Laporan Pendahuluan Abses Psoas Dex A. Latar Belakang
Laporan Pendahuluan Abses Psoas Dex A. Latar Belakang
Laporan Pendahuluan Abses Psoas Dex A. Latar Belakang
Origo otot ini berasal dari batas lateral vertebra T12 sampai L5. Otot ini berjalan
menurun melewati bibir pelvis mayor, semakin mengecil, melewati ligamentum
inguinalis dan berakhir sebagai tendon di depan kapsul sendi panggul. Tendon ini
memiliki hampir seluruh fibrosa muskulus iliaca dan memiliki insersi di trochanter minor
os femoralis.
Muskulus iliaca berawal dari dari fossa iliaca superior dan juga memasuki paha
lewat ligamentum inguinalis.Memiliki insersi di trochanter minor os femoralis melalui
tendon iliopsoas terutama eminensia iliopubica dan kemudian ke daerah kecil di femoral
shaft dibawah trochanter minor.Permukaan otot diselubungi oleh fascia psoas yang kuat,
dimulai dari vertebra lumbal ke eminensia iliopubica.Di balik fascia inilah abses iliopsoas
terbentuk. Muskulus psoas minor assesorius ditemukan pada 10-65% manusia.
Vaskularisasi psoas mayor berasal dari arteri L4 ipsilateral dan aliran balik
melalui vena lumbalis. Iliaca menerima suplai arteri dari arteri femoralis sirkumfleksi
medial dan cabang iliaca dari arteri iliolumbar, cabang posterior pertama arteri iliaca
interna. Muskulus psoas mayor dan iliaca terkadang dianggap sebagai satu otot yang
dinamakan iliopsoas. Otot ini dipersarafi oleh cabang L2, L3, dan L4. Fungsi otot ini
sebagai otot fleksor utama dari sendi panggul.
Gambar 2. Hubungan antara abses iliopsoas dan pembuluh darah femoralis
Muskulus psoas terletak sangat dekat dengan beberapa organ seperti kolon sigmoid,
appendiks, jejenum, ureter, aorta abdominalis, renal, pakreas, spinal, dan nodus limfe
iliaca.Oleh karena itu, infeksi dari organ-orang ini dapat menyebar ke muskulus
iliopsoas. Suplai darah yang berlimpah pada otot ini juga diyakini sebagai predisposisi
dari penyebaran secara hematogenik dari sumber tempat infeksi.
B. Definisi
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh
bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau
jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik. (Morison, 2003) Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang
berdinding tebal, terjadi sebagai akumulasi dari pus dalam suatu rongga patologis yang
dapat terjadi di bagian tubuh manapun sebagai reaksi pertahan tubuh terhadap benda
asing.
Atau bisa juga di sebut kumpulan pus pada kompartement illopsoas (ruangan
anatomis retroperitoneal yang terdiri dari m.psoas major, psoas minor, dan iliacus).
Muskulus psoas memiliki vaskularisasi yang kaya sehingga diyakini sebagai salah satu
predisposisi terhadap penyebaran hematogen dari daerah terinfeksi. Abses psoas juga
dapat sebagai infeksi sekunder dari keadaan patologis organ sekitar, contohya organ
gastrointestinal atau renal.
C. Etiologi
Abses iliopsoas dapat diklasifikasi menjadi primer dan sekunder, tergantung dari
kehadiran ada atau tidaknya penyakit yang mendasari. Abses iliopsoas primer terjadi
kemungkinan akibat penyebaran secara hematogenik akibat dari proses infeksi yang
terjadi dari sumber tertentu di dalam tubuh. Penyakit-penyakit yang dapat menjadi
penyebab terjadinya abses iliopsoas primer diklasifikasi pada table 1. Sedangkan, abses
iliopsoas sekunder terjadi akibat penyebaran infeksi oleh organ yang berada di dekat dan
sekitar otot iliopsoas.Penyebab abses iliopsoas sekunder yang paling umum terjadi adalah
Crohn’s disease.
D. Manifestasi Klinis
Presentasi klinis abses iliopsoas sering bervariasi dan tidak spesifik.Trias klinis
pada kondisi ini dimana demam, nyeri punggung dan tungkai hanya terjadi pada 30%
pasien.Dikarenakan muskulus psoas dipersarafi oleh L2, L3, dan L4, nyeri dapat
menyebar hingga panggul dan paha. Gejala lain antara lain nyeri abdomen samar,
malaise, nausea, dan penurunan berat badan.
Gejala Klinis
Nyeri punggung/panggul
Nyeri abdominal samar
Demam
Lemas
Malaise
Penurunan berat badan
Benjolan di selangkangan
Tabel 3. Gejala klinis yang sering terjadi
Pemeriksaan fisik yang rutin sangat penting untuk penegakkan diagnosa pada
penyakit ini.Diagnosa dapat ditegakkan jika pasien diminta untuk memposisikan diri
dengan posisi paling nyaman.Posisi ini adalah posisi supine dengan lutut cukup fleksi dan
panggul agak rotasi eksternal.Ada tanda-tanda jelas untuk memperoleh diagnosa pasien
dengan abses iliopsoas, walaupun sangat tidak spesifik pada konsisi ini. Prinsip dari tes
ini adalah muskulus psoas sebagai fleksor utama panggul.
Ada 2 macam test yang dapat dilakukan. Pertama, pemeriksa meletakkan tangannya
di bagian proksimal ipsilateral lutut pasien dan pasien diminta untuk mengangkat paha
melawan tangan pemeriksa. Tindakan ini akan menyebabkan kontraksi otot psoas dan
menimbulkan nyeri. Kedua, posisikan pasien berbaring dalam posisi normal.
Hiperekstensi pada panggul yang terinfeksi akan menyebabkan nyeri otot psoas yang
teregang. Namun, pemeriksaan ini juga dapat menghasilkan hasil yang positif pada
penderita appendisitis dimana sama-sama terdapat inflamasi pada otot iliopsoas namun
tanpa terbentuknya abses.
Pada pasien dengan abses iliopsoas, pasien mungkin mengeluhkan gejala
pembengkakan tanpa rasa nyeri dibawah ligamentum inguinalis.Hal ini akan sulit
dibedakan dengan hernia femoralis atau nodus limfatikus inguinal yang membesar. Pada
keadaan abses iliopsoas, massa/benjolan yang membesar di daerah inguinal ini akan
keluar saat batuk dan dapat masuk kembali.
Abses iliopsoas sekunder Karena Chron’s disease dapat menekan ureter dan
menyebabkan hidronefrosis.Tumor yang berasal dari organ dalam rongga pelvis atau
regio lumbalis juga dapat tumbuh menyerupai abses iliopsoas.Abses iliopsoas yang besar
dapat muncul bersamaan dengan deep vein thrombosis (DVT). Penyebab thrombosis
dikarenakan kompresi ekstrinsik vena iliaca oleh karena abses iliopsoas
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meliputi penggunaan antibiotik yang sesuai bersamaan dengan
drainasi abses. Pengetahuan yang adekuat terkait organisme penyebab abses dapat
menjadi panduan untuk memilih terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur bakteri yang
dilakukan. Kultur bakteri dilakukan dengan sampel cairan abses dan dilakukan uji
kepekaan untuk melihat sensitifas antibiotik terhadap bakteri. Pada pasien yang diduga
menderita abses iliopsoas primer, antibiotic antistaphylococcal harus diberikan terlebih
dahulu sebelum hasil kultur keluar. Pada abses iliopsoas sekunder, pasien dapat diberikan
antibiotic spektrium luas seperti clindamycin, penicillin antistaphylococcal, dan golongan
aminoglikosa.
Drainase abses dapat dilakukan secara drainase perkutan dengan bantuan CT-scan
(PCD/Percutaneous Drainage) atau lewat prosedur pembedahan (surgical drainage).PCD
lebih tidak invasif dan telah menjadi teknik drainase pilihan.Mueller et al melaporkan
aplikasi PCD pertama pada abses iliopsoas di tahun 1984. Pada sebuah studi dari 22
pasien dimana 20 pasien mengalami abses iliopsoas primer dan 2 pasien mengalami abses
iliopsoas sekunder, Cantasdemir et al menemukan bahwa PCD efektif pada 21 dari 22
pasien. Prosedur ini juga memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang rendah.14,15
Tindakan operatif dapat dilakukan atas indikasi:
1. Tindakan PCD gagal untuk menghilangkan pus;Pasien memiliki kontraindikasi
dari
2. Tindakan PCD, antara lain kelainan pembekuan darah;
3. Terdapatnya keadaan patologis intraabdominal lainnya yang membutuhkan
operasi.
Pada pasien dengan Crohn’s disease, dilakukannya tindakan operasi tunggal untuk
mendrainase abses dan reseksi usus diperlukan.Terkadang, PCD dapat berguna sebagai
terapi inisial untuk memperbaiki kondisi pasien sebelum operasi dilakukan. Pemberian
antibiotik dapat dilanjutkan hingga 2 minggu setelah drainase abses selesai
A. Diagnosa
1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Menurut Herdman (2007), diagnosa keperawatan untuk abses adalah :
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
2. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan agen injury biologik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan rasa
nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri berkurang,
klien dapat rileks, klien mapu mendemonstrasikan keterampilan relaksasi
dan aktivitas sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam batas normal; TD :
120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20 x / menit.
Intervensi :
1. Observasi TTV
2. Kaji lokasi, intensitas, dan lokasi nyeri.
3. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
4. Dorong menggunakan teknik manajemen relaksasi.
5. Berikan obat analgetik sesuai indikasi.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkanHipertermi dapat
teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).
Intervensi :
1. Observasi TTV, terutama suhu tubuh klien
2. Anjurkan klien untuk banyak minum, minimal 8 gelas / hari
3. Lakukan kompres hangat
4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan
dengan trauma jaringan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan
integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil: Klien memeperlihatkan integritas kulit tetap baik tidak ada
tanda – tanda infeksi, kulit elastis.
Intervensi :
1. Observasi keadaan luka ( diameter luka, adanya pus dan darah )
2. Lakukan perawatan luka, ganti perban luka klien
3. Pertahankan linen tetap bersih dan tidak mengkerut
4. Anjurkan klien untuk mengganti bajunya minimal 1 x sehari
5. Kolaborasi dalam penggunaan obat topikal sesuai indikasi