Tetes Mata Fix ROBY
Tetes Mata Fix ROBY
Tetes Mata Fix ROBY
Oleh :
Robby Hidayat
NIM 12.038
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
2.1 Definisi Sediaan Tetes Mata
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunaka
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari bola
mata (Farmakope Indonesia Edisi III).
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan
yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan
obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu
pemilihan pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga
dilakukan untuk sediaan hidung dan telinga (Farmakope Indonesia Edisi III).
Jadi pengertian sediaan tetes mata menurut saya adalah sediaan steril, yang berupa
larutan atau suspense yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender
mata di sekitar kelopak mata yang membutuhkan perhatian khusus dalam pembuatannya
sehingga dapat digunakan pada mata.
2.2 Syarat Syarat Sediaan Tetes Mata
1) Jernih
Sediaan tetes mata harus jernih, bebas dari partikel asing dan melayang. Cara yang
paling sederhana untuk menjamin kejernihan sediaan adalah dengan melakukan
penyaringan.
2) Isotonis
Cairan mata memiliki tonisitas yang ekuivalen dengan larutan NaCl 0,9%, namun mata
masih bisa mentoleril paling rendah 0,6% dan paling tinggi 1,8%.
Pada sediaan yang hipotonis biasanya ditambahkan zat pengisotonis seperti :
NaCl
Asam Borak
Dextrosa
3) Isohidris
Sediaan obat tetes mata harus memiliki pH = pH cairan air mata (isohidris), tujuannya
untuk menghindari timbulnya rasa perih pada mata pada waktu diteteskan. Tapi lebih
disyaratkan untuk menyamakan pH sediaan dengan pH stabilitas dari zat aktif,
tujuannya untuk menghindari timbulnya fluktuasi pH sediaan selama penyimpanan yang
bisa mempengaruhi stabilitas zat dan sediaan. Untuk mengatasinya maka ditambahkan
buffer.
4) Steril
Sediaan tetes mata harus sterilkarenapenggunaannya di gunakanpadabagianmata.
5) Viskositas
Bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang lama kontak dalam mata dan untuk
absorpsi obat dan aktivitasnya.Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan
hidroksi metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.
6) Homogen
Pada sediaan tetes mata terutama sediaan tetes mata berbentuk larutan harus tercampur
sempurna.
7) Bebas pirogen
Pada sediaan tetes mata harus bebas pirogen, pirogen merupakan produk metabolisme
mikroorganisme umumnya bakteri dan kapang serta virus.
2.3 Penggolongan Sediaan Tetes Mata
1. Berdasarkan Cara Pemakaian :
Tetes Mata Sekali Pakai.
Pada sediaan tetes mata sekali pakai, saat pemakaiannya hanya digunakan sekali
pakai saja.
Tetes Mata yang Digunakan Berkali-kali.
Pada sediaan tetes mata pemakaiannya digunakan berkali-kali dan rentang
penggunaan sediaan mulai saat kemasan dibuka sampai satu bulan kedepan setelah
itu sediaan harus dibuang. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesterilan sediaan tetes
mata.
2. Berdasarkan khasiat :
Tetes mata untuk mata infeksi.
Pada sediaan tetes mata untuk infeksi ini diberikan kepada pasien yang sudah
mengalami infeksi atau peradanga pada bagian matanya.
Tetes mata untuk antiseptik.
Pada sediaan ini hanya digunakan pada pasien yang mengalami iritasi ringan yang
disebabkan oleh debu atau efek dari mata kering.
3. Berdasarkan Dosis :
Dosis tunggal.
Suatu dosis yang berada di dalam suatu sediaan tetes mata yang mempunyai dosis
sekali pakai atau bisa disebut dengan dosis tunggal.
Dosis ganda.
Suatu sediaan yang mempunyai dosis ganda atau penggunaan dosis yang berkali-kali.
4. Berdasarkan Wadah
a. BotolPlastic
Tetes mata yang dikemas dalam wadah plastic memiliki penetas yang tetap dan
terpasang serta akan mengeluarkan obat apabila di pegang pada posisi terbalik.
Sediaan tetes mata yang dikemas dalam wadah plastic memiliki keuntungan yaitu
tidak mudah mendapatkan pencemaran dari udara.
b. Botol Kaca
Tetes mata yang dikemas dalam wadah botol memberikan bahan yang lebih efisien
untuk penyiapan terus-menerus larutan tetes mata.
5. Berdasarkan Volume
Sedian 5 ml, 10 ml, dan 15 ml.
6. Berdasarkan Bentuk Sediaan
a. Larutan
Pembuatan larutan tetes mata dapat dilakukan jika obat dapat larut dalam
penyangganya. Misalnya zink sulphate yang dapat larut dalam air. Syarta utama dari
sediaan larutan adalah semua zat baik zat aktif maupun zat tambahan dapat larut
sempurna.
b. Suspensi
Pembuatan suspensi dapat dilakukan jika obat tidak larut dalam peyangga yang
cocok. Misalnya kortikosteroid. Syarat utama suspensi air atau minyak adalah ukuran
partikel yang sangat dibatasi. Pada dasarnya, suspensi menggunakan serbuk yang
telah dimikronisasi untuk menghindari terjadinya rangsangan pada mata. Ukuran
partikel pada mata <30 nm. Untuk menstabilkan suspensi, kita tambahkan viskositas.
Suspense obat ata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif
dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu
terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek
terapinya.
2.4 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Tetes Mata
Keuntungan
1. Tidak mengganggu penglihatan ketika digunakan.
Karena pada sediaan tetes mata berbentuk larutan sama seperti air sehingga ketika
digunakan tidak menghalangi penglihatan seperti salep mata.
2. Larutan tetes mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan.
Karena dalam syarat umum sediaan tetes mata larutan ini harus homogeny,karena bila
larutan tidak homogen maka partikel-partikel yang tidak homogen akan mengganggu
kenyamanan mata setelah penggunaan dan dapat menyebabkan iritasi pada mata.
3. Dosis lebih baik daripada salep mata.
Karena saat penggunaan dosis sudah diatur pada setiap tetes yang keluar dari wadah
sediaan tetes mata.
4. Lebih cepat diabsorbsi daripada salep mata.
Karena sediaan tetes mata berbentuk larutan sehingga kerjanya lebih cepat diabsorbsi
daripada sediaan salep mata.
Kerugian
1. Waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi
Karena bentuk sediaan tetes mata berupa larutan sehingga proses penyebaran di mata
menjadi cepat.
2. Sediaan tetes mata lebih tidak stabil dibandingkan salep mata secara stabilitas fisik.
Karena sediaan tetes mata memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada sediaan salep
mata sehingga pada tetes mata lebih mudah ditumbuhi mikroorganisme.
3. Intensitas pemakaian harus berkali-kali.
Karena pada tetes mata, saat penggunaan lebih mudah diabsorbsi oleh mata dibandingkan
dengan salep mata sehingga digunakan berkali-kali.
4. Memiliki bioavaibilitas yang buruk.
Karena saat digunakan sediaan tetes mata yang berbentuk larutan air langsung meyebar
ke seluruh permukaan mata sehingga bioavaibilitasnya lebih buruk dari pada sediaan
salep mata. (Bioavaibilitas : ketersediaan obat pda bagian yang diobati).
2.5 Komponen Sediaan Tetes Mata
1. Zat aktif
Zat aktif merupakan bahan yang diharapkan memberikan efek terapetik atau efek
lain yang diharapkan. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata
bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang
harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu:
a.
Kelarutan
b.
Stabilitas
c.
d.
suspensi dapat mengiritasi dan meningkatkan laju lakrimasi dan kedipan. Maka solusinya
digunakan partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang dimikronisasi
(micronized). Masalah utama suspensi optalmik adalah kemungkinan terjadinya
perubahan ukuran partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan. Oleh karena itu,
surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan untuk memperlambat
pengkristalan. Pensuspensi yang digunakan biasanya sama dengan bahan peningkat
viskositas.
2. Zat tambahan
a. Zat pengawet
Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara
perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah
larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian
pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan obat mata
tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata.
