Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipospadia
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipospadia
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipospadia
PASIEN HIPOSPADIA
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu kelainan yang dibawa sejak lahir merupakan hal
yang tidak ketahui sebelumnya oleh siapapun.
Kelainan-kelainan yang terjadi terutama pada alat
kelamin merupakan salah satu masalah yang
memerlukan perhatian khusus. Kelainan pada alat
genitalia terutama pada penis seperti hipospadia yang
merupakan kelainan kongenital pada anak. Secara
fisiologis organ genitalia, yaitu penis memiliki beberapa
fungsi yaitu sebagai saluran pembuangan urin, selain
itu juga berfungsi sebagai organ seksual. Berdasarkan
survey yang telah dilakukan kelainan kongenital ini
banyak terjadi pada laki-laki.
Hipospadia merupakan suatu kelainan bawaan dimana
meatus uretra eksternus (lubang kencing) terletak di
bagian bawah dari penis dan letaknya lebih kearah
pangkal penis dibandingkan normal. Sehingga lubang
penis sebagai saluran kencing yang seharusnya
letaknya lurus tetapi terletak dibawah. Faktor genetic,
hormon dan lingkungan merupakan faktor penyebab
yang mempengaruhi terjadinya hipospadia.
tahap, yaitu:
1. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus
dibuatkan terowongan yang berepitel pada gland penis.
Dilakukan pada usia 1 -2 tahun. Penis diharapkan
lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal.
Penutupan luka operasi menggunakan preputium
bagian dorsal dan kulit penis.
2. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca
operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel
pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans,
lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah
uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit
preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka
operasi pertama telah matang.
Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan
pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup
besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang
letaknya lebig ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap
mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis
dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar
perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan
penyunatan ditunda dan dilakukan bersamaan dengan
operasi hipospadia.
BAB 3. PATHWAYS
1.
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi:
a. Nama : tergantung pada pasien,
b. Umur : biasanya terjadi pada bayi baru lahir,
c. Jenis kelamin : pada umumnya terjadi pada laki-laki,
d. Pendidikan: orang tua yang biasanya rendah,
e. Pekerjaan: pada orang tua yang tergolong
berpenghasilan rendah,
f. Diagnosa medis: Hipospadia.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya orang tua pasien mengeluh dan
ketakutan dengan kondisi anaknya karena penis yang
melengkung kebawah dan adanya lubang kencing yang
tidak pada tempatnya.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan
adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya
sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu.
k. Pola higiene.
Pada umumnya pola hygiene pasien tidak ada masalah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
malformasi kongenital
2. Kecemasan berhubungan dengan prosedur
pembedahan
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan
dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan
perawatan setelah operasi.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan
kateter
C. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan body image berhubungan dengan:
Biofisika (penyakit kronis), kognitif/persepsi (nyeri
kronis), kultural/spiritual, penyakit, krisis situasional,
trauma/injury, pengobatan (pembedahan, kemoterapi,
radiasi)
DS:
1. Depersonalisasi bagian tubuh
bantu
6. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan dengan
Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress, perubahan
status kesehatan, ancaman kematian, perubahan
konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
DO/DS:
1. Insomnia
2. Kontak mata kurang
3. Kurang istirahat
4. Berfokus pada diri sendiri
5. Iritabilitas
6. Takut
7. Nyeri perut
8. Penurunan TD dan denyut nadi
9. Diare, mual, kelelahan
10. Gangguan tidur
11. Gemetar
12. Anoreksia, mulut kering
13. Peningkatan TD, denyut nadi, RR
14. Kesulitan bernafas
15. Bingung
NIC :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana
keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kurang Pengetahuan
7. Penyakit kronik
8. Imunosupresi
9. Malnutrisi
10. Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan, gangguan peristaltik) NOC :
1. Immune Status
2. Knowledge : Infection control
3. Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
e. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam
batas normal
NIC :
1. Pertahankan teknik aseptif
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan