SCL Drainase Permukaan Pada Tanaman Bawang Merah
SCL Drainase Permukaan Pada Tanaman Bawang Merah
SCL Drainase Permukaan Pada Tanaman Bawang Merah
: 1. Rusu Fitriyanti P.
(240110120003)
2. Tanya Kurniawati
(240110120006)
(240110120018)
4. Kinanto Prabu W.
(240110120019)
5. Widhya Pratiwi R.
(240110120020)
(240110120026)
7. Septian Adhe W.
(240110120028)
(240110120033)
(240110120045)
(240110120053)
A. Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah
tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia. Secara
umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Menurut letak bangunannya,
drainase dibagi menjadi dua jenis yaitu drainase permukaan (Surface Drainage)
dan drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage). Drainase Permukaan
Tanah adalah saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang
berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan
analisa open chanel flow. Drainase Bawah Permukaan Tanah adalah saluran
drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media
dibawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan
itu antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak
membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola,
lapangan terbang, taman dan lain-lain (Singgih Wibowo. 1990).
B. Tanaman Bawang Merah
banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang paling baik yaitu lempung
berpasir atau lempung berdebu, pH tanah 5,5 6,5, dan drainase serta aerasi tanah
yang baik (Estu Rahayu dan Nur Berlian, V.A. 1994).
Bawang merah memiliki sistem perakaran yang pendek dengan sedikit
kemampuan untuk menembus tanah yang terlalu padat, sehingga diperlukan
pengolahan tanah dan pemberian nutrisi yang optimal agar memudahkan
pertumbuhan dan perkembangan akar bawang merah. Perakaran bawang merah
rata-rata hanya 40-60 cm dari umbinya yang berarti bawang merah hanya dapat
menyerap air dengan baik pada kedalaman 40-60 cm, sedangkan apabila
kedalaman lebih dari 60 cm, air yang dapat diserap oleh bawang merah hanya
sedikit (Estu Rahayu dan Nur Berlian, V.A. 1994).
C. Teknik Drainase Pada Penanaman Bawang Merah
Pada saat musim hujan, drainase sangat diperlukan ketika menanam bawang
merah karena apabila pada lahan tersebut drainasenya buruk, maka kondisi tanah
menjadi terlalu lembab. Muka air tanah yang terlalu tinggi dapat membatasi
pertumbuhan akar bawang merah, sehingga penyerapan nutrisi dan hara terbatas,
dan dapat menyebabkan umbinya busuk. Kemampuan drainase pada suatu lahan
dapat ditingkatkan dengan cara sebagai berikut, yaitu lahan harus dibajak sedalam
mungkin untuk memudahkan drainase, penanaman bawang merah di guludan juga
akan memudahkan drainase dari zona perakaran pada saat musim hujan atau lahan
dengan drainase yang buruk, penanaman tanaman penutup di sekitar tanaman
bawang merah juga dapat meningkatkan kemampuan drainase lahan (Kurnia, U.,
dkk. 2004).
pembuatan parit atau menampung dan membuang air dari guludan. Pembuatan
guludan tersebut menyebabkan permukaan tanah menjadi relatif lebih kering.
Tinggi guludan yang dibuat bergantung pada ketinggian muka air tanah, semakin
dangkal muka air tanah maka diusahakan pembuatan guludan semakin tinggi.
Ketinggian guludan dapat diatur dengan memperdalam dan memperlebar tabukan,
karena tanah yang dihasilkan dari penggalian tabukan dapat ditumpuk dibagian
guludan. Ukuran guludan untuk penanaman bawang merah sebaiknya dibuat
selebar 1 meter atau cukup untuk 4 lebar tanam. Ukuran guludan mempengaruhi
laju air yang terdapat diatas permukaan guludan, semakin lebar guludan yang
dibuat maka akan semakin lambat air yang terbuang ke parit. Apalagi jika
penanaman ditanam dimusim hujan. Ketinggian guludan yang dianjurkan adalah
30 sampai 50 cm supaya permukaan tanah yang akan ditanami dalam kondisi
kering. Kedalaman parit disesuaikan dengan muka air tanah, jika muka air tanah
dangkal maka kedalaman tabukan yang dibuat dianjurkan sedalam 30 sampai 50
cm dengan lebar tabukan 30 cm atau lebih. Sedangkan ukuran panjang tabukan
atau guludan tergantung pada luas dan bentuk lahannya (Hendro Sunarjono dan
Prasodjo Soedomo. 1983).
