Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Kasus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH SEMINAR KASUS KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R


DENGAN RUPTUR PERIENUM DI RUANGAN TERATAI
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Disusun oleh :

Kelompok 7

Cindy Lestari
Geni Ranjani
Muhammad Alfin

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2022

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Seminar Kasus Keperawatan
Maternitas Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Univeristas Riau
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ruptur Perineum di
Ruangan Teratai RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau”. Penulisan makalah ini
dilakukan sebagai salah satu tugas untuk Seminar Kasus Keperawatan Maternitas
di Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Riau.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan
ini dapat diselesaikan berkat adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ns. Yulia Irvani Dewi, M.Kep.,
Sp.Mat selaku Pebimbing Akademik, Ns. Azlina, S.Kep selaku Pembimbing
Klinik (RSUD) dan Lastri Bastuti, STr.Keb selaku Fasilitator selama di ruangan
Teratai RSUD Arifin Achmad.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk
itu, penulis berharap dengan saran dan kritik yang membangun dari pembaca,
guna memperbaiki makalah ini. Penulis berharap makalah ini bisa berguna dan
bermanfaat untuk semua.

Pekanbar, 30 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................5
D. Manfaat Penulisan...................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................8


A. Definsi.....................................................................................................8
B. Asuhan Keperawatan..............................................................................15

BAB III KASUS KELOLAAN.........................................................................16


A. Pengkajian...............................................................................................16

BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................16
BAB V PENUTUP.............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu penyebab utama perdarahan pasca persalinan adalah robekan
jalan lahir. Robekan pada jalan lahir dapat bervariasi tergantung dari
penyebab terjadinya trauma pada daerah jalan lahir. Trauma bisa
menyebabkan robekan pada daerah perineum, vagina, dan serviks. Trauma
juga bisa terjadi akibat tindakan selama persalinan seperti tindakan
episiotomy (M Anwar, 2011)
Robekan jalan lahir yang terjadi bisa ringan (lacet, laserasi), luka
episiotomi, robekan perineum spontan derajat I sampai IV, robekan pada
dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra, dan
bahkan yang terberat ruptur uteri. Ruptur perineum dapat terjadi karena
adanya ruptur spontan maupun tindakan episiotomi perineum yang dilakukan.
Episiotomi harus dilakukan atas beberapa indikasi, antara lain bayi besar,
partus prematurus, perineum kaku, persalinan dengan kelainan leak,
persalinan dengan menggunakan alat bantu baik forceps, maupun vakum.
Apabila episiotomi tidak dilakukan atas indikasi yang tepat, maka dapat
menyebabkan peningkatan angka kejadian dan derajat kerusakan pada daerah
perineum (M Anwar, Baziad, 2011).
Data dari WHO menyebutkan bahwa angka kejadian Ruptur Perineum
di Indonesia adalah 67,2% pada tahun 2014, meningkat dari tahun sebelum
nya yaitu 60% pada tahun 2013. Di Indonesia laserasi perineum dialami oleh
75% ibu melahirkan pervaginam. Pada tahun 2017 menemukan bahwa dari
total 1951bkelahiran spontan pervagina, 57% iu mendapat jahitan perineum,
28% karena episiotomy dan 29% karena robekan spontan (Depkes RI, 2017).
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan postpartum yang
salah satunya disebabkan oleh ruptur perineum. Ruptur perineum dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal, faktor janin, dan faktor penolong.

1
2

Berdasarkan penjelasan masalah di atas, penulis tertarik untuk


melakukan pengkajian keperawatan pasien dengan rupture perineum di
ruangan Teratai RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas,
rumusan masalah penulisan makalah ini adalah “bagaimana Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Ruptur Perineum Di Ruangan Teratai
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan makalah ini untuk menjelaskan dan mendeskripsikan
tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ruptur Perineum.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi profesi keperawatan
Wawasan bagi perawat dalam memberikan dan mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada kasus Ruptur Perineum guna meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
2. Bagi industry dan lahan praktek
Untuk menambah secara bacaan dalam bidang ilmu keperawatan
khususnya dalam pelayanan klien maternitas dengan kasus Ruptur
Perineum
3. Bagi keluarga klien
Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien dengan
Ruptur Perineum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Ruptur Perineum


1. Definisi Ruptur Perineum
Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan
panjang kira-kira 4 cm (Maimunah, 2015). Sedangkan menurut kamus
Dorland perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva
dan anus. Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya ratarata
4 cm (Saifuddin, 2015).
Pendapat senada juga menjelaskan bahwa Perineum adalah regio
yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Saat
persalinan, tidak hanya ditentukan oleh organ-organ genitalia interna
saja seperti uterus dan vagina, tetapi bagian seperti otot-otot, jaringan-
jaringan ikat dan ligamenligamen juga mempengaruhi jalan lahir. Otot-
otot yang menahan dasar panggul dibagian luar adalah musculus
sphincter ani externus, musculus bulbocavernosus yang melingkari
vagina, dan musculus perinei transversuds superfisialis. Lebih ke
dalam lagi ditemukan otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma
pelvis, terutama musculus levator ani yang berfungsi menahan dasar
panggul. Letak musculus levator ani ini sedemikian rupa dan
membentuk sebuah segitiga di bagian depan, disebut trigonum
urogenitalis. Di dalam trigonum ini terdapat uretra, vagina dan rektum
(Wiknjosastro, 2015).
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa
(Dorland, 2011). Sedangkan perineum adalah lantai pelvis dan struktur
yang berhubungan yang menempati pintu bawah panggul; bagian ini
dibatasi disebelah anterior oleh symphisis pubis, di sebelah lateral oleh
tuber ischiadicum, dan di sebelah posterior oleh os. Coccygeus.
Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan
adalah perineum.

