BAB I PROSES KOROSI Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus 1.1 Pendahuluan Korosi PDF
BAB I PROSES KOROSI Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus 1.1 Pendahuluan Korosi PDF
BAB I PROSES KOROSI Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus 1.1 Pendahuluan Korosi PDF
PROSES KOROSI
1.1 Pendahuluan
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam
dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling
lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi
adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi
secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Definisi lain yang mengatakan bahwa
korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih
mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida,
setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja
atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang
menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida) seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.1
1
Gambar 1.1 Karat besi (oksida besi)
Laju korosi sangat bergantung pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida,
karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap elektroda lainnya yang
akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida. Lingkungan yang dapat menyebabkan
korosi logam antara lain adalah dapat berupa asam, basa, oksigen dari udara, oksigen di
dalam air atau zat kimia lain.
Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan
berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada
baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap satu jenis
logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih tepat disebut korosi. Korosi
didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya
akibat berinteraksi dengan lingkungannya.
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung
dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali.
Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses
perusakannya.
Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari
logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan
lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada logam yang
mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut kelingkungannya
menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut. Pada katoda terjadi reaksi,
dimana ion-ion dari lingkungan mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang
tertinggal pada logam.
Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak
langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan
atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktifitas
produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya
kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tangki bahan bakar atau jaringan
pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar
panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain
sebagainya.
2
1.2 Pengertian Korosi
Korosi dipamdang sebagai peristiwa elektrokimia, karena proses korosi melibatkan adanya
transfer elektron dari elektroda negarif (anoda) menuju elektroda positip (katoda) Proses
korosi di lingkungan basah atau lingkungan air dapat dijelaskan sebagai berikut:
Besi di lingkungan asam akan melibarkan reaksi
Anoda ; Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e- (oksidasi)
Katoda 2H+ (aq) → 2H(aq) ( reduksi )
Atom-atom H bergabung menghasilkan H2 :2H(aq) → H2(g) atau Atom-atom H bergabung
dengan oksigen 2H(aq) + ½ O2(aq) → H2 O(l)
+
Jika konsentrasi H cukup tinggi (pH rendah), terjadi reaksi
Fe + 2H+ (aq) → 2H(aq) + Fe2+ (aq) dan 2H(aq) → H2(g)
Reaksi keselurahan logam besi dalam larutan asam dapat dituliskan
Fe + 2H+ (aq) Fe 2+ (aq) + H2 (g)
Untuk lingkungan air teraerasi atau air yang mengandung oksigen atau udara lembab , maka
reaks korosi yang terjadi antara logam besi dengan lingkungan dapat dituliskan
Anodik Fe Fe 2+ + 2e
Karodik H2O + ½ O2 2 OH -
Adanya ion Fe2+ dan ion hidroksida (OH-) di permukaan logam, bereaksi membentuk
Fe(OH)2, yang juga bereaksi dengan oksigen dan membentuk karat (coklat keerah-merahan )
yang menempel di permukaan logam dengan reaksi
Fe (OH)2 + O2 (g)→ Fe (OH)3 2Fe2O3. x H2O(s)
Reaksi totalnya menjadi 4Fe(s) + 3O2(aq) + 2 H2 O(l) → 2Fe2O3 xH2O(s)
3
Potensial elektroda arau potensial logam tidak dapat diukur, dan yang dapat diukur adalah
beda potensial dari kedua elektroda (dalam suatu sel). Untuk itu diperlukan suatu elektroda
yang potensialnya diketahui atau disebut elektroda pembanding. Oleh karena itu dipilih
elektroda hidrogen standar (SHE : Standard Hydrogen Electrode) sebagai pembanding,
dengan konvensi bahwa elektroda ini mempunyai potensial adalah sama dengan nol (0) Volt.
Elektroda hidrogen standar ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut ini.
Untuk mengetahui potensial dari suatu elektroda, maka disusun suatu sel yang terdiri dari
elektroda tersebut dipasangkan dengan elektroda hidrogen standar (:SHE). Potensial suatu
elektroda C didefinisikan sebagai potensial sel yang dibentuk dari elektroda tersebut dengan
elektroda hidrogen standar, dengan elektroda C selalu bertindak sebagai katoda. Sebagai
contoh potensial elektroda Cu 2+/Cu adalah untuk sel :
Jika a Cu 2+ = 1 diperoleh Esel untuk sel di atas adalah 0,337 V, jadi Esel = 0,337 - E o. Nilai
potensial elektroda bukan nilai mutlak, melainkan relatif terhadap elektroda hidrogen. Karena
potensial elektroda dari elektroda C didefinisikan dengan menggunakan sel dengan elektroda
C bertindak sebagai katoda (ada di sebelah kanan pada notasi sel), maka potensial elektroda
standar dari elektroda C sesuai dengan reaksi reduksi yang terjadi pada elektroda tersebut.
Oleh karena itu semua potensial elektroda standar adalah potensial reduksi.
Dari definisi ,
Kanan dan kiri disini hanya berhubungan dengan notasi sel, tidak berhubungan dengan
susunan fisik sel tersebut di laboratorium. Jadi yang diukur di laboratorium dengan
potensiometer adalah emf dari sel sebagai volta atau sel galvani, dengan emf > 0. Sebagai
contoh untuk sel yang terdiri dari elektroda seng dan elektroda hidrogen dari pengukuran
4
diketahui bahwa elektron mengalir dari seng melalui rangkaian luar ke elektroda hidrogen
dengan emf sel sebesar 0,762 V.
Jika potensial elektroda berharga positif, artinya elektroda tersebut lebih mudah mengalami
reduksi daripada H+, dan jika potensial elektroda berharga negatif artinya elektroda tersebut
lebih sulit untuk mengalami reduksi dibandingkan dengan H+. Potensial elektroda seringkali
disebut sebagai potensial elektroda tunggal, sebenarnya kata ini tidak tepat karena elektroda
tunggal tidak dapat diukur.
Pada kondisi standar disebut sebagai potensial elektroda standar atau potensial reduksi
standar.
Contoh : Pt, H (1 bar)| H+ (a=1)|| Cu 2+ (a=1)|Cu
Sel tersebut memberikan EoSel = + 0,34 Volt. Karena EoHidrogen = 0 Volt, maka ini
menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk proses :
daripada
Zn | Zn 2+ (a=1) || Cu 2+ (a=1) | Cu
5
Sehingga keseluruhan prosesnya adalah :
Proses ini didasari pelewatan 2 elektron pada sirkuit luar. Sehingga persamaan reaksinya
dapat dituliskanasebagai
Dalam proses ini setiap 0,5 mol Cu 2+ hilang, 0,5 mol Cu muncul, 1 mol elektron lewat dari
elektroda kiri ke kanan.
Pada dasarnya semua elektroda reversibel dapat digunakan sebagai elektroda rujukan untuk
pembanding, tapi berdasarkan kepraktisannya elektroda pembanding yang paling banyak
digunakan adalah elektroda perak-perak klorida dan kalomel Tabel 1.1 berikut menunjukkan
potensial reduksi standar beberapa logam menggunakan elektroda pembanding standard
Hidrogen electrode (SHE).
6
Kontribusi awal terhadap termodinamika sel elektrokimia diberikan oleh Joule (1840) yang
memberikan kesimpulan bahwa : Panas (Heat) yang diproduksi adalah proporsional terhadap
kuadrat arus I2 dan resitensi R. Dan karena juga proporsional terhadap waktu (t), Joule
menunjukkan bahwa panas proporsionil terhadap : I2Rt
Karena :
J = Kg m2 s -2, V = Kg m2 s -3 A -1
Hubungan di atas adalah benar. Tapi terjadi kesalahan fatal dengan menafsirkan bahwa panas
yang diproduksi tersebut adalah panas reaksi.(Joule, Helmholtz, William Thomson)
Penafsiran yang benar diberikan oleh Willard Gibbs (1878) bahwa kerja yang dilakukan oleh
sel elektrokimia sama dengan penurunan energi Gibbs, yaitu kerja maksimum di luar kerja
-PV.
Ini dapat diilustrasikan dengan sel berikut :
Pt|H2|H+||Cu 2+|Cu
Reaksi di anoda H2 2H+ + 2e-
Reaksi di katoda Cu 2+ + 2e- Cu
Reaksi keseluruhan H2 + Cu 2+ 2H+ + Cu
Pada saat 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol Cu 2+, 2 mol elektron mengalir melalui sirkuit luar.
Menurut Hukum Faraday, ini berarti terjadi transfer 2 x 96.465 C listrik. Emf sel tersebut
adalah + 0.3419 V, sehingga kerja listrik yang dihasilkan adalah :
2 x 96.485 x 0.3419 CV = 6.598 x 104 J
Kerja dilakukan sistem. Karena kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama dengan
penurunan energi Gibbs maka : ΔG = - 6.598 x 104 J
Secara umum :
ΔG = - nFE dan pada keadaan standar : ΔGo = - nFEo
(Hubungan antara perubahan energi Gibbs standar dengan potensial sel standar)
n = jumlah elektron (mol); F = muatan 1 mol elektron; 1 F = 96500 C; Esel = potensial sel;
E0sel= potensial sel standar ΔG < 0, maka Esel > 0 Fenomena suatu reaksi spontan adalah
7
Berdasarkan konvensi IUPAC, E sel didefinisikan sebagai E sel = E kanan – E kiri Dengan E
sel, E kanan potensial elektroda sebelah kanan (dalam bentuk reduksi), E kiri potensial elektroda
(reduksi) untuk elektroda sebelah kiri seperti yang tercantum dalam notasi selnya. Karena
elektroda sebelah kanan merupakan katoda dan elektroda sebalah kiri merupakan anoda maka
potensial sel ( E sel) dapat dituliskan sebagai :
E sel = E katoda – E Anoda
Contoh
Contoh sel elektrokimia yang berlangsung spontan adalah sel galvani. Sel volta atau sel
galvani, adalah suatu reaksi kimia yang menyebabkan suatu perbedaan potensial listrik antara
dua buah elektroda. Jika kedua elektroda dihubungkan terhadap suatu rangkaian luar
dihasilkan aliran arus, yang dapat mengakibatkan terjadinya kerja mekanik sehingga sel
elektrokimia mengubah energi kimia ke dalam kerja . Contoh sel galvani adalah sel Daniell
yang ditunjukkan pada gambar 1.4 Jika kedua elektrodanya dihubungkan dengan rangkaian
luar, dihasilkan arus litrik yang dapat dibuktikan dengan meyimpangnya jarum galvanometer
yang dipasang pada rangkaian luar dari sel tersebut
8
Gambar 1.4 Sel Daniel
Ketika sel Daniell digunakan sebagai sumber listrik terjadi perubahan dari Zn menjadi Zn 2+
yang larut
Zn(s) Zn 2+(aq) + 2e- (reaksi oksidasi)
Hal ini dapat ditunjukkan bahwa semakin berkurangnya massa Zn sebelum dan sesudah
reaksi. Di sisi lain, elektroda Cu semakin bertambah massanya karena terjadi pengendapan
Cu dari ion Cu 2+ dalam larutan.
Cu 2+(aq) + 2e- Cu(s) (reaksi reduksi)
Pada sel tersebut, elektroda Zn bertindak sebagai anoda dan elektroda Cu sebagai katoda.
Ketika sel Daniell “disetting”, terjadi aliran elektron dari elektroda seng (Zn) menuju
elektroda tembaga (Cu) pada sirkuat luar. Oleh karena itu, logam seng bertindak sebagai
kutub negative (anoda) dan logam tembaga sebagai kutub positif (katoda).Bersamaan dengan
itu, larutan dalam sel tersebut terjadi arus positif dari kiri ke kanan sebagai akibat dari
mengalirnya sebagian ion Zn 2+ (karena dalam larutan sebelah kiri terjadi kelebihan ion Zn 2+
dibandingkan dengan ion SO4 2-yang ada). Reaksi total yang terjadi pada sel Daniell adalah :
Zn(s) + Cu 2+(aq) Zn 2+(aq) + Cu(s)
Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks yang spontan yang dapat digunakan untuk
memproduksi listrik melalui suatu rangkaian sel elektrokimia.
9
1) Pt/Fe 2+,Fe 3+ // H+/H2,Pt
2) Ni(s)/Ni 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s)
3) Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Pb 2+(1,00 m) /Pb(s)
Penyelesaian
1) Reaksi sel : 2 Fe 2+ + 2H+ 2Fe 3+ + H2
E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 H+/H2– E 0 Fe3+/Fe2+ = 0.00 – (-077) = 0,77 Volt/SHE
2) Reaksi sel : Ni + Cu 2+ Ni 2+ + Cu
E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Cu2+/Cu – E 0 Ni2+/Ni = 0,34 – (-025) = 0,59Volt/SHE
3) Reaksi sel ; Zn + Pb 2+ Zn 2+ + Pb
E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Pb2+/Pb – E 0 Zn2+/Zn = -0,13 - (-0,76) = 0,63 Volt/SHE
Persamaan Nernst
Persamaan Nernst digunakan untuk menentukan potensial sel tidak pada kondisi standar
sehingga untuk reaksi aA + bB yY + zZ
Secara umum untuk reaksi :
Untuk sel :
Pt, H2 (1 bar)| H+ (aq)|| Cu 2+ (aq)|Cu
Dengan reaksi :
Pada kondisi standar yaitu suhu 25 0C, tekanan pada 1 atm dan konsentrasi ion logam 1,0M,
serta F = 96500 C/Ekv.K, maka 2,303 RT/F = 0,0591 sehingga persamaannya menjadi
E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+
10
E sel = 0,799 – 0,0591/2 x 4 = 0,799 – 0,1182 = 0, 6808 V/SHE
Sel konsentrasi dapat juga terbentuk akibat perbedaan konsentrasi oksigen terlarut di
permukaan logam atau antara kedua larutan yang mempunyai konsentrasi oksigen berbeda
terdapat elektroda yang mempunyai komposisi sama. Contohnya, di permukaan logam
terdapat kotoran atau tanah. Umumnya, konsentrasi oksigen pada kotoran fi permukaan
logam akan lebih rendah dibandingkan yang ada di sekitarnya sehingga di permukaan logam
yang ada kotoran akan bersifat anodic.
Sel konsentrasi juga dapat terbentuk jika dua buah logam besi dicelupkan dalam larutan
elektrolit yang mempunyai konsentrasi berbeda. Misalnya plat logam besi dicelupkan daam
larutan NaCl 1,0 M dan plat logam besi yang lain dicelupkan dalam larutan NaCl 0,1 M,
kedua larutan dihubungkan dengan jembatan garam dan kedua plat besi dihubungkan akan
membentuk sel korosi karena terjadi beda potensial antara kedua plat besi tersebut.
Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan suhu yang terjadi di antara kedua larutan yang
dicelupkan logam yang sama, maka akan terjadi beda potensial antara logam yang tercelup di
kedua larutan yang mempunyai perbedaan suhu. Logam yang berada pada larutan dengan
suhu yang lebih tinggi akan bersifat anodic dan larutan dengan suhu rendah bersifat katodik.
11
Gambar 1.5 Sel Galvanik
Sel kimia tanpa perpindahan biasa digunakan untuk penentuan potensial elektroda standar
dan penentuan koefisien aktivitas elektrolit.
12
E sel =E Kanan - E kiri + Ej
Karena Ej tidak dapat diukur tersendiri (terpisah), maka sel kimia dengan perpindahan tidak
cocok untuk mengevaluasi besaran-besaran termodinamika.
Kontribusi Ej pada potensial dapat diperkecil dengan menggunakan jembatan garam, larutan
jenuh garam, misalnya yang biasa digunakan adalah KCl dalam agar-agar. Meskipun
demikian, untuk mengidentifikasi bagaimana pengurangannya secara tepat sampai saat ini
masih belum jelas hal ini diduga karena laju kation dan anion yang sama menyebabkan
junction potential antara kedua larutan dengan jembatan garam ke arah yang berlawanan
13
dan sebaliknya jika elektron masuk ke dalam elektroda ini terjadi reaksi yang sebaliknya:
Zn 2+(aq) + 2e- Zn(s)
Jika elektroda Zn tersebut dicelupkan ke dalam larutan KCl, tidak dapat terbentuk elektroda
yang reversibel karena pada saat ada elektron keluar dari elektroda ini terjadi setengah-
reaksi :
Zn(s) Zn 2+(aq) + 2e-
Pada saat ada elektron yang masuk ke dalam elektroda ini, yang terjadi adalah setengah-
reaksi :
2H2O + 2e- H2 + 2OH-, dan bukan reaksi :Zn 2+(aq) + 2e- Zn(s) ,
karena larutan yang digunakan tidak mengandung Zn 2+. ,maka kereversibelan memerlukan
adanya Zn 2+yang cukup dalam larutan di sekitar elektroda Zn. Ditunjukkan pada Gambar 1.6
14
1.6.4 Elektroda Perak Klorida
Elektroda perak atau Ag/AgCl merupakan elektroda acuan mempunyai potensial standar
0.222 Volt/SHE. Elektroda perak ini terbuat kawat logam perak dalam larutan AgC l jenuh
seperti ditunjukkan pada gambar 1.8. dan reaksinya : AgCl +e Ag + Cl -
15
Contoh elektroda ini diantaranya Cu 2+ /Cu; Zn 2+/Zn, Ag+/Ag, Pb 2+/Pb. Logam-logam
yang dapat mengalami reaksi lain dari reaksi setengah-sel yang diharapkan) tidak dapat
digunakan. Jadi logam-logam yang dapat bereaksi dengan pelarut tidak dapat digunakan.
Logam-logam golongan IA dan IIA seperti Na dan Ca dapat bereaksi dengan air, sehingga
tidak dapat digunakan. Seng dapat bereaksi dengan larutan yang bersifat asam. Logam-logam
tertentu perlu diaerasi dengan N2 atau He untuk mencegah oksidasi logam dengan oksigen
yang larut.
Amalgam
Amalgam adalah larutan dari logam dengan cairan Hg. Pada elektroda ini amalgam dari
logam L berkesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion L, dengan reaksi :
L z+ + ze- L(Hg)
Dalam hal ini raksanya sama sekali tidak terlibat dalam reaksi elektroda. Logam aktif seperti
Na, K, Ca dan sebagainya biasa digunakan dalam elektroda amalgam.
Logam-garam tak larut
Pada elektrtoda ini logam L kontak dengan garamnya yang sangat sukar larut (L n+X ) dan
dengan larutannya yang jenuh dengan garam tersebut serta mengandung garam yang larut
(atau asam) yang mengandung X z-. Contoh dari elektroda ini adalah elektroda perak-perak
klorida, elektroda kalomel, dan elektroda timbal-timbal sulfat
Redoks
Sebetulnya semua elektroda melibatkan setengah-reaksi oksidasi – reduksi. Untuk elektroda
redoks biasanya hanya digunakan untuk elektroda yang setengah-reaksi redoksnya
melibatkan dua spesi yang ada dalam larutan yang sama. Contoh dari elektroda ini adalah Pt
yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung ion-ion Fe 2+ dan Fe 3+ dengan setengah-
reaksi : Fe 3+ + e- Fe 2+. Notasi setengah-selnya adalah Pt½Fe 3+, Fe 2+ yang gambarnya
tampak seperti di bawah.
16
Gambar 1. 11 Contoh Elektroda Redoks (Pt½MnO4-, Mn 2+.)
Elektroda gelas ini terdiri dari membran yang sangat tipis yang terbuat dari gelas yang
permeabel terhadap ion H+. Elektroda Ag/AgCl dicelupkan ke dalam larutan buffer yang
mengandung ion Cl-. Kadang-kadang digunakan juga elektroda kalomel untuk mengganti
elektroda Ag/AgCl. Elektroda gelas terutama digunakan pada pengukuran pH.
Secara ringkas nilai potensial elektroda acuan dapat ditunjukan dalam bentuk table seperti
table 1.2 berikut ini
Tabel 1.2 Potensial Elektroda Pembanding atau Acuan
N Elektroda Kesetimbangan reaksi Potensia
o l
(V/SHE)
1 Hg/HgSO4 HgSO4 + 2e 2Hg + SO4 0,650
2-
2 Cu/CuSO4 0,318
3 Hg/Hg2Cl2 CuSO4 + 2e Cu + SO4 2-
0,241
4 Ag/AgCl Hg2Cl2 + 2e 2Hg + 2Cl 0,222
5 Elektroda Hidrogen (SHE) -
0,000
17
6 Zn murni AgCl + e Ag + Cl - -0,782
2H + 2e H2
+
Zn 2+ + 2e Zn
1.6.7 Metode Pengukuran Potensial Logam
Pengukuran potensial logam dilakukan dengan membandingkan terhadap potensial acuan
dan nilai potensialnya diukur dengan voltmeter. Secara skematis metode pengukuran
potensial pada logam struktur ditunjukkan pada gambar 1.13.
Pada pengukuran potensial logam atau struktur elektroda acuan sebgai katoda dan strukturnya
sebagai anoda sehingga reaksi selnya dapat dituliskan sebagai berikut
Anoda (logam atau struktur baja ) Fe Fe+2 + 2e
Katoda (elektroda acuan : CSE) CuSO4 + 2e Cu + SO4 2-
Jika hasil pengukuran potensial baja = -0,986 V / CSE misalnya dan potensial baja diubah
terhadap SHE , maka potensial baja menjadi : - 0,986 + 0,318 Volt/SHE = - 0,668 V/SHE
dan kondisi struktur masih dalam kondisi terlindungi.
1.7 Rangkuman
Proses korosi logam adalah reaksi antara logam dengan lingkungan yang melibatkan adanya
transfer elektron sehingga proses korosi selain merupakan proses kimia juga merupakan
proses elektrokimia. Secara umum, korosi logam didefinisikan sebagai kerusakan material
logam akibat berintereaksi dengan lingkungan atau merupakan proses kebalikan dari proses
ekstraksi logam dari bijihnya. Dampak yang diakibatkan oleh proses korosi logam bersifat
merugikan bagi kehidupan manusia , baik langsung maupun tidak langsung
Proses korosi dipandang sebagai proses elektrokimia, merupakan proses oksidasi dan
readuksi yang berlangsung secara simultan dan berkangsung spontan., dengan potensial sel
korosi > O. Potensial logam dapat diukur dengan cara membandingkan terhadap elektroda
standar, yaitu elektroda hidrogen standar (sesuai perjanjian) karena potensial elektroda =
0,00 Volt. Berdasarkan potensial standar hidrogen dan sebagai sel galvani merupakan katoda
sehingga logam yang menunjukkan nilai potensial negatif berarti logam lebih sukar direduksi
18
dan logam yang menunjukkan nilai positif berarti logam tersebut lebih mudah direduksi
daripada ion H+.
Untuk menentukan E sel pada kondisi standar digunakan rumus ;
E0sel = E0 Katodik – E0 anodik
Untuk E sel yang tidak pada kondisi standar ( 25 0C, P=1 atm, konsentrasi ion + 1,0M), maka
perhitungan digunakan persamaan Nernst
E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+
Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan konsentrasi lingkungan dan perbedaan elektroda
atau logam yang saling kontak. Untuk mengetahui kondisi logam atau struktur dapat
ditentukan berdasarkan potensial struktur yang terukur. Sebagai contoh untuk struktur logam
baja yang terkubur dalam larutan air (aqeous) dikatakan sudah tidak terproteksi bila
potensialnya > - 850 mV/CSE ( kriteria proteksi korosi). Untuk mengukur potensial struktur
digunakan elektroda pembanding atau acuan.
19
9. Stainless steel (SS) dapat bertahan dari serangan karat dibandingkan dengan baja
Jelaskan jawaban Anda.
10. Jelaskan bahwa baja terkorosi lebih cepat dibandingkan dengan Cu dan lebih lambat
daripada logam Zn.
