Uji KLT Dengan Berbagai Eluen
Uji KLT Dengan Berbagai Eluen
Uji KLT Dengan Berbagai Eluen
PRAKTIKUM FITOKIMIA
TUGAS VI
NIM/Kelas : 201510410311139/Farmasi C
2018
6.1 TUJUAN
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen dengan harga Rf
E. Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah
dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah
ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi
fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan
sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume
fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng
sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan
penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase
gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa
fase gerak telah jenuh (Gandjar & Rohman, 2007).
F. Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika.
Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan
suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara
fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara
pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar
ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat
bercak akan terlihat jelas (Gandjar & Rohman, 2007).
Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV di
bawah sinar UV 254 nm, indikator pada plat KLT akan memancarkan warna
hijau dan pada UV 366 nm akan memancarkan warna ungu. Komponen yang
menyerap cahaya pada 254 atau 366 nm akan tampak sebagai bercak gelap
pada plat yang bercahaya (Gibbons, 2006).
G. Nilai Rf
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin
besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis
tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi
kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut
kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat
kromatografi lapis tipis ( Handayani, 2008).
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa.
Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart
dari senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki
karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda,
senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.
Namun perbedaan perlakuan dalam percobaan kromatografi lapis tipis juga
akan mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi (Parmeswaran, 2013).
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem
yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gholib, 2007).
Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan
adanya pelaru tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang
saling berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat berkompetisi
dengan analit untuk terikat pada permukaan silika gel. Dengan demikian,
jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan berinteraksi
kuat dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan sedikit tempat bagi
analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit akan bergerak cepat
melewati fasa diam dan keluar dari kolom tanpa pemisahan. Dengan cara yang
sama, gugus polar pada pelarut dapat berinteraksi kuat dengan gugus polar
dalam analit dan mencegah interaksi analit pada permukaan silika gel.
Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepat meninggalkan fasa diam.
Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk kromatografi dapat
dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik ( ) dan momen dipol ( )
pelarut. Semakin besarε δ kedua tetapan tersebut, semakin polar pelarut
tesebut. Sebagai tambahan, kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan
fasa diam harus dipertimbangkan (Tim Penyusun, 2010).
I. Uraian Bahan
1. Kolesterol
Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah,
berwarna kekuningan dan berupa seperti lilin, yang diproduksi oleh
hati dan sangat diperlukan oleh tubuh. Kolesterol termasuk golongan
lipid yang tidak terhidrolisis dan merupakan sterol utama dalam
jaringan tubuh manusia. Kolesterol mempunyai makna penting karena
merupakan unsur utama dalam lipoprotein plasma dan membran
plasma serta menjadi prekursor sejumlah besar senyawa steroid (City
& Noni, 2013).
Larut dalam dietil eter, aseton. Sangat sedikit larut dalam air
dingin. Kelarutan dalam air: 0.2mg / 100ml atau 0.2% Sedikit larut
dalam alkohol; lebih larut dalam alkohol panas. Larut dalam kloroform,
piridin, benzena, petroleum eter, minyak, lemak, larutan berair garam
empedu. Kelarutan dalam eter: 1 g / 2,8 ml eter. Solubilitiy dalam
kloroform: 1 g / 4,5 ml kloroform. Kelarutan dalam piridina: 1 g / 1,5
ml piridin (Science lab.com).
2. N- Heksan
N-heksana adalah hidrokarbon alkana rantai lurus yang memiliki
6 atom karbon dengan rumus molekul C6H14. Isomer heksana tidak
reaktif dan digunakan sebagai secara luas sebagai pelarut inert dalam
reaksi organik karena heksana bersifat sangat tidak polar. N-heksana
dibuat dari hasil penyulingan minyak mentah dimana untuk produk
industrinya ialah fraksi yang mendidih pada suhu 65-70°C. Heksana
digunakan di laboratorium untuk mengekstrak minyak dan lemak
(Ratih dan Asima, 2009).
3. Etil asetat
Etil Asetat merupakan senyawa organik berumus molekul
CH3COOCH2CH3 adalah zat sintesis dari ethanol dan asam asetat
dengan katalis asam sulfat melalui proses esterifikasi. Etil asetat atau
juga sering disebut sebagai EtOAc mempunyai massa molar
88,12g/mol. Senyawa ini berwujud cairan tidak berwarna dan memiliki
aroma yang khas (Dutia, 2004).
Sifat etil asetat adalah pelarut volatil, biasanya sebagai pelarut
organik, pelarut dalam makanan dan ekstraksi produk farmasi. Dalam
industri, etil asetat digunakan sebagai pelarut untuk memproduksi
resin, tinta dll (Chien et al., 2005).
4. Kloroform
Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas, rasa manis
dan membakar. Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut
dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut
organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak (Depkes RI,
1979).
5. Metanol
Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas. Dapat bercampur dengan
air, membentuk cairan jernih tidak berwarna. Kegunaan sebagai
pengendap protein (Depkes RI, 1979).
Tabel Indeks Polaritas Pelarut
6.3 PROSEDUR KERJA
Kolesterol serbuk
A B C D
A B C D
A B C D
A B C D
Sinar UV 254 nm
K-E (4:1)
K-M (4:1)
H-E (1:1) H-E (4:1)
Sinar UV 365 nm
Keterangan :
K-M (4:1)
K-E (4:1)
H-E (4:1)
H-E (1:1)
Sinar UV 365 nm
6.9 KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Consden, Gordon dan Martin 1994. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia,
Jakarta.
Ratih dan Asima, 2009. Pengaruh Pelarut Heksana Dan Etanol, Volume Pelarut, Dan Waktu
Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi. Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16,
Januari 2009.
TimPenyusun.2010. Penuntun Praktikum Kimia Organik Farmasi. Lab. Kimia Organik
FMIPA ITB. Bandung
Sa’adah, Lailis. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L.). Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri :
Malang.