Kontaminasi pada sediaan mata dapat menyebabkan kerusakan yang serius.
Misalnya
menyebabkan
radang
kornea
mata.
Kontaminan
yang
terbesar
Larutan obat dikatakan isotonis apabila mempunyai tekanan osmosis sama dengan
cairan tubuh. Cairan tubuh termasuk darah dan cairan mata mempunyai tekanan osmosis
yang sebanding dengan larutan Natrium Klorida dalam air 0,9%. Dalam prakteknya batas
isotonitas suatu larutan mata berupa Natrium Klorida atau ekuivalensinya dapat berkisar
antara 0,6-2,0 tanpa rasa tidak nyaman pada mata.
Zat pengisotonis yang biasa digunakan :
1.NaCl
2.Asam Borak
3.Dextrosa
c. Pendapar
Secara ideal larutan obat mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan
air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak
cukup larut dalam air. Sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas
pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4. Tetapi
larutan tanpa dapar antara pH 3,5 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang
nyaman. Di luar rentang pH ini dapat terjadi iritasi sehingga mengakibatkan peningkatan
lakrimasi. Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut beberapa pustaka.
Syarat dapar :
1. Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan
2. Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat mengubah pH air
mata
d. Peningkat viskositas
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas
untuk sediaan optalmik adalah:
1.
Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri. Misalkan Polimer mukoadhesif (asam
hyaluronat dan turunannya; carbomer) secara signifikan lebih efektif dari pada polimer
non mukoadhesif pada konsentrasu equiviscous.
2.
3.
Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi oleh mata dan
menyebabkan terbentuknya deposit pada kelopak mata; sulit bercampur dengan air
mata; atau mengganggu difusi obat.
Penggunaan peningkat viskositas dimaksudkan untuk memperpanjang waktu
kontak antara sediaan dengan kornea sehingga jumlah bahan aktif yang berpenetrasi
dalam mata akan semakin tinggi sehingga menambag efektivitas terapinya.
Contoh peningkat viskositas:
1.
2.
Metilselulosa (2%)
3.
4.
HEC (0,8 %)
5.
PVP (1,7%)
e. Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu
kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na
metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%. Vitamin C (asam
askorbar) dan asetilsistein pun dapat dipakai terutama untuk sediaan fenilfrin.
Dengan oksidatif seringkali dikatalisa oleh adanya logam berat, maka dapat
ditambahkan pengkelat seperti EDTA. Penggunaan wadah plastik yang permeabel
terhadap gas dapat meningkatkan proses oksidatif selama penyimpanan
Contoh antioksidan :
1. Ethylenediaminetetraacetat acid (mak 0,1%)
2. Na bisulfit (mak 0,1%)
3. Na metabisulfit (mak 0,1%)
4. Thiourea (mak 0,1%)
f. Surfaktan
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek:
Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak
kornea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan
surfaktan golongan lainnya.
a)
b)
diminum (drinking water). Air minum disaring kembali dengan filter 5-10 m.
Proses kedua adalah proses final treatment biasanya dilakukan reverse osmosis
dengan menggunakan chemical softening (kation anion), atau menggunakan Twin
Bed Column lalu disaring dengan menggunakan filter 5-10 m kemudian disaring
lagi menggunakan filter yang lebih kecil dengan ukuran filter 2 m bila perlu
menggunakan ozonisator atau ultraviolet atau pemanasan dengan temperatur di atas
70o C kemudian dimasukkan dalam tangki penampung dengan temperatur 70 o C
kemudian di EDI (Electro Deionization) Atau didestilasi dimasukkan ke dalam
permeabel terhadap beberapa bahan termasuk cahaya dan air. Sedangkan wadah gelas
memberikan bahan wadah yang menyenangkan untuk penyiapan terus menerus larutan
mata.
2.6 Praformulasi Sediaan Tetes Mata
1. Praformulasi
Praformulasi merupakan tahap awal dalam serangakaian proses pembuatan sediaan
farmasi dengan mengumpulkan keterangan-keterangan tentang sifat-sifat fisika dan kimia zat
aktif dan tambahan yang dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu
bentuk sediaan farmasi.
