Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Zombie Kuliah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Zombie Kuliah

Akibat dari liburan yang panjang setelah gue selesai ujian akhir semester akhir kemarin. Gue
jadi gak bisa tidur malam lagi melainkan pagi sekitar pukul 5 atau 6. Jujur aja buat bangun pagi
lagi itu susah banget sampai pada akhirnya gue merelakan satu hari gue yang dimana hari
pertama gue kuliah untuk tidak tidur karena takut telat atau tidak bangun.

Pas udah pagi pun gue keluar kamar dan nyokap lagi masak.

“Eh kamu ky, tumben udah bangun?” tanya mama dengan masih memakai daster.

“Iya nih ma mau kuliah soalnya.” Ujar gue, padahal bukan udah bangun melainkan belum
tidur.

“Ya udah gih kamu mandi sana.”

Setelah siap-siap gue pun berangkat kuliah membawa motor kesayangan gue si biru. Sumpah
pas mata kena matahari tuh rasanya pedas gak karuan. Untungnya aja gue selalu bisa
mengkhayal di pikiran gue jadi gue bisa tahan ngantuk gue sampai gue bisa tiba di kampus.

Pas di tengah jalan gue pun baru sadar kalo bensin gue menjelang habis. Satu hal yang paling
gue males adalah isi bensin, entah kenapa gue juga gak tahu. Sesampainya di pom bensin
ternyata lumayan ngantri, sekitar 4 motor di depan gue. Salah satunya terdapat Ibu-ibu di
depan gue yang kelihatannya bawel banget.

“Mas kok ini saya isi bensin baru 2 hari udah habis ya?.” Tanya Ibu tersebut sambil ngambil
duit di kantongnya.

“Maaf sebelumnya ibu isi bensinnya berapa liter ya?” Tanya petugas tersebut.

“Ya Cuma sepuluh ribu sih mas?” Ujar ibu tersebut dengan senyum tipis ngeselin.

“Oh gitu ya bu.” Ujar petugas dengan senyum rasa menyesal sudah nanya ke Ibu tersebut.
Mungkin kalo gue jadi petugasnya udah gue siram pake bensin. Kejadian yang bikin gue
geleng-geleng kepala di pom bensin. Ternyata Ibu-Ibu itu gak hanya ngeselin di jalan tapi juga
ngeselin di pom bensin.

Akhirnya gue sampai di kampus tercinta. Pas sampai kelas kenapa kelas sepi alias Cuma 2
orang doang yang di dalam kelas.

“Bro ini kok sepi banget ya pada ke mana?” Tanya gue dengan penasaran.

“Wah bro abis gue cek jadwal ternyata kelas dibatalin.” Ujar teman gue yang gue gak tahu
namanya, Maklum baru masuk tapi di hari pertama dosen udah batalin kelas aja.

“Seriusan bro?” Tanya gue buat pastiin lagi.

“Iya bro beneran ini di websitenya gak ada kelas hari ini.” Ujar teman gue.

“Wah parah banget, oiya kenalin nama gue Iky.” Ujar gue dengan nada kesal tapi sekalian
kenalan sama teman baru gue.

“Iya ini gue juga belum tidur dari semalam. Nama gue Anto.” Ujar Anto dengan nada kesal
juga.

Gue pun langsung cabut dari kampus dan pulang ke rumah dengan mata yang sepet karena
kena sinar matahari. Gue belajar sesuatu hari ini ternyata kejadian yang tak terduga bisa
terjadi di mana aja seperti ketemu ibu-ibu yang ngeselin di pom bensin dan ketemu Anto yang
nasibnya sama kaya gue. Mungkin dia juga senasib sama gue ketemu ibu-ibu juga di pom
bensin. Hari pertama kuliah yang di batalin kelasnya sama dosen dan itu ngeselin abis. Gue
berhasil jadi zombie di ha

http://cerpenmu.com/cerpen-remaja/zombie-kuliah.html
Amnesia

Aku kehilangan ingatanku semejak kecelakaan itu, padahal memori merupakan aset berharga
yang dimiliki seseorang. Katanya, aku terjatuh dari tangga di sekolahku dan katanya pula, ada
yang mendorongku hingga jatuh. Akan tetapi, aku tidak bisa mengingat apa-apa, entah itu
namaku, umurku, keluargaku, sahabatku, dan keseharianku. Kenyataan bahwa aku mengalami
amnesia memang bukan suatu hal yang mudah diterima dan kedua orangtuaku dibuat sangat
terpukul oleh hal ini. Aku masih mengingat betul wajah kedua orangtuaku saat aku tidak
mengenal mereka, histeris tampaknya.

