Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Pua

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN

MATERNITAS DENGAN MASALAH PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL


DI RSUD NGANJUK

DISUSUN OLEH
AKBAR FAHREZA PUTRA
P17210223094

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

2024
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
MATERNITAS DENGAN MASALAH PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL
DI RSUD NGANJUK

Laporan Ini Telah Memenuhi Persyaratan Praktik Klinik Keperawatan maternitas


Program Studi DIII Keperawatan Malang Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Malang

Nganjuk, … Oktober 2024

Mahasiswa

(Akbar Fahreza Putra)

Mengetahui,

Pembimbing institusi Pembimbing klinik

…………………………… …………………………….
A. Definisi

Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan

untuk menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun

lamanya. Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang

banyak atau sedikit, dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.

PUA didefinisikan sebagai perdarahan dari korpus uteri meliputi semua

kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya. Hal ini digambarkan

sebagai kronis mayoritas 6 bulan sebelumnya, dan akut jika cukup berat

perdarahan memerlukan pengobatan cepat atau intervensi. Manifestasi klinis

dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak

beraturan.

Menstruasi dianggap normal bila perdarahan uterus terjadi setiap 21-35

hari dan tidak berlebihan. Durasi normal perdarahan menstruasi adalah antara

dua dan tujuh hari perdarahan uterus abnormal terjadi ketika baik frekuensi atau

jumlah perdarahan uterus abnormal berbeda dari yang disebutkan diatas.

Penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal dapat ditemukan diberbagai

wanita dan usia, tetapi terkadang muncul pada saat saat tertentu antara lain:

anovulasi (penyebab tersering), defek koagulasi, dan perimenopause

(pemendekan fase proliferasi dan disfungsi korpus luteum).

B. Etiologi

1) Kehamilan, merupakan penyebab yang paling umum, masalah yang

muncul saat kehamilan dapat menyebabkan perdarahan dari uterus.


2) Polip atau mioma pada uterus, adanya massa abnormal pada uterus dapat

menyebabkan perdarahan abnormal pada uterus.

3) Ketidakseimbangan hormon, adanya ketidakseimbangan hormon seksual

wanita menjadi penyebab tersering lainnya. Diketahui hormon estrogen

dan progesteron mengatur ketebalan dinding rahim, sehingga adanya

ketidakseimbangan kedua hormon tersebut dapat menyebabkan perdarahan

abnormal.

4) Penyakit tiroid, infeksi serviks, atau kanker menjadi penyebab lainnya

yang jarang ditemui. Meskipun jarang, wanita harus selalu berhati-hati jika

memiliki riwayat penyakit tersebut.

Faktor risiko penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal, yaitu:

1) Pemakaian pil KB

Pil KB memiliki kandungan hormon seksual wanita, estrogen

dan/atau progesteron. Ketidakseimbangan hormon disebabkan oleh

pemakaian pil KB yang tidak disertai konsultasi yang lebih dalam

terlebih dahulu dengan petugas kesehatan.

2) Peningkatan atau penurunan berat badan yang cepat, lemak dalam

tubuh merupakan salah satu pembentuk hormon seksual wanita.

Sehingga, kehilangan lemak dalam waktu cepat dapat mengakibatkan

perubahan jumlah hormon yang mendadak.


3) Stres, stres fisik maupun emosional dapat menyebabkan perubahan

hormon dalam tubuh.

4) Penggunaan AKDR, Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)

merupakan salah satu metode KB yang memiliki efektivitas tinggi,

namun penggunaannya harus hati-hati karena AKDR dapat

menyebabkan infeksi panggul jika tidak dilakukan dengan baik dan

benar.

C. Pathofisiologi

Endometrium terdiri atas 2 zona yang berbeda, yaitu lapisan basal dan

lapisan fungsional. Lapisan basal terletak diantara lapisan fungsional dan

miometrium dan kurang responsif terhadap hormon. Lapisan basal berfungsi

sebagai reservoir untuk regenerasi lapisan fungsional pada siklus menstruasi

berikutnya. Kebalikannya, lapisan fungsional membungkus rongga uterus dan

mengalami perubahan yang dramatis selama siklus menstruasi, dan puncaknya

saat menstruasi. Secara histologi, lapisan fungsional memiliki selapis epitel

permukaan dan pleksus subepitel yang mendasarinya. Di bawahnya terdapat

stroma dan kelenjar sebagai tempat leukosit.

Darah mencapai uterus melalui arteri uterina dan arteri ovarium. Dari

sini, arteri arkuata terbentuk dan menyediakan darah ke miometrium.