2. Tujuan praformulasi
a. Proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau defenisi sifat-sifat fisika dan kimia
yang dianggap penting dalam menyusun formulasi sediaan stabil, efektif dan aman.
b. Membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai untuk membuat suatu rencana
bentuk sediaan.
c. Berguna untuk menyiapkan dasar yang rasional untuk pendekatan formulasi, Untuk
memaksimalkan kesempatan keberhasilan memformulasi produk yang dapat diterima
oleh pasien dan akhirnya menyiapkan dasar untuk mengoptimalkan produksi obat dari
segi kualitas dan penampilan.
3. Studi praformulasi untuk sediaan tetes mata.
a. Organoleptis
Organoleptis adalah studi praformulasi yang harus dilakukan untuk mengetahui
pemerian zat aktif terdiri dari warna, bentuk, aroma dan rasa zat aktif dengan
menggunakan terminologi deskriptif. Uji organoleptis sangat berguna dalam
melakukan identifikasi awal mengenai suatu zat yang akan dibuat suatu sediaan. Uji
ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bentuk dari bahan yang akan digunakan
dalam formulasi, agar tidak salah dalam mengambil bahan-bahan untuk formulasi.
Dalam menentukan zat yang akan digunakan, dapat mengamatinya dari segi bentuk,
warna, rasa juga aroma. Warna memegang peranan penting dalam identifikasi suatu
sediaan sebelum membuat suatu sediaan tetes mata. Karena hal yang akan dilihat
pertama kali adalah warna dari bahan-bahan itu. Selain warna, bentuk juga
memegang peranan yang sangat penting dalam identifikasi. Setelah menentukan
warna, biasanya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk dari bahan itu. Sehingga
akan benar-benar yakin bahwa yang digunakan dalam formulasi adalah bahan-bahan
yang tepat. Sebagian zat memiliki aroma yang khas. Dengan uji organoleptis, dapat
mempermudah identifikasi suatu bahan. Terutama bahan yang mengandung aroma
yang khas.
b. Analisis fisikokimia
Data analitik zat aktif, yang mencakup data kualitatif, data kuantitatif dan kemurnian.
1) Data kualitatif dan data kuantitatif
Analisis ini merupakan bagian penting dalam studi praformulasi yaitu untuk
penetapan identitas dan kadar zat aktif. Untuk penetapan kualitatif biasanya
digunakan kromatografi lapis tipis, spectrum serapan inframerah, reaksi warna,
spectrum serapan ultraviolet dan reaksi lainnya.
2) Kemurnian
Praformulasi harus mempunyai daya memahami kemurnian suatu zat aktif.
Kemurnian juga dapat memberikan efek yang lain bagi untuk efek terapi yang di
harapkan. Mengetahui kemurnian suatu bahan dimaksudkan untuk agar bahan
aktif atau bahan tambahan yang digunakan tidak mengalami kontaminan
sehingga sediaan steril yang dihasilkan memiliki efek terapi yang maksimal.
c. Sifat-sifat karakteristik fisik
1) Uraian Fisik
Uraian fisik dari suatu obat sebelum pengembangan bentuk sediaan penting
untuk dipahami, kebanyakan zat obat yang digunakan sekarang adalah bahan
padat. Untuk mengembangkan bentuk sediaan maka perlu diketahui tentang
uraian fisik suatu bahan agar mempermudah dalam menentukan metode
membuat sediaan.
2) Pengujian Mikroskopik
Pengujian mikroskopik bertujuan untuk mengetahui tentang ukuran partikel.
Sehingga pada saat pembuatan sediaan tetes mata akan diketahui ukuran partikel
jika memang bentuk sediaan adalah suspensi.
3) Ukuran Partikel
Ukuran partikel dari zat murni dapat mempengaruhi formulasi produk.
Khususnya efek ukuran partikel terhadap absorpsi obat. Keseragaman isi dalam
bentuk sediaan padat sangat tergantung kepada ukuran partikel dan distribusi
bahan aktif pada seluruh formulasi yang sama.
4) Kelarutan
Suatu obat harus memiliki kelarutan dalam air agar manjur dalam terapi. Agar
suatu obat masuk kedalam sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek
terapeutik, obat pertama-tema harus berada dalam bentuk larutan. Dalam
pembuatan sediaan steril tetes mata harus mengetahui kelarutan bahan aktifnya,
sehingga dapat membuat sediaan larutan.
5) Kestabilan
Salah satu aktivitas yang paling penting dalam praformulasi adalah evaluasi
kestabilan fisika dari zat obat murni. Pengkajian awal dimulai dengan
menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya
pengotoran akan menyebabkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut.
2.7 Evaluasi Sediaan Tetes Mata
Evaluasi sediaan merupakan tahap akhir dalam serangkaian proses pembuatan
sediaan farmasi tetes mata dengan cara melihat bentuk sediaan. Pada sediaan tetes mata,
harus dilakukan uji evaluasi terlebih dahulu untuk mengetahui apakah sediaan tetes mata
tersebut layak untuk di gunakan dalam pengobatan atau tidak.
1. Evaluasi Fisika
a) Uji Organoleptis
Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan
terhadap suatu produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting dalam
penerapan mutu suatu sediaan.Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi
kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.
Uji organoleptik biasanya dilakukan untuk menilai mutu bahan mentah yang
digunakan untuk pengolahan dan formula yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Selain itu, dengan adanya uji organoleptik, produsen dapat mengendalikan proses
produksi dengan menjaga konsistensi mutu dan menetapkan standar tingkat. Produsen
juga dapat meningkatkan keuntungannya dengan cara mengembangkan produk baru,
meluaskan pasaran, atau dengan mengarah ke segmen pasar tertentu.
Pengujiannya dilakukan dengan mengamati bau, rasa, warna serta kelarutan bahan
dalam sediaan larutan tetes mata.Setelah itu hasil pengamatan dicatat dan dilaporkan
dalam bentuk tabel.
b) Kejernihan
Kejernihan adalah suatu batasan yang relatif, artinya sangat dipengaruhi oleh
penilaian subjektif dari pengamat. Uji kejernihan larutan sangat penting untuk
memastikan tidak ada partikel padat yang belum terdispersi kecuali sediaan yang dibuat
dalam bentuk suspensi, serta untuk mengidentifikasi partikel-partikel yang tidak
diinginkan dalam sediaan larutan tetes mata tersebut.
Uji kerjernian di tujukan untuk memastikan tidak ada partikel padat kecuali
berbentuk suspensi.
Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15 mm
hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral.
1. Masukkan ke dalam 2 tabung reaksi, masing-masing larutan zat uji dan suspense
padanan yang sesuai secukupnya, yang dibuat segar sehingga volume larutan dalam
tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.
2. Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan Suspensi padanan, dengan
latar belakang hitam.
3. Pengamatan dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi, tegak lurus ke arah bawah
tabung. Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi padanan I dapat langsung
dibedakan dari air dan dari suspensi padanan II.
c) Uji kebocoran
Tujuan dilakukan uji kebocoran adalah untuk mengetahui apakaha ada kebocoran
atau tidak pada kemasan. Kaitan dari uji kebocoran ini adalah sterlilitas sediaan, dan
volume sediaan. Uji ini dilakukan dengan membalikkan botol tetes mata sehingga posisi
tutup dibawah. Jika terdapat kebocoran, maka dapat berbahaya karena lewat lubang atau
celah tersebut dapat menyebabkan masuknya mikroorganisme atau kontaminan lain yang
berbahaya. Selain itu, isi tetes mata juga dapat bocor keluar dan merusak penampilan
kemasan.
d) Uji partikel asing
Tujuan dari uji partikel asing ini adalah agar mengetahui apakah ada partikel
dalam larutan. Partikel asing tersebut merupakan partikel-partikel yang tidak larut yang
dapat berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung, lingkungan, peralatan,
personal, maupun dari wadah. Partikel asing tersebut dapat menyebabkan pembentukan
granuloma patologis dalam organ vital tubuh. Untuk mengetahui keberadaan partikel
asing dilakukan secara visual.
e) Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume(FI III Hal 19)
Keseragaman bobot Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan
terlebih dahulu, harus memenuhi syarat keseragaman bobot berikut : Hilangkan etiket 10
wadah, cuci bagian luar wadah dengan air, keringkan. Timbang satu per satu, dalam
keadaan terbuka. Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air kemudian dengan etanol
(95%)P, keringkan pada suhu 1050 C hingga bobot tetap, dinginkan, timbang satu per
satu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar
berikut, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang
tertera
- Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan.
Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar di bawah ini
homogen sehingga tetes mata yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata
saat penggunaan pada mata.
Prosedur uji : dengan meneteskan larutan tetes mata di kaca objek setelah itu di
amati dengan mikroskop. (Anief, 1995)
2. Uji Biologi
a) Uji Sterilitas
Semua produk tetes mata yang diberi label steril harus melewati uji sterilitas
setelah mengalami suatu proses sterilisasi efektif. Uji sterilisasi sangat penting untuk
membersihkan larutan tetes mata dari pencemaran (kontaminasi) mikroorganisme yang
merugikan (patogen) dan juga untuk mengetahui tingkat sterilitas dari larutan tetes mata
tersebut.Sediaan tetes mata dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup
yang patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk
tidak vegetatif.
- Prosedur Uji:
Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi pada suhu 2
sampai 25C. Volume tertentu spesimen ditambahkan volume tertentu media uji,
diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati pertumbuhan secara visual
sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7
atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji.
Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, semua isi wadah
akan diamat untuk menunjukkan ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba seperti
kekeruhan dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka
sediaan tetes mata yang telah diuji memenuhi syarat.
b) Uji pirogen
Pirogen adalah zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme
( bangkai mikroorganisme ) berupa zat eksotoksin dari compleks polisacharida yang
terikat pada suatu radikal yang mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam
kadar 0,001 0,01 gram per kg barata badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan,
dapat menimbulkan demam jika disuntikkan ( rekasi demam setelah 15 menit sampai 8
jam). Piorogen bersifat termolabil.Larutan injeksi yang pemakaianya lebih dari 10 ml
satu kali pakai, harus bebas pirogen.
1 liter air yang dapat diminum, di tambah 10 ml larutan KmnO 4 0,... N dan 5
ml larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas selamjutnya kerjakan seperti
pembuatan air untu injeksi.
Wadah dosis tunggal karena ukurannya kecil tidak dapat memuat indikasi dan
konsentrasi bahan aktif.
Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi
penyimpanan
Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi
bahan aktif dan kekuatan/potensi sediaan dengan menggunakan kode yang
dianjurkan, bersama dengan persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka
pada kemasan juga harus diberi kode
Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus
dilakukan untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan
Farmakope Eropa dan BP mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan
yang tidak menguraikan/merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah
atau karena wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.
Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator
sampai waktu penggunaan.
Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau
dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet/plastic
Penyimpanan, dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume 10 ml,
dilengkapi dengan penetes (FI III, hal 10).
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perawatan
tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.
Penyimpanan
Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan
wadah. Atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Formulasi
Tiap 10 mL mengandung :
R/ Chloramphenicolum
50 mg
NaCl
0,9%
Benzalconium Chlorida
Aqua pro injection
ad
0,01%
10 ml
3.2 Perhitunganbahan
a. Chloramphenicol = 50 mg + 10% = 55 mg
b. Asam boric= 150 mg + 10% = 165 mg
c. Natrium tetra boras = 30 mg + 10% = 33 mg
d. Benzalkoniumklorida 0,01%
0,01
100
x 10 ml
= 0,001 g = 1 mg
Pengenceran benzalkonium:
ditimbang 50 mg benzalkonium, dilarutkan dengan API ad 50 mL
e. WFI ad 10 mL
M
1000
= Liso x BM x
v
= 1,9 x
0,05
323,13
1000
10
= 3,4 (0,154)
= 0,523 (isotonis)
0,523 - 0,02939 = 0,493
X=
0,9
0,523
x 0,493 = 0,894 %
= 0,894 g/ 100 mL
= 894 mg/ 100 mL
= 89,4 mg/ 10 mL
3.1 Perhitungan Pendapar
a. Untuk mendapatkan pH 7,4 dibutuhkan 90,9 ml Natrium Fosfat 0,2 M
Diketahui :
Molaritas Natrium Fosfat
= 0,2 M
BM Natrium Fosfat
= 358, 14
Volume
= 90,9 ml
A=
10 ml
90,9 ml
x 6,51 g = 0,716 g
= 210,14
= M x BM x volume
= 0,1 x 210,14 x 0,0091 L
= 0,19 gram
Dalam 9,1 ml Asam Sitrat 0,1 M terdapat 0,19 gram Asam Sitrat. Maka dalam 10 ml
larutan dibutuhkan 0,208 gram Asam Sitrat
A=
10 ml
9,1ml
x 0,19 g = 0,208 g
Alat
Cara
Suhu
Waktu
o
1.