Setelah beberapa bulan di rumah sakit, akhirnya aku dapat kembali menjalani kehidupanku
pada normalnya. Ternyata aku merupakan siswi yang duduk di bangku SMA dan namaku
adalah Darla. Menjalani keseharian tanpa ingatan memang menyulitkan, namun dengan
bantuan orangtua dan teman sekelasku, hal yang menyulitkan tidak lagi menyusahkan diriku.

Hari ini, aku kembali pergi ke sekolah dengan anggapan supaya aku dapat mengingat kembali
memoriku yang hilang. Setelah sekian lama berada di rumah sakit, akhirnya aku masuk ke
kelasku kembali. Sapaan hangat dari teman-teman sekelasku membuat hatiku gembira,
apalagi mengetahui bahwaa mereka semua ramah terhadap diriku.

“Darla! Akhirnya kamu baikan juga yaa,” seru seorang perempuan berambut pendek yang
sedang berjalan ke arahku. Dalam hati, aku bertanya-tanya tentang identitas orang ini.

“Kau tidak apa-apa? Kudengar kau mengalami amnesia,” berdampingan dengan perempuan
berambut pendek itu, seorang perempuan lainnya berkata kepadaku. Dilihat, tampaknya
kedua orang ini adalah sahabat.

“Terimakasih sudah menanyakan. Aku tidak apa-apa kok,” aku menjawab mereka berdua
dengan senyuman halus. “Umm, boleh tahu kalian ini siapa?”

Dengan itu, mereka memperkenalkan diri masing-masing, mengingat kondisiku ini.


Perempuan berambut pendek itu bernama Linda, sedangkan temannya yang satu lagi
bernama Erna. Setelah mereka beritahu, aku jadi mengetahui bahwa ternyata kami bertiga ini
ternyata adalah sahabat. Hal ini menjelaskan mengapa mereka begitu dekat denganku. Berkat
bantuan mereka, aku dapat menjalani kegiatan sekolah dengan lancar. Kami juga sering
menghabiskan waktu bersama-sama. Berada bersama mereka membuatku merasa nostalgia.
Tampaknya ikatan pertemanan di antara kami dapat membantu aku mendapatkan kembali
ingatanku.

Teman-teman sekelasku juga dengan ramah mau menolongku. Namun, tidak semuanya. Ada
satu siswi yang tampak aneh bagiku. Ia tidak pernah mau mengobrol denganku dan setiap kali
aku mencoba untuk menghampirinya, ia tampak ketakutan lalu pergi begitu saja. Sebenarnya,
apakah ada sesuatu yang terjadi di antara kami? Atau apakah aku pernah berbuat salah
padanya? Ada yang tidak beres tampaknya.

“Hei Linda, Erna,” aku memanggil kedua sahabatku, berusaha bertanya dan mencari informasi
mengenai siswi itu.

“Oh, kamu maksud si Wanda? Dari dulu dia memang cewek aneh. Terus, dia itu juga sering
jadi korban bully karena sikap anehnya itu,” jelas Erna kepadaku. Linda sendiri mengangguk
setuju.

“Terus ya, kamu harus tahu ini, Darla. Waktu hari kecelakaanmu di tangga, Wanda ada di situ
loh. Tampaknya dia yang mendorongmu. Itu sih rumor yang kudengar, tapi bisa saja benar.
Hati-hati kamu, Darla,” tambah Linda kepadaku.

Setelah percakapan itu, aku mulai bertanya-tanya akan kebenaran rumor itu. Aku juga jadi
penasaran tentang kecelakaanku dan siapa yang tega berbuat seperti itu kepadaku. Lalu, aku
pun mulai mencari informasi dari Linda dan Erna mengenai orang yang mungkin berbuat
seperti itu. Dugaan pertamaku, yang pasti adalah Wanda. Bukan hanya memberikan tatapan
aneh itu, rumor mengenainya sebagai pelaku kecelakaanku membuatku curiga.

Dugaanku selanjutnya adalah Maria. Ternyata, setelah kecelakaanku, ia tidak berani datang ke
sekolah. Entah apa alasannya, namun sampai sekarang ia masih saja tidak ke sekolah. Ini
tampak mencurigakan, apalagi setelah Linda dan Erna bercerita bahwa Maria adalah
musuhku. Katanya, Maria adalah siswi cantik yang populer, namun setelah aku masuk ke
sekolah ini, ia tersaingi olehku dan menaruh dendam padaku.

Lalu, juga ada pria satu ini bernama Hans. Aku juga menaruh dugaan padanya karena setelah
diceritakan, ia adalah stalkerku. Sempat, waktu itu ia menyatakan cinta padaku, namun aku
menolaknya. Karena itu, ia bisa saja mencelakakanku dengan motif balas dendam.

Semakin ku bertanya kepada kedua temanku ini, semakin aku mendapati bahwa musuhku
ternyata banyak. Hal ini makin memperluas orang-orang yang mencelakakan aku. Tapi, untung
saja aku punya teman sebaik Linda dan Erna yang mau saja membantu aku.

Waktu pun menunjukkan pukul tiga dan akhirnya waktunya untuk pulang. Aku pamit duluan
kepada kedua sahabatku, karena jika pulang terlalu larut, orangtuaku pasti khawatir. Dengan
itu, aku keluar dari kelas dan berencana untuk pulang. Langkahku terhenti ketika aku hendak
berjalan melalui sebuah tangga. Tampaknya, inilah tempat kecelakaanku. Aku mengamat-
amatinya sebentar, namun aku tidak bisa mengingat apa-apa. Kukira, dengan pergi ke tempat
kejadian, aku dapat mengingat seusatu.

“Darla!” aku mendengar seseorang memanggil namaku dari belakang. Suaranya terdengar
penuh dengan keraguan dan ketakutan. Saat kulihat dari siapa asal suara itu, aku melihat
Wanda. Tiba-tiba perasaanku menjadi buruk. Teringat kembali rumor-rumor itu. Bagaimana
bila ia ke sini untuk mendorongku dari tangga lagi? Tampaknya, Wanda dapat merasakan apa
yang terjadi. Langsung saja ia berusaha meyakinkanku.

“Darla, dengarkanlah aku. Aku bukanlah orang yang mendorongmu!” Selagi ia berbicara, aku
berusaha menatap matanya dan entah mengapa, aku yakin bahwa ia tidak berbohong.

“Dan ini, bacalah,” ia memberikanku selembar kertas. “Bacalah, dan kau akan mengerti. Aku
tidak bisa menceritakannya langsung karena aku tidak boleh berlama-lama bersamamu.
Takutnya, orang itu akan melihat kami bersama.”
“Siapa? Orang itu?” Aku bertanya padanya dengan penuh tanda Tanya.

“Kau akan mengerti nanti. Pokoknya cepat baca kertas itu dan pergi dari sekolah ini. Ia akan
mencoba untuk membunuhmu lagi! Sampai jumpa, Darla. Berati-hatilah,” Dengan itu, Wanda
langsung mengangkat kakinya dan pergi dari hadapanku. Aku masih bingung tentang apa yang
terjadi, namun aku mengikuti perkataan Wanda dan membaca surat yang ia beri. Isi surat itu
begitu mengejutkan. Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayai apa yang ia tulis atau tidak.
Jika memang benar, aku benar-benar dalam bahaya. Aku pun langsung berjalan menuju
tangga untuk pulang.

Namun, tiba-tiba aku tidak bisa merasakan kakiku di lantai. Aku telah didorong! Seakan waktu
berjalan lambat, aku dapat merasakan tubuhku terjatuh dan menghantam kerasnya lantai.
Darahku perlahan mengalir dari kepalaku, benar-benar nyata rasanya. Tanganku
menggenggam kertas yang Wanda berikan kepadaku, dengan tulisan yang berantakan karena
terburu-buru, beginilah isinya:

