Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Modul Kromatografi 2013 Final

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 53

KROMATOGRAFI

Modul Pembelajaran

Oleh:
Sugeng Riyanto
Ibnu Gholib Gandjar
Sudibyo Martono
Endang Lukitaningsih

Program Studi Ilmu Farmasi S1


Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2013

hal. 1
1.PENGANTAR KROMATOGRAFI
[Pengampu: Sugeng Riyanto, 4 kali Pertemuan]

A. Sejarah perkembangan kromatograf

Pada topik pengantar kromatografi mahasiswa dikenalkan sejarah


perkembangan kromatografi, sejak teknik pemisahan campuran zat warna
dari ekstrak tumbuhan, menggunakan pita kain atau kertas dilakukan oleh
Runge, F.F.(1824-1834). Kemudian diikuti peneliti-peneliti lain. Baru pada
tahun 1906-1907, Mikhail Tswett seorang botanis Rusia berhasil
memisahkan pigmen kuning dan hijau kloroplas menggunakan fase diam
CaCO3 dan fase gerak petroleum eter. Mulai saat itu konsep kromatografi
lebih jelas, yaitu adanya fase gerak dan fase diam yang harus ada pada
kromatografi. Selanjutnya Wilson, J.N. (1940) mempelajari tentang teori
pada kromatografi kertas dan Tiselius, A. (1941) pemenang hadiah nobel
atas penemuannya mengenai analisis dengan mekanisme adsorpsi dan
elektroforesis. Sedangkan Martin, A.J.P. dan Synge, R.L.M.(1941)
mengajukan pertama kali model yang menjelaskan efesiensi kolom, yang
dikenal kemudian dengan teori plat (Plate theory) dan selain itu beliau
mengembangkan kromatografi cair dan berhasil mendapatkan hadiah
Nobel tahun 1952. Teori kromatografi yang kemudian adalah teori
kecepatan (Rate theory), teori ini dikembangkan oleh Van Deemter, J.J.
(1956).

B. Penggolongan kromatograf

Kromatografi dapat digolong atas dasar wujud fase gerak, maka


dikenal kromatografi gas dan kromatografi cair. Bila digolongkan bentuk
fase diam, maka dikenal kromatografi planar dan kromatografi kolom.
Dapat juga digolongkan atas dasar cara fase gerak mengalir menelusuri
fase diam. Penggolongan atas dasar bentuk fase gerak dan fase diam,
yang selanjutnya sebagai cara menamai kromatografi secara formal,
misalnya: kromatografi gas cairan, kromatografi cairan cairan. Namun
menggolongkan kromatografi secara ilmiah adalah atas dasar mekanisme
pemisahan. Sehingga dikenal: kromatografi serapan (adsorption
chromatography), kromatografi partisi (partition chromatography),

hal. 2
kromatografi eksklusi (exclusion chromatography), kromatografi penukar
ion (ion exchange chromatography) dan kromatografi afinitas (affinity
chromatography)

C. Defnisi istilah
Diberikan beberapa definisi untuk memahami kromatografi misalnya :
fase diam, fase gerak, fase pendukung, elusi, visualisasi, R f, tR,
derivatisasi, resolusi, faktor kapasitas, dll.

Mekanisme pemisahan
Sebelum menjelaskan mekanisme pemisahan, direview sejenak pengertian
mengenai polaritas senyawa (polar dan non polar), diawali dengan unsur
elektronegatif, ikatan kovalen, momen dipol dan interaksi terjadinya ikatan
hidrogen. Konsep like dissolves like, senyawa polar mudah larut di dalam
pelarut polar dan sebaliknya senyawa non polar larut dalam senyawa non
polar. Pembahasan mekanisme pemisahan secara partisi diawali dengan
menjelaskan ekstraksi pelarut menggunakan dua pelarut yang tidak saling
campur, tetapan partisi, KD (hukum Nernst). Dilanjutkan aplikasi KD pada
ekstraksi (counter current distribution) dari Craig. Bila campuran senyawa
yang masing-masing senyawa berbeda nilai KDnya, maka senyawa akan
dapat dipisahkan dengan cara ekstraksi Craig. Mekanisme pemisahan ini
adalah secara partisi. Kejadian kesetimbangan konsentrasi senyawa
diantara dua pelarut yang tidak saling campur dalam satu tabung
dianalogikan kejadian kesetimbangan dalam plat teori. Dibahas sepintas
teori distilasi supaya mahiswa lebih dapat memahami pengertian plat teori
(N) pada distilasi, counter current extraction dan kromatografi partisi.
Mekanisme pemisahan secara adsorpsi dijelaskan dengan pendekatan
animasi bila fase diam bersifat polar dan fase gerak bersifat non-polar,
terjadi persaingan untuk membuat ikatan hidrogen dengan molekul
sampel. Pada sistem ini senyawa sampel polar akan ditahan fase diam
polar lebih lama dibanding dengan senyawa sampel non-polar. Mekanisme
pemisahan secara eksklusi terjadi bilamana fase diam molekulnya
mempunyai pori yang seragam, sehingga molekul senyawa sampel yang
ukurannya kecil akan dapat masuk ke pori molekul fase diam, molekul
sampel ini akan ditahan lebih lama oleh fase diam, sedangkan molekul

hal. 3
sampel yang ukurannya lebih besar tidak ditahan oleh fase diam.
Mekanisme pemisahan secara pertukaran ion, terjadi bilamana molekul
fase diam adalah senyawa polimer resin yang diberi muatan positif atau
negatif yang akan berinteraksi secara ionik dengan molekul sampel yang
bermuatan. Ada dua jenis fase diam, yaitu fase diam kationik dan fase
diam anionik. Terjadi persaingan antara ion fase gerak dengan ion sampel
untuk berikatan dengan bagian ion resin. Perbedaan kekuatan interaksi
diantara ion sampel dengan fase diam resina inilah komponen dapat
dipisahkan. Mekanisme pemisahan secara afinitas terjadi bilamana
interaksi yang sangat spesifik antara molekul sampel dengan molekul
yang terikat secara kovalen (immobilized) pada fase diam. Interaksi
spesifik dicontohkan seperti reaksi antigen dan antibodi, mana kala
antigen diikatkan secara kovalen pada fase diam. Contoh lain terjadinya
ikatan hidrogen antara molekul sampel dengan geometri tertentu dengan
fase diam yang dimanipulasi bentuk molekulnya sehingga hanya dapat
membuat ikatan hidrogen ditempat tertentu tadi.

2.KONSEP TEORI KROMATOGRAFI

Selain konsep like dissolves like dan interaksi ikatan hydrogen antara
molekul fase gerak, fase diam dan molekul sample, untuk memecahkan
masalah pemisahan komponen sample dalam kromatografi dikenal dua
teori yaitu: Teori Plat (plate theory) dan Teori Kecepatan (rate theory
=kinetic theory).

Teori plat (Plate theory)

Teori ini diketengahkan oleh Martin dan Synge (1941), Konsep teori
ini berasal dari teori distilasi, kemudian dikembangkan pada kromatografi.
Dibayangkan bahwa didalam kolom kromatografi terdapat plat tipis, plat
teori dimana terjadi kesetimbangan komponen sampel diantara fase gerak
dan fase diam. Kejadian di satu plat teori ini identik dengan kejadian di
satu tabung pada counter current extraction Craig. Kromatografi yang
mempunyai jumlah plat teori tinggi (N besar) maka sistem tersebut

hal. 4
efisien, mampu memisahkan komponen yang mempunyai perbedaan KD
kecil, atau perbedaan kecil kekuatan ikatan hidrogen. Jumlah plat teori (N)
dapat dihitung 16 kali kuadrat (jarak puncak,t R dibagi lebar alas
puncak,W).

Teori kecepatan (Rate theory)

Teori kecepatan atau disebut juga teori kinetik ditemukan oleh van
Deemter (1956) yaitu mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi
melebarnya puncak yang secara langsung mempengaruhi HETP (Height
Equivalent of a Theoretical Plate) atau disingkat H. HETP ini merupakan
ukuran efisiensi kolom, H=L/N. Kolom yang efisien mempunyai N besar,
HETP kecil dan lebar alas puncak yang sempit. Teori Kecepatan ( Rate
theory ) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya HETP.
Kurva hubungan HETP dengan kecepatan gas pembawa dinyatakan dalam
persamaan van Deemter dan dilukiskan sebagai kurva, disebut kuva van
Deemter. Bila dilukiskan persamaannya (persamaan van Deemter) adalah
sbb.
HETP = A + B/ + C.
Suku A = difusi eddy, pada persamaan van Deemter disebut sebagai efek
jalur ganda. Pelebaran puncak disebabkan oleh panjang jalur-jalur gerakan
molekul-molekul komponen dari ujung masuk kolom ke ujung keluar kolom
tidak sama. Variasi panjang jalur semakin besar bila solid support material
diameter dan bentuknya tidak seragam. Harga tidak tergantung pada
kecepatan aliran gas pembawa.
Suku B/ = difusi longitudinal. Pembesaran harga H disebabkan oleh difusi
molekul di dalam kolom searah dengan panjang kolom. Besarnya
sumbangan efek difusi longitudinal terhadap pembesaran harga H
berbanding terbalik dengan kecepatan aliran gas pembawa. Difusi
longitudinal dalam fase gas lebih besar pengaruhnya terhadap H dari pada
difusi longitudinal didalam fase cair.

hal. 5
Suku C. = efek perpindahan massa. Pelebaran puncak disebabkan karena
tidak dicapainya kesetimbangan partisi pada perpindahan massa
komponen sample antara gas (fase gerak) dan cairan (fase diam).
Besarnya efek perpindahan massa ini akan semakin besar dengan
semakin besarnya kecepatan aliran gas pembawa. Semakin besar ,
semakin sedikit waktu untuk mencapai kesetimbangan dan semakin besar
pelebaran puncak. Bila lapisan fase diam tipis akan lebih cepat dicapai
kesetimbangan distribusi antara komponen di dalam fase diam dan fase
gerak. Maka makin banyak fase diam yang melapisi penyangga akan
menyebabkan makin besarnya pelebaran puncak. Kecepatan aliran gas
berpengaruh pada efisiensi kolom (N, H dan W). Pada kurva van Deemter
dapat dilihat bahwa pada optimum memberikan HETP minimum. Maka
untuk mencari kondisi optimal yaitu HETP minimum perlu dicari dengan
mengubah-ubah kecepatan alir gas pembawa.

hal. 6
3.KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

KLT dilakukan pada plat terbuat dari gelas atau aluminium atau
plastik yang diatasnya diratakan selapis tipis fase diam. Pada fase diam ini
ditotolkan sampel yang kemudian dikembangkan (elusi) menggunakan
fase gerak tertentu. Elusi dilakukan di dalam bejana gelas dan selanjutnya
bercak diamati (visualisasi).

Fase diam
Sesuai dengan namanya, fase diam selama proses pemisahan harus
tetap ditempat, oleh karena disebut stationary phase. Fase diam yang
umum digunakan pada KLT adalah Silika gel, dalam perdagangan silika gel
dijual dengan bermacam spesifikasi. Pilihan fase diam berikutnya setelah
silika gel, adalah alumina. Seperti halnya silika gel, alumina dikenal
dengan atau tanpa pengikat dan bahan indikator. Fase diam lain adalah
selulosa. Selulosa untuk KLT terdapat dalam bentuk selulosa serat asli
(contohnya MN 300) dan selulosa mikrokristal (contohnya Avicel). Fase
diam selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan senyawa yang
bersifat polar.

Fase gerak
Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organik,
dapat digunakan satu macam pelarut organik saja ataupun campuran dari
beberapa pelarut, oleh karena itu fase gerak kadang-kadang disebut
pelarut atau solven. Namun sebutan yang paling tepat pelarut yang
digunakan sebagai fase gerak pada kromatografi adalah eluen (eluent)

Cara-cara elusi
Setelah sampel ditotolkan pada fase diam, plat dimasukkan ke
dalam bejana yang berisi fase gerak. Fase gerak akan merambat naik
menelusuri fase diam. Ada beberapa cara pengembangan: secara
ascendent, descendent, mendatar, pengembangan berulang, dua dimensi,
dan sirkular.

Pengamatan (mendeteksi) bercak / visualisasi

hal. 7
Untuk keperluan analisis maka bercak pada plat perlu ditentukan
letak, bentuk dan warnanya. Cara mengamati bercak pada KLT dapat
dilakukan dengan melihat secara langsung bercak dan cara tidak
langsung. Cara tidak langsung dapat digolongkan menjadi dua : pertama
dengan mereaksikan komponen sampel /senyawa yang ada di bercak itu
dengan pereaksi semprot. Diberikan beberapa contoh pereaksi semprot
dan warna yang terjadi dari beberapa golongan senyawa. Kedua
memberikan perlakuan tetapi tanpa merusakkan senyawa komponen
sampel, yaitu menyinari dengan lampu ultraviolet.

Analisis Kualitatif
Pada analisis kualitatif diperlukan senyawa murni pembanding.
Sampel dielusi pada sistem yang sama dengan senyawa pembanding, bila
sampel dan senyawa pembanding selalu memberikan bercak dengan nilai
Rf yang sama pada walaupun sistem yang berbeda, maka senyawa
sampel identik dengan senyawa pembanding. Dipelajari hubungan
struktur molekul senyawa dengan polaritas, sehingga dapat diprediksi Rf
suatau senyawa.

Analisis Kuantitatif
Berdasarkan adanya hubungan antara luas bercak dengan berat
senyawa yang terkandung pada bercak, maka senyawa di dalam sampel
dapat diukur kadarnya dengan membuat persamaan regresi senyawa baku
pembanding.

KLT preparatif
Untuk mendapatkan bobot sampel yang cukup untuk pemeriksaan
selanjutnya, digunakan KLT preparatif. Pada dasarnya sama antara KLT
analitik dan KLT preparafif. Hanya fase diam pada KLT preparatif lebih
tebal dari fase diam pada KLT analitik, dan sampel ditotolkan sebagai
garis.

Kromatograf Lapisan Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT)


KLTKT adalah KLT menggunakan fase diam berukuran lebih halus
dengan ukuran diameter fase diam berdistribusi sempit (5-10m). KLT ini
memberikan harga (N) yang tinggi, lebih efisien.

hal. 8
Bioautograf
Diberikan contoh kepada mahasiswa suatu teknik KLT yang
diaplikasikan untuk memisahkan senyawa dari campurannya yang
kemudian diikuti secara langsung uji bioaktif pada plat hasil elusi.
Menggunakan teknik ini dapat diketahui bercak yang biologis aktif, oleh
karena itu teknik ini disebut bioautografi.

4.KROMATOGRAFI KERTAS

Pada hakekatnya kromatografi kertas adalah KLT yang menggunakan


kertas. Kromatografi kertas sebenarnya adalah kromatografi planar, bila
digunakan campuran fase gerak yang mengandung air, maka air akan
terserap kertas menjadi lapisan tipis dipermukaan selulose. Air berfungsi
sebagai fase diam dan selulose berfungsi sebagai pendukung, sedangkan
cairan lain berfungsi sebagai fase gerak, oleh karena itu dapat
digolongkan kromatografi cairan-cairan dan mekanisme pemisahannya
adalah partisi. Kertas yang digunakan biasanya kertas saring Whatman
No.1. Metoda ini sesuai untuk memisahkan senyawa yang polar misalnya
senyawa-senyawa biologi, namun senyawa ksantin dapat dipisahkan
dengan baik menggunakan kromatografi kertas. Mahasiswa dapat
mempelajari hubungan struktur dan nilai Rf dari senyawa turunan ksantin,
menjelaskan terjadinya transisi keto-enol. Visualisasi pada kromatografi
kertas sama dengan visualisasi pada KLT, hanya penggunaan pereaksi
semprot yang mengandung asam kuat tidak dapat digunakan pada
kromatografi kertas.

hal. 9
5. KROMATOGRAFI KOLOM

Bila kromatografi kertas dikelompokkan sebagai kromatografi planar,


karena fase diam nampak planar, maka pada kromatografi kolom, fase
diam diletakkan didalam tabung silindris, kolom. Umumnya digunakan fase
diam silika gel, dengan ukuran partikel lebih besar dari ukuran partikel
silika gel untuk KLT, ukuran yang digunakan antara 63-250m. Bila ukuran
partikel lebih kecil 63 m maka fase gerak akan mengalir lebih lambat,
sehingga perlu ditekan atau hisap untuk mempercepat laju alir. Fase diam
lain adalah alumina, selulose, dan sephadex.

Membuat kolom (packing column)


Teknik preparasi kolom dibedakan menjadi dua yaitu cara basah dan cara
kering. Teknik cara basah lebih disukai karena dapat dihindari adanya
gelembung udara yang terjebak di dalam kolom. Membuat kolom secara
basah adalah sbb, fase diam yang digunakan dibuat suspensi dengan fase
geraknya, kemudian dimasukkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit ke
dalam kolom yang sudah berisi fase gerak. Fase diam akan turun perlahan
(gravitasi) mengisi kolom, sersusun teratur homogen. Sedangkan teknik
cara kering adalah meletakkan fase diam kering ke dalam kolom, bila perlu
secara mekanik fase diam yang berada di kolom ditekan dengan alat
supaya lebih mampat.

Elusi (pengembangan)
Fase gerak yang digunakan sama seperti kromatografi lainnya (KLT,
Kromatografi kertas), dimasukkan kedalam kolom dengan cara dituangkan
sedikit demi sedikit atau dialirkan dari bejana yang diletakkan diatas
kolom. Fase gerak mengalir menelusuri kolom dengan sendirinya
(gravitasi) atau dengan bantuan tekanan. Dibedakan dua jenis cara elusi
yaitu pertama : Elusi secara isokratik, adalah selama proses elusi
menggunakan fase gerak dengan polaritas tetap. Kedua elusi secara
gradien disebut juga solvent programming yaitu selama proses elusi
polaritas fase gerak berubah-ubah. Fase gerak yang masuk ke dalam
kolom seperti kromatografi yang lain disebut eluen, sedang yang keluar

hal. 10
dari kolom disebut eluat atau efluen, Eluat dengan volume tertentu
ditampung ke dalam wadah, disebut fraksi.

Mendeteksi komponen yang dipisahkan


Kromatografi kolom yang konvensional tidak dilengkapi detektor, namun
sekarang dapat digunakan dengan mengalirkan eluate(efluen) pada
detektor untuk mendeteksi komponen. Umumnya digunakan dan mudah
dikerjakan adalah dengan memonitor fraksi menggunakan KLT. Fraksi yang
mempunyai profil bercak KLT yang mirip digabungkan. Selanjutnya
gabungan fraksi ini dapat dilakukan kromatografi kolom lagi, demikian
seterusnya hingga diperoleh senya wa tunggal (murni).

Bioactive guided isolation


Bilamana pada kegiatan fraksinasi bertingkat diatas, dilakukan
pemeriksaan aktivitas biologi terhadap setiap hasil fraksinasi, kemudian
kepada hasil fraksinasi yang mempunyai aktivitas terkuat dilakukan
fraksinasi dan seterusnya dilakukan pemeriksaan aktivitas biologi maka
kegiatan itu disebut Bioactive guided isolation.

hal. 11
6.KROMATOGRAFI GAS (KG)
[Pengampu : Ibnu Gholib Gandjar, 3 kali Pertemuan]
Pendahuluan
Kromatografi gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk
pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap
dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. KG
merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun
1950-an, dan saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh
laboratorium untuk melakukan analisis. Perkembangan teknologi yang
signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah
menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa
menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang
meningkat.
KG merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidang-
bidang: industri, lingkungan, farmasi, minyak, kimia, klinik, forensik,
makanan, dll.
Kegunaan umum KG adalah untuk: melakukan pemisahan dinamis
dan identifikasi semua jenis senyawa-senyawa organik yang mudah
menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif
senyawa dalam suatu campuran. KG dapat bersifat destruktif dan dapat
bersifat non-destruktif tergantung pada detektor yang digunakan.
KG dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel padat, cair,
dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu
pelarut sehingga dapat diinjeksikan ke dalam sistem KG; demikian juga
sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik (syringe) yang ketat
terhadap gas.
Prinsip Kromatograf Gas
KG merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah
menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada
rasio distribusinya. Pada umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada
peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus antara solut
dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik

hal. 12
didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin
terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan
mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor.
Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50-350 0C)
bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya
akan cepat terelusi.
Ada 2 jenis kromatografi gas:
1. Kromatografi gascair (KGC)
Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang
diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase
diam sehingga mekanisme sorpsi-nya adalah partisi.
2. Kromatografi gas-padat (KGP)
Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang-kadang
polimerik). Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi permukaan.
Sistem Peralatan KG
Diagram skematik peralatan KG ditunjukkan pada gambar 16.1.
dengan komponen utama adalah: kontrol dan penyedia gas pembawa;
ruang suntik sampel; kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol
secara termostatik; sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder);
serta komputer yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data.

Gambar. Diagram skematik pada KG.


Fase Gerak pada KG
Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena
tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas
pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa
adalah: tidak reaktif; murni/kering karena kalau tidak murni akan

hal. 13
berpengaruh pada detektor; dan dapat disimpan dalam tangki tekanan
tinggi (biasanya merah untuk hidrogen, dan abu-abu untuk nitrogen).
Gas pembawa biasanya mengandung helium, nitrogen, hidrogen,
atau campuran argon dan metana. Pemilihan gas pembawa tergantung
pada penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan. Helium
merupakan tipe gas pembawa yang sering digunakan karena memberikan
efisiensi kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita).
Penggunaan gas dengan berbagai jenis detektor diringkas dalam tabel
16.1.
Tabel 16.1. Gas pembawa dan pemakaian detektor
Gas pembawa Detektor
Hidrogen Hantar panas
Helium Hantar panas
Ionisasi nyala
Fotometri nyala
Termoionik
Nitrogen Ionisasi nyala
Tangkap elektron
Fotometri nyala
Termoionik
Argon Ionisasi nyala
Argon + metana 5% Tangkap elektron
Karbon dioksida Hantar panas

Untuk setiap pemisahan dengan KG terdapat kecepatan optimum


gas pembawa yang utamanya tergantung pada diameter kolom.
Kecepatan alir gas kira-kira 50-70 ml/menit untuk kolom dengan diameter
dalam 6 mm, 25-30 ml/menit untuk kolom dengan diameter dalam 3 mm,
dan 0,2-2 ml/menit untuk kolom kapiler. Pada dasarnya, kecepatan alir gas
pembawa berbanding lurus dengan penampang kolom, dan penampang
kolom tergantung pada jari-jari pangkat dua (luas lingkaran = r2). Oleh
karena itu, jika diameter kolom menjadi 2 kali lebih besar, maka kecepatan
alir gas pembawa yang diperlukan 4 kali lebih besar daripada kecepatan
alir gas pembawa pada kolom yang lebih kecil. Sebagai contoh, jika
diperoleh hasil pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada kecepatan
aliran gas pembawa 20 ml/menit, maka untuk memperoleh hasil yang
sama dengan kolom 4 mm diperlukan kecepatan alir gas pembawa 80
ml/menit. Dengan demikian penggunaan kolom dengan diameter yang
kecil akan menghemat gas pembawa secara signifikan.
Kolom kapiler memakai kecepatan alir gas yang rendah, yakni
antara 0,2-2 ml/menit. Pada tekanan tetap, kecepatan alir gas meningkat
hal. 14
dengan meningkatnya suhu (sebagaimana dalam suhu terprogram).
Sistem yang baru dan dikendalikan dengan mikroprosesor dapat
mengoreksi perubahan kecepatan alir gas pembawa yang disebabkan oleh
suhu. Karena kecepatan alir gas pembawa pada kolom kapiler sangat
rendah, maka pada kebanyakan detektor ditambah gas tambahan yang
ditambahkan ke dalam efluen setelah keluar dari kolom tetapi belum
mencapai detektor. Gas tambahan biasanya sama dengan gas pembawa,
meskipun kadangkala digunakan helium.
Gas pembawa bekerja paling efisien pada kecepatan alir tertentu.
Gas nitrogen akan efisien jika digunakan dengan kecepatan alir 10
ml/menit, sementara helium akan efisien pada kecepatan alir 40 ml/menit.

Ruang suntik sampel pada KG


Komponen KG yang utama selanjutnya adalah ruang suntik atau
inlet. Fungsi dari ruang suntik ini adalah untuk mengantarkan sampel ke
dalam aliran gas pembawa. Berbagai macam jenis inlet dan teknik
pengantar sampel telah tersedia. Penyuntikan sampel dapat dilakukan
secara manual atau secara otomatis (yang dapat menyesuaikan sejumlah
sampel).
Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan ke dalam ruang
suntik melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi
dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan
tersendiri (terpisah dari kolom) dan biasanya 10-150C lebih tinggi daripada
suhu kolom maksimum. Jadi seluruh sampel akan menguap segera setelah
sampel disuntikkan.
Pada kolom kapiler, sampel yang diperlukan sangat sedikit bahkan
sampai 0,01 l karenanya berbeda dengan kolom kemas yang
memerlukan 1-100 l sampel. Karena pengukuran secara akurat sulit
dilakukan jika sampel yang disuntikkan terlalu kecil (pada kolom kapiler),
maka ditempuh suatu cara untuk mengecilkan ukuran sampel setelah
penyuntikan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan
menggunakan teknik pemecah suntikan (split injection) (gambar 16.2).
Dengan menggunakan pemecah suntikan ini, sampel yang banyaknya
diketahui, seperti biasanya, disuntikkan ke dalam aliran gas pembawa dan
sebelum masuk ke kolom, gas pembawa ini dibagi menjadi 2 aliran. Satu
hal. 15
aliran akan masuk ke kolom dan satunya lagi akan dibuang. Aliran relatif
dalam kedua aliran ini dikendalikan dengan sejenis penghambat seperti
katup jarum pada aliran yang dibuang. Laju alir di dalam kedua aliran
diukur dan ditentukan nisbah (rasio) pemecahannya. Jika 1 l sampel
dimasukkan ke dalam pemecah aliran yang mempunyai nisbah
pemecahan 1:100, maka sebanyak 0,01 l sampel masuk ke kolom
sedangkan sisanya akan dibuang.

Gambar 16.2. Diagram skematik lubang injeksi yang dipecah (split injection)/tanpa
dipecah (splitless injection).

Penyiapan sampel dan penyuntikan


Sampel yang ideal dalam kromatografi gas adalah sampel yang
hanya mengandung senyawa yang akan dipisahkan dalam kolom, dan
dalam banyak hal juga pelarut yang mudah menguap yang melarutkan
sampel tersebut. Walaupun cairan yang mudah menguap (tidak dalam
larutan) serta zat padat yang mudah menguap dapat langsung
disuntikkan, tetapi kebanyakan dilarutkan dulu dalam pelarut organik baru
kemudian disuntikkan. Konsentrasi sampel biasanya berkisar antara 1-
10%. Komponen yang tidak mudah menguap atau tingkat menguapnya
rendah tidak boleh ada dalam sampel, karena komponen ini akan
tertinggal di ruang suntik yang pada akhirnya akan mengurangi kinerja
kolom.
Pelarut sampel yang paling umum digunakan adalah: hidrokarbon
bertitik didih rendah, etil eter, alkohol, dan keton. Pelarut yang dipilih

hal. 16
harus mempunyai sifat yang berbeda secara nyata dengan sampel yang
dianalisis.
Penyuntikan dalam KG dapat dilakukan dengan memakai alat suntik
(semprit) kedap gas atau sistem penyuntikan yang telah dirancang secara
khusus. Kebanyakan penyuntikan dilakukan dengan menggunakan alat
penyuntik mikro.
Dalam kasus tertentu dapat dilakukan penyuntikan langsung ke
dalam kolom (on column injection) tanpa melalui lubang penyuntikan.
Teknik ini digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap
sehingga kalau penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung
dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang
tinggi (pirolisis).
Kolom pada KG
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di
dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan
komponen sentral pada KG. Ada 2 jenis kolom pada KG yaitu kolom kemas
(packing column) dan kolom kapiler (capillary column). Gambar
penampang kolom kemas dan kolom kapiler dapat dilihat ada gambar
16.3.
Kolom kemas terdiri atas fase cair (sekurang-kurangnya pada suhu
kromatografi) yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam
(inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3
mm). Fase diam hanya dapat dilapiskan saja pada penyangga atau terikat
secara kovalen pada penyangga yang menghasilkan fase terikat. Kolom
kapiler jauh lebih kecil (0,02-0,2 mm) dan dinding kapiler bertindak
sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Fase diam ini dilapiskan
pada dinding kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit
penyangga lembam yang sangat halus untuk memperbesar luas
permukaan efektif. Perbedaan kedua kolom ini (kolom kemas dan kolom
kapiler) diringkas dalam tabel 16.2.

hal. 17
Gambar 16.3. Penampang kolom kemas (a) dan kolom kapiler (b).

Tabel 16.2. Perbandingan kolom kemas dan kolom kapiler


Parameter Kolom kemas Kolom kapiler
Tabung Baja tahan Silika (SiO3) dengan
karat (stainless kemurnian yang
steel). sangat tinggi
(kandungan logam < 1
ppm).
Panjang 1-5 m 5-60 m
diameter dalam 2-4 mm 0,10-0,53 mm
Jumlah 1000 5000
lempeng/meter
Total lempeng 5000 300.000
Tebal lapisan film 10 mikron 0,05-1 mikron
Resolusi Rendah Tinggi
Kec. alir (mL/menit) 10-60 0,5-1,5
Kapasitas 10 g/puncak < 100 ng/puncak

Ketika menggambarkan suatu kolom, seseorang biasanya


menyatakan panjang kolom (dalam meter), diameter kolom (dalam
milimeter), ketebalan lapisan fase diam (dalam mikrometer), dan jenis
fase diam, misalkan suatu kolom dapat dinyatakan sebagai berikut:
30 m x 0,53 mm x 0,88 mm OV-101 5% pada Chromosorb 80/ 100

diameter Jenis fase Jenis pendukung


panjang kolom dan konsentrasi
ketebalan
lapisan
Semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan kolom semakin
besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan semakin tajam. Pada
umumnya, seorang analis akan memilih kolom dengan diameter 0,2 atau

hal. 18
yang lebih kecil ketika menganalisis sampel dengan konsentrasi sekelumit
atau ketika seorang analis akan memisahkan komponen yang sangat
kompleks.
a. Kolom kemas
Jenis kolom ini terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau
dari tembaga dan aluminium. Panjang kolom jenis ini adalah 15 meter
dengan diameter dalam 1-4 mm.
Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin bertambah
halusnya partikel fase diam ini. Semakin kecil diameter partikel fase diam,
maka efisiensinya akan meningkat. Ukuran partikel fase diam biasanya
berkisar antara 6080 mesh (250- 170 m). Untuk KGC dipakai lapisan
tipis pada padatan pendukung dengan ketebalan 1-10 m, dan maksimum
fase diam cair yang terdapat pada padatan pendukung adalah 10%.
b. Kolom kapiler
Jenis kolom ini berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya
rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa (tube). Oleh
karena itu kolom kapiler juga disebut Open tubular columns. Fase diam
melekat mengelilingi dinding dalam kolom. Ada empat macam jenis
lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT (Walll Coated Open Tube);
SCOT (Support Coated Open Tube); PLOT (Porous Layer Open Tube); dan
FSOT (Fused Silica Open Tube).
Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para
ilmuan. Salah satu sebabnya antara lalin kemampuan kolom kapiler
memberikan harga jumlah pelat teori yang sangat besar (> 300.000
pelat).
Banyak macam bahan kimia yang dipakai sebagai fase diam antara
lain: squalen, DEGS (Dietilglikol suksinat), OV-17 (phenil methyl silicone
oil). Semakin tipis lapisan penyalut sebagai fase diam, maka semakin
tinggi suhu operasionalnya. Untuk lapisan salut < 1 m, suhu operasional
dapat mencapai 460C, sementara itu suhu minimalnya dapat mencapai -
60C.
Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar,
polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan
adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-
metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar
hal. 19
adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19),
sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-
20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M). Jenis fase diam akan menentukan
urutan elusi komponen-komponen dalam campuran. Seorang analis harus
memilih fase diam yang mampu memisahkan komponen-komponen dalam
sampel. Contoh fase diam, kegunaan untuk analisis golongan senyawa,
polaritas, dan suhu maksimum operasi yang diizinkan diringkas pada tabel
16.3.
Tabel 16.3. Jenis Fase Diam dan Penggunaannya
Fase diam Polaritas Golongan Suhu
sampel maksimum
Squalen non polar hidrokarbon 125oC
Apiezon L non polar Hidrokarbon, 300oC
ester, eter
Metil silikon non polar Steroid, 300oC
pestisida,
alkaloida,
ester
Dionil ptalat semi polar Semua jenis 17oC
Dietilenglikolsuksinat polar Ester 200oC
Carbowax 20M polar Alkohol, amina 250oC
aromatik,
keton

Suhu Kolom
KG didasarkan pada 2 sifat senyawa yang dipisahkan yakni (i)
kelarutan senyawa dalam cairan tertentu, dan (ii) tekanan uapnya atau
keatsiriannya (titik didih senyawa). Karena tekanan uap berbanding
langsung dengan suhu, maka suhu merupakan faktor yang utama pada
KG. Walaupun suhu kolom dapat berkisar antara -100 400 0C, dalam
prakteknya beberapa pembatas harus diperhatikan. Beberapa fase diam
menjadi padat pada suhu rendah (misalnya Carbowax menjadi padat pada
suhu dibawah 500C dan beberapa silikon seperti gom metil silikon akan
menjadi padat pada suhu di bawah 100 0C). Selain itu, suhu pemakaian
kolom yang mengandung fase diam ini dibatasi juga oleh kestabilannya.
Beberapa fase diam jika digunakan suhu yang terlalu tinggi akan terurai
secara perlahan-lahan. Suhu minimum dan maksimum berbagai jenis fase
diam yang dianjurkan terdapat dalam tabel 16.4.
Tabel 16.4. Suhu minimum dan maksimum beberapa fase diam pada KG
Fase diam Suhu minimum (0C) Suhu
maksimum (0C)

hal. 20
Apiezon L 50 255
Metil silikon 0 (untuk gom 100) 300-3500
Fenil/metil silikon 0 300
Carbowax (polietilen glikol) 10-30 225
Sianosilikon 0 275
Alkil ftalat 20 225
Dexsil 50 450

Pemisahan pada KG dapat dilakukan pada suhu tetap yang biasanya


disebut dengan pemisahan isotermal dan dapat dilakukan dengan
menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan
pemisahan suhu terprogram.
Pemisahan isotermal paling baik dipakai pada analisis rutin atau jika
kita mengetahui agak banyak sifat sampel yang akan dipisahkan. Pilihan
awal pada pemisahan isotermal ini adalah suhu yang digunakan beberapa
derajat di bawah titik didih komponen campuran utama. Ada 2 hal yang
perlu diperhatikan terkait dengan penggunaan pemisahan isotermal ini,
yaitu: (1) terkait dengan pemilihan suhu. Jika suhu yang digunakan terlalu
tinggi maka komponen akan terelusi tanpa terpisah, sementara jika suhu
terlalu rendah maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar
sangat lambat atau bahkan tetap dalam kolom sehingga akan
mengacaukan proses kromatografi selanjutnya, dan (2) terkait dengan
proses kromatografi, karena makin lama suatu sampel dalam kolom maka
semakin lebar alas puncaknya. Kedua hal ini dapat diatasi jika digunakan
pemisahan dengan suhu terprogram.
Pemisahan dengan suhu terprogram mempunyai keuntungan, yakni
mampu meningkatkan resolusi komponen-komponen dalam suatu
campuran yang mempunyai titik didih pada kisaran yang luas. Disamping
itu, pada suhu terprogram juga mampu mempercepat keseluruhan waktu
analisis, karena senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi akan terelusi
lebih cepat.

hal. 21
(iv)

(i)
(ii)

(iii)

(v)

Suhu

Waktu
Gambar 16.4. Lima jenis pemrograman suhu (i) linier dengan laju yang kita inginkan. (ii)
bertahap. (iii) isotermal yang diikuti penaingkatan suhu secara linier. (iv) linier diikuti
dengan isotermal. (v) multilinier.

Pemrograman suhu dilakukan dengan menaikkan suhu dari suhu


tertentu ke suhu tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan
terkendali dalam waktu tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara (gambar 16.4), antara lain: (i) linier dengan laju
yang kita inginkan, (ii) bertahap, (iii) isotermal yang diikuti peningkatan
suhu secara linier, (iv) linier diikuti dengan isotermal, (v) multilinier (laju
berbeda pada saat yang berlainan). Perubahan suhu ini dapat dilakukan
secara manual. Untuk KG yang dilengkapi dengan komputer, hal ini dapat
dilakukan secara otomatis.
Gambar 16.5. merupakan kromatogram yang diperoleh dari hasil
pemisahan seri n-alkana yang dilakukan secara isotermal (pada suhu
1500C; pada gambar a) dan pada suhu terprogram (pada gambar b). Pada
pemisahan n-alkana diatas secara isotermal (gambar a), heksana (C6)
sampai dekana (C10) tidak terpisah secara sempurna, sementara itu
dengan menggunakan suhu terprogram kesemua seri alkana terpisah
secara sempurna.

hal. 22
Gambar 16.5. Pemisahan seri n-alkana yang dilakukan pada suhu isotermal (gambar a)
dan pada suhu terprogram (pada gambar b); kolom: Apiezon 3%; kecepatan alir fase
gerak (Helium): 10 ml/menit.

Regenerasi Kolom
Setelah kolom dipakai dalam jangka waktu sekian lama,
kemungkinan yang paling sering terjadi adalah penyumbatan kolom. Hal
ini sering terjadi pada kolom kapiler. Akibat dari hal tersebut maka kinerja
kolom akan menurun, khususnya untuk kolom yang fase diamnya adalah
fase terikat. Apabila terjadi penyumbatan pada kolom kapiler atau
menurunnya kinerja kolom, maka perlu dilakukan regenerasi untuk
meremajakan atau mengembalikan kinerja kolom pada kondisi semula.
Ada tiga cara regenerasi kolom yaitu :
a. Pemotongan kolom
Pemotongan kolom biasanya dilakukan jika terjadi penyumbatan
pada ujung depan kolom (terutama kolom kapiler). Komponen-komponen
sampel yang tidak dapat diatsirikan (diuapkan) sering menyumbat kolom
pada ujung depannya. Salah satu tanda adanya penyumbatan pada kolom
adalah adanya puncak kromatogram yang melebar atau berekor.
Pengatasan masalah ini yang umum dilakukan adalah dengan cara
memotong kolom kapiler tersebut sepanjang 50 cm dari ujung depannya.
Biasanya pemotongan dikerjakan dengan memakai pemotong intan yang
ujungnya sangat tajam (pensil intan).
b. Pengkondisian (Conditioning)

hal. 23
Pengkondisian ini bersifat untuk memelihara kolom agar waktu hidup
(life time)-nya cukup lama. Pengkondisian dilakukan lebih kurang 30 menit
sebelum dan sesudah analisis, tergantung pada kontaminasinya. Oleh
karena itu, dapat saja dilakukan pengkondisian lebih dari 30 menit. Suhu
yang dipakai pada saat pengkondisian sebaiknya terprogram dengan
kenaikan 5C/menit sampai suhu operasional.

c. Pencucian kolom
Untuk kolom fase terikat sebaiknya dilakukan pencucian dengan
memakai tangki (tabung) pencuci yang dilakukan di luar oven. Yang
terbaik untuk dipakai sebagai larutan pencuci adalah pentana yang dapat
dipakai sebagai larutan pencuci semua jenis kolom. Untuk mencuci
material pengotor yang lebih polar dapat juga dipakai metilen klorida atau
metanol.
Setelah proses pencucian maka diusahakan semua cairan pencuci
keluar dari kolom. Pada saat instalasi kembali, kolom yang telah dicuci
jangan dihubungkan langsung dengan detektor.

Detektor pada KG
Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah
detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung
kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa
komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu
sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan
komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal
elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase
diam dan fase gerak.
Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial,
dalam arti respons yang keluar dari detektor memberikan relasi yang linier
dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang teresolusi.
Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen
oleh KG disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap
waktu. Waktu tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan
sebagai data kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat
hal. 24
dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan
dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung
dengan instrumen yang multipleks misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram
akan disajikan dalam bentuk lain.
Beberapa sifat detektor yang digunakan dalam kromatografi gas
ditunjukkan oleh tabel 16.5.
Tabel 16.5. Jenis-jenis detektor, batas deteksi, jenis sampel-sampelnya dan
kecepatan alir gas pembawa

Jenis Jenis sampel Batas Kecepatan alir


detektor deteksi (mL/menit)
Gas H2 Udara
pem-
bawa
Hantar Senyawa 5-100 ng 15-30 - -
panas umun
Ionisasi Hidrokarbon 10-100 20-60 30- 200-
nyala pg 40 500
Penangkap Halogen 0,05-1 pg 30-60 - -
elektron organik,
pestisida
Nitrogen- Senyawa 0,1-10 g 20-40 1-5 70-
fosfor nitrogen 100
organik dan
Fosfat organik
Fotometri Senyawa- 10-100 20-40 50- 60-80
nyala senyawa pg 70
(393 nm) sullfur
Fotometri Senyawa- 1-10 pg 20-40 120- 100-
nyala senyawa 170 150
(526 nm) fosfor
Fotoionisasi Senyawa- 2 pg 30-40 - -
senyawa yang C/detik
terionisasi
dengan UV
Konduk- Halogen, N, S 0,5 pg Cl 20-40 80 -
tivitas 2 pg S
elektrolitik 4 pg N
Fourier Senyawa- 1000 pg 3-10 - -
Transform- senyawa
infra merah organik
(FT-IR)
Selektif Sesuai untuk 10 pg- 0,5-30 - -
massa senyawa 10 ng
apapun
Emisi atom Sesuai untuk 0,1- 60-70 - -
elemen 20 pg
apapun

Berikut akan dijelaskan detektor yang sering digunakan dalam


kromatografi gas:
a. Detektor hantar panas (Thermal Conductivity Detektor =TCD)
Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang
suhunya tinggi ke benda lain di sekelilingnya yang suhunya lebih rendah.

hal. 25
Kecepatan penghantaran panas ini tergantung susunan gas yang
mengelilinginya. Jadi setiap gas mempunyai daya hantar panas yang
kecepatannya merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas yang
pada suhu tertentu merupakan fungsi dari berat molekul gas. Gas yang
mempunyai berat molekul rendah mempunyai daya hantar lebih tinggi.
Jika ada komponen/senyawa yang dibawa fase gerak masuk kedalam
detektor, karena BM senyawa biasanya tinggi maka daya hantar menjadi
turun.
Di dalam detektor ini (gambar 16.6) dipasang filamen ganda yang
dibuat dari platina atau campuran logam tungsten-rhenium yang tahan
panas hingga 400oC (mirip dengan lampu pijar wolfram). Satu filamen
ditempatkan di dalam efluen kolom, dan satu filamen lagi diletakkan pada
aliran fase gerak sebelum memasuki tempat penyuntikan sampel dan
digunakan sebagai pembanding (filamen pembanding) pada suhu yang
sama dengan suhu pada efluen kolom. Filamen ini dialiri listrik untuk
memanaskannya. Kedua filamen ini dihubungkan dengan rangkaian listrik
yang disebut jembatan Wheatstone, untuk menyeimbangkan arus listrik.
Bila molekul sampel masuk ke dalam detektor, maka sampel akan
menurunkan daya hantar panas, akibatnya filamen menjadi lebih panas
(suhu mejadi lebih tinggi) yang menyebabkan naiknya tahanan sehingga
menurunkan arus listrik. Perbedaan arus listrik antara 2 filamen ini
dikirimkan ke rekorder atau sistem pengolah data yang kemudian
ditampilkan sebagai kromatogram.
Masalah utama dalam detektor ini adalah bahwa filamen harus
dilindungi dari udara ketika filamen itu panas. Jadi, filamen tidak boleh
dipanaskan tanpa dialiri gas pembawa. Banyak instrumen mutakhir yang
telah dirancang untuk mengatasi hal ini artinya filamen hanya dapat
dipanasi jika gas pembawa mengalir. Detektor biasanya dibersihkan
dengan melepaskannya dari sistem dan merendamkannya dalam sederet
pelarut seperti dekalin, metanol, air, dan aseton. Setelah pengeringan
(sebelum dipakai), detektor dipanaskan di dalam aliran gas pembawa
kromatografi selama 24 jam.

hal. 26
Gambar 16.6. Diagram skematik detektor hantar panas.

Secara teoritis detektor ini memberi keuntungan bahwa komponen


yang dideteksi tidak rusak, sehingga memungkinkan komponen
dikumpulkan untuk analisis lebih lanjut. Detektor hantar panas termasuk
detektor konsentrasi, yakni semua molekul yang melewatinya diukur
jumlahnya dan tidak tergantung pada laju aliran fase gerak.
b. Detektor Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detektor = FID)
Pada dasarnya senyawa organik bila dibakar akan terurai menjadi
pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri atas satu karbon
(C+). Pecahan ini meningkatkan daya hantar di sekitar nyala, tempat yang
telah dipasang elektroda, dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur
dengan mudah dan direkam. Dengan demikian, gas efluen dari kolom
dialirkan ke dalam nyala hidrogen yang terbakar di udara. Sampel yang
dibawa oleh gas pembawa mengalir ke dalam nyala dan diuraikan menjadi
ion. Ion ini akan meningkatkan daya hantar dan karenanya akan
meningkatkan arus listrik yang mengalir diantara 2 elektroda. Arus itu
selanjutnya diperkuat di amplifier dan direkam oleh rekorder.
Detektor ionisasi nyala (FID) ini mengukur jumlah atom karbon, dan
bukan jumlah molekul seperti pada TCD. FID pada dasarnya bersifat umum
untuk hampir semua senyawa organik (senyawa fluoro tinggi dan karbon
disulfida tidak terdeteksi). Disamping itu, respon FID sangat peka, dan
linier ditinjau dari segi ukuran cuplikan, serta teliti.

hal. 27
Gambar 16.7. Diagram skematik FID.

Pada pamakaian FID, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:


pertama, kecepatan alir O2 (udara) dan H2. Untuk memperoleh tanggapan
FID yang optimal sebaiknya kecepatan aliran H 2 30 ml/menit dan O2
sepuluh kalinya. Kedua adalah bahwa suhu FID harus diatas 100 oC. Hal ini
bertujuan untuk mencegah kondensasi uap air yang mengakibatkan FID
berkarat atau kehilangan (menurun) sensitivitasnya. Kalau memungkinkan
pada selang waktu tertentu dengan pertolongan mekanik, maka dapat
dilakukan pembersihkan bagian atas FID (kolektor) yang mungkin telah
dilapisi berbagai macam kotoran.

c. Detektor tangkap elektron (Elektron Capture Detektor = ECD)


Detektor ini dilengkapi dengan sumber radio aktif yaitu tritium ( 3H )
63
atau Ni yang ditempatkan diantara dua elektroda. (Gambar 16.8).
Tegangan listrik yang dipasang antara katoda dan anoda tidak terlalu
tinggi, antara 2-100 volt. Dasar kerja detektor ini adalah: penangkapan
elektron oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas,
yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur elektronegatif.
Bila fase gerak (gas pembawa N2) masuk ke dalam detektor maka
sinar akan mengionisasi molekul N2 menjadi ion-ion N 2+ dan
menghasilkan elektron (bebas) yang akan bergerak ke anoda dengan
lambat. Dengan demikian, di dalam ruangan detektor terdapat semacam
awan elektron bebas yang dengan lambat menuju anoda. Elektron-
elektron yang terkumpul pada anoda akan menghasilkan arus garis dasar
(baseline current) yang steady dan memberikan garis dasar pada
kromatogram. Bila komponen sampel (senyawa dengan unsur
hal. 28
elektronegatif) dibawa fase gerak masuk ke dalam ruang detektor yang
dipenuhi awan elektron, maka senyawa ini akan menangkap elektron
sehingga membentuk ion molekul negatif. Ion molekul ini akan dibawa
oleh fase gerak (carrier gas). Akibatnya setiap partikel negatif dibawa
keluar detektor, berarti menyingkirkan satu elektron dari sistem sehingga
arus listrik yang steady tadi akan berkurang. Pengurangan arus ini akan
dicatat oleh rekorder sebagai puncak pada kromatogram.

Gambar 16.8. Diagram skematik detektor tangkap elektron.

d. Detektor nitrogen-fosfor (Nitrogen Phosphorous Detektor =NPD)


Pada prinsipnya NPD mirip dengan FID, hanya saja fenomena
mekanisme nyala plasma belum jelas. Ada kemungkinan terjadi peristiwa
pemadaman (quenching) dari nyala plasma dan logam alkali oleh
nitrogen /fosfor yang berasal dari sampel.
NPD sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya
elemen aktif diatas aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600 oC).
Elemen aktif merupakan logam kalium atau rubidium atau cesium yang
dilapiskan pada silinder kecil alumunium. Kegunaan elemen aktif garam
metal alkali adalah sebagai sumber ion di dalam plasma yang bertugas
menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma, akan tetapi sebaliknya
menaikkan ionisasi sampel yang mengandung N atau P.
Efisiensi ionisasi N dan P oleh sumber termoionik tersebut juga
dibantu dengan menekan aliran H 2 dan O2 (udara sebagai bahan bakar
plasma). Pada proses ini, untuk mendapatkan efisiensi ionisasi N dan P
dipakai laju aliran udara (O2) 70-90 ml/ menit dan dipakai laju aliran H 2

hal. 29
6 ml/menit. Laju aliran ini sangat dipengaruhi oleh jenis sampel yang
dianalisis.
Beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan apabila
memilih NPD pada KG adalah : pertama, dijaga kontinuitas aliran H 2, O2
dan efluen pada laju konstan, sebab perubahan sedikit laju aliran akan
memberikan hasil yang sangat berbeda. Kedua, dijaga kemurnian segala
sesuatu yang menyangkut analisis terhadap kontaminasi unsur-unsur N
dan P. Alat-alat gelas harus betul-betul bersih (sangat bersih) dan terbebas
dari sesepora bekas deterjen fosfat, dan pembersih gelas dari asam juga
harus dibilas betul-betul dengan air suling. Kalau dipakai pelarut organik
hendaknya sangat dijaga kemurniannya. Hindari pemakaian pelarut yang
mengandung klor atau silan karena akan menurunkan umur hidup (life
time) pemakaian detektor ini. Demikian juga hindarilah pemakaian bahan
anti bocor (perekat) yang terbuat dari fosfat pada detektor, gelas wool
pada kolom, lapisan poliamida pada kolom, atau fase cair yang
mengandung nitrogen sebagai fase diam (OV-225 atau XE-60) karena
kesemua hal tersebut akan mengundang derau (noise) yang lebih besar.
Gas pengelusi yang baik adalah helium dengan laju aliran yang umum
dipakai 30 ml/menit. NPD sangat baik dalam analisis dibidang farmasi dan
klinik dismping itu sangat baik pula untuk mendukung analisis mengenai
dampak lingkungan.

Gambar 16.9. Diagram skematik NPD.

e. Detektor fotometri nyala


Detektor fotometri nyala menggunakan prinsip bahwa ketika
senyawa yang mengandung sulfur atau fosfor dibakar dalam nyala

hal. 30
hidrogen-oksigen, maka akan terbentuk spesies-spesies yang tereksitasi
yang akan runtuh (decay) dan menghasilkan suatu emisi kemiluminesen
yang spesifik yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Untuk
yang mengandung atom S, diukur pada panjang gelombang 393 nm,
sementara yang mengandung fosfor diukur pada panjang gelombang 526
nm.
f. Detektor konduktivitas elektrolitik
Detektor konduktivitas elektrolitik merupakan detektor yang spesifik
untuk mendeteksi senyawa yang mengandung atom sulfur, nitrogen, dan
halogen. Detektor ini tersusun atas tungku (furnace) yang mampu
memberikan suhu paling kecil 1000C. Efluen dari kolom KG akan memasuki
tungku lalu dipirolisiskan dalam suatu udara yang kaya hidrogen atau
oksigen. Hasil-hasil dari pirolisis ini selanjutnya dicampur dengan pelarut
yang sesuai dan menghasilkan suatu larutan yang bersifat konduktif.
Adanya perubahan dalam konduktivitas dimonitor.
g. Detektor foto-ionisasi
Ketika suatu senyawa menyerap energi foton dari suatu lampu UV,
maka senyawa tersebut akan terionisasi. Hal inilah yang menjadi dasar
detektor ini. Senyawa yang terionisasi ini selanjutnya dikumpulkan dan
banyaknya arus yang dihasilkan dimonitor.
Detektor ini dapat digunakan untuk deteksi senyawa-senyawa
aromatis, keton, aldehid, ester, amin, senyawa-senyawa sulfur organik,
senyawa-senyawa anorganik seperti hidrogen sulfida, HI, HCl, klorin,
iodium, dan fosfin. Detektor ini akan tanggap terhadap semua senyawa
yang mempunyai potensial ionisasi pada kisaran potensial sumber lampu
UV atau terhadap senyawa-senyawa yang mempunyai potensial ionisasi
kurang dari 12 eV.
Keuntungan lain detektor ini adalah bahwa pelarut-pelarut umum
yang sering digunakan seperti metanol, kloroform, metilen klorida, karbon
tetraklorida, dan asetonitril tidak memberikan atau sedikit memberikan
tanggapan (respon), jika digunakan lampu UV yang mempunyai potensial
ionisasi 12 eV. Lampu-lampu yang paling umum digunakan dan tersedia di
pasaran adalah lampu dengan potensial ionisasi 9,5; 10,0; 10,2; 10,9; dan
11,7 eV. Untuk meningkatkan selektifitas detektor, lampu harus dipilih
yang hanya dapat mengionisasi analit yang dituju saja.
hal. 31
h. Detektor spektrometer massa
Spektrometer massa jika digunakan sebagai detektor maka akan
mampu memberikan informasi data struktur kimia senyawa yang tidak
diketahui. Dengan menggunakan spektrometer massa untuk memonitor
ion tunggal atau beberapa ion yang karakteristik dalam analit, maka
batas deteksi ion-ion ini akan ditingkatkan.
Derivatisasi pada Kromatograf Gas
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu
senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai
untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas. Alasan
dilakukannya derivatisasi:
Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis
dengan KG terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya.
Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram.
Beberapa senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang
bagus (misal puncak kromatogram saling tumpang tindih) atau
sampel yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan
derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan KG.
Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula. Tujuan utama
derivatisasi adalah untuk meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa
yang tidak mudah menguap (non-volatil). Senyawa-senyawa dengan
berat molekul rendah biasanya tidak mudah menguap karena
adanya gaya tarik-menarik inter molekuler antara gugus-gusug polar
karenanya jika gugus-gugus polar ini ditutup dengan cara
derivatisasi akan mampu meningkatkan volatilitas senyawa tersebut
secara dramatis.
Meningkatkan deteksi, misal untuk kolesterol dan senyawa-senyawa
steroid.
Meningkatkan stabilitas. Beberapa senyawa volatil mengalami
dekomposisi parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi
untuk meningkatkan stabilitasnya.
Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap
elektron (ECD).

hal. 32
Berikut akan diuraikan beberapa cara derivatisasi yang dilakukan
pada kromatografi gas, serta gugus-gugus fungsional yang bereaksi.
a. Esterifikasi
Esterifikasi digunakan untuk membuat derivat gugus karboksil.
Contoh obat yang mengandung gugus ini adalah obat golongan analgesik,
prostaglandin, asam amino, dan obat anti-inflamasi. Pengubahan gugus
karboksil menjadi esternya akan meningkatkan volatilitas karena akan
menurunkan ikatan hidrogen. Derivatisasi dengan esterifikasi dapat
dilakukan dengan cara esterifikasi Fisher biasa dalam asam kuat, menurut
reaksi:
H + atau
R-OH +R'-COOH R'-COOR
BF3

Ester metil paling banyak digunakan, meskipun demikian ester etil,


propil, dan butil juga sering dimanfaatkan untuk derivatisasi ini. Ester
alifatik yang lebih panjang dibuat dengan tujuan untuk menurunkan
volatilitas, meningkatkan respon detektor, meningkatkan resolusi atau
daya pisah dari bahan penganggu, dan juga meningkatkan resolusi dari
senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul yang hampir sama.
Bahan yang sering digunakan adalah boron trifluorida atau boron triklorida
dengan alkohol alifatik.
Diazometana biasanya digunakan untuk membuat metil ester,
sementara diazoetan digunakan untuk membuat etil ester. Reaksi yang
melibatkan keduanya untuk esterifikasi berlangsung secara sempurna dan
memberikan hasil derivat yang tinggi. Kerugiannya adalah bahwa
diazometan dan diazoetan bersifat toksik, mudah meledak, dan harus
dibuat baru, serta sampel harus berada dalam media bebas air. Karena
kerumitan ini, maka keduanya jarang digunakan untuk analisis rutin dan
hanya digunakan untuk tujuan penelitian.
Ester alkil dibuat dengan tetrametil amonium hidroksida atau
trimetilanilinium hidroksida (TMAH) dan alkali iodida (pelarut dimetil
asetamid-metanol) sebelum penyuntikan ke kolom kromatografi gas,
sementara itu ester aril dibuat dari benzil bromida atau dari
pentafluorobenzil bromida.
b. Asilasi

hal. 33
Jika sampel yang diuji mengandung fenol, alkohol, atau amin primer
atau sekunder maka sering digunakan derivatisasi dengan asilasi yang
merupakan reaksi yang paling umum. Derivatisasi dengan cara ini
dilakukan dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan katalis
(misalkan asam asetat, asam p-toluen sulfonat, piridin, N-metil amidazol)
sebelum penyuntikan ke kromatografi gas (pre column derivatization) atau
dilakukan penyuntikan di dalam kolom (on column derivatization). Asilasi
pada umumnya memberikan bentuk kromatogram yang baik. Trifluoro
asetat (FFA), pentafluoropropianat (PFP), atau heptafluorobutirat (HFB)
digunakan untuk meningkatkan sensitifitas analisis. Umumnya kepekaan
relatif ester terfluoro adalah: pentafluorobenzoil > HFB > PFP > TFA,
dengan beberapa perkecualian. Jika menganalisis ester katekolamin dan
metabolitnya dengan TFA, PFP, dan HFB maka urutan elusinya pada fase
diam yang kurang polar (SE-30) adalah sebagai berikut: TFA lebih cepat
daripada PFP dan yang paling akhir terelusi adalah HFB, sedangkan jika
menggunakan fase diam yang lebih polar (OV-1 atau XE-60) maka derivat
PFP dan HFB akan terelusi sebelum TFA.
Asilasi dlakukan dengan menggunakan perfluoroanhidrida yang
murni atau dalam pelarut, misalkan dalam asetonitril dan etil asetat.
Penambahan amin tersier seperti trimetil amin atau trietil amin akan
meningkatkan reaktifitasnya dan berfungsi sebagai penerima asam.
c. Alkilasi
Alkilasi digunakan untuk menderivatisasi alkohol, fenol, amina
(primer dan sekunder), imida, dan sulfhidril. Derivat dapat dibuat dengan
sintesis Wiliamson, yakni alkohol atau fenol ditambah alkil atau benzil
halida dengan adanya basa. Jenis agen penderivat yang saat ini digunakan
hanya -bromo-2,3,4,5,6-pentafluorotoluen.
d. Sililasi
Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk
analisis sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap. Derivat
yang paling sering dibuat adalah trimetilsilil. Urutan reaktifitas pereaksi
sililasi berdasarkan pada pemampuan penyumbang silil adalah sebagai
berikut: Trimetilsililimidazol (TMSIM) > N,O-bis-(trimetilsilil)-
trifluoroasetamid (BSTFA) > N,O-bis-(trimetilsilil)-asetamid (BSA) > N-

hal. 34
metil-N-trimetilsililtrifluoroasetamid (MSTFA) > N- trimetilsilildietilamin
(TMSDEA) > N-metil-N-trimetilsililasetamid (MSTA) > Trimetilklorosilan
(TMCS) > Heksametildisilazan (HMDS).
Urutan reakstivitas gugus-gugus penerima silil adalah sebagai
berikut: alkohol > fenol > asam karboksilat > amina > amida. Faktor sterik
sangat penting dalam hal penentuan kecepatan reaksi derivatisasi. Untuk
setiap gugus fungsi, urutan reaktifitasnya adalah: primer > sekunder >
tersier.
Derivatisasi dengan cara sililasi mempunyai beberapa keuntungan:
eter silil mudah dibuat untuk banyak gugus fungsi, dapat dilakukan dalam
vial kaca dengan tutup bersekrup yang dilapisi dengan teflon, pereaksi
sililasi sering kali mampu melarutkan sampel (meskipun demikian pelarut-
pelarut seperti piridin, dimetilformamid, asetonitril, tetrahidrofuran, dan
kloroform dapat digunakan untuk melarutkan sampel yang akan
diderivatisasi dengan cara sililasi), derivatisasi sering terjadi dalam suhu
kamar (akan tetapi gugus fungsional yang sukar diderivatisasi seperti
amina sekunder, alkohol tersier, dan amida perlu dilakukan pemanasan
pada suhu antara 60-1500C). Laju reaksi derivatisasi juga dapat
ditingkatkan dengan penambahan katalis asam seperti dengan
trimetilklorosilan atau dengan katalis basa seperti piridin. Dilaporkan
bahwa 95 % derivat trimetilsilil (TMS) dapat dibuat dengan menggunakan
trimetilsililimidazol (TMSIM) atau dengan N,O-bis-(trimetilsilil)-
trifluoroasetamid (BSTFA), yang kadang-kadang ditambah dengan
trimetilklorosilan sebagai katalis. Kedua pereaksi ini (TMSIM dan BSTFA)
menunjukkan selektifitas. Sebagai contoh, TMSIM tidak bereaksi dengan
gugus amino, sedangkan BSTFA merupakan pereaksi terpilih untuk gugus
amino. Pembuatan TMS dalam media bebas air lebih reaktif disbanding
dalam media yang mengandung air.
Berikut adalah contoh derivatisasi yang digunakan untuk memperbaiki
bentuk puncak pseudoefedrin:

hal. 35
H3C NH N CH3
CH3 N

N
OH
H3C
Pseudoefedrin
Triprolidin Dekstrometorfan
H3C NH COCF3
CH3
H3C N
(CF3CO)2O
CH3

OH
Pseudoefedrin OCOCF3

Pseudoefedrin yang diderivatisasi


dengan trifluoro asetat anhidrida

Sirup dekongestan dibasakan dengan amonia dan diekstraksi ke


dalam etil asetat sehingga akan menjamin bahwa semua komponen yang
terekstraksi berada dalam bentuk basa bebasnya daripada bentuk
garamnya. Bentuk basa inilah yang bertanggungjawab pada bagusnya
bentuk puncak kromatografi. Garam-garam atau basa-basa akan terurai
karena adanya panas pada lubang suntik KG, sehingga dengan adanya
proses ini akan dapat menyebabkan terjadinya peruraian.
Jika ekstrak pada sirup dekongestan di lakukan kromatografi gas
secara langsung maka kromatogram yang dihasilkan seperti gambar
16.10 (a). Basa bebas triprolidin dan dekstrometorfan menunjukkan
bentuk puncak yang bagus, akan tetapi pesudoefedrin yang merupakan
basa yang lebih kuat karena adanya gugus hidroksil dan gugus amin
memberikan bentuk puncak yang kurang bagus. Hal ini dapat diatasi
dengan menutup gugus polar (gugus hidroksi dan amin) pada
pseudoefedrin dengan cara mereaksikannya menggunakan trifluoroasetat
anhidrida (TFA). Perlakuan dengan TFA ini tidak menghasilkan senyawa
derivatif terhadap senyawa-senyawa basa tersier dalam ekstrak (sirup
dekongestan) ini. Reagen TFA ini sangat bermanfaat karena reagen ini
sangat reaktif dan bertitik didih rendah (400C) sehingga kelebihan reagen
TFA ini mudah dihilangkan dengan cara evaporasi sebelum dilakukan
kromatografi gas.

hal. 36
Gambar 16.10. Kromatogram sirup dekongestan; (A) tidak dilakukan derivatisasi. (B)
setelah dilakukan derivatisasi dengan TFA.

e. Kondensasi
Jika sampel yang akan dianalisis mengandung gugus aldehid atau
keton maka sering kali dilakukan derivatisasi yang tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya enolisasi karena terjadinya ikatan hidrogen,
meningkatkan resolusi karena adanya zat penganggu, dan meningkatkan
sensitifitas deteksi.
Reaksi kondensasi dapat digunakan untuk derivatisasi amina yang
mana pereaksinya mengandung gugus karbonil. Amina primer bereaski
dengan keton membentuk enamin atau bereaksi dengan karbon disulida
membentuk isotiosianat. Aseton dan siklobutanon bereaksi dengan amin
primer membentuk enamin yang menghasilkan puncak tunggal dalam KG.
f. Siklisasi
Penutupan gugus polar melalui siklisasi dilakukan pada senyawa
yang mengandung 2 gugus fungsi yang kira-kira sangat mudah dibuat

hal. 37
heterosiklis beratom 5 atau 6. Beberapa jenis heterosiklis yang terbentuk
adalah: ketal, boronat, triazin, dan fosfit.
Ujung amfoter asam amino dapat dibuat lebih volatil dengan siklisasi
menggunakan diklorotetrafluoroaseton membentuk 2,3,-bis-
(klorodifluorometil)-4-tersubstitusi 1,3-oksazolidin-5-on menurut reaksi:

NH 2 NH
R
-H 2O CH
R CH +(CF2Cl)2CO (CF2Cl)CH
CO
COOH O

Asam amino juga bereaksi dengan anhidrida asam atau klorida


membentuk azlakton yang bersifat lebih volatil menurut reaksi:

NH 2 N R
C
-H 2O
R' CH +(R-CO)2O CH
R' O
COOH C

7. KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI


(High Performance Liquid Chromatography,
HPLC)

[ Pengampu: Sudibyo Martono, 4 kali


pertemuan ]

HPLC merupakan pengembangan dari kromatografi kolom terbuka.


HPLC digunakan untuk analisis senyawa yang non volatile dan
thermolabile. Fase diam dalam HPLC merupakan material yang
dipacking dalam kolom berbentuk silinder dan memiliki ukuran partikel
berdiameter 3-10 m. Oleh karena itu, fase gerak tidak dapat melewati
fase diam hanya dengan mengandalkan gaya gravitasi seperti pada
kromatografi kolom terbuka. Pada proses tersebut, diperlukan suatu
pompa yang mendorong fase gerak agar dapat melewati fase diam

hal. 38
dengan kecepatan tertentu yang dapat menghasilkan jumlah lempeng
teoritik maksimum, sehingga mampu mendapatkan pemisahan yang
maksimal.
Pilihan detektor untuk HPLC lebih terbatas apabila dibandingkan
dengan pilihan detektor untuk kromatografi gas. Detektor yang paling
banyak dipergunakan adalah spektrofotometer dengan keterbatasan
hanya molekul yang dapat mengabsorpsi sinar saja yang dapat dianalisis.
Gambar 7.1 berikut ini adalah bagan alat HPLC.

Gambar 7.1. Bagan alat HPLC

Solven atau fase gerak untuk HPLC hendaknya memenuhi kriteria:


Mempunyai kemurnian tinggi (derajat HPLC)
Sebelum digunakan disaring terlebih dahulu dengan kertas saring
dengan ukuran pori 0,4 m (untuk fase gerak yang mengandung
bufer).
Bebas dari gas yang dapat mengganggu detektor atau menyumbat
kolom. Dapat dilakukan dengan memanaskan solven sebelum
digunakan atau mengaplikasikan motor vaccum.

Keterangan Bagan Alat HPLC

Gradient controller atau pengatur gradien, adalah alat untuk mengatur


komposisi fase gerak apabila elusi dikerjakan secara gradient.
Pump/dampning system, adalah pompa untuk menyedot fase gerak yang
dilengkapi dengan peredam getaran, sehingga aliran fase gerak stabil
tidak, dipengaruhi oleh getaran pompa selama bekerja.
Sample introduction, adalah alat untuk memasukkan sampel biasanya
berupa rotary loop seperti gambar 7.2 berikut ini:

hal. 39
A B

Gambar 7.2. Sistem injektor rotary loop pada HPLC

Ketika injektor berada dalam posisi load (A), sampel dimasukkan ke


rotary loop dengan bantuan syringe, sehingga sampel akan memenuhi
tempat penampungan sampel (daerah berwarna hijau). Bila volume
sampel terlalu besar, maka kelebihan sampel akan terbuang secara
otomatis ke saluran pembuangan (vent). Ketika injektor ini diposisikan ke
inject, maka aliran fase gerak akan berubah dari posisi A menjadi seperti
pada gambar B. Fase gerak akan mengalir dengan membawa sampel ke
arah kolom.

Column/Pre column, adalah bagian jantung pemisahan pada HPLC. Kolom


biasanya terbuat dari bahan stainless steel dan ukuran diameter dalam
memiliki presisi tinggi. Guard column adalah kolom berukuran pendek
yang diletakkan diantara injektor dan kolom analitik, fungsinya adalah
untuk menahan senyawa yang kemungkinan dapat menyumbat kolom
analitik. Fase diam pada guard column dibuat dari jenis bahan yang
sesuai dengan fase diam pada kolom analitik. Kolom analitik biasanya
berukuran panjang 15 cm, diameter dalam 4,6 mm dengan ukuran
partikel fase diam 10 m (memiliki jumlah lempeng teoritik sekitar 5000),
5 m (memiliki jumlah lempeng teoritik sekitar 9000), 3 m (memiliki
jumlah lempeng teoritik sekitar 15000). .... Tentunya
tergantung/mempertimbangkan panjang kolom lho, karena H = L/N,
sementara H = 2,5 x ukuran partikel...Agar diperoleh hasil pemisahan
yang baik, maka perlu dilakukan evaluasi kolom secara berkala. Kelayakan

hal. 40
kolom dapat dipantau/dievaluasi dengan melihat beberapa parameter di
bawah ini secara berkala:
Faktor kapasitas berkisar 2 10.
Jumlah lempeng teoritik tidak mengalami perubahan yang signifikan
(masih > 50 % nilai lempeng teoritik saat dilakukan performance
awal kolom).
Faktor resolusi (RS) harus > 1,5
Peak asimetri < 1,2
Tekanan kolom dalam kisaran normal (dapat dikerjakan oleh pompa
dengan ringan)
Ada banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi kolom, sehingga harus
dioptimasi agar diperoleh pemisahan yang baik, yaitu:
Kecepatan alir fase gerak, kecepatan alir yang sangat lambat akan
menyebabkan terjadinya difusi longitudinal, sedangkan bila terlalu
cepat akan menyebabkan terjadinya transfer massa non ekuilibrium,
sehingga terjadi pelebaran pita kromatogram
Ukuran partikel fase diam, semakin kecil ukuran partikel maka
efisiensi semakin baik, akan tetapi menyebabkan tekanan dalam
kolom semakin besar sehingga dibutuhkan kekuatan pompa yang
lebih besar.
Panjang kolom, semakin panjang akan semakin besar nilai efisiensi
kolom, akan tetapi dapat menyebabkan terjadinya pelebaran pita.
Viskositas fase gerak, semakin kecil nilai viskositas fase gerak maka
efisiensi kolom semakin besar, peak akan menjadi semakin
ramping.
Temperatur, semakin tinggi temperatur maka viskositas semakin
rendah dan efisiensi kolom menjadi lebih besar.
Volume ekstra kolom, semakin besar volume ekstra kolom maka
kemungkinan terjadinya pelebaran pita semakin besar, sehingga
efisiensi semakin berkurang.
Jumlah sampel dan volume sampel, bila jumlah ataupun volume
sampel sangat besar (overload) maka kemungkinan terjadinya
pelebaran pita semakin besar, sehingga efisiensi semakin
berkurang.

hal. 41
Detector, merupakan alat untuk melihat adanya sinyal dari analit atau
solut yang sedang dianalisis. Hendaknya detektor memiliki kriteria:
sensitivitasnya tinggi, batas deteksi rendah, linearitas respon tinggi dan
reprodusibilitasnya tinggi. Ada banyak detektor yang dapat diaplikasikan,
yaitu:
Detektor spektrofotometer UV/Vis, merupakan detektor universal
dan dapat diaplikasikan pada semua analit yang dapat menyerap
sinar UV/Vis. Fase gerak yang dipakai tidak boleh menyerap sinar
UV/Vis pada panjang gelombang yang dipilih.
Detektor spektrofluorometer, merupakan detektor yang lebih selektif
dan lebih sensitif daripada detektor spektrofotometer UV/Vis. Tidak
semua senyawa bersifat fluoresens dan tidak semua senyawa yang
berfluorsens memiliki panjang gelombang eksitasi dan emisi yang
sama dengan senyawa lain.
Detektor indeks bias, merupakan detektor yang sinyalnya
tergantung pada perubahan nilai indeks bias fase gerak: (tanpa
analit) dan oleh karena adanya analit atau solut.
Detektor elektrokimia, ada banyak jenisnya antara lain: detektor
konstante dielektrika (didasarkan pada perubahan polaritas fase
gerak oleh karena adanya solut), detektor konduktometer
(didasarkan pada perubahan sifat penghantaran listrik dari fase
gerak oleh karena adanya solut), detektor amperometer (didasarkan
adanya perubahan kekuatan medan listrik dari fase gerak karena
adanya solut).

Contoh Aplikasi Pemisahan Peptida dan Protein Dengan Rp-HPLC

Kondisi Awal Yang Bisa Digunakan:


VARIABEL PEPTIDA PROTEIN
Kolom
Bonded phase C18 atau C8 C4, C3, CN
Dimensi 0,46 X 15 atau 25 cm 0,46 x 5-15 cm
Partikel 3,5-10 m (diameter) 3,5-10 m (diameter)
80-300 A (Angstrom) 300 A (Angstrom) (pori)
(pori)

hal. 42
Fase gerak
Solven A 0,12% TFA/air 0,12% TFA/air
Solven B 0,10%TFA/air 0,10%TFA/air
Gradien 0-60% B/60 menit 0-60% B/60 menit
Temperatur 40 80 C 40 80 C
Kecepatan alir 0,5 2 mL/menit 0,5 2 mL/menit
Ukuran
sampel 10-50 L 10-50 L
Volume 1-100 g 1-100 g
Berat

Problem yang mungkin muncul:


Bentuk pita yang jelek : melebar, tailing
Recovery rendah
Timbul pita yang misterius
Pita ganda untuk satu jenis analit
Performance kolom berubah, tr tidak reprodusibel
Faktor penyebab:
Kolom rusak, terlalu asam, terlalu hidrofob, terlalu kecil ukuran pori-
porinya
Denaturasi sampel
Isomerisasi (cis ke trans)
Pengatasannya:
Pemisahan pada pH rendah (fase gerak 0,1 % Tetra fluoro Acid..apa
yang dimaksud Trifluoro acetic acid (TFA) )
Gunakan asetonitril sebagai solven organik. Untuk sampel yang
hidrofob gunakan propanol
Analisis dikerjakan pada temperatur kolom 50 80 C
Gunakan Zwitterionic detergent

Contoh aplikasi pemisahan peptida dan protein dengan ion


exchange HPLC:

Kondisi yang bisa digunakan:


VARIABEL PROTEIN ASAM PROTEIN BASA
(ANION EXCHANGE) (CATION EXCHANGE)
Kolom

hal. 43
Bonded DEAE, SAX, PEI CM, SP
phase 5-25 x 0,46cm 5-25 x 0,46 cm
Ukuran
Fase gerak
Solven A 10mm tris atau phosphat 10 mM bis-tris atau
(pH 8) fosfat (pH 6)
Solvent A + 0,5 mM NaCl Solvent A + 0,5 mM NaCl
Solven B atau Na-asetat atau Na-asetat
0-100% B dalam 30 menit 0-100% B dalam 30 menit
Gradien
Temperatur 35 C 35 C
Kecepatan 1,0 mL/menit 1,0 mL/menit
alir
Ukuran
sampel 10-50 L 10-50 L
Volume
Berat 1-100 g 1-100 g

Keuntungan:
Konformasi protein tetap terjaga,
Kemungkinan denaturasi kecil,
Dapat digunakan untuk isolasi dan purifikasi protein dengan tetap
berbentuk bioaktif
Protein basa biasa memakai cation exchange, dengan pH 3
Problem yang sering muncul:
Recovery rendah dan dapat diatasi menggunakan gradien elusi
dengan fase gerak mengandung garam.

Contoh analisis campuran aspartam, benzoat dan kafein dengan RP-HPLC:


Variabel Kondisi
Fase diam C18, panjang 15 cm, i.d dan ukuran
partikel??
Fase gerak A : asam asetat 0,02 M dalam air pH 4,0;
B : asetonitril
Elusi 85 % A dan 15 % B, kecepatan alir 1
mL/menit
Temperatur Temperatur kamar
Detektor Spektrofotometer UV 254 nm
Volume injeksi 20 L
Perhitungan Teknik standar eksternal

hal. 44
8.ELEKTROFORESIS
[ Pengampu: Endang Lukitaningsih, 3 kali
Pertemuan]

A. PRINSIP DASAR DAN MACAM-MACAM ELEKTROFORESIS

Elektroforesis adalah teknik pemisahan yang didasarkan pada


kemampuan analit bergerak melalui media konduktif sebagai akibat
diaplikasikannya arus listrik. Media yang digunakan adalah larutan buffer.
Jika tidak ada faktor lain, senyawa bermuatan positif (kation) akan

hal. 45
bergerak ke katoda sedangkan senyawa bermuatan negatif akan bergerak
ke anoda. Kecepatan gerakannya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di
sekitar molekul yang dapat mempengaruhi muatannya (pH) dan hambatan
fisik yang mempengaruhi gerakan molekul dalam medan listrik seperti
ukuran pori fase diam. Elektroforesis dapat dimanfaatkan untuk
pemisahan ion anorganik dan logam kation, protein, DNA, karbohidrat dan
sampel-sampel biomedik lainnya.
Elektroforesis dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan ada
tidaknya bahan pendukung atau bahan penstabil media :
1. Metode bebas cairan (free solution method)
Tidak ada bahan pendukung atau penstabil media
Sampel dimasukkan dalam tabung U yang telah diiisi dengan
larutan bufer
Medan listrik diaplikasikan dan analit akan bergerak sesuai dengan
muatan
Metode ini telah digunakan oleh Tiselius peraih hadiah Nobel
tahun 1948 untuk memurnikan protein
2. Metode dengan penstabil media
Terdapat bahan pendukung seperti kertas, kolom packing atau gel
Mirip dengan metode kromatografi, hanya saja gerakan analit
disebabkan oleh adanya medan listrik bukan karena fase gerak
Sejumlah metode yang termasuk dalam kategori ini adalah
electrochromatography, zone electrophoresis, electromigration
dan ionophoresis.

Elektroforesis Kertas

Kertas dijenuhi dengan larutan buffer dan sampel diaplikasikan pada


salah satu ujungnya. Arus listrik DC dengan kekuatan arus berkisar dalam
mA atau voltage sekitar 100 1000 Volt diaplikasikan. Analit akan
bergerak ke titik spesifik sesuai muatannya. Setelah periode waktu

hal. 46
tertentu, kertas diambil dan dikeringkan. Jika diperlukan, kertas dapat
disemprot dengan perekasi warna agar pita pemisahan dapat dilihat.
Gambar 8.1A. berikut ini adalah skema alat elektroforesis kertas.
Elektroforesis kertas juga dapat digunakan untuk fraksinasi yang dapat
dilanjutkan ke analisis kuantitatif secara off line seperti pada gambar 8.1B
berikut ini.

Gambar 8.1. Skema alat elektroforesis kertas (A) dan aplikasi


elektroforesis kertas untuk fraksinasi (B)

Elektroforesis kapiler
Larutan buffer ditahan dalam tabung kapiler dengan diameter dalam
berkisar 25 75 m. dengan menggunakan tabung kapiler maka resiko
panas atau interaksi dan degradasi analit dengan bahan pendukung dapat
diatasi. Metode ini termasuk metode bebas cairan. Sampel dimasukkan
pada salah satu ujungnya dan akan bergerak ke ujung tabung yang
lainnya. Seperti halnya kromatografi, akan dihasilkan elektrophoregram
yang memberikan informasi baik kuanitatif maupun kuantitatif. Skema alat
elektroforesis kapiler dapat dilihat pada gambar 8.2 berikut ini.

hal. 47
Gambar 8.2. skema alat elektroforesis kapiler

B. PRINSIP DASAR PEMISAHAN DALAM ELEKTROFORESIS


Ada dua faktor yang menyebabkan mobilitas solut dalam
elektroforesis yaitu
1. Electrophoretic mobility
Gerakan sebagai akibat dari medan listrik. Kation akan bergerak ke
katoda, anion ke anoda dan senyawa netral tidak bergerak.
2. Electroosmotic flow
Migrasi solut sebagai akibat gerakan larutan buffer dalam medan listrik.
Dalam kondisi normal, larutan buffer akan bergerak ke katoda. Gerakan
buffer akan membawa semua species yang ada termasuk anion dan
senyawa netral.

Mobilitas elektroforetik (Electrophoretic mobility)


Kecepatan elektroforetik Vep adalah besaran yang menggambarkan
bagaimana kecepatan solut bermigrasi.
Vep = ep E . 8.1
q
ep = 6r 8.2
ep = mobilitas elektroforetik solut
E = kekuatan medan listrik
q = muatan solut
= viskositas pelarut buffer
r = ukuran partikel solut

dengan menaikkan muatan dan menurunkan ukuran partikel solut maka


harga ep semakin besar.
Mobilitas elektroosmotik (electroosmotic mobility)

hal. 48
Dalam kondisi normal, baik anion dan spesies netral akan bermigrasi ke
arah katoda. Ini terjadi karena dinding kapiler akan bermuatan listrik
sebagai akibat banyaknya gugus silanol (Si-OH). Kation akan tertarik
menuju dinding dan membentuk lapisan ganda (double layer) yang terdiri
dari fixed layer di bagian dalam yang terbentuk dari kation-kation yang
berikatan kuat dengan dinding kapiler. Lapisan kedua yaitu mobile layer
lapisan yang dapat bergerak dengan kekuatan ikatan ion yang lemah.
Kation di bagian terluar (di luar lapisan ganda) akan bergerak ke arah
katoda seperti pada skema gambar 8.3 berikut ini. Kecepatan aliran
elektroosmotik dapat dituliskan dengan persamaan di bawah ini.
Veof = eof E ..8.3
eof= ( ) / (4 ) ...... 8.4
= konstanta dielektrik larutan buffer
= zeta potensial
= viskositas larutan buffer

Gambar 8.3. Skema double layer dan aliran elektroosmotik

Zeta potensial adalah perubahan potensial sepanjang double layer.


Harga zeta potensial proposional dengan muatan dinding kapiler. Bila pH
dinaikkan, muatan meningkat dan zeta potensial meningkat. Harga eof
juga akan meningkat. Harga zeta potensial juga proporsional dengan
ketebalan lapisan ganda (double layer). Bila kekuatan ionik dari larutan
buffer meningkat, maka akan diperoleh kation lebih banyak. Ini akan
menurunkan ketebalan lapisan ganda (double layer).
Mobilitas total dari solut dituliskan sebagai berikut.
hal. 49
Vtot = Vep + Veof 8.5
tot = ep + eof .. 8.6
Pada kondisi normal, (Vtot) kation > eof ; (Vtot)anion < eof ; (Vtot)netral = eof ,
sehingga kation akan terelusi pertama dan urut sesuai perbandingan
muatan/ukuran ion, senyawa netral terelusi kemudian dan terakhir anion
dengan urutan kebalikan dari besarnya rasio muatan/ukuran ion.

Waktu migrasi
Vtot = L/Tm ...... 8.7
Vtot = tot E ... 8.8
Vtot = (ep + eof) E .. 8.9
Tm = L/ (ep + eof) E . 8.10
E = V/l .. 8.11
Tm = (Ll) / (ep + eof) V .. 8.12
Keterangan :
Vtot: kecepatan migrasi total
L : jarak antara tempat injeksi dan detektor
Tm : waktu migrasi
V : voltage
l : jarak tabung

Waktu elusi dapat diperpendek dengan menaikkan voltage atau


menggunakan tabung yang lebih pendek.

Jumlah lempeng teoritik


N = (ep + eof) V / 2D ..
8.13
D : koefisien difusi solut
Solut dengan harga ep yang besar akan memiliki efisiensi pemisahan yang
besar. Efisiensi tidak tergantung pada panjang kolom. Harga N yang dapat
diterima untuk analisis adalah 100.000 200.000.

Selektivitas
Selektivitas merupakan perbandingan antara faktor kapasitas dari dua
solut, dirumuskan dengan

hal. 50
= ep 1 / ep 2 .. 8.14
harga dapat diubah-ubah dengan mengubah pH buffer.

Resolusi
0.177( ep 2 ep1 )V 1 / 2
Rs ..
( avg eof )1 / 2 D

8.15
harga Rs dapat ditingkatkan dengan menaikkan voltage dan menurunkan
eof. Tetapi dengan menurunkan eof akan membawa konsekuensi waktu
analisis menjadi lebih lama dan efisiensinya menurun.

C. ELEKTROFORESIS KAPILER

Alat elektroforesis terdiri dari sumber listrik, anoda dan katoda


masing-masing ditempatkan dalam larutan buffer, tabung kapiler, detektor
dan tempat sampel seperti pada gambar 8.4 berikut ini.

Gambar 8.4. Skema alat elektroforesis kapiler

Tabung kapiler
Diameter dalam 25 75 m, panjang bervariasi sekitar 20-50 meter. Agar
tidak timbul efek panas selama analisis, maka dapat digunakan diameter
dalam yang kecil dengan tebal lapisan silika yang tipis.

hal. 51
Tempat memasukkan sampel
Tabung kapiler sebelumnya diisi dengan larutan buffer, sampel
dimasukkan dengan jalan mencelupkan salah satu ujung tabung ke dalam
larutan sampel. Dengan bantuan tekanan atau memberikan beda
potensial maka sampel dapat terdorong masuk ke dalam tabung, seperti
pada gambar VI.5 berikut ini.

Gambar 8.5. Cara-cara memasukkan sampel

Pengaturan voltage
Migrasi solut dapat terjadi bila diberikan medan listrik. Seberapa besar
medan listrik yang diberikan tergantung pada :
Waktu analisis yang dikehendaki
Memberikan pemisahan yang bagus
Memperbaiki faktor resolusi
Bila digunakan tabung kapiler yang berdiameter sempit, maka voltage
bisa sampai 40.000, dengan kekuatan arus berkisar mikroamper.

Detektor
Ada banyak jenis detektor yang dapat digunakan seperti tabel berikut.

Tabel 8.1. Jenis detektor yang dapat digunakan dalam


elektroforesis

hal. 52
Jenis detektor Spesifkasi
Spektrofotometer serapan ultraviolet- Solut dengan gugus kromofor
visibel
Fluorometer Solut harus berfluoresensi
Laser fluorometer Solut harus berfluoresensi
Radiometer Solut harus mengandung
radioaktif
Spektrofotometer massa Umum
Amperometer Solut harus tereduksi atau
teroksidasi
Konduktometer Umum

Aplikasi
Elektroforesis dapat dimanfaatkan untuk pemisahan
- ion anorganik dan logam kation,
- protein,
- DNA,
- karbohidrat
- sampel-sampel biomedik lainnya.

******

hal. 53

Anda mungkin juga menyukai