Budidaya Ikan Bandeng
Budidaya Ikan Bandeng
Budidaya Ikan Bandeng
PENDAHULUAN
Bandeng merupakan ikan budidaya yang memiliki keunggulan komparatif dan
strategis karena dapat dibudidayakan di air tawar, laut, dan payau. Teknologi
pembenihan serta perbesarannya sudah dikuasai oleh masyarakat. Toleran terhadap
perubahan mutu lingkungan, serta tahan terhadap penyakit. Selain itu bandeng juga
sudah banyak diproduksi dengan tujuan konsumsi dan sebagai umpan dalam
penangkapan ikan tuna dan cakalang, dan telah pula menjadi komuditas ekspor.
Bahkan Kuo (1985) dalam Cholik et al., (2005), menyatakan pendapatnya bahwa
ikan bandeng dapat bertahan hidup dalam kisaran salinitas antara 8 105 ppt.
Menurut Prasetyo (2010) mengatakan bahwa adanya diversifikasi bandeng
olahan menjadikan pangsa pasar dalam negeri semakin besar. Demikian juga
permintaan dari Jepang dan Timur Tengah terus mengalir, akan tetapi pembudidaya di
Indonesia belum dapat memenuhi permintaan tersebut karena daya simpan bandeng
olahan yang terlalu singkat. Selain diversifikasi olahan, bandeng juga dapat
dikembangkan sebagai komuditas ekspor untuk umpan hidup dalam penangkapan
tuna maupun cakalang.
Bandeng diproduksi dalam berbagai ukuran sesuai kebutuhan pasar. Untuk
umpan penangkapan tuna dan cakalang, ukurannya berkisar 80 200 gr/ekor,
konsumsi 300 500 gr/ekor, super 500 1000 gr/ekor, dan induk >4 kg/ekor.
Diantara keempat ukuran produksi bandeng tersebut, bandeng umpan dan super
paling sedekit jumahnya. Padahal pasar bandeng umpan dan bandeng super cukup
besar. Sejak awal 1990-an, di Bali tidak kurang dari 50 rean ( 1 rean = 5.500 ekor)
gelondongan bandeng ditangkap kapal kapal tuna long line per hari. Sedangkan
dipelabuhan perikanan samudera baru Jakarta, diperkirakan 90% dari total keperluan
bandeng upan dipasok dari hasil budidaya tambak di Karawang. Gelondongan
bandeng diyakini dapat meningkatkan laju hasil penangkapan 3 5 kali lebih tinggi
dibandingkan umpan segar atau beku. Ketersediaan umpan hidup yang cukup dan
akan berpengaruh terhadap harga pakan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
biaya produksi. Khususnya di Indonesia, sebagian besar bahan baku pakan berasal
dari impor, yaitu sebesar 70- 80% (Hadadi, dkk., 2007).
Melihat kondisi tersebut, maka budidaya bandeng sebagai umpan memiliki
prospek yang baik seiring menurunnya hasil tangkapan umpan alam serta keuntungan
yang lebih tinggi dibandingan bandeng konsumsi.
Klasifikasi
Ikan bandeng termasuk dalam famili Chanidae (milk fish) yaitu jenis ikan
yang mempunyai bentuk memanjang, padat, pipih (compress) dan oval. Secara
taksonomi sistematika bandeng menurut Nelsen (1984 ) dalam Muntalim (2014)
adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordate
Subphylum : Vertebrate
Superklas : Gnathostomata
Klas : Osteichthyes
Subklas : Teleostei
Ordo : Gonorynchiformies
Subordo : Chanoidei
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos Forsk
2.2.
Morfologi
Ikan bandeng mempunyai badan memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor
bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng berenang dengan cepat. Kepala
bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, dan lubang
hidung terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutanus) .
Warna badan putih keperak perakan dengan punggung biru kehitaman
(Purnomowati, dkk., 2007).
Ikan bandeng juga mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup
insang, dengan 14 16 jarijari pada sirip punggung, 16 17 jarijari pada sirip
dada, 11 12 jarijari pada sirip perut, 10 11 jarijari pada sirip anus/dubur (sirip
dubur /anal finn terletak jauh di belakang sirip punggung), dan sirip ekor berlekuk
simetris dengan 19 jari jari. Sisik pada garis susuk berjumlah 75 80 sisik (Ghufron
dan Kordi, 2005).
Sirip
dorsal
daerah tropika dan sub tropika (Pantai Timur Afrika, Laut Merah sampai Taiwan,
Malaysia, Indonesia dan Australia). Di Indonesia penyebaran ikan bandeng meliputi
sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Aceh, Sumatra
Selatan, Lampung, Pantai Timur Kalimantan, sepanjang pantai Sulawesi dan Irian
Jaya. Ikan bandeng termasuk jenis ikan euryhaline dimana dapat hidup pada kisaran
kadar garam yang cukup tinggi (0 140 ppm). Oleh karena itu ikan bandeng dapat
hidup di daerah tawar (kolam/sawah), air payau (tambak), dan air asin (laut)
(Purnomowati, dkk., 2007).
2.4.
Kebiasaan Makan
Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya
ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut,
berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan
tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran
mulutnya (Purnomowati, dkk., 2007).
Aslamyah
tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivora. Pada ukuran
juvenil termasuk ke dalam golongan herbivora, dimana pada fase ini juga ikan
bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng
kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton,
bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet
2.5.
dihasilkan dapat mencapai 5,7 juta per siklus pemijahan. Penyebaran telur biasanya
jauh dari pantai dan setelah sehari menjadi nener akan terbawa arus kepantai atau
muara sungai.
Tabel 1. Persyaratan pemijahan induk
No
Kegiatan
Keterangan
Berat induk
4 kg per ekor
Jantan : betina = 1 : 1
Siklus pemijahan
Produksi telur
5
Ukuran telur
Sumber : Dgseni.H ( 2014 )
selanjutnya ikan dewasa akan hidup di perairan laut dan siap memijah (Gordon &
Hong, 1986).
Sarana pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi
adalah bak penampungan air tawar dan air laut. Laboratorium basah, bak
pemeliharaan larva, dan pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan
alami.
Bak penampungan Air Tawar dan Air Laut
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian
sedemikian rupa sehingga air dapat di distribusikan secara gravitasi ke dalam
bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (Laut, tawar bersih). Sistim
pipa pemasukan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemeliharaan
induk, pemeliharaan larva, pemeliharaan pakan alami, laboratorium kering
dan basah serta sarana lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara
(aerator).
Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan
pemeliharaan larva dan bangunan kultur murni plankton serta diatur
menghadap ke kultur massal plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan
dan dapat diletakkan diluar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
Bak pemeliharaan telur.
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan
daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per
Periksa Berat badan lebih dari 5 kg atau panjang antara 55-60 cm, bersisik
induk jantan.
Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kematangan gonat.induk yang mengandung telur
a. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan
induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal
b. Ukuran bak induk 30-100 m3 dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat
dilengkapi aerasi kuat menggunakan diffuser sampai dasar bak serta ditutup
dengan jaring.
c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
2) Pemijahan Buatan
a. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair
diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon
berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat
kematangan gonad. Hormon yang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH a
(Luteotrophic hormon-Releasing hormon) dan 17 alpha methyltestoterone pada
dosis masing - masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron
atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan
penyuntikan hormon LHRH- a (Luteotrophic hormon-Releasing hormon) pada
dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d. Volume bak 10-20 m3 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat
kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam
hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
Kriteria induk yang siap untuk dipijahkan antara laian yaitu untuk induk
betina mempunyai diameter telur 750 um, sedangkan untuk induk jantan mengandung
sperma tingkat III yaitu pada saat stripping sperma cukup banyak. Dengan ciri-ciri
bewarna putih susu dan kental. Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari ukuran
induknya. Semakin besar induk maka semakin besar juga jumlah telur yang
dihasilkan. Telur yang sudah dibuahi akan berwarna transparan dan mengapung,
sedangkan telur yang kurang baik menendap didasar bak dan berwarna putih keruh.
Untuk menjaga kualitas telur, telur yang diperoleh diinkubasi dan diberi aerasi yang
cukup sampai pada tingkat embrio. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi
Larva bandeng yang telah berumur 20 hari ke atas telah siap untuk
dipindahkan ke bak pendederan atau telah telah di rasa cukup kuat untuk panen.
Pendederan dilakukan sebelum induk dipasarkan hal ini dimaksudkan agar benih
bandeng betul-betul sudah siap dan kuat untuk di tebar di lahan budidaya atu ke
petani. Larva bandeng diberikan pakan berupa pakan buatan dengan kandungan
protein minimum 37% diberikan dengan dosis 5% perhari. Pakan buatan ini
berbentuk bubuk dan diberikan 3 kali sehari pada pukul 07.30, 12.30, dan 16.30.
Pakan yang diberikan disebar merata dalam bak pendederan. Pemberian pakan terus
dilakukan sampai benih berukuran 3-5 cm atau sudah siap panen, sudah terlihat
pergerakannya lincah atau sehat. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk panen
yaitu seser, baskom dan plastik dicuci bersih dan peralatan lainnya yaitu tabung
oksigen, regulator dan karet diletakkan pada tempat yang memudahkan pemanenan
atau sedekat mungkin dengan lokasi panen.
3.5 Penggelondongan untuk umpan
3.5.1. Penggelondongan
Nener bandeng dipersiapkan terlebih dahulu di kolam gelondongan, sebelum
dilepas ke petak pembesaran, bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan
meningkatkan daya hidup ikan bandeng. Penggelondongan yang dilakukan di KJA
laut belum efisien karena pertumbuhan benih lambat serta biaya dan tingkat
kematiannya tinggi (Mansyur dan Tonnek 2003).
Beberapa teknik penggelondongan bandeng telah dilaporkan, seperti aplikasi
padat penebaran pada bak terkontrol dan penggunaan petakan tambak yang dirancang
khusus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kepadatan 35 95 ekor/m2
selama tiga minggu, sintasan mencapai 97,15% (Ranoemihardjo dan Pirzan 1977).
Penggunaan pupuk untuk menumbuhkan pakan alami telah pula diteliti, seperti pupuk
kotoran ayam, urea, dan TSP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan 200 g
kotoran ayam + 20 g urea + 10 g TSP/m2 memberikan pertumbuhan pakan alami
yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Selama 8 minggu percobaan, sintasan
mencapai 95,70% (Mansyur 1986). Tahapan penggelondongan dimulai dari Nener
3.5.2. Penebaran
Padat tebar yang baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 10-12
ekor/m2. Sebelum penebaran dilakukan, benih perlu diaklimatisasi terhadap kondisi
lingkungan (suhu dan salinitas) medium tambak penggelondongan. Pertama sekali
benih ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian air dari tambak sedikit demi
sedikit dimasukkan ke dalam wadah tersebut dengan selang melalui salah satu sisi
wadah, sedangkan dari sisi lain air dari wadah disipon
keluar
menggunakan
dengan demikian
selang
yang
dilengkapi
saringan
sehingga
dengan
kondisi suhu dan salinitas air dalam wadah menjadi sama dengan kondisi air dalam
tambak. Setelah aklimatisasi benih selesai dilakukan, selanjutnya benih dapat ditebar
ke tambak.
untuk
memberikan
kondisi
media
hidup
pertumbuhan ikan.
Selama penggelondongan harus dijaga agar salinitas dan ketinggian air
selalu stabil dan ketinggian air dipertahankan 40-50 cm. Laju penguapan dan curah
hujan yang tinggi dapat menyebabkan salinitas berubah (berfluktuasi) dan kondisi
seperti ini memungkinkan dapat menghambat
sebaliknya
dapat
menyuburkan
pertumbuhan
alga
dasar
dan
plankton lain yang tumbuh subur seperti protozoa, flagellata, fitoflagellata dan
rotifera maka warna air akan berubah menjadi kuning atau coklat. Akibatnya
kandungan
oksigen
dalam
air
menyebabkan kematian ikan bandeng secara massal. Oleh karena itu, perlu adanya
penambahan/ penggantian air laut yang baru. Penggantian air dapat
secara
gravitasi
dengan
pemanfaatan
gerakan
air
pasang
dilakukan
surut
atau
pompanisasi.
Setelah penebaran benih, kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan
semakin berkurang sehingga perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap
dapat tumbuh secara kontinu. Pemupukan susulan satu sampai dua minggu sekali,
hal ini tergantung dari nilai kesuburan tambak dan dimulai 2-3 minggu setelah
penebaran. Pupuk susulan yang digunakan masing-masing Urea 15-25 kg/ha dan
SP36 10-15 kg/ha dan ditambah pupuk perangsang seperti Forest, Ladan, Ursal, dan
lain-lain sebanyak 1 kg/ha.
Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan
dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama
pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain
berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu
pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme
hama lainnya. Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh,
maka pada bagian yang tergenang ditambahkan obat pemberantas hama.
Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon dalam bentuk akar tuba (Dheris
sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat juga digunakan Saponin dalam bentuk biji
(Camelia sinensis) sebanyak 25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk serbuk
tembakau dengan dosis 200-500 kg/h.
Penggelondongan nener bandeng biasanya sudah mencapai standar ukuran 7-10
cm setelah
tepat
masa
pemeliharaan
40-60
hari.
Ukuran
ini
merupakan
yang
bandeng umpan maupun konsumsi. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi, sore
atau malam hari. Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara
memasukkan air baru ke dalam tambak. Hal ini menyebabkan ikan-ikan bergerak
menuju arah masuknya air dan berkumpul di dekat pintu air. Dengan menggunakan
jaring, prayang atau pukat ikan-ikan digiring menuju pintu air, kemudian secara
perlahan-lahan lingkaran jaring diperkecil sehinggga ikan-ikan terkurung di dekat
pintu. Penangkapan pada waktu air surut dilakukan terlebih dahulu mengurangi air
tambak sehingga air tersisa di dalam caren sekitar 20 cm. Ikan digiring perlahanlahan dan lingkaran diperkecil sehingga ikan dapat berkumpul dekat pintu.
Ikan-ikan yang sudah terkurung perlu diberok selama 1-2 hari sebelum dipanen
untuk dipindahkan.
Penangkapan ikan
harus dilakukan
sangat
hati-hati
untuk mencegah kemungkinan luka-luka pada tubuh ikan dan kehilangan sisik
akibat gesekan. Jika lokasi pengangkutan agak jauh, ikan perlu masukkan terlebih
dahulu dalam kantong plastik yang telah berisi air laut dengan kepadatan 25-50
ekor/liter sesuai ukuran ikan diberi oksigen dengan perbandingan air dan oksigen
1:1,5 atau 1:2 tergantung jarak jauh pengangkutan
budidaya berlangsung, tambak tersebut harus dekat dengan rumah jaga untuk
menghindari terjadinya pencurian. Evaluasi budidaya sangat perlu dilakukan
karena untuk mengatasi permasalahanpermasalahan di lapangan baik dari
internal maupun faktor eksternal, sehingga mengarah pada alternatif solusi bagi
permasalahanpermasalahan yang di hadapi dalam pengembangan usaha
budidaya tersebut.
IV. PENUTUP
Ikan bandeng adalah salah satu ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Tujuan
budidaya bandeng bukan hanya untuk konsumsi, dan penyediaan induk, melainkan
juga untuk umpan ikan tuna dan cakalang. Umpan tuna dari geondongan bandeng
diyakini mampu memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak 3 5 kali dari
umpan lainnya.
Budidaya bandeng sebagai umpan dimulai dari pembenihan bandeng itu
sendiri. Pemilihan induk yang unggul mutlak diperlukan agar bisa mendapatkan benih
bandeng berkualitas. Pemijahan bandeng bisa dilakukan secara alami dan buatan
dengan bantuan penyuntikan hormone HCG dan LHRH. Larva bandeng yang
berumur 15 20 hari sudah bisa di pindahkan untuk pemeliharaan lanjutan atau
penggelondongan. Untuk mencapai produksi umpan, penggelondongan bandeng akan
dilakukan secara bertahap yaitu : penggelondongan 1 ( 15 hari ), penggelondongan 2
(20 25 hari setelah penggelondongan 1), pengggelondongan 3 (20 hari sesudah
penggelondongan
2), dan
terakhir
penggelondongan
(20 hari
sesudah
Daftar Pustaka
Anggeiri I.D, 2014. Modul Budidaya Ikan Bandeng. Penyuluhan Kegiatan Budidaya.
Sulawesi Selatan.
Anonimous, 2010 a. Derektorat Jendral Perikanan Budidaya. Budidaya Bandeng.
Jakarta.
Anonimous, 2010 b. Deroktorat Jendral Perikanan Budidaya. Pembenihan Bandeng.
Jakarta.
Anonimous, 2008. Inspirasi Agribisnis Indonesia. Umpan Tuna Harapan Pasar
Bandeng. Jakarta Selatan.
Anonimous, 2010 c. TIM PKM-K. Meningkatkan Pengembangan Potensi Tambak
Melalui Usaha Budidaya Pendederan Bandeng Skala Rumah Tangga Di
Dusun Cemara Kecamatan Lembar
Cemara.
Anonimous, 2014 . WWF- Indonesia. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada
Tambak Ramah Lingkungan . Jakarta Selatan
Anindiastuti, 1995. Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskall).
Balai Budidaya Air Payau, Jepara.
Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisi.
UNHAS. Makassar.
Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan
Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN)
dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Dgseni.H, 2014. Teknik Budidaya Bandeng. STITEK BD. Makasar
A,
1998.
Pedoman
Teknis
Pembenihan
Ikan
Bandeng.
Seri
I. PENDAHULUAN......................................................................................................1
II. BIOLOGI IKAN BANDENG...................................................................................4
2.1. Klasifikasi...........................................................................................................4
2.2. Morfologi............................................................................................................4
2.3. Habitat dan Penyebaran......................................................................................5
2.4. Kebiasaan Makan................................................................................................5
2.5. Perkembangbiakan Ikan Bandeng.......................................................................6
2.6 Siklus hidup Ikan Bandeng..................................................................................6
III. TEKNIK BUDIDAYA.............................................................................................8
3.1 Persiapan Wadah Budidaya..................................................................................8
3.1.1 Sarana dan prasarana.....................................................................................8
3.2 Persiapan Induk....................................................................................................9
3.3 Teknik Pemijahan...............................................................................................10
3.4. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva.........................................................12
3.5 Penggelondongan untuk umpan........................................................................13
3.5.1. Penggelondongan.......................................................................................13
3.5.2. Penebaran...................................................................................................15
3.5.3. Pemeliharaan...............................................................................................15
IV. PENUTUP.............................................................................................................19
Daftar Pustaka..............................................................................................................20
No
1.
Teks
Tabel 1. Persyaratan pemijahan induk
1.
2.
3.
4.
Halaman