‘Darla, aku tidak bisa berbasa-basi seperti yang biasa kita sering lakukan. Aku sempat
mendengar percakapanmu dengan orang-orang itu. Aku ingin memberitahu kamu bahwa
bukanlah aku yang mencelakakanmu! Bukan juga Hans dan bukan juga Maria! Kau mungkin
tidak ingat, tapi aku dan Maria adalah sahabatmu, bukan mereka! Dan Hans bukan
penguntitmu, tapi dia adalah kekasihmu. Yang mencelakakanmu itu adalah orang-orang itu.
Orang-orang yang sering kita bully itu. Mendengar kejadian yang menimpamu, Maria jadi
ketakutan untuk datang ke sekolah, begitu pun aku. Namun, aku berusaha keras untuk datang
supaya dapat mengingatkanmu. Mereka hendak membunuhmu. Saat mereka tahu kau masih
hidup, mereka akan terus mencelakakanmu. Waspadalah!’
Tampaknya, memang benar apa yang Wanda tuliskan padaku. Akulah yang selama ini terlalu
bodoh untuk percaya, percaya kepada kebaikan mereka. Sebelum matakku tertutup rapat,
aku dapat melihat figur dua orang perempuan yang sedang berdiri di atas tangga. Tentu saja,
itu adalah Linda dan Erna. Akan tetapi, bukan hanya mereka. Aku dapat melihat teman-teman
sekelasku tersenyum puas sebelum aku benar-benar kelihangan kesadaranku.

Cerpen Karangan: Yuuki Hikari

http://cerpenmu.com/cerpen-misteri/amnesia-7.html
Bayangan Di Balik Kegelapan

Malam itu terasa sangat sunyi ditambah cuaca begitu dingin sehingga terasa begitu
mencekam. Kebetulan malam ini aku sendirian di rumah, karena Ayah sedang ada pekerjaan
ke luar kota.

“Kreeeetttt,” perlahan ku lihat jendela kamarku terbuka dengan sendirinya. “Mungkin angin,”
pikirku. Aku berjalan ke arahnya dalam langkah keraguan, perlahan ku raih jendela itu dan…
“Ternyata benar hanya angin,” napasku serasa berjalan lancar kembali. Aku segera meraih
laptopku hendak mengerjakan tugas yang sangat menumpuk, saat sedang sibuk dengan
tugasku, lalu… sekelebat bayangan terlihat berlari di belakangku.

“Si… siapa itu?” Nadaku terdengar gemetaran. Suara keran terdengar menyala di kamar mandi
yang berada di kamarku, sontak aku berbalik dan hendak melihatnya. “Aaahhh….” Kepalaku
terasa begitu pening, seperti banyak kunang-kunang beterbangan di sekitarku, “di mana aku?”
dengan kondisi yang masih linglung aku berusaha bangkit dan mengenali tempat sekitarku.
Pohon-pohon yang besar serasa mengelilingiku, dengan langkah yang juntai aku berusaha
pergi dari tempat itu.

“Ini hutan? Di mana sebenarnya aku?” Seketika langkahku terhenti saat ku sadari setelah lama
berjalan langkahku selalu terhenti di tempat yang sama.

“Hahaha kaulah yang selama 18 tahun ini aku cari, kekuatanmu adalah milikku, maka
berikanlah kekuatan itu padaku!” Suaranya terdengar bergema di setiap penjuru hutan itu,
suasana siang sesaat berubah menjadi malam. Tubuhku gemetaran, kakiku tak mampu
menopang tubuhku, aku jatuh bersimpuh dalam tanah, seolah ada kekuatan yang
mengendalikanku.

“Aaahh!! hentikan!” teriakanku rasanya sudah sangat keras tapi suaraku sama sekali tidak
terdengar. “Apa yang terjadi? Kembalikan aku ke dunia asalku!” jantungku berdegup kencang
seolah akan ke luar. Tubuhku terasa mengkerut, jari-jariku mulai kehilangan dagingnya,
wajahku terasa kaku, tubuhku terasa begitu lemas. “Si..siapa kamu?” sebisa mungkin aku
berusaha mengeluarkan suaraku.

“Aku adalah putri kegelapan, sekian lama aku mencari manusia yang mampu memberikan
kekuatan yang dapat membuatku abadi, dan dengan tubuh, wajahmu aku akan hidup kekal
sebagai ratu abadi, ratu kegelapan, dan rohmu akan ku jadikan budakku untuk selamanya!
Hahaha,” matanya yang berwarna keemasan terlihat melotot ke arahku seolah akan ke luar.
Rambutnya yang acak-acakan memanjang dengan sendirinya, di balik bayangku yang mulai
menghilang, aku melihat wajahku berdiri tepat di depanku.

“Mungkinkah? Wajah dan tubuhku?” tulang-tulangku terasa ditarik ke luar dengan paksa, kini
sekujur tubuhku sudah tak mampu bergerak sedikit pun.

“Tidak, tidak, tidaaakkkk!” Batinku terus berontak. Kini semakin jelas ku lihat tubuhku berdiri
tegak memandangiku. Lalu ia berjalan memasuki ruang terdalam di hutan.

“Ke mana sebenarnya arah langkahku?” Tubuhku sudah terbujur kaku di tanah merah di hutan
kematian itu.

“Aku sudah mati?”

“Tiiidaaaakkkk!”

“Kenapa sayang, kamu mimpi buruk?” Tanya Ayah yang duduk di sampingku.

Aku berlari ke arah cermin besar di kamarku, “Apa yang terjadi, aku sudah mati?” wajah itu
kini terlihat benar-benar menatapku dengan jelas. “Tidak mungkin,” jadi begitulah caraku
hidup abadi, begitulah caraku menjadi putri sejati, dan sebenarnya akulah putri kegelapan itu,
dan sekaranglah waktu di mana aku harus mengganti tubuhku mencari wanita berusia 18
tahun yang memiliki kekuatan keabadian, tapi bukankah wanita itu aku? Dan bukankah
tubuhku sedang terkujur kaku di hutan kematian itu?
“Aku tak ingin jadi putri kegelapan, aku harus mengambil kembali ragaku di hutan itu, aku
akan kembali ke sana!” Ku perhatikan setiap detail tubuhku, “tak ada yang berubah dariku!”
aku bangkit dari tanah merah di hutan kematian itu, tubuhku sudah penuh dengan lumpur.
“Berapa lama aku tertidur hingga tubuhku sudah seperti itu?” Aku berjalan masuk ke arah
hutan terdalam, “aku ada 2, bagaimana mungkin?” Aku semakin pening dengan keadaan yang
sama sekali tak pernah ku mengerti. Kemarin aku di rumah sekarang aku di hutan, dan nanti di
mana? Aku bukanlah putri kegelapan! Bukan! Sekian lama aku berjalan hingga aku terhenti di
sebuah pohon besar, di sana ku lihat seorang gadis sedang duduk membelakangi arahku.

“Itu aku?” Tanyaku ragu.

Perempuan itu langsung menoleh ke arahku, “Kau adalah putri kegelapan!” katanya
mendekat.

“Tidak, bukan! Kau yang putri kegelapan bukan aku!” jawabku mencoba menjauh.

“Aku adalah kau, dan kau adalah aku, aku dan kau adalah satu, aku adalah putri kegelapan dan
kau juga! Raga kita adalah satu, jika kau ada maka aku ada, dan jika aku lenyap kau juga akan
lenyap, begitu pun sebaliknya,” sorot matanya terlihat begitu tajam menatapku.

“Jika kau dan aku adalah satu, maka kau harus lenyap, dan kesalahan besar untukmu jika kau
berkata seperti itu, kau harus lenyap!” Bentakku.

“Jika aku lenyap kau juga akan lenyap!”

Aku langsung mengambil kayu runcing yang berada tak jauh dariku, seketika ku hempasnya
dalam menembus dadaku dan terasa begitu menekan jantungku, ku dengar dia berteriak
kesakitan, dan tubuhnya perlahan menghilang. Aku merasakan darah terus mengalir dan
jantungku berdenyut nyeri, aku mati. Seketika ku lihat bayanganku di balik cermin, “Aku tak
akan mati,” Ku cabut dan ku buang jauh kayu itu sementara darah terus berceceran mengikuti
langkahku.

http://cerpenmu.com/cerpen-fantasi-fiksi/bayangan-di-balik-kegelapan.html
Cangkir Tindih Merah Putih

Subuh buta belum tersentuh matahari dinginpun masih menusuk. Tapi, anak-anak di desaku
termasuk aku. Akan segera berangkat ke sekolah yang jauh seberang desa ini dan kami harus
melewati sungai yang memisahkannya. Namun, tak ada benda melayang diatasnya yang
memisahkan sungai. Jadi, setiap akan berangkat kami harus membawa sebuah kayu panjang
yang ujungnya pipih dan agak lebar, sendiri karena harus menggunakan perahu kecil yang
terbuat dari pohon rotan dan hanya dapat memuat 1 atau 2 orang saja. Bisa juga memuat 3-4
orang jika perahunya agak besar.

Biasanya teman-temanku menjemputku. “Tapi, kenapa hari ini mereka tak menjemput?” aku
bergumam dalam hati. “Ya sudahlah, mungkin mereka lupa karena terburu-buru” pikirku tidak
memasalahkannya. Aku lari terbirit-birit menyusul teman-temanku, hampir aku melupakan
sesuatu yang penting untuk mengarungi sungai dengan perahu ”dayung…ya…dayung” aku
merasa ada yang kurang.

Saat di sungai, teman-temanku sudah sampai di tengah sungai sedang aku masih ditepi.
“Hei….tunggu aku” ku panggil mereka, tapi tak ada yang dengar. segera ku dayung perahuku
menyusul mereka, ku dayung begitu cepatnya, hingga
akhirnya”…byuuuuuuuuur…..tolong…tolong…” terceburlah sudah aku ke sungai. Tapi, teman-
temanku tak ada yang menyadari teriakanku. Ya, aku memang tak bisa berenang seperti
teman-temanku.

Dan saat ini siapa yang akan menolongku kecuali pertolonganNya”Ya Allah yang menguasai
langit dan bumi Engkau tahu kesulitan hamba, tolonglah hambaMu yang hina ini agar ada
seseorang yang mendengar teriakanku” berdo’a dalam hati. Karena, tubuhku tenggelam dan
hanya kepalaku yang bisa muncul kepermukaan itu pun dengan susah payah
(muncul…tenggelem…muncul…tenggelem)begitu terus, hingga aku akan pingsan dan
tenggelam, sedang temanku makin jauh meninggalkanku, membuatku agak putus asa tapi aku
percaya Allah akan menolong.
Sampai akhirnya ada seorang kakek tua yang asing bagiku. Rambutnya putih sebahu, raut
mukanya misterius tapi tampak ramah dan dia memakai baju kumal agak compang-camping.
Yang dengar teriakanku, dia menolongku. Tapi, anehnya dia menyelamatkanku dengan tak
biasa seperti lainnya. Dia tak menyentuh air sungai tetapi, dia mengangkat tubuhku melayang
diatas air meskipun, tanpa tersentuh olehnya. Dia hanya mengangkat tangannya keatas
seperti memohon do’a meniupnya ke sungai ini.

Aku tak sadarkan diri, saat kubuka sedikit mataku masih terlihat remang-remang. Karena,
kepalaku terasa pening. Kudapati diriku di tempat yang asing (sebuah rumah gubuk) dan
dindingnya penuh dengan foto-foto kemerdekaan dan para pahlawan tertata rapi. Aneh,
bajuku tak basah padahal tadi…Tak ku teruskan gumamanku karena tiba-tiba, seorang kakek
tua muncul dari balik pintu reot akan rubuh. ”Kaaa…kek membuatku kaget” dalam hatiku tak
berani kuucapkan. “Sudah sadar ya?” ucap kakek dengan suara seraknya yang bergigi depan
tinggal 3 pasang. “Iiii…ya, kek” dengan tergagap aku jawab. “Apakah kakek tadi yang
menyelamatkanku?” aku bertanya. “Iya tapi, yang memberi pertolongan adalah Allah swt.
melewati saya”. Sebenarnya ada beberapa hal yang inginku tahu dari kakek. Tentang”Apa
yang dilakukannya tadi saat menyelamatkanku? Kenapa aku tak pernah melihatnya di sekitar
sungai padahal setiap aku ke sekolah melewati sungai ini?Kenapa bajuku bisa kering?”. Hal-hal
lain semacam itu yang tak ku tahu darinya. Tetapi, waktu memaksaku untuk segera pergi
karena harus berangkat ke sekolah yang sebentar lagi akan masuk. Tak lupa aku mengucapkan
terima kasih dan minta maaf harus buru-buru meninggalkanya”terima kasih banyak ya
kek…saya minta maaf harus buru-buru karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi,terima
kasiih kek….” ku cium tangan keriputnya, yang begitu harum baunya”semoga saya dapat
berjumpa lagi dengan kakek” harapku. Kakek tak menjawab dia hanya menganggukkan
kepalanya. Ku ucapkan kembali terima kasih dan kakek membalasnya“semoga cepat sampai di
sekolah dan hati-hati dan satu lagi jangan cerita kepada siapa-siapa tentang apa yang kakek
lakukan tadi!” kenangnya. “Baiklah kek insyallah saya tidak cerita ke siapa-siapa” tukasku.

