Patient Safety Kasus
Patient Safety Kasus
Patient Safety Kasus
PENDAHULUAN
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute
of Medicine (1999).
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah
prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk
medication safety sebagai target utamanya.
Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a
Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada
sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini,
tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan
berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Patient Safety |1
BAB II
TINJAUAN KASUS
2.1.PENGERTIAN
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di
rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Menurut The America Hospital Asosiation (AHA) 1999 keselamatan dan keamanan pasien
(Patient Safety) merupakan sebuah prioritas strategic. Patient safety adalah suatu system yang
membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. System ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Patient Safety |2
2.4 KASUS MENURUT 6 SASARAN PRINSIP PATIENT SAFETY
LANGSA--Dugaan malpraktek terjadi dan menimpa seorang bayi hingga nyaris tewas, akibat
muntah-muntah dan lemas serta perut kembung. Hal ini dialami korban, setelah seorang perawat
akademi kebidanan (akbid) yang masih praktek lapangan di rumah sakit tersebut, asal-asalan
menyuntikkan obat kepada pasien.
Kepada Metro Aceh, Mariana (39) warga Gampong Merandeh, Langsa Lama menceritakan
peristiwa dialami sang anak pada Kamis (5/12) siang, saat ditemui di ruang rawat inap anak
RSUD Langsa.
"Kejadian itu berawal saat anak saya yang masih berusia 34 hari, menderita penyakit
GE/mencret dirujuk ke RSUD Langsa dari dokter praktek. Kami pun masuk untuk perawatan
intensif dengan infus pada Rabu (4/12) malam sekira pukul 19.50 Wib. Namun jam 11 malam,
masuk seorang mahasiswa perawat yang sedang melakukan praktek di RSUD ke ruangan.
Ia lalu meminta supaya anak kami diberi injeksi obat Naritidin 50 mg dan Naufalgis 45 mg
atas perintah perawat bakti berinisial CM," terang ibu korban. Bahkan sebelum obat diberikan,
Marianna sempat bertanya berulang kali kepada pelaku. Apa benar obat tersebut buat anaknya.
"Dia ngotot kalau obat itu tepat buat anak saya. Kemudian, memasukan cairan suntik ke
infus," sebut Mariana.
Lanjutnya, namun alangkah terkejutnya dia, selang beberapa menit usai injeksi obat, tiba-tiba
anaknya mengalami kejang-kejang, muntah-muntah, gembung dan lemas hingga saat ini. Karena
panik, akhirnya dia menanyakan ulang perihal obat dan melihat map tugas perawat,
"Ternyata obat tersebut bukan buat anak saya, tapi pasien lain. Ini namanya malpraktek
karena kesalahan yang fatal, Lihat kondisi anak saya saat ini lemas dan muntah-muntah terus,"
tegas Mariana lagi yang juga bekerja sebagai perawat kesehatan.
Menurutnya, selain kesalahan injeksi obat, perawat bakti itu juga melanggar instruksi dokter
Nursal yang hanya menyuruh untuk melakukan infus saja, tapi ternyata dia (perawat-red)
memberi obat suntikan yang berakibat fatal seperti ini.
"Ironisnya lagi, ketika kami tanya, perawat berinisial CM itu malah tidak terima dengan
perlakuannya tersebut. "Silahkan kakak mau melapor ke mana, saya siap," sebut Mariana kesal
menirukan ucapan perawat CM.
Terkait dugaan kesalahan suntik obat tersebut, Wakil Direktur bidang pelayanan, RSUD
Langsa, dr.Dahniar, dalam konfirmasinya kepada wartawan mengatakan, bahwa pemberian obat
Naritidin 50 mg, Naufalgis 45 mg, sudah ada dalam rencana. Akan tetapi belum diintruksikan
oleh dokter untuk secepat itu dilakukan pemberian kepada pasien.