3
4

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir
baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan.
Robekan terjadi hampir pada semua primipara (Prawirohardjo, 2015).
Pada dasarnya, robekan perineum dapat dikurangi dengan menjaga
jangan sampai dasar panggul dilalui kepala janin terlalu cepat
(Wiknjosastro, 2015).

2. Etiologi Ruptur Perineum


Ruptur pada perineum diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara
alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses
persalinan (Rukiyah, 2012). Robekan jalan lahir adalah perdarahan
dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir (Rukiyah, 2012).

3. Faktor yang Mempengaruhi Ruptur Perineum


Ruptur perineum dapat diikuti pada setiap persalinan pervaginam,
tetapi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan risiko
ruptur derajat 3 sampai 4, diantaranya adalah nullipara, proses
persalinan kala II, posisi persisten oksiput posterior, ras Asia dan
penggunaan anestesi lokal (Cunningham, et al., 2014). Berikut adalah
faktor yang mempengaruhi:
a. Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram
yang pernah dilahirkan hidup maupun mati bila berat badan tidak
diketahui maka dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu.
Robekan perineum hampir terjadi pada semua persalinan pertama
(primipara) dan tidak jarang pada persalinan berikutnya (multipara)
(Sumarah, 2016).
5

b. Berat lahir bayi


Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko
terjadinya ruptur perineum. Bayi besar adalah bayi yang begitu
lahir memiliki berat lebih dari 4000 gram. Hal ini terjadi karena
semakin besar berat badan bayi yang dilahirkan akan
meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum karena perineum
tidak cukup kuat menahan regangan kepala bayi dengan berat
badan bayi yang besar, sehingga pada proses kelahiran bayi dengan
berat badan bayi lahir yang besar sering terjadi ruptur perineum.
Kelebihan berat badan dapat disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya ibu menderita diabetes mellitus, ibu yang memiliki
riwayat melahirkan bayi besar, faktor genetik, dan pengaruh
kecukupan gizi. Berat bayi lahir normal adalah sekitar 2500 sampai
4000 gram (Saifuddin, 2015).
c. Cara mengejan
Kelahiran kepala harus dilakukan cara-cara yang telah
direncanakan untuk memungkinkan lahirnya kepala dengan pelan-
pelan. Lahirnya kepala dengan pelan-pelan dan sedikit demi sedikit
mengurangi terjadinya laserasi. Penolong harus mencegah
terjadinya pengeluaran kepala yang tiba-tiba oleh karena ini akan
mengakibatkan laserasi yang hebat dan tidak teratur, bahkan dapat
meluas sampai sphincter ani dan rektum. Pimpinan mengejan yang
benar sangat penting, dua kekuatan yang bertanggung jawab untuk
lahirnya bayi adalah kontraksi uterus dan kekuatan mengejan
(Oxorn, 2010).
d. Elastisitas perineum
Perineum yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan
kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin. Juga
menyebabkan robekan perineum yang luas sampai tingkat 3. Hal
ini sering ditemui pada primigravida berumur diatas 35 tahun
(Mochtar, 2011).
6

e. Umur ibu 35 tahun


Berdasarkan penelitian responden yang tidak mengalami kejadian
ruptur perineum cenderung berumur tidak beresiko (20-35 tahun),
sedangkan responden yang mengalami ruptur perineum adalah
responden yang berumur resiko tinggi sebanyak 11 orang. Hasil uji
statistik diperoleh nilai korelasi chi square dengan ρ value 0,022 <
α 0,05 yang artinya Ho ditolak, 17 menunjukan ada hubungan
antara umur ibu dengan kejadian ruptur perineum. Pada umur otot-
otot perut belum bekerja secara optimal, sehingga sering terjadi
persalinan lama atau macet yang memerlukan tindakan. Faktor
resiko untuk persalinan sulit pada ibu yang belum pernah
melahirkan pada kelompok umur ibu dibawah 20 tahun dan pada
kelompok umur di atas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari
kelompok umur reproduksi sehat (20-35 tahun) (Mustika &
Suryani, 2010).