BAB II
TERMODINAMIKA KOROSI
TUJUAN UMUM
TUJUAN KHUSUS
1.Mahasiswa mampu mengaplikasikan rumus termodinamika dalam perhitungan –
perhitungan proses korosi
2 Mahasiswa dapat mengetahui suatu reaksi berlangsung secara spontan atau tidak dari hasil
perhitungan termodinamika
2.1.Pendahuluan
Korosi terjadi kerena adanya kecenderungan suatu logam kembali pada keadaan lebih
stabil,dengan reaksi oksidasi. Hasil reaksi oksidasi membebaskan energy. Kecenderungan
oksidasi berbagai jenis logam berkaitan dengan potensial elektrodanya. Kesetimbangan
potensial elektroda (Eeq) suatu logam sesuai kesetimbangan oksidasi dan reduksinya. Sebagai
contoh, untuk logam Cu, potensial kesetimbangan digambarkan dengan garis horizontal pada
gambar 2.1 menurut kondisi stabilitas Cu2+ dan Cu.
Mulia
Logam Cu stabil
aktif
20
Gambar 2.1 Stabilitas ion Cu 2+ dan Cu
Anoda : Fe Fe 2+ + 2e
Katoda : 2H+ + 2e H2
Elektroda kesetimbangan ditentukan oleh besarnya perubahan energy bebas (∆G) yang
merupakan perbedaan antara keadaan akhir dan keadaan awal, antar produk dan pereaksi
untuk reaksi elektrokimia.Dengan kata lain, energy oksidasi (anodic) = energy reduksi
(katodik) , tetapi dengan arah yang (tanda) berlawanan.
Untuk reaksi elektrokimia:
Oks + ne Red
∆G reaksi = G produk - G reaktan atau
= G red - G oks
Dalam suatu system elektrokimia pada tekanan dan temperature tetap, energy yang
berhubungan dengan proses adalah perubahan energy bebas, yang dinyatakan dalam ∆G.
Hubungan antara ∆G dengan potensial elektroda dirumuskan sesuai persamaan:
E = Eo – (RT)/(nF) ln [red/oks]
∆G = ∆Go + RT ln K
21
nFE = nFEo - RT lnK
E = Eo - [ RT/nF] ln K
A + B C + D
Fe 2+ + 2e Fe
= Eo - (RT/nF) ln a Fe/aFe 2+
E = Eo - (RT/nF) ln 1/a Fe 2+
E = Eo + ( RT/nF) ln a Fe 2+
2.3 Diagram E – pH
22
Diagram ini menampilkan daerah-daerah kertabilan air, daerah-daerah logam akan imun,
etrkorosi atau terpasivasi sebagai fungsi dari potensial sel dan pH. Diagram ini memberikan
informasi tentang reaksi anodic dan katodik yang mungkin terjadi dan kemungkinan proteksi
korosi berdasarkan termodinamika. Diagram E-pH (Pourbaix) dibuat untuk logam murni dan
dengan bertambahnya hasil pengukuran besaran termodinamika paduan, beberpadiagram
potensial paduan telah dibuat.
Di atas garis (b) gas oksigen lebih stabil sehingga kenaikan potensial antar muka ke potensial
di atas garis (b) menyebabkan terbentuknya gas O 2. Sebaliknya penurunan potensial antar
muka ke potensial di bawah garis (a) menyebabkan terjadinya gas H2.
Persamaan garis (a) dan (b) dapat diplot dengan menggunakan persamaan reaksi air yang
tereduksi maupun air teroksidasi.
= 0 - 2.303 RT pH
nF
Sudah didefenisikan bahwa pH = -log [H+]ntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis
[H+] = konsntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis CH+ jadi [H+] = CH+
Atau defenisi log CH+ = -pH dengan demikian diperoleh persamaan:
E = -
Kalau pH = -2
Maka E = -(0,0592)( -2)
E = 0,1182 Volt
Jika pH = 16
23
E = -(0,0592)(16)
E = -0,944 Volt
E = -0,0592 pH
Dengan menggunakan cara yang sama, maka diperoleh persamaan untuk garis (b)
E = 1,23 - 0,0592 pH
Kondisi Fe selain digambarkan secara umum menurut gambar 2.3 dapat juga dijelaskan
sesuai gambar 2.3 sebagai berikut:
E ( +) Fe2+
E = -0,440 Volt
E(-) Fe
Jika aktivitas logam semakin menurun (menjadi kecil), maka arah gerak ke bawah sehingga
terbentuk endapan Fe yang stabil, artnya Fe immum atau kebal terhadap korosi. Kalau
bergerak ke atas maka aktivitas logam akan naik. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya ion
Fe2+ sehingga terjadi korosi.
Besi (Fe) dalam keadaan ion, unsure maupun senyawa mempunyai energy bebas standar yang
dapat dilihat pada table 2.1 sebagai berikut:
Unsur/Senyawanya/Ion Go (kal)
Fe 0
FeO hydrous -58.880
Fe3O4 anhydrous -242.400
Fe2O3 anhudrous -177.100
Fe2O3 hydrous -161.930
24
Fe++ -20.300
HFeO2- -90.627
Fe+++ -2.530
FeOH++ -55.910
Fe (OH)2+ -106.200
FeO4- - -117.685
H2O -56.690
Reaksi Kesetimbangan
Reaksi kesetimbangan berdasarkan nomor yang ditunjukkan pada gambar 2.3.Reaksi berikut
merupakan reaksi kesetimbangan yang disertai dengan persamaan hasil perhitungan yang
memberikan hubungan antara potensial dan pH.
1. HFeO2- + H+ = Fe(OH)2+ + e-
2. HFeO2- + 2H2O = FeO4-- + 5H+ + 4e-
3. Fe++ + 4H2O = FeO4- + 8H+ + 3e-
4. FeOH++ + 3H2O = FeO4-- + 7H+ + 3e-
5. Fe(OH)2+ + 2H2O = FeO4-- + 6H+ + 3e-
25
2. Fe+++/FeOH++ pH = 2,43
++ +
3. FeOH /Fe(OH)2 pH = 4,69
4. Fe++/Fe+++ E = 0,771 Volt
++ ++
5. Fe /FeOH E = 0,914 - 0,0952 pH
6. Fe++/Fe(OH)2+ E = 1,194 - 0,1182 pH
- -
7. HFeO2 /Fe(OH)2 E = 0,675 + 0,0592 pH
8. HFeO2-/FeO4-- E = 1,001 - 0,0738 pH
9. Fe+++/FeO4- E = 1,700 - 0,1580 pH
++ --
10. FeOH /FeO4 E = 1,652 - 0,1379 pH
11. Fe(OH)2+ /FeO4-- E = 1,559 - 0,1182 pH
+ -
12. Fe + H2O = FeO = 2H + 2e E = -0,047 - 0,0592 pH
13. 3Fe + 4H2O = Fe3O4 + 8H+ +8e- E = -0,085 - 0,0592 pH
14. 2Fe + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 6e E = -0,047 - 0,0592 pH
15. 3FeO + H2O = Fe3O4 + 2H+ + 2e E = -0,197 - 0,0592 pH
16. 2FeO + H2O = Fe2O3 + 2H+ + 2e E = -0,057 - 0,0592 pH
E = 0,271 - 0,0592 pH
25. Fe = Fe+++ + 3e
E = -0 037 + 0,0197 l0g (Fe+++)
26. 3Fe++ + 4H2O +Fe3O4 + 8H+ + 2e
E = 0,980 - 0,2364 pH - 0,0886 log (Fe++)
27. 3HFeO2 + H+ = Fe3O4 + 2H2O + 2e
E = -1,819 + 0,0295 pH 0,0886 log HFeO2-
28. 2Fe++ + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 2e
a. E = 0,278 - 0,1773 pH - 0,0592 log (Fe++)
b. E = 1,057 - 0,1773 pH - 0,0582 lof(Fe++)
29. 2HFeO2- = Fe2O3 + 2e
a. E = -1,139 - 0,0592 log (HFeO2-)
b. E = -0,810 - 0,0592 log (HFeO2-)
26
Jika memperhatikan diagram kesetimbangan potensial –pH setiap unsure dalam sisten air dan
hasil reaksinya ada yang melibatkan ion H + dan OH- ada juga yang tidak melibatkan kedua
ion tersebut. Semua reaksi yang tidak melibatkan ion H + dan OH- makagaris reaksi
kesetimbangan akan sejajar dengan ABSIS artinya reaksi kesetimbangan tidak dipengaruhi
oleh pH, sedangkan nilai potensial dipengaruhi oleh aktivitas ion.
Contoh :
(Al 3+) =1
( Al 3+) = 10-6
Potensial
pH
Aktivitas Potensial
(a AL3+) (E298)
1 -1,662
10-2 -1,701
10-4 - 1,7408
10-6 -1,1889
Reaksi kesetimbangan:
Al3+ = 3e = Al
∆Go = Go Al - ( GoAl3+ + Go e)
= 0 - 115.000 -0
= - 115.000 kal/mol
Rumus:
∆Go = -nFEo
Eo = ( 115.000)(4,184)
(3)(96500)
Eo = 1,1662 Volt
Rumus:
E = Eo - RT ln aAl
27
nF aAl3+
E = Eo - RT ln 1
nF aAl3+
atau
E = - Eo + RT ln a Al3+
nF
Jika nilai log a AL3+ damasukkan esuai table maka nilai E akan diperoleh sesuai table di atas.
Akan diberikan contoh reaksi yang melibatkan ion H+ dan perpindahan muatan dan electron
= 0 + 6(-56690) - (-554600) - 0 - 0
= 214460 kal
Eo = - ∆Go
nF
E = Eo + RT 2,303 log a H+
nF
E = - 1,549 - 0,0592 pH
Contoh reaksi yang melibatkan ion H+ tetapi tidak melibatkan perpindahan muatan (electron)
= 27.670 kal
28
Reaksi tersebut di atas tidak melibatkan perpindahan muatan hingga tidak ada nilai/harga
potensial. Dengan demikian garis kesetimbangan reaksi sejajar dengan koordinat dan nilai
dioeroleh pada pH tertentu
BAB III
KINETIKA KOROSI
29
Tujuan Pembelajaran Khusus
1.Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam di lingkungan air berdasarkan
percobaan atau metode kehilangan berat dalam satuan mdd atau mpy
2. Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam berdasarkan elektrokimia jika
diketahui rapat arus korosinya dalam satuan mdd atau mpy
3. Mahasiswa dapat menggambarkan polarisasi katodik dan anodik proses korosi logam
di lingkungan air
4. Mahasiswa dapat menentukan laju korosi berdasarkan kurve polarisasi katodik dan
anodiknya
5. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh oksidator atau konsentrasi berdasarkan
polarisasi elektrokimianya.
3.1 Pendahuluan
Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam
dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran
elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan metal. Secara garis besar
korosi ada dua jenis yaitu :korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan
CO2 dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk
asam yang merupakan penyebab korosi., dan korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada
bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas
dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah.
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap
waktu. Laju korosi pada umumnya dihitung menggunakan 2 cara yaitu metode kehilangan
berat dan metode elektrokimia
30
Metode ini memerlukan waktu yang lama dan suistinable dapat dijadikan acuan terhadap
kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa korosif daerah tersebut) juga dapat
dijadikan referensi untuk perlakuan awal (treatment) yang harus diterapkan pada daerah dan
kondisi tempat objek tersebut.
31
Cu+2 + 2e = Cu berlaku rf = rb = io.Ar Cu /n F)
Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material dengan sifat
korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial yang terjadi
dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut merupakan gambar metode
yang dilakukan untuk mendapatkan hasil pada penelitian laju korosi dengan metode
elektrokimia yang diuraikan di atas.
(a) (b)
Gambar 3.1 menunjukkan metode pengukuran laju petrasi atau laju korosi di suatu
lingkungan. Gambar 3.1 a menunjukkan pengukuran potensial struktur dengan
membandingkan terhadap potensial elektroda acuan (dalam dalam ini CSE = Copper Sulfate
Electrode), Gambar 3.1b menggunakan higt- impedance voltameter, dan 3.1 c menggunakan
potensiometer.
32
3.4.1 Polarisasi Aktivasi
Polarisasi aktivasi adalah polarisasi yang mengendalikan laju aliran muatan (electron)
sebagai contioh reaksi setengah sel
2H+ + 2e H2
Reaksi pembebasan gas hidrogen , melalui tiga (3) tahap utama yaitu:
(a) ion H+ bereaksi dengan elektron dari logam membentuk atom hidrogen teradsorpsi
(Hads)
H + + e H ads
(b) atom H ads bereaksi membentuk molekul H2
H ads + Hads H2
(c) molekul H2 bergabung membentuk gas hidrogen yang keluar dipermukaan logam
nH2 + nH2 gas H2
Salah satu dari ketiga tahap reaksi dapat mengendalikan laju reaksi dan menyebabkan
polarisasi aktivasi.
Hubungan polarisasi aktivasi atau overpotensial (η) dan laju reaksi dinyatakan dengan rapat
arus (io)
Untuk polarisasi anodik ηa = βa log ia/io
Untuk polarisasi katodik ηc = βc log ic/io
Istilah overpotensial sering digunakan untuk polarisasi. Untuk polarisasi anodik adalah
positif, maka tetapan tafel slope anodik (βa) juga positif. Sebaliknya polarisasi katodik adalah
negatif dan tetapan tafel slope katodik (βc) adalah negatif. Rapat arus anodik (ia) dan rapat
arus katodik (ic) merupakan arah yang ebrlawanan.
Hubungan polarisasi aktivasi (η act) terhadap log i adalah linier untuk kedua polarisasi
anodik dan katodik, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut ini.
33
Nilai kemiringan (slope) tetapan tafel diasumsikan sekitar 0,1 Volt. Untuk nilai η act = 0,
maka i = io dan potensial elektroda setengah sel untuk reaksi reduksi
2 H + + 2e H2 adalah sama dengan potensial setengah sel untuk
reaksi oksidasi setengah sel : H2 2H + + 2e
Laju reaksi diukur dengan rapat arus anodik (ia) atau rapat arus katodik (ic) bertambah satu
tingkat untuk perubahan overpotensial + 0,1 Volt untuk polarisasi anodik dan – 0,1 Volt untuk
polarisasi katodik.dengan nilai tetaapan Tafel absolut. Nilai absolut tetapan Tafel biasanya
antara 0,03 – 0,2 Volt dan tidak boleh sama untuk reaksi anodik dan katodik, meskipun nilai
0,1 dan – 0,1 Volt merupakan estimasi βa dan βc untuk beberapa tujuan.
Adanya overpotensial menunjukkan adanya energi penghalang (energi aktivasi). Hubungan
ΔGf * dan ΔGr* untuk reaksi ke kanan dan ke kiri yang secara skematis ditunjukkan pada
Gambar 3.3 berikut ini.
Perbedaan energi aktivasi dihubungkan dengan potensial elektroda setengah sel dinyatakan
dengan persamaan : ΔG = - nFE aehingga
ΔGf * = ΔGr*= ΔG H+/H2 * = - nFE0 H+/H2
Hukum distribusi Maxwell memberikan distribusi energi jenis reaksi dan memulai untuk
menyatakan reaksi ke kanan (rf) dan sebaliknta (r b), laju reaksi merupakan fungsi energi
aktivasi
Reaksi ke kanan (rf) = kf exp ( - ΔGf * /RT) dan
Reaksi ke kiri (r b) = kb exp (-ΔGr*/RT)
Dengan kf dan kb adalah tetapan laju reaksi ke kanan dan ke kiri. Pada kondisi setimbang,
laju reaksi ke kanan ( rf) = laju reaksi ke kiri (rb) = (ArL io) /(nF) sehingga
Rapat arus (io) = kf’ exp (-ΔGf * /RT) = kb’ exp (- ΔGr*/RT)
34
Dengan demikian menjadi jelas bahwa rapat arus pertukaran merupakan fungsi dari energi
aktivasi.
Jika suatu overpotensial katodik (ηc) diaplikasikan ke elektroda , laju reaksi pelepasan
berkurang dan ionisasi naik. Hal ini disertasi penurunan energi aktivasi selama reaksi
pertukaran sejumlah anFη dan kenaikan reaksi ionisasi sejumlah (1 – α)anFη seperti
ditunjukkan pada gambar 3.3. Faktor α dan (1-α) merupakan fraksi ηc yang menghasilkan
reaksi pelepasan dan ionisasi ( ke kanan dan sebaliknya).
Laju reaksi pelepasan dalam rapat arus dinyatakan :
ic = kf’exp [ΔGf * - (1-α) nFη]/RT
dan laju reaksi ionisasi anodik : ia = kb’ exp [ΔGr* - (1-α)nFη]/RT.
Arus yang diaplikasikan
i apl, c = ic-ia = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT]
i apl, a = ia-ic = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT]
dengan α adalah fraksi ηa dengan reaksi ionisasi anodik, maka persamaan di atas dapat
disederhanakan menjadi ; i apl,c = ic-ia = io exp[αnFηc/RT)
untuk nilai ηc tinggi, maka persamaannya menjadi : iapl,c = βc log ic/io
dengan βc = 2,303 RT / αnF dan persamaan menjadi;
η apl,a = βa log ia/io
Untuk nilai polarisasi anodik(ηa) tinggi, maka α = 0,5 , βc atau βa = 0,12 Volt dan dalam
pembahasan selanjutnya nilai tetapan Tafel = 0,1 Volt.
35
Hal ini nampak bahwa potensial elektroda (E) turun sebagai (H+) di permukaan logam.
Perupahan potensial akibat polarisasi konsentrasi (ηConc) yang diberikan sebagai fungsi rapat
arus
η Conc = 2.303 RT/nF log ( 1- ia/iL)
Dengan mengalurkan polarisasi konsentrasi (ηConc) terhadap log i menunjukkan bahwa η Conc
sampai rapat arus batas (iL) seperti ditunjukkan pada gambar 3.5 berikut ini.
Rapat arus batas (iL) adalah pengukuran laju reaksi maksimum tanpa kecuali karena laju
difusi maksimum ion H+ dalam larutan. Rapat arus batas (iL) dapat dihitung menurut
persamaan
iL = Dz.nFCB / δ
dengan , Dz adalah difusivitas zat yang bereaksi (H +) , iL bertambah dengan konsentrasi
larutan lebih tinggi (CB), suhu lebih tinggi. Dz dapat dinaikkan dengan agitasi atau
pengadukan larutan, dan jarak δ berkurang seperti ditunjukkan pada gambar 3.6
36
Untuk proses korosi, poalrisasi konsentrasi adalah signifikasn dengan proses reduksi katodik
dan polarisasi konsentrasi untuk reaksi anodik diabaikan karena pemasukan atom logam
tidak dibatasi pada daerah antar muka logam.
37
Gambar 3.7 Potensial Korosi
Persamaan polarisasi katodik diasumsikan bahwa polarisasi konsentrasi adalah tidak ada.
Hubungan ηa dan ηc untuk polarisasi akrivasi reaksi Zn Zn 2+ + 2e dan 2H+ +2e H2
adalah linier pada grafik semilog ( Gambar 3.7). Nilai rata-rata βa dan βc
diestimasikan pada 0,1 Volt dan -0,1Volt. Pada E cor laju reaksi anodik dan aktodk adalah
sama. Laju pelarutan anodik, ia adalah identik dengan laju korosi icor yang merupakan rapat
arus pertukaran. Rapat arus anodik (ia ) = ic = icor
38
Gambar 3.8 Diagram Polarisasi Zn dan Fe
Gambar 3.8 menunjukkan secara nyata bahwa potensial elektroda Zn adalah lebih rendah
daripada Fe sebab rapat arus pertukaran untuk reduksi hidrogen pada Zn dibandingkan untuk
besi (Fe) dan secara komparatif rapat arus pertukaran pelarutan Zn dan Fe ditnjukkan pada
Gambar 3.8.
39
Gambar 3.9 Pengaruh Pengadukan terhadap iL
Jika iL menjadi besar daripada laju oksidasi anodik atau rapat barus (io), laju korosi logam
icor, bertambah sesuai dengan laju pengadukan lihat gambar 3.9 dan tetapi bila di tingkat
lebih tinggi atau iL > io, maka reaksi reduksi menjadi dikendalikan oleh polatisasi aktivasi.
40
41
BAB IV
BENTUK-BENTUK KOROSI
Pendahuluan
Proses korosi akan terjadi bila terdapat perbedaan potensial antara katoda dan anoda dan
lingkungan yang mempengaruhi. Tetapi untuk bentuk-bentuk korosi tergantung pada sifat
material, sifat lingkungan dan ada tidaknya tegangan atau regangan yang bekerja pada
material tersebut, sehingga material tersebut dapat mengalami korosi dalam bentuk-bentuk
yang spesifik. Secara umum bentuk-bentuk korosi diklasifikasikan menjadi korosi merata dan
korosi setempat, dan berdasarkan mekanisme proses korosinya bentuk korosi yang sering
terjadi adalah:
1. Korosi merata
2. Korosi galvanik
3. Korosi celah (crevice corrosion)
4. Korosi sumuran (pitting corrosion)
5. Korosi intergranular
6. Korosi pelindian selektif (selective leaching)
7. Korosi erosi
8. Korosi yang disebabkan factor mekanik, yang mencakup peretakan korosi tegang
(stress corrosion cracking), korosi lelah (fatigue corrosion) dan peretakan yang
diinduksi hydrogen (hydrogen induced cracking).
Salah satu bentuk korosi yang terjadi pada logam adalah korosi merata. Korosi merata
adalah jenis yang korosinya terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang terpapar
42
atau terekspose ke lingkungan berlangsung dengan laju yang hampir sama. Dengan demikian
hampir seluruh permukaan logam menampilkan terjadinya proses korosi. Korosi merata
terjadi karena adanya pengaruh dari lingkungan sehingga kontak yang berlangsung
mengakibatkan seluruh permukaan logam terkorosi. Korosi seperti ini umumnya dapat kita
temukan pada baja di atmosfer dan pada logam atau paduan yang aktif terkorosi yang berarti
potensial korosinya berada pada daerah kestabilan ionnya dalam diagram potensial pH.
Kerusakan material yang umumnya diakibatkan oleh korosi merata dinyatakan dengan laju
penetrasi yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
Secara teknik korosi merata tidak berbahaya karena laju korosinya dapat diketahui
dan diukur dengan ketelitian yang tinggi. Kegagalan materi akibat serangan korosi ini dapat
dihindari dengan pemeriksaan dan monitoring secara teratur.
Korosi pada logam terjadi karena adanya reaksi redoks antara logam dengan
lingkungannya. Korosi merata berlangsung secara lambat dan korosi ini dipicu oleh
korosi yang mula-mula terjadi pada sebagian permukaan logam sehingga dengan
43
bertambahnya waktu akan menyebar ke seluruh permukaan logam. Reaksi korosi merata
yang terjadi pada logam besi prosesnya adalah sebagai berikut:
Korosi galvanik dapat didefinisikan adanya kontak antara dua logam yang berbeda
dalam larutan elektrolit. Dalam korosi ini logam yang lebih mulia atau logam yang
potensialnya lebih positif tidak terkorosi, sedangkan logam yang potensialnya lebih terkorosi
menjadi terkorosi.
Efek korosi galvanic biasanya dapat diabaikan jika perbedaan potensialnya lebih kecil
dari 50 mV. potensialnya bukan berasal dari hasil perhitungan secara teori atau dari daftar
potensial standar, melainkan berasal dari potensial yang dihitung berdasarkan perbandingan
kualitatif atas aktivitan logam-logam. Potensialnya disebut potensial korosi. Tetapi potensial
korosi ini tidak dapat dijadikan patokan bahwa akan terjadi distribusi korosi pada pasangan
dua buah logam yang tergalvanisasi. Sebagai contoh, baja karbon berat akan larut lebih cepat
dalam larutan yang asam dan memiliki potensial yang lebih positif dibandingkan baja karbon
ringan.
Namun dalam beberapa kasus, efek galvanic akan cenderung rendah jika perbedaan
potensialnya cukup besar, karena adanya lapisan oksida yang melindungi logam-logam yang
berada di deretan logam mulia (logam yang bertindak sebagai katodik dan mengalami reaksi
reduksi). Penggabungan dua buah logam tak sejenis juga perlu diperhatikan ukuran masing-
masing logam disamping perbedaan potensialnya. Sebaiknya digabungkan antara anoda kecil
dan katoda besar, dan hindari penggabungan antara anoda besar dan katoda kecil karena
sangat berbahaya. Bedar kecilnya ukuran loga yang bertindak sebagai anoda atau katoda
mempengaruhi kecepatan arus yang menjadi factor pemicu laju korosi. Logam dengan
potensial korosi yang lebih negatif akan terkorosi lebih intensif, sedangkan logam lainnya
44
yang lebih nobel atau mulia laju korosinya akan menurun. Peningkatan laju korosi logam
yang lebih aktif (misalnya Al) dan penurunan laju korosi logam yang lebih bersifat katodik
(misalnya Fe) digambarkan secara skematik dalam Gambar 4.2.
45
Platinum
Gold
Titanium
Silver
Noble or
Chlorimet 3 (62 Ni, 18 Cr, 18 Mo)
cathodic
Hastelloy C (62 Ni, 17 Cr, 15 Mo)
18-8 Mo Stainless steel (passive)
18-8 Stainless steel (passive)
Chromium stainless steel 11-30% Cr (passive)
Inconel (passive) 80 Ni, 13 Cr, 7 Fe
Nickel (passive)
Silver solder
Monel (70 Ni, 30 Cu)
Cupronickels (60-90 Cu, 40-10 Ni)
Bronzes (Cu-Sn)
Copper
Brasses (Cu, Zn)
Chlorimet 2 (66 Ni, 32 Mo, 1 Fe)
Inconel (active)
Nickel (active)
Tin
Lead
Lead tin solders
18-8 Mo Stainless steel (active)
18-8 Stainless steel (active)
Active or Ni-Resist (high Ni cast iron)
Anodic Chromium stainless steel 13% Cr
Cast iron
Steel or iron
2024 aluminium (4,5 Cu, 1,5 Mg, 0,6 Mo)
Cadmium
Commercially pure aluminium (1100)
Zinc
Magnesium and magnesium alloys
46
berpasangan dengan logam tersebut. Juga tidak akan menimbulkan peningkatan korosi
yang lebih besar jika dipasang sebagai anoda. Contoh logam yang berpolarisasi dengan
mudah di air laut adalah Titanium. Logam yang lebih sulit berpolarisasi dan sulit untuk
merubah potensialnya akan menimbulkan korosi galvanik, bergantung terhadap logam
yang dipasangkan. Contoh logam yang sulit berpolarisasi adalah paduan tembaga dan
beberapa paduan aluminium. Jadi aluminium akan terkorosi lebih cepat dipasangkan
dengan tembaga yang sulit berpolarisasi daripada dipasangkan dengan titanium yang
mudah berpolarisasi dalam air laut, walaupun perbedaan potensial titanium-aluminium
lebih besar daripada perbedaan potensial tembaga aluminium. Pengukuran laju korosi
dinyatakan dengan hokum Faraday sebagai berikut:
Hubungan antara arus (I) dengan massa (m), dinyatakan dengan:
m = masa yang bereaksi (gr)
I = masa atom relative logam (gram/mol)
t = waktu (detik)
n = jumlah muatan electron
F = bilangan Faraday (96500 Coulomb/equivalent)
Laju korosi R dihitung dengan membagi massa yang bereaksi m dengan waktu dan luas
permukaan, sehingga:
m M .i . t
R= A= /t . A
t n. F
47
Adapun reaksi yang terjadi adalah:
a. Reaksi anodik pada korosi logam:
M Mn+ + ne
b. Reaksi katodik, yang ada beberapa kemungkinan:
1. Evolusi Hidrogen
2H+ + 2e H2 dalam lingkungan asam
2H2O + 2e H2 + 2OH- dalam lingkungan basa
Pengecatan dan pelapisan adalah cara tertua dan yang paling banyak
digunakan dalam mengatasi korosi, tetapi pengecatan sekali tidak akan mengatasi
korosi semuanya. Pelapisan protektif harus diseleksi sesuai dengan struktur logam
yang akan diproteksi.
Langkah-langkah pengecatan sebagai berikut:
a. Pesiapan permukaan logam yang akan dilapisi
Tahap ini meliputi pengampelasan permukaan logam. Pengampelasan ini
bertujuan untuk membersihkan permukaan dari kotoran dan debu. Permukaan
logam ini juga tidak boleh dalam keadaan basah.
48
4. Passivasi (Pembentukan Lapisan Pasif)
Lapisan pasif adalah suatu selaput untuk melindungi logam dari korosi lebih
lanjut dan lapisan tersebut tidak melekat dengan kuat, contoh lapisan Fe 2O3.
Adapun logam-logam yang dapat membentuk lapisan pasif antara lain: Besi, Krom,
Aluminium, Titanium, dan Molibdenum.
Jika lapisan ini pecah, akan menyebabkan proses korosi menjadi lebih cepat.
Adapun penyebab pecahnya lapisan pasif ini adalah:
a. lingkungan yang terlalu agresif (misalnya: terdapat klorida yang
mengakibatkan terbentuk flok-flok gram)
b. terjadi benturan
c. lapisan pasif yang terbentuk terlalu tipis
Disini 2 keping logam ditahan dengan paku dan dicelupkan ke dalam air laut. Pada
bagian A di dalam celah penambahan oksigen secara difusi lebih sedikit pada bagian C,
49
di luar celah. Akibatnya, adanya sel galvanik antara A dan C yang terbentang sehingga
menghasilkan kehancuran pada baja.
Reaksi utama yang terjadi Fe Fe2+ + 3e. Elektron yang dilepaskan menuju C,
dimana reaksi dengan oksigen lebih dominan. Kelebihan ion Fe2+ dalam celah membentuk
banyaknya muatan positif yang mengikat ion klorida dari larutan. Fe 2+ beraksi dengan air
menurut reaksi berikut ini:
Fe2+ + 2H2O Fe(OH)2 + 2H+
secara umum ion logam dituliskan M+
M+ +Cl + H2O MOH + H+ + Cl-
Sesuai dengan reaksi di atas, dapat menambah kesamaan, sesuai yang terjadi dalam
celah mempunyai pH yang lebih rendah dan dapat menaikkan laju korosi dalam celah.
51
6. Potensial larutan, yang lebih positif dibandingkan potensial redoks logam akan
mendoronng proses korosi pitting.
52
Gambar 4.4.a.
4.5.2. Penyebab
Kristal akan terbentuk ketika logam membeku akibat pendinginan, mengakibatkan
logam tersebut kemurniannya berkurang. Daerah pertumuhan Kristal merupakan kumpulan
butir yang kurang stabil pada kristal. Dalam beberapa kasus, korosi terjadi pada daerah yang
berbatasan dengan daerah butir. Hal ini menyebabkan logam tersebut menjadi terpisah.
Kemurnian elemen-elemen paduan memegang peeranan penting dalam pencegahan korosi
intercrystalin.
53
Pada penggoresan Grain Bounderies (Batas Butir), daerah-daerah batas butir sering
diserang. Celah-celah melebar dalam bentuk garis dan jika dilihat dengan mikroskop celah
tersebut berupa garis-garis gelap dengan lebar yang terbatas (lihat gambar 4.5). Derajat
kepekaan dan kemudahan terkena korosi intercrystalin tergantung dari waktu, temperatur
kritik, temperatur dalam range kritik atau laju pendinginan yang dilalui range temperatur.
Dengan kata lain, factor-faktor yang menyebabkan korosi intercrystalin adalah:
1. pemanasan pada suhu tinggi
2. lingkungan korosif
3. paduan-paduan logam
Faktor-faktor tersebut merupakan hal yang memicu terbentuknya endapan kromium karbida
yang akhirnya akan membentuk korosi intercrystalin. Faktor dominan penyebab terbentuknya
korosi intercrystalin adalah pemanasan pada suhu tinggi, contohnya pada pengelasan yang
tidak sesuia dengan prosedur.
Gambar 4.5 Korosi intergranular dari baja tahan karat austenitic yang tersentisisasi
diambil dengan SEM
4.5.3. Mekanisme
Pada prinsipnya setiap logam yang mengandung butir-butir antara pada batasan-
batasan butir tersebut, rentan terhadap korosi intercrystalin. Menurut sumber yang ada, korosi
intercrystalin paling sering dialami oleh baja nirkarat austenitic tetapi dapat terjadi pula pada
baja lain seperti: baja nirkarat ferritik, paduan-paduan korosi berbasis nikel. Penjelasan
mengenai bagaimana mekanisme terjadinya korosi intercrystalin dalam contoh yang ada
seperti berikut ini.
54
Paduan Alluminium
Paduan-paduan aluminium bias terserang korosi intercrystalin dengan parah. Pada kkorosi
ini endapan yang umum terjadi adalah CuAl2 dan FeAl3 yang bersifat katodik atau Mg5A18
dan MgZn3 bersifat anodik terhadap logam di sekitarnya. Kumpulan paduan biasanya berupa
endapan keras Al-Cu dan Al-Mg-Zn paduan basa dan paduan aktif Al-Mg yang mengandung
lebih dari 3% Mg dan campuran logam Al bergantung pada struktur metalnya sehingga akan
lebih rentan mengalami korosi intercrystalin.
Pendinginan cepat
Gambar 4.7 diatas memperlihatkan diagram yang disederhanakan untuk kelarutan karbon
padat dalam paduan Fe, 18 Cr, 8 Ni (tipe 304). Apabila kandungan karbon kurang dari sekitar
0,03% fase-fase kesetimbangan mantap, tetapi untuk komposisi-komposisi dengan persentase
lebih besar dari 0,83% fase-fase kesetimbangan yang mantap adalah dan suatu campuran
karbida yang rumusnya adalah (FeCr) 23C6 dan disebut kromium karbida. Proporsi karbida
yang diperoleh bergantung pada pendinginan: pendinginan cepat melalui pencelupan
(quenching) ke air atau minyak, dari suhu lebih dari 1000°C, akan menekan pembentukan
karbida. Jika bahan itu kemudian dipanaskan kembali, terutama dalam rentang 600-850°C,
ada kemungkinan besar untuk terjadinya pengendapan karbida pada batas-batas butir.
Bahan itu disebut mengalami pemekaan, dan berada pada kondisi rentan terhadap korosi
(di bawah 600°C laju difusi kromium terlalu lambat untuk memungkinkan pengendapan
karbida). Keberadaan kromium (>12%) dalam baja secara nyata memperbaiki ketahanannya
terhadap korosi. Akan tetapi, pengendapan kromium karbida menyebabkan berkurangnya
kromium dibawah 12% pada logam tepat di sekitar endapan sehingga tidak “antikarat” lagi.
Dibanding butir-butir yang lain, bagian yang mengalami pengurangan kromium sangat
anodik dan serangan hebat akan terjadi dibatas butir paling dekat jika logam bertemu dengan
56
elektrolit. Dalam kasus yang ekstrem butir-butir yang terserang bias lepas dari bahan, yang
tentu saja bahan menjadi rapuh sekali.
Masalah yang timbul akibat penggunaan bahan seperti diatas jelas sekali. Bahkan
meskipun paduan tersebut dalam kondisi tidak peka karena proses pembuatannya terhindar
dari karbida, bahaya akan selalu ada jika penggunaan atau penanganan selanjutnya
melibatkan proses pemanasan yang mengembalikannya ke kondisi peka. Pengelasan baja
nirkarat austenitic adalah salah satu contoh penyebab kegagalan-kegagalan serius di masa
lampau.
Karena masalah yang begitu serius maka sekarang orang telah mengembangkan paduan
yang peluang untuk mengalami pengendapan di batas butir, jauh lebih kecil. Kendatipun
demikian, masih ada laporan bahwa baja nirkarat tipe 304 tetap dikhususkan untuk
penggunaan dalam pembangunan reactor-reaktor air mendidih, dibalik kesadaran tentang
akibat peluruhan las.
Istilah baja nirkarat (stabilized stainless steel) dipergunakan untuk paduan yang tidak
rentan terhadap korosi intercrystalin. Kita dapat memantapkan baja nirkarat austenitic, seperti
contoh: Fe, 18- Cr, 8- Ni, yang digunakan diatas, dengan menambahkan sedikit titanium atau
niobium. Unsur-unsur ini akan lebih dahulu membentuk karbida dibanding kromium,
sehingga akibatnya daerah batas butir tidak akan kehilangan kromium. Orang biasa
menambahkan titanium atau niobium 5-10 kali lebih banyak dari karbon yang ada agar tidak
ada kromium karbida yang terbentuk.
4.5.5. Pengendalian
a. Menggunakan baja tahan karat yang telah distabilkan.
57
b. Mengurangi keasaman dan kondisi oksidatif lingkungan.
c. Penambahan inhibitor
d. Penambahan hingga temperatur kritik
Jika perlu, setelah dipanaskan sekitar 1120K dipakai untuk melarutkan Cr23C6
yang sama. Pada prinsipnya hal ini juga mengurangi efek sensitifitas dengan
memperpanjang proses pemanasan diantara temperatur kritik untuk
membiarkan terjadinya difusi Cr dari partikel logam dan mengurangi daerah
penghilangan Cr berdekatan dengan batas butir. Namun kenyataannya
melibatkan waktu yang sama.
e. Mengurangi kadar karbon <0,03%.
f. Melakukan solution annealing untuk melarutkan karbida kaya kromium yang
disertai dengan pendingin cepat.
Tembaga secara khusus ika dikombinasikan dengan unsure-unsur ini membentuk suatu
bagian dari paduan logam yang sensitif terhadap leaching. Bentuk korosi ini biasanya
dinamani sesuai dengan elemen-elemen yang meluruh, seperti ditulis pada tabel di atas. Pada
paduan logam tembaga perak fenomena dealloying yang terjadi adalah peluruhan selektif
tembaga yang disebut decuprifikasi. Pada paduan logam perak-emas, peluruhan selektif
terjadi pada perak, meninggalkan emas.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa korosi selektif terjadi akibat dari pengaruh galvanik
antara unsur-unsur berlainan yang membentuk paduan (walaupun faktor-faktor lain seperti
kandungan udara dan temperatur yang berbeda-beda juga sangat penting). Dari contoh
58
terlihat bahwa logam paduan yang memiliki Esel lebih rendah akan mengalami korosi karena
berperan sebagai anoda dan yang lebih murni sebagai katoda.
Tetapi tidak hanya itu, sebenarnya kedua logam larut (misalnya tembaga-seng) baik
seng maupun tembaga kedua-duanya larut, tetapi diikuti oleh pengendapan kembali tembaga
atau logam paduan yang lebih aktif akan terlarut. Logam yang terlarut akan terlarut
berdasarkan Esel (logam yang lebih mulia akan menjadi katodik dan lawannya Esel menjadi
anodik akan mengalami korosi).
Contoh: Dezincfikasi
Dezincfikasi merupakan bentuk korosi selektif yang menyerang paduan logam yang
terdiri dari Cu dan Zn (kuningan). Dezincfikasi terutama terjadi pada kuningan dengan kadar
seng diatas 15-20%, pada lingkungan air yang mengandung ion Cl - seperti air payau dan air
laut dan air yang mengandung O2. Sedangkan untuk kuningan dengan kadar seng kurang 5%
biasanya tahan terhadap korosi ini. Produk dari proses Dezincfikasi menghasilkan kuningan
yang berlubang, rapuh, memiliki kekuatan mekanis yang rendah dan warna kuningan berubah
dari kuning ke merah.
Tipe atau bentuk serangan pada proses Dezincfikasi dibagi menjadi 2 bagian:
1. Tipe setempat (plug)
Tipe korosi ini menyerang secara lokal sampai ke dalam kuningan membentuk
lubang.
korosi plug
kuningan kuningan
Gambar 4.8 Korosi Setempat
59
Korosi tersebut terjadi pada kuningan yang menpunyai kadar seng rendah, kondisi
lingkungan basa, netral atau sedikit asam. Air dapat merembes melalui lubang ini.
Lubang ini bisa muncul jika diberi perlakuan mekanik seperti di tekuk.
Yellow Brass
Reaksi:
di anoda: Zn Zn2+ +2e-
Cu + 2Cl- CuCl- + e-
4.6.3. Pengendalian
1. Mengurangi keagresifan lingkungan misalnya dengan mengurangi kandungan
oksigen terlarut (deaerasi).
2. Menggunakan paduan yang lebih tahan, misalnya dengan kuningan merah (15%
Zn).
3. Penambahan 1% Sn pada kuningan 30-70
4. Penambahan inhibitor (fosfor, animon, arsen)
5. Proteksi katodik
6. Menggunakan kuningan yang mengandung zat aditif seperti kuningan admiral
yang terdiri dari 70% Cu, ZgZn, 1% Sn, 0,02-0,06% Ar).
60
4.7. Korosi Erosi
4.7.1. Pengertian
Korosi erosi adalah korosi yang terjadi apabila permukaan logam terserang akibat gerak
relative antara elektrolit dan permukaan logam atau dengan kata lain korosi ini terutama
disebabkan oleh efek-efek mekanik, misalnya: pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang
sangat rentan tanerhadap korosi erosi umumnya adalah logam-logam lunak seperti: tembaga,
kuningan, aluminium murni, dan timbale. Tetapi tidak menutup kemungkinan logam-logam
lain juga dapat terkena erosi deng kondisi-kondisi aliran tertentu.
61
Carbon Steel Petroleum Refinery Aliran cairan dan uap proses yang
Equipment mengandung H2S
Carbon Steel Pipe and Storage Tank Sulfuric acid, 65-100% > 0,9 m/s
Cast austenitic Stainless Steel Pump Parts Gelembung hydrogen diakibatkan oleh
korosi dalam Sulfuric Acid
Proses aliran asam menurunkan kondisi
Bila aliran terus mengalir, maka akan terjadi serangan kembali oleh gelembung udara
yang terbawa oleh aliran. Serangan ini akan mengikis dan merusak lapisan pelindung yang
baru saja terbentuk. Rusaknya lapisan pelindung ini mengakibatkan serangan lebih lanjut
pada logam yang lebih dalam, mengakibatkan cekungan menjadi lebih dalam dan permukaan
semakin tidak merata. Begitu seterusnya untuk serangan berikutnya.
Korosi erosi ini mudah dikenali karena dapat menciptakan efek-efek berupa cerukan yang
mengikuti pola alirannya atau lubang-lubang bundar. Efek-efek khas yang dihasilkan oleh
korosi erosi ini terjadi akibat ketergantungan laju erosi terhadap waktu, dimana laju erosi juga
dipengaruhi juga oleh tekstur permukaan logam. Pada permukaan yang lembut, laju erosi
lambat, tetapi akan menjadi cepat apabila kekasaran permukaan telah mencapai kedalaman
tertentu, selapis air akan menempel ke permukaan atau terperangkap di dalam ceruk-ceruk
62
dan ini mengurangi efek korosi yang ditimbulkan oleh aliran selanjutnya. Sebagai akibatnya,
jika dilakukan pengamatan laju erosi akan menurun setelah laju maksimum tercapai.
Bentuk-bentuk kerusakan akibat korosi erosi:
- Grooves and gullies
- Teardrops
- Horseshoe
Berikut ini adalah contoh bentuk-bentuk tersebut:
Gambar 4.11 Tabung kondensasi kuningan yang telah terkorosi erosi dengan kerusakan
yang terbentuk horseshoe pits akibat upstream undercutting dalam air garam.
Gambar 4.12 Korosi erosi pada tabung condenser kuningan yang membentuk lubang-
lubang teardrops akibat downstream undercutting
63
Gambar 4.13 Grooving dalam pila baja karbon yang mengandung asam sulfat
64
3. Meskipun peretakan yang disebabkan oleh unsur kimia di lingkungannya hanya
sedikit dan konsentrasinya tidak terlalu besar, tetapi jika logam tersebut tidak tahan
terhadap kondisi lingkungannya pasti peretakan akan terjadi.
4. Jika tegangan tidak ada, paduan/logam tidak akan retak meski ditempatkan di
lingkungan yang korosi.
5. Kerentanan paduan terhadap SCC dalam lingkungan spesifik meningkat dengan
meningkatnya tegangan.
6. SCC tidak bisa diperkirakan terjadi walaupun telah dipilih bahan yang tahan korosi
karena adanya akumulasi ion agresif secara setempat pada permukaan paduan.
4.8.2. Mekanisme
Mekanisme terjadinya SCC dibentuk oleh dua fase.
a. Fase Pemicuan (Fase ketika pembangkit tegangan terbentuk)
Di dalam suatu logam pasti ada daerah anodik dan katodik. Untuk membuat
reaksi korosi berjalan lambat maka banyak orang yang melakukan pasivasi terhadap
logam tersebut. Dimana pasivasi merupakan suatu proses pembentukan selaput pasif
untuk memperlambat laju korosi dan melindungi logam dari proses korosi. Dalam
tahap pertama ini, terjadi serangan lokal (karena pengaruh dari tegangan dalam logam
itu sendiri, misalnya ketika operasional, instalasi, atau fabrikasi yang ememrlukan
energy besar sehingga mengeluarkan tegangan dalm logam itu) terhadap bagian-
65
bagian yang sangat lokal pada permukaan anoda, yang akibatnya timbul ceruk atau
lunbang paa lapisan pasif tersebut. Pembentukan lubang atau ceruk merupakan
pemicu terjadinya SCC. Lubang itu terbentuk karena adanya tegangan tarik dalam
logam sehingga terjadi deformasi plastik, yaitu ikatan-ikatan pada struktur kristalnya
putus sehingga bentuk bahan berubah secara permanen. Mekanisme ini dianggap
sebagai mekanisme pembentukan serta gerak cacat, biasanya merupakan dislokasi
paling sederhana pada stuktur kristal. Gerakan dislokasi akan terhenti apabila
dislokasi telah mencapai permukaan logam atau batas butir. “Penumpukan” dislokasi
pada batas-batas butir menyebabkan polarisasi anodik pada daerah-daerah ini karena
meningkatnya ketidakteraturan dalam struktur kristal. Ini tidak berpengaruh terhadap
fase pemicuan jika terjadi di sebelah dalam bahan, tetapi paling berperan pada
tahapan penjalaran. Pada permukaan yang seharusnya halus kini terbentuk cacat-cacat
lokal yang disebut tahapan sesar (slip step) dan merupaka bagian pada bahan yang
paling rentan terhadap serangan korosi.
b. Fase penjalaran
Fase penjalaran (propagation phase) yaitu penjalaran retak yang akhirnya
menyebabkan kegagalan. Mekanisme penjalaran retak yang paling umum diterapkan
dalam peretakan peka lingkungan ada tiga, yaitu:
1) Mekanisme melalui lintasan akif yang sudah ada sejak semula
Mekanisme ini pada dasarnya sama seperti pada korosi intergranuler. Dalam
mekanisme ini, penjalaran cenderung terjadi di sepanjang batas butir yang aktif.
Batas-batas butir mungkin terpolarisasi anodik akibat berbagai alasan metalurgi,
seperti segregasi atau denudasi unsur-unsur pembentuk paduan. Kemungkinan
besar bahwa penumpukan dislokasi dapat menghasilkan efek yang sama, walau
kemungkinan dislokasi berkurang bila SCC terjadi pada tingkat tegangan rendah,
karena peran tegangan tarik di situ mungkin sekedar membuat retakan tapi terbuka
sehingga elektrolit dapat masuk ke bagian ujungnya.
Kebanyakan sistem paduan yang memiliki endapan batas butir biasanya
mengalami kegagalan akibat peretakan intergranuler. Adanya lintasan aktif dalam
baja lunak tidak tegang telah dibuktikan melalui kehancurannya dalam larutan
nitrat mendidih ketika arus anodik dialirkan. Bukti serupa yang menegaskan
hubungan struktur metalurgi dalam batas butir dengan kecenderungan retak telah
diperoleh untuk paduan-paduan aluminium/tembaga dan aluminium /magnesium
melalui perlakuan-perlakuan panas yang tepat.
2) Mekanisme memalui lintasan aktif akibat regangan
Salah satu cirri daipada SCC ini adalah bahwa jika hanya tegangan yang tidak
ada, paduan biasanya tidak reaktif terhadap lingkungan penyebab peretakan,
karena adanya selaput pelindung permukaan (selaput pasif). Jika selaput pasif
terserang oleh adanya pengaruh tegangan dalam logam itu, maka akan terjadi
penguraian anodik pada permukaan anodik lapisan pasif dan akibatnya penjalaran
retakan akan terjadi dan laju pertumbuhan di ujung retakan tempat penguraian
katodik berlangsung paling besar dibanding dengan bagian sisi retakan yang telah
terpasivasi karena telah lebih lama berhubungan dengan lingkungan. Jika serangan
66
lokal pada selaput pasif terus terjadi maka sangat memungkinkan pecahnya
selaput pasif tersebut karena mengalami regangan, yang kemudian diikuti oleh
penguraian logam di bagian yang pecah. Laju peretakan disini ditentukan oleh tiga
criteria:
Laju pecahnya selaput yang ditentukan oleh laju regangan yang dialami.
Laju penggantian dan pembuangan larutan di ujung retakan. Proses ini
dikendalikan oleh difusi, juga ditentukan oleh kemudahan masuknya unsu-
unsur agresif ke bagian ujung retakan.
Laju pemasifan. Ini merupakan persyaratan vital, karena jika pemasifan
berjalan lambat, maka penguraian logam berlebihan dapat terjadi baik diujung
maupun di sisi-sisi retakan, sehingga dikhawatirkan retakan semakin melebar
dan ujungya tumpul, dan akibatnya petumbuhan retak tertahan. Jadi, pada
paduan pemasifan yang buruk, korosi yang diharapkan terjadi adalah korosi
biasa, bukan peretakan. Kebalikannya, pemasifan yang sangat cepat akan
menyebabkan laju penjalaran yang lambat; karena pemasifan kembali yang
sedanglah yang paling besar daya rusaknya.
3) Mekanisme menyangkut absorpsi
Mekanisme ini mengandung arti bahwa unsur-unsur aktif dalam elektrolit
menurunkan integritas mekanik bagian ujung retakan sehingga memudahkan putusnya
ikatan-ikatan pada tingkat energy jauh lebih rendah dari semestinya. Dalam salah satu
mekanisme jenis ini, ion-ion agresif yang spesifik untuk setiap kasus diperkirakan
mengurangi ikatan antara atom-atom logam di ujung retakan akibat proses adsorpsi
dan hal ini menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan antara logam dan unsure-unsur
agresif tadi. Energi yang digunakan untuk mengikat agresor-agresor dengan atom-
atom logam mengurangi energy ikatan logam dengan logam sehingga pemisahan
secara mekanik lebih mudah terjadi. Bukan tidak mungkin bahwa ion spesifik itu
(yang dalam keadaan normal tidak reaktif terhadap logam) menjadi lebih reaktif
karena meningkatnya energy termodinamik di antara ikatan logam-logam akibat
tegangan tarik.
Mekanisme mengenai adsorpsi yang kedua didasarkan pada pembentukan
atom-atom hydrogen akibat reduksi ion-ion hydrogen dalam retakan. Atom-atom
hydrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam, dan ini diperkirakan menyebabkan
pelemahan, atau perapuhan ikatan logam-logam yang terletak di bawah permukaan
pada ujung retakan.
67
4. Memindahkan ion spesies yang kritik.
5. Menggunakan inhibitor.
6. Mengubah proporsi elemen campuran logam dari suatu sistem campuran logam
yang dapat mengakibatkan ketahanan terhadap SCC.
7. Memilih campuran logam yang lebih resisten terhadap lingkungan korosif.
8. Perlakuan panas pada logam.
BAB V
KOROSI LINGKUNGAN
68
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mahasiswa mempelajari bab ini diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan
teknik pengendaliannya terhadap korosi logam akibat lingkungan
69
Faktor yang menentukan tingkat korosi di atmosfer, antara lain adalah sebagai berikut. :
Jumlah zat pencemar di udara (debu, gas), butir-butir arang, oksida metal. Bahan
pencemar ini dapat merusak logam karena partikel ini bergerak di udara sehingga dapat
mengenai logam dan dapat menyebabkan logam tergores dan luka sehingga dapat terjadi
kontak dengan udara luar
H2SO4, NaCl, (NH4)2SO4. bahan kimia ini bersifat sangat korosi dan dapat menyebabkan
logam akan mengalami korosi dengan cepat lebih-lebih pada kondisi udara sangat lembab
Suhu akan mempengaruhi reaksi korosi logam, sebab pada kondisi tertentu suhu
lingkungan tidak stabil dan dipengaruhi oleh cuaca atau kondisi lingkungan sehingga
perubahan suhu ini akan mempengaruhi proses korosi logam
Kelembaban kritis artinya tingkat kelembaban tertentu akan berpengaruh terhadap korosi
logam misalnya logam besi sudah melai terkorosi pada kelembaban relatif 6)%, sedangkan
logam nikel korosi terjadi setelah tingkat kelembaban mencapai 80%
Arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi laju korosi, arah angin yang semaakin
cepat akan mempercepat laju korosi
Radiasi matahari, jumlah radiasi matahaei ke bumi sangat mempengaruhi korosi logam
Jumlah curah hujan yang banyak akan mempercepat laju korosi lgam karena dengan
jumlah curah hujan menyebabkan kelembaban naik dan banyak uap air yang mengenbun
di permukaan logam yang akan mempercepat kerusakan coating atau lapisan pelindung.
Berikut adalah suatu contoh logam yang mengalami korosi di atmosfer.
Korosi titik embun ini diesebabkan oleh factor kelembaban yang menyebabkan titik embun
(dew point) atau kondensasi. Tanpa adanya unsure kelembaban relative, segala macam
kontaminan (zat pencemar) tidak akan atau sedikit sekali menyebabkan pengkaratan. Titik
embun ini sangat korosif terutama di daerah dekat pantai dimana banyak partikel air asin
yang terhembus dan mengenai permukaan metal, atau di daerah kawasan industry yang kaya
dengan zat pencemar udara.
Saat jarang jatuh hujan, maka zat pencemar di permukaan metal tidak terganggu, sehingga
sewaktu terjadi kondensasi di permukaan dengan factor cuaca yang relative dingin dan factor
kelembaban relative cukup tinggi ( di atas 80%), maka air embun tersebut tercampur dengan
zat pencemar yang ada menjadi larutan elektrolit yang sangat baik, sehingga mempercepat
proses pengkaratan atmosfer. Tingkat pengkaratan akan sangat ganas apabila di
70
sampingkeberadaan zat penyebab korosi (corrodent) yang tinggi, kelembaban yang tinggi
juga suhu yang bersifat cyclic (baik turun secara teratur).
Salah satu reaksi pembentukan asam yang diperkirakan oleh kandungan SO 2 di dalam gas
bekas adalah sebagai berikut
2H2O + 2SO2 + O 2 2H2SO4 (Asam Belerang)
Dengan suhu yang relatif hangat dan terlarut di dalam embun yang cukup banyak maka akan
tercipta larutan asam belerang yang sangat reaktif dan korosif.
Contoh, pada puncak cerobong suhu udara cukup rendah sehingga berada di bawah suhu
kondensasi (titik embun). Karenanya di daerah tersebut terjadi kondensasi dari gas bekas
yang banyak mengandung uap air, panas akibat pembakaran di puncak cerobong telah
mendingin karena diserap oleh metal dinding cerobong yang bersuhu lebih rendah sepanjang
cerobong, akibatnya terjadilah karat titik embun di daerah tersebut, yang sanggup melubangi
didinding cerobong (perforasi). Karena di dalam gas bekas (Flue gas) banyak mengandung
CO, CO2, COx dan SO2, yang memiliki butir-butir kondensat yang
tercemar dan bersifat asam
Lingkungan udara atau komposisi udara juga mempengaruhi sifat korodivitas lingkungan
sehingga akan mempengaruhi laju korosi logam. Berikut adalah suatu contoh sifat lingkungan
Rural ; daerah tidak begitu korosif karena hanya mengandung sedikit polutan dan
lebih banyak dipengaruhi embun, oksigen, dan CO2
Urban: bahan korosif daerah ini adalah SOx dan NOx yang berasal dari emisi
kendaraan bermotor dan sedikit aktivitas industri
Industri: berkaitan dengan polutan dari aktivitas industri seperti SO2, klorida, fospat,
dan nitrat
Pantai /laut merupakan daerah paling korosif karena atmosfernya mengandung
partikel klorida yang bersifat agresif dan mempercepat laju korosi logam
71
Gambar 5.2 Pengendalian Korosi Menggunakan Coating
72
kandungan oksigen yang terlarut di dalam tanah. Jumlah kandungan oksigen semakin
meningkat akan menyebabkan kenaikan laju korosi. Umumnya, tanah yang dekat dengan
permukaan kandungan oksigennya lebih banyak
pH tanah juga mempengaruhi korosi logam yang terkubur dalam tanah sebab pH tanah
yang rendah akan bersifat korsif dan mempercepat laju korosi logam baja
aktivitas bakteri dalam tanah mempengaruhi laju korosi logam karena bakteri hidup
berkelompok dan menempel pada pipa membentuk flok sehingga merusak coating dan
menyebabkan korosi pada logam.
resistivitas tanah juga mempengaruhi laju korosi logam karena resistivitas tanah di
pengaruhi oleh kandungan mineral yang terkandung dalam tanah. Kandungan mineral ini
yang akan mempengaruhi terhadap proses korosi logam Berikut merupakan contoh jenis
tanah dan sifat korosivitasnya
No Resistivitas tanah (Ohm-Cm) Sifat tanah
1 < 700 Sangat korosif
2 700-2000 Korosif
3 2000-5000 Agak korosif
4 > 5000 Sedikit korosif
Konsentrasi ion agresif dan komposisi senyawa dalam tanah akan mempengaruhi sifat
tanah sehingga mempengaruhi laju korosi logam .Korosivitas tanah bergantung pada
kandungan mineral dalam tanah dan ion-ion yang ada di dalamnya. Pupuk yang tersebar di
ladang atau sawah atau garam anti pembekuan yang disebar di jalan akan mempengaruhi
korosivitas lingkungan. Sebagai contoh kasus .
1) Sejalur pipa baja nirkarat yang ngangkut uap air tertanam dalam tanah dan di suatu
tempat bersilangan dengan jalan raya. Pengerjaan pemasangan pipa tidak
mengecewakan, kecuali di bagian tepat di bawah kedua tepian jalan. Di sini, garam anti
pembekuan yang disebar di badan jalan selama musim dingin telah meresap ke dlam
tanah dan menimbulkan peretakan korosi tegangan oleh klorida pada pipa yang panas
selama dua tahun.
2) Jalur pipa dalam tanah terbungkus produk korosi yang memasifkan logam sehingga
laju korosi lambat
3) Pipa lama diganti pipa baru, maka pipa baru akan bersifat anodik terhadap pipa lama.
Pada pipa baru akan terjadi korosi sumuran pada bagian cat yang lecet atau rusak akibat
gesekan
5.2.2. Pengendalian Korosi Logam dalam Tanah
Korosi logam dalam tanah dapat dikendalikan melalui beberapa metode antara lain adalah
73
• Menghilangkan oksigen terlarut dalam air tanah dengan oksigen scavanger
(hidrazin /sulfit)
• Menambahkan inhibitor alkalis sebagai inhibitor katodik (NaOH atau Na2CO3)
• Menambahkan inhibitor anodik kromat /bikromat
• Menambahkan natrium fosfat
• Menghilangkan ion agresif dgn menambahkan CaO (kapur tohor)
• Metode proteksi katodik yang umumnya digunakan pada sistem perpipaan yang
terkubur dalam tanah . Metde proteksi katodik umumnya digunakan sebagai proteksi pipa
bersama dengan coating agar usi proteksi lebih lama.
5.3.1.Pendahuluan
Korosi adalah kerusakan material akibat interaksi dengan lingkungan, antara lain sebagai
akibat aktivitas bakteri. Jenis-jenis bakteri yang korosif antara lain: desulfovibrio
desulfuricans, desulhotoculum, desulfovibrio vulgaris, D.salexigens, D. africanus,D. giges,
D. baculatus, D. sapovorans, D. baarsii, D. thermophilus, Pseudomonas, Flavobacteriu,
Alcaligenes, Sphaerotilus, Gallionella, Thiobacillus. Salah satu bakteri yang paling sering
menimbulkan korosi adalah bakteri pereduksi sulfat (SRB = Sulfate Reducing bacteria).SRB
menyebabkan korosi karena dapat mereduksi ion SO42- menjadi ion S2- yang selanjutnya akan
bereaksi denga ion Fe2+ membentuk FeS sebagai produk korosi. Korosi oleh SRB banyak
terjadi pada dasar tangki penampung minyak bejana proses maupun system perpipaan.Proses
korosi oleh bakteri biasanya dimulai oleh kolonisasi bakteri pada lengkungan – lengkungan
pipa atau alat dan di daerah-daerah lain yang alirannya lambat karena organism lain yang
masuk ke dalam pipa dan membentuk endapan. Lama kelamaan endapan ini menjadi deposit
yang keras sehingga menjadi tempat yang ideal untuk pertumbuhan bakteri SRB yang
anaerob. Hal serupa akan terjadi pada dasar tangki proses maupun pada tangki penampungan.
Bentuk kerusakan yang disebabkan oleh SRB pada umumnya korosi dibawah pengendapan
(under Deposit Corrosion).
74
Karena serangan mikroba terjadi di lingkungan industry yang sangat penting, maka perlu
dipikirkan penanggulangannya. Metode penanggulangan yang mungkin adalah : proteksi
katodik, penggunaan inhibitor, desinfektan (bioside), pengecatan dengan antifouling.
Penanggulangan yang disebutkan akan dibahas pada bab yang lain dalan diktat ini.
Spesies terpenting dari SRB adalah desulfovibrio desulfuricans. Bakteri ini dapat
menimbulkan korosi anaerobic pada besi dan baja Desulfovibrio desulfuricans adalah bakteri
pereduksi sulfat obligat anaerob (masih bisa hidup dengan sedikit O 2 asal nutrient cukup
tersedia).Jadi bakteri pereduksi sulfat bukan strict anaerob ( tidak bisa hidup dengan adanya
O2 sedikitpun).
Klasifikasi bakteri pereduksi sulfat secara matematis SRB termasuk dalam gugus
desulfovibrio.Pada umumnya bakteri Janis ini berbentuk tongkat lurus tetapi kadang-kadang
juga berbentuk sigmoid atau spirlloid, dengan ukuran 0,5 - 1,5 µm x 2,5 - 10 µm.Morfologi
ini dipengaruhi oleh umur dan lingkungannya. Desulfovibrio tergolong bakteri gram negative,
tidak membentuk endospora dan mempunyai alat gerak berupa single polar flagella. Bakteri
ini termasuk jenis anaerobic obligat, yang mempunyai metabolism tipe respirasi yang
memanfaatkan sulfat atau senyawa belerang yang lain sebagai akseptor elektron dan
mereduksinya menjadi H2S.
Metabolisme semua organisme yang hidup terdiri dari sejumlah hubungan reaksi kimia,
dimana energy dibebaskan dan bahan sel baru disintesa dari reaksi – reaksi yang dikatalisa
oleh enzim. Dua golongan yang terpenting adalah enzim pecernaan yang disebut hidrolase
dan enzim respirasi yang disebut cytochrome.Pada organisme yang melakukan respirasi
secara aerobic, seperti Pseudomonas dan ferrobacter, electron ditransfer dari bahan nutrisi
menuju oksigen dengan perantaraan dua cychrome yang masing-masing mengandung sebuah
atom besi yang dioksidasi secara reversible .
75
Cytochrome oxidase bereaksi dengan memindahkan electron dari onfero menghasilkan ion
oksida.
Enzim yang teroksidasi kemudian direduksi oleh atom hydrogen dengan bantuan cytochrome
hidrogenase
Sharpley berpendapat bahwa jika terdapat bakteri SRB, maka pada anoda akan terjadi reaksi
Fe Fe2+ + 2e-
Reaksi di atas diikuti dengan reaksi yang merupakan aktivitas bakteri SRB
Permukaan yang tidak mengalami kontak dengan SRB akan berfungsi sebagai katoda.
Elektron pada reaksi katodik di atas didapat dari reaksi di anoda. Ion hydrogen bebas (H +)
mempunyai 3 kemungkinan fungsi:
Ion besi bebas akan bereaksi sebab tidak dapat tinggal dalam bentuk bebas.
76
Jika lingkungan mengandung asam karbonat, maka FeS mungkin bereaksi
dengan H2CO3 menghasilkan FeCO3
FeS + H2CO3 = FeCO3 + H2S
Ada kemungkinan juga ferosulfida bereaksi dengan ion hydrogen menghasilkan Fe(OH)2
Menurut Stephenson dan Strickland, tahap pertama depolarisasi katodik adalah oksidasi
hydrogen menjadi air oleh bakteri misalnya hidrogenomonas facilis. Enzim yang terlibat
dalam reaksi ini adalah enzim hydrogenase
Hidrogenase
2H2 + O2 2H2O + energy
Mekanisme lain yang berhubungan dengan pemanfaatan hirogen oleh bakteri adalah
Desulfovibrio desulfuricans
4H2 + SO42-
S2- + 4H2O + energy
Gas hydrogen yang terbentuk di katoda berkumpul di dekat permukaan logam membentuk
lapisan setebal satu molekul. Lapisan ini menghambat listrik sehingga terjadi polarisasi.
Akibatnya reaksi korosi terhenti. Namun bila ada mekanisme yang menarik H 2 katodik,
maka akan terjadi depolarisasi system dan korosi akan berlanjut. Dalam hal ini bakteri SRB
bertindak menarik H2 katodik tersebut sehingga proses korosi berlangsung.Proses korosi ini
akan menghasilkan Fe(II), oleh O2 dalam air, senyawa ini akan diubah menjadi Fe(III) yang
terlihat sebagai karat.
Selain mekanisme yang sudah disebutkan di atas terdapat mekanisme lain yang
dikemukakan oleh S.C Dexter yaitu melibatkan bakteri lain Ferrobacteria atau lebih dikenal
sebagai mekanisme pembentukan kantong lender (gelatinous).
Langkah-langkah pembentukan kantong lender:
a. Reaksi katodik dalam lingkungan asam
2H+ + 2e 2H
Akan dipercepat jika atom H bereaksi dengan atom O hasil reduksi sulfat oleh SRB
menurut reaksi
SO42- S2- + 4O
b. Percepatan reaksi katodik akan mempercepat oksidasi Fe menjadi Fe 2+ . Ion Fe2+ hasil
oksidasi sebagian bergabung dengan OH- membentuk lapisan Fe(OH)2, dan sebagian
77
lagi tetap dalam larutan. Ion Fe2+ yang tetap dalam larutan akan teroksidasi oleh
ferobakteria menjadi Fe3+ yang kemudian bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)3.
c. Lapisan Fe(OH)3 ini tidak tembus O2, sehingga ruangan dibawahnya bersifat
anaerobic dan baik bagi pertumbuhan SRB.
d. Sebagian Fe(OH)3 yang terbentuk bereaksi dengan H2S menghasilkan senyawa-
senyawa sulfida dan belerang.
Volume senyawa – senyawa sulfida dan sulfur lebih kecil dari pada Fe(OH) 3 sehingga akan
terbentuk rongga – rongga pada lapisan Fe(OH)2 yang berisi cairan kehitaman yang berbau
H2S
Andaikan pikiran semua orang besar di dunia digabung menjadi satu, dan biarkan gabungan
yang dahsyat ini meregangkan syaraf sampai batas kemampuannya; biarkan bumi dan langit
diljelajahinya; biarkan bukit dan ngarai ditelusurinya; yang akan ditemukan hanyalah
penyebab makin beratnya logam yang teroksidasi di udara. (jean rey: 1630)
Bab-bab sebelum ini telah mendefinisikan korosi sebagai penurunan mutu logam akibat
reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, tetapi lingkungan yang dimaksudkan hampir
selalu mengandung air. Korosi pada permukaan logam ternyata masih dapat terjadi meskipun
elektrolit cair tidak ada; sehingga tidak mengherankan bila proses tersebut sering disebut
korosi kering. Namun demikian, definisi tentang korosi yang telah digunakan selama ini tidak
berubah; begitu pula penjabaran proses korosi melalui persamaan.
Barang kali proses korosi paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen di udara.
(walaupun nitrogen menjadi unsur utama yang membentuk udara, peranannya tidak penting
ketika logam dipanaskan di udara, karena pengaruh oksigen lebih dominan. Pada temperatur
tinggi, nitrogen memang bereaksi dengan kromium, alumunium, titanium, molibdenum, dan
tungsten; tetapi reaksi-reaksi ini di luar cakupan pembahasan kita) kendati reaksi dengan
oksigen pada prinsipnya sangat sederhana, para ilmuan di massa lampau mengalami kesulitan
78
dalam memahami perubahan berat yang menyertai kalsinasi (oksidasi) logam di udara.
Bahkan sekarang, pengkajian tentang oksidasi dan reaksi-reaksi temperatur tinggi lain
menyangkut paduan-paduan modern telah membuktikan bahwa proses yang dilibatkan
kompleks sekali.
Oksigen mudah bereaksi dengan kebanyakan logam; meskipun energi termal yang
dibutuhkan untuk menghasilkan laju oksidasi yang terjadi bagi perekayasa. Mungkin sangat
bervariasi untuk logam-logam yang berada pada temperatur yang sama.temperatur
lingkungan sehari-hari, dan kebanyakan bahan untuk rekayasa ada yang sudah teroksidasi
sedemikian rupa sehingga lapisan oksida melindungi logam di bawahnya. Ada pula yang di
udara kering bereaksi begitu lambat sehingga oksidasi tidak mendatangkan masalah. Pada
temperatur tinggi, laju oksidasi logam-logam meningkat. Jadi, jika sebuah komponen
rekayasa mengalami kontak langsung dengan lingkungan bertemperatur tinggi untuk waktu
yang lama, pada temperatur sedikit di bawah 480 oC, selama proses penggilingan dan
pengepresan panas terhadap baja lunak (proses yang berlangsung pada sekitar 900 oC), laju
oksidasi cukup besar untuk menghasilkan selapis oksida yang disebut kerak giling (mill
scale), yang tidak berfungsi sebagai pelindung.
Sampai berkembangan motor turbin gas untuk pesawat terbang modern yang dimulai dengan
motor Whittle dalam tahun 1973, penggunaan logam-logam dan paduan-paduan untuk
perekayasaan di lingkungan temperatur tinggi jarang yang sampai menimbulkan masalah
pemilihan bahan. Walaupun turbin uap telah dikembangkan sejak akhir tahun 1800-an dan
digunakan oleh Parson pada tahun 1897 untuk penggerak kapal laut, temperatur pengoprasian
tidak terlalu tinggi sehingga bahan-bahan yang sudah ada masih dapat digunakan.
Pengembangan motor turbin gas untuk pesawat sesudah perang dunia kedua secara dramatik
mengubah situasi tersebut karena pengoperasian temperatur yang lebih tinggi .