Seharusnya saat pemberian obat tersebut siswa yang sedang melakukan praktek didampingi
oleh perawat senior, tidak dibiarkan sendirian seperti itu. Dan, hasil konsultasi dengan dr.Nursan,
bahwa dosis yang diberikan itu sudah layak untuk diberikan kepada pasien, bahkan efek samping
dari obat yang diberikan itu juga tidak ada. Selain itu, obat yang diberikan itu juga bisa untuk
meredam rasa gangguan pencernaan pasien.
"Alhamdulillah kondisi pasien tersebut sudah mulai membaik, bahkan penyakit GE/mencret
yang dialami pasien sudah berkurang," ujar Dahniar.
Patient Safety |3
Lanjutnya, terkait perawat tersebut, sudah diberikan teguran dan akan kita lakukan pembinaan
serta di istirahatkan sementara. "Dan, untuk siswa yang sedang melakukan praktek itu, akan kita
kembalikan ke kampusnya, apa sangsi yang diberikan itu tergantung dari kampusnya," demikian
Dahniar.
Seorang bayi berumur 15 hari meninggal dunia dalam perawatan medis di Balai Layanan Umum
Rumah Sakit Umum Daerah (BLU-RSUD) dr Fauziah Bireuen, Jumat (5/9) pagi. Kasus itu diduga
akibat kelalaian perawat yang sebelumnya sempat diminta melanjutkan arahan dokter dari UGD untuk
segera dikonsultasikan ke dokter spesialis anak.
Informasi yang diperoleh Analisa di rumah sakit itu menyebutkan, bayi berusia 15 hari yang diberi
nama Fadila Albayhaki merupakan bayi pasangan warga Gampong Raya Tambo, Peusangan, diterima
petugas UGD pada Kamis (4/9) malam pukul 20.10 WIB dengan keluhan sesak nafas.
Sang bayi selanjutnya ditangani dr M Adi yang kala itu bertugas sebagai dokter piket UGD.
Penanganan pun dilaporkan sesuai prosedur perawatan yang telah ditetapkan, selanjutnya pasien mungil
itu dirujuk ke ruang Perinatologi dan ICU untuk ditangani lebih intensif.
“Bayi itu diberikan oksigen, suntikan dan dimasukkan ke dalam inkubator. Pada berkas rujukan
telah saya tulis kalau pasien harus segera dikonsultasi dengan dokter spesialis anak, tetapi saya tak
paham mengapa tidak dilaporkan kepada dokter ahli. Saya telah lakukan upaya sesuai wewenang saya,”
jelas M Adi.
Kepala Ruang Perinatologi dan ICU, Nurhayati mengatakan, dokter spesialis anak tidak ada yang
bertugas pada malam hari, tetapi jika ada keperluan mendesak maka para dokter ahli anak mana pun
bisa dihubungi melalui telepon. Sedangkan kala itu seluruh ruangan di bawah pengawasan dokter piket
UGD.
“Bayi Fadila itu telah ditangani dokter piket di UGD, jadi tidak perlu lagi ditangani dokter spesialis
anak. Kami telah berupaya secara maksimal, tetapi takdir berkata lain. Saya tidak menghubungi dokter
ahli, itu pun sesuai arahan dokter piket UGD,” jelas Nurhayati yang berseberangan dengan pernyataan
dr M Adi.
Secara terpisah, Direktur BLU-RSUD dr Fauziah, dr Tjut Darmawati Sp.A yang ditemui kemarin
mengakui, kasus kematian bayi Fadila Albayhaki karena unsur kelalaian oleh perawat di ruang
Perinatologi dan ICU, yakni tidak melaporkan kondisi pasien yang segera harus dikonsultasi dengan
dokter ahli.
“Saya sendiri baru tahu pasien bayi itu meninggal tadi pagi. Menurut perawat memang tidak sempat
ditangani dokter ahli. Dan ini saya nilai memang sebab human error, tapi biasalah manusia ada
kesilapan sekali-kali,” kata dr Tjut Darmawati Sp.A didampingi dr M.Adi serta dua perawat
Perinatologi dan ICU.
Dijelaskan, seharusnya pasien pada kondisi kritis wajib segera dikonsultasi kepada dokter spesialis,
akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh perawat. Itu adalah sebuah bentuk pelanggaran yang
mengakibatkan pasien meninggal dunia.
Terkait kasus tersebut, Tjut Dharmawati mengaku telah memperingatkan seluruh perawat dan
dokter agar hal serupa tidak terulang lagi. Begitu pun, dia meminta agar kejadian itu lebih dilihat
kepada unsur takdir.
Patient Safety |4
Kasus 3 (Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai)
RS Siloam: 2 Pasien Meninggal Setelah Pemberian Obat Buvanest yang Ditarik
Jakarta - Penarikan dua produk obat oleh perusahaan farmasi Kalbe Farma terjadi menyusul 2
kasus pasien meninggal di RS Siloam Karawaci, Tangerang. Pasien tersebut meninggal setelah
mendapat suntikan salah satu dari obat yang ditarik.
"Memang benar ada kejadian seperti itu. Kita sedang tunggu investigasi dari Kemenkes dan
BPOM, paling dalam 1-2 hari ada hasilnya," kata Heppi Nurfianto, Kepala Hubungan Masyarakat RS
Siloam Karawaci saat dihubungi detikHealth, Selasa (17/2/2015).
Heppi menjelaskan dua pasien tersebut meninggal setelah mendapatkan suntikan Buvanest
Spinal. Salah satunya merupakan kasus obgyn (Obstetrics and gynaecology), sedangkan yang satu
kasus lagi merupakan kasus urologi.
Informasi yang dihimpun detikHealth menyebut, pasien mengalami gatal dan kejang-kejang
setelah penyuntikan Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy. Sempat mendapat perawatan intensif, pasien
meninggal kurang dari 24 jam kemudian. Ada indikasi, Buvanest yang disuntikkan berisi obat lain
yakni Kalnex (Asam Tranexamat).
Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Kalbe yang memproduksi Buvanest dan segera diinvestigasi.
Pada 12 Februari 2015, Kalbe menarik 2 produk yakni seluruh batch Buvanest Spinal 0,5 persen
Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml dengan nomor batch 629668 dan
630025.
Buvanest merupakan injeksi anestesi yang mengandung Bupivacaine 5 mg/mL, sedangkan Asam
Tranexamat merupakan obat untuk mengatasi perdarahan. Keduanya merupakan obat injeksi dengan
kemasan berbentuk ampul atau vial.
Perusahaan farmasi Kalbe Farma sebelumnya telah menyampaikan penjelasan kepada Otoritas
Jasa Keuangan bahwa pihaknya telah memulai penelaahan lebih lanjut yang hingga kini masih
berlangsung, juga berkoordinasi dengan instansi pemerintahan terkait. Langkah ini sebagai komitmen
untuk bertanggung jawab atas segala produk dan layanannya.
Kasus ini berawal operasi caesar yang dilakukan dr Firdaus, Jumat (3/3) lalu sekitar pukul
02.00 WIB. Setelah selesai operasi, dr Firdaus mengatakan bahwa bagian kantong kemih
Mayasari mengalami kebocoran.
”Sekitar jam 03.00 WIB saya dipanggil dokter Firdaus. Kata dokter kantong kemih istrinya
kesayat pisau bedah, harus ditransfusi darah. Bahkan harus dirawat diruang HCU,” jelas Rotamas
Awaludin, suami Mayasari kepada INDOPOS (Jaw Pos Group), Senin (6/3).
Patient Safety |5
Dia sempat mempertanyakan kepada dokter mengapa kantong kemih istrinya bocor usai
operasi caesar. Bahkan sejak kesalahan operasi caesar itu, dr Firdaus tidak dapat dihubungi.
Termasuk pihak rumah sakit enggan menjelaskan terkait kelalaian dokter kepada istrinya.
”Dari pihak rumah sakit tidak ada yang memberikan penjelasan. Padahal waktu saya bawa
istri normal saja. Bahkan sampai saat ini dokter Firdaus juga sangat sulit ditemui. Kami sudah
meminta pihak rumah sakit untuk menyelesaikan kasus itu. Tapi tidak ada titik temu,” cetusnya.
Yang paling miris, kata dia lagi, pihak rumah sakit tetap membebankan pembayaran operasi
kantung kemih kepada keluarga pasien. Padahal jelas itu kelalain yang dilakukan oleh dokter
rumah sakit tersebut.
”Sampai saat ini saya sudah bayar Rp 9 juta, sisanya saya dimintain Rp 6 juta dengan alasan
untuk penambahan uang operasi, karena tidak ada uang lagi, saya tetap menolak membayar,
karena kalau hanya untuk bayar operasi caesar saya hanya dibebankan Rp 6,5 juta,” bebernya.
Terpisah, HRD Rumah Sakit Kenari Graha Medika, Kurdi mengatakan pihak rumah sakit
belum mendapatkan informasi langsung dari dr Firdaus terkait dugaan kelalain dalam proses
operasi caesar. ”Direktunya sedang ada rapat Pak, jadi kami belum bisa memberikan penjelasan
yang lebih detail permasalahan ini. Tetapi nanti akan disampaikan kepada pimpinan,” ucapanya.
Menurutnya, kalau betul ada kecerobohan yang dilakukan oleh dokter, seharusnya sudah
memberikan penjelasan terlebih dahulu, agar tidak ada miskomunikasi antara dokter dengan
rumah sakit.
”Saya pastikan ada solusi yang tidak merugikan pasien, tentunya rumah sakit
bertanggungjawab kalau ada kesalahan dalam proses operasi. Kami juga mengalami kendala
menghubungi dokter Firdaus, informasinya beliau sedang ada di Padang,” paparnya.
Sementara itu, Bidan Lia Marlina yang merujuk pasien ke RS Kenari Graha Medika
menjelaskan, pasien saat akan dirujuk dalam keadaan bayi dalam kandungan posisinya sungsang.
Sehingga harus langsung dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan operasi caesar.
”Jangan salah ya, resiko operasi yang kedua memang macam-macam, apalagi bagian kandung
kemih itu akan naik ke atas saat dilakukan caesar, jadi wajar kalau tersayat. Yang penting pihak
rumah sakit mempercepat operasi, tidak diabaikan,” katanya.
Lebih lanjut Bidan Lia juga menjelaskan bahwa permasalahan ini bisa mencuat karena
provokator dari bapak sang pasien. Padahal, katanya juga, kalau mengacu juklak proses rujukan
pasien dari bidan ke rumah sakit sudah sesuai ketentuan.
”Saya dengan media massa sudah yang kali kedua menghadapi permasalahan ini. Termasuk
ke dokter Firdaus saat menghubungi, saya katakan bahwa permasalahan ini sudah sampai ke
media massa. Tetapi saya jelaskan permasalahan ini bukan mala praktek, jadi tenang saja,”
ucapnya juga.
TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Sakit Harapan Bunda, Pasar Rebo, diduga melakukan
malpraktek terhadap seorang bayi bernama Edwin Timothy Sihombing yang masih berusia 2,5
bulan. Bayi pasangan dari suami istri Gonti Laurel Sihombing, 34 tahun, dan Romauli Manurung,
28 tahun, kehilangan separuh jari telunjuk kanan seusai mendapatkan perawatan di rumah sakit
tersebut.
Patient Safety |6
Ditemui di Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak), Gonti menceritakan
awalnya dia membawa sang anak ke RS Harapan Bunda pada 20 Februari lalu karena mengalami
sakit panas, batuk, dan pilek. Tiba di rumah sakit, Edwin langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat,
kemudian dilarikan ke ICU. Edwin ditangani oleh seorang dokter bernama Lenny.
"Dokter langsung menyuntiknya di bagian dubur. Kata dokter Lenny, itu suntikan obat
antikejang," kata Gonti di Komnas Anak, Rabu, 10 April 2013.
Kemudian, Edwin kembali dibawa ke ruang rawat UGD anak untuk menjalani perawatan.
Saat itu, dokter memasang infus di bagian telapak tangan kanan Edwin karena tidak menemukan
bagian tangan lain yang cocok. Namun, ternyata infusan tersebut membuat tangan Edwin
membengkak. "Awalnya saya pikir biasa, tapi makin lama semakin membengkak. Saya minta
dokter mencabut infusannya," ujarnya.
Setelah dilepas infus, kondisi Edwin mulai membaik. Namun, bengkak di tangannya tak
kunjung sembuh, malah menjadi kehitaman. "Bengkaknya sudah mulai menghitam, seperti
adanya infeksi. Tapi saya bawa pulang ke rumah karena dipikir biasa," ujarnya.
Beberapa pekan dirawat di rumah, kata Gonti, kondisi tangan sang anak semakin menghitam
dan seperti mau membusuk. Akhirnya, ia kembali membawa Edwin ke Rumah Sakit Harapan
Bunda. "Pihak rumah sakit kesulitan mau mengambil tindakan medis karena peralatannya
terbatas. Terus kami dirujuk ke RSUD Pasar Rebo untuk cek EEG (pemeriksaan saraf). Jika
terbukti ada luka sarafnya, rumah sakit mau bertanggung jawab," ujarnya.
Ia langsung membawa Edwin ke RSUD Pasar Rebo pada 25 Februari lalu. Hasil pemeriksaan
EEG menunjukan bahwa bekas infus pada telapak tangan Edwin kondisinya semakin memburuk.
"Saya tunjukin hasilnya ke RS Harapan Bunda, dokternya malah panik."
Kini Edwin masih menjalani perawatan di RS Harapan Bunda. Pihak keluarga juga masih
meminta pertanggungjawaban rumah sakit atas tindakan amputasi setengah jari telunjuk terhadap
Edwin. "Kami minta tanggung jawab rumah sakit telah mengamputasi jari anak kami tanpa
sepengetahuaan kami," ujarnya.
TANGSEL POS, TANGERANG — Diduga akibat kelalaian, seorang pasien RSU Kabupaten
Tangerang bernama Ade Firmansyah (32) meninggal dunia setelah terjatuh dari tempat tidurnya di
ruang IGD RS tersebut. Pihak keluarga pasien naas ini tak terima dengan insiden itu dan melaporkan
pihak RS ke polisi.
Insiden jatuhnya pasien di ruang IGD terjadi pada Sabtu (14/11) pagi. Kejadian ini bermula
ketika korban Ade Firmansyah warga Kampung Gebang RT 04/03, Kelurahan Sangiang Jaya,
Kecamatan Periuk Kota Tangerang datang ke RSU Kabupaten Tangerang di Jl. A. Yani Kel. Sukaasih
Kec/Kota Tangerang sekira pukul 03.00 WIB. Korban diantar oleh istrinya, Sulastri (32) dan Agus
Setiawan (45) untuk memeriksa kesehatan dengan keluhan sakit perut.
Setelah mendapatkan tindakan dari dokter, korban yang merupakan anggota LSM Geram Banten
ini diperintahkan untuk duduk dan beristirahat sambil menunggu kamar untuk dirawat.
Patient Safety |7
Tidak lama menunggu korban di tinggal pergi oleh istrinya ke kamar mandi. Namun seusai dari
kamar mandi sang istri melihat korban sudah jatuh dan telentang dilantai kamar IGD. Tak hanya itu,
Sulastri pun lebih tercengang lagi manakala melihat sang suami yang tak berdaya itu bersimbah darah
dan mengalami luka serius dibagian kepala.
Akibat kejadian tersebut, keluarga korban dan orang tuanya merasa terpukul dan tidak terima
akibat kejadian tersebut. Sekira pukul 10.00 WIB pihak keluarga korban dengan pihak RSU
Kabupaten Tangerang sempat melakukan musyawarah, tetapi tidak menghasilkan kesepakatan dan
berujung pada laporan kepolisian.
“Saya dapat kabar Ade sudah meninggal. Saya langsung datang kerumah sakit. Setelah
diceritakan oleh menantu saya (istri korban), Ade terjatuh dari tempat tidurnya karena tidak ada yang
jaga,” kata Suharlih, orangtua korban.
Menurut Suharlih, pihak keluarga tidak terima atas kejadian ini dan menganggap bahwa kejadian
ini adalah suatu kelalaian dari pihak RSU Kabupaten Tangerang.
“Saya sudah laporkan peristiwa ini ke Polres Metro Tangerang karena kelalaian rumah sakit
membuat anak saya meninggal dunia,” ujar Suharlih sambil memperlihatkan laporan kepolisian
Nomor LP/B/944/XI/2015/PMJ/Restro Tangerang Kota.
Rekan korban yang mengantarkan korban, Agus menuturkan, saat kejadian dirinya sedang
memesan kamar diruang pendaftaran pasien untuk korban. Setelah itu dirinya dipanggil dari luar dan
langsung menuju ruang IGD. Dirinya melihat korban sudah berada dilantai dan bersimbah darah.
“Yang melihat perawat, saya sempat tanya kenapa ditinggalin. Saya juga bingung kok bisa ruang
IGD tidak ada dokter atau perawat yang jaga,” ujarnya di depan kamar mayat RSU Tangerang, Sabtu
kemarin.
Agus mengungkapkan, dia membawa korban ke RSU sekira pukul 03.30 wib. Waktu datang
memang ia melihat satpam yang sedang tertidur. Kemudian waktu ke meja pendaftaran juga
petugasnya tidur.
“Saya ngomong fakta karena melihat sendiri. saya berharap pihak rumah sakit tidak lalai lagi
karena korban kan awalnya hanya sakit perut tapi meninggal karena sebab yang lain. Pihak rumah
sakit juga harus bertanggung jawab,” Terangnya.
Ketua LSM Geram Banten, Alamsyah menambahkan, pertama dirinya mengucapkan turut
berduka cita atas kepergian salahsatu anggotanya. Menurut dia, korban adalah pria yang aktif karena
menjadi Humas LSM Geram Banten wilayah Kota Tangerang.
“Yang kedua kita melihat sebab akibatnya kenapa korban meninggal. Korban ini kan hanya
kendala di bagian perut dan dibawa kerumah sakit. Memang sudah mendapat perawatan, tapi karena
tidak ada yang jaga korban terjatuh dan meninggal,” ungkapnya.
Maka itu, dirinya menilai rumah sakit telah lalai dalam merawat dan menjaga pasien. Padahal
dirinya yakin kalau rumah sakit ini mempunyai dokter dan perawat yang banyak. Dia berharap
kejadian ini bisa menjadi evaluasi manajemen rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat.
“Semoga tidak ada lagi kejadian seperti ini dan rumah sakit dapat bertanggungjawab terhadap
keluarga korban yang kehilangan anggot akeluarganya,” ujarnya.
Kepala Bagian Humas Polres Metro Tangerang, Kompol Triyani membenarkan adanya
penerimaan laporan atau pengaduan yang masuk terkait insiden tersebut. Kejadian ini dilaporkan
Sabtu 14 November 2015 pukul 11.41 wib yang dilaporkan oleh Suharlih yang merupakan orangtua
korban.
Patient Safety |8
“Kasusnya masih dalam penyelidikan petugas. Kalau yang dilaporkan oleh pelapor pasal 359
KUHP tentang karena lalainya mengakibatkan orang meninggal dunia,” jelasnya.
Sementara itu, Humas RSU Kabupaten Tangerang, Nizar menjelaskan, insiden jatuhnya pasien
dari tempat tidur di ruang IGD ini masih ditelusuri penyebabnya. Dirinya juga terus mem-follow up
perkembangan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh pihak internal rumah sakit maupun kepolisian.
“Perawatnya tidak tidur. Satpam juga memang tidak tidak ada yang tugas didalam. Mereka jaga
diluar,” kata Nizar saat dihubungi, Minggu (15/11). Nizar menambahkan, pihaknya juga masih
menunggu rapat pimpinan yang dijadwalkan Senin (16/11).
Patient Safety |9
BAB III
PEMBAHASAN
Patient Safety | 10
Kasus 4 (kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi)
Analisa
Pada kasus ini, tindakan operasi yang dilakukan dokter belum tepat lokasi.
Karena pasien yang seharusnya Caesar, dan sampai kandung kemih klienpun terkena
sayat juga. Dan dari pihak dokter juga jika sudah ada kasus seperti ini, dokter tersebut
harus bertanggung jawab atas tindakan yang ia lakukan.
Alternative pemecahan masalah
Dari pihak dokter seharusnya lebih teliti dan focus lagi pada saat melakukan
tindakan operasi. Karena operasi memang rentan mengalami komplikasi. Maka dari
itu dokter harus lebih teliti agar mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan
(KTD).
Patient Safety | 11
BAB IV
KESIMPULAN
Dari keenam kasus diatas, Patient Safety memang sangatlah penting dilakukan di
Rumah Sakit. Terutama untuk semua petugas Rumah Sakit seperti perawat, dokter, farmasi,
gizi, dll. Karena kalau Patient Safety tidak di terapkan dengan benar di Rumah Sakit, maka
hal-hal seperti keenam kasus tersebut akan terjadi pada para petugas kesehatan. Maka dari itu
untuk mencegah terjadinya Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) kita harus menerapkan 6
benar, 6 sasaran prinsip patient safety, dan 7 standar keperawatan.
Untuk para Tenaga Medis, terutama perawat harus mematuhi SOP yang telah
ditetapkan oleh rumah sakit, tepat dalam mengidentifikasi pasien, melakukan pendidikan
kesehatan kepada pasien dan keluarga, saling berkomunikasi antar tenaga medis, tepat dalam
pemberian obat dan lain-lain agar mencegah KTD pada perawat.
Patient Safety | 12
DAFTAR PUSTAKA
https://samanui.wordpress.com/2008/09/07/bayi-meninggal-diduga-akibat-kelalaian-
perawat/
https://m.detik.com/news/berita/2835265/rs-siloam-2-pasien-meninggal-setelah-
pemberian-obat-buvanest-yang-ditarik
http://tangselpos.co.id/2015/11/16/pasien-jatuh-dari-tempat-tidur-igd/
https://m.jpnn.com/news/bayi-nyaris-tewas-akibat-perawat-salah-suntik-obat?page=2
https://www.jawapos.com/read/2017/03/07/114419/duh-kantong-kemih-tersayat-pisau-
saat-operasi-caesar
https://metro.tempo.co/read/472448/amputasi-jari-bayi-rs-harapan-bunda-malpraktek
https://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safety-keselamatan-pasien-
rumah-sakit/
http://www.kurniayoung.com/2016/08/keselamatan-pasien-patient-safety.html?m=1
http://rsudprambanan.slemankab.go.id/2015/08/11/6-sasaran-keselamatan-pasien/
http://www.academia.edu/8043649/sasaran_keselamatan_pasien_rumah_sakit
Patient Safety | 13