Makalah Farmakoterapi
Makalah Farmakoterapi
Makalah Farmakoterapi
Tuberkulosis
Kelompok A1
1.
Definisi Tuberkulosis
TB adalah singkatan dari Tubercle Bacillus atau tuberculosis , dulu
Klasifikasi Tuberkulosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan
suatu definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau
didiagnosis oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
2.
Patofisiologi TB
1.
2.
3.
4.
5.
radiografi
Sekitar 5% pasien (biasanya anak-anak, orang tua, atau penurunan system
imun) mengalami penyakit primer yang berkembang pada daerah infeksi
primer (biasanya lobus paling bawah) dan lebih sering dengan diseminasi,
menyebabkan terjadinya infeksi meningitis dan biasanya juga melibatkan
6.
7.
melalui darah
Biasanya penyebaran organisme melalui darah ini menyebabkan pertumbuhan
cepat, penyebaran penyakit secara luas dan pembentukan granuloma yang
dikenal sebagai tuberculosis miliari.
4.
sputum atau dahak, demam, berkeringat di malam hari, dan berat badan turun.
(dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi
biasanya mengalami kemerosotan berat badan.) Infeksi pada organ lain
menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung pada
hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis
dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB
laten bergantung pada tes tuberkulin kulit/tuberculin.
Penegakan diagnosa untuk penderita TB diantaranya:
Pemeriksaan fisik.
Uji tuberkulin.
UJI TUBERKULIN
Cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, dengan memakai
spuit tuberculin sekali pakai dan ukuran jarum suntik 26-27G.disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah
penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
Pengukuran harus di lakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan bawah
dan dilihat dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Tes
mantoux adalah tes dengan menyuntikan tuberculin (PPD- derivat protein
tuberculin yang telah dimurnikan) sebanyak 0,1 mL yang mengandung 5 unit
tuberculin.
1.Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak ada
infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2.Pembengkakan (Indurasi) : 39mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa karena
kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atipik atau setelah
vaksinasi BCG.
3.Pembengkakan (Indurasi) : 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang
atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
5.
penyakit Tuberkulosis. Yang pertama adalah faktor usia. Dari hasil penelitian yang
dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya
mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru
adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun. Faktor resiko seterusnya
adalah jenis kelamin. Di benua Afrika pada tahun 1996 jumlah penderita TB paru
laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB paru pada
wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. TB paru Iebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki
sebagian
besar
mempunyai
kebiasaan
merokok
sehingga
memudahkan
terjangkitnya TB paru. Tingkat pendidikan juga menjadi salah satu faktor resiko
penularan
penyakit
Tuberkulosis.
Tingkat
pendidikan
seseorang
akan
Selain itu, kepadatan hunian kamar tidur juga menjadi factor resiko
penyebab penyakit Tuberkulosis. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup
untuk penghuni di dalamnya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak
sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah
satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Antara kelompok yang beresiko untuk menularkan
penyakit Tuberkulosis adalah pelajar-pelajar di asrama sekolah. Kondisi rumah
juga menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB. Atap, dinding dan
lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan dinding yag
sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.
6.
Penanganan Non-Farmakologi
Memperbaiki gaya hidup:
1. Pengaturan rumah agar terkena cahaya matahari
2. Mengurangi kepadatan anggota keluarga
3. Menghindari meludah dan batuk sembarangan
4. Mengkonsumsi makanan dengan gizi baik dan seimbang
5. Tidur cukup dan teratur
6. Mencuci tangan dan peralatan rumah tangga
7. Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
memiliki beberapa
tujuan yaitu :
1.
Menyembuhkan penderita
2.
Mencegah kematian
3.
Mencegah kekambuhan
4.
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, agar semua kuman (termasuk
kuman persisten) dapat dibunuh. Prinsip dasar dalam pemberian OAT yang harus
diperhatikan adalah :
Populasi bakteri
Persisten
Compliance
Isoniazid (INH)
Rifampisin
Etambutol
Pirazinamid
Streptomisin
Berat badan
30 37 kg
2 tablet 4 KDT
2 tablet 2 KDT
38 54 kg
3 tablet 4 KDT
3 tablet 2 KDT
55 70 kg
4 tablet 4 KDT
4 tablet 2 KDT
> 71 kg
5 tablet 4 KDT
5 tablet 2 KDT
Selama 56 hari
Selama 20 minggu
30 37
kg
2 tablet 4
KDT
38 54
kg
3 tablet 4
KDT
55 70
kg
4 tablet 4
KDT
> 71 kg
5 tablet 4
KDT
keadaan
tertentu.
Streptomisin
dan
amikasin
dilarang
8.
Interaksi Obat
Obat TB
Obat Lain
Interaksi
Rifampisin
Asam aminosalisilat
Asam aminosalisilat
menurunkan efek
rifampisin.
Halotan
Dilaporkan hepatoksisitas
dan ensefalopati
flukonazol,ketokonazol,
itrakonazol
Rifampisin dapat
menginduksi metabolisme
antifungi gol. Azol,
ketokonazol dapat
mempengaruhi absorpsi
rifampisin sehingga kadar
serum rifmpisin menurun
Buspiron
Kloramfenikol
Metabolisme nya
meningkat
Sulfonil Urea
Menurangi efektivitas
Sulfonil Urea
Antibiotik makrolida
Isoniazid
9.
Rifampisin
Metabolisme rifampisin
terhambat, efek samping
meningkat.
Hepatotoksisitas meningkat
Asetaminofen
Hepatotoksisitas meningkat
Carbamazepin
Klorzoksazon
Konsentrasi plasma
klorzoksazon meningkat
akibatnya efeknya meningkat
Studi Kasus
Seorang pria dengan usia 46 tahun mengalami batuk berdahak, terkadang
dahak disertai dengan darah, dadanya terasa nyeri serta berkeringat dingin setiap
malam. Dari hasil pemeriksaan menunjukan bahwa pasien positif terhadap uji
tuberkulin dengan diameter 12 mm.
Sebelumnya pria tersebut pernah megidap penyakit TB paru dan hanya menjalani
pengobatan selama 1,5 bulan.
Penyelesaian:
limfosit
Radiografi dada
3. Dormant : keadaan istirahat
atau
tertidur
yang
dialami
oleh
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
penglihatan) dimana dosis tiap obat pun cukup tinggi sehingga harus
berdasarkan perhitngan bobot badan agar dosis yang diberikan dapat tepat
sasaran. (tidak tinggi ataupun tidak terlalu rendah).
6. Kenapa pada pengobatan TB dikombinasi dengan vitamin A?
Pengobatan TBC salah satunya menggunakan etambutol, etambutol ini dapat
menurunkan fungsi penglihatan maka dari itu dikombinasi dengan vitamin A
untuk meminimalisir efek sampingnya.
7. Bagaimana pengobatan TB pada penderita TB MDR dan XDR?
Jawaban :
Untuk TB MDR (Multi Drug Resistant) dapat digunakan obat pilihan kedua
seperti kanamisin, quinolon, sikloserin, etionamid dan lain-lain.
Untuk TB XDR terlebih dahulu dilakukan cek resistensi terhadap obat-obat
TB, karena belum tentu resisten terhadap semua obat standar TB ataupun obat
pilihan kedua. Kemudian dipilih pengobatan menggunakan jenis obat yang
tidak resisten.
8. Bagaimana pengobatan pada pasien TB yang juga merupakan penderita HIV?
Jawaban :
Terlebih dahulu dilakukan uji sinivor jika penderita HIV belum minum obat,
dan jika sinivornya kurang dari 40 baru mengkonsumsi obat sedangkan jika
sinivornya kurang dai 50 pengobatan TBC didahulukan. Tetapi pengobtanan
jga dapat dilakukan bersamaan, namun perlu dilihat interaksinya terlebih
dahulu. Jika sudah TBC dan HIV pengobatan TBC didahulukan.
9. Bagaimana konseling pada pasien TB agar pasien tersebut patuh terhadap
regimen pengobatannya?
Jawaban:
Jangan batuk sembarangan, harus ditutup karena factor penularan
mahal
Untuk pengobatan 3 kali seminggu perlu pemantauan obat yang lebih
kembai
normal.
Kemudian
dikombinasikan
dengan
obat