Kondisi pengoperasian kian menjadi tinggi: bahan-bahan yang dibutuhkan adalah yang
mampu bertahan terhadap temperatur dari 800 hingga 1000 oC, masih ditambah tingkat
tegangan yang besar akibat rotasi kecepatan tinggi,sehingga menuntut dikembangkannya
golongan paduan-paduan baru yang disebut paduan super (superalloys). Bahan dasar paduan-
paduan ini kebanyakan adalah nikel; walaupun ada juga kelompok-kelompok yang
menggunakan bahan dasar besi dan kobalt. Sekarang paduan super digunakan pada turbin-
turbin gas untuk kapal laut, pesawat terbang, industri, dan kendaraan, serta untuk wahana
angkasa, motor roket, reaktor nuklir, pembangkit listrik tenaga uap, pabrik petrokimia, dan
banyak lagi penerapan lain.
79
Baja masih menjadi bahan utama untuk penggunaan dalam turbin-turbin gas, walaupun
persentasenya telah turun karena tergeser oleh paduan-paduan super dan paduan-paduan
titanium. Peran serta paduan-paduan alumunium dalam pengembangan turbin gas kecil.
Bab ini akan memberikan pembahasan singkat tentang prilaku logam-logam dalam
temperatur tinggi dan lingkungan-lingkungan tidak mengandung air.
Oksida-Oksida Logam
Oksida-oksida logam (serta senyawa-senyawa lain seperti sulfida dan halida)dapat dibagi
menjadi dua golongan, oksida yang mantap pada rentang temperatur tinggi dan oksida yang
tidak mantap. Apabila oksida logam yang tidak mantap dipanaskan, oksida itu mengurai
untuk melepaskan logam bersangkutan dan mengendapkannya ke permukaan logam. Perak
oksida mengurai diatas 100oC, air raksa(II)oksida mengurai di atas 500 oC, dan kadmium
oksida dalam rentang temperatur 900-1000oC. Saat ini, oksida yang tidak mantap sedikit
manfaatnya bagi perekayasa. Ahli kimia pada awal peradaban manusia, khusunya stahl, telah
mendalilkan teori yang salah, yaitu bahwa logam kehilangan suatu zat yang disebut flogiston
dan membentuk oksida logam atau kalks(calx):
Flogiston lebih ringan dari udara dan bila bergabung dengan zat lain, berusaha mengangkat
zat itu sehingga beratnya berkurang. Akibatnya, bila suatu zat kehilangn flogiston, beratnya
kan bertambah.
Dalam tahun 1780-an, Lavoisier menggunakan penguraian air raksa oksida untuk
membuktikan bahwa teori flogiston untuk oksidasi tidak dapat dipertahankan lagi. Ia
memanaskan air raksa sampai menjelang titik didihnya (357oC) dalam sebuah wadah yang
tersekat rapat, dan memperlihatkan bahwa kurang dari 20% udara diserap oleh air raksa.
Sesudah mengumpulkan raksa merah oksida dan memanaskan sampai sekitar 500oC, ia
menguraikan oksida yang tidak mantap tersebut untuk mendapatkan suatu volume gas
sebanyak udara yang hilang dalam percobaan sebelumnya. Pertambahan berat raksa sesudah
pembentukan oksidanya sama dengan berat oksigen yang diserap dari udara. Dengan cara ini,
dapat menyimpulkan bahwa mekanisme oksidasi adalah
Golongan oksida mantap yang jauh lebih besar dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok:
kelompok yang anggota-anggotanya mudah menguap pada temperatur rendah, dan kelompok
yang biasanya tetap tinggal pada permukaan logam, kecuali bila dihilangkan secara fisik atau
secara kimia.
Oksida yang mudah menguap tersebut terbentuk pada permukaan logam. Tetapi, segera
berubah menjadi gas. Akibatnya permukaan logam yang tetap reaktif itu terus mengalami
proses oksidasi sampai logam habis sama sekali.laju reaksi tersebut tidak menurun, bahkan
80
biasanya bertambah bila temperatur meningkat. Molibdenum adalah contoh klasik untuk
kelompok ini. Di udara bebas logam ini teroksidasi dengan laju cukup tinggi bila temperatur
lebih dari 300oC. Pada permukaannya terbentuk dua lapisanMoO3. Di atas 500oC MoO3 mulai
menguap, dan pada sekitar 770oC laju penguapan sama dengan laju oksidasi.peningkatan
temperatur lebih lanjut akan membuat logam cepat sekali habis. Efek yang timbul semakin
dahsyat ketika MoO3 mulai memasuki fase leleh pada temperatur lebih dari 815oC.
Oksida yang mantap dan tidah mudah menguap diharapkan akan tetap tinggal pada
permukaan logam dan semua oksida semacan itu diduga akan melindungi logam dibawahnya.
Namun kenyataan yang terjadi tidak demikian. Laju oksidasi bergantung pada beberapa
faktor, tiga diantaranyaadalah:
Proses dengan laju paling lambat pada setiap temperatur merupakan laju yang mengandalikan
korosi. Pada umumnya, laju korosi akan menurun begitu selaput oksida menebal.
Nisbah molar volume oksida yang terbentuk terhadap volume logam yang tekorosi karena
memproduksi oksida adalah faktor yang paling penting dalam menentukan laju korosi untuk
rentang waktu yang lama. Jika M adalah massa molekul oksida yang kerapatannya D, maka
volume yang ditempati oleh 1 mol oksida itu adalah M/D. Jika m adalah massa logam dalam
massa M oksida, dan kerapannya adalah d, maka volume logam yang telah berubah menjadi
oksida adalam m/d. Tabel memuat nisbah-nisbah (M/D) ÷ (m/d) untuk sejumlah logam.
Apabila volume oksida lebih kecil ketimbang logam, jadi Md/mD < 1, seperti pada litium,
kalsium, dan magnesium, oksida akan teregang pada permukaan logam sehingga selaput itu
berpori dan tidak berfungsi sebagai pelindung. Prosews oksidasi terus berjalan dengan laju
linier terhadap waktu.
logam Li Ca Mg Al Ni Zr Cu
Md/mD 0,57 0,64 0,81 1,28 1,52 1,56 1,68
logam Ti Fe U Cr Mo W
Md/mD 1,73 1,77 1,94 1,99 3,42 3,35
Tabel 1. Harga-harga nisbah volume oksida yang diproduksi terhadap volume logam yang
dikonsumsi dalam proses pembentukan oksida.
Jika volume oksida lebih besar daripada volume logam asalnya, yaitu Md/mD < 1, maka kita
boleh yakin bahwa oksida itu sinambung dan berfungsi sebagai pelindung. Dalam kasus
alumunium, misalnya, inilah yang terjadi, kendatipun demikian komplikasi lain mungkin saja
timbul. Seringkali, tegangan dalam yang bersifat komprehensif berkembang dalam oksida
ketika oksida itu menebal. Kalau tegangan yang berkembang itu kecil, retak-retak atau cacat-
cacat akan menjadi rapat sehinga menghambat laju oksidasi. tetapi, kalau tergangan itu cukup
besar, ikatan antara oksida dan logam bisa terputus sehingga lapisan itu akan pecah dan
mengelupas. Pengelupasan itu terjadi karena perpatahan lapisan antarmuka antara logam
oksida sekaligus melepaskan tegangan kompresif dalam oksida. Tentu saja, besar tegangan di
81
dalam oksida terus meningkat ketika lapisan itu semakin tebal. Oleh sebab itu, bila laju
oksidasi kecil untuk waktu yang lama, tegangan kompresif yang terbentuk dalam selaput
oksida yang tipis hanya cukup untuk menjaga agar selapur pelindung itu kompak dan melekat
erat. Meskipun dengan laju lambat sekali, selaput itu tetap menebal sampai akhirnya tingkat
tegangan mampu menyebabkan antarmuka putus secara spontan dan laju korosi tiba-tiba
melonjak. Ini merupakan salah satu jenis korosi bobolan (breakaway corrision) yang akan
dibahas lebih lanjut.
Gambar 5.3. Empat kaidah laju oksidasi, pembentukan oksida yang mantap, tidak mudah
menguap menyebabkan perubahan berat yang linier, parabolik atau logaritmik. Sedangkan
pembentukan oksida mudah menguap menyebabkan kehilangan berat yang linier terhadap
waktu.
Oksida logam-logam yang membentuk lapisan oksida mantap dan tidak mudah menguap
dengan disertai peningkatan berat sampel yang cukup sederhana untuk diukur di
labolatorium. Laju penebalan lapisan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam tiga kategori,
yang contohnya tampak pada gambar . (hilangnya berat sejalan dengan waktu bila oksida
yang mudah menguap terbentuk) dalam persamaan berikut, y = tebal oksida , t = waktu, dan
c1 hingga c5 adalah tetapan-tetapan.
Pertumbuhan parabolik
Apabila selaput oksida tetap lekat ke permukaan logam dan menjadi penghalang yang
homogen terhadap difusi ion-ion logam atau ion-ion oksida melalui selaput itu, laju
pertumbuhan oksida berbanding terbalik dengan tebal sesaat (instantaneous thickness):
82
dy/dt = c1/y
y2=c1t
dy/dt = c2
y = c2t
pertumbuhan garis lurus atau linier terjadi bila mana oksida tidak mampu merintangi
masuknya oksigen ke permukaan logam, sebagaimana terjadi bila oksida yang terbentuk dari
volume logam tertentu terlalu kecil untuk menyalut seluruh permukaannya. Jika oksida retak
atau terkelupas akibat besarnya tegangan dalam, maka pola pertumbuhan yang terjadi adalah
tipe parabolik yang bila diamati secara keseluruhan akan tampak linier. Perilaku seperti ini
disebut paralinier. Ini bisa terjadi bila siklus temperatur cukup untuk membentuk perbedaan-
perbedaan kontraksi dan ekspansi antara logam oksida yang membuat oksida terlepas dari
logam.
Pertumbuhan garis lurus ini dialami oleh logam yang diproses pada temperatur tinggi.
Sebagai contoh adalah besi diatas 1000oC dan magnesium di atas 500oC.
Pertumbuhan logaritmik
Pada temperatur rendah, permukaan logam akan tersalut dengan selaput oksida tipis. Laju
difusi menembus selaput ini sangat rendah dan sesudah pertumbuhan yang cepat dalam
periode awal berlalu, laju penebalan akhirnya menjadi nol. Persamaan untuk laju seperti ini
adalah :
contoh logam-logam yang teroksidasi dengan cara seperti diatas adalah magnesium dibawah
200oC dan aluminium dibawah 50oC.
Korosi pelepasan atau korosi bobolan (breakaway corrosion) dalam pembahasan tentang
tegangan kompresif yang berkembang dalam kerak-kerakoksida. Mekanisme bobolan ini bisa
sangat rumit dan melibatkan interaksi sejumlah faktor, termasuk temperatur, komposisi gas,
83
tekanan gas, komposisi logam, bentuk komponen, dan finishing permukaan. Ini merupakan
bentuk serangan yang tidak nampak tetapi sering menimbulkan akibat yang dahsyat.
Dari kurva oksidasi yang memperlihatkan perilaku bobolan itu dapat dilihat dalam gambar
5.3. Dalam gambar itu, selama waktu yang cukup lama waktu oksidasi tampaknya menurun,
laju-laju pertambahan berat yang rendah disitu juga bisa menggambarkan laju penipisan
logam yang dapat terjadi. Tiba-tiba, laju oksidasi meningkat. Sekarang, perilaku yang terjadi
dapat dibagi dua, kemungkinan pertama, kurva mengulang pola parabolik yang telah dijalani
sejak awal oksidasi, seperti tampak dalam kurva A, sedangkan kemungkinan kedua, laju
oksidasi berlanjut dengan lonjakan menurut pola linier disertai tingginya laju penipisan
logam, seperti dalam kurva B.
Kasus yang menyangkut korosi bobolan banyak terjadi. Zirkonium misalnya, akan
mengalami korosi bobolan dalam kondisi-kondisi ditemukan di lingkungan air bertekanan
tinggi. Sebelum titik bobolan itu dicapai, oksida tersebut berupa selaput berwarna hitam
mengkilat yang melekat erat, tetapi sesudah masa peralihan, oksida yang terbentuk berupa
tepung putih. Oleh karena itu, zirkonium digunakan dalam reaktor air bertekanan berupa
zircaloy 2 sebagai pembungkus batang-batang bahan bakar. Paduan ini mengandung timah
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korosi bobolan.
Gambar 5.4. Conto kurva korosi bobolan, pada mulanya, laju oksidasi turun sejalan dengan
waktu dan mengikuti kaidah pertumbuhan parabolik. Di titik bobolan (breakawayi), oksida
yang ada tidak lagi melindungi logam melainkan mulai tumbuh secara linier. Di A, oksida
baru serupa dengan kerak yang tumbuh diawal proses dan kurva pertumbuhan sekali lagi
mengikuti kaidah parabolik sampai bobolan berulang. Di B, oksida baru tidak lagi
melindungi logam sehingga korosi berlanjut menurut kaidah pertumbuhan rektiliner.
Pada tahun 1969, dalam pemeriksaan dua tahunan terhadap sebuah reaktor tipe Magnox,
orang menjumpai beberapa baut lunak patah. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukan bahwa
baut-baut itu gagal akibat peregangan yang ditimbulkan akibat peregangan yang ditimbulkan
oleh oksidasi berlebih pada antar muka antar baut, cincin alat, dan mur. Laju pertumbuhan
oksida seperti itu tidak teramalkan melalui ekstrapolasi dari data uji labolatorium. Dalam hal
ini yang terjadi adalah korosi bobolan. Oksida berpori yang terjadi sesudah bobolan
84
menempati volume dua kali lebih besar dari logam asalnya dan bisa terus berkembang,
bahkan meskipun tegangan komprehesif yang terjadi pada antarmuka-antarmuka akibat
pembentukannya semakin besar. Sebagai tindak lanjut, temperatur pengoprasian maksimum
pada semua pembangkit tipe Magnox terpaksa diturunkan dengan konsekuensi berkurangnya
kapasitas pembangkitan.
Karena munculnya masalah pada penggunaan baja lunak, semua baja jenis lain juga diperiksa
ulang dan dalam uji-uji korosi yang dipercepat berhasil ditunjukkan bahwa baja dengan 9%
Cr juga menderita oksidasi bobolan, walaupun sesudah waktu yang jauh lebih lama.
Kendatipun demikian, berdasarkan data yang tersedia kemudian, dapat diperkirakan bahwa
pada pipa-pipa ketel akan terjadi kegagalan-kegagalan yang membahayakan. Sesudah
penelitian lebih lanjut yang menghasilkan pemahaman lebih lanjut tentang mekanisme
oksidasi dan ditunjang basis data yang lebih besar, barulah kondisi pengoprasian dapat
ditetapkan untuk mendapatkan umur pakai yang sesuai dengan rancangan.
Mekanisme oksidasi bobolan dalam reaktor-reaktor nuklir tersebut ternyata sangat kompleks.
Oksida pelindung yang terbentuk pada baja feritik terdiri dari dua lapis, keduanya dapat
ditembus oleh gas karbon dioksida pendingin. Lapisan sebelah dalam terbentuk kristal-kristal
kecil yang mengandung kromium dan silikon, jika unsur-unsur ini terdapat dalam baja.
Lapisan sebelah luar memiliki struktur kolom dan terbentuk dari magnetit, Fe 3O4. Dalam hal
ini terjadi kesetimbangan antara karbon dioksida yang merembes masuk dan difusi besi
dalam keadaan padat ke luar yang bertindak sebagai pengendali laju. Karbon dioksida
mengoksidasi besi, suatu reaksi yang menghasilkan karbon monoksida:
2CO CO2 + C
Karbon ini sebagian terlarut ke dalam logam dan sebagian lainnya ke dalam oksida. Apabila
kadar karbon pada oksida sebelah dalam mencapai 10% beratnya, kristal-kristal yang
menyendiri akan terpisah satu sama lain oleh batas butir berupa selaput karbon. Ini
menyebabkan oksida berporidan kehilangan fungsinya sebagai pelindung. Selanjutnya yang
terjadi adalah oksida bobolan. Karena rendahnya kelarutan karbon dalam ferit( < 0,01%)
sebagian besar karbon masuk ke lapisan oksida pada komponen-komponen baja lunak dan
bobolan terjadi sesudah satu hingga lima tahun. Seandainya komponen terbuat dari baja yang
mengandung 9% kromium, karbon yang masuk ke dalam logam yang menggumpal sebagai
kromium karbida. Ini memungkinkan jauh lebih banyaknya karbon yang diserap oleh logam.
Karena itu, lebih lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi karbon kritis
yang memungkinkan bobolnya lapisan oksida. Oksidasi pada baja lunak mengikuti kurva B
dalam gambar5. 3. Tetapi, ada bukti yang menunjukan bahwa dalam kasusu baja dengan 9%
Cr memperlihatkan oksidasi dengan pola seperti kurva A.
85
Bagaimana oksigen dan logam bisa bertemu dalam selaput sehingga oksidasi dapat berlanjut.
Seandainya difusi melalui selaput ini tidak terjadi, oksidasi akan berhenti begitu selapis
oksida mono-molekuler terbentuk pada seluruh permukaan.
Oksidasi selalu menyangkut perpindahan ion-ion oksigen dari luar menuju logam melalui
selaput. Pfeil berhasil membuktikan bahwa mekanisme pertumnbuhan oksida pada besi yang
dilapisi kromium.. Sesudah dipanaskan di udara selama beberapa waktu, besi itu tersalut
selapis tebal besi oksida. Tetapi, kromium oksida tetap ada, pada permukaan besi oksida atau
diantara permukaan besi oksida. Posisi kromium oksida pada permukaaan besi dengan jelas
menunjukan bahwa ion-ion besi telah terdifusi keluar untuk membentuk oksida, menembus
lapisan kromium oksida, jadi bukannya ion-ion oksida yang telah terdifusi ke arah dalam.
Sejak itu orang juga berhasil membuktikan bahwa ion-ion tembaga pun terdifusi ke arah luar
ketika membentuk selaput oksida, sedangkan pada zirkonium dan titanium, ion-ion oksida
yang bergerak ke dalam untuk bereaksi pada antarmuka logam/oksida.
Sekarang mari kita pelajari bagaimana difusi unsur-unsur yang berada dapat terjadi melalui
sebuah lapisan seperti Cu2O, yang mungkin diharapkan bertindak sebagi isolator. Gambar
5.4(a) memperlihatkan bagaimana difusi ion-ion tembaga berlangsung. Analisis kimia secara
teliti terhadap tembaga (I) oksida menunjukan bahwa ternyata banyak ion tembaga sedikit
kurang dari yang diharapkan bila dibandingkan dengan rumus kimianya, Cu 2O. Oksida
seperti itu disebut oksida tidak stoikiometrik. Dalam struktur kristal, kekosongan atau
vacancies terdapat pada sub kisi ion tembaga bermuatan tunggal, tetapi karena secara
keseluruhan muatan listrik harus netral, struktur mempunyai ion-ion tembaga bermuatan
ganda dalam jumlah yang cukup. Jumlah kekosongan khususnya lebih besar pada antarmuka
udara/oksida dibanding pada antarmuka logam/oksida. Adanya gradien konsentrasi
kekosongan ini menyebabkan ion-ion tembaga (I) bermigrasi ke arah luar, ke antarmuka
udara/oksida dengan gerak langkah demi langkah seperti dalam gambar 4 (a). Sebaliknya,
kekosongan akan terdifusi ke arah dalam, yaitu ke antarmuka logam/oksida, karena elektron-
elektron bebas tersedia di situ.
Kalu ini merupakan proses satu-satunya, maka logam akan kelebihan elektron.
Bagaimanapun, atom-atom oksigen akan menempel dengan sendirinya ke lapisan permukaan,
sebagaimana tampak pada gambar 4(b), yang kemudian segera menjadi ion-ion oksida:
O2 Cu2+ + e-
86
Reaksi dalam persamaan diatas diperoleh dengan mengoksidasi ion-ion Cu(I) positif pada
permukaan logam sehingga menjadi ion-ion Cu(II):
Cu+ Cu2+ + e-
Gambar 5.5. Diagram skematik untuk mekanisme oksidasi tembaga (a). Difusi ion Cu+ dari
logam antarmuka udara/oksida berjat adanya kekosongan kation. (b). Reaksi molekul oksigen
dengan ion-ion tembaga (I) diantar muka udara/oksida. Reaksi sebuah molekul oksigen
menyebabkan menyatunya kisi dua ion oksida dan teroksidaninya empat ion tembaga (I)
menjadi ion-ion tembaga (II). (c). Difusi muatan pisitif ke arah dalam (elektron ke arah luar)
untuk menetralkan kelebiahn elektron dalam logam.
Elektron-elektron yang ditinggalkan ketika ion-ion Cu+ terdifusi ke luar sekarang dapat
terdifusi untuk memulihkan ion=ion Cu(II) ke keadaan sebagai Cu(I). Proses ini terjadi
secara berantai yaitu sebuah elektron dari ion tembaga(I) yang bersebelahan terdifusi ke
dalam ion tembaga (II) untuk memulihkannya menjadi tembaga (I) kembali :
Cu2+ + e- Cu+
Akibatnya ion tembaga yang kehilangan elektron, tembaga(I), berubah menjadi ion
tembaga(II).proses berlantai ini berlangsung terus di antara ion-ion yang bersebelahan sampai
elektron yang tersisa dalam logam berhasil melintas antarmuka logam/oksida. Ini setara
87
dengan aliran muatan positif dalam arah yang berlawanan, seperti dalam gambar 5.5 (c).
Mekanisme pertumbuhan retak ini dengan demikian menjadi lengkap.
Mekanisme senacam ini hanya berlaku untuk oksida logam-logam yang valensinya bisa
berubah-ubah, seoerti tembaga dan besi. Aliminium oksida hanya mempunyai sebuah valensi.
Karena itu disebut oksida dengan stoikiometri tetap (fixed). Dalam hal ini, sesuai dengan
harapan, oksidasi berjalan sangat lambat.
Dalam ksida-oksida tipe-n , seperti ZnO, yang kelebihan ion-ion logamnya terdapat pada
pisisi interstisi, disitu harus ada kelebihan elektron untuk mempertahankan keadaan netral.
Gambaran paling sederhana tentang pertumbuhan oksida dalam hal ini dengan demikian
adalah difusi serentak ion-ion seng yang positif dan elektron-elektron yang negatif dalam
arah berlawanan. Ion-ion seng bergerak melaui bagian-bagian yang cacat permukaan sebelah
luar untuk bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan oksida tambahan.
Situasi yang terjadi dalam proses oksidasi analog dengan sel korosi bawah, yaitu terdiri dari
empat komponen, dengan oksida bertindak sebagai :
a. Elektroda untuk oksidasi logam (analog dengan anoda dalam sel korosi basah)
b. Elektroda untuk reduksi oksigen(analog dengan katoda)
c. Penghantar ionik (analog dengan elektrolit)
d. Penghantar elektron (analog dengan rangkaian luar)
Difusi ion ion logam ke arah luar kadang-kadang menimbulkan efek yang luar biasa. Jika
kawat besi dipanaskan pada sekitar 800oC, sebuah selaput oksida terbentuk pada permukaan
luarnya. Ion-ion besi terdifusi ke luar melalui selaput ini, sementara kekosongan terdifusi ke
dalam. Lambat laun, kawat berubah menjadi pipa karena besi berpindah ke permukaan luar
agar dapat bereaksi dengan oksigen. Selama proses ini, seringkali ada oksida yang rontok
sehingga bentuk yang terjadi tidak sempurna walaupun penampang yang dihasilkan masih
tetap berongga. Proses yang sama juga terjadi pada nkel bila dipanaskan di udara pada
1250oC. Meskipun demikian, dalam oksida terhadap kobalt, kobalt oksida pada temperatur ini
lebih lentur dibandingkan nikel oksida, karena itu perlahan-lahan melesak ke dalam renik-
renik dan membentuk oksida padat dengan hanya sedikit lubang-lubang kecil di bagian
tengahnya.