E. Tanaman Cabai Merah
Menurut Van de Goor (1972) cabai memiliki kedalaman perakaran tanaman
sepanjang 60-90 cm pada kondisi lengas tanah optimum. Cabai termasuk tanaman
yang tidak tahan kekeringan, tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air
(Sarwani, M., 2008). Air yang diperlukan tanaman berasal dari mata air atau
sumber air yang bersih yang membawa mineral atau unsur hara yang dibutuhkan
tanaman, bukan air yang berasal dari suatu daerah penanaman cabai yang
terserang penyakit karena tanaman cabai yang sehat akan segera tertular (Tarigan,
2003). Jarak tanam dalam satu baris tanaman sebaiknya antara 50 70 cm,
sedangkan jarak antar baris antara 70 80 cm. Dengan jarak tanam seperti ini,
dalam 1 hektar lahan terdapat populasi tanaman sekitar 10.000 20.000 tanaman
(Warsino, 2010).
Suhu yang optimal untuk pertumbuhan cabai merah, antara 24-28 derajat
Celcius. Pada suhu yang terlalu dingin dibawah 15 atau panas diatas 32
pertumbuhan akan terganggu. Cabai bisa tumbuh pada musim kemarau asal
mendapatkan pengairan yang cukup. Curah hujan yang dikehendaki berkisar 8002000 mm per tahun dengan kelembaban 80% (Risnandar, Cecep. 2014).
1. Pemilihan benih cabai merah
Masyarakat mengenal dua jenis cabai merah, yakni cabai merah besar dan
cabai merah keriting. Perbedaan kedua jenis cabai ini terlihat dari bentuk dan
tekstur kulitnya. Dari kedua jenis cabai tersebut, terdapat puluhan bahkan
ratusan varietas, dari varietas lokal hingga hibrida.
2. Penyemaian dan pembibitan
Metode penyemaian untuk budidaya cabai sebaiknya menggunakan
polybag (baik dari plastik atau daun-daunan). Mengapa demikian, karena
benih cabai apalagi jenis hibrida harganya sangat mahal. Apabila disemai
dengan ditabur, dikhawatirkan banyak biji yang tumbuh berhimpit sehingga
tidak semua tanaman bisa dimanfaatkan.
Cara penyemaian cabai merah adalah siapkan campuran tanah, arang
sekam dan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1. Atau bisa
menggunakan tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Sebelum
dicampur, media tersebut diayak agar halus. Sebaiknya buat naungan untuk
tempat penyemaian untuk menghindari terik matahari dan air hujan. Namun
ada baiknya jika penyemaian dilindungi dengan jaring pelindung hama atau
serangga. Kemudian susun polybag yang telah diisi media semai dalam
naungan tersebut.
Rendam biji cabai dengan air hangat selama kurang lebih 3 jam. Jangan
gunakan biji yang mengapung. Masukkan setiap biji cabe kedalam polybag
sedalam 0,5 cm dan tutup dengan kompos halus. Basahi sedikit media tanam
agar kelembabannya terjaga. Kemudian siram polybag pembibitan setiap pagi
dan sore hari. Cara menyiramnya adalah tutup permukaan polybag dengan
kertas koran kemudian siram hingga basah. Buka kertas koran tersebut setelah
biji tumbuh kira-kira 3 sekitar hari.
Selanjutnya siram secara rutin dan awasi pertumbuhannya. Bibit cabai
merah siap untuk dipindahkan setelah 21-24 hari disemaikan atau setelah
tumbuh 3-4 helai daun. Lebihkan 10% dari kebutuhan bibit. Misalnya untuk
lahan satu hektar dibutuhkan sekitar 14000 bibit cabai merah, maka lebihkan
10 persen untuk tindakan penyulaman tanaman.
3. Pengolahan tanah
Lahan yang diperlukan untuk budidaya cabai merah adalah tanah yang
gembur dan memiliki porosotas yang baik. Sebelum cabe merah ditanam
cangkul atau bajak lahan sedalam 20-40 cm. Bersihkan dari batu atau kerikil
dan sisa-sisa akar tanaman. Apabila terlalu banyak gulma dan khawatir
menganggu bisa gunakan herbisida.
Buat bedengan dengan lebar satu meter tinggi 30-40 cm dan jarak antar
bedengan 60 cm. Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan, untuk
memudahkan pemeliharaan panjang bedengan maksimal 15 meter. Buat
saluran drainase yang baik karena tanaman cabai merah tidak tahan terhadap
genangan air.
Budidaya cabai merah menghendaki tanah yang memiliki tingkat
keasaman tanah pH 6-7. Apabila nilainya terlalu rendah (asam), daun tanaman
cabai merah akan terlihat pucat dan mudah terserang virus. Tanah yang asam
biasanya mudah ditumbuhi ilalang. Untuk menetralisirnya bisa gunakan kapur
pertanian atau dolomit sebanyak 2-4 ton/ha. Pemberian kapur atau dolomit
dilakukan pada saat pembajakan dan pembuatan bedengan. Campurkan pupuk
organik, bisa berupa kompos atau pupuk kandang pada setiap bedengan secara
merata. Kebutuhan pupuk organik untuk budidaya cabai merah adalah 20 ton
per hektar. Selain pupuk organik tambahkan juga urea 350 kg/ha dan KCl
200kg/ha.
Untuk budidaya cabai intensif sebaiknya, bedengan ditutup dengan mulsa
plastik perak hitam. Penggunaan mulsa plastik mempunyai konsekuensi biaya
namun
mendatangkan
sejumlah
manfaat.
Mulsa
bermanfaat
untuk
bunga pertama atau kedua. Pemupukan susulan dilakukan setiap dua minggu
sekali atau minimal 8 kali hingga panen terakhir. Pemupukan susulan
dilakukan dengan pengocoran pupuk pada setiap lubang tanam. Pemupukan
yang paling praktis adalah dengan menggunakan pupuk organik cair.
Siramkan 100 ml larutan pupuk yang telah diencerkan pada setiap tanaman.
Bisa juga ditambahkan NPK pada campuran tersebut.
Penyiangan gulma dilakukan apabila diperlukan saja. Pengendalian hama
dan penyakit dalam budidaya cabai cukup vital. Banyak kasus budidaya yang
gagal karena serangan hama dan penyakit. Untuk lebih detail, silahkan baca
pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai.
6. Pemanenan budidaya cabai
Budidaya cabai merah mulai bisa dipanen setelah berumur 75-85 hari
setelah tanam. Proses pemanenan dilakukan dalam beberapa kali, tergantung
dengan jenis varietas, teknik budidaya dan kondisi lahan. Pemanenan bisa
dilakukan setiap 2-5 hari sekali, disesuaikan dengan kondisi kematangan buah
dan pasar. Buah cabai sebaiknya dipetik sekaligus dengan tangkainya untuk
memperpanjang umur simpan. Buah yang dipetik adalah yang berwarna
oranye hingga merah.
Produktivitas budidaya cabai merah biasanya mencapai 10-14 ton per
hektar, tergantung dari varietas dan teknik budidayanya. Pada budidaya yang
optimal, potensinya bisa mencapai hingga 20 ton per hektar (Risnandar,
Cecep. 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Estu Rahayu dan Nur Berlian, V.A. 1994. Bawang Merah. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Hendro Sunarjono dan Prasodjo Soedomo. 1983. Budidaya Bawang Merah. Sinar
Baru. Bandung.
Kurnia, U., dkk. 2004. Teknik Drainase Pada Penanaman Bawang Merah. Bogor :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Sarwani, M. 2008. Teknologi Budidaya Cabai Merah. Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Singgih Wibowo. 1990. Teknik Drainase. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tarigan, S. 2003. Bertanam Cabai Hibrida Secara Intensif. Bogor: Agromedia.
Warsino. 2010. Peluang Usaha & Budidaya Cabai. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.