Cocor Bebek
Cocor Bebek
Cocor Bebek
Cocor bebek
Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Genus: Seksi: Spesies: Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Saxifragales Crassulaceae Kalanchoe Bryophyllum K. pinnata
Cocor bebek populer digunakan sebagai tanaman hias di rumah tetapi banyak pula yang tumbuh liar di kebun-kebun dan pinggir parit yang tanahnya banyak berbatu.
]Mengenal
cocor bebek
[sunting]Deskripsi
Cocor bebek memiliki batang yang lunak dan beruas. Daunnya tebal berdaging dan mengandung banyak air. Warna daun hijau muda (kadang kadang abu-abu). Bunga majemuk, buah kotak. Bila dimakan cocor bebek rasanya agak asam dan dingin.[1]
[sunting]Penyebaran
Cocor bebek menjadi tanaman yang umum di daerah beriklim tropika seperti Asia, Australia, Selandia Baru, India Barat, Makaronesia, Maskarenes, Galapagos, Melanesia, Polinesia, and Hawaii.[2] Di banyak daerah tersebut, seperti di Hawaii, tanaman ini dianggap sebagai spesies yang invasif.[3] Alasan utama penyebarannya yang besar adalah karena kepopuleran tanaman ini sebagai tanaman hias.
[sunting]Kegunaan
Cocor bebek mengandung asam malat, damar, zat lendir, magnesium malat, kalsium oksalat, asam formiat, dan tanin. Cocor bebek digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan sakit kepala, batuk, sakit dada, borok, dan penyakit kulit lainnya, menyembuhkan demam, memperlancar haid yang tidak teratur, obat luka, serta bisul.[4]
Cocor bebek atau suru bebek(Latin:Kalanchoe pinnata syn.Bryophyllum calycinum syn.Bryophyllum pinnatum) adalah tumbuhan sukulen (mengandung air) yang berasal dari Madagaskar. Tanaman ini terkenal karena metode reproduksinya melalui tunas daun (tunas/adventif). Cocor bebek populer digunakan sebagai tanaman hias di rumah tetapi banyak pula yang tumbuh liar di kebun-kebun dan pinggir parit yang tanahnya banyak berbatu. Cocor bebek memiliki batang yang lunak dan beruas. Daunnya tebal berdaging dan mengandung banyak air. Warna daun hijau muda (kadang kadang abu-abu). Bunga majemuk, buah kotak. Bila dimakan cocor bebek rasanya agak asam dan dingin.
Cocor bebek menjadi tanaman yang umum di daerah beriklim tropika seperti Asia, Australia, Selandia Baru, India Barat, Makaronesia, Maskarenes, Galapagos, Melanesia, Polinesia, and Hawaii. Di banyak daerah tersebut, seperti di Hawaii, tanaman ini dianggap sebagai spesies yang invasif.
Alasan utama penyebarannya yang besar adalah karena kepopuleran tanaman ini sebagai tanaman hias.
Cocor bebek mengandung asam malat, damar, zat lendir, magnesium malat, kalsium oksalat, asam formiat, dan tanin. Cocor bebek digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan sakit kepala, batuk, sakit dada, borok, dan penyakit kulit lainnya, menyembuhkan demam, memperlancar haid yang tidak teratur, obat luka, serta bisul.
Penelitian yang dilakukan oleh Supratman beserta rekan-rekan dari Divisi Biokimia Terapan Osaka Prefecture University di Sakai, Jepang, menunjukkan bahwa isolasi terhadap lima bufadienolides dari daun sosor
bebek mempunyai efek menghambat pengaktifan antigen awal virus Epstein-Barr (EBV-EA) pada sel Raji yang disebabkan oleh tumor. Selain bufadienolides, cocor bebek yang mempunyai rasa sedikit asam, lunak, dan dingin ini juga mengandung zat asam lemon, zat asam apel, vitamin C, alkaloid, flavonoid, quercetin-3-diarabinoside, dan kaempferol-3glucoside. Kandungan kimia tersebut membuat sosor bebek bisa digunakan untuk berbagai pengobatan. Selain bisa dimanfaatkan untuk pengobatan dalam, cocor bebek juga bisa digunakaan untuk penggunaan luar. Luka : Daun cocor bebek secukupnya diparut atau ditumbuk. Tambahkan sedikit air dan balurkan pada bagian tubuh yang mengalami luka. Ganti setiap tiga jam sekali. Perut mulas: Beberapa helai daun dadap serep ditumbuk dengan beberapa lembar daun cocor bebek. Beri sedikit air. Kemudian balurkan ramuan tersebut pada perut.Menurunkan demam: Lumatkan daun cocor bebek, lalu balurkan pada dahi. Gunakan dua kali sehari. Bisul atau memar: Hancurkan 30-60 gram daun cocor bebek kemudian peras. Tambahkan madu dan diminum. Sisa daun ditempelkan pada bagian yang sakit. Radang telinga luar: Lumatkan 5-10 daun cocor bebek, peras. Airnya digunakan sebagai obat tetes telinga. Radang amandel: Lumatkan 5-10 daun cocor bebek. Ambil airnya dan gunakan sebagai obat kumur. Ada yang tahu khasiatnya yang lain?
JAKARTA - Selama ini tanaman sosor bebek lebih sering digunakan sebagai penghias halaman rumah. Namun, tanaman yang berasal dari Madagaskar ini ternyata juga berkhasiat obat. Ia bisa digunakan sebagai obat, baik obat luar maupun dalam. Sosor bebek dalam bahasa Latin dikenal dengan namaKalanchoe pinnata Pers. Daunnya yang cukup tebal, selain banyak mengandung air, juga menyimpan berbagai bahan kimia yang bermanfaat bagi kesehatan. Sebuah situs kesehatan, National Center for Biotechnology Information, menyebutkan bahwa bufadienolides yang terdapat pada sosor bebek bersifat antitumor.
Penelitian yang dilakukan oleh Supratman beserta rekan-rekan dari Divisi Biokimia Terapan Osaka Prefecture University di Sakai, Jepang, menunjukkan bahwa isolasi terhadap lima bufadienolides dari daun sosor bebek mempunyai efek menghambat pengaktifan antigen awal virus Epstein-Barr (EBV-EA) pada sel Raji yang disebabkan oleh tumor. Selain bufadienolides, sosor bebek yang mempunyai rasa sedikit asam, lunak, dan dingin ini juga mengandung zat asam lemon, zat asam apel, vitamin C, alkaloid, flavonoid, quercetin-3diarabinoside, dan kaempferol-3-glucoside. Kandungan kimia tersebut membuat sosor bebek bisa digunakan untuk berbagai pengobatan. Sosor bebek selain antitumor juga mempunyai sifat antiradang, menghentikan perdarahan, mengurangi pembengkakan, dan mempercepat penyembuhan luka. Masyarakat China kerap menggunakan sosor bebek sebagai ramuan untuk mengatasi masalah pencernaan, muntah darah, dan gangguan pada telinga ataupun tenggorokan. Kemudian, sosor bebek juga digunakan untuk mengatasi trauma luka akibat kecelakaan, memar, ataupun perdarahan. Hal ini terutama dikarenakan sifat daun sosor bebek yang dingin. Untuk asma Masyarakat di Kepulauan Bahama kerap menggunakan daun sejuk, sebutan sosor bebek, untuk mengatasi gangguan asma atau pernapasan. Lalu, teh sosor bebek diminum untuk mengatasi rasa seperti terbakar di bagian dada. Teh tersebut juga sebagai antibakteri bagi luka memar atau luka pada tangan. Sebenarnya, bagian yang sering digunakan sebagai ramuan obat adalah daunnya. Namun, tak sedikit pula ramuan yang menggunakan seluruh tanaman sosor bebek. Hingga saat ini belum diberitakan akibat dari efek samping penggunaan sosor bebek. Meski begitu, beberapa literatur menyarankan untuk tidak menggunakan ramuan tersebut pada orang yang mempunyai gangguan terhadap fungsi pencernaan. Adapun pada beberapa orang dengan kulit sensitif, penggunaan ramuan langsung pada kulit dapat berakibat gatal atau menimbulkan lepuhan. Untuk itu, jika Anda ingin menggunakan sosor bebek sebagai ramuan obat, maka sebaiknya berkonsultasilah terlebih dahulu dengan ahli tanaman obat. Beberapa ramuan praktis sosor bebek dari Ir Winarto, seorang ahli tanaman obat, berikut ini bisa dijadikan pilihan untuk mengatasi beberapa keluhan. Untuk penggunaan luar : Luka Daun sosor bebek secukupnya diparut atau ditumbuk. Tambahkan sedikit air dan balurkan pada bagian tubuh yang mengalami luka. Ganti setiap tiga jam sekali. Perut mulas Beberapa helai daun dadap serep ditumbuk dengan beberapa lembar daun sosor bebek. Beri sedikit air. Kemudian balurkan ramuan tersebut pada perut. Menurunkan demamLumatkan daun sosor bebek, lalu balurkan pada dahi. Gunakan dua kali sehari.
Bisul atau memarHancurkan 30-60 gram daun sosor bebek kemudian peras. Tambahkan madu dan diminum. Sisa daun ditempelkan pada bagian yang sakit. Radang telinga luarLumatkan 5-10 daun sosor bebek, peras. Airnya digunakan sebagai obat tetes telinga. Radang amandelLumatkan 5-10 daun sosor bebek. Ambil airnya dan gunakan sebagai obat kumur.
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Atcc 6538 dan Escherichia coli Atcc 11229 Secara Invitro Ratih P., Rahadiyan W.B. 43
Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Atcc 6538 dan Escherichia coli Atcc 11229 Secara Invitro
Ratih Pramuningtyas, Rahadiyan W.B.
E mail: pramuningtyas_dr@yahoo.com
Abstract
Cocor Bebek leaves (Kalanchoe pinnata) contains cinamic acid, flavonoid, alphatocopherol dan bufadienolide acid which are presumably able to impede a bacterial growth so that the ethanol extract of cocor bebek leaves are indicated having an antimicrobe effect. This research purposes to find out the existence and nonexistence of the impeding power of the ethanol extract of cocor bebek leaves (Kalanchoe pinnata) on the Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacterias growth. The research is laboratory experimental with the ethanol extract of cocor bebek leaves (Kalanchoe pinnata) as the research subject. Bacterias which are used are Staphylococcus aureus ATCC 6538 and Escherichia coli ATCC 11229. The research method is Kirby Bauer by using an oxoid disk. The first step is standardizing each of 24 hours-aged Staphylococcus aureus dan Escherichia coli on BAP and Mc. Conkey medias in the standard of 0.5 Mc.Farland, then smearing using a sterile cotton-rid on Muller Hinton media. The researcher uses an empty oxoid disk as a negative control, an amoxicillin antibiotic disk on Staphylococcus aureus and a chloramphenicol on Escherichia coli as a positive control, while the researcher also places the oxoid disk containing the ethanol extract of cocor bebek leaves (Kalanchoe pinnata) with 20%, 40%, 60%, 80% and 100% concentrations
on the top of the plates. Then the researcher measures the impeding zone which is formed after the incubation on 370C for 1x24 hours. After that, the researcher analyzes the data using Mann-Whitney Non Parametry Test. The result is that on the degrees of 80% and 100%, Staphylococcus aureus bacteria has a significant difference (p<0,05) from the positive and negative controls. In conclusion, this research proves the existence of the antibacteria effect of the ethanol extract of cocor bebek leaves (Kalanchoe pinnata) on the Staphylococcus aureus growth in the concentrations of 80% and 100% and the nonexistence of the antibacteria effect on the Escherichia coli growth. Keywords: ethanol extract, cocor bebek leaves (kalanchoe pinnata), antibacteria, staphylococcus aureus, escherichia coli terstandar, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme serta adanya potensi toksisitas oleh toksik endogen yang terkandung didalamnya (Katno, 2004). Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yaitu obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM No. HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004). Salah satu dari keanekaragaman hayati yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat tradisional adalah cocor bebek (Kalanchoe pinnata) Tanaman ini termasuk tanaman sukulen (mengandung air) yang berasal dari Madagaskar. Tanaman ini terkenal dikarenakan cara Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang dapat diolah menjadi berbagai macam obat. Sejak ribuan tahun yang lalu, obat-obatan tradisional telah banyak digunakan dan menjadi budaya di Indonesia dalam bentuk ramuan jamu. Obat-obatan tradisional tersebut tidak hanya digunakan dalam fase pengobatan saja, melainkan juga digunakan dalam fase preventif, promotif dan rehabilitasi. Menurut penelitian obat-obatan tersebut banyak digunakan karena keberadaannya yang mudah
didapat, ekonomis, dan menurut penelitian memiliki efek samping relatif rendah serta adanya kandungan yang berbeda yang memiliki efek saling mendukung secara sinergis. Namun selain keuntungan yang dimilikinya, bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan seperti: efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum 44 Biomedika, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2009 pinnata maka dilakukan determiansi tanaman di laboratorium Biologi FKIP UMS dengan menggunakan bahan acuan Flora of Java (Backer ,1968). 2. Persiapan ekstrak etanol Kalanchoe pinnata Dilakukan proses pembuatan ekstrak etanol Kalanchoe pinnata melalui metode maserasi sehingga didapatkan ekstrak etanol Kalanchoe pinnata dengan konsentransi 100%, 80%, 60%, 40% dan 20% di laboratorium Farmakologi FK UMS. Selanjutnya rendam cakram kosong pada masing-masing konsentrasi ekstrak etanol Kalanchoe pinnata selama 15 menit. 3. Persiapan kontrol positif dan kontrol negatif Untuk kontrol positif terhadap kuman gram positif Staphylococcus aureus digunakan cakram amoksisilin 20 g sedangkan kontrol positif terhadap kuman gram negatif E s c h e r i c h i a co l i digunak an cakram kloramfenikol 30 g. Untuk kontrol negatif digunakan cakram kosong yang telah direndam dalam larutan akuades. 4. Persiapan alat uji aktivitas antibakteri Alat-alat yang akan digunakan pada proses uji aktivitas antibakteri terlebih dahulu dicuci bersih kemudian dikeringkan dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit. 5. Persiapan suspensi bakteri Ambil 1 ose bakteri dari biakan dan tanam pada media Mc.Conkey (Escherichia coli) dan media agar darah (Staphylococcus aureus). Eramkan selama 24 jam pada suhu 37C hingga didapatkan koloni kuman. Ambil 1 ose bakteri dari koloni kuman untuk masing-masing spesies kuman untuk kemudian masing-masing ditanam pada 0,5
ml media BHI cair dan dieramkan selama 5-8 jam pada suhu 37C. Siapkan 2 ml NaCl fisiologis steril dalam tabung reaksi. Kemudian ambil beberapa ose bakteri Staphylococcus aureus dari biakan dan masukkan kedalam tabung reaksi yang berisi NaCl fisiologis, dikocok sampai homogen untuk kemudian bandingkan dengan suspensi 0,5 Mc.Farland (108CFU/ml). Bakteri diambil dengan kapas lidi steril, dioleskan pada agar Muller Hilton dan diratakan. Lakukan hal serupa pada biakan Escherichia coli. 6. Pelaksanaan uji antibakteri Siapkan 2 plat media Muller Hilton yang kemudian pada plate pertama diolesi secara reproduksinya melalui tunas daun (tunas adventif ). Kalanchoe kaya akan kandungan alkaloid, triterpenes, glikosida, flavonoid, steroid dan lipid. Sedangkan pada daunnya terkandung senyawa kimia yang disebut bufadienolides. Bufadienolides pada Kalanchoe pinnata memiliki potensi untuk digunakan sebagai antibakteri, antitumor, pencegah kanker, dan insektisida (Lana, 2005). Sehubungan dengan adanya indikasi ekstrak daun Kalanchoe pinnata mempunyai daya anti bakteri, maka untuk membuktikan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak tanaman tersebut. Pada uji aktivitas bakteri ini digunakan bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri kokus gram positif (+) dan Escherichia coli yang merupakan bakteri batang gram negatif (-) (Jawetz et al, 2001). Material dan Desain Penelitian Penelitian ini merupak an penelitian eksperimental laboratorium dengan metode post test design only karena peneliti memberi pelakuan terhadap subjek dan mengevaluasi hasil akhirnya. Instrumentasi 1. Instrumen Instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Alat ekstraksi : Blender, seperangkat alat maserasi, tabung reaksi, alat timbang, penangas air
b. Alat uji aktivitas bakteri : Ose kolong, tabung reaksi , plat diameter 15 cm, autoklaf , inkubator. 2. Bahan Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut : a. Bahan utama berupa daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata). b. Bahan penyari : Etanol 70%, aquades steril. c. Bahan uji aktivitas antibakteri : Media Muller Hinton, BHI, BAP, Nutrient Agar Plate, aquades, alkohol 70%, Standar 0,5 Mc. Farland, NaCl fisiologis, disk antibiotik amoksisilin 20 g, disk antibiotik kloramfenikol 30 g, disk oksoid kosong. d. Biakan bakteri : Staphylococcus aureus ATCC 6538, Escherichia coli ATCC 11229 . Cara Kerja 1. Determinasi tanaman Untuk memastikan bahan yang akan dijadikan bahan ekstrak adalah tanaman Kalanchoe Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Atcc 6538 dan Escherichia coli Atcc 11229 Secara Invitro Ratih P., Rahadiyan W.B. 45 Hasil determinasi tersebut memiliki kunci determinasi : 1b, 2b, 3b, 4b, 6b, 7b, 10b, 11b, 12b, 13b, 14b, 16b, 286a, 287b => Familia : Crassulaceae. 1 ==> Genus : Kalanchoe 1 ==> Spesies : Kalanchoe pinnata L (Van Steenis, 2003; Tjitrosoepomo, 1988) B. Hasil Penelitian Penelitian mengenai efek antibakteri ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli diperoleh hasil sebagai berikut. merata dengan bakteri Staphylococcus aureus yang telah dibandingkan dengan standar 0,5 Mc.Farland. Untuk plate yang kedua diolesi secara merata dengan bakteri Escherichia coli yang telah dibandingkan dengan standart 0,5 Mc. Farland. Kemudian pada masing-masing plate diletakkan disk yang telah mengandung ekstrak etanol daun Kalanchoe pinnata 100%, 80%, 60%, 40%, 20%, kontrol positif dan kontrol
negatif. Atur jarak antar cakram sedemikian rupa agar tidak terlalu berdekatan. Selanjutnya inkubasi plate pada suhu 37C selama 18-24 jam. Zona hambatan yang terbentuk diukur dengan jangka sorong dalam satuan milimeter (mm). 7. Replikasi Uji antibakteri ekstrak etanol daun Kalanchoe pinnata terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229 dilakukan sebanyak 5 kali ulangan sesuai dengan perhitungan dengan menggunakan rumus estimasi besar sampel. Hasil Penelitian A. Hasil Determinasi Telah dilakukan determinasi tanaman yang dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS dengan menggunakan sampel tanaman yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan ekstrak. Hasil tes terhadap biakan Staphylococcus aureus Tabel 1: daya hambat antimikroba ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap Staphylococcus aureus (mm) Replikasi Staphylococcus aureus 0% 20% 40% 60% 80% 100% Amoksisilin 1 4 4 4 5,5 5,2 8 39,6 2 4 4 4 4 5,5 7,1 3 5,6 3 4 4 4,5 4,8 5,3 10,7 33,8 4 4 4 4 4,5 5,3 10,5 37,5 5 4 4 4 4 4 9 34,2 rata-rata 4 4 4,1 4,5 6 5,1 9,06 36,14 46 Biomedika, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2009 dilakukannya uji Anova adalah varian harus bersifat homogen. Uji Non Parametri Kruskall-Wallis Untuk menilai data secara statistik maka kemudian data diolah dengan uji Non Parametri Kruskall-Wallis. Pada uji ini didapatkan p (Asymp. Sig) = 0,000. Oleh karena p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar varian data. Uji Non Parametri Mann-Whitney Untuk mencari data mana yang berbeda secara bermakna maka dilakukan uji Non Parametri Mann-Whitney.
Pada uji yang dilakukan dengan pembanding kontrol negatif (-) digunakan untuk menilai daya hambat antibakteri secara statistik. Didapatkan pada konsentrasi 80% nilai p (Asymp. Sig) = 0,018 dan pada konsentrasi 100% nilai p = 0,005. Kedua nilai p tersebut < 0,05 maka dapat disimpulkan Dari grafik dan data diatas maka dapat diketahui bahwa pada biakan I terdapat daya hambat yang dimulai dari konsentrasi ekstrak sebesar 40% dan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kadar konsentrasi ekstrak. Rerata diameter daya hambat tersebut secara berurutan dari konsentrasi ekstrak 40% hingga 100% adalah sebesar 41 mm; 45,6 mm; 51 mm dan 90,6 mm. Data tersebut kemudian dianalisis pada = 0,05, dan diperoleh hasil sebagai berikut : Tes homogenitas varians Hasil analisis menunjukkan Levene Test hitung = 9,120 ternyata memiliki p (sig) = 0,000 Oleh karena p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varian yang ada adalah tidak homogen. Uji Anova Dikarenakan varian data yang ada tidak homogen maka uji Anova tidak dapat dilakukan, karena salah satu syarat untuk dapat Grafik 1 : daya hambat antimikroba ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap Staphylococcus aureus (mm) Tabel 2: Tes Mann-Whitney No. Pembagian kelompok N P (Asymp. Sig) 1 Kontrol (-) 5 0,317 40% 5 2 Kontrol (-) 5 0,054 60% 5 3 Kontrol (-) 5 0,018 80% 5 4 Kontrol (-) 5 0,005 100% 5 5 Kontrol (+) 5 0,009 100% 5 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Atcc 6538 dan Escherichia coli Atcc 11229 Secara Invitro Ratih P., Rahadiyan W.B. 47 ekstrak etanol daun cocor bebek dengan kadar 80% dan 100% memiliki daya hambat yang
bermakna secara statistik. Namun demikian apabila dibandingkan dengan amoksisilin sebagai kontrol (+) potensi daya hambat ekstrak etanol daun cocor bebek sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus masih jauh kurang efektif. Dalam hal ini berarti amoksisilin masih jauh lebih poten dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus bila dibandingkan daya hambat yang dihasilkan ekstrak etanol daun cocor bebek. bahwa pada kedua konsentrasi tersebut memiliki daya hambat yang bermakna secara statistik. Pada uji yang dilakukan dengan pembanding kontrol positif (+) digunakan untuk menilai besarnya potensi daya hambat antibakteri. Didapatkan pada konsentrasi dengan daya hambat tertinggi memiliki p (Asymp. Sig) = 0,009. Oleh karena p <0,05 maka dapat disimpulkan bahwa potensi daya hambat antibakteri ekstrak berbeda secara signifikan apabila dibandingkan dengan kontrol (+) yang berupa amoksisilin. Perhitungan di atas menunjukkan bahwa Hasil tes terhadap biakan Escherichia coli Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Tabel 3: daya hambat antimikroba ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap Escherichia coli (mm) Replikasi Escherichia coli 0% 20% 40% 60% 80% 100% Kloramfenicol 1 4 4 4 4 4 4 19,6 2 4 4 4 4 4 4 15,7 3 4 4 4 4 4 4 11,8 4 4 4 4 4 4 4 17,0 5 4 4 4 4 4 4 16,3 rata-rata 4 4 4 4 4 4 16,08 Grafik 2 : daya hambat antimikroba ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap Escherichia coli (mm) 48 Biomedika, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2009 besar ikut terambil termasuk bahan kimia yang bersifat antagonis sehingga kandungan kimia bahan yang diharapkan mampu bersifat bakteriostatik ternetralkan. Hal ini didukung oleh adanya pernyataan yang menyatakan bahwa cara ekstraksi dengan menggunakan etanol akan lebih banyak mengabsorbsi bahan kimia aktif dari
bahan (Ansel, 1988). Sedangkan zat aktif yang diduga memiliki daya antibakteri adalah cinamic acid yang menghambat sintesis protein mikroba, flavonoid dan alfatokoferol yang bekerja dengan menghambat metabolisme sel mikroba, serta bufadienolide yang bekerja dengan merusak asam nukleat mikroba. Kemungkinan yang lainnya adalah sifat ekstrak itu sendiri yang tidak homogen, yaitu sebagian besar zat aktif ekstrak memiliki berat molekul (BM) tinggi sedangkan sebagian zat aktif ekstrak lainnya memiliki BM yang rendah. Hal tersebut tampak pada sifat ekstrak yang cepat mengendap apabila didiamkan. Hal ini menyebabkan tidak semua zat aktif terserap kedalam disk, karena hanya zat aktif yang berada di dasar tabung yang terserap kedalam disk saat proses perendaman berlangsung. Adanya perbedaan dalam hal zona hambat yang dihasilkan antara bakteri Staphylococcus aureus gram (+) dengan bakteri Escherichia coli gram (-) dikarenakan adanya perbedaan komponen pada dinding sel kedua bakteri tersebut, dimana Staphylococcus aureus sebagai gram (+) memiliki 3 lapisan yaitu selaput sitoplasma, lapisan peptidoglikan yang tebal dan simpai, sedangkan Escherichia coli sebagai gram (-) memiliki lapisan yang lebih kompleks dan berlapis-lapis yaitu selaput sitoplasma, lapisan tunggal peptidoglikan, dan selaput luar yang terdiri dari lipoprotein dan lipopolisakarida. Selaput luar Escherichia coli sebagai gram (-) memiliki karakteristik yang unik dimana pada selaput itu bersifat menolak molekul hidrofobik sekaligus hidrofilik dengan baik namun di lain pihak selaput ini memiliki saluran khusus yang mengandung molekul protein yang disebut porin. Saluran tersebut memudahkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan BM rendah seperti gula dan asam amino, sedangkan molekul yang besar seperti molekul antibiotika dan termasuk juga molekul zat aktif ekstrak daun cocor bebek akan mengalami kesulitan bahkan gagal untuk menembusnya. Adanya perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan Escherichia coli sebagai gram (-) lebih bersifat resisten ( Jawetz. et al, 2001).
Pada data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan terhadap Escherichia coli dapat diketahui bahwa ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) dari konsentrasi 20% hingga konsentrasi 100% tidak memiliki daya hambat sama sekali terhadap biakan kuman Escherichia coli. Dikarenakan semua data yang diperoleh memiliki rerata yang tidak berbeda dari rerata variabel pembanding (kontrol negatif) maka data tersebut tidak dilanjutkan dengan penilaian data secara statistik. Hal tersebut dikarenakan kesemua kadar ekstrak tidak memiliki daya hambat maupun potensi terhadap biakan kuman Escherichia coli. Pembahasan Telah dilakukan penelitian mengenai efek antibakteri ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229 secara invitro. Pada grafik 1 dan 2 dapat dilihat gambaran dari diameter zona hambat pertumbuhan dalam berbagai konsentrasi dan reratanya. Untuk bakteri Staphylococcus aureus diperoleh zona hambat dengan diameter 4 mm (20%), 4 mm (40%), 4,1 mm (60%), 4,56 mm (80%) dan 9,06 mm (100%). Namun daya hambat tersebut tidaklah bermakna signifikan apabila dibandingkan diameter daya hambat yang dihasilkan amoksisilin sebagai kontrol positif. Untuk bakteri Escherichia coli dari penelitian ini diketahui bahwa ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) dengan berbagai konsentrasi tidak memiliki daya hambat sama sekali. Sebagai pembanding telah dilakukan percobaan dengan menggunakan metode sumuran dan Pour Plate dengan menggunakan ektrak yang sama dengan konsentrasi yang sama pula yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Percobaan tersebut juga dilakukan baik terhadap biakan kuman Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229 dan hasil yang diperoleh adalah terbentuk zona hambat dengan diameter 5,6 mm (60%), 7,2 mm (80%) dan 8,8 mm (100%) pada biakan Staphylococcus aureus, namun pada biakan Escherichia coli tetap tidak ditemukan
zona hambat sama sekali. Adanya potensi kadar hambat ekstrak yang tidak bermakna bagi Staphylococcus aureus dan bahkan tidak adanya hambatan sama sekali bagi Escherichia coli dimungkinkan karena berbagai kandungan kimia daun cocor bebek sebagian Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Atcc 6538 dan Escherichia coli Atcc 11229 Secara Invitro Ratih P., Rahadiyan W.B. 49 Staphylococcus aureus dan Escherichia coli tersebut. Daftar Pustaka Almeida, A.P., Muzitano, M.F. et al. 2006. 1-octen-3-O-a-Larabinopyranosylb-glucopyranoside, a minor substance from the leaves of Kalanchoe pinnata (Crassulaceae). Rev. Bras. Farmacogn. 16 (4). http://www.scielo.br Ansel, H.C. 1988. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI press: 607-15 Atata, Alhassan Sani et al. 2003. Effect of Stem Bark Extracts of Enantia chloranta on Some Clinical Isolates. Department of Biological Sciences, University of Ilorin, Nigeria. http://www.bioline.org.br Bagian Mikrobiologi. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara: 10463 Bagian Mikrobiologi. 1997. Mikrobiologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta: Penerbit FK UGM Bonang, G., Koeswardono, E.S. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta: Gramedia: 107-109 Dalimarta, Setiawan. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: PT. Niaga Swadaya: 139-42 Da-Silva, S.A.G., Pinheiro, R.O. et al. 2008. Chemical isolation of an apolar antileishmanial and lymphocytesuppressive substance present in the plant Kalanchoe pinnata. Instituto de Biofsica and Ncleo de Pesquisas deProdutosNaturaisUFRJ. http://www.memorias.ioc.fiocruz.br Hariana, Arief. 2000. Tumbuhan Obat & Khasiatnya. Seri 3. Jakarta: PT. Niaga Swadaya: 94-5 Hidayati, Siti Nur. 2006. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata Pers) terhadap Staphylococcus aureus dan Shigella dysentriae. Skripsi. Pendidikan Biologi. FKIP UMS. Jawetz , Melnick, Adelberg, J.L. 2001. Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi 22. Penerjemah Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba Medika: 15-23, 211-7, 234-48. Katno, Pramono S. 2008. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat Tradisional. Jogjakarta: Fakultas Farmasi UGM. Lana, Ana. 2005. Toksisitas Fraksi Etil Asetat Daun Cocor Bebek Kalanchoe daigremontiana Hamet & Perrier. http://hpt.unpad Penelitian ini seirama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siti Nur Hidayati dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS tentang infusa daun cocor bebek yang memiliki daya hambat yang signifikan terhadap Staphylococcus aureus dari kadar infusa 20% 100% namun tetap tidak signifikan bagi Shigella dysentriae. Hanya saja dibandingkan daya hambat yang dihasilkan oleh infusa daun cocor bebek, daya hambat yang dihasilkan ekstrak etanol daun cocor bebek bersifat lebih rendah. Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan oleh B. Muthuvelan dan R. Balaji Raja yang dimuat dalam Jurnal Mi k robiologi dan Biotehnologi SpringerLink didapatkan bahwa ekstrak diethyl ether dari daun cocor bebek tidak memiliki daya hambat yang signifikan sedangkan pada ekstrak kloroform dan heksan dari daun cocor bebek sama sekali tidak memiliki daya hambat pada biakan koloni bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya antibakteri daun cocor bebek yang paling maksimal dapat diperoleh dari infusanya. Simpulan dan Saran Simpulan Dari hasil penelitian tentang uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan Escherichia coli ATCC 11229 secara invitro, maka dapat diambil simpulan bahwa ekstrak etanol daun cocor bebek dimulai dari kadar 40% - 100% terbukti memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus namun potensi antibakterinya tidak signifikan apabila dibandingkan dengan amoksisilin sebagai kontrol positifnya, sedangkan terhadap
pertumbuhan bakteri Escherichia coli ekstrak daun cocor bebek mulai dari kadar 20% - 100% sama sekali tidak memiliki daya hambat. Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efek daun cocor bebek terhadap biakan kuman lainnya dengan menggunakan cara ekstraksi yang berbeda. 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efek ekstrak etanol daun cocor bebek terhadap biakan kuman lainnya. 3. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jenis ekstrak tumbuhan yang berbeda sehingga dapat diketahui ada tidaknya efek antibakteri pada kuman 50 Biomedika, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2009 Schunack, W., Mayer, K. et al. 1990. Senyawa Obat Buku Pelajaran Kimia Farmasi. Edisi 2 diperbarui. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press Setiabudy, R., Vincent, H.S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4 (dengan perbaikan). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 571-83 Sugiyono, 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta Taylor, Leslie. 2005. Database File for Kalanchoe. http://rain-tree.com Tjitrosoepomo, Gembong. 1993. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Jogjakarta: Gadjah Mada University Press: 192-3 United States Department of Agriculture., 1999. Plants Profile : Kalanchoe pinnata. http://www.USDA.com ( 4 Agustus 2008) Wijayakusuma, Hembing. 2001. Atasi Asam Urat & Rematik ala Hembing. Jakarta: PT. Niaga Swadaya: 45 Willcox , Merlin L., Bodeker, G. Traditional Herbal Medicines for Malaria. http://www.BMJ.com Lans, Cheryl A. 2006. Ethnomedicines used in Trinidad and Tobago for urinary problems and diabetes mellitus. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. http://www.ethnobiomed.com Levinson, Warren. 2004. Medical Microbiology and Immunology Examinationand Board Review. 8th Edition. Philadelphia: A Lange Medical Books: 91-102, 115-32 Muthuvelan, B., Raja, R. 2008. Studies on the efficiency of different extraction procedures on the anti microbial activity of selected medicinal plants. World J Microbiol
Biotechnol 24: 283742. http://www.springerlink.com Ouellette, Robert J. 1998. Organic Chemistry: A Brief Introduction. 2nd edition. New Jersey : Prentice Hall: 239, 314-5, 380-3 PDPERSI. 2003. Obat Tradisional : Cocor bebek (Kalanchoe pinnata). http://www.PDPERSI.CO.ID Priyatno, Duwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Jakarta: MediaKom Quelab.2005.McFarlandStandart. http://www.quelab.comStrain yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan
melalui produksi dari sebuah enterotoksin dan patogenisitas juga berhubungan dengan koagulase positif. Staphylococcus aureus dapat terjadi sebagai komensal pada kulit manusia, tetapi juga terjadi di hidung sering (pada sekitar sepertiga dari populasi) dan tenggorokan kurang umum. Terjadinya''S.Staphylococcus''dalam keadaan ini tidak selalu menunjukkan infeksi dan karenanya tidak selalu memerlukan perawatan (memang, pengobatan mungkin tidak efektif dan re-kolonisasi mungkin terjadi). Hal ini dapat bertahan hidup pada hewan piaraan seperti anjing, kucing dan kuda, dan dapat menyebabkan bumblefoot pada ayam. Hal ini dapat bertahan selama beberapa jam pada permukaan lingkungan kering, tapi pentingnya lingkungan dalam penyebaran''S. ''Staphylococcus saat ini diperdebatkan. Hal ini dapat host fag, seperti Panton-Valentine leukocidin, yang meningkatkan virulensi nya. ''S. ''aureus dapat menginfeksi jaringan lain ketika hambatan telah dilanggar (misalnya, kulit atau lapisan mukosa). Hal ini menyebabkan furuncles (bisul) dan bisul (koleksi furuncles). Pada bayi''S. ''Staphylococcus infeksi dapat menyebabkan penyakit kulit stafilokokus sindrom parah tersiram air panas (SSSS). ''S. Staphylococcus''alv infeksi dapat menyebar melalui kontak dengan nanah dari luka yang terinfeksi, kulit-ke-kulit kontak dengan orang yang terinfeksi dengan memproduksi hyaluronidase yang merusak jaringan, dan kontak dengan benda seperti handuk, seprai, pakaian, atau peralatan atletik digunakan oleh orang yang terinfeksi. Sangat menembus''S. ''Staphylococcus infeksi dapat berat. Sendi prostetik menempatkan seseorang berisiko khusus untuk septik artritis , dan stafilokokus endokarditis (infeksi katup jantung) dan pneumonia , yang dapat dengan cepat menyebar.
Foto digambarkan abses kulit, yang telah disebabkan oleh methicillin-resistant Staphylococcus aureus bakteri, disebut dengan singkatan MRSA. Foto kredit: Gregory Moran, MD
Dermatitis atopik
''S. ''aureus sangat lazim dalam dermatitis atopik pasien, yang kurang tahan untuk itu daripada orang lain.Hal ini sering menyebabkan komplikasi. Penyakit ini paling mungkin ditemukan di tempat-tempat aktif subur termasuk, ketiak, rambut dan kulit kepala. Jerawat besar yang muncul di daerah-daerah dapat menyebabkan infeksi yang terburuk jika muncul. Hal ini dapat menyebabkan sindrom kulit tersiram air panas. Suatu bentuk parah dari ini adalah penyakit Ritter terlihat pada neonatus.
Daftar Isi Kata Pengantar....................................................................................................... Daftar Isi................................................................................................................ BAB I Pendahuluan A. Sifat tanin...................................................................................................... B. Klasifikasi tanin............................................................................................ C. Biosintesa tanin............................................................................................. D. Simplisia yang mengandung tanin................................................................ BAB II Pembahasan A. Pengertian Tanin........................................................................................... B. Kandungan Tanin dalam minuman... C. Kandungan Tanin dalam buah ..... D. Penggunaan Tanin.
BAB I PENDAHULUAN Pengertian Tanin Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun, buah yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang ,tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi tannin.Tanin yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah. Sifat-sifat Tanin : 1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat . 2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid. 3. Tidak dapat mengkristal.
4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen. 5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik. Sifat kimia Tanin : 1. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal. 2. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi. 3. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna. Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara : 1. Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan. 2. Ditambahkan Kalium Ferrisianida + amoniak berwarna coklat. 3. Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat berwarna coklat. Kegunaan Tanin : 1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada saat matang taninya hilang. 2. Sebagai anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi. 3. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman. 4. Efek terapinya sebagai adstrigensia pada jaringan hidup misalnya pada gastrointestinal dan pada kulit. 5. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka, misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein. 6. Sebagai pengawet dan penyamak kulit. 7. Reagensia di Laboratorium untuk deteksi gelatin, protein dan alkaloid. 8. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak larut. Hidrolisa Tanin : Tanin apabila dihidrolisa akan menghasilkan fenol polihidroksi yang sederhana. Hidrolisa : 1. Asam Gallat terurai pirogalol 2. Asam Protokatekuat Katekol 3. Asam Ellag dan Tenol-fenol lain. (Asam Ellag dapat disamak kulit bentuk bunga)
Klasifikasi Tanin : Berdasarkan warna dari garam ferri (FeCl3) , Tanin digolongkan atas 2 : 1. Katekol berwarna hijau dengan 2 gugud fenol. Ex : Pirokatekol dan Flobatanin Dengan sifat-sifat : Bila dipanaskan menghasilkan katekol Bila didihkan dengan HCl menghasilkan flobapin dapat digunakan sebagai penyimak warna merah. + FeCl3 berwarna hijau. + larutan Br mengendap Contoh Katekol : - Asam kirotamat yang terdapat pada kina - Asam katekotanat pada tanaman Katechu (gambir) 2. Pirogalatanin atau pirogalol mengahasilkan warna biru dengan FeCl3 dengan 3 gugus fenol. Sifat-sifatnya : Bila dipanaskan terurai menjadi pirogalol Bila didihkan dengan HCl menghasilkan Asam gallat dan Asam ellag. Ditambahkan FeCl3 berwarna biru. Ditambahkan brom tidak terjadi endapan. Contoh : - Gallotanin yang terdapat pada tanaman Nut gall (gallae) - Ellagitanin terdapat pada kulit delima (Granati cortex)
Biosintesa dari Tanin : Biosintesa asam galat dengan precursor senyawa fenol propanoid
Contoh : - Asam gallat merupakan hasil hidrolisa tannin - Dari jalur asam siklimat melalui asam 5-D-hidroksisiklimat - Dengan precursor senyawa fenol propanoid. (Rhus thypina) - Katekin dibentuk dari 3 molekul as. Asetat as. Sinamat as. Katekin Simplisia yang mengandung Tanin :
1. Psidii Folim Tanaman asal : Psidium guajava Suku : Myrtaceae Isi : Psidii Tanin, minyak atsiri , euginol mengandung minyak lemak, damar dan garam mineral. Kegunaan : Obat mencret, adstrigen 2. Granati Fructus Cortex (kulit buah delima) Tanaman asal : Punica granatum Suku : Punicaceae Isi : Alkaloid cair terutama isopeleterina dan pelleterina, alkaloid metal peleterina dan metal iso peleterina, Tanin, Co-oksalat dan pati. Kegunaan : Sebagai adstrigensia, tainisida (obat cacing) Tania saginata = cacing pita. 3. Sappan Lignum (Kayu saccang) Tanaman Asal : Caesalpinea sappan Suku : Caesalpineaceae Isi : Asam tanat, asam gallat dan zat merah sappan Kegunaan : Adstrigensia, obat penyakit dalam 4. Murrayae Folium (Daun Kemuning) Tanaman Asal : Murraya paniculata Suku : Rutaceae Isi : Murayin, minyak atsiri, damar, tannin. Kegunaan : Sebagai antigonorea dalam bentuk dekogta dengan dosis 2-5 gram. (Deogta merupakan proses infusa namun lebih lama).
5. Polyanthi Folium (Daun Salam) Tanaman Asal : Eugonia polyantha Suku : Myrtaceae Isi : Tanin, minyak atsiri Kegunaan : - Adstrigensia dalam bentuk dekogta dosis 5-12 gram. - Menurunkan kadar gula darah (DM) bumbu masak. 6. Areca Semen (Biji Pinang) Tanaman Asal : Areca catechu Suku : Palmae
Isi : Tanin 15 %, 0,25 % alkaloid, terutama arekolin. Kegunaan : Anthelmentik khususnya cacing pita. 7. Catechu (Gambir) Tanaman Asal : Vurcaria gambir Suku : Rubiaceae Isi : 25-50 % asam katekutanat, 7-33 % pirokatekol (katekin) dan merakateku , gambir dan floresin dan guarcein. Kegunaan : Dilaboratorium farmasi digunakan sebagai adstrigensia, digunakan dalam penyamakan kulit dan juga bahan pewarna. 8. Caemferia amustifolia rhizome (kunyit pepet) Tanaman Asal : Caemferia amustifolia Suku : Zingiberacea Isi : Minyak atsiri, damar, tannin dan pati mineral. Kegunaan : Karminatif dan obat pelangsing. 9. Cassiae folium (Ketepeng) Tanaman Asal : Cassia alata Suku : Leguminoceae Isi : Zat samak, zat pahit. Kegunaan : Obat demam adstrigensia. BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Tanin Tanin adalah astringen, polifenol tanaman sambiloto yang baik mengikat dan endapan atau mengecilkan protein dan berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Astringen dari tanin adalah apa yang menyebabkan perasaan kering di mulut setelah konsumsi buah anggur merah. Demikian juga, kerusakan atau modifikasi tanin dengan waktu memegang peranan penting dalam pematangan buah dan penuaan anggur. Panjang tannin (dari Tanna, kata Old Tinggi Jerman untuk ek atau pohon) mengacu pada penggunaan tanin kayu dari pohon ek di penyamakan kulit
hewan ke kulit, namun istilah ini secara luas diterapkan pada setiap senyawa polifenolik besar berisi hidroksil yang cukup dan kelompok yang cocok lainnya (seperti karboksil) untuk membentuk kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul lainnya. Senyawa tersebar luas di banyak spesies tanaman, di mana mereka berperan dalam perlindungan dari predasi dan mungkin juga dalam regulasi pertumbuhan. Tanin memiliki berat molekul berkisar antara 500 sampai lebih dari 3.000. 2 tidak kompatibel dengan alkali, gelatin, logam berat, besi, air kapur, garam metalik, agen oksidasi yang kuat dan sulfat seng, karena mereka membentuk kompleks dan presipitat dalam larutan air Kejadian Tanin didistribusikan di seluruh spesies tanaman kerajaan. Mereka biasanya ditemukan di kedua gymnosperms serta angiosperma. Botanikal, tanin terutama secara fisik terletak di vakuola atau lilin permukaan tanaman. Situssitus penyimpanan tetap tanin aktif terhadap pemangsa tanaman, tetapi juga menyimpan beberapa tanin dari tanaman sementara mempengaruhi metabolisme jaringan tanaman masih hidup, hanya setelah kerusakan dan kematian sel bahwa tanin aktif dalam efek metabolik. Tanin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan. Contoh lokasi tanin dalam jaringan batang adalah bahwa mereka sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon, seperti floem dan xilem sekunder dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini. Mungkin ada rugi pada ketersediaan-bio masih tanin lainnya pada tanaman karena burung, hama, dan patogen lainnya. Para pencucian tanin dari daun membusuk vegetasi sungai sebelah mungkin menghasilkan apa yang dikenal sebagai blackwater sungai. Kelas dari tanin Ada tiga kelas utama tannin : 1. Hydrolyzable tannin 2. Non-Hydrolyzable tanin atau tanin kental 3. Pseudotannins
1. Hydrolyzable tanin Mereka tanin pada pemanasan dengan asam klorida atau asam sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Pada pusat molekul tanin hydrolyzable, ada (karbohidrat biasanya D-glukosa). Kelompok-kelompok hidroksil dari
karbohidrat adalah sebagian atau seluruhnya esterifikasi dengan kelompok fenolik seperti asam gallic di gallotannins atau asam ellagic di ellagitannins. tanin terhidrolisa adalah campuran dari glucoses polygalloyl dan / atau turunan asam poli-galloyl quinic mengandung di antara 3 sampai 12 residu asam gallic per molekul. Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat. Contoh gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic (C76H52O46), ditemukan dalam daun dan kulit berbagai jenis tumbuhan. 2. Non-Hydrolyzable atau tanin terkondensasi Mereka tanin pada pemanasan dengan menghasilkan asam klorida phlobaphenes seperti phloroglucinol. Ttanin terkondensasi, juga dikenal sebagai proanthocyanidins, adalah polimer 2 sampai 50 (atau lebih) unit flavonoid yang bergabung dengan ikatan karbon-karbon, yang tidak rentan terhadap yang dibelah oleh hidrolisis. Sementara tanin hydrolyzable dan tanin paling kental yang larut dalam air, beberapa tanin kental yang sangat besar tidak larut. Tanin terkondensasi dari daun glaber Lithocarpus telah dianalisis melalui degradasi asam-katalis di hadapan cysteamine dan memiliki aktivitas scavenging radikal bebas kuat. 3. Pseudo tanin Pseudo tanin adalah berat molekul rendah senyawa yang terkait dengan senyawa lainnya. Mereka tidak menjawab pemukul tes kulit seperti tanin terhidrolisa emas dan kental. Nutrisi Tanin secara tradisional dianggap antinutritional tetapi sekarang diketahui bahwa sifat mereka menguntungkan atau antinutritional tergantung pada struktur kimia dan dosis. Teknologi baru yang digunakan untuk menganalisis struktur molekul dan kimia telah menunjukkan bahwa pembagian ke tanin hydrolyzable kental dan terlalu sederhana. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa produk-produk cokelat mengandung tanin disertakan pada dosis rendah (0,15-0,2%) dalam makanan dapat bermanfaat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tannin kastanye telah terbukti memiliki efek positif terhadap kualitas silase dalam putaran silase bale, khususnya mengurangi amonia dan NPN (non protein nitrogen). di tingkat terendah layu. Peningkatan fermentability nitrogen tepung kedelai sebagai pakan ternak juga telah dilaporkan oleh Mathieu F dan Jouany JP (1993). Studi oleh Gonzalez S. et al. (2002) di dalam rilis vitro amonia dan degradasi bahan kering bungkil kedelai membandingkan tiga jenis tanin (quebracho, akasia dan kenari) menunjukkan
bahwa tanin kastanye lebih efisien dalam melindungi bungkil kedelai dari dalam degradasi rumen in vitro oleh bakteri. Tanin terkondensasi menghambat pencernaan herbivora dengan mengikat protein tanaman yang dikonsumsi dan membuat mereka lebih sulit bagi hewan untuk mencerna, dan dengan menghalangi penyerapan protein dan enzim pencernaan (untuk lebih lanjut tentang topik ini, lihat pertahanan tanaman terhadap herbivory). memakan binatang tannin Banyak mensekresikan protein tanin mengikat (musin) dalam air liur mereka. kapasitas pengikatan tanin-musin saliva secara langsung berkaitan dengan konten prolin nya. Keuntungan dalam menggunakan protein liur kaya prolin (PRPs) untuk menonaktifkan tanin adalah: PRPs * menonaktifkan tanin ke tingkat yang lebih besar dibandingkan protein diet, ini hasil dalam mengurangi kerugian nitrogen feces, PRPs * mengandung nitrogen non spesifik dan asam amino nonesensial, ini membuat mereka lebih nyaman bagi hewan untuk mengeksploitasi daripada menggunakan sampai protein diet yang berharga. Minuman dengan tanin 1. Kopi Kopi mengandung tannin. 2. Teh Tanaman teh (Camellia sinensis) adalah contoh dari tumbuhan dikatakan memiliki kandungan alami tannin yang tinggi. Ketika semua jenis daun teh penting dalam air panas itu brews a "tart" (zat) rasa yang karakteristik tanin. Hal ini karena katekin dan flavonoid lainnya, yang dikategorikan sebagai tanin oleh dokter, ahli biologi, dan kimia. Teh ekstrak telah dilaporkan tidak mengandung tannin asam.
3. Anggur Lihat juga: senyawa fenolik dalam anggur Tanin yang ditemukan dalam anggur, khususnya dalam anggur merah. Tanin dalam anggur berasal dari dua sumber: pertama dari biji anggur, kulit dan batang, dan kedua dari pohon ek barel (biasanya petraea Quercus atau "ek Perancis") di mana anggur tua. Ringkasan sederhana sering terdengar adalah bahwa tanin dari kulit / biji / batang adalah "buruk" (yaitu, keras dan sulit untuk menangani), sedangkan
tanin dari kayu adalah "baik" (arguably diinginkan pada produk akhir, dan lebih mudah untuk menangani). Tanin dalam kulit anggur dan biji-bijian (yang terakhir dan sangat keras) cenderung lebih terlihat dalam anggur merah, yang dimaserasi (direndam dengan kulit dan biji) dan kadang-kadang difermentasi sedangkan pada kontak dengan kulit dan biji untuk mengambil warna dari kulit . Batang-batang anggur itu tandan juga mengandung tanin, dan juga akan memberikan kontribusi tanin jika tandan tidak berasal sebelum Anggur. Tanin dari buah anggur adalah tannin kental, yang merupakan polimer dari monomer proantosianidin. Hydrolyzable tanin dikeluarkan dari dalam tong kayu. tanin Hydrolyzable lebih mudah teroksidasi daripada tannin kental. Memang, seperti usia anggur (artinya, dalam botol), secara umum "baik" tanin dari kayu perlahan-lahan akan hilang selama bertahun-tahun. Jadi, jika anggur terlalu "tannin," itu sering dikatakan sebagai ide yang baik untuk meninggalkan itu di ruang bawah tanah untuk lain (misalnya) lima atau sepuluh tahun. Tentu saja, ini akan biasanya hanya "bekerja" dengan "yang baik," hydrolyzable tanin yang berasal dari pohon ek barel yang digunakan selama proses Anggur; ada "buruk" tanin akan (biasanya) akan sama menonjol dalam lima atau sepuluh tahun: ada tidak menangkap sederhanasemua rumus untuk penuaan anggur. Pembuat anggur Modern menaruh perhatian besar untuk mengurangi tanin yang tidak diinginkan dari biji dengan menghancurkan anggur lembut ketika mengekstrak jus mereka, untuk menghindari menghancurkan benih. Menekan anggur hasil lebih lanjut dalam anggur pers yang mengandung tannin lebih dan mungkin disimpan secara terpisah. Stemming juga dipraktekkan secara luas. Anggur juga dapat mengambil tanin jika jatuh tempo dalam tong kayu ek atau kayu dengan kadar tannin tinggi. Tanin memainkan peran penting dalam mencegah oksidasi dalam anggur penuaan dan tampaknya polimerisasi dan membentuk sebagian besar dari sedimen dalam anggur. Dalam beberapa tahun terakhir - sejak sekitar tahun 1980-an - telah terjadi kecenderungan untuk minum anggur merah jauh lebih muda daripada di masa lalu. Memang sebelum sekitar 1.980 anggur merah jarang mabuk dengan kurang dari sepuluh tahun usia dalam botol, itu akan dianggap belum siap. Sebaliknya anggur merah hari ini, baik Burgundia dan Bordeaux dan merah lainnya, sering mabuk hanya dengan dua tahun di dalam botol. Hal ini secara dramatis mempengaruhi seluruh pertanyaan apa yang dapat diterima, memang bagus, dalam hal pertanyaan tannin.
Sebuah komplikasi lebih lanjut adalah bahwa tanin (tannin kayu) yang dalam beberapa konteks dilihat sebagai sesuatu yang baik, suatu tanda prestise, karena - dengan sangat sederhana - yang tanin kayu membuktikan anggur itu dibuat dalam tong-tong kayu ek, bukannya dibuat murah dalam tong baja . Sebuah studi di produksi anggur dan konsumsi menunjukkan bahwa tanin, dalam bentuk proanthocyanidins, memiliki efek yang menguntungkan pada kesehatan pembuluh darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tannin tertekan produksi peptida yang bertanggung jawab untuk pengerasan arteri. Untuk mendukung temuan mereka, studi ini juga menunjukkan bahwa anggur dari daerah barat daya Perancis dan Sardinia sangat kaya proanthocyanidins, dan bahwa wilayah tersebut juga menghasilkan populasi dengan harapan hidup lagi. Reaksi dari tanin dan anthocyanin dengan anthocyanidins senyawa fenol menciptakan kelas lain tanin dikenal sebagai tanin pigmen yang mempengaruhi warna anggur merah. Komersial preparat tanin, yang dikenal sebagai tanin enological, terbuat dari kayu ek, biji anggur dan kulit, empedu tanaman, cokelat, quebracho, gambir dan buah-buahan myrobalan, dapat ditambahkan pada berbagai tahap produksi anggur untuk meningkatkan ketahanan warna. Pengaruh tanin pada drinkability dan potensi penuaan anggur Tanin adalah pengawet alami dalam anggur. anggur Un-baya dengan konten tannin tinggi bisa kurang enak dari anggur dengan tingkat yang lebih rendah dari tanin. Tanin dapat digambarkan sebagai meninggalkan perasaan kering dan berkerut dengan furriness "" di dalam mulut yang dapat dibandingkan dengan teh direbus, yang juga sangat tannic. Efek ini sangat mendalam saat minum anggur tannic tanpa bantuan makanan. Banyak oenophiles tanin alam (ditemukan terutama di varietals seperti Cabernet Sauvignon dan sering ditekankan oleh penuaan tong kayu ek yang berat) sebagai tanda umur panjang potensi dan ageability. Tanin menyampaikan sebuah astringency mulut-puckering ketika anggur masih muda tapi "mengatasi" (melalui proses kimia polimerisasi disebut) menjadi elemen-elemen yang lezat dan kompleks "buket botol" ketika anggur itu cellared dalam kondisi suhu yang sesuai, terutama di jangkauan konstan 5560 F (13-16 C) anggur seperti mellow. dan meningkatkan usia dengan tulang punggung "tannic" membantu anggur bertahan selama 40 tahun atau
lebih. Di berbagai daerah (seperti di Bordeaux), anggur tannic seperti Cabernet Sauvignon yang dicampur dengan buah anggur lebih rendah tannin seperti Franc Cabernet Merlot atau, menipiskan karakteristik tannic. anggur putih dan anggur yang vinified menjadi muda mabuk (untuk contoh, lihat anggur nouveau) umumnya memiliki kadar tannin rendah. 4. Bir Selain asam alpha diekstraksi dari hop untuk memberikan kepahitan dalam bir, tanin kental juga hadir. Ini berasal baik dari malt dan hop. Terutama di Jerman, brewmasters dilatih memperhitungkan keberadaan tanin sebagai cacat. Namun, dalam beberapa gaya, kehadiran astringency ini dapat diterima atau bahkan diinginkan, seperti, misalnya, dalam Flanders ale merah. Dalam jenis bir bir yang tanin dapat membentuk endapan dengan protein membentuk kabut spesifik dalam bir yang mengakibatkan kekeruhan pada suhu rendah. Kabut dingin ini dapat dicegah dengan menghapus bagian dari tanin atau bagian dari protein yang membentuk kabut. Tanin dihapus menggunakan PVPP, kabut membentuk protein dengan menggunakan silika atau asam tannin. 5. Jeruk, jus buah Meskipun buah jeruk itu sendiri tidak mengandung tanin, jus berwarna oranye sering mengandung pewarna makanan dengan tanin. Jus apel, jus anggur dan jus berry semua tinggi tanin. Kadang-kadang tanin bahkan ditambahkan ke jus dan ciders untuk menciptakan lebih zat merasa untuk mencicipi. Makanan Produk dengan tanin Buah-buahan : 1. Delima Delima mengandung beragam dari tanin, tanin terutama terhidrolisa. Yang paling berlimpah tanin delima disebut punicalagins. Punicalagins memiliki berat molekul 1038 dan merupakan molekul terbesar yang ditemukan utuh dalam plasma tikus konsumsi oral setelah dan ditemukan tidak menunjukkan efek toksik pada tikus yang diberi diet 6% dari punicalagins selama 37 hari. Punicalagins juga ditemukan komponen utama yang bertanggung jawab untuk antioksidan jus delima dan manfaat kesehatan. Beberapa suplemen makanan dan bahan-bahan gizi yang tersedia yang mengandung ekstrak delima utuh dan / atau standar untuk punicalagins, senyawa penanda delima. Ekstrak buah delima juga umumnya Diakui sebagai Aman (Gras) oleh Amerika Serikat Food and Drug Administration. Telah
direkomendasikan untuk mencari bahan delima yang menyerupai rasio polifenol buah, sebagai efek sinergis yang kuat telah diamati spektrum alam di 'ekstrak, terutama delima berkonsentrasi dinormalisasi untuk punicalagins. 2. Kesemek Beberapa kesemek sangat tidak termakan zat dan karena itu ketika mereka tidak terlalu matang (khususnya Korea, Amerika, dan Hachiya atau Jepang). Hal ini disebabkan tingkat tinggi tanin, dan jika dimakan oleh manusia (dan hewan lainnya), mulut akan menjadi benar-benar kering, tetapi kelenjar air liur akan terus mengeluarkan air liur yang tidak dapat mempengaruhi makanan tannin-laced [klarifikasi diperlukan]. 3. Berries Kebanyakan berries, seperti cranberries, [stroberi] dan blueberry, mengandung tanin hydrolyzable dan kental. 4. Kacang-kacangan Kacang-kacangan yang dapat dikonsumsi mentah seperti hazelnut, Walnut dan pecans, mengandung jumlah tinggi tanin. Almond fitur konten yang lebih rendah. konsentrasi tanin dalam ekstrak kasar kacang ini tidak secara langsung menerjemahkan ke hubungan yang sama untuk fraksi [kental] Kacang tanpa kulit memiliki kandungan tanin sangat rendah. Biji mengandung konsentrasi tinggi seperti dari tanin bahwa mereka harus diproses sebelum mereka dapat dikonsumsi dengan aman. Kebanyakan kacang-kacangan mengandung tanin. kacang berwarna merah mengandung tanin yang paling, dan kacang berwarna putih memiliki sedikit. Chickpeas (juga dikenal sebagai kacang garbanzo) memiliki jumlah yang lebih kecil dari tanin. Buah pinang juga mengandung tanin yang berperan dalam sifat antibakteri nya. Makanan diasap Tanin dari kayu mesquite, cherry, oak dan kayu lainnya yang digunakan dalam merokok yang hadir pada permukaan ikan asap dan daging (meskipun asap dari kayu ceri dapat menjadi racun bagi manusia.) Herbal / rempah-rempah Cengkeh, tarragon, jinten, thyme, vanili, dan kayu manis semua mengandung tanin. Coklat Minuman coklat mengandung sekitar 6 tanin%. [34] Toksisitas
Jika tertelan dalam jumlah berlebihan, tanin menghambat penyerapan mineral seperti besi yang mungkin, jika berkepanjangan, menyebabkan anemia. [35] Hal ini karena tanin adalah logam chelators ion, dan ion logam-tanin chelated tidak bioavailable. Tanin telah ditunjukkan untuk mengendapkan protein, [2] yang menghambat dalam beberapa hewan ruminansia penyerapan nutrisi dari butir-tanin tinggi seperti sorgum. Tanin hanya mengurangi ketersediaan hayati tanaman sumber zat besi, juga dikenal sebagai non-heme. Hewan sumber, atau penyerapan zat besi heme tidak akan terpengaruh oleh tanin. asam Tannic tidak mempengaruhi penyerapan trace mineral lainnya seperti seng, tembaga, dan mangan pada tikus. Tanin adalah senyawa fenolik dan mengganggu penyerapan zat besi melalui pembentukan kompleks dengan besi bila dalam lumen gastrointestinal yang menurunkan bioavailabilitas besi. Ada perbedaan penting dalam cara di mana senyawa fenol berinteraksi dengan pola hidroksilasi berbeda (asam gallic, catechin, asam klorogenat) dan pengaruhnya terhadap penyerapan zat besi. Isi kelompok galloyl mengikat besi dapat menjadi penentu utama dari efek penghambatan senyawa fenolik. Namun, tanin kental tidak mengganggu penyerapan zat besi. Untuk mencegah masalah ini, disarankan untuk minum teh dan kopi di antara waktu makan, tidak saat. Makanan kaya vitamin C membantu menetralisir efek tanin pada penyerapan zat besi. Menambahkan air jeruk untuk teh akan mengurangi efek negatif dari tanin dalam penyerapan zat besi juga. Menambahkan susu ke kopi dan teh memiliki sedikit sekali tidak berpengaruh pada efek penghambatan dari tanin. Pada individu yang sensitif, asupan besar tanin dapat menyebabkan iritasi usus, iritasi ginjal, kerusakan hati, iritasi perut dan sakit pencernaan. Dengan pengecualian teh, jangka panjang dan / atau penggunaan berlebihan dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung konsentrasi tinggi tanin tidak dianjurkan. korelasi telah dibuat antara kanker esophogeal atau hidung pada manusia dan konsumsi secara teratur jamu tertentu dengan konsentrasi tanin tinggi. Banyak tanaman mempekerjakan tanin untuk mencegah binatang. Belum ditentukan apakah tanin diproduksi untuk tujuan lain, misalnya sebagai pestisida, atau apakah ia berkembang secara khusus untuk tujuan menghambat predasi. [39 Hewan] yang berlebihan mengkonsumsi tanaman ini jatuh sakit atau mati. Biji adalah masalah terkenal di peternakan. Dosis
mematikan dikatakan sekitar 6% dari berat tubuh hewan. Ini hanya seorang tokoh perkiraan sejak biji oak dari Red Oak yang ditampilkan berisi rata-rata 24 kali tanin dibandingkan dari White Oak [40]. Beberapa rusa dan moose ditemukan tewas karena memakan biji pohon ek. Gejala meliputi ataxia dan sesak napas. Beberapa hewan, seperti tupai dan rusa bagal telah mengembangkan kemampuan untuk mengkonsumsi konsentrasi tinggi tanin tanpa efek sakit. Manusia biasanya akan menemukan rasa pahit dari makanan yang mengandung jumlah tinggi tanin enak. (Beberapa manusia ternyata tidak mampu mencicipi makanan pahit) tanin. Adalah leeched dari biji sebelum mereka digunakan untuk konsumsi manusia. Kegunaan Tanin merupakan unsur penting dalam proses penyamakan kulit. Oak kulit secara tradisional sumber utama tanin penyamakan kulit, meskipun agen penyamakan anorganik juga digunakan saat ini. Tanin menghasilkan warna yang berbeda dengan klorida besi (baik biru, hitam biru, atau hijau untuk kehijauan hitam) menurut jenis tannin. Besi tinta empedu dihasilkan dengan memperlakukan larutan tanin dengan besi (II) sulfat. Tannin adalah komponen dalam jenis partikel perekat industri yang dikembangkan bersama oleh Industri Tanzania Penelitian dan Pengembangan Organisasi dan Forintek Labs Kanada. Tanin dapat digunakan untuk produksi primer anti-korosif, dijual dengan merek-Nox Primer untuk pengolahan baja berkarat permukaan sebelum lukisan, karat konverter untuk mengubah baja teroksidasi menjadi tertutup permukaan halus dan inhibitor karat. Medis menggunakan dan potensi Tanin dapat digunakan medicinally di antidiare, hemostatik, dan senyawa kutipan antihemorrhoidal Efek anti-inflamasi tanin membantu mengendalikan semua indikasi gastritis, esofagitis, enteritis, dan menjengkelkan gangguan usus. Diare juga diobati dengan obat zat efektif yang tidak menghentikan aliran substansi mengganggu dalam perut, melainkan mengontrol iritasi di usus kecil. Tannin tidak hanya menyembuhkan luka bakar dan menghentikan
pendarahan, tetapi mereka juga berhenti infeksi sementara mereka terus menyembuhkan luka secara internal. Kemampuan tanin membentuk lapisan pelindung di atas jaringan terkena luka terus dari terinfeksi bahkan lebih. Tanin juga bermanfaat bila diterapkan pada lapisan mukosa mulut. Tanin juga dapat efektif dalam melindungi ginjal. Tanin telah digunakan untuk bantuan langsung sakit tenggorokan, diare, disentri, pendarahan, kelelahan borok kulit, dan sebagai cicatrizant pada luka gangren. Tanin dapat menyebabkan regresi tumor yang sudah ada dalam jaringan, tetapi jika digunakan berlebihan dari waktu ke waktu, mereka dapat menyebabkan tumor dalam jaringan yang sehat. Tanin digunakan secara tidak langsung sebagai moluskisida untuk memutus siklus penularan schistosomiasis. Mereka juga telah dilaporkan memiliki efek anti-virus. Ketika diinkubasi dengan jus anggur merah dan anggur merah dengan tingginya kadar tannin kental, itu virus polio, virus herpes simpleks, dan virus berbagai enterik dilemahkan. Tanin kadang-kadang digunakan untuk mengobati racun dari ek racun atau dari sengatan lebah, menyebabkan bantuan instan. Tanin telah menunjukkan potensi antivirus, [antibakteri] dan efek antiparasit. Dalam beberapa tanin bertahun-tahun terakhir juga telah dipelajari untuk efek potensial mereka melawan kanker melalui mekanisme yang berbeda. Tanin, termasuk Gallo dan asam ellagic (epigallitannins), adalah inhibitor replikasi HIV. * 1,3,4-Tri asam-O-galloylquinic * 3,5 asam-di-O-galloyl-shikimic * Asam 3,4,5-tri-O-galloylshikimic * Punicalin * Punicalagin menghambat replikasi HIV di limfosit H9 terinfeksi sitotoksisitas sedikit. Dua senyawa, punicalin dan C punicacortein, dimurnikan menghambat reverse transcriptase HIV.
Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun, buah yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang ,tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi tannin.Tanin yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah. Tanin secara tradisional dianggap antinutritional tetapi sekarang diketahui bahwa sifat mereka menguntungkan atau antinutritional tergantung pada struktur kimia dan dosis. Teknologi baru yang digunakan untuk menganalisis struktur molekul dan kimia telah menunjukkan bahwa pembagian ke tanin hydrolyzable kental dan terlalu sederhana.
DAFTAR PUSTAKA