penyakit, selain menimbulkan lingkungan penyimpanan yang tidak optimum, cendawan umumnya menghasilkan produk beracun seperti aflatoksin yang akan meracuni benih sehingga akan menurunkan aktivitas enzim tatkala benih dikembahkan. e) Ukuran dan berat jenis benih Ukuran dan berat jenis benih sangat berkaitan dengan posisi bnenih di dalam buah dan posisi buah pada tanaman. Butiran benih padi yang terletak di ujung malai memiliki ukuran dan berat jenis yang lebih besar dibandingkan butiran benih pada pangkal malai. Hal ini disebabkan benih-benih di ujung malai lebih dahulu terbentuk dan berkembangl. Sebaliknya benih-benih yang berada di pangkal dan tengan tongkol jagung memiliki ukuran dan berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih di ujung tongkol. Hal ini pun disebabkan benih pada pangkal dan tengah tongkol lebih dahulu terbentuk dan berkembang. Fenomena yang sama pun terjadi pada benih kedelai, benih yang berasal dari polong di pangkal batang memiliki ukuran dan berat jenis yang relatif lebih besar dibanding benih-benih yang berasal dari polong di ujung batang. Benih-benih dengan ukuran dan berat jenis lebih besar, pada varietas yang sama dan tingkat kadar air yang sama, diduga memiliki mutu fisiologis yang lebih tinggi karena benih tersebut memiliki jumlah cadangan makanan yang lebih banyak. f) Komposisi kimia benih Berdasarkan komposisi kimia ini, benih dibedakan menjadi benih berpati ( starchi seed), benih berlemak (oily seed) dan benih berprotein (protein seed). Benih dikatan berlemak jika memiliki kandungan lemak antara 18-50%, dikatakan berprotein jika kandungan proteinnya 18-50% dan kandungan lemak <18%, sedangkan dikatakan berpati jika kandungan patinya >50% dengan kandungan lemak dan protein <18%. Komposisi kimia benih berhubungan dengan mutu daya simpannya. Di tempat terbuka, benih berpati dan berprotein mempunyai daya simpan lebih lama dibandingkan benih berlemak. Hasil penguraian lemak tak jenuh di dalam benih akan menghasilkan asam lemak bebas, lalu terurai menjadi radikal bebas yang akan merusak fungsi enzim di dalam proses meta-bolisme benih. Pada akhirnya benih cepat mengalami kemunduran.

g) Struktur benih Struktur benih sangat berkaitan dengan sistem penyebaran benih ( seed dispersal, misalnya dilengkapi sayap sehingga mudah menyebar) dan mempunya fungsi sebagai pelindung (protecting structure) dari kerusakan fisik dan mekanik. Sistem pelindung ini bisa terkait dengan struktur fisik benih (bentuk dan ukuran), tetapi juga bisa terkait dengan berat benih. Atas dasar ini, benih dikategorikan dalam lima kelompok yaitu : weight protected seed (benih yang dilindungi oleh beratnya yang ringan). structure protected seed (benih dilindungi oleh struktur fisiknya). loose filled seed (benih dilindungi oleh ruangan yang cukup longgar antara benih dan kulit buah). naked fruit (buah terbuka), serta naked seed (benih terbuka). Berdasarkan kategori tersebut, padi tergolong structure protected seed, jagung

tergolong naked fruit, kacang tanah tergolong loose filled seed, sedangkan kacang hijau dan kedelai tergolong naked seed. Struktur benih berkaitan dengan mutu benih, yaitu semakin terbukanya struktur benih maka semakin tinggi nilai indeks kerusakannya. Hal ini berarti indeks kerusakan benih (damage susceptibility index;DSI) kedelai lebih tinggi dari benih jagung, DSI benih jagung lebih tinggi dari benih padi. Selain itu kombinasi antara komposisi kimia dan struktur benih dapat menduga tingkat kerusakan dan kemunduran benih seperti yang tertera pada tabel 1. h) Tingkat kadar air benih Kadar air benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mutu benih. Kadar air benih sangat berkait erat dengan mutu fisik, fisiologis, dan patologis. Proses panen dan perontokan yang dilakukan pada benih berkadar air tinggi akan mengakibatkan benih memar. Sebaliknya, jika terlalu kering, proses perontokan dapat mengakibatkan benih retak. Demikian pula dalam proses pengeringan, benih berkadar air tinggi yang dikeringkan dengan suhu tinggi (kecepatan pengeringan tinggi) dapat terjadi pengerasan pada kulit benih. Dalam kondisi ini, benih belum kering, tetapi tampak seolaholah telah kering karena air di dalam benih tidak dapat diuapkan akibat kulit yang keras. Demikian juga, dengan pemberian bahan kimia pada beberapa jenis benih (seperti pemberian Ridomil pada benih jagung). Jika masih berkadar air tinggi, bahan kimia yang akan terabsorbsi benih melebihi batas aman sehingga dapat meracuni benih. Kadar air benih sangat berpengaruh pada penyimpanan. Pengaruh tersebut bisa bersifat langsung, yaitu berlangsungnya metabolisme benih, maupun tidak langsung, yakni memberikan kondisi yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan penyakit. Kadar air

yang tinggi menyebabkan laju respirasi benih menjadi tinggi sehingga sejumlah energi di dalam benih hilang. Respirasi tersebut juga menghasilkan produk yang tidak diperlukan, seperti gas