2.
3.
4.
5.
Gelas ukur
Beaker glass
Erlenmeyer
Batang pengaduk
Pinset
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
Oven
Oven
1210C
1210C
1210C
1700C
1700C
20 menit
20 menit
20 menit
2 jam
2 jam
6.
7.
8.
9.
10
Gelas arloji
Corong gelas
Sendok tanduk
Pipet
Vial
Oven
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
1700C
1210C
1210C
1210C
1210C
.
11
Kertas perkamen
Autoklaf
1210C
2 jam
20 menit
20 menit
20 menit
20 menit
20 menit
Pembungkusan
1. Alat yang berbentuk botol seperti Beaker glass, Erlenmeyer, gelas ukur mulut
ditutup dengan kertas perkamen lalu diikat
2. Alat dibungkus dalam kantong rangkap dua
3.5.3
Sterilisasi menggunakanautoklaf
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dimasukkan aquades pada autoklaf sampai batas yang ditentukan.
3. Disumbat alat dengan kapas untuk menutup lubang pada alat yang berbentuk
botol, jika mensterilisasi botol bertutup ulir, maka tutup harus dikendorkan,
dan dibungkus alat dengan menggunakan kertas coklat, setelah itu diikat
menggunakan benang bol.
4. Dimasukkan peralatan dan bahan yang akan disterilkan
5. Ditutup dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap
yang keluar dari bibir autoklaf. Klep pengaman jangan dikencangkan
terlebih dahulu
Kemudian
klep
pengaman
ditutup
Pembuatan sediaaan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang (Kloramfenikol 55 mg,NaCl 90 mg, As. Sitrat 208 mg, Natrium
Fosfat 716 mg,BenzalkoniumKlorida 50 mg)
3. Dikalibrasi dengan botol tetes mata 10 ml dan beaker glas11 mL
4. Dibuat API : didihkan aquadest 11 ml di dalam beaker glass selama 30 menit
terhitung sejak mendidih
5. Sementara itu ditimbang 50 mg benzalkonium, dilarutkan dengan API ad 50 mL
diambil 1,1 mL
6. Dimasukkan kloramfenikol dan NaCl ke dalam beaker glas yang berisi API,
diaduk
7. Dimasukkan asam sitrat dan natrium fosfat ke dalam larutan, diaduk
8. Dimasukkan larutan Benzalkonium klorida 1 mL diambil dari pengenceran,
diaduk.
9. Dihangatkan larutan pada suhu 50-70 C selama 15 menit sambil sesekali di
aduk
10. Dibasahi kertas saring ganda dengan air bebas pirogen
11. Diletakkan corong dan kertas saring ke erlenmeyer
12. Disaring larutan hangat-hangat ke dalam erlenmeyer
13. Dimasukkan larutan ke dalam botol tetes mata 10 mL
14. Dipasang tutup botol tetes mata lalu diikat
15. Disterilisasi akhir sediaan tetes mata dalam autoklaf
16. Dikeluarkan dari autokalf dan diberi etiket yang sesuai.
BAB IV
EVALUASI
4.1 Evaluasi Sediaan
4.1.1 Uji Kebocoran
1. Disiapkan larutan biru metilena 0,1% di dalam bejana besar
2. Dimasukkan botol infuse ke dalam larutan tersebut
3. Diamati kebocoran
4.1.2
Uji Penetapan pH