Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Multiplikasi Tunas Dari Tunas in Vitro

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO


(TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN)

Disusun Oleh :
Puji Hanani
4411413023

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO


(TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN)
1. Tujuan : melatih ketrampilan mahasiswa dalam melakukan penggandaan tunas yang
efektif dan efisien
2. Landasan Teori :
Produksi bibit melalui kultur jaringan memerlukan beberapa tahapan, yait
multiplikasi tunas, inisiasi dan perkembangan perakaran serta aklimatisasi, (Georg
dan Sherington 1984). Berdasarkan jumlah kelipatan tunas dari setiap period
subkultur, maka jumlah planlet yang dapat diproduksi per satuan waktu dapat
diperkirakan. Pennel (1987) memberikan formulasi untuk menghitung potensi jumlah
planlet yang dapat dihasilkan secara teoritis.
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan pada dasarnya merupakan
pembuktian konsep totipotensi sel. Totipotensi merupakan suatu fenomena dimana sel
tanaman mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman utuh bila
ditumbuhkan pada lingkungan yang cocok (Pierik, 1987). Menurut Gunawan (1992)
kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagianbagian tanaman seperti
sel, protoplasma, jaringan, organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tanaman utuh kembali.
Pada prinsipnya kultur jaringan memerlukan tiga tahap utama. Tahap pertama
meliputi usaha-usaha untuk menjaga agar kultur yang ditumbuhkan dapat berkembang
dengan baik dalam kondisi aseptik. Tahap kedua adalah melakukan usaha agar dapat
terjadi multiplikasi (penggandaan) propagula dengan cepat, sehingga diperoleh
tanaman dalam jumlah besar. Tahap ketiga merupakan tahap persiapan pemindahan
planlet ke media tanam dalam pot/tanah (Murashige, 1997). Perkembangan teknik
perbanyakan klon melalui kultur in vitro mengarah kepada optimasi beberapa aspek
penting, yaitu genotipe dari sumber bahan tanaman yang digunakan; media, meliputi
komposisi media dan zat pengatur pertumbuhan tanaman yang digunakan; lingkungan
tumbuh kultur dan fisiologi jaringan tanaman sebagai eksplan (Wattimena et al.,
1992).
Menurut Gunawan (1992) keberhasilan dalam penggunaan metode kultur
jaringan sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan
tanaman menyediakan tidak hanya unsur-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga

karbohidarat yang umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya
didapat dari atmosfer melalui fotosintesis. Wetherell (1982) menambahkan satu atau
dua macam vitamin dan hormon tanaman untuk merangsang terjadinya pertumbuhan
dan atau pengaturan jenis pertumbuhan. Salah satu formulasi yang sering dipakai
sebagai media kultur adalah Murashige-Skoog (MS) yang ditemukan oleh Toshio
Murashige. Formulasi dasar mineral dari MS dapat digunakan untuk sejumlah besar
spesies tanaman pada perbanyakan secara in vitro (Wetherell, 1982).
Dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat ditempuh melalui
dua jalur, yaitu organogenesis dan embriogenesis somatik. Jalur embriogenesis
somatik di masa mendatang lebih mendapat perhatian karena bibit dapat berasal dari
satu sel somatik sehingga bibit yang dihasilkan dapat lebih banyak dibandingkan
melalui jalur organogenesis. Disamping itu, sifat perakarannya sama dengan bibit asal
biji.
Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan sitokinin dan auksin. Auksin
mempunyai peran ganda tergantung pada struktur kimia, konsentrasi, dan jaringan
tanaman yang diberi perlakuan. Pada umumnya auksin digunakan untuk menginduksi
pembentukan kalus, kultur suspensi, dan akar, yaitu dengan memacu pemanjangan
dan pembelahan sel di dalam jaringan kambium (Pierik, 1987). Untuk memacu
pembentukan kalus embriogenik dan struktur embrio somatik seringkali auksin
diperlukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi.
Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses
biologi dalam jaringan tanaman (Davies, 1995; Gaba, 2005). Perannya antara lain
mengatur kecepatan pertumbuhan dari masingmasing jaringan dan mengintegrasikan
bagian-bagian tersebut guna menghasilkan bentuk yang kita kenal sebagai tanaman.
Aktivitas zat pengatur tumbuh di dalam pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur
kimia, konsentrasi, genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman (Satyavathi et al.,
2004; George, 1993;Dodds dan Roberts, 1982). Dalam proses pembentukan organ
seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen yang
ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi
oleh jaringan tanaman (Winata, 1987). Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam
media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam
sel, sehingga menjadi faktor pemicu dalam proses tumbuh dan perkembangan
jaringan. Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi
dosis auksin dan sitokinin eksogen (Poonsapaya et al., 1989).
3. Rumusan Masalah :

