Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Lap p5

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI PEROBAAN 5 ANALISIS KADAR FORMALIN DALAM TAHU DENGAN MENGGUNAKAN METODE TITRASI

ASIDI ALKALIMETRI

Disusun Oleh : GOLONGAN / KELOMPOK : B1 / I

ZULVA CHAIRUNNISA FITRI LESTARI H RAKHMAWATI HANIFAH YESSY KHOIRIYANI

( G1F010002 ) ( G1F010004 ) ( G1F010006 ) ( G1F010008 )

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO

2012

PERCOBAAN 5
PENETAPAN KADAR FORMALIN DALAM TAHU DENGAN METODE TITRASI ASIDI ALKALIMETRI

A. TUJUAN PERCOBAAN

Mampu memilih dan menerapkan metode analisis untuk menganalisis senyawa Formalin dalam sediaan tahu dengan metode titrasi asidi alkalimetri.

B. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah beaker glass, gelas ukur, labu erlenmeyer, labu volume, pipet volume, pipet tetes, buret 25 ml, filler, statif, batang pengaduk, timbangan analitik, kertas saring, corong pisah, botol timbang. Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel tahu berformalin, HCl 0,1 N, NaOH, Natrium carbonat, aquadest, hidrogen peroksida, indikator metal jingga.

C. PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan HCl 0,1 N


HCl 37 %

- Diambil 0,83 ml - Dimasukkan dalam labu volum - Ditambahkan aquades hingga 100 ml - Kocok hingga homogen
Hasil

2. Pembakuan HCl
Natrium carbonat

- ditimbang dengan seksama 0,265 gram - dilarutkan dengan aquades dalam labu volum 50 ml dan tambahan hingga batas garis - kocok hingga homogeny - diambil larutan sebanyak 10 ml dengan pipet volum 10 ml - dimasukkan dalam labu Erlenmeyer - ditambahkan 2-3 tetes indicator metil jingga - dititrasi dengan HCl yang berada dalam buret - dihentikan titrasi jika larutan yang mulanya berwarna kuning pucat telah berubah menjadi larutan merah muda - dilakukan 3x replikasi
hasil

3. Preparasi sample
3 gram tahu

- Ditimbang dengan seksama - Digerus sampai homogen - Dimasukkan ke labi ukur 50 ml - Ditambahkan 1 ml hidrogen peroksida dan 2 ml NaOH 1 N - Dimasukan ke dalam tabung sentrifus - Larutan di sentrifus selama 15 menit - Larutan supernatant diambil dengan cara dekantasi - Dimasukkan ke dalam labu ukur - Diadd dengan air sampai 50 ml
Filtrat

4. Penetapan Kadar Formalin


Filtrat Formalin

- diambil filtrat sebanyak 10 ml dengan pipet volum 10 ml Asam Salisilat dimasukan dalam labu Erlenmeyer ditambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga dititrasi dengan HCl yang berada dalam buret dan telah di bakukan dihentikan titrasi jika larutan yang mulanya berwarna kuning pucat berubah menjadi larutan merah muda Hasil

diakukan 3 kali pengulangan

D. DATA PENGAMATAN Penetapan kadar formalin

Titrasi 1 = 5,33 Titrasi 2 = 2,033 Titrasi 3 = 2,233

Penetapan kadar formalin Banyaknya sampel (ml) 10 10 10 Volume HCl (ml) 5,33 2,033 2,233 Rata-Rata Normalitas HCl (N) 0,1 0,1 0,1 % Kadar Asam Salisilat 0,53% 0,204% 0,224% 0,319%

E. PERHITUNGAN

Banyaknya HCl yang dibutuhkan : V1 . N1 = V2 . N2 100 X 0,1 = V2 X 12,04 V2 = V2 = 0,83 ml Banyaknya Na2CO3 yang dibutuhkan : Mr Na2CO3 = 106 n (valensi) Na2CO3 = 2 Volume = 50 ml = 0,05 L

Massa = 0,265 gram

Rumus Kadar -

Penetapan Kadar formalin Percobaan 1 Kadar 1 = = 0,53% Percobaan 2 Kadar 2 =

= 0,204%

Percobaan 3 Kadar 3 = = 0,224%

Rata-rata

= = 0,319 )2 0,045 0,013 0,001


0,059.

X 0,53 0,204 0,224 jumlah 0,319

d= 0,211 0,115 0,095

SD

= =

= 0,172 Hasil akhir dapat dinyatakan Kadar formalin :

= SD / = 0,319 0,172

F. PEMBAHASAN Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Day, dkk, 2002). Analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar)

yang kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif. Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Kesetaraan kimia ini dapat diketahui dari persamaan reaksinya. Larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer atau gelas piala. Pekerjaan mereaksikan ini disebut titrasi atau menitrasi. Larutan baku yang diteteskan dapat pula disebut titran. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut dengan titik ekivalen teoritis (stoikiometris) yang berarti bahwa bahan yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku secara kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi (Gandjar, 2010). Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai.Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (Day, dkk, 2002). Salah satu jenis reaksi dalam titrasi, dalah reaksi netralisasi (asidi alkalimetri). Asidi alkalimetri merupakan metode titrasi asam basa. Asidimetri yaitu titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa sedangkan alkalimetri yaitu menggunakan titran larutan standar basa untuk menentukan asam (Khopkar,1990). Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan.Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen ( artinya secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen.Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran (Harjadi, 1986). Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi asam basa, dimana jumlah asam yang mengandung 1 mol H+ akan selalu bereaksi secara sempurna dengan jumlah basa yang mengandung 1 mol OH-. Titik dalam titrasi dimana jumlah asam dan basa berada dalam jumlah yang sama dan disebut titik ekivalen. Penentuan konsentrasi larutan asam melalui perhitungan volume titrasi larutan basa dan garam dari asam lemah dengan larutan baku asam disebut asidimetri (Harjadi, 1986).

dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa, yaitu: 1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen 2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. (Khopkar,1990) Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen.Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen (Bassett, 1991). Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa lemah.Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga seminimal mungkin (Bassett, 1991). Pemilihan indikator sangat menentukan titik akhir titrasi. Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH.Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar,1990). Tabel indikator yang biasa digunakan dalam asidi-alkalimetri Indikator Kuning metil Biru bromfenol Trayek pH 2,4 4,0 3,0 4,0 Warna Asam Merah Kuning Basa Kuning Biru

Jingga metal Hijau bromkresol Merah metal Ungu bromkresol Biru bromtimol Merah fenol Merah kresol Biru timol Fenolftalein Timolftalein

3,1 4,1 3,8 5,4 4,2 6,3 5,2 6,8 6,1 7,6 6,8 8,4 7,2 8,8 8,0 9,3 8,2 10,0 9,3 10,5

jingga Kuning Merah Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Tak berwarna Tak berwarna

Metil Biru Kuning Ungu Biru Merah Merah Biru Merah Biru (Gandjar,2010)

Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa). Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi adalah warna indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda (Anonim, 2009). Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu: 1. Larutan baku primer Suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.Contoh: K2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer: mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara

zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah

2. Larutan baku sekunder Suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2 Syarat-syarat larutan baku sekunder: derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan larutannya relatif stabil dalam penyimpanan (Basset, 1994)

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : Tahu Tahu adalah makanan yang dibuat dari

kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian (tauhu) yang secara harfiah berarti "kedelai yang difermentasi". Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Aneka makanan dari tahu antara lain tahu bacem, tahu bakso, tahu isi (tahu bunting), tahu campur, perkedel tahu, kerupuk tahu, dan lain-lain (Anonim, 2009). Formalin

Larutan formaldehid mengandung formaldehid dan methanol sebagai stabilisator. Kadar formaldehid tidak kurang dari 34,0 % dan tidak lebih dari 38,0%. Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lender hidung dan tenggorokan. Jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh. Kelarutan, dapat dicampur dengan air dan dengan etanol (95 %) P. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, sebaiknya pada suhu di atas 20 C (Anonim, 1979). Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon. Terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss 2005). Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang 'formalin' atau 'formol' ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss, 2005).

Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40,0 g/mol. NaOH mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%.). NaOH dapat merusak jaringan dengan cepat. Pemerian : putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembap. NaOH mudah larut dalam air dan dalam etanol. Kelarutan: mudah larut dalm air dan dalam etanol. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

Aquades / Air Murni (H2O)

Aquades memiliki rumus molekul H2O. Berat molekul 18,02 g/mol. Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik atau proses lain yang sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum dan tidak mengandung zat tambahan lain. Densitas 0,998 g/cm dalam fase cairan dan 0,92 g/cm dalam fase padatan. Titik leburnya 0 C (273,15 K) (32 F) dan titik didihnya 100 C (373.15 K) (212 F). Pemeriaan : cairan jernih, tidak

berwarna, tidak berbau dengan pH antara 5,0 - 7,0. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995).

Indikator metil jingga (Jingga metil atau Methyl orange ) Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam titrasi.

Padalarutan yang bersifat basa, jingga metil berwarna kuning dan strukturnya adalah:

Pada faktanya, ion hidrogen tertarik pada salah satu ion nitrogen pada ikatanrangkap nitrogen-nitrogen untuk memberikan struktur yang dapat dituliskan seperti berikut ini:

Metil jingga/orange mempunyai pKa 3,7 (perubahan warna antara Ph 2,7 dan Ph 4,7), mengalami hal yang serupa terkait dengan perubahan warna yang tergantung pada Ph (Gandjar,2010). Asam Klorida

Acidum hydrochloridum (asam klorida) memiliki bobot molekul 36,46. Asam klorida mengandung tidak kurang dari 35,0% dan tidak lebih dari 38,0% HCl. Pemerian: cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika diencerkan dengan 2 bagian

volume air, uap dan bau hilang. Bobot per ml lebih kurang 1,18 g. Keasaman-kebasaan : larutan yang sangat encer masih bereaksi asam kuat terhadap kertas lakmus P. Penyimpana dalam wadah tertutup rapat (Anonim, 1995). Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida mengandung tidak kurang dari 29,0 % b/v dan tidak lebih dari 31,0 % b/v H2O2. Pemerian: cairan tidak berwarna, hamper tidak berbau. Mudah terurai jika berhubungan dengan zat organic yang dapat teroksidasi, dengan logam tertentu dan senyawanya atau dengan alkali. Penyimpanan dalam botol bersumbat kaca atau bersumbat plastic yang cocok, dilengkapi dengan lubang udara di tempat sejuk, terlindung dari cahaya (Anonim, 1995). Natrium Carbonat

Natrium carbonat memiliki bobot molekul 124,0. Natrium karbonat mengandung tidak kurang dari 99,5 % Na2CO3 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian: hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih. Kelarutan mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Anonim, 1995). G. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1979, Farmakope Indonesia edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Anonim, 2009, Analisis volumetric atau titrimetri, http://belajar.com, diakses tanggal 13 Desember 2012. Bassett, J. dkk., 1991, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Day, R.A dan A.L Underwood, 2002, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta. Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman, 2010, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Harjadi W., 1986, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta. Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Ui-press, Jakarta.

Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer, 2005, Formaldehyde in Ullmanns Encyclopedia of Industrial Chemistry Wiley-VCH.

Anda mungkin juga menyukai