4. Klasifikasi Ruptur Perineum


a. Ruptur Perineum Spontan
Menurut Cunningham, et al. (2010), laserasi (ruptur)
perineum dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Derajat 1
Pada ruptur perineum derajat 1 akan mengenai fourchette, kulit
perineum, dan membran mukosa vagina, tetapi tidak mengenai
fasia dan otot.
2) Derajat 2
Pada ruptur perineum derajat 2 mengenai kulit dan membran
mukosa, fasia dan otot-otot perineum, tetapi tidak mengenai
sphincter ani.
3) Derajat 3
Pada ruptur perineum derajat 3 mengenai kulit dan membran
mukosa, fasia, otot-otot perineum, dan sphincter ani.
7

4) Derajat 4
Pada ruptur perineum derajat 4, meluas sampai ke mukosa
rektum sehingga lumen rektum. Pada derajat ini, robekan di
daerah uretra yang dapat menimbulkan perdarahan hebat
mungkin terjadi. Robekan mengenai kulit, otot dan melebar
sampai sphincter ani dan mukosa rektum.
b. Ruptur Perineum Disengaja (Episiotomi)
Episiotomi adalah insisi bedah yang dibuat di perineum untuk
memudahkan proses kelahiran (Norwitz & Schorge, 2008). Pada
persalinan spontan sering terjadi robekan perineum yang
merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan
menghambat penyembuhan sesudah luka dijahit. Oleh karena itu,
dan juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan
insisi pada perineum saat kepala janin tampak dari luar dan mulai
meregangkan perineum. Insisi tersebut dilakukan pada garis tengah
(episiotomi medialis) atau ke jurusan lateral (episiotomi
mediolateralis) (Wiknjosastro, 2015). Perlu diketahui bahwa
episiotomi medial dan mediolateral dengan sudut 60 derajat akan
sangat berkaitan dengan OASI (Obstetric Anal Spinchter Injury).
Studi menyatakan bahwa dokter dan bidan pada umumnya tidak
bisa menempatkan sudut yang aman dan benar, oleh sebab itu lah
dalam melakukan episiotomi harus dilakukan dengan hati-hati
(Freeman, et al., 2014). Sedangkan penelitian lain menyatakan
bahwa tidak ada manfaat yang signifikan dari prosedur episiotomi.
Faktanya, episiotomi akan menyebabkan morbiditas dibandingkan
persalinan tanpa episiotomi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk
nyeri dan dispareunia yang signifikan pada kelompok penelitian
(Oxon, et all, 2012).
8

5. Tingkat Luka Perineum


Menurut Sarwono (2011) bahwa perlukaan pada perineum dapat
dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu :
a) Tingkat I, bila perlukaan perineum hanya terbatas pada mukosa
vagina atau kulit perineum. Pada perlukaan tingkat I, bila hanya
berupa luka lecet, tidak diperlukan penjahitan.
b) Tingkat II, jika perlukaan yang lebih dalam dan bisa meluas ke
vagina dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital.
c) Tingkat III, perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam dari tingkat
II yang menyebabkan muskulus sfingter ani eksternus terputus.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ruptur perineum ditegakkan dengan
pemeriksaan langsung pada tempat terjadinya perlukaan dimana akan
timbul perdarahan yang bisa bersifat perdarahan arterial (Sarwono,
2011).

7. Penatalaksanaan Ruptur Perineum


a) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
sumber perdarahan.
b) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan anti septik
c) Jepit dengan ujung klem sumber perdaraan dan ikat dengan benang
yang dapat diserap
d) Lakukan penjahita luka mulai dari yang paling distal terhadap
operator.
e) Khusus ruptur perineum komplit (hingga anus dan sebagian
rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi
pada rektum, sebagai berikut:
1) Setelah prosedur aseptik dan anti septik, pasang busi rektum
hingga ujung robekan.
9

2) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul


submukosa, menggunakan benang poliglikolik no.2/0
(Dexon/vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani
dengan klem dan ahit dengan benang no. 2/0.
3) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa
dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
4) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal
dan subkutikuler.
5) Berikan antibiotika profilaksis (Ampisilin 2 gr dan
metronidazol 1 gr per oral). Terapi penuh antibiotika hanya
diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan
tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas
(Prawirohardjo, 2010).

8. Pathway Ruptur Perineum


Faktor Penyebab/Faktor Risiko
Ruptur Perineum

Kala Pengeluaran

Ruptur Perineum

Derajat Luka Perineum


(Derajat I, Derajat II dan Derajat III)

Cedera jaringan lunak setelah persalinan (ruptur jaringan)

Trauma mekanis personal hygine kurang baik Pembuluh darah rusak


( genetalia kotor) (pendarahan)

Nyeri akut Risiko Infeksi Syok Hipovolemik


10

B. Konsep Asuhan Keperawatan Ruptur Perineum


1. Pengkajian Keperawatan
a. Biodata yang perlu dikaji adalah biodata ibu dan suami yang terdiri
dari : Nama, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, lamanya menikah, dan alamat sekarang.
1) Data Biologis – fisiologis
Data biologi – fisiologis mencakup tentang riwayat kesehatan
ibu pada saat sekarang dan masa lalu.
2) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang ditanyakan adalah tentang adanya
penyakit keturunan baik menular atau tidak. Begitu juga
dengan status genogram keluarga yang terdiri dari 3 generasi.,
yaitu :
a) Generasi I : Kakek dan nenek
b) Generasi II : Ayah dan ibu
c) Generasi III : Ibu / klien
3) Riwayat Reproduksi
Hal yang ditanyakan pada klien atau keluarga adalah siklus
haid, durasi haid, riwayat haid : kapan pertama haid dan
terakhir haid, ini dilakukan untuk mengetahui kelahiran sesuai
bulan atau tidak. Hal yang perlu ditanyakan adalah riwayat
obstetric yang terdiri atas apakah pernah hamil dan melakukan
persalinan pada masa lalu, jumlah anak, keadaan ibu dan anak,
dan bagaimana jenis persalinannya. Hal lain yang perlu
ditanyakan adalah apakah ibu pernah ber – KB , apa jenisnya
dan apa ada keluhan saat menggunakannya.
4) Riwayat Aktivitas sehari – hari (Rukiyah, 2010)
b. Kebutuhan nutrisi
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makanan ringan.
11