***
Ku dayung perahuku dengan hati-hati, membutuhkan waktu lebih untuk ke sekolah. Namun,
kali ini aku merasa begitu cepat sampai ke permukaan hanya dalam 5 menit, padahal biasanya
butuh waktu 15 menitan lebih lama. “Syukurlah bel masuk sekolah belum berbunyi” kutarik
nafas dalam dan ku hembuskan ke udara. “Hei, kenapa terlambat?” terdengar suara tanya
padaku, ternyata Hanung si gendut teman sebangku ku. “Iiii..ya” jawabku. “Padahalkan
kemarin kita semua sudah berencana berangkat pagi-pagi. Tapi, tak usah menjemput”
jelasnya. “Benarkah itu?” tanyaku penasaran. “Haah, kau tak tau tentang itu?malahan
kemarin kamu aku teriakin sudah sangat keras saat di sungai dan kau juga menjawabnya
…iya…” kembali tanya dengan nada tanya penasaran. “Kayaknya, kemarin itu aku sedang
melamun deh..,soalnya saat kamu teriak tak begitu jelas terdengar dan aku berpikir paling tak
begitu penting besok kan masih bisa kutanyakan” memutar kembali otakku. “Ooo…makanya
tadi kok tak menjemputku” batinku. ”Ya…maafkan aku ya teman” memelas minta maafku
pada mereka.” Tak apa tenang saja…” jawabnya santai.

Teeeeeeeeeeet…”bunyi bel, tanda kami harus segera menuju ke lapangan melangsungkan


upacara”haaa…aku baru ingat bahwa sekarang giliranku memimpin upacara padahal ku belum
latihan untuk ini ”ucapku pada Hanung. ”tapi tak apa kau sudah terbiasa,hehe” balasnya,
menyemangatiku.

Dan aku begitu bersemangat ketika upacara, tak tau kenapa aku sangat menikmati alunan
lagu Indonesia Raya yang mengiringi kibaran bendera “merah putih”yang gagah melambai
langit di tiup angin. Aku tarik nafas paling dalam, kulantangkan suaraku hingga
serak”hormaaaaat…gerak “. Dan diikuti semua teman-temanku serentak mereka mengangkat
tangan ke samping kepala, memberi hormat kepada sang merah putih yang perwira. Bagiku ini
laksana obat mujarab penyejuk pikiran yang menjalari tubuh.

Bel panjang tanda pulang berbunyi. Aku segera melesat pulang. Hidup memaksaku bekerja
meski masih sekolah dasar karena aku hanya tinggal sama ibu, dan adik kecilku tanpa seorang
ayah. “Ayah?” aku tak tau ayahku, ibu tak pernah cerita tentangnya. Aku dulu pernah tanya
pada ibu ”bu, ayah itu seperti apa orangnya?” ibu menjawabnya”ayah…itu…penyayang, gagah
berani…” dari matanya mengalirkan sebuah kejadian tak terhapus dari otaknya. Dan saat itu
tak pernah lagi ku tanyakan padanya karena sudah cukup penderitaannya selama ini dan tak
mau membuatnya mengingat luka masa itu.

Sangat membosankan setiap hari harus mendengar celotehan para warga yang selalu
mengkritik, mengkritik, dan mengkritik pemerintah ”aduh apa mereka tidak kesal setiap hari
mencaci maki pemerintah saja” pikirku. “Yang tak pecuslah, apalah, apapun tang dikatakan
mereka selalu menghina”. Dan yang paling parah mereka biasa kumpul di warung tetangga
samping rumahku. Sampai-sampai taplak mejanya adalah merah putih bendera yang sudah
agak lama hingga memudarkan warna. Mereka juga hampir setiap tahun tak pernah
memperingati Hari Kemerdekaan “sungguh mengenaskan”.

7 hari lagi adalah peringatan HUT Kemerdekaan RI. Para warga belum ada yang merencanakan
peringatan tentang Hari Merdeka. Tapi sungguh ini adalah kejadian yang mencengangkan,
tinggal 3 hari adalah Hari Kemerdekaan, perubahan ini sungguh drastis mereka semua telah
sadar di tahun ini sudah banyak yang memasang bendera. Dan hari yang ditunggu pada
tanggal 17 Agustus adalah upacara bendera di kampung kami. Sungguh mereka melaksanakan
upacara dengan bagus dan mengesankan. Tahun ini adalah tahun dimana paling
membahagiakan dari tahun-tahun ketika tidak ada peringatan Hari Kemerdekaan.

http://cerpenmu.com/cerpen-kehidupan/cangkir-tindih-merah-putih.html

Anda mungkin juga menyukai