Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipospadia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN HIPOSPADIA
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu kelainan yang dibawa sejak lahir merupakan hal
yang tidak ketahui sebelumnya oleh siapapun.
Kelainan-kelainan yang terjadi terutama pada alat
kelamin merupakan salah satu masalah yang
memerlukan perhatian khusus. Kelainan pada alat
genitalia terutama pada penis seperti hipospadia yang
merupakan kelainan kongenital pada anak. Secara
fisiologis organ genitalia, yaitu penis memiliki beberapa
fungsi yaitu sebagai saluran pembuangan urin, selain
itu juga berfungsi sebagai organ seksual. Berdasarkan
survey yang telah dilakukan kelainan kongenital ini
banyak terjadi pada laki-laki.
Hipospadia merupakan suatu kelainan bawaan dimana
meatus uretra eksternus (lubang kencing) terletak di
bagian bawah dari penis dan letaknya lebih kearah
pangkal penis dibandingkan normal. Sehingga lubang
penis sebagai saluran kencing yang seharusnya
letaknya lurus tetapi terletak dibawah. Faktor genetic,
hormon dan lingkungan merupakan faktor penyebab
yang mempengaruhi terjadinya hipospadia.

Angka kejadian diperkirakan 1 diantara 500 bayi baru


lahir. Berdasarkan data yang dicatat oleh Metropolitan
Atlanta Congenital Defect Program (MACDP) dan Birth
Defect Monitoring Program (BDMP) menyatakan bahwa
insidensi hipospadia mengalami dua kali lipat
peningkatan antara 1970-1990. Prevalensi dilaporkan
antara 0,3% menjadi 0,8% sejak tahun 1970an.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui anatomi dan fisiologi;
b. mengetahui definisi hipospadia;
c. mengetahui epidemiologi hipospadia;
d. mengetahui etiologi hipospadia;
e. mengetahui klasifikasi hipospadia;
f. mengetahui tanda dan gejala hipospadia;
g. mengetahui patofisiologi hipospadia;
h. mengetahui komplikasi dan prognosis hipospadia;
i. mengetahui penatalaksanaan hipospadia;
j. mengetahui asuhan keperawatan pada pasien
dengan hipospadia.
1.3 Implikasi Keperawatan
a. Perawat sebagai care giver
Perawat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada pasien dengan kelainan hipospadia.
b. Perawat sebagai konselor

a. Perawat menjelaskan tentang kelainan yang terjadi


pada pasien kepada keluarga pasien;
b. Perawat memberikan penjelasan tentang
penatalaksanaan dan pengobatan kepada keluarga
pasien.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke
luar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ
ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan sperma.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna
yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan
sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan
uretra anterior dan posterior. Secara anatomis uretra
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus
oleh korpus spongiosum penis, terdiri dari: pars
bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan meatus
uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars
prostatika, yaitu bagian uretra yang dilengkapi oleh
kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Uretra merupakan sebuah saluran yang berjalan dari
leher kandung kencing ke lubang luar, dilapisi
membran mukosa yang bersambung dengan membran

yang melapisi kandung kencing. Meatus urinarius terdiri


atas serabut otot lingkar yang membentuk sfingter
uretra (Pearce, 2006). Uretra mengalirkan urin dari
kandung kencing ke bagian eksterior tubuh. Uretra lakilaki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kalenjar
prostat dan penis. Ada tiga bagian uretra (Sloane,
2003), yaitu:
1. Uretra prostatik
Dikelilingi oleh kalenjar prostat. Uretra ini menerima
dua duktus ejakulator yang masing-masing terbentuk
dari penyatuan duktus deferen dan duktus kalenjar
vesikel seminal, serta menjadi tempat bermuaranya
sejumlah duktus dari kalenjar prostat.
2. Uretra membranosa
Bagian yang terpendek (1 cm sampai 2 cm). Bagian ini
berdinding tipis dan dikelilingi oleh otot rangka sfingter
uretra eksternal.
3. Uretra kavernous (penile, bersepons)
Merupakan bagian yang terpanjang. Bagian ini
menerima duktus kalenjar bulbouretra dan merentang
sampai orifisium uretra eksternal pada ujung penis.
Tepat sebelum mulut penis, uretra membesar untuk
membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra
kavernous dikelilingi korpus spongiosum, yaitu suatu
kerangka ruang vena yang besar.
Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra

sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra


terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang
tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan
uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan
di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada
beberapa derajat kelainan pada glandular (letak
meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus
korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal
(pada pertemuan ventral penis dan skrotum), dan
perineal (pada perineum).
2.2 Definisi
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu hypo yang
berarti dibawah dan spadon yang berarti keratan
yang panjang. Hipospadia merupakan suatu kelainan
bawaan dimana meatus uretra eksternus (lubang
kencing) terletak di bagian bawah dari penis dan
letaknya lebih kearah pangkal penis dibandingkan
normal. Menurut Corwin (2009), Hipospadia adalah
kelainan kongenital berupa kelainan letak lubang uretra
pada pria dari ujung penis ke sisi ventral.
Hipospadia merupakan kelainan kelamin sejak lahir.
Keadaan ini dapat ringan atau ekstrem. Pada kasus
paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian
ventral glans penis, terdapat berbagai derajat

malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada


sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal.
Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis
berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra penis
lebih pendek secara progresif, tetapi jarak antara
meatus dan glans tidak dapat bertambah secara
signifikan sampai chordee dikoreksi. Karenanya,
klasifikasi hipospadia semata-mata didasarkan atas
dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak
pada sambungan penoskrotal. Pada kasus ekstrem,
uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan
kadang-kadang meluas ke basis dorsal penis
(transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan
fibrosa). Pada 10 % anak laki-laki dengan hipospadia
testis tidak turun.
Gambar 2.1 Hipospadia
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa hipospadia
hanya terjadi pada laki-laki yang dibawa sejak lahir.
Angka kejadian diperkirakan 1 diantara 500 bayi baru
lahir dan merupakan anomali penis yang ditemukan.
Insidensi kasus hipospadia. Terbanyak adalah Eropa
dilaporkan dari Amerika Serikat, Inggris, Hungaria telah
menunjukkan peningkatan. Di Amerika Serikat,

hipospadia terjadi pada setiap 300-350 kelahiran bayi


laki-laki hidup.
Berdasarkan data yang dicatat oleh Metropolitan
Atlanta Congenital Defect Program (MACDP) dan Birth
Defect Monitoring Program (BDMP) menyatakan bahwa
insidensi hipospadia mengalami dua kali lipat
peningkatan antara 1970-1990. Prevalensi dilaporkan
antara 0,3% menjadi 0,8% sejak tahun 1970an.
Insidensi hipospadia meningkat dari 20,2 per 10.000
kelahiran hidup pada 1.970 menjadi 39,7 per 10.000
kelahiran hidup pada tahun 1993. Kajian populasi yang
dilakukan di empat kota Denmark tahun 1989-2003
(North Jutland, Aarhus, Viborg dan Ringkoebing)
tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-lakidengan
jumlah kelainan alat kelamin (hipospadia) sebanyak
319 bayi.
2.4 Etiologi
Penyebab hipospadia sebenarnya sangat multifaktor
dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti.
Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dan
dianggap paling berpengaruh antara lain:
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Faktor hormon androgen sangat berpengaruh terhadap
kejadian hipospadia karena berpengaruh terhadap
proses maskulinisasi masa embrional. Androgen

dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi


defisiensi androgen akan menyebabkan penurunan
produksi dehidrotestosterone (DHT) yang dipengaruhi
oleh 5 reduktase yang berperan dalam pembentukan
penis sehingga apabila terjadi defisiensi androgen akan
menyebabkan kegagalan pembentukan bumbung
uretra yang disebut hipospadia. Hormone yang
dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria) atau karena reseptor
hormone androgen di dalam tubuh yang kurang atau
tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen
sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya atau enzim
yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini
biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang
mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi. 12 % berpengaruh
terhadap kejadian hipospadia bila punya riwayat
keluarga yang menderita hipospadia. 50 %
berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila
bapaknya menderita hipospadia.
3. Lingkungan

Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab


adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutasi. Pencemaran limbah
industri berperan sebagai endocrin discrupting
chemicals baik bersifat eksogenik maupun anti
androgenik seperti polychorobiphenyls, dioxin, furan,
peptisida, organochlorin, alkiphenol polyethoxsylates
dan phtalites. Seperti yang telah diketahui bahwa
setelah tingkat indefenden maka perkembangan genital
eksterna laki-laki selanjutnya dipengaruhi oleh estrogen
yang dihasilkan oleh testis primitif. Suatu hipotesis
mengemukakan bahwa kekurangan estrogen atau
terdapat anti androgen akan mempengaruhi
pembentukan genetalia eksterna laki-laki.
4. Faktor eksogen yang lain adalah pajanan prenatal
terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progestin, rubella,
atau diabetes gestasional.
2.5 Klasifikasi
2.5.1 Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra
eksternum/ meatus :
1) Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan
coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal
glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat
asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila

meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau


meatotomi.
2) Tipe penil/ Tipe Middle
terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan peneescrotal.Pada tipe ini, meatus terletak antara glands
penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan
penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian
ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah
atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini,
diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada
maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi
karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3) Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan
terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida,
meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.
2.5.2 Klasifikasi pembagian hipospadia berdasarkan
anatomi:
a) anterior: dimana meatus tampak pada bagian
inferior dari glands penis. (Wang,2008)
b) coronal: dimana meatus tampak pada alur batang
penis. (Wang, 2008)

c) distal: dimana meatus tampak pada bagian bawah


batang penis. (Wang, 2008)
Gambar 2.2 Klasifikasi pembagian hipospadia
berdasarkan anatomi
2.6 Manifestasi Klinis
1. Gland penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan
yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai
meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis,
menumpuk di bagian punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang
mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans
penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis. Tunika dartos,
fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
5. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada
dasar dari gland penis.
6. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga
penis menjadi bengkok.
7. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun
ke kantung skrotum).
8. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
9. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, bisa

kearah bawah, menyebar, mengalir melalui batang


penis, sehingga anak akan jongkok saat BAK.
2.7 Patofisiologi
Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8
mingu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk
dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan
ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi
funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk
menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.
Hipospadia terjadi dikarenakan fusi (penyatuan) dari
garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari
penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini,
dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans,
kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di
perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans.
Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee,
pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan
hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak
remaja. Namun pada orang dewasa dapat menghalangi
hubungan seksual.

2.8 Komplikasi dan Prognosis


Menurut Amilal, 2008 yang telah dilakukan penelitian
tentang komplikasi akut pasca operaasi hipospadia
menyimpulkan bahwa rata-rata 5% komplikasi terjadi
pada tipe distal hipospadia dan rata-rata 10%
komplikasi terjadi pada proksimal hipospadia.
Komplikasi yang terjadi setelah rekonstruksi Phallus
meliputi:
a. Pendarahan
b. Infeksi
c. Fistel uretrokutan
d. Striktur uretra, stenosis uretra
e. Divertikel uretra
Prognosis yang terjadi pasca operasi adalah baik
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan operasi pada hipospadia adalah agar pasien
dapat berkemih dengan normal, bentuk penis normal,
dan memungkinkan fungsi seksual yang normal. Hasil
pembedahan yang diharapkan adalah penis yang lurus,
simetris, dan memiliki meatus uretra eksternus pada
tempat yang seharusnya, yaitu di ujung penis. Ada
banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling
Sidiq-Chaula, Thiersch-Duplay, Dennis Brown, Cecil
Culp.
Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2

tahap, yaitu:
1. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus
dibuatkan terowongan yang berepitel pada gland penis.
Dilakukan pada usia 1 -2 tahun. Penis diharapkan
lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal.
Penutupan luka operasi menggunakan preputium
bagian dorsal dan kulit penis.
2. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca
operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel
pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans,
lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit
preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka
operasi pertama telah matang.
Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan
pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup
besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang
letaknya lebig ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis
dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar
perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan
penyunatan ditunda dan dilakukan bersamaan dengan
operasi hipospadia.

BAB 3. PATHWAYS
1.
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi:
a. Nama : tergantung pada pasien,
b. Umur : biasanya terjadi pada bayi baru lahir,
c. Jenis kelamin : pada umumnya terjadi pada laki-laki,
d. Pendidikan: orang tua yang biasanya rendah,
e. Pekerjaan: pada orang tua yang tergolong
berpenghasilan rendah,
f. Diagnosa medis: Hipospadia.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya orang tua pasien mengeluh dan
ketakutan dengan kondisi anaknya karena penis yang
melengkung kebawah dan adanya lubang kencing yang
tidak pada tempatnya.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan
adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya
sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu.

Adanya riwayat ibu pada saat kehamilan, misalnya


adanya gangguan atau ketidakseimbangan hormone
dan factor lingkungan. Pada saat kehamilan ibu sering
terpapar dengan zat atau polutan yang bersifat
tertogenik yang menyebabkan terjadinya mutasi gen
yang dapat menyebabkan pembentukan penis yang
tidak sempurna.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Adanya riwayat keturunan atau genetic dari orang tua
atau saudara-saudara kandung dari pasien yang pernah
mengalami hipospadia.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nyeri/kenyamanan
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan
kenyamanan dan tidak mengalami nyeri.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya pasien hipospadia nutrisi cairan dan
elektrolit dalam tubuhnya tidak mengalami gangguan.
c. Pola aktivitas
Aktifitas pasien hipospadia tidak ada masalah.
d. Pola eliminasi
Pada saat BAK ibu mengatakan anak harus jongkok
karena pancaran kencing pada saat BAK tidak lurus dan
biasanya kearah bawah, menyebar dan mengalir
melalui batang penis.
e. Pola tidur dan istirahat

Pada umumnya pasien dengan hipospadia tidak


mengalami gangguan atau tiaak ada masalah dalam
istirahat dan tidurnya.
f. Pola sensori dan kognitif
Secara fisik daya penciuman, perasa, peraba dan daya
penglihatan pada pasien hipospadia adalan normal,
secara mental kemungkinan tidak ditemukan adanya
gangguan.
g. Pola persepsi diri
Adanya rasa malu pada orang tua kalau anaknya
mempunyai kelainan. Pada pasien sendiri apabila sudah
dewasa juga akan merasa malu dan kurang percaya diri
atas kondisi kelainan yang dialaminya.
h. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
hubungan interpersonal dan peraen serta megnalami
tmbahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
i. Pola seksual
Adanya kelainan pada alat kelamin terutama pada
penis pasien akan membuat pasien mengalami
gangguan pada saat berhubungan seksual karena penis
yang tidak bisa ereksi.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua pasien akan mengalami stress pada
kondisi anaknya yang mengalami kelainan.

k. Pola higiene.
Pada umumnya pola hygiene pasien tidak ada masalah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
malformasi kongenital
2. Kecemasan berhubungan dengan prosedur
pembedahan
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan
dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan
perawatan setelah operasi.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan
kateter
C. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan body image berhubungan dengan:
Biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi (nyeri
kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional,
trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemoterapi,
radiasi)
DS:
1. Depersonalisasi bagian tubuh