Pengaruh cacat-cacat kisi pada difusi melalui selaput oksida mengilhami Hauffe dan Wagner
untuk menyusun sederet kaidah yang menyangkut pengaruh penambahan unsur-unsur paduan
terhadap laju oksidasi pada paduan-paduan. Kaidah-kaidah ini dapat dimanfaatkan sebagai
tuntunan umum apabila logam-logam paduan ternyata terdapat dalam selaput oksida logam
induk. Dalam beberapa kasus, tabel ini dapat memperkirakan efek-efek yang tidak
diharapkan tetapi kadang-kadang teramati.
88
Tipe oksida Valensi unsur paduan Efek Laju oksidasi yang
pambanding logam dikendalikan difusi
utama
Tipe-p Valensi lebih tinggi Menmbah jumlah
kekosongan.
Cu2O Mengurangi jumlah
Bertambah
NiO ion logam utama
FeO yang lebih tinggi
Cr2O3 valensinya
CoO Valensi lebih rendah Mengurangi jumlah
Ag2O kekosongan.
MnO Menambah jumlah
Berkurang
SnO ion logam utama
yang lebih tinggi
valensinya
Tipe-n Mengurangi
konsentrasi ion
e.g logam interstisi. Berkurang
ZnO Menambah jumlah
CdO elektron bebas
Al2O3 Menambah
TiO2 konsentrasi ion
V2O5 logam interstisi. Bertambah
Mengurangi jumlah
elektron bebas
Sebagai conto, penambahan 0,1 persen alumunium kepada seng, yang membentuk oksida
tipe-n, menyebabkan menurunnya laju oksidasi dengan faktor sekitar 100. Hanya dua ion Al 3+
alih-alih tiga ion Zn2+ yang bersekutu dengan tiga ion O2-. Ini menyebabkan tersisanya sebuah
lubang(hole() dalam kisi logam yang ditempati oleh salah satu ion Zn 2+ interstisi. Ion ini
terperangkap dalam lubang tersebut dan dibatasi geraknya dalam proses difusi ion-ion logam
yang melintasi kisi . akibatnya laju oksidasi berkurang.
Di pihak lain, penambahan sejumlah kecil kromium (yang mempunyai valensi lebih besar
dibanding ion nikel) kepada nikel oksida (tipe-p) juga menambah banyaknya kekosongan,
tetapi karena oksida itu sudah kekurangan ion-ion logam, penambahan lubang justru
membuat nikel lebih mudah terdifusi, akibat nya laju oksidasi meningkat.
Jika litium, yang membentuk ion bervalensi tunggal, ditambahkan ke dalam nikel oksida dua
ion Li+ dibutuhkan untuk menggantikan ion Ni2+. Untuk mempertahankan kenetralan, jumlah
tempat kosong dalam kisi dikurangi. Difusi nikel terhindarkan dan laju difusi menurun.
Contoh-contoh ini menggambarkan dua situasi yang istimewa. Litium sebuah logam aktif
dengan hambatan terhadap oksidasi sangat rendah, mengurangi laju oksidasi terhadap nikel
dalam oksigen,. Sedangkan kromium, sebuah unsur tambahan untuk paduan yang terkenal
89
karena hambatannya terhadap oksidasi, malahan meningkatnya laju oksidasi terhadap nikel.
(efek yang belakangan terjadi hanya bila konsentrasi lebih rendah dari 5%. Dengan kromium
diatas 5%, kelarutan ion-ion Cr3+dan kisi NiO terlampaui. Lapisan pelindung Cr 2O3 terbentuk
secara terpisah pada permukaan logam dan menjaga agar laju oksidasi tetap berada pada
tingkat yang sangat rendah, sebagai contoh elemen pemanas listrik dari paduan nikel-
kromium berumur lebih panjang dibanding kawat nikel).
Cara paling efektif untuk mengendalikan oksidasi terhadap besi dan baja adalah membentuk
lapisan permukaan yang mantap dari oksida salah satu unsur paduan ini menghalangi difusi
ion-ion besi dan elektron-elektron, sehingga laju oksidasi menurun. Sebuah kerak berlapis
tiga yang kompleks terbentuk pada permukaan besi bila dipanaskan di udara pada temperatur
diatas sekitar 500oC. Lapisan paling dalam, FeO, merupakan lapisan paling tebal. Dua lapisan
diatasnya berturut-turut adalah Fe3O4 dan Fe2O3. Kromium dan aluminium adalah unsur
paduan tambahan paling efektif untuk membentuk kerak mantap pada baja. Perlindungan
tambahan dapat diberikan dengan menambahkan nikel, silikon, dan beberapa unsur tanah
jarang seperti itrium ke paduan besi/kromium.
Paduan Fe dengan 9% Al lebih baik hambatan terhadap oksidasinya dibanding paduan 20%
Cr dan 80 Ni, tetapi paduan besi-alumunium buruk sifat mekaniknya, sehingga tidak
memenuhi sarat untuk digunakan sebagai bahan rekayasa. Sampai batas tertentu, ini dapat
diatasi dengan membentuk lapisan luar yang kaya aluminium pada besi dan baja melalui
proses yang disebut calorizing. Tambahan kromium memberikan hambatan yang baik
terhadap oksidasi pada besi dan baja. Kromium memperkaya lapisan paling dalam pada
selaput besi oksida, bahkan sering membentuk lapisan kromium oksida tepat dibawah besi
oksida. Lapisan-lapisan ini lebih tahan terhadap difusi ion atau elektron ketimbang lapisan
besi oksida saja, sehingga laju oksidasi berkurang. Paduan-paduan besi-kromium yang
mengandung 4 – 9% kromium digunakan sebagai bahan tahan oksidasi di berbagai bidang,
termasuk instalasi pengolahan minyak. Paduan-paduan dengan 12% kromium merupakan
bahan yang baik untuk sudu-sudu pada turbin, sedangkan yang mengandung 30% kromium
digunakan dalam industri kimia dan untuk instalasi perlakuan panas serta tanur. Kalau
dibubuhi lagi dengan silikon, nikel, dan itrium, paduan kaya kromium ini cocok untuk katup-
katup pada motor bensin dan komponen-komponen lain yang beroperasi pada temperatur
tinggi dalam lingkungan agresif. Paduan-paduan besi-aluminium digunakan sebagai winding
(lilityan pemancar panas) dalam tanur-tanur listrik dan bisa berumur panjang asalkan
dilindungi dari kejutan atau benturan mekanik.
motor turbin gas telah berkembang dengan pesat, namun prinsip kerjanya tetap sama. Untuk
ringkasnya, motor turbin gas menghirup udara dari atmosfer, mencampurnya dengan bahan
bakar, kemudian menempatkan dan membakar campuran tersebut. Proses ini menghasilkan
gas dengan temperatur antara 730 dan 1730oC. Sebagian kecil gas panas itu menggerakan
turbin sehingga kompresor tetap bekerja. Sedangkan sisanya digunakan untuk menghasilkan
gaya dorong, dalam turbojet atau daya kuda poros dalam motor turboshaft.
90
Walaupun prinsip kerja motor turbin gas belum berubah, penyempurnaan unjuk kerjanya bisa
meningkat dengan pemakaian bahan bakar telah berkurang sampai sepertiga dari yang
dibutuhkan dalam motor-motor jet pertama. Sementara itu nisbah daya dorong terhadap berat
telah menjadi tiga kali lipat dan selang waktu antara saat turun mesin bertambah 100 kali
lipat. Ini hanya dimungkinkan berkat kemajuan teknologi bahan yang menyebabkan berat
berkurang banyak sekali dan mampu dioperasikan dalam temperatur yang jauh lebih tinggi.
Pada tahun 1987, segi keselamatan dalam industri kedirgantaraan tidak perlu diragukan lagi,
dan ini merupakan prestasi yang hanya dengan melalui pemeriksaan dan prosedur perawatan
yang sangat teliti. Jarang sekali kecelakaan besar secara langsung disebabkan oleh kegagalan
korosi temperatur tinggi dalam motor penggerak pesawat. Namun demikian, pengaruh korosi
temperatur tinggi terhadap umur mesin dan selang waktu antara saat turun mesin sungguh
tidak sedikit.
Pada masa sekarang, masih ada satu masalah yang harus dihadapi berkaitan dengan
pengoprasian turbin gas dalam lingkungan laut. Masalh ini dikenal sebagai korosi panas (hot
corrosion). Korosi panas adalah kombinasi antara oksidasi dan reaksi-reaksi dengan belerang,
natrium, vanadium, dan pengotor-pengotor lain yang terdapat, baik diudara yang dihisap
maupun dalam bahan bakar. Korosi ini menghasilkan oksida tidak-protektif pada permukaan
sudu yang menggantikan oksida protektif dari kromium atau aluiminium. Korosi panas dapat
sangat mengurangi umur sudu-sudu turbin dan dapat menyebabkan kegagalan mesin,
walaupun dengan prosedur pemeriksaan yang teliti dan teratur kemungkinan dapat dikurangi.
Turbin-turbin gas pada pesawat sipil yamng terbang tinggi atau tidak melintasi laut biasanya
tidak akan menderita korosi panas, karana itu terutama dirancang untuk memiliki kekuatan
mekanik yang baik dan tahan creep serta oksidasi. Ini paling terpenuhi bila yang digunakan
adalah paduan dengan kandungan kromium rendah tetapi banyak aluminiumnya. Aluminium
membentuk oksida yang menjadi penghalang efisien terhadap oksidasi selanjutnya.
Jika udara yang dihisap sarat dengan garam laut dan lembab sekali. Suatu kondisi yang ideal
untuk korosi panas, akibatnya perlindungan yang diberikan oleh aluminium oksida menjadi
kurang berarti
BAB VI
PROTEKSI KOROSI DENGAN METODE PENGUBAHAN MATERIAL, PERANCANGA
91
Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses pengendalian korosi dengan metoda
pengubahan material,perancangan peralatan atau pengubahan medium korosi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengendalian korosi dengan pemutusan material
dengan lingkungan menggunakan pelaisan logam,pemberian lapisan organik dan
anorganik.
6.1 Pendahuluan
Proses korosi merupakan turunan mutu material, khususnya logam, akibat interaksi
dengan lingkungannya atau proses elektrokimia, yaitu terjadi reaksi anodik dan katodik
secara bersamaan. Dengan demikian, proses korosi melibatkan tiga hal, yaitu material,
lingkungan, dan interaksi. Oleh karena itu, proteksi atau pengen dalian korosi juga
melibatkan tiga hal tersebut, yaitu menekan laju reaksi anodik dan katodik, mencegah kontak
langsung antara material dengan lingkungan dan pengubahan material. Metode proteksi atau
pengendalian korosi yang dapat dilakukan adalah:
pemilihan material yang tahan terhadap lingkungan tertentu dan perancangan
pengubahan lingkungan yang korosif, yaitu dengan memberikan inhibitor
pemutusan material dengan lingkungan menggunakan lapisan material seperti pelapisan
logam, pemberian lapisan organic (pengecatan) dan anorganik (pembentukan lapisan
pasif atau oksida)
pengubahan potensial elektroda logam dengan metoda proteksi katodik dan anodik.
Berdasarkan keempat metoda tersebut, bagian ini hanya menguraikan pengubahan atau
pemilihan material dan perancangan serta metoda pengubahan lingkungan korosif, sedangkan
metoda proteksi korosi dengan memberikan lapisan pelindung dan pengubahan potensial
elektroda logam akan dibahas pada bagian atau bab selanjutnya.
92
kondisi tegangan logam secara perlakuan panas atau pendinginan
Pemurnian logam berfungsi untuk menaikkan ketahanan korosi yang dpat melibatkan
pemurnian belerang (S) dan fosfor (P) pada berbagai jenis baja, misalnya karbon pada baja
stainless; Fe, Si, dan Cu pada aluminium. Pengaruh unsure paduan terhadap sifat baja karbon
dapat diuraikan sebagai berikut.
Karbon (C) dengan unsure lain membentuk senyawa karbida kecuali dengan Ni dan
Mn. Senyawa karbida yang terbentuk ini memberikan sifat yang keras tetapi getas,
tahan gesekan, dan tahan terhadap temperatur.
Krom (Cr) akan menaikkan kekuatan tarik dan plastisitas, menambah kekerasan,
meningkatkan ketahanan logam terhadap korosi, dan ketahanan logam terhadap
temperatur tinggi.
Wolfram (W) dengan karbon membentuk senyawa karbida yang keras dan tahan
terhadap temperatur tinggi dan banyak digunakan pada baja perkakas dan baja
pemotong cepat.
Wolfram (W) dan molybdenum (Mo) bertujuan untuk menaikkan kekerasan dan
kekuatan terutama pada temperatur tinggi.
Mangan (Mn) bertujuan untuk menaikkan kekerasan, keuletan, dan kekuatan.
Silikon (Si) bertujuan untuk menaikkan kekuatan elastisitas, menambah ketahana
terhadap asam pada temperatur tinggi dan memperbaiki ketahanan terhadap listrik.
Nikel (Ni) bertujuan untuk menaikkan sifat mekanis, keliatan, dan mampu pengerjaan
keras, mengurangi sifat magnit, tahan terhadap asam dan menurunkan koefisen muai.
Secara mekanis, pengaruh pengaruh unsur paduan terhadap kekerasan baja karbon dapat
ditunjukkan seperti gambar 6.1. berikut.
93
Gambar 6.1. Pengaruh Unsur Paduan terhadap Kekerasan Baja Karbon
6.2.3 Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas.
1) Jelaskan metoda yang digunakan untuk menambah unsur paduan! (4 buah)
2) Jelaskan pengaruh unsur penambahan unsur C, Ni, Cr, Mn, Si, dan W pada baja
karbon!
3) Sebutkan tujuan perlakuan panas pada logam!
4) Mengapa tegangan tekan perlu diperkecil? Jelaskan!
6.3 Perancangan
Pengendalian atau proteksi korosi diawali dari perancangan. Tugas utama perancang atau
pakar konstruksi, antara lain adalah:
menghasilkan suatu rancangan dengan asumsi berfungsi fabrikasi dan sifat mekanik
(kekuatan dan keuletan)
melibatkan proteksi korosi dengan asumsi konstruksi mengalami korosi merata
94
Biaya konstruksi hendaknya memperhitungkan segi biaya, antara lain:
biaya perawatan setiap bagian
biaya pengecatan kembali
Untuk konstruksi di atmosfer, lokasi geografik memberikan indikasi yang penting, yaitu
bagaimana masalah korosi telah terjadi secara serius, misalnya daerah pedesaan, dekat pantai
(laut) atau perkotaan. Korosi terburuk terjadi di daerah industri. Korosivitas lingkungan naik
dengan cepat oleh keasaman, kandungan garam dalam cairan, misalnya daur ulang air dingin,
kandungan debu dan korosivitas gas tinggi (SO2, SO3, Cl2, dan HCl) di atmosfir. Limpahan
variasi cairankorosif pada konstruksi sering menaikkan masalah korosi. Pelumas oli, solar,
dan produk petroleum, kadang-kadang menyebabkan korosi langsung, tetapi pengecatandan
pembersih vernish sering berbahaya karena hal ini dapat menyebabkan korosi tidak langsung.
95
Bahan Pemesanan Mekanik:
mentah pengiriman Kekerasan, creep,
kuantitas dari pabrik lelah, kekakuan,
kompresi, shear,
tumbukan,
kekuatan tarik,
Biaya produksi:
kemampuan
Ketersediaan di
dilas, dibentuk, Fisik: kerapatan,
site
diproses dengan elektrik,
mesin, tenaga magnetik,
Peralatan yang
kerja kehantaran
Umur Ukuran
pelayan Sifat kimia:
yang ketahanan
terhadap korosi
Baja karbon rendah akan mengalami korosi di hamper semua lingkungan atmosfer
bila kelembaban relative melebihi 60%. Apabila butir-butir air terbentuk di permukaan logam
atau material akan menyebabkan kecenderungan korosi di tempat tersebut. Korosi suatu
logam dipengaruhi oleh faktor lingkungan,seperti kandungan oksigen, pH lingjungan dan
hadirnya ion agresif, terutama oksida belerang dan ion klorida. Faktoe yang dapa
mempengaruhi korosi baja di air laut dapat dilihat pada Tabel 6.1. berikut
Tabel 6.1. Karakteristik Korosi Baja Karbon Rendah di Lingkungan Air Laut
96
6.3.3. Pemilihan Perlakuan Permukaan atau Proteksi Lain
Konstruksi yang baik memerlukan beberapa perlakuan permukaan. Perlakuan
permukaan ini bertujuan untuk estetika (keindahan) dan proteksi terhadap korosi. Oleh karena
itu, seorang perancang perlu mengetahui prinsip perlakuan permukaan.
Pertanyaan berikut dapat membantu perancang untuk merancang konstruksi.
1) Perlukah konstruksi dicat, diaspal, dilapisi karet atau logam?
2) Perlukah pada konstruksi dilakukan perawatan dan perawatan yang mungkin
dilakukan adalah perlakuan permukaan?
3) Berapa pengecatan atau pelapisan (coating) prmukaan yang direncanakan?
4) Apakah bebas memilih metoda pembersihan awal, metoda aplikasi, dan waktu
pengeringan coating?
5) Perlukan toleransi khusus atau pembatas yang telah dipikirkan?
6) apakah perlu menggunakan proteksi katodik atau inhibitor sebagai alternatif coating
protektif?
6.3.4. Latihan
97
Kerjakan pertnyaan berikut dengan singkat dan jelas!
1) Sebutkan tugas seorang perancang!
2) Apa yang dilakukan seorang perancang konstruksi pada langkah awal? Sebutkan!
3) Faktor apasaja yang menjadi pertimbangan seorang perancang dalam mengambil
keputusan?
4) Mengapa seorang perancang dalam membuat konstruksi perlu melakukan pemilihan
material yang digunakan? Jelaskan!
5) Mengapa seorang perancang perlu mengetahui metoda perlakuan permukaan logam?
6.4.1. Lingkungan
Komponen atau struktur akan menghadapi berbagai jenis lingkungan, baikselama
pembuatan, pemindahan, dan penyimpanan maupun penggunaannya. Komponen atau sruktur
yang bersifat mobil akan selalu berada pada lingkungan yang sering berubah. Kondisi
lingkungan yang menjadi faktor penentu perancangan antara lain adalah:
a. kelembaban relatif
b. suhu
c. pH lingkungan
d. konsentrasi oksigen
e. bahan pengotor padat atau terlarut
f. konsentrasi elektrolit
g. laju alir elektrolit
98
c. Elektrolit dimodifikasi agar tidak terlalu agresif
d. Pada sambungan dua logam tidak sejenis diisolasi dari larutan elektrolit atau kedua
logam diisolasi agar tidak terjadi loncatan electron.
99
Gambar 6.4. Pengelingan dua pelat vertical
100
Serangan korosi celah banyak dijumpai pada kendaraan bermotor dan merupakan
pembatas umur kendaraan. Korosi celah terjadi pada lipatan, sudu-sudut blok mesin, bagian
bawah pintu, di balik tepian kaca, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat
contoh korosi yang terjadi di bawah pintu mobil pada gambar 5.7 berikut.
2) Perangkap Kotoran
Kotoran akan menahan air, misalnya lumpur atau produk korosi. Kotoran atau produk
korosi tersebut dapat masuk membentuk sel aerasi diferensial. Korosi yang terjadi tidak
kelihatan karena tertutup oleh kotoran yang membentuk kerak di permukaan logam. Untuk
menghindari terbentuknya hal ini, maka pembuatan sudut perlu dirancang sedemikian rupa
agar kotoran tidak menumpuk. Misalnya pembundaran sudut-sudut dan tepi-tepi bagian
dalam, sehingga mempermudah pembersihan an pengaliran air. Hal ini akan memperkecil
resiko korosi. Gambar 6.8. menunjukkan sudut lengkung lebih terawat dibandingkan sudut
siku-siku.
3) Pengaliran Air
101
Apabila hujan gerimis atau percikan air jatuh di atas permukaan logam yang tidak
terlindungi akan terlihat bercak-bercak karat setelah air menguap. Hal ini disebabkan ion besi
(II) di anoda bereaksi dengan ion hidroksil yang dibangkitkan di daerah katoda. Untuk
menghindari hal tersebut diperlukan permukaan logam yang tetap kering dan bersih dari
kotoran. Hal ini dapat dihasilkan bila pengaliran air atau drainase dan vntilasi udaranya baik.
Suatu kerangka berpenampang persegi tidak boleh menghambat aliran air, sehingga tidak
terjadi genangan air. Untuk itu, bagian permukaan atau tepi bagian lubang drainase harus
ditutup dengan lapisan pelindung yang mampu menahan logam terhadap serangan korosi.
Selain itu, ventilasi yang cukup sangat membantu permukaan logam cepat kering. Oleh
karena itu, perancangan konstruksi untuk aliran air harus membuat air dapat mengalir dengan
baik dan permukaan cepat kering. Suatu contoh perancangan dan peletakan suatu konstruksi
logam yang baik dan buruk ditunjukkan pada Gambar 6.9.
Gambar 6.9. Sistem Pengeringan dan Ventilasi yang Baik dan Buruk
Contoh perancangan sistem tangki dan pipa yang baik atau buruk ditunjukkan pada Gambar
6.10 dan 6.11.
102
Gambar 6.10. Rancangan Bentuk Sambungan Pipa
6.4.5. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut ini.
1) Sebutkan aspek lingkungan yang perlu diperhatikan oleh seorang perancang
konstruksi!
2) Mengapa deret galvanik diperlukan untuk merancang suatu konstruksi?
3) Berilah penjelasan terbentuknya sel aerasi diferensial!
4) Gambarkan suatu cara penyambungan dua logam yang baik!
5) Apa yang perlu diperhatikan dalam merancang pipa dan tangki penampungan?
6) Berilah contoh tempat terjadinya sel aerasi diferensial pada suatu peralatan!
103
Hidrazin dapat juga teroksidasi dan tereduksi menjadi nitrogen (N 2) dan amoniak NH3
menurut reaksi : 3 N2H2 N2 + 4NH3
Penggunaan hidrazin dalam boiler mencapai 100 mg/l
Mengeliminasi asam dalam air dengan cara netralisasi, misalnya dengan penambahan
soda
Mengeliminasi garam dari air dengan cara penukar ion
Mengeliminasi air dari udara dengan dehumidifikasi, misalnya penggunaan kotak berpori
yang berisi silica gel dalam bungkus, dalam peralatan dan dalam bagian tertutup. Cara ini
biasanya dilakukan untuk penyimpanan peralatan militer seperti senjata dan peralatan
logam lainnya.
Menurunkan humiditas relative di sekeliling udara dengan cara menaikkan suhu,
misalnya 6-7°C di atas suhu ruang penyimpanan.
Mengeliminasi partikl padat dari air atau udara dengan filtrasi, seperti filtrasi asap rokok.
Latihan
Jawablah pertanyaan berikut!
1) Jelaskan cara mengikat oksigen di dalam larutan aqueous!
2) Jelaskan cara mengambil partikel di udara!
3) Jelaskan cara mengaluarkan air dalam udara!
Untuk memperjelas jenis inhibitor tersebut secara teoritis dapat ditunjukkan seperti gambar
6.12 berikut.
104
Log (i) Log (i) Log (i)
a. b. c.
Gambar 6.12. Jenis inhibitor (a) Inhibitor Anodik, (b) Inhibitor Katodik, (c) Inhibitor
Campuran
Log (i)
105
besi oksida serta sedikit fosfat. Hal ini menjelaskan bahwa fosfat di dalam air lunak
tidak berpengaruh jika tidak ada penambahan soda.
b. Benzoat
Benzoat merupakan inhibitor non oksidator dan dikelompokkan sebagai inhibitor
anodik. Inhibitor in tidak termasuk berbahaya, karena dengan konsentrasi yang cukup
kecil mempunyai pengaruh yang tidak merugikan. Inhibitor ini, biasanya digunakan
bersama dengan natrium nitrit untuk memproteksi bagian mesin terhadap aliran air.
c. Silikat
Natrium silikat mempunyai komposisi Na2O.2SiO2 dan digunakan sebagai inhibitor
dalam air. Silikat berfungsi ganda,yaitu sebagian silikat bertindak sebagai alkali dan
sebagian lagi berfungsi sebagai inhibitor anodik. Inhibitor ini dalam air berupa koloid
dengan tipe (mSiO2.nSiO3)2n- yang terbentuk oleh hidrolisis dalam larutan aqueous.
Kemungkinan anion ini bermigrasi secara elektroforetik menuju permukaan anoda,
seperti fosfat untuk membentuk film protektif.
d. Kromat
Beberapa senyawa kromat seperti Na2CrO4 atau K2CrO4 merupakan inhibitor
oksidator, sehingga penambahan inhibitor ini membentuk lapisan pasif, yang
mengandung Cr2O3. Inhibitor kromat merupakan inhibitor yang sangat efektif dalam
air dan sangat cocok untuk memproteksi logam baja dan tembaga (Cu).
e. Nitrit
Ortofosfat dan Silikat merupakan inhibitor yang efektif dalamair yang mengandung
kesadahan kalsium (air sadah). Dalam air lunak, inhibitor yang efektif adalah inhibitor
nitrit dan kromat. Nitrit merupakan oksidator, sehingga produk korosinya merupakan
senyawa dengan bilangan oksidasi tinggi, karena senyaea ini mempunyai kelarutan
lebih rendah dan membentuk film protektif lebih mudah. Biasanya, penggunaan
inhibitor ini dicampur dengan inhibitor lain seperti benzoate dan fosfat.
Konsentrasi inhibitor untuk kebutuhan praktis adalah 1 gpl (gram per liter). Natrium
benzoate memerlukan konsentrasi lebih tinggi yaitu 10-15 gpl. Pengaruh konsentrasi
beberapa inhibitor dapat ditunjukkan pada gambar 6.14.
106
Gambar 6.14. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor
Log (i)
Gambar 6.15. Polarisasi Katodik
107
Garam logam seperti As, Bi, dan Sb ditambahkan untuk membentuk selaput hydrogen
teradsorpsi pada permukaan katoda. Senyawa ini beracun, sehingga dikembangkan
senyawa organic yang memungkinkan atom hydrogen terdifusi dalam baja dan
menyebabkan penggetasan oleh hydrogen.
e. Polifosfat
Secara umum, air boiler mengandung polifosfat. Polifosfat ini dapat berfungsi sebagai
inhibitor katodik. Senyawa polifosfat yang berupa kation berbentuk koloid sebagai
(Na5CaP6O18)n+ dan di katodik membentuk lapisan yang tebal. Air yang mengandung
kalsium (air sadah) ditambahkan inhibitor polifosfat untuk mencegah terbentuknya
kerak karbonat yang tebal pada perpindahan panas permukaan.
R R
NH 108
Fe
Gambar 6.16 Mekanisme Peristiwa Adsorpsi
Dengan demikian, inhibitor organic berfungsi ganda yaitu menghambat proses anodik
dan katodik secara bersamaan. Inhibitor organic dapat dikelompokkan berdasarkan gugus
aktifnya menjadi:
senyawa yang mengandung nitrogen seperti nitrit dan amina organic
senyawa yang mengandung belerang seperti HS- / S2- atau dalam bentuk lingkar
senyawa yang mengandung S dan N, yaitu tio-karbonat
Kekuatan adsorpsi inhibitor organic bergantung pada:
ikatan koordinasi (kerapatan electron)
kelarutan senyawa organic
gugus fungsionil
Kekuatan inhibisi senyawa belerang (S) lebih besar daripada senyawa nitrogen (N).
Hal ini disebabkan belerang merupakan donor sepasang electron yang lebih baik daripada
nitrogen, sehingga kecenderungan membentuk ikatan koordinasi di permukaan logam
lebih besar. Urutan kekuatan inhibisi senyawa organic adalah S>N>O.
Kekuatan inhibisi senyawa amina alifatik bertambah sesuai urutan:
NH3 < R1NH2 < R2NH < R3N
R adalah gugus alkil (etil, propil, butyl, dst). Jika ke empat gugus alkil diperkenalkan,
pengaruh inhibisi berkurang dengan kuat.
Apabila berat molekul senyawa bertambah, maka pengaruh inhibisinya bertambah.
Untuk suatu deret inhibitor belerang (tiol dan sulfida) pengaruh inhibisinya bertambah
sesuai urutan:
CH3 < C2H5 < C3H7 < C4H9 < C5H11
Beberapa contoh inhibitor organic, antara lain adalah metilamina, dimetilamina,
alilamina, piridina, kuinolin, natrium benzoate, imidazolin, dan sebagainya. Gambar 5.17
merupakan struktur beberapa senyawa organic yang dapat digunakan sebagai inhibitor
korosi.
109
Gambar 5.17. Rumus Struktur Beberapa Inhibitor Organik
6.6.5. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut.
1) Gambarkan perbedaan inhibitor anodik dengan katodik!
2) Berilah contoh penggunaan:
a. inhibitor anodik
b. inhibitor katodik
c. inhibitor campuran
3) Jelaskan mekanisme kerja inhibitor organic!
4) Jelaskan pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi logam!
5) Berilah contoh inhibitor organic dan penggunaannya di lapangan!
110
Untuk mencegah korosi logam di atmosfir dalam ruang tertutup seperti kotak selama
penyimpanan atau perjalanan digunakan inhibitor fasa uap (VPI atau VCI dari inhibitor
korosi volatile). Jenis inhibitor yang biasa digunakan adalah senyawa amina alifatik dan
siklik serta nitrit dengan tekanan uap yang tinggi. Sebagai contoh: disikloheksilamonium
nitrit dan disikloheksilamonium karbonat. Kertas yang dilapisi inhibitor fasa uap sering
digunakan sebagai bungkus antikorosif. Etilen diamina dalam boiler dialirkan bersama uap
panas (steam) untuk mencegah korosi dalam pipa pengembunan (tangki kondensasi) karena
akan menetralkan gas karbon dioksida.
Latihan
Jawablah pertanyaan berikut.
1) Berilah contoh inhibitor fasa uap dan penggunaannya!
2) Jelaskan mekanisme perlindungan inhibitor fasa uap!
3) Jelaskan pemakaian inhibitor tempat atau guang perkakas!
111
Karbon dioksida mudah larut dalam air dingin dan membentuk asam karbonat
dengan pH 5,5-6,0 dan ketika dipanaskan, gas keluar, masuk ke dalam sistem
kemudian larut kembali dalam kondensat. Hal ini menyebabkan pH air kondensat
lebih rendah dari yang diperlukan, sehingga dapat menyebabkan pengausan pada
permukaan logam yang akhirnya menyebabkan korosi lokal.
Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katodik dan dapat menyebabkan
korosi sumuran.
Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dan membentuk selaput
tipis di permukaan logam. Ketika selaput menebal, laju perpindahan panas
menurun, sehingga efisiensinya menjadi menurun dan mengakibatkan panas
berlebih (over heating) di daerah tersebut.
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara:
penambahan amina, yaitu untuk mengendalikan pengaruh karbon dioksida
penambahan sulfit atau hidrazin yang berfungsi untuk mengurangi oksigen terlarut
penambahan basa (NaOH) atau natrium ortofosfat atau metafosfat yang berfungsi
untuk mengendalikan pH larutan
Latihan
1) Jelaskan penyebab korosi di dalam generator uap dan sistem pendingin!
2) Jelaskan cara memelihara kerak pada permukaan logam!
3) Mengapa pada sistem air biasa sering terjadi pemanasan lokal?
4) Jelaskan cara pengendalian pada sistem distribusi air!
112
Larutan garam: baja > 5%
Air laut: baja 0,5%
Pendingin mesin: baja < 1%
Natrium nitrat Mencegah instalasi peretakan kaustik: baja
Natrium hydrogen fosfat Air pendingin: baja 1%
Ketel: baja, tembaga, seng 10 ppm
Air laut (dengan natrium nitrit): baja 10 ppm
Boraks Pendingin mesin: baja 1%
Sistem pendingin glikol: baja 1%
Natrium silikat Air minum: baja, tembaga, seng 10-20 ppm
Air garam lading minyak: baja 0,1%
Air laut: baja 10 ppm
Ion arsenat Kebanyakan asam pekat: baja 0,5%
Amina organic Kondensat uap ketel: baja Variasi
Asam: baja
Air garam lading minyak: baja
Hidrazin Pemakan oksigen (temp. tinggi): baja Sesuai kebutuhan
Natrium sulfit Pemakan oksigen (temp. rendah): baja Sesuai kebutuhan
Latihan
Kerjakan soal berikut pada buku tugas Anda.
1) Inhibtor yang bagaimana ditambahkan di lingkungan minyak?
2) Berilah contoh inhibitor dan penggunaannya!
3) Berilah salah satu jenis inhibitor yang dapat diterapkan di lapangan!
4) Jelaskan mekanisme proteksi inhibitor organic pada suatu logam!
Contoh Soal
Suatu logam dalam larutan asam teraerasi. Koefisien tafel katodik (c)= - 120 mV/decade
dan koefisien tafel anodik (a)= 60 mV/decade. Digunakan dua buah inhibitor organic, yang
satu sebagai inhibitor anodik dan yang lainnya sebagai inhibitor katodik. Kedua inhibitor
mampu mengubah potensial korosi logam dengan harga yang sama, yaitu 50 mV tanpa
mengubah koefisien tafel. Jelaskan inhibitor yang lebih efektif (penjelasan disertai gambar)!
113
BAB VII
PROTEKSI KOROSI METODA COATING ORGANIK DAN ANORGANIK
MATERIAL, PERANCANGAN, DAN PENGUBAHAN MEDIUM KOROSIF
Pendahuluan
Metode coating organik dan anoerganik merupakan proteksi logam terhadap korosi
dengan cara memberikan lapisan di permukaan logam. Coating organik biasanya
menggunakan senyawa polimer, seperti senyawa yang dicampurkan di dalam cat atau plastik.
Bagian ini akan diawali mendalami cat dan plastik sebagai lapisan pelindung di permukaan
logam. Coating anorganik berupa pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan
pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Oleh karena itu, proses anodisasi
aluminium, kromatisasi, dan fosfatasi merupakan coating anorganik yang diuraikan pada bab
ini.
114
Binder (resin): merupakan bahan dasar cat (vehicle), menentukan sifat tahan terhadap
lingkungan dan dipakai sebagai nama jenis cat, misalnya: vinyl, epoksi, akrilat, dan
lain-lain.
Pigmen (zat warna) merupakan padatan pembentuk lapisan pelindung. Contoh: serbuk
seng, seng-kromat, rutile, dan lain-lain.
Solvent (pelarut) mengencerkan bahan cat, contoh: terpentin, air, senyawa
hidrokarbon.
Filler merupakan bahan pengisi dan bersifat inert berfungsi untuk menambah padatan
dalam bahan cat. Contoh : CaCo3, barit,clay (lempung), dll.
Additif (anti oxidant, anti settling agent, anti floating, dst)
115
pemanasan
Alkid oil length Plomerisasi kondensasi cukup cukup baik Cukup Sangat
pendek pemanasan baik baik
Campuran urea Polimerisasi kondensasi Cukup Cukup Sangat Baik Cukup
formaldehid alkid pemanasan baik baik baik
Campuran Polimerisasi kondensasi Cukup Cukup Sangat Baik Sangat
melamin pemanasan baik baik baik baik
formaldehid alkid
Amino epoksi atau Polimerisasi kondensasi Baik Baik Sangat Sangat Baik
campuran resin pemanasan baik baik
fenolat
Campuran Polimerisasi kondensasi Cukup Baik Cukup Sangat Sangat
polyester/ poliiso- penambahan udara/ baik baik baik baik
sianat pemanasan
Resin venil Evaporasi pelarut udara Sangat Sangat Sangat Buruk Baik
baik baik baik
Karet klorinasi Evaporasi pelarut udara Baik Baik Sangat Buruk Baik
baik
116
lambat pada suhu sangat rendah dan ada cat kemasan ganda yang tidak dapat mongering bila
suhu tidak tepat.
Suhu yang berbeda pada bagian tertentu sebuah komponen terutama apabila cat harus
dipanaskan atau dipanggang dalam oven untuk mempercepat proses pengeringan, dapat
menyebabkan pelarut yang menguap di satu bagian, tetapi di bagian lain (atau sisinya) terjadi
pengembunan. Hal ini menyebabkan cat melarut pada bagian yang terjadi pengembunan
pelarut, sehingga pada bagian ini akan terjadi bekas yang berupa guratan apabila cat sudah
mengering.
Kegagalan cat dapat terjadi pada sistem cat kemasan ganda akibat kurang
sempurnanya proses pencampuran dua komponen saat cat digunakan dan proses peneringan
untuk membentuk lapisan akhir bergantung pada polimerisasi silang.
7.1.5. Latihan
Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas!
1) Apa fungsi pengecatan pada logam?
2) Sebutkan cara pengecatan yang sering dilakukan!
3) Sebutkan kompoisi cat dan jelaskan fungsinya!
4) Jelaskan perbedaan primer coat, under coat, dan finishing coat!
5) Sebutkan jenis cat dan karakterisiknya! (3 macam)
6) Jelaskan penyebab kemungkinan terjadi kegagalan sistem cat!
2) Politena (Polietilena)
Bahan ini digunakan untuk melapisi alat rumah tangga, untuk pipa, tangki bahan
kimia, dan rak. Untuk lingkungan tertentu, seperti lingkungan deterjen, alkohol, silikon,
cenderung mengalami peretakan korosi tegang.
117
Bahan pelapis jenis ini mudah menguap dan sifatnya bergantung pada kandungan
plasticizer sesuai dengan kondisi penggunaannya. Agar bahan pelapis melekat erat pada
logamnya, logam harus diberi bahan perekat atau cat dasar lebih dahulu.
Bahan ini diaplikasikan dengan cara pencelupan dan penyemprotan, baik ke dalam
tepung PVC halus maupun PVC cair. Pada permukaan yang panas, polimer dan
plasticizer saling-silang menghasilkan endapan seperti gelatin, selanjutnya dikeringkan
dengan pemanasan dengan suhu lebih tinggi untuk mendapatkan lapisan yang kuat.
Logam yang dilapisi bahan ini tidak boleh mengalami suhu lingkungan lebih tinggi dari
60-70°C.
4) Politetrafluoroetilena (PTFE)
Bahan ini mempunyai ketahanan korosi yang tinggi, stabil pada suhu sampai 250°C,
tahan terhadap asam dan basa dan tidak menyerap air. Namun demikian, perlindungan
terhadap korosi logam tidak dapat dijamin, karena sulit utnuk menghilangkan pori-pori
mikro yang terdapat pada lapisan.
5) Poliuretan
Pelapis bahan ini telah diterapkan untuk melapisi baja dalam lingkungan air laut,
minyak pelumas, deterjen, dan asam atau basa pada konsentrasi rendah. Bahan ini dapat
dilapisikan dengan metoda penyembprotan tanpa udara, pengulasan dan pencelupan.
Latihan
Kejakan soal berikut.
1) Sebutkan jenis plastik yang digunakan sebagai coating!
2) Metode apa yang digunakan untuk aplikasi coating plastik?
3) Sebutkan bahan dasar plastik yang biasa digunakan sebagi coating!
118
1. Pasivasi mekanik disebabkan oleh suatu pembentukan lapisan penghalang sebagai produk
korosi antara logam dengan elektrolit dan korosi selanjutnya, misaalnya korosi besi dalam
larutan soda kaustik 40% pada suhu 70°C bila bentuk lapisan Fe3O4.
2. pasivasi kimia disebabkan oleh adsorpsi suatu logam atau oksida logam yang membentuk
film permukaan yang stabil, misalnya kromatisasi
3. Anodik atau pasivasi secara elektrokimia bila oksida logam dapat dibentuk dengan
pengaturan kondisi yang dapat dibuat perlakuan akhir secara sederhana.
Keadaan pasif tidak diasumsikan sebagai salah satu kondisi tidak terjadi korosi, tetapi
merupakan reaksi pembentukan fim pasif sebagaipenghalang pengendalian laju difusi, maka
laju pelarutan logamditunjukkan kembali dengan arus sekitar 10-10a/cm2. Pembentukan
beberapa oksida pada logam dapat lebih baik dipasivasikan atau diaktivasi dapat bergantung
adanya ion pengompleks atau depasivasi seperti ion klorida (Cl-). Variabel utama lingkungan
adalah pH dan potensial. Faurbaix telah menggunakan kenyataan ini untuk mengembangkan
diagram pH potensial sebagai suatu indikasi kondisi film pasif terbentuk.
Gambar 7.1. memberikan tiga diagram untukkrom dalam berbagai lingkungan, 1a dalam
lingkungan aqueous pada 25°C dan diasumsikan terbentuk hidroksida, 1b krom dalam
kondisi yang sama dengan pembentukan krom oksida, dan 1c adanya ion klorida dan daerah
pasif diperkecil. Diagram tersbut dpat diaplikasikan untuk sifat logam krom, daerah pasif
dengan film pasifnya merupakan campuran oksida.
119
Mekanisme pembentukan lapisan oksida belum diketahui dengan pasti, tetapi reaksi oksidasi
aluminium adalah sebagai berikut:
4Al + 3O2 = Al2O3
Kemungkinan tahap reaksi anodisasi
Tahapan reaksi anodisasi oksidasi elektrolitik yang mengubah logam aluminium menjadi
ion.
Tahapan reaksi ion dengan oksigen yang dibawa dalam bentuk ion (OH- atau O2) pada
antar muka sehingga membentuk lapisan aluminium oksida yang menempel pada
permukaan anoda.
Tahapan terakhir merupakan peristiwa pelarutan kembali sebagian oksida tersebut oleh
asam sehingga membentuk lapisan akhir yang terlapisi.
Secara skematis tahapan reaksi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
OH- pelarutan
Al Al 3+
Al2O3 lapisan Al2O3 akhir
O2
Reaksi elektrodik, apabila proses anodisasi menggunakan larutan elektrolit H2SO4 yaitu:
H2SO4 = 2H+ + SO42-
Pada katoda (Pb, Al, anoda tak larut):
2H+ + 2e = H2 E°= 0,0 Volt
-
2H2O + 2e + O2 = 4OH E°= 0,4 Volt
Pada anoda Al:
2H2O = O2 + 4H+ + 4e
Al = Al3+ + 3e E°= 1,66 Volt
Reaksi pembentukan oksida:
2Al3+ + 3OH- = Al2O3 + 3H+ G° = -33,985 kkal
Reaksi total:
2Al + O2 + H2O = Al2O3 + H2 G° = -320,080 kkal
H° = -260,536 kkal
120
total porositas film digambarkan kembali sekitar 45% dari volum film
film awal adalah rapat, tetapi menjadi kurang rapat pada pertumbuhan film
ketebalan film pada awalnya bertambah sesuai dengan jumlah secara teori, kemudian
turun dengan waktu akibat efisiensi arus turun dan tegangan naik
Secara skematis, lapisan oksida di permukaan logam aluminium dapat ditunjukkan seperti
Gambar 7.2. berikut.
Pembentukan aluminium oksida pada permukaan anoda aluminium akan semakin besar, bila
arus dan waktu proses cukup lama, secara kuantitatif massa lapisan iksida yang terbentuk
dapat dirumuskan:
Mr.Al2O3.i .t
m=
nF
121
Proses Anodisasi
Secara sederhana proses anodisasi dapat ditunjukkan seperti diagram pada Gambar 7.3
berikut.
Pencucian lemak
Pembilasan (Rinsing)
Pengetsaan (Etching)
asam dan alkali
Pembilasan (Rinsing)
Brightener Dip
(Pembersihan secara
Pembilasan (Rinsing)
Proses Anodisasi
Pembilasan
Pewarnaan
Sealing
Pengemasan 122
Gambar 7.3. Diagram Proses Anodisasi
b. Proses Pengetsaan
b.1. Etsa dengan asam
123
Asam nitrat-hidrofluorat : HNO3 (5-25%), HF (1-5%), CuSO4 (0,25%), T (20-
35°C), t (2-5 menit).
Asam sulfat : asam sulfat (90 gpl), T (70-90°C), t (1-5 menit).
Asam sulfat-kromat : H2SO4 (3-15%), CrO3 (2-10%), T (60-75°C), t (0,5-2
menit).
Asam-sulfat nitrat : H2SO4, (10%), HNO3 (10%), T suhu kamar, t (20-40 detik).
b2. Etsa dengan alkali
Natrium hidroksida : NaOH (10-25%), T (50-90°C), t (20-120 detik), kemudian
dinetralisasi dengan HNO3 15-50%.
Soda kaustik-pospat : NaOH (3-8%), Na3PO4 (5-10%), T (55-80°C), t seperlunya.
Kaustik kromat : NaOH (7,50%), natrium silicon fluoride (2%), NaCrO 4 (0,50%),
T (50-70°C), t (1-10 menit).
124
Pengerasan lapisan oksida dapat juga dilakukan dengan larutan elektrolit seperti natrium
asetat, bikromat, silikat, dan sebagainya.
125
oksida hidrat (Cr2O3.xH2O) atau krom hidroksida [Cr(OH)3. Cr(OH).CrO4] dan biasanya,
berwarna kuning atau dapat berwarna lain jika mengandung kromat basa. Pembentukan film
kromat diawali dengan pelapis permukaan benda kerja (logam dan oksida logam) dan masuk
permukaan pelarutan. Larutan kromatisasi biasanya berisi suatu anion aktivasi seperti klorida
dan sulfat. Proses ini adalah sesuai untuk logam Al, Cu, Zn, Mg, Ag yang ketebalan filmnya
mulai 0,1 sampai 10-3 mm dapat dikembangkan atau tanpa lapisan pasif. Hal ini tidak tahan
terhadap korosi, tetapi dapat digunakan sebagai pretreatment finishing organic.
Aluminium
Proses pasivasi Aluminium melibatkan pelarutan logam dan mengacu pada diagram
Paurbaix Gambar 7.1. Hal tersebut dapat menjadi jelas bahwa kromatisasi kemungkinan
melalui kedua elektrolit asam dan alkali, meskipun lapisan tipis (film) pasif harus didasarkan
pada bohmit. Secara normal, film pasif berpori, tetapi kedua larutan kromat dan fosfat, film
dapat terbentuk tidak berpori dengan pemanasan sampai temperatur diatas 70°C bayerit
dihidrat menjadi bohmit.
Film dengan ketebalan 1-2 m dapat tumbuh selama waktu 15-30 menit dengan
penambahan NaOH. Suhu operasi dapat ditutunkan (misalnya untuk 65°C untuk 3,5 gpl atau
35°C untuk 7,0 gpl). Penggunaan silikat dan fosfat memperkecil porositas dan bertindak
sebagai pengaktif yang efektif, dengan penambahan natrium hidrofosfat (Na2HPO4).
PH operasi adalah kritik karena secara awal membentuk hidroksida dan mengendap
pada permukaan logam sebagai bayerit.
Al + 3H2O = Al (OH)3 + 3/2 H2
Al(OH)3 = Al2O3.3H2O
Kelebihan ion hidroksil akan bereaksi dengan hidroksida membentuk ion kompleks aluminat.
Al(OH)3 + OH- = Al(OH)63-
Pelarutan Al dapat dipercepat dengan penambahan oksidator yang terpolarisasi secara efektif,
tetapi hydrogen diperlukan untuk mengendapkan basa kromat.
3/2 H2 + CrO42- = CrO.OH + 2 OH-
atau
3/2 H2 + CrO42- + H2O = Cr(OH)3 + 2OH-
Film yang dihasilakn merupakan 75% bohmit dan 25% basa kromat.
Larutan asam seperti tipe kromat-fluorida atau kromat-fosfat menghasilkan film tipis,
transparan dengan ketebalan 0,1-1,0 m, sedangkan dengan ketebalan 1-5 m berwarna hijau
gelap. Secara umum, larutan kromat-fluorida dapat diaplikasikan dengan pencelupan atau
penyemprotan dengan warna film diatur oleh waktu dan temperatur operasi, yang juga
mempengaruhi ketebalan lapisan (Gambar 7.5). Komposisi larutan tidak kritik, tetapi
kelebihan activator dalam larutan, seperti fluoride dapat terjadi pembentukan tepung film
meskipun dapat menghibisi kromatisasi. Pengaruh fluoride adalah untuk memungkinkan
aluminium larutan awal bila dioksidasi, oksidator masuk ke dalam pembentukan kembali
Al2O3.
Dalam larutan alkali, pembentukan film kromat tergantung pada pmbebasan gas
hydrogen, maka tahap pertama harus ada pelarutan aluminium. Film tidak keras atau tahan
aus, tetapi memberikan ikatan adesif yang bagus untuk coating cat dan pernis. Film lebih
126
tebal dapat dicapai dengan penambahan konsentrasi ion hidroksil dan kromat, tetapi untuk
larutan yang mengandung fosfat menyebabkan AlPO4 yang dapat memperbaiki sifatnya.
Gambar 7.5. Variasi berat dan warna coating dengan waktu dan temperatur untuk perlakuan
Al dalam larutan kromat-fluorida
Magnesium
Seperti dalam kasus Al, kromatisasi mentsbilkan fim oksida pada permukaan
magnesium dan telah diterapkan untuk tuang dan dibuat paduan. Pembersihan permukaan
adalah cukup penting. Pembersihandan kromatisasi tuang menghasilkan pengukuran kerak
yang signifikan, yang dapat dikurangi dengan penerapan coating cat.
Larutan dikromat (misalnya Na2Cr2O7 75 gpl dan SeO2 30 gpl) adalah paling baik,
tetapi harus digunakan dalam kondisi panas selama 1 menit. Sehingga untuk tuang, larutan
dingin adalah lebih baik, dan didasarkan pada asam nitrat (misal : HNO 3 25 mL/L, CrO3 280
gpl, dan HF 8 mL/L). Untuk ketahanan korosi dalam air laut, larutan dasar klorida dapat
digunakan (NaCl 20-120 gpl, NaNO3 10 gpl dan pH <1).
127
1. Seng larut oleh asam dikromat, kemudian pH naik di sekitar permukaan logam.
Zn + 2H2Cr2O7 = Zn2+ + 2HCr2O7- + H2
2. Kenaikan pH berikut beberapa pengendapan hidroksida menyebabkan ion kromat
menjadi lebih stabil
2HCr2O7- + 3H2 = 2Cr(OH)3 + OH-
2HCr2O7- + H2O = 2CrO4 + 3H+
3. Film krom basa kromat terbentuk di permukaan logam
2 Cr(OH)3 + CrO42- + 2H+ = Cr(OH)3.CrOH.CrO4 + 2H2O
Gambar 7.6. Pengambilan logam dan berat coating bertambah selama kromatisasi seng
sebagai fungsi pH
Serangan awal permukaan seng digambarkan kembali dalam suatu lapisan kira-kira
dua lapisan, maka secara jelas proses tidak dapat diterapkan untuk pengendapan secara listrik
karena lapisan sangat tipis. Mekanisme tersebut menjelaskan hasil pengamatan bahwa ada
sedikit atau tidak ada seng klorida di permukaan film, hal ini menunjukkan perbedaan
karakter dari film kromat pada aluminium, meskipun mereka dapat mengandung hidrat air
cukup besar. Perlakuan kromat menghasilkan film kunign, tetapi hasil film yang tidak
berwarna lebih menguntungkan. Penggunaan larutan asam komat (CrO3 5-15 gpl dan H2SO4
3-5 gpl) memungkinkan film transparan untuk menghasilakn film yang seperti pelangi, tetapi
film seperti ini adalah untuk dekoratif daripada protektif.
128
pretreatment dengan larutan kromat. Proses fosfatasi dikembangkan pertama kali
menggunakan seng fosfat (Cosletizing), mangan hidrofosfat (Parkerizing). Sesuai dengan
perkembangan proses fosfatasi ditambahkan zat yang berfungsi untuk memperpendek waktu
proses, yaitu dengan menambahkan tenaga atau nitrat. Penambahan nitrat pada larutan untuk
proses fosfatasi dapat memperpndek waktu dari 30 menit menjadi 5 menit. Proses operasi
fosfatasi dapat diturunkan temperaturnya dengan menambahkan ester asam lemak dan garam
ke dalam larutan proses.
Proses fosfatasi untuk baja dan seng dapat menggunakan larutan proses yang sama,
tetapi untuk aluminium perlu ditambahkan bahan pengompleks seperti fluorida. Lapisan
(coating) yang dihasilkan pada proses fosfatasi merupakan seng fosfat atau kromat-fosfat
yang pada pretreatment ditambahkan asam fluoride pada larutan proses.
Mekanisme pembentukan coating di permukaan logam pada proses fosfatasi melalui tiga
tahap.
1. Proses pelarutan logam sesuai persamaan reaksi:
M + 2 H3PO4 = M(H2PO4)2 + H2
Tahap ini, proses dapat berlangsung baik pada pH 2-4. Dengan adanya oksidator akan
mempercepat depolarisasi reaksi tersebut (H2H2O) dan pembentukan senyawa fosfat
primer yang larut sebagai pengendali laju reaksi. Oksidator yang dapat terlibat antara lain:
klorat, nitrat, perklorat, peroksida dan ion logam. Hal ini dapat mempercepat pelarutan
dengan pengendapan galvanik.
2. Proses pengendapan senyawa fosfat sekunder yang diakibatkan oleh kenaikan pH larutan
M (H2PO4)2 = MHPO4 + H3PO4
3. Proses pembentukan fosfat tersier, yang disebabkan oleh pH larutan yang terus naik
3M (H2PO4)2 = M3(PO4)2 + 4H3PO4
atau
3MHPO4 = M3(PO4)2 + H3PO4
Pada kesetimbangan terjadi perbandingan antara total zat : asam bebas = 7 : 1. Apabila
larutan berada pada kondisi ini, maka reaksi berlangsung dengan cepat, tetapi oksidator dapat
mengoksidasi ferro menjadi ferri, sehingga ferri fosfat yang terbentuk dapat mengendap
secara langsung. Dengan demikian, produk coatingnya antara lain Fe3(PO4)2.8H2O dan Fe3O4.
Untuk logam seng atau mangan, produknya antara lain adalah Zn 2Fe(PO4)2.4H2O dan
Zn3(PO4)2.4H2O fosfat tidak akan terbentuk di permukaan logam.
3 Zn (H2PO4)2 = x H3PO4 + (4 + x) Fe
= Zn3 (PO4)2 + (4 + x) FePO4 + 3/2 (4 + x) H2
Fosfatasi bertujuan untuk dasar cat, pelumasan saat proses [enarikan barang, dan tahan
korosi. Oleh karena itu proses fosfatasi banyak digunakan pada industri konstruksi sampai
automotif, misalnya untuk car bodise, refrigenerators, office furniture, sepeda dan
sebagainya.
7.3.4. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut.
1. Jelaskan apa perbedaan antara proses anodisasi dengan electroplating!
2. Apa yang dimaksud dengan a). anodisasi; b). kromatisasi; c). fosfatasi?
129
3. Jelaskan mekanisme pembentukan oksidasi pada proses anodisasi Al!
4. Jelaskan tahapan proses anodisasi Al!
5. Jelaskan fungsi sealing pada proses anodisasi Al!
6. Jelaskan proses kromatisasi!
7. Jelaskan mekanisme pembentukan lapisan kromat di permukaan logam!
8. Jelaskan proses fosfatasi pada baja karbon!
9. Jelaskan mekanisme pembentukan lapisan fosfat di permukaan logam!
10. Jelaskan fungsi asam nitrat pada proses fosfatasi!
130
BAB VIII
PROTEKSI KOROSI METODA
COATING LOGAM DAN PROTEKSI KATODIK
Tujuan Khusus
1. Mahasisawa dapat menerapkan pengendalaian korosi dengan metode coating logam
pada korosi logam
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proteksi katodik secara anoda korban,
3. Mahasiswa menjelaskan menjelaskan metode proteksi katodik arus terpasang
Pemberian lapisan pada permukaan logam bertujuan untuk menghambat serangan korosi
dan memperbaiki sifat milik dari logam itu sendiri ( sifat mekanik; kekerasan, keuletan,
kekuatan), sifat fisik dan sifat dekoratif (memperindah penampilan). Lapisan protektif ini
dapat berupa lapisan logam, Cat (organik), plastik, vernis, semen (beton).
Tahap persiapan ; bertujuan untuk membuang semua kotoran pada permukaan logam
seperti kerak, karat, oksida, minyak, lemak, debu, dan serpihan dari proses fabrikasi
serta mengatur karakteristik sifat fisik permukaan.
Tahap pelapisan ; tahap pelaksanaan pemberian lapisan protektif
Tahap akhir(tahap penyelesaian) ; merupakan tahap pembersihan sisa-sisa bahan
kimia agar menghasilkan lapisan yang bersih rata dan mengkilat
131
Persiapan permukaan merupakan bagian terpenting dalam proses coating logam
secara listrik atau pencelupan kedalam reaksi kimia. Biasanya tahap persiapan permukaan
dilakukan dua tahap Yaitu:
Pembersihan bahan anorganik seperti kerak dan produk korosi lainnya
Pembersihan bahan organik seperti lemak dan minyak
Pembersihan Kerak dan Karat
Kerak dan karat merupakan kotoran yang tidak larut dalam cairan yang digunakan
untuk pembersih lemak. Kerak dan karat melekat begitu kuat pada permukaan baja sehingga
tidak dilakukan menggunakan pelarut.Karat dan oksida lainnya dapat dibersihkan dengan
metode barikut:
a. Pembersihan secra makanik
Pembersihan kerak dan karat dapat dilakukan sebagai berikut:
Dengan pukulan palu, pengikisan, sikat kawat, dan penggilingan yang
pengoperasiannya dapat dilakukan dengan cara manual atau mekanik
Dengan peledakan pneumatic; yaitu dilakukan dengan proses kering atau basah
menggunakan pasir silika atau pasir baja yang disemprotkan terhadap permukaan
logam yang akan dilapisi.
Dengan penembakan sentrifugal; proses penembakan baja atau bola baja yang kecil
terhadap benda kerja menggunakan roda pisau yang berputar.
Penggunaan bahan penggosok untuk mengkilapkan permukaan benda kerja.
132
Pembersihan emulsi merupakan penggabungan dua metode dengan penggunaan
emulsi dan pelarut organik dalam larutan sabun. Tahap ini ditambahkan
pengemulsi seperti kalium oleat. Dalam hal ini, pelarut organik dicampur dengan
air selama proses pembersihan terbentuk emulsi. Suatu aturan, alkohol suhu tinggi
atau surfaktan ditambahkan sebagai penstabil. Benda kerja dicelupkan kedalam
pelarut organik dengan pengemulsi yang dengan kemudian disemprotkan dengan
air menghasilkan emulsi minyak - air dan permukaan logam menjadi bersih.
c. Pembersihan dengan uap (steam degreasing)
Pembersihan lemak dengaan uap air yang mengandung bahan pembersih
disemprotkan pada benda kerja dengan tekanan tinggi. Metode ini benyak
digunakan untuk pembersihan benda kerja dalam jumlah banyak seperti mobil dan
jalan kereta api.
Metode Mekanik
Pelapisan secara mekanik dapat dilakukan dengan cara pengulasan dan penyemprotan
leburan logam seperti aluminium atau seng(Zn) pada permukaan logam. Pengecatan dengan
debu atau aluminium memberikan coating logam secara khusus.
Metode Fisika
Metode pelapisan secara fisik dibedakan menjadi dua yaitu
metode suhu tinggi
metode suhu rendah.
Metode Kimiawi
Metode ini juga dibedakan antara metode suhu tinggi dan metode suhu rendah
133
Metode Suhu tinggi
Dalam metode ini, benda kerja ( A, sebagai contoh baja) ditempatkan dalam leburan atau uap
senyawa kimia. Biasanya, senyawa khlorida, logam pelapis ( B, missal Cr). Logam pelapis
dapat diendapkan menurut reaksi:
Pertukaran A + BCl2 B + ACl2
Semua kasus ini , logam pelapis akan lebih atau kurang dipadukan dengan logam dasar A.
Pelapisan inidilakukan dengan cara mencelupkan logam dasar (bendakerja) kedalam leburan
logam bertitik lebur rendah seperti seng (Zn), aluminium (Al), timah (Sn), dan molybdenum
(Mo). Penerapan yang umumadalah melapisi logan besi, terutamabaja karbon untuk baja
konstruksi dengan logam seng.
Proses pelapisan logam secara listrik (electroplating) bertujuan untuk menaikkan sifat
mekanis permukaan benda kerja, mutu barang, dekoratif dan perlindungan terhadapkorosi,
serta melicinkan permukaan benda kerja. Sebagai contoh Vernikel, verchrom, pelapisan perak
dan sebagainya.
Prinsip Dasar
Berdasarkan hal di atas dapat dipahami bahwa proses electroplating digerakkan oleh
(potensial dan arus) listrik searah diluar bak, arus mengalir malalui konduktor (pelat logam,
kabel) dalam larutan tempat gerakan partikel bermuatan (ion). Tempat keluar –masuknya
arus dari atau keluar larutan disebut elektroda.Pada anoda berlangsung reaksi oksidasi dan
pada katoda terjadi reaksi reduksi. Ion yang bergerak menuju katoda disebut kation dan ion
134
yang bergerak menuju anoda disebut anion. Larutan tempat bergeraknya anion dan kation
disebut elektrolit. Sabagai contoh,pada pelapisan nkel menggunakanlarutan Watts
mempunyai Komposisi : nikel sulfat heksahidrat (NiSo4.6H2O) = 300 gpL, nikel khlorida
heksahirad ( NiCl2.6H2O) = 80 gpL dan asam borat ( H3BO4) = 40dan gpL. Elektroda
yang digunakan adalah logam nikel sebagai anoda dan benda kerja sebagai katoda. Dalam
larutan Watts, kation Nikel (Ni2+) akan bergerak menuju katoda, sedangkanlogam nikel di
anoda melarut, sehingga logam di anoda makin lama makin berkurang. Logam yang larut
akan timbulsebagai endapan yangmelapisi katoda. Dengan demikian, proses electroplating
dapat dipahami di anoda terjadi proses pelarutan lgam dan di katoda terjadi pelapisan yang
menyebabkan permukaan katoda semakin tebal.
Secara umum, hambatan listrik di dalam larutan elektrolpating dapat berubah karena
pengaruh polarisasi.
Proses electroplating melibatkan reaksi oksidasi di anoda dan reaksi reduksi di katoda.Reaksi
kimia yang terjadi bergantung pada jenis elektrolit yang digunakan sebagai sumber logam
pelapis. Elektrolit electroplating terdiri atas:
Mekanismeatau tahapan endapan (deposit) yang terjadi di permukaan katoda adalh sebagai
berikut:
135
a. Migrasi ion-ion ke katoda melalui electrode double layer ke permukaan logam
dengan melepaskan molekul air untukberubah menjadi atom-atom.
b. Adsorpsiion di permukaan sebagai suatu ion tambahan
c. Difusi ion tambahan melewati permukaan menuju suatu kedudukan muatan dari
energy minimum permukaan
d. Perubahan muatan ionic melibatkan transfer electron
Hal ini berarti pemakaian listrik makin besar dan pemakaian bahan kimia juga semakin
banyak, sehingga mengakibatkan biaya produksi meningkat.Konsentrasi larutan di dalam bak
electroplating akan cenderung berubah (menjadi encer atau pekat) dari waktu ke waktu. Hal
ini akan mempengaruhi kialitas lapisan. Oleh karena itu kualitaslarutan harus dijaga agar
tetap sesuai dengan ketentuan (stabil) dengan jalan memantau konsentrasi larutan.
Pemantauan dilakukan dengan cara mengabalisa larutan electroplating secara berkala
(periodik).Homogenitas konsentrasi larutan akan mempengaruhi kualitas lapisan. Kualitas
lapisan menurun jika larutan tidak homogeny, misalnya bagian bawah tidak sama dengan
bagian atas atau konsentrasi di anoda berbeda dengan konsentrasi di katoda. Hal ini dapat
diatasi dengan pengadukan larutan . Pengadukan dapat dilakukan dengan menggunakan udara
tekan atau pengadukan mekanik. Kenersihan larutan mempengaruhi kualitas produk
pelapisan. Kotoran larutan diakibatkan pengotor dari anoda atau akumulasi kotoran dari
benda kerja. Hal ini dapat diatasi dengan pembersihan bendah kerja. Pembersihan larutan
dapat dilakukan dengan pengurasan secara berkala atau melalui penyaringan secara terus
menerus. Persiapan benda kerja sangat mempengaruhi kualitas produk pelapisan, Benda kerja
yang kotor akan menyebabkan lapisan kurang melekat atau lapisan tidak merata. Hal in dapat
diatasi dengan melakukan tahap persiapan dengan baik.
136
Proses korosi merupakan proses elektrokimia yang melibatkan adanya transfer electron dari
reaksi anodic (oksidasi) ke reaksi katodik (Reduksi). Sebagai contoh sel korosi pada logam
besi di lingkungan atmosfer.
Karena dalam system terdapat ion besi (ferro) dan ion hidroksil, maka dalam system
terbentuk Fe(OH)2 yang akhirnya terbentuk Fe2O3.nH2O pada permukaan logam besi.
Senyawa ini sering disebut karat. Reaksi ini terjadi pada antar muka logam besi di lingkungan
aqueous. Berdasarkan reaksi tersebut , bahwa electron dibebaskan pada reaksi anodic dan
dikonsumsi pada reaksi ketodik. Apabila electron dipasok dari sumber eksternal, yaitu dialiri
arus, maka reaksi anodic akan terhenti dan potensial besi menjadi lebih rendah. Dengan
demikian, korosi pada besi tidak akan terjadi, apabila potensial korosi diturunkan sampai
daerah imun. Prinsip ini merupakan proteksi katodik.
Prisip proteksi katodik adalah menurunkan potensial logam sampai daerah imun. Sebagai
contoh, besi (Fe) mempunyai potensial standar atau potensial kesetimbangan (Eo) = -
0,44Volt/SHE. Apabila potensial Fe dinaikkan sampai – 040Volt/SHE (misal), maka besi (Fe)
akan terkorosi. Supaya besi tidak terkorosi, maka potensial besi diturunkan di bawah
-0,44Volt/SHE, misal sampai -0,50 Volt/SHE
Untuk menurunkan potensial besi sampai di bawah potensial standar dapat dilakukan dengan
cara menghubungkan logam besi dengan logam yang potensialnya lebihnegatif (disebut
anoda korban = sacrificial anode) atau dengan cara memberikan arus terpasang (impressed
current).
Suatu system proteksi katodik, baik metode anoda korban maupun arus terpasang agarefektif
mempunyai
137
Ujung struktur yang dilindungi harus saling kontak listrik dengan ujung yang lain agar
seluruh struktur dapat terproteksi katodik dan tidak terjadi korosi setempat akibat arus
sesat (liar).
Proteksi katodikdengan metode anoda korban tidak diperlukan arus dari sumber dari
luar.Logam yang dipilih sebagai anoda korban adalah logam yang mempunyai potenasial
lebih negative dari logam yang diproteksi. Sebagai contoh logam seng (Zn) mempunyai
potensial standar (Eo) = - 0,76 Volt/SHE. Logam yang berfungsi sebagai anoda korban
diletakkan pada struktur logam untuk memungkinkan adanya kontak, sehinggan
menghasilkan sel elektrokimia. Pada sel ini , struktur logam yang diproteksi menjadi katoda
dan material anoda terkorosi.Oleh karena itu , material anoda perlu diganti secara berkala.
Gambar 8.1 menunjukkan suatu ilustrasi proteksi katodik dengan system anoda korban.
138
Pemakaian anoda aluminium (Al) banyak digunakan di lingkungan laut dan harganya relative
murah dibandingkan anoda lain.
Anoda seng (Zn) merupakan anoda yang paling banyak digunakan di lingkungan laut dan
mempunyai efisiensi yang tinggi. Selain itu anoda seng paling dominan digunakan untuk
saluran pipa dan komponenstruktur yang terkubur di bawah lumpur. Pada table 5.7.1 dan
table 5.7.2 memperlihatkan jenis anoda dengan lingkungan yang mempunyai resistivitas
berbeda dan sifat anoda korban.
N0 Sifat Anoda Mg Zn Al
1 Masa jenis (Kg/dm3) 1,7 7,5 2,7
2 Potensial (Volt/SHE) 1 - 1,7 1,05 1,10
3 Tegangan dorong 0,6 - 0,8 0,25 0,25
4 Kapasitas (AH/Kg) 1200 780 2700
5 Efisiensi (%) 50 95 95
Proteksi arus terpasang menggunakan sumber arus searah dari luar. Hal ini bertujuan untuk
memaksapengaliran arus dari anoda melalui lingkungan menuju struktur yang diproteksi.
Anoda terdiri atas material konduktif yangmelepaskan arus ke lingkungan dihubungkan
melalui kawat yang diisolasi ke katoda. Sumber arus searah struktur yang diproteksi
duhubungkan dengan kutub negative arus searah, sehingga struktur bersifat katodik. Contoh
proteksi katodik arus terpasang dapat dilihat pada gambar 8 2 berikut.
139
Gambar 8.2 Proteksi Katodik Impressed Curent
Pada gambar 8.2 ditunjukkan bahwa arus dialirkan dalam rangkaian eksternal sebagai
electron dan arus terpakai (Aplied Current = I app) merupakan aliran electron.Elektron bebas
tidak berada dalam larutan elektrolit, sehingga arus harus dibawa ion bermuatan positif den
negative karena ion bermuatan positif merupakan ion pembawa arus.
Reaksi elektrokimia pada elektroda merupakan mekanisme proteksi katodik dan untuk
transfer muatan dari electron menuju ion dipermukaan elektroda. Porteksi katodik dipantau
dengan pengukuran potensial elektroda dari struktur yang diproteksi dengan penentuan beda
potensial antara struktur dengan elektroda standar yang sesuai
Anoda yang digunakan pada proteksi katodik metode arus terpasang , biasnya merupakan
anoda yang inert. Pada table 5.8 menunjukkan beberapa jenis anoda terpasang dan
penggunaannya.
140
Timbal – Perak 0,1 - 1,0 Lingkungan laut dan urugan bahan karbon
Grafit Lingkungan laut, system air minum, urugan bahan
karbon
DAFTAR PUSTAKA
141
Fontana, M.G. (1987). Corrosion Engineering 3rd. Mc Graw Hill.
Gabe, Mmet. (1978). Principles of Metal Surface Treatment and Protection 2nd. New York:
Pergamon Press.
Jones, Denny, A. (1992). Principles and Prevention of Corrosion. New York: Macmillan.
Nurdin, I. (1996). Kinetika Korosi Elektrokimia, Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian
ITB. Bandung.
Surdia, T dan Saito, S. (1985). Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.
Trethewey dan Kenneth, R. (1991). Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasawan
(Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: Gramedia.
West, J.M. (1964). Electrodeposition and Corrosion Processes. London: Von Nostrad.
142