karbondioksida, air, dan panas. Dalam keadaan seperti ini benih mengalami kemunduran. Produk respirasi tersebut selanjutnya merupakan stimulan untuk peningkatan laju respirasi berikutnya. Dengan demikian, lajur respirasi semakin meningkat dan akibatnya lajur kemunduran benih semakin meningkat pula. Selain stimulan terhadap laju kemunduran benih, produk respirasi tersebut juga merupakan kondisi optimum untuk perkembangbiakan cendawan. Cendawan akan aktif dan berkembang biak secara cepat pada tingkat kadar air benih 13-18%. i) Dormansi benih Dormansi benih merupakan kondisi benih yang tidak mampu berkecambah meski kondisi lingkungannya optimum untuk perkecambahan. Berbeda dengan dormansi adalah guiescence. Guiescence adalah kondisi benih yang tidak berkecambah karena tidak tersedia lingkungan yang optimum untuk perkecambahan. Dormansi benih dibedakan menjadi dua, yaitu dormansi primer dan dormansi sekunder. Dormansi primer adalah sifat dormansi yang timbul karena sifat fisik dan fisiologis benih. Dormansi menjadi primer penghalang dibedakan masuknya air menjadi exogenous dan atau gas dormancy dan endogenous benih dalam proses dormancy. Exogenous dormancy umumnya terjadi karena sifat kulit benih. Klulit benih kedalam perkecambahan sehingga proses perkecambahan tidak terjadi. Selain itu kulit benih juga menjadi penghalang munculnya kecambah (radicle protusion) pada proses perkecambahan. Tipe dormansi ini terjadi pada benih yang berkulit keras (hardseed), seperti pada benih legum. Dormansi ini dapat dipatahkan dengan memberi perlakukan terhadap kulit benih agar menjadi permeable (mudah dilalui) air dan gas, seperti pelukaan kulit dan perendaman dalam air panas. Endogenous dormancy terjadi berkaitan dengan sifat internal (endogen) fisiologis benih, seperti kondisi embrio yang belum masak (rudimentary embryo) dan tidak seimbangnya komposisi zat pengatur tumbuh didalam embrio sehingga proses perkecambahan (terutama aktivasi enzim dan respirasi) terhambat dan akhirnya gagal berkecambah. Tipe dormansi ini terjadi pada benih-benih yang mengalami after ripening (embrio masak setelah panen), sperti padi, dan benih-benih yang mengandung zat penghambat tumbuh (growth inhibitor), seperti tomat. Mematahkan tipe dormansi ini dengan pemberian zat perangsang tumbuh atau dengan pencucian agar zat penghambat tumbuh dapat dibersihkan dair benih.

Dormansi sekunder adalah dormansi yang disebabkan oleh tidak tersedianya salah satu faktor yang berpengaruh bagi perkecambahan tertentu. Meski sifat dormansi sangat berkaitan dengan sifat genetik, tetapi dormansi benih (terutama dormansi sekunder) dapat pula disebabkan oleh faktor lingkungan dan atau faktor pengelolaan dalam proses produksi, pengolahan, dan penyimpanan benih. Kondisi iklim yang kering dan panas sangat kondusif untuk menghasilkan benih yang berkulit keras (hardseed). Hubungan antara dormansi benih dan mutu benih terkair dengan mutu daya simpan benih. Benih dorman akibat kekerasan kulit benih secara umum diyakini memiliki daya simpan yang lebih panjang dibandingkan benih yang tidak memiliki sifat kulit benih keras. Namun demikian nilai positif dormansi benih ini menuntut penanganan yang tepat saat benih harus dikecambahkan karena dibutuhkan teknik pematahan dormansi yang tepat pula.

Persyaratan Benih Benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. b. Benih utuh, artinya tidak luka atau tidak cacat. Benih harus bebas hama dan penyakit.

c. Benih harus murni, artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih lain serta bersih dari kotoran. d. e. f. Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat. Mempunyai daya kecambah 80%. Benih yang baik akan tenggelam bila direndam dalam air.

Kemampuan potensi lapang dari benih untuk keperluan budidaya diharapkan benih tidak hanya baik tapi juga mempunyai kekuatan tumbuh. Ciri-ciri benih yang kuat sebagai berikut: a. b. c. d. dapat tahan bila disimpan berkecambah cepat dan merata tahan terhadap gangguan mikroorganisme bibit tumbuh kuat, baik di tanah yang basah maupun kering

e. bibit dapat memanfaatkan persediaan makanan dalam benih semaksimum mungkin sehingga dari bibit dapat tumbuh jaringan-jaringan yang baru f. g. laju tumbuhnya tinggi menghasilkan produksi yang tinggi dalam waktu tertentu.

Kriteria Kecambah Normal dan Abnormal

Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam lingkungan yang optimum. Berikut ini adalah uraian kriteria kecambah normal dan abnormal. 1. Kecambah normal a. kecambah memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik, terutama akar primer dan akar seminal paling sedikit dua. b. perkembangan hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan.

c. pertumbuhan plumula sempurna dengan daun hijau tumbuh baik. Epikotil tumbuh sempurna dengan kuncup normal. d. memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil.

2. Kecambah abnormal a. kecambah rusak tanpa kotiledon, embrio pecah, dan akar primer pendek.

b. bentuk kecambah cacat, perkembangan bagian-bagian penting lemah dan kurang seimbang. Plumula terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon membengkok, akar pendek, kecambah kerdil. c. d. kecambah tidak membentuk klorofil. kecambah lunak.

Anda mungkin juga menyukai