2. Perasaan negatif tentang tubuh


3. Secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup
DO :
1. Perubahan aktual struktur dan fungsi tubuh
2. Kehilangan bagian tubuh
3. Bagian tubuh tidak berfungsi NOC:
1. Body image
2. Self esteem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .
gangguan body image
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
a. Body image positif
b. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
c. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi
tubuh
d. Mempertahankan interaksi sosial
NIC :
Body image enhancement
1. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan
dan prognosis penyakit
4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
5. Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat

bantu
6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan
status kesehatan, ancaman kematian, perubahan
konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
DO/DS:
1. Insomnia
2. Kontak mata kurang
3. Kurang istirahat
4. Berfokus pada diri sendiri
5. Iritabilitas
6. Takut
7. Nyeri perut
8. Penurunan TD dan denyut nadi
9. Diare, mual, kelelahan
10. Gangguan tidur
11. Gemetar
12. Anoreksia, mulut kering
13. Peningkatan TD, denyut nadi, RR
14. Kesulitan bernafas
15. Bingung

16. Bloking dalam pembicaraan


17. Sulit berkonsentrasi NOC :
Kontrol kecemasan
Koping
Setelah dilakukan asuhan selama klien
kecemasan teratasi dgn kriteria hasil:
a. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan
tehnik untuk mengontol cemas
c. Vital sign dalam batas normal
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik


relaksasi
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Kelola pemberian obat anti cemas:..
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan
jaringan
DS:
1. Laporan secara verbal
DO:
1. Posisi untuk menahan nyeri
2. Tingkah laku berhati-hati
3. Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
4. Terfokus pada diri sendiri
5. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)

6. Tingkah laku distraksi, contoh: jalan-jalan, menemui


orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
7. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
8. Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah ke kaku)
9. Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh
kesah)
10. Perubahan dalam nafsu makan dan minum NOC :
a. Pain Level,
b. pain control,
c. comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama .
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kurang Pengetahuan

Berhubungan dengan: keterbatasan kognitif,


interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya
keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui
sumber-sumber informasi.
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah
DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak
sesuai
NOC:
1. Kowlwdge : disease process
2. Kowledge : health Behavior
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .
pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses
penyakit dengan kriteria hasil:
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali
apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya NIC
:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pada penyakit

4. Gambarkan proses penyakit


5. Identifikasi kemungkinan penyebab
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi
7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
pasien
8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko:
1. Prosedur Infasif
2. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan
lingkungan
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan lingkungan patogen
5. Imonusupresi
6. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi)

7. Penyakit kronik
8. Imunosupresi
9. Malnutrisi
10. Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan, gangguan peristaltik) NOC :
1. Immune Status
2. Knowledge : Infection control
3. Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
e. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam
batas normal
NIC :
1. Pertahankan teknik aseptif
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan

infeksi kandung kencing


7. Tingkatkan intake nutrisi
8. Berikan terapi antibiotik
9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
10. Pertahankan teknik isolasi k/p
11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam
D. EVALUASI
S: Respon subjektif yang dirasakan pasien setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan.
O: Data objektif yang diperoleh perawat setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan
A: Hasil analisis perawat terhadap kondisi pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan
P: Rencana tindakan keperawatan selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Benheman& Kliegma. 2000. Ilmu kesehatan anak
Nelson Volume 3. Edisi 15. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi.


Jakarta: EGC.
Muscari., Mary. E. 2005. Panduan belajar: Keperawatan
Pediatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.2006.
Pathofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Jakarta :
EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Pemula. Jakarta: EGC.
Wang, M. 2008. Endocrine Disruptors, Genital Review
Development, and Hypospadias. Journal of Andrology,
Vol. 29, No. 5 September/October 2008.
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=hipospadia.pdf&source=web&cd=2&ca
d=rja&ved=0CCYQFjAB&url=http%3A%2F
%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload
%2F1300000007-asuhan-kesehatan-perinatalneonatus-anak-dan-lingkungan-hidup-anak
%2Fdia_122_slide_hipospadia.pdf&ei=kHJiULPCM4rZrQ
e0ooDIBw&usg=AFQjCNF6snN5P55bN4v5n42eEdY0PFw
saA (diakses pada tanggal 25 September 2012)

http://www.scribd.com/doc/75415798/HipospadiaRENDRA (diakses pada tanggal 25 September 2012

Anda mungkin juga menyukai