Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Referat Pseudofakia Bulosa Keratopati Gege

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

PSEUDOPHAKIC BULLOUS KERATOPATHY

Disusun oleh:
Putri Shabrina Amalia
1102013235

Pembimbing:
dr. Hj. Elfi Hendriati Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU MATA


PERIODE 19 NOVEMBER – 22 DESEMBER 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSU dr.Slamet, Garut
I. Pendahuluan

Pseudophakic bullous keratopathy / Pseudofakia bulosa keratopati adalah


komplikasi dari operasi katarak dengan implantasi lensa intraokuler dan merupakan
indikasi untuk transplantasi kornea . Penyakit ini ditandai dengan terdapat edema
kornea kronis yang di sebabkan oleh disfungsi sel endotel kornea dan terdapat bula
(lepuh) pada subepitel. Penyakit ini juga ditandai dengan fibrosis yang luas dengan
abnormal deposisi protein matriks ekstraselular , tenascin – C dan fibrilin. Selain
itu, pseudofakia bulosa keratopati sering disertai dengan jaringan parut dan
neovaskularisasi.1
Insiden dari pseudofakia bulosa keratopati sampai saat ini belum diketahui.
Namun , diperkirakan bahwa 0,1 % dari pasien yang menjalani operasi katarak akan
mendapatkan masalah ini. Pasien usia tua dengan disfungsi endotel kornea memiliki
risiko tinggi terjadinya penyakit tersebut.5
Sub epitel bentuk bula berisi cairan pada permukaan stroma kornea lapisan
yang lebih dalam dari kornea) membengkak yang dapat menyebabkan
menyebabkan ketidaknyamanan mata, penurunan ketajaman visual, silau dan
fotofobia. Kadang-kadang bula pecah, menyebabkan rasa sakit dan sensasi benda
asing. Bakteri dapat menyerang sebuah bula yang pecah, yang akhirnya dapat
menyebabkan ke ulkus kornea.5
Tujuan terapi medis dari pseudofakia bulosa keratopati adalah mencoba
untuk menimalisir edema kornea dan gejala yang terkait dengan penurunan
penglihatan pada pasien.2 Penggunan cairan hipertonik seperti Natrium klorida 5%
dapat berfungsi untuk membantu menarik cairan dari kornea.1,8
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, dan melindungi mata dari trauma
maupun infeksi. Bagian anterior kornea berbentuk lonjong (diameter horizontal
11,7 mm dan diameter vertical 10,6 mm), bagian posterior kornea berbentuk
bundar (11,7 mm).2
Ketebalan bagian tengah kornea adalah 0,52 mm, sedangkan ketebalan
perifer 0,67 mm. 1/3 bagian tengah kornea dikenal sebagai zona optikal. Indeks
refraktif kornea sebesar 1,37, dan kekuatan dioptric dapat mencapai +43 hingga
+45 D. Terdapat 2 fungsi utama kornea, yakni sebagai media refrakter dan
melindungi bagian di intraocular. 2
Kornea adalah bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis.4
1. Epitel
 Tebalnya 50µm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.3 Sel-sel ini dapat beregenerasi dalam 7 hari jika terjadi
kerusakan.2
 Pada basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan makin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dael
polygonal di depannya melalui desmosome dan macula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.4
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren. 4
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.3
2. Membran Bowman
 Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. 4
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.3 Oleh karena itu, hal
ini menyebabkan terjadinya opasitas kornea yang permanen.2
3. Stroma
 Membentuk 80% ketebalan kornea. Komponen aktifnya ialah air
(75%). Dari berat keringnya, 70% adalah kolagen (tipe I, IV, V, VI),
dan sisanya adalah substansi dasar proteogilcan (chrondroitin sulfat
dan keratan sulfat).3
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan lainya, pada permukaan terihat anyaman yang teratur
sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.4
4. Membrana Descemet
 Membran Descemet terdiri dari fetal anterior banded zone (yang
telah ada sejak lahir) dan posterior nonbanded zone (diproduksi oleh
endotel).2
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea yang dihasilkan oleh sel endotel dan merupakan membran
basalnya.3
 Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.3
5. Endotel
 Endotel terdiri dari sel hexagonal yang membentuk mosaik yang
berkesinambungan yang dapat dilihat dengan menggunakan spectral
microscopy. Endotel tidak dapat beregenerasi. Kehilangan sel sesuai
dengan menuanya usia digantikan dengan pembesaran dan migrasi
sel disekitarnya.3
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20
– 40 µm. Endotel melekat pada membrane descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.3

Gambar 1. Struktur Lapisan Kornea (sumber : Basic Ophtamology)

Kornea adalah struktur yang avascular. Sehingga kornea mendapatkan


nutrisi dari :
1. Pembuluh darah perilimbus – Arteri siliaris anterior yang masuk ke
dalam limbus kornea setebal 1 mm
2. Aqueous humor – menyuplai glukosa dan nutrient lain dengan cara
difusi sederhana atau transport aktif
3. Oksigen dari udara di atmosfer melalui selaput airmata (tear film).2

Kornea di persarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan ke
suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrane bowman
melepaskan selubung schwannya. Seluruh lapis epitel di persarafi sampai pada
kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin
ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah di potong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.3
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea.3

III. Pseudophakic bullous keratopathy / Pseudofakia bulosa keratopati


3.1 Definisi
Pseudophakic bullous keratopathy / Pseudofakia bulosa keratopati adalah
penyakit yang di sebabkan oleh komplikasi dari operasi katarak dengan implantasi
lensa intraokuler dan merupakan indikasi untuk transplantasi kornea. Hal ini dapat
terjadi segera setelah operasi atau beberapa waktu - bahkan bertahun-tahun
kemudian. Setelah operasi katarak, kepadatan sel endotel dapat terus menurun
dalam waktu 3 bulan-1 tahun.6
Penyakit ini ditandai dengan adanya edema kornea kronis yang di sebabkan
oleh disfungsi sel endotel kornea dan terdapat bula (lepuh) pada subepitel. Penyakit
ini juga ditandai dengan fibrosis yang luas dengan abnormal deposisi protein
matriks ekstraselular , tenascin – C dan fibrilin. Terdapat pula peningkatan kadar
IL-2, IL-8, TGF-β dan bone marrow factor-4 (BMP-4). Selain itu , Pseudofakia
bulosa keratopati sering disertai dengan jaringan parut dan neovaskularisasi.1
Normalnya, kepadatan sel endotel >3500 sel/mm2 pada anak-anak dan akan
menurun bertahap sesuai usia hingga sekitar 2000 sel/ mm2 pada orang tua dan 2400
sel/ mm2 pada orang dewasa. Jumlah sel endotel berkurang 0,6% per tahun.1 Pada
keratopati bulosa kepadatan sel endotel dapat hanya sekitar 300-500 cells/mm2.7

Gambar 2 : Pseudofakia bulosa keratopati. Bula multiple. (Sumber : Medscape.com)


Gambar 3. Gambaran bula pada kornea (Sumber : Medscape.com)

Gambar 4. Pseudofakia bulosa keratopati; pada pasien ini memiliki loop tertutup lensa intraocular
ruang anterior (Sumber : Medscape.com)

3.2 Epidemiologi
Angka kejadian dari pseudofakia bulosa keratopati sampai saat ini belum
diketahui. Namun, diperkirakan bahwa 0,1% dari pasien yang menjalani operasi
katarak akan mendapatkan masalah ini. Dari tahun 1984-1989, pseudofakia bulosa
keratopati dan afakia bulosa keratopati menyumbang banyak transplantasi kornea
(sekitar 33%) yang dilakukan di Amerika Serikat. sejak saat itu, jumlah kasus
mengalami penurunan, meskipun terjadi peningkatan jumlah operasi katarak secara
keseluruha. Pasien usia tua dengan disfungsi endotel kornea memiliki risiko tinggi
terjadinya penyakit tersebut.5
Angka kejadian penyakit tersebut pernah di data pada daerah Canada, UK,
Scandinavia dan Australia. Belum ada data yang menyebutkan apakah angka
kejadian pseudofakia bulosa keratopati berhubungan dengan jenis kelamin atau
tidak.5

3.3. Patofisiologi
Sebab utama dari keratopati bulosa adalah hilangnya sel endotel karena
trauma operasi katarak, terutama pada pasien berusia >60 tahun dengan atau tanpa
implantasi lensa.1
Keratopati bulosa adalah salah satu gangguan kornea yang disebabkan oleh
dekompensasi endotel yang menyebabkan kegagalan endothelium kornea untuk
mempertahankan keadaan normal kornea. Lapisan endothelium dan epitelium
kornea adalah lapisan sel tunggal yang membentuk barrier antara lapisan stroma
kornea dan aquous humour. Kedua lapisan tersebut merupakan membrane
semipermeable. Barier tersebut akan mengalirkan air dan elektrolit ke kornea.
Barier dan fungsi pompa ion dari endotel kornea akan membantu regulasi hidrasi
lapisan stroma. Namun, hal terpenting dari deturgescence kornea ialah pompa ion
di endotel yang akan memelihara keseimbangan antara pembengkakan tekanan
lapisan stroma dan kelebihan ion dari tekanan aquous humour.5
Deturgescence kornea dipertahankan oleh Na-K-ATP-ase dan tight
junctions di antara sel endotel yang membatasi masuknya cairan. Kejernihan kornea
dipertahankan dengan mengeluarkan cairan dari stroma dan membatasi masuknya
cairan, dan susunan kolagen yang teratur. Jika terjadi defisiensi endotel, maka akan
terjadi kelonggaran tight junctions yang akan mengakibatkan peningkatan aliran
cairan kedalam stroma. Namun, konsentrasi Na-K-ATP-ase akan tetap tinggi
sebagai mekanisme kompensasi untuk mengeluarkan cairan.1
Dalam beberapa penelitian di ketahui bahwa pada penyakit ini
menimbulkan peningkatan produksi mRNA untuk interleukin (IL) -1 alpha dan IL-
8.6
Faktor usia, trauma, glukoma, implantasi tipe lensa intraocular tertentu,
penyakit sistemik, operasi katarak dapat mengurangi kepadatan sel endotel dan
menyebabkan edema pada lapisan stroma dan ketajaman penglihatan akan
berkurang serta menimbulkan gejala lain seperti fotofobia, nyeri, epifora,
neovaskularisasi kornea.7 Kadang-kadang bula dapat pecah , menyebabkan rasa
sakit dan sensasi benda asing . Bakteri dapat menyerang sebuah bula yang pecah ,
yang dapat menyebabkan ulkus kornea.6

Kegagalan fungsi sel endotel

Edema lapisan stroma (mulai menimbulkan


gejala klinis)

Lapisan subepitel terisi dengan ‘bula’

Keratopati bulosa

3.4 Etiologi
Terdapat beberapa penyebab terjadinya keratopati bulosa, terdiri dari :
a. sindrom endotel herediter kongenital
b. distrofi polimorf posterior
c. sindrom chandler & sindrom cogan-reese
merupakan contoh perubahan klinis yang di tandai dengan abnormalitas
endotel kornea yang menyebabkan iris atropi, secondary angle-closure
glaucoma, dan edema kornea.
d. glukoma sudut sempit
e. Herpes zoster ophthalmicus, endotheliitis, uveitis, and keratitis
f. Epstein-Barr virus keratitis
g. Penolakan transplantasi kornea
h. Trauma bedah pada saat katarak , glaukoma , atau prosedur bedah
intraocular lainnya
i. Implantasi lensa
j. Keratoplasti
k. Trauma tumpul
l. Uveitis kronis dengan keratitis presipitasi
m. Trauma endotel
n. Komplikasi Myopic intraocular contact lens (ICL)
o. Sindrom toksik segmen anterior
p. Chamber anterior datar. 5

Etiologi dari pseudofakia bulosa keratopati adalah :


a. Trauma pasca operasi (katarak)
Trauma pasca operasi katarak dapat berhubungan dengan
pengurangan jumlah sel endothelial. Teknik modern ekstraksi
katarak (misalnya fakoemulsifikasi ) berhubungan dengan hilangnya
sel endotel dari sekitar 4-10% ; Namun, pada setiap pasien,
hilangnya jumlah sel dapat bervariasi. Hilangnya sel endotel juga
berhubungan dengan ukuran insisi dan lokasinya, kepadatan
nucleus, total energi ultrasound yang digunakan, dan volume irigasi
pada mata saat operasi.Diabetes juga merupakan faktor rusaknya
endotel.5
b. Kerusakan endotel kornea
c. Inflamasi intraocular
Inflamasi terutama berhubungan dengan irititis dan uveitis dapat
mempengaruhi fungsi endotel kornea.4
d. Sublukasi lensa intraocular
Sering terjadi pada penggunaan lensa intraocular closed-loop
anterior chamber. Lensa ini bersifat kaku dan mengikis jaringan
uvea sehingga menyebabkan inflamasi dan kehilangan sel endotel
terus menerus. Lensa yang kaku juga menyebabkan penempelan
terhadap endotel.
e. Disfungsi endothelial.5
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis dari pseudofakia bulosa keratopati adalah sebagai
berikut :
a. Penglihatan kabur
b. Penglihatan memburuk pada pagi hari dan membaik pada siang hari
c. Edema macular sistoid
d. Nyeri (disebabkan oleh bula yang rupture)
e. Sensasi benda asing
f. Fotofobia
g. Lepuh (bula) pada permukaan kornea dan lipatan descement.5

Penglihatan penderita menjadi kabur, yang paling buruk dirasakan pada


pagi hari tetapi akan membaik pada siang hari. Ketika tidur kedua mata terpejam
sehingga cairan tertimbun di bawah kelopak mata dan kornea menjadi lebih basah.
Jika mata dibuka, cairan berlebihan ini akan menguap bersamaan dengan air mata.5
Pada stadium lanjut akan terbentuk lepuhan berisi cairan (bula) pada
permukaan kornea. Jika bula ini pecah, akan timbul nyeri yang hebat dan hal ini
meningkatkan resiko terjadinya infeksi kornea (ulserasi).5

Gambar 5. Perubahan kondisi pada kornea


3.6 Pemeriksaan
1. Slit Lamp dengan menggunakan tes fluorescein
Dengan menggunakan pemeriksaan slit lamp yang dapat di cek
adalah :
- Kornea ‘bulae’
- Posisi IOL (intraocular lensa)
- Vitreous menyentuh endothelium
- Intraocular pressure
Pada pemeriksaan ini dapat diketahui adanya lepuhan, pembengkakan
dan pembuluh darah di dalam stroma.8
Pewarnaan kornea dengan fluorescein sangat berguna dalam
mendiagnosis suatu defek pada epitel kornea, mengecek posisi lensa
intraocular, mengevaluasi inflamasi pada mata dan distrofi endotel
kornea. Cara pemeriksaannya adalah kertas fluorescein dibasahi dengan
garam fisiologis, lalu di letakkan pada sakus konjungtiva inferior.
Penderita dimita untuk menutup matanya selama 20 detik, kemudian
kertas diangkat dan dilakukan irigasi konjungtiva dengan garam
fisiologik. Kemudian permukaan kornea di lihat dengan menggunakan
sinar biru, apabila terlihat warna hijau maka terdapat defek pada epitel
kornea. Dikatakan positif bila terdapat pooling yang berwarna kehijauan
saat di periksa dengan sinar biru, pemeriksaan ini sangat di butuhkan
apabila terdapat kecurigaan atau keraguan apakah memang terdapat
sikatrik atau adanya defek epitel kornea.4

2. Pemeriksaan dilatasi fundus


Pemeriksaan dapat dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat
edema macula kistoid atau inflamasi vitreous.8

3. Pemeriksaan mikroskopi speculer


mikroskop specular merupakan metode fotografi yang dapat menilai
endotelium secara in vivo. Lampu diproyeksikan ke kornea, dan tercermin
gambar dari (misalnya, endothelium, humor aqueous) yang dapat
divisualisasikan. Densitas sel yang normal bervariasi dari 3000-3500
sel/mm2 pada orang dewasa muda untuk 2000-2500 sel/mm2 pada orang
tua. Kornea dengan kepadatan sel kurang dari 1000 sel/mm2 berada pada
risiko sedang hingga tinggi mengembangkan edema kornea setelah operasi
intraokular. Instrumen mendigitalkan dan menganalisa foto-foto tersebut,
menilai parameter seperti koefisien variasi dan persentase sel heksagonal
yang normal. Kedua angka ini mewakili cara mengukur polimorfisme dan
polymegathism (yaitu, variasi dalam ukuran sel dan bentuk) pada lapisan
endotel. Sel endotel yang menunjukkan variabilitas yang besar dalam
ukuran dan bentuk yang dianggap berada di bawah stres fisiologis dan
abnormal. Pada pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi ‘warts dan guttae’
yang dapat di temukan pada penyakit fuchs dystrophy.5

Gambar 5. Gambaran kornea normal pada mikroskop specular (Sumber : Medscape.com)


Gambar 6. Mikroskop specular mengilustrasikan tentang polimorfisme dan
polymegethism (Sumber : Medscape.com)

4. Pemeriksaan in ivo scanning confocal microscopy


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan gambaran
histopatologi lapisan stroma kornea pada pseudofakia bulosa
keratopati.12

Gambar 7. Pasien yang memiliki pseudofakia bulosa keratopati selama 3 tahun. (Sumber :
Histological Evaluation of Corneal Scar Formation in Pseudophakic Bullous Keratopathy.)
a) pada pemeriksaan slitlamp terdapat neovaskularisasi dan jaringan
parut yang padat.
b) Pada pemeriksaan histologi terdapat jaringan parut yang terlihat
makin jelas, neovaskularisasi dan sel yang mengalami inflamasi
c) Pewarnaan masson’s trichrome
d) Pewarnaan Van Gieson.
Pada pemeriksaan dilakukan untuk mengevaluasi bekas luka
dengan pewarnaan trichrome Masson dan pewarnaan Van Gieson
untuk mengkonfirmasi hubungan antara keparahan perubahan
patologis lapisan stroma dan durasi klinis penyakit. Peningkatan
skor pada bekas luka di lapisan stroma, sel yang mengalami
inflamasi meningkat sejak lebih dari 1 tahun pada grup pseudofakia
bulosa keratopati.12

3.7 Diagnosis Banding


a. Fuchs Endotelial dystrophy
ditandai dengan hilangnya progresif kornea sel endotel , penebalan
membran Descement dan deposisi matriks ekstraselular. Ketika jumlah
sel endotel menjadi kritis rendah , kornea akan membengkak dan
menyebabkan mata akan kehilangan penglihatan . Perjalanan klinis
Fuchs Endotelial dystrophy biasanya mencakup 10-20 tahun. 9
Gambar 8. Fuchs Endotelial Dystrophy (Sumber : MayoClinic.org)

Gambar 9. Gambaran mikroskop specular untuk Fuchs Endotelial Dystrophy (sumber


: Medscape.com)
b. Afakia Bulosa Keratopati
Kondisi dimana terjadi edema kornea yang di sebabkan oleh keadaan
lensa alami yang di angkat tanpa di ganti oleh lensa buatan.5
c. Posterior Polymorphous Corneal Dystrophy
Posterior Polymorphous kornea Dystrophy adalah jenis distrofi kornea ,
yang ditandai dengan perubahan membran dan endotel lapisan
Descemet. Gejala terutama terdiri dari visus penglihatan menurun
karena edema kornea . Dalam beberapa kasus, pasien lain tidak
menunjukkan gejala . analisis histopatologi menunjukkan bahwa sel-sel
endotelium memiliki beberapa karakteristik sel epitel yang telah
menjadi berlapis-lapis. Penyakit ini pertama kali dijelaskan pada 1916
oleh Koeppe sebagai keratitis bulosa interna.5

Gambar 10. Posterior Polymorphous Corneal Dystrophy (Sumber : Medscape.com)

3.8 Tatalaksana
Tujuan terapi medis dari pseudofakia bulosa keratopati adalah
mencoba untuk menimalisir edema kornea dan gejala yang terkait dengan
penurunan penglihatan pada pasien.5 Adapun tatalaksananya sebagai berikut:
-
Penggunan cairan hipertonik seperti Natrium klorida 5% berfungsi untuk
membantu menarik cairan dari kornea. 5.8
-
Terapi anti glukoma yang berfungsi untuk menurunkan tekanan intraocular
(jika lebih dari 20 mmHg) serta untuk menimalkan pembengkakan kornea.
Hindari penggunaan derifat epinefrin dan analog prostaglandin karena
beresiko menimbulkan CME (cystoid macular edema).8
 Agonis alfa-2-adrenergik : dapat menurunkan tekanan
intraocular dengan mengurangi produksi humor aquous.5
 Beta-adrenergic blockers : dapat menurunkan tekanan
intraokular dengan atau tanpa glaucoma. Contoh : Timolol
ophthalmic. 5
-
Bula epitel yang ruptur / pecah dapat di obati dengan menggunakan salep
antibiotic (contoh : eritromisin), cycloplegic (contoh: scopolamine 0,25%),
larutan Na klorida 5%. 8
-
Operasi transplantasi kornea (termasuk reposisi lensa intraocular,
pemindahan , penggantian atau vitrektomi) yang di indikasikan ketika
penglihatan makin memburuk atau keluhan di rasakan semakin nyeri.8
Transplantasi kornea masih merupakan baku emas untuk tatalaksana bulosa
keratopati, karena dapat menghilangkan gejala dan perbaikan penglihatan.1
Pada beberapa penelitian, L-sistein sitemik dapat memfasilitasi
remisi dari edema kornea ketika diberikan pada pasien post-operasi
katarak.1
Terdapat beberapa teknik untuk operasi transplantasi kornea, yakni
Penetrating Keratoplasty (PKP) dimana seluruh lapisan kornea diganti
dengan donor kornea, dan Lamellar Keratoplasty (LK) dimana hanya
sebagian lapisan kornea yang diganti. LK terdiri dari dua tipe yaitu Deep
Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK) yang hasilnya adalah untuk
menggantikan sebagian lapisan anterior kornea termasuk bagian lebih
dalam dari kornea dan Descements Stripping Automated Endothelial
Keratoplasty (DSAEK) yang hasilnya adalah untuk menggantikan lapisan
tipis terdalam dari kornea melalui lubang kecil disertai jahitan sesudahnya.
10

DALK adalah prosedur operasi dimana lapisan anterior kornea


(epitel, membran basal, lapisan Bowman, dan stroma) di eksisi dan
digantikan oleh jaringan kornea donor. DALK dapat menghindari
komplikasi yang berhubungan dengan prosedur operasi “open sky”,
pemulihan post operasi yang lebih mudah dan sedikit resiko penolakan
graft. Dengan DALK, stroma yang patologis dieksisi hingga ke membran
Descemet dan dapat memperbaiki penglihatan. Teknik DALK dapat di
gunakan untuk kasus yang beresiko tinggi terdapat neovaskularisasi dan
kelainan patologi pada lapisan stroma. Resiko kehilangan sel endotel lebih
sedikit. Penggunaan topical steroid dibutuhkan hanya dalam jangka pendek.
DLAK sebaiknya tidak dilakukan kepada pasien yang kepadatan endotelnya
sudah sangat berkurang.10
Teknik DSAEK diindikasikan untuk pasien yang memiliki patologi
kornea yang terletak di posterior kornea yaitu lapisan endotel. Lapisan
endotel kornea adalah monolayer sel yang melekat pada membran
basement. Lapisan endotel yang sehat terdiri dari sel heksagonal dengan
kepadatan 2500-3000 sel / mm. 10
Prosedur PKP masih umum dikerjakan karena prosedur LK lebih
sulit dan memakan waktu. Indikasi PKP adalah penyakit yang mengenai
seluruh lapirsan kornea, penyakit spesifik seperti: keratoconus, pseudofakia
bulosa keratopati, Fuchs endotelial dan distrofi lainnya.11
Gambar 11 : teknik operasi Penetrating Keratoplasty (Sumber : Clinical
Ophtalmology:A Systematic Review)

Namun, PKP dapat menyebabkan perubahan astigmatism yang tak


dapat diprediksi, resiko luka yang tidak menutup, dan hilangnya sel endotel.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Specular Microscopy Ancillary
Study (SMAS), didapatkan bahwa kepadatan sel endotel setelah tindakan
PKP menurun kepadatannya sekitar 70% dalam waktu 5 tahun setelah
tranplantasi.13
Teknik DSAEK dapat menurunkan resiko astigmatism terinduksi,
pemulihan yang cepat dan integritas yang lebih baik dibandingkan dengan
PKP. Seiring waktu, teknik DSAEK merupakan teknik yang paling sering
digunakan.13 Bagian pertama dari prosedur DSAEK meliputi pelepasan
bagian yang tidak sehat dari sel endotel dan membran Descemet. Prosedur
bagian kedua adalah menggantikan jaringan sehat dengan sel yang sehat
dari donor kornea. Seluruh prosedur intraoperatif dilakukan di sekitar 20
sampai 30 menit. Sekitar 30 menit sebelum prosedur DSAEK pasien dibius
dengan obat intravena. Sedasi IV menjadikan pasien benar-benar tidak sadar
untuk sekitar 1 sampai 2 menit. Ketika pasien terbangun, saraf sensorik dari
mata telah diblokir sehingga pasien tidak akan merasakan atau melihat apa-
apa selama prosedur. DSAEK adalah teknik bedah mikro yang dilakukan di
bawah mikroskop operasi khusus. Langkah pertama operasi adalah
membuat insisi kecil (4.5mm) pada posisi jam 12 dari kornea yang
menggunakan perangkat yang disebut keratome. 13
Gambar 12. Teknik Descements stripping automated endothelial keratoplasty (DSAEK)

Selain itu, ada pula teknik lain yang disebut Descemet Membrane
Endothelial Keratoplasty (DMEK) dimana hanya membrane Descemet dan endotel
yang digantikan. DMEK menawarkan pemulihan yang lebih cepat, koreksi
penglihatan yang lebih baik dan resiko penolakan organ yang rendah dibandingkan
DSAEK.5

3.9 Komplikasi
Faktor yang membatasi visi dengan edema cystoid macular , Silindris pasca
operasi , uveitis , dan glaukoma.5

3.10 Prognosis
Prognosis berupa pemulihan visual pada pseufofakia bulosa keratopati PBK
umumnya baik. Sekitar 90 % dari pasien yang menjalani prosedur ini
mempertahankan cangkok kornea secara baik.5
IV. Kesimpulan
Pseudophakic bullous keratopathy / Pseudofakia bulosa keratopati adalah
penyakit yang di sebabkan oleh komplikasi dari operasi katarak dengan implantasi
lensa intraokuler dan merupakan indikasi untuk transplantasi kornea. Penyakit ini
ditandai dengan terdapat edema kornea kronis yang di sebabkan oleh disfungsi sel
endotel kornea dan terdapat bula (lepuh) pada subepitel.
Penyakit ini di sebabkan oleh kegagalan endothelium kornea untuk
mempertahankan keadaan normal kornea. Dalam beberapa penelitian di ketahui
bahwa pada penyakit ini menimbulkan peningkatan produksi mRNA untuk
interleukin (IL) -1 alpha dan IL-8. Penyakit ini juga ditandai dengan fibrosis yang
luas dengan abnormal deposisi protein matriks ekstraselular, tenascin–C dan
fibrilin. Terdapat pula peningkatan kadar IL-2, IL-8, TGF-β dan bone marrow
factor-4 (BMP-4). Selain itu , pseudofakia bulosa keratopati sering disertai dengan
jaringan parut dan neovaskularisasi.
Manifestasi klinis yang muncul di antaranya adalah penglihatan penderita
menjadi kabur, yang paling buruk dirasakan pada pagi hari tetapi akan membaik
pada siang hari. Edema, nyeri dan fotofobia.
Prinsip tatalaksana adalah untuk menimalisir edema kornea dan gejala yang
terkait dengan penurunan penglihatan pada pasien. Tatalaksana pseudofakia bulosa
keratopati terbagi kedalam medikamentosa dan operatif yakni dengan transplantasi
kornea. Transplantasi kornea masih merupakan tatalaksana baku emas. Teknik
untuk transplantasi kornea terbagi ke dalam Penetrating Keratoplasty (PKP) dan
Lamellar Keratoplasty (LK). LK terbagi lagi menjadi teknik Deep Anterior
Lamellar Keratoplasty (DALK) dan Descements Stripping Automated Endothelial
Keratoplasty (DSAEK). Ada pula teknik Descemet Membrane Endothelial
Keratoplasty (DMEK) dimana hanya membrane Descemet dan endotel yang
digantikan.
Prognosis pada pseudofakia bulosa keratopati umumnya baik, dimana
sekitar 90 % dari pasien yang menjalani prosedur ini mempertahankan cangkok
kornea secara baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Stefan, P., Sanziana, I., Liliana, V., et al. Pseudophakic bullous keratopathy.
Romanian Journal of Ophtalmology. 2017. Volume 61. Page 90-94
2. Tsai, JC., Denniston, A., Murray, P., et.al. Oxford American Handbook of
Ophtalmology. 1st ed. USA: Oxford University Press. 2011. Page 160-161
3. Jogi, Renu. Basic Ophtalmology. 4th ed. India: Jaypee Brothers Medical
Publishers. 2009. Page 107-108
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2013.
5. Taravella, M., Director of Cornea and Refractive Surgery, Rocky Mountain
Lions Eye Institute; Professor, Department of Ophthalmology, University
of Colorado School of Medicine. [online]
http://emedicine.medscape.com/article/1193218-overview. Diakses tanggal
24 November 2018.
6. Fust, A., Csuka D., Suveges, I., et.al. Complement Activation in the Aqueous
Humor of Pseudophakic Bullous Keratopathy Patients. Ophthalmic
Research. 2013. Page 161-166
7. Feinbaum, C., Barisic, A. Temporary Relief of Pain and Improved Vision in
Patient with Bullous Keratopathy by Increasing Micro-Environment with a
Specially Designed Soft Contact Lens Resulting in Decrease of Corneal
Oedema and Pain Relief. EC Opthalmology. 2016. Vol. 3.4. Page 339-342
8. Kunimoto, DY., Kanitkar, KD., Makar, MS. Office and Emergency Room.
Diagnosis and Treatment of Eye Disease. In: The Wills Eye Manual. Fourth
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. Page 79-82
9. Elhalis, H., Azizi, B., Jurkunas, UV. Fuchs Endothelial Corneal Dystrophy.
Boston : NIH Public Access. 2010. Page 173-184
10. Mathur, CV., Parihar, BJKS., Srivastava, BVK., et,al. Clinical evaluation
of Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK) for stromal corneal
opacities. Medical Journal Armed Forces India. 2013. Page 21-26
11. Kanski, JJ., Bowling, B. Clinical Ophtalmology: A Systemic Approach. 7th
ed. UK: Elsevier. 2011. Page 240-241
12. Liu, T., Xu, Y., Sun, D., Xie L. Histological Evaluation of Corneal Scar
Formation in Pseudophakic Bullous Keratopathy. PLos One. 2012. VOL
7.6.
13. Price, MO., Gorovoy, M., Benetz, BA.,et al. Descemet’s Stripping
Automated Endothelial Keratoplasty Outcomes Compared with
Penetratring Keratoplasty from the Cornea Donor Study. Ophtalmology.
2010. Page 438-444

Anda mungkin juga menyukai