Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Perbandingan Respon Imunologi Empat Kombinasi Antiretroviral Berdasarkan Kenaikan Jumlah Cd4

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Perbandingan respon imunologi kombinasi antiretroviral

(Siti Mariam, Maksum Radji, Erwanto Budi)



159


PERBANDINGAN RESPON IMUNOLOGI EMPAT
KOMBINASI ANTIRETROVIRAL BERDASARKAN
KENAIKAN JUMLAH CD4

Siti Mariam
1
, Maksum Radji
1
, Erwanto Budi
2

1
Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok
2
RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

Korespondensi: Drs. Maksum Radji, M.Biomed., PhD., Apt.
Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat,
email: maksum@farmasi.ui.ac.id


ABSTRACT
This research was conducted to determine the differencies in immunological response of the
four first-line antiretroviral combination, that is lamivudin-Zidovudin-Nevirapin, lamivudin-
Zidovudin-Evapirenz, lamivudin-Stavudin-Nevirapin and lamivudin Stavudin-Evapirenz,
which were based on increase in CD4 of patients and the factors influencing it in patients
HIV / AIDS in Dr. H. Mahdi Marzoeki Bogor. The study was conducted retrospectively using
data from Medical Record (MR) patients from March 2006 until March 2010 on patients who
had CD4 examination every 3-4 months for using antiretroviral. Provided for descriptive
analysis and statistical analysis were 335 patients and 73 patients resfectively . The results
showed that the increase in the average patient's CD4 count were different for their four
combinations of antiretroviral drugs, but on the basis of statistical tests using ANOVA
showed that differences in CD4 cell increase were not significant. Factors patient's age,
number of opportunistic infections, CD4 early and drugs used to treat opportunistic infections
did not affect the increase in CD4 of patients.
Keywords: CD4, immunological response, antiretroviral

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan respon imunologi dari empat
kombinasi antiretroviral lini pertama yaitu Lamivudin-Zidovudin-Nevirapin, Lamivudin-
Zidovudin-Evapirenz, Lamivudin-Stavudin-Nevirapin dan Lamivudin-Stavudin-Evapirenz
berdasarkan peningkatan CD4 pasien dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada
pasien HIV/ AIDS di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Penelitian dilakukan secara
retrospektif menggunakan data dari Catatan Medik (MR) pasien dari bulan Maret 2006
sampai Maret 2010 pada pasien yang mempunyai hasil pemeriksaan CD4 setiap 3-4 bulan
selama menggunakan antiretroviral. Diperoleh 335 pasien untuk analisis deskriptif dan 73
pasien untuk analisis statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan CD4 rata-rata
pasien berbeda dari keempat kombinasi ARV, tetapi berdasarkan uji statistik menggunakan
ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan kenaikan CD4 tidak bermakna. Faktor-faktor umur
pasien, jumlah infeksi oportunistik, CD4 awal dan obat yang digunakan untuk mengobati
infeksi oportunistik tidak mempengaruhi kenaikan CD4 pasien.
Kata kunci: CD4, respon imunologi, antiretroviral


Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 3 Januari 2011: 159-165
160

PENDAHULUAN
AIDS (Acquired Immunodeficiency
Sindrom/ Sindrom imunodefisiensi
didapat), adalah stadium akhir pada
serangkaian abnormalitas imunologis
dan klinis yang dikenal sebagai
spektrum infeksi Human
Immonodefisiency Virus (HIV). HIV
adalah virus sitopatik dari famili
retrovirus, menginfeksi sel yang
mempunyai molekul Cluster of
Differentiation 4 (CD4) terutama limfosit
T (1). Kasus AIDS di Indonesia
pertama kali dilaporkan tahun 1987
pada seorang wisatawan asing di Bali
(Mansjoer A, 2001). Jumlah kasus
AIDS di Indonesia sampai dengan 30
September 2009 sebanyak 18.442
kasus (2).
Kombinasi antiretroviral merupakan
dasar penatalaksanaan pemberian
antiretroviral terhadap pasien
HIV/AIDS, karena dapat mengurangi
resistensi, menekan replikasi HIV
secara efektif sehingga penularan,
infeksi oportunistik dan komplikasi
lainnya dapat dihindari serta
meningkatkan kualitas dan harapan
hidup dari pasien HIV/AIDS (3). Dua
golongan antiretroviral yang dianjurkan
oleh World Health Organization (4,5)
adalah penghambat reverse
transcriptase (PRT) yang terdiri dari
analog nukleosida dan analog non-
nukleosida, serta penghambat protease
(PP) HIV. Pilihan kombinasi ARV lini
pertama yang ditetapkan dalam
Pedoman Nasional Antiretroviral adalah
kombinasi Lamivudin + Zidovudin +
Nevirapin, Lamivudin + Zidovudin +
Efavirenz, Lamivudin + Stavudin +
Nevirapin dan Lamivudin + Stavudin +
Efavirenz (6).
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat
perbedaan respon imunologi
(berdasarkan kenaikan CD4) yang
bermakna dari keempat ARV lini
pertama pada pasien HIV/AIDS di
Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi
Bogor, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian yang digunakan
adalah rancangan studi potong lintang
(Cross Sectional). Pengambilan data
dilakukan secara retrospektif terhadap
data sekunder berupa rekam medis
(RM) pasien dari bulan Januari sampai
bulan Mei 2010. Sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien
HIV/AIDS yang menerima terapi ARV di
Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi-
Bogor yang berusia lebih dari 18
tahun, tidak hamil, CD4 awal 350
sel/mm
3
dan mendapat pengobatan
ARV minimal 3-4 bulan berturut-turut
selama pemeriksaan CD4 dan
menerima kombinasi ARV lini pertama.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah Sakit Dr.H. Marzoeki Mahdi
Bogor merupakan salah satu rumah
sakit rujukan untuk terapi HIV/AIDS
sejak tahun 2001. Tercatat 886 pasien
yang positif terinfeksi HIV, 752
memenuhi persyaratan untuk terapi
ARV, tetapi hanya 464 pasien yang
sudah menggunakan ARV. Data yang
berhasil dikumpulkan dari bulan Maret
2006 - Maret 2010, tercatat 335 pasien
yang menggunakan ARV dan hanya 73
pasien yang masuk kriteria inklusi.
Penularan HIV dengan presentase
paling tinggi di Rumah Sakit Dr.H.
Marzoeki Mahdi-Bogor, terjadi melalui
penggunaan bersama jarum suntik
(IDU) pada pemakai Napza sebesar
85,1%, heterosexual 11,6%, perinatal
2,4%, kecelakaan kerja 0,6% dan
0,3% penularan melalui alat tindik
terinfeksi. Sebagian besar pasien
diketahui terinfeksi HIV setelah
mengalami infeksi oportunistik yaitu
sebesar 62,1%. Infeksi oportunistik
yang paling sering terjadi adalah
Perbandingan respon imunologi kombinasi antiretroviral
(Siti Mariam, Maksum Radji, Erwanto Budi)

161

kandidiasis oral 41,8% dan tuberkulosis
30,4%, ini disebabkan karena
kandidiasis dan tuberkulosis dapat
terjadi pada jumlah CD4 tinggi (7).
Sebanyak 13,4% pasien mengalami
koinfeksi HIV-HCV dan 0,9% pasien
koinfeksi HIV-HBV.

Perbedaan respon imunologis (kadar
CD4) terhadap terapi ARV
Terapi ARV akan dimulai apabila
infeksi oportunistik sudah diobati,
kecuali untuk kelainan kulit (seperti
psoriasis, PPE, dermatitis seboroik).
Terapi ARV dianjurkan pada pasien
dengan infeksi oportunistik stadium 3
dan 4, dan pasien dengan jumlah
CD4<350 sel/mm
3
. Pasien akan
mendapatkan konseling pra tes pada
unit layanan konseling dan
pemeriksaan sukarela (Voluntary
Counseling and Testing/ VCT) serta
konseling kepatuhan untuk memastikan
kesiapan pasien memulai terapi ARV
serta pemahaman dan tanggung jawab
selanjutnya (meliputi: kegunaan,
manfaat terapi, toksisitas yang mungkin
timbul, terapi seumur hidup, kepatuhan
(adherence), dll)
Pemilihan ARV disesuaikan dengan
kondisi pasien berdasarkan
pemeriksaan laboratorium darah
lengkap dan fungsi hati (ALT dan AST)
dan perubahan kombinasi ARV
dilakukan bila terjadi reaksi yang tidak
diinginkan sesuai dengan Pedoman
Nasional Terapi Antiretroviral tahun
2007 (6). Pilihan obat lini pertama
untuk pasien dengan hasil pemeriksaan
laboratorium:
a) Hb, ALT dan AST normal digunakan
kombinasi 1 (3TC+AZT+NVP)
b) ALT dan AST lebih dari normal
digunakan kombinasi 2
(3TC+AZT+EVP)
c) Hb kurang dari normal digunakan
kombinasi 3 (3TC+d4T+NVP)
d) Hb rendah, ALT dan AST lebih dari
normal digunakan kombinasi yang
ke-4 (3TC+d4T+EVP).
Dari 335 pasien yang menggunakan
ARV terdapat 9 kombinasi obat yang
digunakan terdiri dari 4 kombinasi lini-
pertama 96,1% (44,8% kombinasi 1,
23,6 % kombinasi 2, 18,2% kombinasi
3 dan 11,6% kombinasi 4) dan 3,9%
lini-kedua. Pasien yang mengalami
ADR dan mengganti kombinasi terapi
sebanyak 23,4% (Gambar 1).



Gambar 1. Grafik persentase pasien yang mengalami ADR dan mengganti ARV

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 3 Januari 2011: 159-165
162

Gejala yang menunjukkan terjadinya
ADR dari nevirapin berupa ruam,
merah, gatal-gatal (alergi) dan
timbulnya gangguan fungsi hati
(peningkatan AST dan ALT).
sedangtkan ADR dari zidovudin berupa
anemia (penurunan Hb). ADR paling
sering terjadi pada minggu kedua
(antara hari ke 8 sampai hari ke 14),
ADR paling cepat terjadi dalam waktu 1
hari dengan gejala klinik ruam, merah
dan gatal-gatal dari nevirapin, dan
paling lama dalam waktu 279 hari yaitu
anemia karena penggunaan zidovudin.
Kepatuhan selalu dipantau dan
dievaluasi secara teratur serta didorong
pada setiap kunjungan, timbulnya ADR
merupakan salah satu alasan pasien
tidak patuh minum obat.
Ketidakpatuhan merupakan penyebab
utama terjadinya kegagalan terapi ARV
(8). Pada penelitian ini pasien yang
memiliki kepatuhan 80-100% sebanyak
44,5%. Dari 73 pasien yang masuk
kriteria inklusi sebanyak 35 pasien
menggunakan kombinasi 1
(AZT+3TC+EFV/LZN), 18 pasien
kombinasi 2 (AZT+3TC+EFV/LZE), 11
pasien kombinasi 3
(d4T+3TC+NVP/LSN) dan 9 pasien
kombinasi 4 (d4T+3TC+EFV / LSE).
Kenaikan CD4 dari masing-masing
kombinasi ARV dirata-ratakan dan
dikelompokkan berdasarkan jumlah
CD4 awal, dengan rentang CD4 awal
0-99 sel/mm
3
, 100-199 sel/mm
3
, 200-
350 sel/mm
3
, rata-rata kenaikan CD4
tiap kombiansi ARV dibandingkan,
dengan hasil perbandingan terlihat
pada gambar 1. Secara deskriftip
keempat kombinasi antiretroviral
menunujukkan kenaikan CD4 rata-rata
yang berbeda.dari masing-masing
rentang CD4 awal. untuk mengetahui
perbedaan kenaikan CD4 tersebut
dilakukan analisis statistik Regresi linier
dan analisis Anova.


Gambar 2. Grafik perbandingan rata-rata kenaikan CD4 dari 4 kombinasi ARV

Hasil analisis regresi linier akan
menunjukkan pengaruh (korelasi
/keeratan hubungan) dari tiap
kombinasi ARV terhadap kenaikan
CD4. Keeratan hubungan antar
variabel umumnya cukup memadai bila
nilai multipel R > 0,6, sedangkan nilai
kurang dari 0,6 dianggap variabel tidak
berkorelasi dengan baik (hubungan
tidak erat). Hasil regresi menunjukkan
ke empat kombinasi mempunyai
korelasi (pengaruh terhadap kenaikan
Perbandingan respon imunologi kombinasi antiretroviral
(Siti Mariam, Maksum Radji, Erwanto Budi)

163

CD4) yang berbeda. Kombinasi LZN,
LSN dan LSE menunjukkan korelasi
yang erat , hal ini menunjukkan bahwa
ke tiga kombinasi ARV tersebut
mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap kenaikan CD4 pasien.
Sedangkan kombinasi LZE
menunjukkan korelasi yang lemah
terhadap kenaikan CD4 pasien. Urutan
keeratan hubungan (besarnya
pengaruh) dari keempat kombinasi
ARV terhadap kenaikan CD4 dari yang
kuat ke lemah adalah : LZN LSE
LSN LZE. Untuk mengetahui
kebermaknaan dari perbedaan korelasi
tersebut, dilakukan analisis statistik
menggunakan analisis varian yaitu
analisis Anova satu faktor.
Hasil uji Anova diperoleh nilai P-
value 0,379, nilai P-value lebih besar
dari = 0,05 yang menunjukkan bahwa
perbedaan kenaikan CD4 dari keempat
kombinasi ARV tidak signifikan (tidak
bermakna). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa walaupun secara
deskriptif dan berdasarkan analisis
korelasi terdapat perbedaan kenaikan
CD4 dari keempat kombinasi ARV,
tetapi secara statistik perbedaan
tersebut tidak bermakna. Respon
imunologi dengan pemeriksaan CD4 3-
4 bulan dari keempat kombinasi ARV
tersebut tidak berbeda nyata.

Faktor-faktor yang mempengaruhi
kenaikan CD4
Dalam penelitian ini juga diteliti
beberapa faktor yang mempengaruhi
kenaikan kadar CD4 pasien yang diberi
ARV, yaitu umur, CD4 awal pasien,
jumlah Infeksi oportunistik, interaksi
obat, dan lama pengobatan.

Umur
Berdasarkan hasil uji statistik
dengan regresi linier diperoleh nilai
multipel R 0,21 (< 0,6) yang
menunjukkan bahwa korelasi
(hubungan) antara umur pasien dengan
kenaikan CD4 lemah. Hasil penelitian
ini menunjukkan kesamaan dengan
penelitian Greenbaum (9) yang
melibatkan 906 pasien HIV yang
menggunakan kombinasi 2 NRTI
dengan 1 NNRT menyatakan tidak
terdapat perbedaan kenaikan CD4
yang signifikan pada pasien yang
berumur < 40 tahun dengan pasien
yang berumur > 50 tahun. Pada
pemeriksaan CD4 6,12 dan 24 bulan.

CD4 awal pasien
Hasil analisis berdasarkan uji regresi
linier diperoleh nilai multipel R 0,05 (<
0,6) yang menunjukkan bahwa tidak
terdapat korelasi (hubungan) antara
CD4 awal pasien dengan kenaikan
CD4. CD4 awal pasien tidak
mempengaruhi peningkatan CD4
pasien dari keempat kombinasi obat
yang digunakan pada pemeriksaan 3-4
bulan pada pasien dengan CD4 awal di
bawah 200 sel/mm
3
.
Beberapa penelitian sebelumnya
banyak yang menyatakan bahwa CD4
awal mempengaruhi kenaikan CD4
pasien. Semakin tinggi CD4 Odha
(orang dengan HIV AIDS) ketika
memulai pengobatan HIV semakin
tinggi jumlah CD4 mereka (10). Pada
penelitian ini berdasarkan uji statistik
dengan regresi linier, CD4 awal pasien
tidak berpengaruh terhadap kenaikan
CD4. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan jumlah sampel sehingga
CD4 awal yang dibandingkan untuk
keempat kombinasi ARV adalah CD4
awal di bawah 200 sel/mm
3
, sedangkan
penelitian lain membandingkan CD4
awal di bawah dan di atas 200 sel/mm
3

dan 350 sel/mm
3
.

Jumlah infeksi oportunistik
Berdasarkan hasil uji statistik
dengan regresi linier diperoleh nilai
multipel R 0,13 (<0,6) yang
menunjukkan bahwa korelasi
(hubungan) antara infeksi oportunistik
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 3 Januari 2011: 159-165
164

dengan kenaikan CD4 menunjukkan
korelasi yang lemah, hal ini disebabkan
karena infeksi oportunistik
disembuhkan dulu sebelum mulai terapi
ARV, sehingga infeksi oportunistik
pada pasien tidak banyak
mempengaruhi kenaikan CD4 pasien.

Interaksi obat
Interaksi obat dapat terjadi pada
penggunaan bersama ARV dengan
obat-obat untuk meredakan infeksi
oportunistik yang berpotensi
mempengaruhi kenaikan CD4 pasien.
Infeksi oportunistik yang umumnya
terjadi selama pasien menggunakan
ARV adalah kandidiasis oral, karena
kandidiasis oral dapat terjadi pada
pasien dengan CD4 > 500 sel/mm
3
(11). Obat kandidiasis oral yang
digunakan adalah nistatin, efek kerja
nistatin adalah lokal dan penggunaan
nistatin peroral tidak diabsorpsi dalam
saluran gastrointestinal, sehingga tidak
terjadi interaksi dengan ARV (12, 13).
Interaksi dapat terjadi antara ARV
dengan rifampisin (obat OAT). Secara
deskriptif terdapat perbedaan kenaikan
antara yang menggunakan rifampisin
dengan yang tidak menggunakan
rifampisin, tetapi berdasarkan uji anova
menunjukkan bahwa kenaikan CD4
tidak dipengaruhi oleh interaksi antara
ARV terutama nevirapin dan evafirenz
dengan rifampisin.

Lama pengobatan
Hasil analisis berdasarkan uji regresi
linier diperoleh nilai multipel R
0,05(<0,6) yang menunjukkan bahwa
tidak terdapat korelasi (hubungan)
antara lama pengobatan pasien dalam
terapi ARV dengan kenaikan CD4.
Berdasarkan WHO (2007) kenaikan
CD4 pasien cukup signifikan pada 3-4
bulan pertama terapi ARV. Pada
penelitian ini tidak ada korelasi antara
lama pengobatan dengan kenaikan
CD4, hal ini disebabkan karena
keterbatasan jumlah pasien dan variasi
lama pengobatan.

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa empat kombinasi
antiretroviral yang diteliti (Lamivudin +
Zidovudin + Nevirapin, Lamivudin +
Zidovudin + Evapirenz, Lamivudin +
Stavudin + Nevirapin dan Lamivudin +
Stavudin + Evapirenz):
1. Menaikkan jumlah CD4 pada pasien
yang patuh minum obat selama
waktu pemeriksaan CD4.
2. Tidak menunjukkan perbedaan
respon imunologi yang bermakna
dengan uji analisis statistik Anova
berdasarkan kenaikan CD4
3. Tidak terdapat hubungan antara
variabel umur pasien, infeksi
oportunistik, CD4 awal pasien dan
obat yang digunakan bersama untuk
meredakan infeksi oportunistik
terhadap kenaikan CD4.


DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson L. Phathophysiology.
Clinical Concepts of Disease
processes. New York: Morsby Year
Book. Inc.; 1992.
2. Departemen Kesehatan RI. Statistik
kasus HIV di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2009.
3. McEvoy GK. AHFS Drug Information.
Amer Soc Health-System
Pharmacists; 2004.
4. WHO. Guideline antiretroviral therapy
for HIV infection in adults and
adolescents; 2008.
5. WHO. Rapid advice: Antiretroviral
therapy for HIV infection in adults and
adolescents; 2009.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
nasional terapi antiretroviral. Edisi
kedua. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
7. Crowe SM, Carlin JB, Stewart KI,
Lucas CR, Hoy JF. Predictive value of
CD4 lymphocyte numbers for the
Perbandingan respon imunologi kombinasi antiretroviral
(Siti Mariam, Maksum Radji, Erwanto Budi)

165

develompment of opportunistic
infection and malignances in HIV-
infected person. Journal of Acquired
Immuno Deficiency Syndrom 1991;
4(8): 770-776.
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
pelayanan kefarmasian untuk orang
dengan HIV/AIDS. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; (2006).
9. Greenbaum AH, Wilson LE, Keruly JC,
Moore RD, Gebo KA. Effect of age
and HAART Regimen on clinical
respon in an Urban cohort of HIV
infected individual. AIDS 2008; 22(17);
2331-2339.
10. Kazanjian P, Wei W, Brown M, Gandhi
T, Amin K. Viral load responses to
HAART is an independent predictor of
a new AIDS event in late stage HIV
infected patients: prospective cohort
study. JTrans Med 2005; 3: 40.
11. Bartlett JG, Gallant JE. Medical
management of HIV infection.
Baltimore: Johns Hopkins University
Division of Infectious Diseases; 2007.
12. Baxter K.Stockleys Drug Interaction,
Great Britain: PhP Pharmaceutical
Press; 2008.
13. de Maat MM, Ekhart GC, Huitema AD,
Koks CH, Mulder JW, Beijnen JH.
Drug interactions between
antiretroviral drugs and comedicated
agents. Clinic Pharmacokinetic 2003;
42(3): 223-262.

Anda mungkin juga menyukai