Percabangan dibentuk menjadi arteri radialis yang memanjang menuju

endometrium. Pada perbatasan endometrium-miometrium, arteri radialis

bercabang dua membentuk arteri basalis dan arteri spiralis. Arteri basalis
menyediakan darah ke lapisan basal endometrium, sedangkan arteri spiralis

menyediakan darah ke lapisan fungsionalis.

Cabang-cabang arteriol ini dianggap memegang peran dalam perdarahan

uterus. Sebelum menstruasi, arteriol-arteriol ini melingkar-lingkar dan

meningkatkan jumlah darah yang dialirkan. Pada saat menstruasi, terjadi

vasokonstriksi dan menyebabkan iskemik endometrium serta nekrosis. Jaringan

nekrosis ini yang selanjutnya akan keluar sebagai perdarahan saat menstruasi.

Keadaan endometrial dan polip endoservikal memberikan gejala perdarahan

karena adanya komponen pembuluh darah. Perdarahan yang timbul adalah

perdarahan intermenstruasi. Pada leiomioma, perdarahan berasal dari pembuluh

darah yang berada pada endometrium di sekitar mioma. Pada adenomiosis,

terjadi invasi jaringan endometrium ke miometrium yang menyebabkan

hiperplasia dan hipertropi miometrium.


D. Pathway

E. Pemeriksaan penunjang

1) Ultrasound Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan

anatomi uterus dan endometrium. Selain itu, patologi dari miometrium,

serviks, tuba, dan ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini

dapat membantu dalam diagnosis polip endometrium, adenomiosis,

leiomioma, anomali uterus, danpenebalan endometrium yang berhubungan

dengan hiperplasia dan keganasan.

2) Saline Infusion Sonohysterography Saline infusion sonohysterography

menggunakan 5 sampai 15 mL larutan saline yang dimasukkan ke dalam

rongga rahim selama sonografi transvaginal dan mengimprovisasi diagnosis

patologi intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan fibroid uterus, SIS
memungkinkan pemeriksa untukmembedakan lokasi dan hubungannya

dengan kavitas uterus.SIS juga dapat menurunkan kebutuhan MRI dalam

diagnosis dan manajemen dari anomali uterus.

3) Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI jarang digunakan untuk menilai

endometrium pada pasien yang memiliki perdarahan uterus abnormal. MRI

mungkin membantu untuk memetakan lokasi yang tepat dari fibroid dalam

perencanaan operasi dan sebelum terapi embolisasi untuk fibroid. Hal ini

juga mungkin berguna dalam menilai endometrium ketika USG

transvaginal atautidak dapat dilakukan.

4) Histeroskopi Evaluasi histeroskopi untuk perdarahan uterus abnormal

adalah pilihan yang menyediakan visualisasi langsung dari patologi kavitas

dan memfasilitasi biopsi langsung. Histeroskopi dapat dilakukan dalam

suasana praktek swasta dengan atau tanpa anestesi ringan atau di ruang

operasi dengan anestesi regional atau umum. Risiko dari histeroskopi

termasuk perforasi rahim, infeksi, luka serviks, dan kelebihan cairan.

5) Biopsi Endometrium Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan

mudah pada wanita premenopause dengan persalinan pervaginam

sebelumnya. Biopsi lebih sulit dilakukan pada wanita dengan riwayat

persalinan sesar sebelumnya, wanita yang nulipara, atau yang telah

memiliki operasi serviks sebelumnya. Biopsi endometrium dapat

mendeteksi lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari endometrium dapat

mendiagnosa kanker endometrium atau menentukan kemungkinan kanker.


F. Penatalaksanaan

Setelah keganasan dan patologi panggul yang signifikan telah dikesampingkan,

pengobatan medis harus dipertimbangkan sebagai pilihan terapi lini pertama

untuk perdarahan uterus abnormal. Wanita yang ditemukan anemia karena

perdarahan uterus abnormal harus segera diberikan suplementasi besi.

Perdarahan menstruasi yang berat dan teratur dapat diatasi dengan pilihan

pengobatan hormonal dan non-hormonal.

Pengobatan non hormonal

a. Asam Traneksamat

Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen.

Plasminogen akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah

fibrin menjadi fibrin degradation product s (FDPs). Oleh karena itu obat ini

berfungsi sebagai agen antifibrinolitik. Efek samping di antaranya gangguan

pencernaan, diare dan sakit kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang

berat adalah 1g (2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.

b. Obat anti inflamasi non steroid (AINS)

Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan

meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan

menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. AINS dapat

mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen. Efek samping di

antaranya gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita

yang sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan

dan peritonitis.
Pengobatan hormonal

a. Estrogen

Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak.

Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1

dalam waktu 48 jam. Obat ini bekerja untuk memicu vasospasme

pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor

IV, proses agregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Efek

samping berupa gejala akibat efek estrogen yang berlebihan seperti

perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.

b. PKK

Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi

akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat

perdarahan akut adalah 4 x 1 tablet selama 4 hari, 3 x 1 tablet selama 3

hari, 2 x 1 tablet selama 2 hari dan 1 x 1 tablet selama 3 minggu.

Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan

pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Efek

samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi

cairan, payudara tegang, deep vein thrombosis, stroke dan serangan

jantung.

c. Progestin

Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta

akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-

sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron


yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan estradiol.

Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1 x 10 mg,

noretisteron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5 mg atau

nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien

mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat

dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian

dilanjutkan untuk 14 hari dan kemudian berhenti selama 14 hari,

demikian selanjutnya berganti-ganti. Pemberian progestin secara

kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea.

Terdapat beberapa pilihan, yaitu pemberian progestin oral : MPA 10-20

mg per hari; Pemberian DMPA setiap 12 minggu; Penggunaan LNG

IUS. Efek samping di antaranya peningkatan berat badan, perdarahan

bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul

perasaan depresi.

d. Androgen

Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-

etinil testosteron. Obat tersebut memiliki efek androgenik yang

berfungsi untuk menekan produksi estradiol dari ovarium, serta

memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogen di endometrium dan

di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari

dapat dipergunakan untuk mengobati perdarahan menstrual hebat. Dosis

lebih dari 400mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek


sampingnya dialami oleh 75% pasien yakni: peningkatan berat badan,

kulit berminyak, jerawat, perubahan suara.

e. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)

Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH

pada hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor

dan efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan pada

pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan

pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat

membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan leuprolide

acetate 3.75 mg intra muskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya

dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan

demineralisasi tulang. Efek samping biasanya muncul pada penggunaan

jangka panjang, yakni: keluhan-keluhan mirip wanita menopause

(misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina),

osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan

GnRH agonist lebih dari 6 bulan).


Konsep Teori Asuhan Keperawatan

1) Pengkajian

1. Identitas umum ibu


Identitas ibu dapat berupa nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
alamat, status perkawinan, status pekerjaan, agama, dan tanggal masuk
serta diagnose pasien.
2. Data riwayat kesehatan
3. Keluhan utama masuk rumah sakit
4. Riwayat kesehatan dahulu
a. Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
b. Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklmpsia pada kehamilan
terdahulu.
c. Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas
d. Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis.
5. Riwayat kesehatan sekarang
a. Ibu merasa sakit kepala daerah frontal.
b. Terasa sakit di ulu hati atau nyeri epigastrium.
c. Gangguan virus: penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
d. Mual dan muntah, tidak nafsu makan.
e. Gangguan serebral lainnya: terhuyung-huyung, refleks tinggi, dan
tidak tenang.
f. Edema pada ekstremitas.
g. Tengkuk terasa berat.
h. Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklampsia dan eklampsia dalam
keluarga.
7. Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau
di atas 35 tahun.
8. Pemeriksaan fisik biologis
a. Keadaan umum : lemah.
b. Kepala : sakit kepala, wajah edema.
c. Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina.
d. Abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual, dan
muntah.
Terdapat pemeriksaan leopold :
e. Ekstremitas : edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari
f. Sistem persarafan : hiper refleks, klonus pada kaki.
g. Genitourinaria : oliguria dan proteinuria.
h. Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin lemah
9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan penghapusan darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3).
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan fungsi hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat amonomtransferase (AST) > 60 ul.
d) Serum glutamat pirufat transminase (SGPT) meningkat (N = 15-45
u/ml).
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N = 6,7-
8,7 mg/dl).
f) Total protein serum menurun (N = 2,4-2,7 mg/dl).
d. Radiologi
a) Ultrasonografi
Ditemukannya retardasi perumbuhan janin intrauterus. Pernapasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
b) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung bayi lemah.
c) Data sosial ekonomi
Preeklampsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golongan
ekonomi rendah, karena mereka kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein juga kurang melakukan perawatan antenatal yang
teratur.
2) Diagnosa Keperawatan

 Resiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

(D.0034)

 Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi (D.0077)

 Ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi

(D.0080)

 Resiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)


3) Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI

1. Resiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajamen Hipovolemia (I.03116)


berhubungan dengan selama 1x24 jam diharapkan hipovolemia Observasi
kehilangan cairan aktif teratasi dengan kriteria hasil : - Periksa tanda dan gejala
(D.0034) 1. Status cairan membaik hipovolemia (mis, frekuensi nadi
- Berat badan membaik meningkat, nadi teraba lemah,
- Tekanan darah membaik tekanan darah menurun, tekanan
- Membran mukosa membaik nadi menyempit, turgor kulit
- Intake cairan membaik menurun, membran mukosa kering,
- Subu tubuh membaik volume urin menurun, hematokrit
2. Tingkat pendarahan menurun meningkat, haus, lemah)
- Perdarahan vagina menurun - Monitor intake dan output cairan
- Perdarahan pasca operasi menurun
Terapeutik
- Hemoglobin membaik
- Hematokrit membaik - Hitung kebutuhan cairan
- Berikan asupan cairan oral

Edukasi

- Anjurkan memperbanykan asupan


cairan oral

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian cairan IV


Isotonis (mis, NaCL, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan
hipotonis (mis, glukosa 2,5%,
NaCL 0.4%)
- Kolaborasi pemberian produk darah
Manajamen syok hipovolemik
(I.02049)
- Observasi
- Monitor statsu kardiopulmunal
(nadi, frekuensi nafas, TD)
- Monitor status oksigenasi
- Periksa tingkat kesadaran dan pupil

Terapeutik

- Pertahankan jalan napas paten


- Berikan oksigen pertahanakan
saturasi oksigen 94%
- Berikan posisi syok
(Trendelenberg)
- Pasang jalur IV
- Pasang kateter untuk menilai
produksi urine
- Ambil smapel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap
Manajemen perdarahan pervaginam
(I.02044)
Observasi
- Identifikasi keluhan ibu (mis, keluar
darah banyak, pusing, pandangan
tidak jelas).
- Monitor keadaan uterus dan
abdomen (mis, benjolan)
- Monitor kehilangan darah
- Terapeutik
- Posisikan supine atau trendelenberg

2. Setelah dilakukan tindakan keperaatan selama Manajemen nyeri (I.082238)


Nyeri akut berhubungan
1x24 jam diharapkan nyeri akut menurun Observasi
dengan agen cedera
meningkat dengan kriteria hasil : - Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis (D.0077)
1. Tingkat Nyeri durasi, frekuensi, kualitas intesitas
- Keluhan nyeri menurun nyeri
- Kesulitan tidur menurun - Identifikasi skala nyeri
- Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang
2. Kontrol Nyeri memperberat dan memperingan
- Kemampuan menggunakan teknik nyeri
non-farmakologis meningkat - Monitor terapi komplementer yang
- Penggunaan analgesik meningkat sudah diberikan
- Monitor efek samping pengggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
terapi musik, terapi pijat, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi pereda nyeri
- Anjurkan memonitor secara mandiri
- Ajarakan teknik nonfaramakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik,


Jika perlu.

3. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas


selama 1x24 jam diharapkan ansietas - Identifikasi saat tingkat ansietas
dengan kurangnya
menurun meningkat dengan kriteria hasil : berubah (mis, kondisi, waktu,
terpapar informasi
1. Tingkat Ansietas menurun stresor)
(D.0080) 2. Proses informasi membaik - Identifikasi pengambilan keputusan
- Monitor tanda-tanda ansietas (verba
dan non verbal)
- Motivasi mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan
- Jelaskan prosedure termasuk
sensasi yang mungkin dialami
- Latih teknik relaksasi
Persiapan pembedahan
- Identifikasi kondisi umum pasien
(jenis operasi, penyakit hipertensi,
DM, Jantung dll)
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor kadar gula darah
- Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan kimia darah
- Fasilitasi peemeriksaan penunjang
- Jelaskan prosedur waktu dan
lamanya operasi
- Jelaskan waktu puasa dan
premedikasi, jika ada.

4. Setelah dilakukan tindakan kep eraatan Pencegahan Infeksi (I.14539)


Resiko Infeksi
selama 1x24 jam diharapkan resiko infeksi Observasi
berhubungan dengan efek
menurun meningkat dengan kriteria hasil : - Monitor tanda dan gejala infeksi
prosedur invasif (D.0142)
1. Tingkat Infeksi lokal dasn sistemik
- Demam menurun Terapeutik
- Nyeri menurun - Berikan perawatan kulit yang
- Kebersihan badan meningkat mengalami edema
- Kadar sel darah putih membaik - Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada
pasien bersiko tinggi

Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi


- Ajarkan cara mencuci tangan yang
baik dan benar
- Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) :
Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) I ed.). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) :
Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) I ed.). Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) :
Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) I ed.). Jakarta:
DPP PPNI.
Usman Fatimah. (2019). Tatalaksana Praktis Gangguan Haid di Praktek
Sehari-hari. Prosiding Ilmiah Dies Natalis FK Unsri, Palembang:
Unsri Press, Vol 57.
Rifki Muhammad, Loho Maria & Wagey M.M. Frank. (2014). Profil
perdarahan uterus abnormal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Jurnal e-Clinic (eCl), Vol 4, No1, Januari-Juni 2016.

Anda mungkin juga menyukai