Bagaimana cara melakukan penggandaan tunas tanaman anggrek dan krisan yang
efektif dan efisien?
4. Alat dan Bahan :
a. Alat :
Laminar Air Flow Cabinet (LAF) yang dilengkapi lampu UV (ultra
violet)
Botol kultur (volume 100 ml) dan penutup
Skalpel, pinset dan cawan petri steril
Lampu spiritus
Sprayer volume 500 ml
b. Bahan :
Tunas in vitro anggrek dan krisan
Media MS yang mengandung BA dan NAA dengan perbandingan A
(Kinetin 7,5 ppm + NAA 5 ppm) dan B (Kinetin 5 ppm + NAA 5 ppm)
Spirtus/alkohol
5. Cara Kerja :
1. Menyiapkan media MS ditambah ZPT dengan dua kombinasi, yaitu BA (7,5 ppm
+ 5 ppm) dan BA (7,5 ppm + NAA 7,5 ppm)
2. Mengambil satu clump tunas yang telah ditumbuhkan dalam medium in vitro.
3. Ke dalam setiap botol kultur ditanam satu tunas dengan menggunakan piset,
scalpel yang steril ke medium kultur
4. Meletakkan botol kultur di atas rak kutur didalam ruang inkubasi tertutup bersuhu
24C-25C dalam kondisi terang 24 jam

6. Hasil
No.

Foto

Keterangan

1.

Hari mulai terbentuk


tunas baru : belum

terbentuk
Jumlah tunas normal : 4
Pertambahan tinggi :

belum bertambah
Pertambahan
jumlah
daun/

2.

belum

bertambah
Morfologi tunas: kuncup
masih

Tanaman Krisan

tunas:

kecil,

belum

terbentuk daun baru


Media agar padat
Hari mulai terbentuk
tunas baru : belum

terbentuk
Jumlah tunas normal : 4
Pertambahan tinggi :

belum bertambah
Pertambahan jumlah
daun/ tunas: belum

Tanaman Anggrek

bertambah
Morfologi tunas: kuncup
masih kecil, belum
terbentuk daun baru

7. Pembahasan
Teknik multiplikasi tunas merupakan teknik yang efisien untuk
reproduksi tumbuhan. Tunas, baik yang diperroleh dari tumbuhan yang hidup
di kondisi alamiah maupun in vitro dapat diinduksi untuk menggada dengan
perlakuan tertentu. Penggandaan tunas pada umumnya memerlukan ZPT.
Kombinasi antara sitokinin dengan auksin dapat memacu morfogenesis
dalam pembentukan tunas (Flick et al., 1993). Pada tanaman inggu,
pembentukan tunas adventif dari batang dapat diperoleh dengan menggunakan
media MS + BA 1,5 mg/l + 2.4-D 0,3 mg/l (Lestari dan Husni, 1997). Tunas
adventif pada tanaman daun dewa diperoleh dari kalus yang diinisiasi
menggunakan media MS + 2.4-D 0,1 mg/l + BA 0,1 mg/l + kinetin 2 mg/l
kemudian dipindah ke media tanpa zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh
2.4-D berperan sebagai inisiasi kalus, dengan adanya BA maka pembentukan
tunas adventif menjadi lebih aktif (Flick et al., 1993).
Jenis zat pengatur tumbuh yang berbeda dari golongan yang sama seperti
kinetin, zeatin dan 2-iP kadang dibutuhkan untuk memacu morfogenesis yang
lebih optimal (Gaba, 2005). Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur
jaringan tergantung pada tujuan atau arah pertumbuhan tanaman yang
diinginkan. Zat pengatur tumbuh BA (benzyl adenin) paling banyak digunakan
untuk memacu penggandaan tunas karena mempunyai aktivitas yang kuat
dibandingkan dengan kinetin (Zaer dan Mapes, l982). BA mempunyai struktur
dasar yang sama dengan kinetin tetapi lebih efektif karena BA mempunyai
gugus benzil (George dan Sherington, l984). Flick et al. (1993) menyatakan
bahwa pada umumnya tanaman memiliki respon yang lebih baik terhadap BA
dibandingkan terhadap kinetin dan 2-iP sehingga BA lebih efektif untuk
produksi tunas in vitro.
Hasil yang diperoleh yaitu tanaman anggrek dan krisan belum
menunjukkan pertumbuhan yang maksimal. Belum terbentuk tunas baru,
belum ada pertambahan tinggi tunas dan belum ada pertambahan jumlah daun/
tunas. Kemungkinan hal ini adalah kurangnya waktu yang diberikan untuk
mengamati pertumbuhan tanaman sub kultur dan tanaman tersebut
memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh.
8. Simpulan
1. Media yang digunakan untuk multiplikasi atau subkultur tanaman anggrek
dan krisan yaitu media MS yang ditambahkan dengan ZPT kinetin dan

NAA
2. Belum terjadi pertumbuhan tanaman anggrek maupun tanaman krisan
karena tanaman memerlukan waktu yang lama untuk membentuk tunas
yang baru.
9. Daftar Pustaka
Davies, P.J. 1995. The Plant hormone their nature, occurence and function. In
Davis (ed). Plant Hormone and Their Role in Plant Growth
Development. Dordrecht Martinus Nijhoff Pulblisher
Gaba, V.P. 2005. Plant Growth Regulator. In RN. Trigiano and D.J Gray (eds.).
Plant Tissue Culture and Development. CRC Press. London. P. 87-100
George, E.F. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture. Part 1 Th
Technology Exegetic. England. P. 1361George, E.F and P.D.
Sherington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Andbook and
Directory of Commercial Laboratories. Exegetic. England. 809 p
10. Lampiran
a.jawaban pertanyaan :
1. di dalam percobaan ini tidak dilakukan sterilisasi eksplan karena eksplan yang
diambil dari tunas in vitro yang sudah dikulturkan.
2. media yang digunakan menggunakan ZPT BA dan NAA karena keduanya termasuk
dalam hormon sitokinin dan auksin. Penggunaan sitokinin dan auksin dalam satu
media dapat memacu proliferasi tunas karena adanya pengaruh sinergisme antara zat
pengatur tumbuh tersebut (Thorpe, 1987; Davies, 1995). Contohnya pada tanaman
obat langka pulasari (Alyxia stellata) kombinasi BA dan NAA menghasilkan tunas
lebih banyak (Lestari dan Mariska, 1992), tanaman krisan menggunakan kombinasi
BA 1 mg/l + GA3 mg/l diperoleh faktor multiplikasi tunas tertinggi (Karim et al.,
2003), dan tanaman tangguh menggunakan kinetin 3 mg/l + IAA 10 mg/l (Lestari et
al., 1999).
3.ZPT yang menunjukkan hasil terbaik yaitu A dengan konsentrasi Kinetin 7,5 ppm
dan NAA 5 ppm. karena tanaman lebih cocok pada ZPT tersebut.
4.sub kultur dilakukan untuk memperbanyak tunas agar hasil yang diinginkan banyak
dan memperoleh hasil yang diinginkan
5. ada. Tunas yang abnormal pada hasil yaitu tunas anggrek karena media yang
digunakan mencari/ kontam.
b. Lampiran cara pembuatan Medium :
1. Membuat Larutan stok ZPT kinetin dan NAA:

Menimbang sebanyak 0,1 gram NAA dan 0,1 gr BAP atau kinetin
Melarutkan dalam 100 ml akuades masing-masing stok ZPT dalam erlenmeyer
Untuk ZPT Kinetin ditambahkan HCL 10%
Seddangkan ZPT NAA ditambahkan NAOH 10%

2. Membuat Medium A (Medium MS dan Kinetin 7,5 ppm + NAA 5 ppm)


Mengambil sebanyak 7,5 ml ZPT kinetin yang telah dibuat dan 5 ml
NAA yang telah dibuat
Media MS dicampurkan dengan larutan tersebut.
3. Membuat Medium (Medium MS dan Kinetin 7,5 ppm + NAA 7,5 ppm)
Mengambil sebanyak 7,5 ml ZPT kinetin yang telah dibuat dan 7,5 ml

NAA yang telah dibuat


Media MS dicampurkan dengan larutan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai