Amnesia
Amnesia
Amnesia
Aku kehilangan ingatanku semejak kecelakaan itu, padahal memori merupakan aset berharga
yang dimiliki seseorang. Katanya, aku terjatuh dari tangga di sekolahku dan katanya pula, ada
yang mendorongku hingga jatuh. Akan tetapi, aku tidak bisa mengingat apa-apa, entah itu
namaku, umurku, keluargaku, sahabatku, dan keseharianku. Kenyataan bahwa aku
mengalami amnesia memang bukan suatu hal yang mudah diterima dan kedua orangtuaku
dibuat sangat terpukul oleh hal ini. Aku masih mengingat betul wajah kedua orangtuaku saat
aku tidak mengenal mereka, histeris tampaknya.
Setelah beberapa bulan di rumah sakit, akhirnya aku dapat kembali menjalani kehidupanku
pada normalnya. Ternyata aku merupakan siswi yang duduk di bangku SMA dan namaku
adalah Darla. Menjalani keseharian tanpa ingatan memang menyulitkan, namun dengan
bantuan orangtua dan teman sekelasku, hal yang menyulitkan tidak lagi menyusahkan diriku.
Hari ini, aku kembali pergi ke sekolah dengan anggapan supaya aku dapat mengingat kembali
memoriku yang hilang. Setelah sekian lama berada di rumah sakit, akhirnya aku masuk ke
kelasku kembali. Sapaan hangat dari teman-teman sekelasku membuat hatiku gembira,
apalagi mengetahui bahwaa mereka semua ramah terhadap diriku.
“Darla! Akhirnya kamu baikan juga yaa,” seru seorang perempuan berambut pendek yang
sedang berjalan ke arahku. Dalam hati, aku bertanya-tanya tentang identitas orang ini.
“Kau tidak apa-apa? Kudengar kau mengalami amnesia,” berdampingan dengan perempuan
berambut pendek itu, seorang perempuan lainnya berkata kepadaku. Dilihat, tampaknya
kedua orang ini adalah sahabat.
“Terimakasih sudah menanyakan. Aku tidak apa-apa kok,” aku menjawab mereka berdua
dengan senyuman halus. “Umm, boleh tahu kalian ini siapa?”
Teman-teman sekelasku juga dengan ramah mau menolongku. Namun, tidak semuanya. Ada
satu siswi yang tampak aneh bagiku. Ia tidak pernah mau mengobrol denganku dan setiap
kali aku mencoba untuk menghampirinya, ia tampak ketakutan lalu pergi begitu saja.
Sebenarnya, apakah ada sesuatu yang terjadi di antara kami? Atau apakah aku pernah berbuat
salah padanya? Ada yang tidak beres tampaknya.
“Hei Linda, Erna,” aku memanggil kedua sahabatku, berusaha bertanya dan mencari
informasi mengenai siswi itu.
“Oh, kamu maksud si Wanda? Dari dulu dia memang cewek aneh. Terus, dia itu juga sering
jadi korban bully karena sikap anehnya itu,” jelas Erna kepadaku. Linda sendiri mengangguk
setuju.
“Terus ya, kamu harus tahu ini, Darla. Waktu hari kecelakaanmu di tangga, Wanda ada di
situ loh. Tampaknya dia yang mendorongmu. Itu sih rumor yang kudengar, tapi bisa saja
benar. Hati-hati kamu, Darla,” tambah Linda kepadaku.
Setelah percakapan itu, aku mulai bertanya-tanya akan kebenaran rumor itu. Aku juga jadi
penasaran tentang kecelakaanku dan siapa yang tega berbuat seperti itu kepadaku. Lalu, aku
pun mulai mencari informasi dari Linda dan Erna mengenai orang yang mungkin berbuat
seperti itu. Dugaan pertamaku, yang pasti adalah Wanda. Bukan hanya memberikan tatapan
aneh itu, rumor mengenainya sebagai pelaku kecelakaanku membuatku curiga.
Dugaanku selanjutnya adalah Maria. Ternyata, setelah kecelakaanku, ia tidak berani datang
ke sekolah. Entah apa alasannya, namun sampai sekarang ia masih saja tidak ke sekolah. Ini
tampak mencurigakan, apalagi setelah Linda dan Erna bercerita bahwa Maria adalah
musuhku. Katanya, Maria adalah siswi cantik yang populer, namun setelah aku masuk ke
sekolah ini, ia tersaingi olehku dan menaruh dendam padaku.
Lalu, juga ada pria satu ini bernama Hans. Aku juga menaruh dugaan padanya karena setelah
diceritakan, ia adalah stalkerku. Sempat, waktu itu ia menyatakan cinta padaku, namun aku
menolaknya. Karena itu, ia bisa saja mencelakakanku dengan motif balas dendam.
Semakin ku bertanya kepada kedua temanku ini, semakin aku mendapati bahwa musuhku
ternyata banyak. Hal ini makin memperluas orang-orang yang mencelakakan aku. Tapi,
untung saja aku punya teman sebaik Linda dan Erna yang mau saja membantu aku.
Waktu pun menunjukkan pukul tiga dan akhirnya waktunya untuk pulang. Aku pamit duluan
kepada kedua sahabatku, karena jika pulang terlalu larut, orangtuaku pasti khawatir. Dengan
itu, aku keluar dari kelas dan berencana untuk pulang. Langkahku terhenti ketika aku hendak
berjalan melalui sebuah tangga. Tampaknya, inilah tempat kecelakaanku. Aku mengamat-
amatinya sebentar, namun aku tidak bisa mengingat apa-apa. Kukira, dengan pergi ke tempat
kejadian, aku dapat mengingat seusatu.
“Darla!” aku mendengar seseorang memanggil namaku dari belakang. Suaranya terdengar
penuh dengan keraguan dan ketakutan. Saat kulihat dari siapa asal suara itu, aku melihat
Wanda. Tiba-tiba perasaanku menjadi buruk. Teringat kembali rumor-rumor itu. Bagaimana
bila ia ke sini untuk mendorongku dari tangga lagi? Tampaknya, Wanda dapat merasakan apa
yang terjadi. Langsung saja ia berusaha meyakinkanku.
“Darla, dengarkanlah aku. Aku bukanlah orang yang mendorongmu!” Selagi ia berbicara, aku
berusaha menatap matanya dan entah mengapa, aku yakin bahwa ia tidak berbohong.
“Dan ini, bacalah,” ia memberikanku selembar kertas. “Bacalah, dan kau akan mengerti. Aku
tidak bisa menceritakannya langsung karena aku tidak boleh berlama-lama bersamamu.
Takutnya, orang itu akan melihat kami bersama.”
“Siapa? Orang itu?” Aku bertanya padanya dengan penuh tanda Tanya.
“Kau akan mengerti nanti. Pokoknya cepat baca kertas itu dan pergi dari sekolah ini. Ia akan
mencoba untuk membunuhmu lagi! Sampai jumpa, Darla. Berati-hatilah,” Dengan itu,
Wanda langsung mengangkat kakinya dan pergi dari hadapanku. Aku masih bingung tentang
apa yang terjadi, namun aku mengikuti perkataan Wanda dan membaca surat yang ia beri. Isi
surat itu begitu mengejutkan. Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayai apa yang ia tulis
atau tidak. Jika memang benar, aku benar-benar dalam bahaya. Aku pun langsung berjalan
menuju tangga untuk pulang.
Namun, tiba-tiba aku tidak bisa merasakan kakiku di lantai. Aku telah didorong! Seakan
waktu berjalan lambat, aku dapat merasakan tubuhku terjatuh dan menghantam kerasnya
lantai. Darahku perlahan mengalir dari kepalaku, benar-benar nyata rasanya. Tanganku
menggenggam kertas yang Wanda berikan kepadaku, dengan tulisan yang berantakan karena
terburu-buru, beginilah isinya:
‘Darla, aku tidak bisa berbasa-basi seperti yang biasa kita sering lakukan. Aku sempat
mendengar percakapanmu dengan orang-orang itu. Aku ingin memberitahu kamu bahwa
bukanlah aku yang mencelakakanmu! Bukan juga Hans dan bukan juga Maria! Kau mungkin
tidak ingat, tapi aku dan Maria adalah sahabatmu, bukan mereka! Dan Hans bukan
penguntitmu, tapi dia adalah kekasihmu. Yang mencelakakanmu itu adalah orang-orang itu.
Orang-orang yang sering kita bully itu. Mendengar kejadian yang menimpamu, Maria jadi
ketakutan untuk datang ke sekolah, begitu pun aku. Namun, aku berusaha keras untuk datang
supaya dapat mengingatkanmu. Mereka hendak membunuhmu. Saat mereka tahu kau masih
hidup, mereka akan terus mencelakakanmu. Waspadalah!’
Tampaknya, memang benar apa yang Wanda tuliskan padaku. Akulah yang selama ini terlalu
bodoh untuk percaya, percaya kepada kebaikan mereka. Sebelum matakku tertutup rapat, aku
dapat melihat figur dua orang perempuan yang sedang berdiri di atas tangga. Tentu saja, itu
adalah Linda dan Erna. Akan tetapi, bukan hanya mereka. Aku dapat melihat teman-teman
sekelasku tersenyum puas sebelum aku benar-benar kelihangan kesadaranku.
Cerpen Amnesia merupakan cerita pendek karangan Yuuki Hikari, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.