Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Budidaya Ikan Bandeng

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

I.

PENDAHULUAN
Bandeng merupakan ikan budidaya yang memiliki keunggulan komparatif dan
strategis karena dapat dibudidayakan di air tawar, laut, dan payau. Teknologi
pembenihan serta perbesarannya sudah dikuasai oleh masyarakat. Toleran terhadap
perubahan mutu lingkungan, serta tahan terhadap penyakit. Selain itu bandeng juga
sudah banyak diproduksi dengan tujuan konsumsi dan sebagai umpan dalam
penangkapan ikan tuna dan cakalang, dan telah pula menjadi komuditas ekspor.
Bahkan Kuo (1985) dalam Cholik et al., (2005), menyatakan pendapatnya bahwa
ikan bandeng dapat bertahan hidup dalam kisaran salinitas antara 8 105 ppt.
Menurut Prasetyo (2010) mengatakan bahwa adanya diversifikasi bandeng
olahan menjadikan pangsa pasar dalam negeri semakin besar. Demikian juga
permintaan dari Jepang dan Timur Tengah terus mengalir, akan tetapi pembudidaya di
Indonesia belum dapat memenuhi permintaan tersebut karena daya simpan bandeng
olahan yang terlalu singkat. Selain diversifikasi olahan, bandeng juga dapat
dikembangkan sebagai komuditas ekspor untuk umpan hidup dalam penangkapan
tuna maupun cakalang.
Bandeng diproduksi dalam berbagai ukuran sesuai kebutuhan pasar. Untuk
umpan penangkapan tuna dan cakalang, ukurannya berkisar 80 200 gr/ekor,
konsumsi 300 500 gr/ekor, super 500 1000 gr/ekor, dan induk >4 kg/ekor.
Diantara keempat ukuran produksi bandeng tersebut, bandeng umpan dan super
paling sedekit jumahnya. Padahal pasar bandeng umpan dan bandeng super cukup
besar. Sejak awal 1990-an, di Bali tidak kurang dari 50 rean ( 1 rean = 5.500 ekor)
gelondongan bandeng ditangkap kapal kapal tuna long line per hari. Sedangkan
dipelabuhan perikanan samudera baru Jakarta, diperkirakan 90% dari total keperluan
bandeng upan dipasok dari hasil budidaya tambak di Karawang. Gelondongan
bandeng diyakini dapat meningkatkan laju hasil penangkapan 3 5 kali lebih tinggi
dibandingkan umpan segar atau beku. Ketersediaan umpan hidup yang cukup dan

berkualitas merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan penangkapan. Umpan


hidup yang biasa digunakan dalam penangkapan tuna dan cakalang antara lain ikan
teri (Stolephorus sp.), ikan tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger
kanagurta), pisang-pisang (Caesiosp), dan layang (Decapterus russeli) (Anonimous
2008 ).
Anonimous (2008) juga mengatakan usaha penyediaan umpan alam dari
penangkapan dibatasi oleh ketersediaan sumber daya ikan. Sebagai contoh ikan teri,
salah satu ikan umpan yang sangat baik kini mengalami kelebihan tangkap di Maluku
dan Maluku Utara. Dengan demikian, gelondongan bandeng berpeluang menjadi
salah satu jenis umpan yang dapat diandalkan untuk penangkapan tuna dan cakalang,
baik dalam kondisi hidup maupun beku. Itu berarti budidaya bandeng untuk
memproduksi umpan merupakan usaha yang menguntungkan. Sebuah kajian yang
dilakukan pada tambak di Kamal, Jakarta Utara, menyebutkan, usaha bandeng umpan
memberikan keuntungan lebih tinggi dibandingkan bandeng konsumsi. Hal ini
terlihat dari laba bersih usaha bandeng umpan dalam satu tahun tiap hektar mencapai
Rp28,28 juta. Sedangkan laba bersih dalam satu tahun tiap hektar untuk usaha
bandeng konsumsi hanya Rp16,74 juta.
Budidaya bandeng umpan dapat dilakukan di tambak dan keramba jaring
apung (KJA) dalam waktu 34 bulan sejak dari nener. Teknis budidaya bandeng
umpan tidak berbeda dengan budidaya bandeng konsumsi, bahkan dapat menerapkan
padat penebaran tinggi. Di tambak, padat tebar berkisar 1020 ekor per
m2, sedangkan di KJA mencapai 500600 ekor per m3. Budidaya ikan bandeng
dalam keramba jaring apung (KJA) telah banyak dilakukan oleh masyarakat. Namun,
harga pakan yang relatif masih mahal membuat budidaya ikan bandeng di KJA
kurang berkembang. Pengkajian lanjutan yang lebih intensif, khususnya bagaimana
memanfaatkan bahan baku lokal yang tersedia dalam jumlah yang memadai sebagai
bahan pakan harus dilakukan, guna menekan biaya pakan yang diperkirakan dapat
mencapai 60-80% dari total biaya produksi (Priyadi, 2008). Harga bahan baku pakan

akan berpengaruh terhadap harga pakan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
biaya produksi. Khususnya di Indonesia, sebagian besar bahan baku pakan berasal
dari impor, yaitu sebesar 70- 80% (Hadadi, dkk., 2007).
Melihat kondisi tersebut, maka budidaya bandeng sebagai umpan memiliki
prospek yang baik seiring menurunnya hasil tangkapan umpan alam serta keuntungan
yang lebih tinggi dibandingan bandeng konsumsi.

II. BIOLOGI IKAN BANDENG


2.1.

Klasifikasi
Ikan bandeng termasuk dalam famili Chanidae (milk fish) yaitu jenis ikan

yang mempunyai bentuk memanjang, padat, pipih (compress) dan oval. Secara
taksonomi sistematika bandeng menurut Nelsen (1984 ) dalam Muntalim (2014)
adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordate
Subphylum : Vertebrate
Superklas : Gnathostomata
Klas : Osteichthyes
Subklas : Teleostei
Ordo : Gonorynchiformies
Subordo : Chanoidei
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos Forsk
2.2.

Morfologi
Ikan bandeng mempunyai badan memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor

bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng berenang dengan cepat. Kepala
bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, dan lubang
hidung terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutanus) .
Warna badan putih keperak perakan dengan punggung biru kehitaman
(Purnomowati, dkk., 2007).
Ikan bandeng juga mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup
insang, dengan 14 16 jarijari pada sirip punggung, 16 17 jarijari pada sirip
dada, 11 12 jarijari pada sirip perut, 10 11 jarijari pada sirip anus/dubur (sirip
dubur /anal finn terletak jauh di belakang sirip punggung), dan sirip ekor berlekuk
simetris dengan 19 jari jari. Sisik pada garis susuk berjumlah 75 80 sisik (Ghufron
dan Kordi, 2005).

Sirip

dorsal

Gambar 1. Morfologi Bandeng (Chanos chanos) (anonimous., 2014)


2.3.

Habitat dan Penyebaran


Ikan bandeng merupakan jenis ikan laut yang daerah penyebarannya meliputi

daerah tropika dan sub tropika (Pantai Timur Afrika, Laut Merah sampai Taiwan,
Malaysia, Indonesia dan Australia). Di Indonesia penyebaran ikan bandeng meliputi
sepanjang pantai utara Pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Aceh, Sumatra
Selatan, Lampung, Pantai Timur Kalimantan, sepanjang pantai Sulawesi dan Irian
Jaya. Ikan bandeng termasuk jenis ikan euryhaline dimana dapat hidup pada kisaran
kadar garam yang cukup tinggi (0 140 ppm). Oleh karena itu ikan bandeng dapat
hidup di daerah tawar (kolam/sawah), air payau (tambak), dan air asin (laut)
(Purnomowati, dkk., 2007).
2.4.

Kebiasaan Makan
Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya

ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut,
berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan
tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran
mulutnya (Purnomowati, dkk., 2007).
Aslamyah

(2008) mengatakan bahwa pada waktu larva, ikan bandeng

tergolong karnivora, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivora. Pada ukuran
juvenil termasuk ke dalam golongan herbivora, dimana pada fase ini juga ikan
bandeng sudah bisa makan pakan buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng
kembali berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton,
bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet

2.5.

Perkembangbiakan Ikan Bandeng


Ikan bandeng akan memijah pada laut jernih yang dalam. Telur yang

dihasilkan dapat mencapai 5,7 juta per siklus pemijahan. Penyebaran telur biasanya
jauh dari pantai dan setelah sehari menjadi nener akan terbawa arus kepantai atau
muara sungai.
Tabel 1. Persyaratan pemijahan induk
No

Kegiatan

Keterangan

Berat induk

4 kg per ekor

Perbandingan berat induk

Jantan : betina = 1 : 1

Siklus pemijahan

4 10 kali/bulan (selama 10 bulan dalam 1


tahun) dalam satu kelompok induk

Produksi telur

200.000 1.000.000 butir/kelompok induk


(20 25 pasang induk)

5
Ukuran telur
Sumber : Dgseni.H ( 2014 )

0,9 1,2 mikron

2.6 Siklus hidup Ikan Bandeng


Siklus hidup ikan bandeng dimulai dari telur yang berasal dari pemijahan
yang berlangsung dilaut terbuka dekat dengan pesisir pada kedalaman 10 40 m,
yang dasar perairannya dapat berupa pasir atau koral ( Gordon & Hong, 1986). Telur
ikan bandeng melayang dengan diameter 1,1 1,25 mm, masa inkubasi sampai
menetas berlangsung 20 25 jam pada suhu 16 32 oC dan salinitas 29 34 ppt
(Garcia, 1990). Menurut Nontji (2006) larva bandeng merupakan komunitas plankton
di laut yang kemudian berkembang di perairan pantai berpasir yang berair disebut
nener, sedangkan bila berukuran lebih besar sekitar 5 8 cm disebut protolan.
Setelah beberapa hari larva bandeng kembali ke laut, kemudian berkembang
menjadi juvenil dalam kurun waktu 1- 2 minggu. Juvenil bandeng selanjutnya
memasuki perairan pantai, muara muara sungai, kawasan mangrove, danau
pinggiran laut dan bahkan rawa. Beberapa diantaranya memasuki perairan tawar.
Juvenil kemudian berkembang menjadi ikan ikan remaja dan kembali ke laut
terbuka. Ikan bandeng mengalami matang gonad pada umur 5 6 tahun, dan untuk

selanjutnya ikan dewasa akan hidup di perairan laut dan siap memijah (Gordon &
Hong, 1986).

III. TEKNIK BUDIDAYA


3.1 Persiapan Wadah Budidaya
3.1.1 Sarana dan prasarana
1

Sarana pokok
Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi
adalah bak penampungan air tawar dan air laut. Laboratorium basah, bak
pemeliharaan larva, dan pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan

alami.
Bak penampungan Air Tawar dan Air Laut
Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian
sedemikian rupa sehingga air dapat di distribusikan secara gravitasi ke dalam
bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (Laut, tawar bersih). Sistim
pipa pemasukan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemeliharaan
induk, pemeliharaan larva, pemeliharaan pakan alami, laboratorium kering
dan basah serta sarana lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara
(aerator).
Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan
pemeliharaan larva dan bangunan kultur murni plankton serta diatur
menghadap ke kultur massal plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan

air tawar, laut dan udara


Bak pemeliharaan induk.
Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat
dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung
c

dan dapat diletakkan diluar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
Bak pemeliharaan telur.
Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan
daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per

liter. Minimal ukuran akuarium adalah 2x1x1 m.


Bak pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur
dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna
agak gelap berukuran (4x5x1,5) m3 dengan berbentuk bulat atau bujur sangkar

yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan didalam bangunan


beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu
air pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik untuk
e

menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.


Bak pemeliharaan Makanan Alami, Kultur plankton Clorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton Cholorella sp disesuaikan dengan volume bak
pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton
ditempatkan diluar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari.
Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya
juga bisa masuk kedalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.
Kedalaman bak kultur Chorella sp harus diperhitungkan sedemikian
rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki.
Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6
m,ukuran bak kultur plankton Chorella sp adalah(2,0 x 2,5 x 0,6) m3. Bak
kultur rotifera terbuat

dari serat kaca maupun konstruksi baton yang

ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding.


Perbandingan antara volume bak chorella,rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1
(Anggreini, 2014)
3.2 Persiapan Induk
Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam proses budidaya
maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi. Seleksi ikan bertujuan
untuk memperbaiki genetik dari induk ikan yang akan digunakan. Oleh karena itu
dengan melakukan seleksi ikan yang benar akan dapat memperbaiki genetik ikan
tersebut sehingga dapat melakukan pemuliaan ikan. Tujuan dari pemuliaan ikan ini
adalah menghasilkan benih yang unggul dimana benih yang unggul tersebut diperoleh
dari induk ikan hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktivitas (Reza, 2011)
Induk yang unggul akan menurunkan sifat-sifatnya kepada keturunannya. Ciri
cirinya :
bentuk normal, perbandingan panjang dan berat ideal.
ukuran kepala relatif kecil, diantara satu peranakan pertumbuhannya paling cepat.

susunan sisik teratur, licin, mengkilat, tidak ada luka.


gerakan lincah dan normal.
umur antara 4 - 5 tahun.
Pemilihan induk
a

Periksa Berat badan lebih dari 5 kg atau panjang antara 55-60 cm, bersisik

bersih,cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.


Melihat kematangan gonad betina di lakukan dengan cara membius ikan
dengan 2 phenoxyetthanol dosis 200-300 ppm setelah ikan melemah kanula
dimasukan ke lubang kelamin sedalam 20-40 cm tergantung dari panjang
ikan dan dihisap. Pemijahaan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk

induk jantan.
Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kematangan gonat.induk yang mengandung telur

berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.


Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat
III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat
dari bagian perut kearah lubang kelamin.

3.3 Teknik Pemijahan


Pemijahan adalah pencampuran induk jantan dan berina yang telah matang sel
sperma dan sel telurnya agar terjadi pengeluaran (ejakulasi) kedua sel tersebut.
Setelah berada di air, sel sperma akan membuahi sel telur karena sistem pembuahan
ikan terjadi diluar tubuh. Pemijahan dilakukan pada kolam khusus pemijahan.
Induk yang telah matang gonad di pelihara dalam bak berbentuk bulat dengan
kisaran volume 30 ton dengan kedalaman 2,5 meter dan bak sebaiknya ditutupi
dengan jaring dan dihindarkan dari cahaya malam hari untuk mencegah induk keluar
dari tangki. Bandeng memijah dengan pemijahan alami biasanya berlangsung pada
malam hari, dimana induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina
mengeluarkan telur sehingga pembuahan terjadi secara eksternal, telur yang telah
terbuahi mengapung di permukaan. Macam pemijahan, yakni :
1) Pemijahan Alami.

a. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan
induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal
b. Ukuran bak induk 30-100 m3 dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat
dilengkapi aerasi kuat menggunakan diffuser sampai dasar bak serta ditutup
dengan jaring.
c. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
2) Pemijahan Buatan
a. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair
diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon
berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat
kematangan gonad. Hormon yang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH a
(Luteotrophic hormon-Releasing hormon) dan 17 alpha methyltestoterone pada
dosis masing - masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
c. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron
atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan
penyuntikan hormon LHRH- a (Luteotrophic hormon-Releasing hormon) pada
dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
d. Volume bak 10-20 m3 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat
kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam
hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
Kriteria induk yang siap untuk dipijahkan antara laian yaitu untuk induk
betina mempunyai diameter telur 750 um, sedangkan untuk induk jantan mengandung
sperma tingkat III yaitu pada saat stripping sperma cukup banyak. Dengan ciri-ciri
bewarna putih susu dan kental. Jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari ukuran
induknya. Semakin besar induk maka semakin besar juga jumlah telur yang
dihasilkan. Telur yang sudah dibuahi akan berwarna transparan dan mengapung,
sedangkan telur yang kurang baik menendap didasar bak dan berwarna putih keruh.
Untuk menjaga kualitas telur, telur yang diperoleh diinkubasi dan diberi aerasi yang
cukup sampai pada tingkat embrio. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi

menggunakan larutan formalin selama 10 -15 menit untuk mencegah serangan


pathogen (Taufik, 1998).
3.4. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva
Telur bandeng yang dibuahi berwarna transparant, mengapung pada
permukaan, sedangkan yang tidak terbuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
Untuk mempermudah dalam hal pengumpulan terus, bak pemijahan dirancang
dengan sistem pembuangan air permukaan. Selama ini inkubasi telur harus diaerasi
dengan cukup sehingga terlur mencapai tingkat embrio dan sebelum di pindahkan,
aerasi dihentikan. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi dalam larutan formain
selama 10 15 menit untuk mencegah pertumbuhan bakteri atau parasit (Taufik,
1998).
Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-31 0C
salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan ke dalam bak tidak kurang dari
100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi
dipasang dengan jarak antara 100 cm. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makanannya
masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Hari kedua setelah
ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan
berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener. Pada hari ke nol
telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon
sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10
dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang
panen (Anonimous, 2010 c).
Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4
sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang
diberikan dan kualitas air pemeliharan perlu terus dipertahankan pada kisaran
optimal. Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16
mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat
penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa (Anonimous , 2010 c).

Larva bandeng yang telah berumur 20 hari ke atas telah siap untuk
dipindahkan ke bak pendederan atau telah telah di rasa cukup kuat untuk panen.
Pendederan dilakukan sebelum induk dipasarkan hal ini dimaksudkan agar benih
bandeng betul-betul sudah siap dan kuat untuk di tebar di lahan budidaya atu ke
petani. Larva bandeng diberikan pakan berupa pakan buatan dengan kandungan
protein minimum 37% diberikan dengan dosis 5% perhari. Pakan buatan ini
berbentuk bubuk dan diberikan 3 kali sehari pada pukul 07.30, 12.30, dan 16.30.
Pakan yang diberikan disebar merata dalam bak pendederan. Pemberian pakan terus
dilakukan sampai benih berukuran 3-5 cm atau sudah siap panen, sudah terlihat
pergerakannya lincah atau sehat. Peralatan-peralatan yang digunakan untuk panen
yaitu seser, baskom dan plastik dicuci bersih dan peralatan lainnya yaitu tabung
oksigen, regulator dan karet diletakkan pada tempat yang memudahkan pemanenan
atau sedekat mungkin dengan lokasi panen.
3.5 Penggelondongan untuk umpan
3.5.1. Penggelondongan
Nener bandeng dipersiapkan terlebih dahulu di kolam gelondongan, sebelum
dilepas ke petak pembesaran, bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan
meningkatkan daya hidup ikan bandeng. Penggelondongan yang dilakukan di KJA
laut belum efisien karena pertumbuhan benih lambat serta biaya dan tingkat
kematiannya tinggi (Mansyur dan Tonnek 2003).
Beberapa teknik penggelondongan bandeng telah dilaporkan, seperti aplikasi
padat penebaran pada bak terkontrol dan penggunaan petakan tambak yang dirancang
khusus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kepadatan 35 95 ekor/m2
selama tiga minggu, sintasan mencapai 97,15% (Ranoemihardjo dan Pirzan 1977).
Penggunaan pupuk untuk menumbuhkan pakan alami telah pula diteliti, seperti pupuk
kotoran ayam, urea, dan TSP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan 200 g
kotoran ayam + 20 g urea + 10 g TSP/m2 memberikan pertumbuhan pakan alami
yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Selama 8 minggu percobaan, sintasan
mencapai 95,70% (Mansyur 1986). Tahapan penggelondongan dimulai dari Nener

berumur 15 25 hari masa larva (anonimous 2014). Tahapan penggelondongan


sampai pada bandeng umpan adalah :
1. penggelondongan 1 :
Nener dipelihara selama 15 hari, nener bandeng akan tumbuh mulai dari
ukuran 1 cm hingga 2 - 3 cm.
2. Penggelondongan 2 :
Ikan bandeng dipelihara selama 20 - 25 hari sesudah penggelondongan 1. Ikan
bandeng akan tumbuh mulai dari ukuran 3 cm hingga berukuran 5 - 6 cm.
3. Penggelondongan 3 :
Ikan bandeng dipelihara selama 20 hari sesudah penggelondongan 2. Ikan
bandeng akan tumbuh mulai dari ukuran 6 cm hingga berukuran 7 - 10 cm.
4. Penggelondongan 4 :
Ikan bandeng dipelihara selama 20 hari sesudah penggelondongan 3 atau
berkisar 80 100 hari penggelondongan dari larva. Ikan bandeng tumbuh sejak
ukuran 10 cm hingga berukuran 15 cm. Pada ukuran tersebut ikan bandeng sudah
mulai dapat dijual untuk komoditas bandeng umpan.

Gambar 2. Nener bandeng (Anonimous, 2010 c)

3.5.2. Penebaran
Padat tebar yang baik untuk lama penggelondongan 40-60 hari adalah 10-12
ekor/m2. Sebelum penebaran dilakukan, benih perlu diaklimatisasi terhadap kondisi
lingkungan (suhu dan salinitas) medium tambak penggelondongan. Pertama sekali

benih ditempatkan dalam suatu wadah, kemudian air dari tambak sedikit demi
sedikit dimasukkan ke dalam wadah tersebut dengan selang melalui salah satu sisi
wadah, sedangkan dari sisi lain air dari wadah disipon

keluar

menggunakan

dengan demikian

selang

yang

dilengkapi

saringan

sehingga

dengan

kondisi suhu dan salinitas air dalam wadah menjadi sama dengan kondisi air dalam
tambak. Setelah aklimatisasi benih selesai dilakukan, selanjutnya benih dapat ditebar
ke tambak.

Gambar 3. Proses Aklimatisasi nener bandeng (Anonimous, 2010 c)


3.5.3. Pemeliharaan
Menurut (Anonimous, 2010 c) kegiatan rutin setelah penebaran benih adalah
pengamatan untuk mempertahankan kualitas air yang baik dan tersedianya
organisme pakan alami yang cukup di dalam tambak. Pengelolaan kualitas air
ditujukan

untuk

memberikan

kondisi

media

hidup

yang optimal bagi

pertumbuhan ikan.
Selama penggelondongan harus dijaga agar salinitas dan ketinggian air
selalu stabil dan ketinggian air dipertahankan 40-50 cm. Laju penguapan dan curah
hujan yang tinggi dapat menyebabkan salinitas berubah (berfluktuasi) dan kondisi
seperti ini memungkinkan dapat menghambat
sebaliknya

dapat

menyuburkan

pertumbuhan

alga

dasar

dan

pertumbuhan jenis plankton lain yang tidak

diinginkan sebagai pakan alami ikan bandeng.


Dalam penggelondongan nener bandeng yang baik, alga dasar tambak
tumbuh dengan subur dan warna airnya yang jernih. Namun apabila jenis

plankton lain yang tumbuh subur seperti protozoa, flagellata, fitoflagellata dan
rotifera maka warna air akan berubah menjadi kuning atau coklat. Akibatnya
kandungan

oksigen

dalam

air

menjadi semakin rendah dan akhirnya dapat

menyebabkan kematian ikan bandeng secara massal. Oleh karena itu, perlu adanya
penambahan/ penggantian air laut yang baru. Penggantian air dapat
secara

gravitasi

dengan

pemanfaatan

gerakan

air

pasang

dilakukan
surut

atau

pompanisasi.
Setelah penebaran benih, kelekap sebagai pakan alami semakin lama akan
semakin berkurang sehingga perlu adanya pemupukan susulan agar kelekap
dapat tumbuh secara kontinu. Pemupukan susulan satu sampai dua minggu sekali,
hal ini tergantung dari nilai kesuburan tambak dan dimulai 2-3 minggu setelah
penebaran. Pupuk susulan yang digunakan masing-masing Urea 15-25 kg/ha dan
SP36 10-15 kg/ha dan ditambah pupuk perangsang seperti Forest, Ladan, Ursal, dan
lain-lain sebanyak 1 kg/ha.
Cara pemberantasan hama yang lazim dilakukan di tambak adalah pengeringan
dan penggunaan beberapa jenis pestisida maupun racun tanaman. Tahap pertama
pemberantasan hama adalah pengeringan tanah dasar. Pengeringan ini selain
berfungsi mengoksidasi bahan organik dan mengeraskan tanah dasar juga membantu
pemberantasan berbagai ikan liar, moluska, kepiting, cacing serta organisme
hama lainnya. Apabila pengeringan tidak dapat dilakukan secara menyeluruh,
maka pada bagian yang tergenang ditambahkan obat pemberantas hama.
Untuk keperluan ini dapat digunakan Rotenon dalam bentuk akar tuba (Dheris
sp) sebanyak 4-5 kg/ha. Selain itu, dapat juga digunakan Saponin dalam bentuk biji
(Camelia sinensis) sebanyak 25-30 kg/ha atau nikotin dalam bentuk serbuk
tembakau dengan dosis 200-500 kg/h.
Penggelondongan nener bandeng biasanya sudah mencapai standar ukuran 7-10
cm setelah
tepat

masa

pemeliharaan

40-60

hari.

Ukuran

ini

merupakan

yang

sebagai gelondongan untuk penebaran berikutnya baik untuk tujuan

bandeng umpan maupun konsumsi. Pemanenan dapat dilakukan pada pagi, sore
atau malam hari. Pemanenan pada waktu air pasang dapat dilakukan dengan cara
memasukkan air baru ke dalam tambak. Hal ini menyebabkan ikan-ikan bergerak

menuju arah masuknya air dan berkumpul di dekat pintu air. Dengan menggunakan
jaring, prayang atau pukat ikan-ikan digiring menuju pintu air, kemudian secara
perlahan-lahan lingkaran jaring diperkecil sehinggga ikan-ikan terkurung di dekat
pintu. Penangkapan pada waktu air surut dilakukan terlebih dahulu mengurangi air
tambak sehingga air tersisa di dalam caren sekitar 20 cm. Ikan digiring perlahanlahan dan lingkaran diperkecil sehingga ikan dapat berkumpul dekat pintu.
Ikan-ikan yang sudah terkurung perlu diberok selama 1-2 hari sebelum dipanen
untuk dipindahkan.

Penangkapan ikan

harus dilakukan

sangat

hati-hati

untuk mencegah kemungkinan luka-luka pada tubuh ikan dan kehilangan sisik
akibat gesekan. Jika lokasi pengangkutan agak jauh, ikan perlu masukkan terlebih
dahulu dalam kantong plastik yang telah berisi air laut dengan kepadatan 25-50
ekor/liter sesuai ukuran ikan diberi oksigen dengan perbandingan air dan oksigen
1:1,5 atau 1:2 tergantung jarak jauh pengangkutan

Kegiatan budidaya ini

memerlukan waktu pemeliharaan 60 hari (2 bulan). Sehingga dalam setahun dapat


dilakukan 6-8 kali panen.

Gambar 4. Bandeng Gelondogan yang di Panen(Anonimous, 2010 c)


Proses penjualan bandeng gelondongan tidak terlalu menjadi permasalahan
karena permintaan petani tambak sangat tinggi, sementara produk bandeng
gelondongan tersedia sangat rendah. Permintaan petani tambak sangat besar,
bahkan sebelum proses budidaya pembeli sudah memesan, sehingga ketakutan
untuk tidak adanya pembeli sangat rendah.
Kegiatan proses budidaya pendederan bandeng harus setiap hari dilakukan
monitoring untuk mengetahui kendalakendala yang akan di hadapi ketika saat

budidaya berlangsung, tambak tersebut harus dekat dengan rumah jaga untuk
menghindari terjadinya pencurian. Evaluasi budidaya sangat perlu dilakukan
karena untuk mengatasi permasalahanpermasalahan di lapangan baik dari
internal maupun faktor eksternal, sehingga mengarah pada alternatif solusi bagi
permasalahanpermasalahan yang di hadapi dalam pengembangan usaha
budidaya tersebut.

IV. PENUTUP

Ikan bandeng adalah salah satu ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Tujuan
budidaya bandeng bukan hanya untuk konsumsi, dan penyediaan induk, melainkan
juga untuk umpan ikan tuna dan cakalang. Umpan tuna dari geondongan bandeng
diyakini mampu memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak 3 5 kali dari
umpan lainnya.
Budidaya bandeng sebagai umpan dimulai dari pembenihan bandeng itu
sendiri. Pemilihan induk yang unggul mutlak diperlukan agar bisa mendapatkan benih
bandeng berkualitas. Pemijahan bandeng bisa dilakukan secara alami dan buatan
dengan bantuan penyuntikan hormone HCG dan LHRH. Larva bandeng yang
berumur 15 20 hari sudah bisa di pindahkan untuk pemeliharaan lanjutan atau
penggelondongan. Untuk mencapai produksi umpan, penggelondongan bandeng akan
dilakukan secara bertahap yaitu : penggelondongan 1 ( 15 hari ), penggelondongan 2
(20 25 hari setelah penggelondongan 1), pengggelondongan 3 (20 hari sesudah
penggelondongan

2), dan

terakhir

penggelondongan

(20 hari

sesudah

penggelondongan 3). Pada peggelondongan 4 ini, ukuran bandeng sudah mencapai 10


15 cm dan siap untuk dijadikan umpan.
Selama ini penyediaan umpan masih mengandalkan penangkapan umpan dari
alam. Sementara penangkapan umpan yang berlebihan di alam akan berakibat pada
berkurangnya ketersediaan pasokan umpan yang berkelanjutan. Keadaan ini
menandakan bahwa usaha budidaya bandeng dengan tujuan produksi umpan sangat
diperukan. Budidaya bandeng sebagai umpan memiliki prospek usaha cerah untuk
masa mendatang, dengan keuntungan yang besar dan waktu budidaya yang cukup
singkat ( paling lama 3 bulan). Pasar bandeng untuk umpan yang sangat terbuka
menjadikan kita tidak takut akan kerugian.

Daftar Pustaka
Anggeiri I.D, 2014. Modul Budidaya Ikan Bandeng. Penyuluhan Kegiatan Budidaya.
Sulawesi Selatan.
Anonimous, 2010 a. Derektorat Jendral Perikanan Budidaya. Budidaya Bandeng.
Jakarta.
Anonimous, 2010 b. Deroktorat Jendral Perikanan Budidaya. Pembenihan Bandeng.
Jakarta.
Anonimous, 2008. Inspirasi Agribisnis Indonesia. Umpan Tuna Harapan Pasar
Bandeng. Jakarta Selatan.
Anonimous, 2010 c. TIM PKM-K. Meningkatkan Pengembangan Potensi Tambak
Melalui Usaha Budidaya Pendederan Bandeng Skala Rumah Tangga Di
Dusun Cemara Kecamatan Lembar

Kabupaten Lombok Barat NTB.

Cemara.
Anonimous, 2014 . WWF- Indonesia. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada
Tambak Ramah Lingkungan . Jakarta Selatan
Anindiastuti, 1995. Pemeliharaan Larva Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskall).
Balai Budidaya Air Payau, Jepara.
Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia Nutrisi.
UNHAS. Makassar.
Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan
Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN)
dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta.
Dgseni.H, 2014. Teknik Budidaya Bandeng. STITEK BD. Makasar

Garcia, L.M.B. 1990. Fisheries Biology of Milkfish (Chanos chanos Forskal).


Proceedins of the Regional Workshop on Milkfish Culture Development in
the South Pacific Tarawa, Kribati, 21-25 November 1988.
Gordon, M.S, and Hong, L.Q. 1986. Biology of Chanos chanos. In: lee CS, Gordon
MS, Watanabe WO. Editor. Aquaculture of Milkfish (Chanos chanos): State
of the Art. The Oceanic Institute Makapuu Point Waimanolo, Hawai, hlm 133.
Kordi dan Ghufron. 2005. Budidaya Ikan Laut. Rineka Cipta. Jakarta.
Muntalim, 2014. Pengembangan Budidaya Dan Teknologi Pengolahan Ikan Bandeng
(Chanos Chanos Forsskal) Di Kabupaten Lamongan Guna Meningkatkan
Nilai Tambah. Jurnal Eksakta Vol 2 No 1
Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga
ilmu pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta
Nur Ansari Rangka dan Andi I.J. Asaad. 2010. Teknologi Budidaya Ikan Bandeng di
Sulawesi Selatan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi
Selatan
Prasetyo A.B, 2010. Perkembangan Budidaya Bandeng di Pantai Utara Jawa tengah.
Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta Selatan.
Priyadi, A., Azwar, Z. I., Subamia, I.W., dan Hem, S. 2008. Pemanfaatan Maggot
Sebagai Pengganti Tepung Ikan Dalam Pakan Buatan Untuk Benih Ikan
Balashark (Balanthiocheilus Melanopterus Bleeker).
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan
Bandeng.Kanisius. Yogyakarta.

Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange


Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya Bandeng
dalam Keramba Jaring Apung. IPB. Bogor
Reza. 2011. Menejemen Pengelolaan Budidaya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Taufik.

A,

1998.

Pedoman

Teknis

Pembenihan

PengembanganHasil Penelitian Perikanan. Jakarta

Ikan

Bandeng.

Seri

I. PENDAHULUAN......................................................................................................1
II. BIOLOGI IKAN BANDENG...................................................................................4
2.1. Klasifikasi...........................................................................................................4
2.2. Morfologi............................................................................................................4
2.3. Habitat dan Penyebaran......................................................................................5
2.4. Kebiasaan Makan................................................................................................5
2.5. Perkembangbiakan Ikan Bandeng.......................................................................6
2.6 Siklus hidup Ikan Bandeng..................................................................................6
III. TEKNIK BUDIDAYA.............................................................................................8
3.1 Persiapan Wadah Budidaya..................................................................................8
3.1.1 Sarana dan prasarana.....................................................................................8
3.2 Persiapan Induk....................................................................................................9
3.3 Teknik Pemijahan...............................................................................................10
3.4. Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva.........................................................12
3.5 Penggelondongan untuk umpan........................................................................13
3.5.1. Penggelondongan.......................................................................................13
3.5.2. Penebaran...................................................................................................15

3.5.3. Pemeliharaan...............................................................................................15
IV. PENUTUP.............................................................................................................19
Daftar Pustaka..............................................................................................................20

No
1.

Teks
Tabel 1. Persyaratan pemijahan induk

1.

Gambar 1. Morfologi Bandeng (Chanos chanos)

2.

Gambar 2. Nener bandeng

3.

Gambar 3. Proses Aklimatisasi nener bandeng

4.

Gambar 4. Bandeng Gelondogan yang di Panen

Halaman

Anda mungkin juga menyukai