KSP
KSP
KSP
Disusun oleh:
Eriani Wulandari / 10712026
Kelompok 10
Tanggal Praktikum
: 4 Maret 2014
Tanggal Pengumpulan
: 11 Maret 2014
Asisten Praktikum
: Maria Florencia/10710044
PERCOBAAN 11
TETAPAN HASIL KALI KELARUTAN (Ksp)
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan Hkelarutan PbI2 pada suhu 20OC
2. Menentukan harga tetapan hasil kali kelarutan PbI2
II. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengamatan suhu yang dibutuhkan untuk melarutkan seluruh endapan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ml
Pb(NO3)2
0,075 M
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Ada/Tidaknya
endapan
ml Kl 0,01 M
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
Temperatur saat
mengendap
0
C
52
61
63
66
65
68
67
+
+
+
+
+
+
+
K
325
334
336
339
338
341
340
]
(
]
]
[
[
= V Kl x M Kl
= 2 mL x 0,01 M
= 0,02 mmol
Volume total
= 10 ml + 2 ml = 12 ml
Pb(NO3)2
2 Kl
Mula-mula :
0,75 mmol
0,02 mmol
Bereaksi :
0,01 mmol
0,02 mmol
Sisa :
0,74 mmol
Pbl2
2 KNO3
-
0,01 mmol
0,01 mmol
0,01 mmol
0,01 mmol
Pb(I)2(s)
Pb2+(aq)
+
2I-(aq)
0.01 mmol
0.01 mmol
0.02 mmol
2+
mmol Pb
0.01 mmol
[Pb2+] =
=
= 0.00083 M
Volume total
12 ml
mmol I0.02 mmol
[I-]
=
=
= 0.00167 M
Volume total
12 ml
Ksp = [Pb2+] [I-] = (0.00083) (0.00167)2 = 2.31 x 10-9
b. Pada saat penambahan 2,5 ml KI
mmol Pb(NO3)2 = V Pb(NO3)2x M Pb(NO3)2
= 10 mL x 0,075 M
= 0,75 mmol
mmol KCl
= V KCl x M KCl
= 2,5 mL x 0,01 M
= 0,025 mmol
Volume total
= 10 ml + 2,5 ml = 12,5 ml
Pb(NO3)2
2 Kl
Pbl2
2 KNO3
Mula-mula :
0,75 mmol
0,025 mmol
Bereaksi :
0,0125 mmol
0,025 mmol
0,0125 mmol
0,0125 mmol
Sisa :
0,7375 mmol
0,0125 mmol
0,0125 mmol
Pb(I)2(s)
Pb2+(aq)
0.0125 mmol
2I-(aq)
0.0125 mmol
0.025 mmol
2+
mmol Pb
0.0125 mmol
=
Volume total
12.5 ml
mmol I0.025 mmol
[I-]
=
=
Volume total
12.5 ml
Ksp = [Pb2+][I-] = (0.001) (0.002)2 = 4 x 10-9
[Pb2+]
0.001 M
0.002 M
= V KCl x M KCl
= 3 mL x 0,01 M
= 0,03 mmol
Volume total
= 10 ml + 3 ml = 13 ml
Pb(NO3)2
2 Kl
Pbl2
Mula-mula :
0,75 mmol
0,03 mmol
Bereaksi :
0,015 mmol
0,03 mmol
0,015 mmol
0,015 mmol
Sisa :
0,735 mmol
0,015 mmol
0,015 mmol
Pb(I)2(s)
0.015 mmol
[Pb2+]
[I-]
mmol Pb2+
Volume total
mmol IVolume total
Pb2+(aq)
0.03 mmol
0.015 mmol
13 ml
0.03 mmol
13 ml
= V KCl x M KCl
2I-(aq)
0.015 mmol
=
2 KNO3
0.00115 M
0.00231 M
= 3,5 mL x 0,01 M
= 0,035 mmol
Volume total
= 10 ml + 3,5 ml = 13,5 ml
Pb(NO3)2
2 Kl
Mula-mula :
0,75 mmol
0,035 mmol
Bereaksi :
0,0175 mmol
0,035 mmol
Sisa :
0,7325 mmol
Pb(I)2(s)
0.0175 mmol
[Pb2+]
[I-]
Pbl2
Pb2+(aq)
0.0175 mmol
mmol Pb2+
Volume total
mmol IVolume total
=
=
2 KNO3
0.0175 mmol
13.5 ml
0.035 mmol
13.5 ml
0,0175 mmol
0,0175 mmol
0,0175 mmol
0,0175 mmol
2I-(aq)
0.035 mmol
=
0.00130 M
0.00259 M
= V KCl x M KCl
= 4 mL x 0,01 M
= 0,04 mmol
Volume total
= 10 ml + 4 ml = 14 ml
Pb(NO3)2
2 Kl
Pbl2
2 KNO3
Mula-mula :
0,75 mmol
0,04 mmol
Bereaksi :
0,02 mmol
0,04 mmol
0,02 mmol
0,02 mmol
Sisa :
0,73 mmol
0,02 mmol
0,02 mmol
Pb(I)2(s)
0.02 mmol
Pb2+(aq)
0.02 mmol
2I-(aq)
0.04 mmol
mmol Pb2+
0.02 mmol
=
=
Volume total
14 ml
mmol I
0.04 mmol
[I-]
=
=
=
Volume total
14 ml
Ksp = [Pb2+][I-] = (0.00143) (0.00286)2 = 1.166 x 10[Pb2+]
0.00143 M
0.00286 M
f.
= V KCl x M KCl
= 4 ,5mL x 0,01 M
= 0,045 mmol
Volume total
= 10 ml + 4,5 ml = 14,5 ml
Pb(NO3)2
2 Kl
Mula-mula :
0,75 mmol
0,045 mmol
Bereaksi :
0,0225 mmol
0,045 mmol
Sisa :
0,7275 mmol
Pb(I)2(s)
0.0225 mmol
[Pb2+]
[I-]
mmol Pb2+
Volume total
mmol IVolume total
0.0225 mmol
14.5 ml
0.045 mmol
14.5 ml
=
=
2 KNO3
0,0225 mmol
Pb2+(aq)
0.0225 mmol
Pbl2
0,0225 mmol
0,0225 mmol
0,0225 mmol
2I-(aq)
0.045 mmol
=
0.00155 M
0.00310 M
+ 2 Kl
0,045 mmol
0,045 mmol
-
Pb2+(aq)
0.025 mmol
mmolPb2+
= Volume
total
mmol I= Volume
total
Pbl2 +
0,025 mmol
0,025 mmol
2I-(aq)
0.05mmol
0.025mmol
=
15 ml
= 0,00167M
0.05mmol
=
15 ml
= 0,00333M
2 KNO3
0,025 mmol
0,025 mmol
ml
NO
Pb(NO3)2
ml Kl 0,01
mengendap
0,075 M
[Pb2+]
[I-]
Ksp
10
0,5
10
10
1,5
10
50
325
0,00083
0,00167
0,00000000231
10
2,5
61
334
0,00100
0,00200
0,00000000400
10
63
336
0,00115
0,00231
0,00000000614
10
3,5
66
339
0,00130
0,00259
0,00000000871
10
65
338
0,00143
0,00286
0,00000001166
10
4,5
68
341
0,00155
0,00310
0,00000001495
10
10
67
340
0,00167
0,00333
0,00000001852
Temperatur (K)
1/T
Ksp
log Ksp
325
0,003077
0.00000000231
-8.63548375
334
0,002994
0.00000000400
-8.39794001
336
0,002976
0.00000000614
-8.21149629
339
0,00295
0.00000000871
-8.05982717
338
0,002959
0.00000001166
-7.93323413
341
0,002933
0.00000001495
-7.82549646
10
340
0,002941
0.00000001852
-7.73239376
Kelarutan PbI2
y = 5x10-5 x - 0.015
R = 0.789
320
325
330
335
Suhu (K)
340
345
0.00295
0.003
0.00305
0.0031
log Ksp
-8
-8.2
-8.4
-8.6
y = -6039.2x + 9.8566
R = 0.8497
-8.8
1/T
Maka diperoleh :
-
x = 1/T
= -6039,2
Konstanta = 9,8566
- 10.75
Ksp = 1.76 x 10-11
IV. PEMBAHASAN
Suatu zat dapat larut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu terbatas. Batas itu disebut
kelarutan. Arti kelarutan secara kualitatif dapat diartikan sebagai interaksi spontan antara dua atau
lebih senyawa membentuk suatu dispersi molekular yang homogen. Sedangkan kelarutan secara
kuantitatif adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuhnya pada temperatur dan tekanan
tertentu.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat
(zat terlarut). Suatu larutan tidak jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur dan
tekanan tertentu. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur dan tekanan tertentu
sehingga terdapat zat yang tidak larut.
Untuk zat yang kelarutannya tidak diketahui pasti, harga kelarutannya digambarkan dengan
menggunakan istilah tertentu. Menurut Farmakope Indonesia IV, istilah tersebut yaitu:
Istilah kelarutan
Kurang dari 1
Mudah larut
1 sampai 10
Larut
10 sampai 30
30 sampai 100
Sukar larut
Kelarutan zat padat di dalam zat cair dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Temperatur
Temperatur dapat meningkatkan kelarutan zat padat terutama kelarutan garam dalam air,
sedangkan kelarutan senyawa non polar hanya sedikit sekali dipengaruhi oleh temperatur. Zat
padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat tersebut dikatakan bersifat
endoterm.. Beberapa zat yang lain justru dengan kenaikan temperatur menjadi tidak larut, zat
tersebut dikatakan bersifat eksoterm.
2. Penambahan zat lain (surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis, dll)
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan kelarutan suatu zat. Molekul
surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian polar dan non polar. Apabila didispersikan dalam air
pada konsentrasi yang rendah, surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk
agregat yang dikenal sebagai misel. Kelarutan juga dapat menurun dengan adanya ion sejenis dan
meningkat dengan adanya ion tidak sejenis. Sedangkan pembentukan kompleks adalah peristiwa
terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam
kompleks.
3. Jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Sesuai dengan penyataan like
dissolves like, pelarut polar akan melarutkan zat-zat polar dan ionik dengan baik. Begitu pula
sebaliknya, pelarut non polar akan melarutkan zat non polar dengan baik.
4. Konstanta dielektrik pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta
dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula
sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan
pelarut lain. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan
pelarut tunggalnya. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana
dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat disebut co-solvent.
5. Bentuk partikel
Konfigurasi molekul dan susunan kristal, bentuk yang simetri dan asimetri mempengaruhi
kelarutan suatu zat. Suatu zat dapat berada dalam beberapa bentuk kristal yang berbeda, hal ini
menyebabkan zat tersebut mempunyai sifat fisik yang berbeda pula. Keadaan ini disebut
polimorfisme. Bentuk amorf memiliki kelarutan yang lebih tinggi daripada kristal. Hal ini
disebabkan bentuk amorf yang tidak beraturan dan memiliki ruang-ruang kosong sehingga lebih
mudah berikatan dengan molekul pelarut.
Kelarutan zat-zat yang sukar larut dapat ditentukan berdasarkan harga Ksp zat tersebut. Demikian pula
harga Ksp dapat ditentukan jika konsentrasi ion-ion zat terlarut diketahui. Harga Ksp suatu zat dapat
di gunakan untuk meramalkan terjadi tidaknya endapan suatu zat jika dua larutan yang mengandung
ion-ion dari senyawa sukar larut dicampurkan dengan membandingkan antara nilai Ksp dan Qsp. Ksp
adalah hasi kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar larut dalam air, setelah
masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien reaksi ionnya pada suhu dan tekanan
tertentu. Qsp adalah hasil kali konsentrasi molar awal dari ion-ion dalam larutan dengan asumsi zat
terionisasi sempurna.
Q > Ksp : lewat jenuh, terjadi endapan
Q = Ksp : larutan tepat jenuh, siap mengendap
Q < Ksp : larutan belum jenuh, tidak terjadi endapan
Senyawa yang mempunyai Ksp adalah senyawa elektrolit yang sukar larut. Sedangkan senyawa
elektrolit yang mudah larut seperti NaCl, Na2SO4, KOH, HCl, atau H2SO4 tidak mempunyai Ksp. Hal
ini disebabkan karena senyawa seperti NaCl merupakan garam elektrolit kuat sehingga akan
terionisasi sempurna dalam air, banyaknya ion dalam air akan membuat kelarutannya besar. Selain itu,
senyawa yang sukar larut tetapi nonelektrolit seperti benzena, minyak atau eter juga tidak mempunyai
Ksp.
Pada percobaan penentuan hasil kali kelarutan, digunakan dua jenis larutan yaitu larutan Pb(NO3)2 dan
larutan KI. Larutan Pb(NO3)2 0,075 M dan KCl 0,1 M dimasukkan ke dalam dua buret yang berbeda.
Sebelum dimasukkan dalam buret, buret tersebut dibilas dengan larutan contoh untuk menyamakan
kondisi larutan dengan buret yang akan digunakan. Pada saat memasukkan larutan ke dalam buret,
diusahakan tidak ada gelembung pada buret karena dapat mempengaruhi jumlah volume sehingga
berpengaruh pada hasil perhitungan. Setiap tabung terlebih dahulu diisi dengan larutan Pb(NO3)2
masing-masing sebanyak 10 mL. Kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan KI dengan
volume yang berbeda-beda yaitu 0,5ml;1ml;1,5ml;2ml;2,5ml;3ml;3,5ml;4ml;4,5ml;5ml. Perlakuan
ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa volume KI yang diperlukan sampai keadaan jenuhnya
dilewati sehingga endapan mulai terbentuk. Setiap tabung reaksi yang telah diisi dengan dua macam
larutan tadi, dikocok sebentar kemudian didiamkan kurang lebih 4-5 menit, tujuannya adalah untuk
mengamati proses terbentuknya endapan.
Pada pencampuran 0,5ml;1ml;1,5ml KI belum terbentuk endapan, artinya hasil kali konsentrasi ionion dalam larutan belum memlewati nilai hasil kali kelarutan. Endapan baru terbentuk pada
penambahan 2ml;2,5ml;3ml;3,5ml;4ml;4,5ml;5ml KI yang berarti hasil kali konsentrasinya sudah
melewati hasil kali kelarutannya. Pemanasan tabung reaksi dimulai dari tabung yang memperlihatkan
terbentuknya endapan. Pada proses pemanasan yang harus diperhatikan adalah suhu larutan harus
diukur tepat ketika semua endapan melarut. Semakin banyak endapan yang terbentuk, semakin lama
proses pelarutan dan makin besar juga suhu yang dibutuhkan endapan untuk larut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pembacaan skala, baik buret maupun skala termometer harus
tepat karena jika salah sedikit saja, maka akan sangat mempengaruhi data. Pada percobaan kali ini,
untuk memasukkan KI dan Pb(NO3)2 adalah dengan menggunakan buret. Hal ini bertujuan agar
volume yang digunakan akurat dan lebih presisi dibandingkan dengan alat ukur volume lainnya. Pada
penambahan KI, digunakan buret mikro yang mempunyai kapasitas volume 10 ml dengan ketelitian
0,02 ml sedangkan pada pengukuran volume Pb(NO3)2, digunakan buret makro dengan kapasitas 50
ml dan ketelitian 0,1 ml. Sedangkan apabila menggunakan gelas ukur ketelitiannya hanya 1 ml. Jika
dibandingkan,maka galat apabila menggunakan gelas ukur adalah 2%, sedangkan apabila
menggunakan buret hanya 0,2%.
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut
kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya
bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7. Logam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
logam esensial dan logam non esensial. Logam berikut ini termasuk logam yang esensial seperti Cu,
Zn, Se sedangkan yang non esensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As. Dalam percobaan ini digunakan
logam berat Pb karena sifat Pb yang tahan terhadap asam dan dapat bereaksi dengan basa kuat.
Data yang diperoleh dari percobaan menunjukan bahwa kelarutan maupun hasil kali kelarutan
berbanding terbalik dengan suhu pelarutan. Semakin kecil kelarutan berarti semakin banyak endapan
yang terbentuk, maka suhu atau panas pelarutan yang dibutuhkan untuk melarutkan kembali endapan
tersebut semakin besar. Demikian pula sebaliknya. Tetapi dari seluruh data, terdapat dua data yang
menyimpang, yaitu pada penambahan KI 3,5 ml dan 5 ml. Pada saat tersebut, suhu pelarutannya lebih
besar 10 C dari data sebelumnya. Penyimpangan ini dapat terjadi karena kesalahan pada saat
menambahkan larutan KI, akibatnya endapan yang terbentuk lebih banyak dan suhu yang dibutuhkan
untuk melarutkan endapan lebih tinggi. Berdasarkan perhitungan diketahui
= 115.63 kJ/mol,ksp
o
-11
o
-11
pada 20 C PbI2 = 1.76 x 10 , dan pada 25 C ksp=3,8x10 . Sedangkan menurut literatur, Ksp PbI2
pada suhu 25oC ksp= 9,8 x 10-9. Perbedaaan ini dapat disebabkan karena kesalahan pembacaan skala
buret yang mengakibatkan volume titrasi penambahan KI yang kurang tepat. Selain itu, dapat juga
dikarenakan suhu di water bath yang tidak mengalami kenaikan lagi saat pelarutan endapan tabung
terakhir sehingga suhu yang didapat tidak akurat.
Penerapan hasil kali kelarutan dalam bidang farmasi diantaranya adalah untuk pemurnian NaCl,
analisis kation dan anion, analisis gravimetri, dan analisis kesehatan bidang forensik.
V. KESIMPULAN
-
Nilai
PbI2 adalah 115.63 kJ/mol
-11
Harga Ksp PbI2 pada suhu 20OC adalah 1.76 x 10