1) Kebutuhan istirahat Kegembiraan yang dialami setelah


melahirkan seorang bayi bisa membuat ibu sulit untuk
beristirahat. Ibu baru biasa merasa cemas akan kemampuannya
dalam merawat bayinya atau sering merasa nyeri . Hal ini bisa
membuatnya sukar untuk tidur.
c. Personal Hygiene Klien yang harus istirahat di tempat tidur
( misalnya: karena hipertensi, pemberian infus, Sectio Cesarea )
harus dimandikan setiap hari dengan pencucian daerah perineum
pada waktu sesudah selesai membuang hajat. Setelah ibu mampu
mandi sendiri, biasanya daerah perineum dicuci sendiri dengan
menggunakan botol atau wadah lain. Penggantian tampon harus
sering dilakukan sedikitnya setelah pencucian perineum dan setiap
kali habis ke belakang.
d. Kebutuhan eliminasi
1) Kebutuhan eliminasi BAB :
Buang Air Besar secara spontan bisa tertunda selama dua
sampai tiga hari setelah ibu melahirkan.
2) Kebutuhan eliminasi BAK :
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas
kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anastesi
menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun
e. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik umum
a) Pemeriksaan fisik terdiri atas penampilan ibu, kesadaran
ibu, TB / BB ibu
b) Tanda – tanda vital Beberapa perubahan tanda – tanda
vital bisa terlihat jika wanita dalam keadaan normal.
Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan
darah sistole maupun diastole dapat timbul dan dapat
berlangsung selama sekitar 4 hari setelah wanita
melahirkan
12

c) Fungsi pernafasan kembali ke fungsinya saat wanita tidak


hamil pada bulan ke – 6 setelah melahirkan. Suhu badan
ibu dikaji saat masuk ke ruang pemulihan dan di ulang 1
jam kemudian.
d) Kulit Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya
menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi
diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Diaforesis ialah perubahan yang paling
jelas terlihat pada sistem integumen.
e) Inspeksi Wajah Wajah pada umumnha tidak ada edema
namun ekspresi wajah akan cemas dan nyeri akan terlihat.
f) Inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi daerah perut:
- Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi
perkembangan payudara selama hamil (estrogen,
progesteron, human chorionik gonadotropin,
prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan
cepat setelah bayi lahir
- Denyut jantung dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil.
- Perut Striae masih tampak. Dalam 2 minggu setelah
melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks.
Kulit memperoleh elatisitasnya, tetapi sejum
menetap. Nyeri after pain biasa ditemukan pada
multipara karena uterus yang teregang penuh dua
kali lipat jauh lebih kendur daripada uterus
primipara dan harus berkontraksi lebih kuat untuk
menghasilkan involusi (Rukiyah,2010)
g) Panggul / vagina/ serviks/ perineum/ anus :
- Serviks :Serviks menjadi lunak segera setelah ibu
melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks
13

memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat


dan kembali ke bentuk semula
- Topangan otot panggul :Struktur penopang uterus
dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di
kemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul
yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan
memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali
ke tonus otot semula
- Vagina dan perineum : Vagina yang teregang akan
kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6
– 8 minggu setelah bayi lahir. Pada awalnya,
introitus mengalami eritematosa dan edematosa,
terutama pada daerah episiotomi atau jahitan
laserasi.
- Perineum diperiksa 2 kali sehari dengan penerangan
yang baik. Perawat / bidan melakukan observasi
untuk menemukan eritema, edema, memar,
pengeluaran sekret, atau tarikan pada bekas jahitan
di daerah perineum.
- Anus : Hemoroid umumnya terlihat.
h) Inspeksi dan palpasi tungkai bawah
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama
hamil berlangsung secara terbalik pada masa
pascapartum. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain
kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita
tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
f. Pemeriksaan Laboratorium : Hematokrit dan hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang
hilang lebih besar daripada sel darah yang hilang. Penurunan
volume plasma dan epningkatan sel darah merah dikaitkan dengan
14

peningkatan hematokrit pada hari ke -3 sampai hari ke -7


pascapartum
g. Pengobatan : Pemberian antibiotik dan analgetik.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai
respons individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah
kesehatan / proses kehidupan yang aktual dan potensial. (Marilynn
E.Doenges, 2001). Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
merupakan tanggung jawab perawat. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul yaitu :
a) Nyeri akut
b) Risiko infeksi
c) Syok Hipovolemik

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Luaran Perencanaan Keperawatan
Keperawatan
SLKI SIKI
SDKI
Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I. 08238)
asuhan keperawatan
1. Observasi
selama 3 kali 24 jam,
o lokasi, karakteristik, durasi,
maka diharapkan
frekuensi, kualitas, intensitas
tingkat nyeri
nyeri
menurun dan kontrol
o Identifikasi skala nyeri
nyeri meningkat
dengan kriteria hasil: o Identifikasi respon nyeri non

1. Tidak verbal

mengeluh nyeri o Identifikasi faktor yang

2. Tidak meringis memperberat dan


15

3. Tidak bersikap memperingan nyeri


protektif o Identifikasi pengetahuan dan
4. Tidak gelisah keyakinan tentang nyeri
5. Tidak o Identifikasi pengaruh budaya
mengalami terhadap respon nyeri
kesulitan tidur o Identifikasi pengaruh nyeri
6. Frekuensi nadi pada kualitas hidup
membaik o Monitor keberhasilan terapi
7. Tekanan darah komplementer yang sudah
membaik diberikan
8. Melaporkan o Monitor efek samping
nyeri terkontrol penggunaan analgetik
9. Kemampuan 2. Terapeutik
mengenali o Berikan teknik
onset nyeri nonfarmakologis untuk
meningkat mengurangi rasa nyeri (mis.
10. Kemampuan TENS, hypnosis, akupresur,
mengenali terapi musik, biofeedback,
penyebab nyeri terapi pijat, aroma terapi,
meningkat teknik imajinasi terbimbing,
11. Kemampuan kompres hangat/dingin, terapi
menggunakan bermain)
teknik non- o Control lingkungan yang
farmakologis memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
16

3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
o Jelaskan strategi meredakan
nyeri
o Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
o Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
o Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgetik (I.08243)

1. Observasi
o Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
o Identifikasi riwayat alergi
obat
o Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
o Monitor tanda-tanda vital
17

sebelum dan sesudah


pemberian analgesik
o Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
o Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
o Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
o Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
o Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
o Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

Risiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Pemantauan tanda vital


(D.0142) asuhan keperawatan 2. Kaji tanda-tanda infeksi ;
selama 3 x 24 jam suhu tubuh, nyeri dan
diharapkan resiko
18

infeksi dapat
perdarahan
berkurang. Dengan
3. Monitor tanda dan gejala
kriteria hasil sebagai
infeksi sistemik dan lokal
berikut :
4. Mencuci tangan sebelum
1. Mengenali tanda
dan sesudah setiap
dan gejala yang
melakukan kegiatan
mengindikasika
perawatan pasien
n risiko dalam
5. Mengajarkan pasien dan
penyebaran
infeksi keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi
2. Mengetahui cara
6. Mengajarkan pasien dan
mengurangi
penularan keluarga bagaimana

infeksi menghindari infeksi.

3. Mengetahui 7. Rawat luka (inspeksi

aktivitas yang kondisi luka)

dapat 8. Mengajarkan pasien

meningkatkan merawat luka.

infeksi
Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
(D.0023) tindakan
keperawatan selama 1. Observasi
3 x 24 jam o Periksa tanda dan gejala

diharapkan Status hipovolemia (mis. frekuensi


Cairan Membaik nadi meningkat, nadi teraba
dengan kriteria hasil: lemah, tekanan darah
1. Kekuatan nadi menurun, tekanan nadi
meningkat menyempit,turgor kulit
2. Output urine menurun, membrane mukosa
meningkat kering, volume urine
3. Frekuensi nadi menurun, hematokrit
19

membaik meningkat, haus dan lemah)


4. Tekanan darah o Monitor intake dan output
membaik cairan
5. Tekanan nadi 2. Terapeutik
membaik o Hitung kebutuhan cairan
6. Membran o Berikan posisi modified
mukosa lembab trendelenburg
meningkat o Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
o Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
o Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian cairan
IV issotonis (mis. cairan
NaCl, RL)
o Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
o Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
plasmanate)
o Kolaborasi pemberian produk
darah

Pemanatauan Cairan (I.03121)

1. Observasi
o Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
20

o Monitor frekuensi nafas


o Monitor tekanan darah
o Monitor berat badan
o Monitor waktu pengisian
kapiler
o Monitor elastisitas atau turgor
kulit
o Monitor jumlah, waktu dan
berat jenis urine
o Monitor kadar albumin dan
protein total
o Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. Osmolaritas
serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
o Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan
darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat,
berat badan menurun dalam
waktu singkat)
o Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia mis. Dyspnea,
edema perifer, edema
21

anasarka, JVP meningkat,


CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
o Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal,
peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)
2. Terapeutik
o Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
o Dokumentasi hasil
pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan Keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik
yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Menurut (Kozier &
22

Erb, 2011), implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana


perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah
dilaksanakan sebelumnya. Tahap ini akan muncul bila perencanaan
diaplikasikan pada subjek.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan (Asmadi, 2008). Hasil evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif yaitu menghasilkan
umpan balik selama program berlangsung, sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi
efektifitas pengambilan keputusan. Format yang dapat digunakan
untuk evaluasi keperawatan yaitu format SOAP yang terdiri dari:
a. Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari subjek.
b. Objective, yaitu data yang diobservasi oleh perawat dan keluarga.
c. Analysis, yaitu kesimpulan dari subjektif dan objektif (biasanya
ditulis dalam bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan
apakah tujuan telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga
kemungkinan simpulan, yaitu:
1) Tujuan tercapai, yaitu respon klien sama dengan hasil yang
diharapkan
2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu hasil yang diharapkan
hanya sebagian yang berhasil dicapai
3) Tujuan tidak tercapai.
d. Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan analisis
BAB III
KASUS KELOLAAN

A. Gambara Kasus
Ny. R usia 26 tahun datang ke IGD RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
pada tanggal 25 Oktober 2022 dari kota Dumai dengan lama perjalanan 4
jam. Keluhan saat ini pasien mengatakan BAB tidak bisa ditahan dan keluar
BAB dari jalan lahir sejak 2 bulan yang lalu, BAB tidak bisa ditahan terutama
jika BAB cair. Jika pasien buang angin BAB keluar sendiri, buang angin
tidak dapat ditahan. pasien post melahirkan 2 bulan yang lalu tanggal 13
Agustus 2022 di bidan Dumai. Dilakukan penjahitan namun 3 hari setelah itu
keluhan muncul. Saat dilakukan pemeriksaan genitalia tampak jahitan
perineum. Riwayat obstetri: P2A0H2, pertama tahun 2020 usia kehamilan
atem, BB lahir 3200g, lahiran spontan dengan bidan Dumai. Kedua tahun
2022 usia kehamilan atem, BB lahir 4000g, lahiran spontan dengan bidan
Dumai.didapatkan hasil dari pemeriksaan penunjang diagnostic:
HB;12,6G/dl, leukosit;8.090, hematocrit;38,9%. Dengan diagnose medis
P2A0H2+Ruptur perineum total. Tanggal 26 Oktober 2022 pasien melakukan
Operasi
B. Pengkajian
1. Identitas Data
a. Inisial : Ny. R
b. Usia : 26 tahun
c. Pekerjaan : IRT
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : S1
f. Suku : Melayu
g. Status perkawinan: Menikah
h. Alamat : Jl. Sidodadi, Dumai
i. Tanggal masuk rumah sakit: 25 Oktober 2022
j. Nomer Registrasi : 01107708

23
24

k. Tanggal Pengkajian : 26 Oktober 2022


l. Diagnosa Medis : P2A0H2+Ruptur perineum total
2. Status Kesehatan
a. Umur perkawinan pertama: 23 tahun
b. Lama kawin : 3 tahun
c. Dengan suami sekarang : Ya
3. Keluhan Utama / Saat ini
A. Riwayat Kehamilan dan persalinan

No Tahun Jenis Penolong Jenis Keadaan Masalah


Persalinan Bayi Waktu Kehamilan
Lahir/BB

1. 2020 Spontan Bidan Normal Hidup/3200g Tidak Ada


2. 2022 Spontan Bidan Normal Hidup/4000g Tidak Ada

B. Riwayat Penyakit Pasien


Pasien mengatakan keluar BAB dari vagina, keluhan muncul
sejak 3 hari setelah lahiran tanggal 13 Agustus 2022. BAB tidak
bisa ditahan terutama jika BAB cair, jika buang angina keluar
BAB dari jalan lahir dan buang angina tidak bia ditahan.
C. Riwayat Kesehatan saat ini
Pasien mengatakan nyeri di bagian vagina bekas operasi, dan
menganggu istirahat pasien. Pasien mengatakan ada cairan bening
tapi berwarna pink di vagina.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat
yang sama.
E. Riwayat Ginekologi
1. Masalah Ginekologi: tidak pernah ada masalah, baru pertama
kali.
25

2. Riwayat KB : Pasien mengatakan KB obat


F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
TD : 112/63 mMHg
Nadi : 100 x/m
RR : 20x/m
S : 35,8◦C
2. Kepala dan Leher
Kepala : simetris, bersih
Wajah : pasien tampak meringis, skala nyeri 3
Mata : sclera bersih, konjungtiva normal
Hidung : simetris
Mulut : mukosa kering, gigi bersih
Telinga : simetris
Leher : simetris

3. Dada : Simetris, suara sonor, suara nafas vesikuler

Jantung : simetris, suara janttung normal

Paru-paru: : Simetris, sonor, suara nafas vesikuler

Payudara : Pasien mengatakan payudara terasa bengkak pada


saat telat memompa

ASI : Pasien mengatakan ASI keluar banyak

4. Abdomen: siemtris, pasien mengatakan nyeri dibagian bawah


perut
5. Genitalia
Vagina : tampak post Operasi, pasien mengatakan nyeri di
bagian vagina post op
Kebersihan: Bersih, tertutup kasa post op
Keputihan: tidak terlihat
26

6. Ekstremitas
 Atas
Edema : tidak
Varises : tidak ada
 Bawah
Edema : tidak ada
Varises : tidak ada
Reflek patela: normal
7. Eliminasi
Urine : terpasang kateter 700cc
BAB : pasien mengatakan masih tersugesti/trauma
8. Istirahat dan kenyamanan
 Keluhan istirahat dan tidur: pasien mengatakan waktu
tidur berkurang akibat sering nyeri
 Keluhan ketidaknyamanan : Ya, Lokasi: di daerah
vagina
9. Mobillisasi: Dibantu suami
10. Nutrisi dan cairan
 Asupan Nutrisi : pasien mengatakan selera makan baik
 Asupan Cairan : normal
11. Data psikologis
 Konsep Diri : Pasien mengatakan sudah menerima
keadaannya, dan tetap berdoa segera membaik dan
cepat pulang
 Koping : baik
 Kecemasan : pasien mengatakan trauma untuk hamil lagi
12. Obat-obatan yang digunakan saat ini:
 Infus RL 20 tpm
 Inj. Katerolac 3x30mg/24jam
 Lactulac syr 3x1 2mg
27

 Metronidazole 3x500mg
 Cefadroxil 2x500mg
 Asam mefenomat 3x500mg
 Becom c 1x1
13. Hasil pemeriksaan penunjang
HB : 12,6 g/dl
Leukosit :8,09
Trombosit: 372
Eritrosit:4,37
Hematocrit:38,9
C. Analisa Data

Data Masalah keperawatan

D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasi
3. Hypovolemia berhubungan dengan trauma/perdarahan
E. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Luaran Perencanaan Keperawatan
Keperawatan
SLKI SIKI
SDKI
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I. 08238)
(D.0077) asuhan keperawatan
1. Observasi
selama 3 kali 24 jam,
o lokasi, karakteristik, durasi,
maka diharapkan
frekuensi, kualitas, intensitas
tingkat nyeri menurun
nyeri
dan kontrol nyeri
o Identifikasi skala nyeri
meningkat dengan
o Identifikasi respon nyeri non
28

kriteria hasil: verbal


1. Tidak o Identifikasi faktor yang
mengeluh memperberat dan
nyeri memperingan nyeri
2. Tidak meringis o Identifikasi pengetahuan dan
3. Tidak bersikap keyakinan tentang nyeri
protektif o Identifikasi pengaruh budaya
4. Tidak gelisah terhadap respon nyeri
5. Tidak o Identifikasi pengaruh nyeri
mengalami pada kualitas hidup
kesulitan tidur o Monitor keberhasilan terapi
6. Frekuensi nadi komplementer yang sudah
membaik diberikan
7. Tekanan darah o Monitor efek samping
membaik penggunaan analgetik
8. Melaporkan 2. Terapeutik
nyeri terkontrol o Berikan teknik
9. Kemampuan nonfarmakologis untuk
mengenali onset mengurangi rasa nyeri (mis.
nyeri meningkat TENS, hypnosis, akupresur,
10. Kemampuan terapi musik, biofeedback,
mengenali terapi pijat, aroma terapi,
penyebab nyeri teknik imajinasi terbimbing,
meningkat kompres hangat/dingin, terapi
11. Kemampuan bermain)
menggunakan o Control lingkungan yang
teknik non- memperberat rasa nyeri (mis.
farmakologis Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
o Fasilitasi istirahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan
29

sumber nyeri dalam pemilihan


strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
o Jelaskan strategi meredakan
nyeri
o Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
o Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
o Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgetik (I.08243)

1. Observasi
o Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
o Identifikasi riwayat alergi
obat
o Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika,
non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
30

nyeri
o Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
o Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
o Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
o Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
o Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk
mengoptimalkan respon
pasien
o Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan
efek yang tidak diinginkan
3. Edukasi
o Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

Risiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Pemantauan tanda vital


(D.0142) asuhan keperawatan 2. Kaji tanda-tanda infeksi ;
31

selama 3 x 24 jam
diharapkan resiko
suhu tubuh, nyeri dan
infeksi dapat
perdarahan
berkurang. Dengan
3. Monitor tanda dan gejala
kriteria hasil sebagai
infeksi sistemik dan lokal
berikut :
4. Mencuci tangan sebelum
1. Mengenali
dan sesudah setiap
tanda dan
melakukan kegiatan
gejala yang
perawatan pasien
mengindikasik
5. Mengajarkan pasien dan
an risiko
dalam keluarga tentang tanda dan

penyebaran gejala infeksi

infeksi 6. Mengajarkan pasien dan

2. Mengetahui cara keluarga bagaimana

mengurangi menghindari infeksi.

penularan infeksi 7. Rawat luka (inspeksi

3. Mengetahui kondisi luka)

aktivitas yang 8. Mengajarkan pasien

dapat merawat luka.

meningkatkan
infeksi
Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia (I.03116)
(D.0023) tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam 1. Observasi
diharapkan Status o Periksa tanda dan gejala

Cairan Membaik hipovolemia (mis. frekuensi


dengan kriteria hasil: nadi meningkat, nadi teraba
1. Kekuatan nadi lemah, tekanan darah
meningkat menurun, tekanan nadi
2. Output urine menyempit,turgor kulit
32

meningkat menurun, membrane mukosa


3. Frekuensi nadi kering, volume urine
membaik menurun, hematokrit
4. Tekanan darah meningkat, haus dan lemah)
membaik o Monitor intake dan output
5. Tekanan nadi cairan
membaik 2. Terapeutik
6. Membran mukosa o Hitung kebutuhan cairan
lembab o Berikan posisi modified
meningkat trendelenburg
o Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
o Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
o Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian cairan
IV issotonis (mis. cairan
NaCl, RL)
o Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (mis. glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
o Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
plasmanate)
o Kolaborasi pemberian produk
darah

Pemanatauan Cairan (I.03121)
33

1. Observasi
o Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi
o Monitor frekuensi nafas
o Monitor tekanan darah
o Monitor berat badan
o Monitor waktu pengisian
kapiler
o Monitor elastisitas atau turgor
kulit
o Monitor jumlah, waktu dan
berat jenis urine
o Monitor kadar albumin dan
protein total
o Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. Osmolaritas
serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
o Identifikasi tanda-
tanda hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan
darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat,
berat badan menurun dalam
34

waktu singkat)
o Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia mis. Dyspnea,
edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat,
CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu
singkat)
o Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan
(mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan,
luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal,
peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar,
disfungsi intestinal)
2. Terapeutik
o Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
o Dokumentasi hasil
pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
o Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
35

F. Implementasi Keperawatan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Nyeri Akut Berhubungan dengan Agen Pencedra Fisik (Prosdur Oprasi)


Berdasarkan laporan kasus diagnosis keperawatan pada pasien yaitu
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi). Hal
ini sesuai dengan teori dari Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) bahwa nyeri
akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan. Hal ini didukung dengan penyebabnya yaitu agen pencedera fisik
(prosedur operasi) yang pasien dapatkan dengan tanda dan gejala seperti
pasien tampak meringis, bersikap waspada, gelisah, frekuensi nadi meningkat
dan sulit tidur.
B. Risiko Infeksi Berhubungan dengan Efek Prosedur Invasi
Berdasarkan laporan kasus diagnosis keperawatan pada pasien yaitu
Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasi. Hal ini sesuai
dengan teori dari Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) bahwa risiko infekis
berarti berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Dengan kondisi klinis pasien terkait tindakan invasi.
C. Hipovolemia Berhubungan dengan Trauma/Pendarahan
Berdasarkan laporan kasus diagnosis keperawatan pada pasien yaitu
Hipovolemia berhubungan dengan trauma/pendarahan. Hal ini sesuai dengan
teori dari Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) bahwa hipovolemia berarti
peningkatan volme cairan intravascular, interstisial dan intraselular yang
disebabkan oleh kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi,
peningkatan permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan dan evaporasi.
Dengan tanda dan gejala seperti frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, membran mukosa kering.

39
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan
panjang kira-kira 4 cm (Maimunah, 2015). Sedangkan menurut kamus
Dorland perineum adalah daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan
anus. Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya ratarata 4 cm
(Saifuddin, 2015).
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan
terjadi hampir pada semua primipara (Prawirohardjo, 2015). Pada dasarnya,
robekan perineum dapat dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui kepala janin terlalu cepat (Wiknjosastro, 2015).
B. Saran
1. Bagi Penulis
Hasil studi kasus yang dilakukan diharapkan dapat menjadi acuan
dan menjadi bahan pembanding pada studi kasus selanjutnya dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan ruptur perineum.
2. Bagi Perawat Ruangan
Diharapkan dapat meningkatkan motivasi pada pasien mengenai
motivasi dan dorongan dalam menjalani perawatan diruang Teratai dan
dapat memberikan asuhan keperawatan yang efesien kepada pasien.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat menambah
keluasan ilmu keperawatan dan menjadi bahan pembandingan bagi
penulis selanjutnya dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan ruptur perineum.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah, 2012, Asuhan Kebidanan Patologi, Trans Info Media, Jakarta

Anwar M, Maziad A, Prabowo RP. (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Aqila,2013,Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebidanan, EGC,Jakarta

Cunningham, et al. 2014. Obstetri WilliamsEdisi 23. Jakarta: EGC.

Dorland N. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke 28. Mahode AA, editor.
Jakarta: EGC; 2011. hal 457-507

Eddyman, 2012.Biologi Sel Dan Organ Reproduksi.EGC.Jakarta

Hamid Prasetyo Subagja.2014.Waspada Kanker-kanker Ganas Pembunuh


Wanita. Edisi 1 .FlashBooks.Jakarta

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing


Diagnoses: Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley
Blackwell.

Ika,2010,Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebidanan, EGC,Jakarta

Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical


surgical Nursing. Mosby: ELSIVER

Marilynn E. Doenges, 2014, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC,Jakarta

Marmi, 2015.Asuhan Keperawatan Patologi.Pustaka Pelajar.Jakarta

Mochtar, Rustam, 2011. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Jilid 2. EGC. Jakarta

Mustika, S.A., & Suryani, E.S. 2010. Hubungan Umur Ibu Dan Lama Persalinan
Dengan Kejadian Ruptur Perineum Pada Ibu Primipara Di Bps Ny. Ida
Farida Desa Pancasan Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Karya
Tulis Ilmiah.
1

Norwitz E, Schorge JO (2008). At a glance obstetri & ginekologi. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit Erlangga, pp: 118-119.

Oxorn H, Wiliam R, Forte. 2010. Ilmu kebidanan, Patologi & Fisiologi


Persalinan.Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika (YEM).

Prawirohardjo,S., 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Rukiyah, Yulianti. 2012. Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : CV. Trans Info
Media

Saifuddin, A. 2015. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina


Pustaka.

Sarwono Prawirohardjo, 2010, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal Dan Neonatal.Bina Pustaka. Jakarta

Sarwono Prawirohardjo, 2011, Ilmu Kandungan.Bina Pustaka. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia


(SDKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Wiknjosastro H. 2015. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Yoseph HK.2010.Ginekologi dan Obstetri Untuk Keperawatan dan Kebidanan.


Nuha Medika.Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai