Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

BAB I PROSES KOROSI Tujuan Pembelajaran Umum Tujuan Pembelajaran Khusus 1.1 Pendahuluan Korosi PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 142

BAB I

PROSES KOROSI

Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mahasiswa mampu menjelaskan fenomena proses, mekanisme korosi yang terjadi
pada berbagai logam yang berinteraksi dengan berbagai lingkungan.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan penentuan dan pengukuran
potensial sel atau potensial logam menggunakan elektroda acuan.

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme proses korosi logam di lingkungan
atmosfer atau larutan dengan pelarut air
2. Mahasiswa dapat menghitung potensial sel korosi pada kondisi standar berdasarkan
reaksi elektrokimia yang terjadi ataui notasi selnya
3. Mahasiswa dapat menghitung potensial sel akibat perbedaan konsentrasi lingkungan
atau larutan
4. Mahasiswa dapat menjelaskan pembentukan sel korosi
5. Mahasiswa dapat mengukur potensial logam/struktur berdasarkan elektroda acuan
6. Mahasiswa dapat mengubah potensial logam terhadap elektroda acuan yang satu ke
elektroda acuan yang lain

1.1 Pendahuluan
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam
dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling
lazim adalah perkaratan besi.
Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi
adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah.
Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi
secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Definisi lain yang mengatakan bahwa
korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih
mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida,
setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja
atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang
menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida) seperti ditunjukkan pada
Gambar 1.1

1
Gambar 1.1 Karat besi (oksida besi)

Laju korosi sangat bergantung pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida,
karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap elektroda lainnya yang
akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida. Lingkungan yang dapat menyebabkan
korosi logam antara lain adalah dapat berupa asam, basa, oksigen dari udara, oksigen di
dalam air atau zat kimia lain.
Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan
berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada
baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap satu jenis
logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih tepat disebut korosi. Korosi
didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya
akibat berinteraksi dengan lingkungannya.
Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung
dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali.
Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses
perusakannya.
Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari
logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan
lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada logam yang
mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut kelingkungannya
menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut. Pada katoda terjadi reaksi,
dimana ion-ion dari lingkungan mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang
tertinggal pada logam.
Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak
langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan
atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktifitas
produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya
kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tangki bahan bakar atau jaringan
pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar
panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain
sebagainya.

2
1.2 Pengertian Korosi
Korosi dipamdang sebagai peristiwa elektrokimia, karena proses korosi melibatkan adanya
transfer elektron dari elektroda negarif (anoda) menuju elektroda positip (katoda) Proses
korosi di lingkungan basah atau lingkungan air dapat dijelaskan sebagai berikut:
Besi di lingkungan asam akan melibarkan reaksi
Anoda ; Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e- (oksidasi)
Katoda 2H+ (aq) → 2H(aq) ( reduksi )
Atom-atom H bergabung menghasilkan H2 :2H(aq) → H2(g) atau Atom-atom H bergabung
dengan oksigen 2H(aq) + ½ O2(aq) → H2 O(l)
+
Jika konsentrasi H cukup tinggi (pH rendah), terjadi reaksi
Fe + 2H+ (aq) → 2H(aq) + Fe2+ (aq) dan 2H(aq) → H2(g)
Reaksi keselurahan logam besi dalam larutan asam dapat dituliskan
Fe + 2H+ (aq)  Fe 2+ (aq) + H2 (g)
Untuk lingkungan air teraerasi atau air yang mengandung oksigen atau udara lembab , maka
reaks korosi yang terjadi antara logam besi dengan lingkungan dapat dituliskan
Anodik Fe  Fe 2+ + 2e
Karodik H2O + ½ O2  2 OH -
Adanya ion Fe2+ dan ion hidroksida (OH-) di permukaan logam, bereaksi membentuk
Fe(OH)2, yang juga bereaksi dengan oksigen dan membentuk karat (coklat keerah-merahan )
yang menempel di permukaan logam dengan reaksi
Fe (OH)2 + O2 (g)→ Fe (OH)3  2Fe2O3. x H2O(s)
Reaksi totalnya menjadi 4Fe(s) + 3O2(aq) + 2 H2 O(l) → 2Fe2O3 xH2O(s)

Gambar 1.2 Peristiwa Korosi logam

1.3 Potensial Elektroda Standar (E0)

3
Potensial elektroda arau potensial logam tidak dapat diukur, dan yang dapat diukur adalah
beda potensial dari kedua elektroda (dalam suatu sel). Untuk itu diperlukan suatu elektroda
yang potensialnya diketahui atau disebut elektroda pembanding. Oleh karena itu dipilih
elektroda hidrogen standar (SHE : Standard Hydrogen Electrode) sebagai pembanding,
dengan konvensi bahwa elektroda ini mempunyai potensial adalah sama dengan nol (0) Volt.
Elektroda hidrogen standar ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut ini.

Gambar 1.3 Elektroda Hidrogen

Untuk mengetahui potensial dari suatu elektroda, maka disusun suatu sel yang terdiri dari
elektroda tersebut dipasangkan dengan elektroda hidrogen standar (:SHE). Potensial suatu
elektroda C didefinisikan sebagai potensial sel yang dibentuk dari elektroda tersebut dengan
elektroda hidrogen standar, dengan elektroda C selalu bertindak sebagai katoda. Sebagai
contoh potensial elektroda Cu 2+/Cu adalah untuk sel :

Karena E H2 pada adalah nol, maka :E sel = E Cu

Jika a Cu 2+ = 1 diperoleh Esel untuk sel di atas adalah 0,337 V, jadi Esel = 0,337 - E o. Nilai
potensial elektroda bukan nilai mutlak, melainkan relatif terhadap elektroda hidrogen. Karena
potensial elektroda dari elektroda C didefinisikan dengan menggunakan sel dengan elektroda
C bertindak sebagai katoda (ada di sebelah kanan pada notasi sel), maka potensial elektroda
standar dari elektroda C sesuai dengan reaksi reduksi yang terjadi pada elektroda tersebut.
Oleh karena itu semua potensial elektroda standar adalah potensial reduksi.
Dari definisi ,
Kanan dan kiri disini hanya berhubungan dengan notasi sel, tidak berhubungan dengan
susunan fisik sel tersebut di laboratorium. Jadi yang diukur di laboratorium dengan
potensiometer adalah emf dari sel sebagai volta atau sel galvani, dengan emf > 0. Sebagai
contoh untuk sel yang terdiri dari elektroda seng dan elektroda hidrogen dari pengukuran

4
diketahui bahwa elektron mengalir dari seng melalui rangkaian luar ke elektroda hidrogen
dengan emf sel sebesar 0,762 V.

Jika potensial elektroda berharga positif, artinya elektroda tersebut lebih mudah mengalami
reduksi daripada H+, dan jika potensial elektroda berharga negatif artinya elektroda tersebut
lebih sulit untuk mengalami reduksi dibandingkan dengan H+. Potensial elektroda seringkali
disebut sebagai potensial elektroda tunggal, sebenarnya kata ini tidak tepat karena elektroda
tunggal tidak dapat diukur.
Pada kondisi standar disebut sebagai potensial elektroda standar atau potensial reduksi
standar.
Contoh : Pt, H (1 bar)| H+ (a=1)|| Cu 2+ (a=1)|Cu

Sel tersebut memberikan EoSel = + 0,34 Volt. Karena EoHidrogen = 0 Volt, maka ini
menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk proses :
daripada

Untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (a=1)|| Zn 2+ (a=1)|Zn EoSel = -0,76 V


Artinya pada sel tersebut, ada tendensi yang lebih besar untuk proses :
Untuk E sel yang melibatkan dua elektroda, misalnya :
Eo = 0,34 V
Eo = - 0.76 V

Zn | Zn 2+ (a=1) || Cu 2+ (a=1) | Cu

Dengan emf sel (E sel):


Esel = Ekatoda-E Anoda = 0.34 - (-76) = 1,10 V
Potensial setengah sel adalah suatu sifat intensif dan penulisan reaksi sel elektroda, tak ada
perbedaan apakah ditulis untuk 1 elektron ataupun lebih. Jadi untuk reaksi elektroda hidrogen
dapat ditulis :

Tetapi dalam menuliskan proses keseluruhan harus menyeimbangkan elektronnya.


Jadi untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (a=1)|| Cu 2+ (a=1)|Cu
Reaksi elektroda dapat ditulis :

5
Sehingga keseluruhan prosesnya adalah :
Proses ini didasari pelewatan 2 elektron pada sirkuit luar. Sehingga persamaan reaksinya
dapat dituliskanasebagai

Dalam proses ini setiap 0,5 mol Cu 2+ hilang, 0,5 mol Cu muncul, 1 mol elektron lewat dari
elektroda kiri ke kanan.
Pada dasarnya semua elektroda reversibel dapat digunakan sebagai elektroda rujukan untuk
pembanding, tapi berdasarkan kepraktisannya elektroda pembanding yang paling banyak
digunakan adalah elektroda perak-perak klorida dan kalomel Tabel 1.1 berikut menunjukkan
potensial reduksi standar beberapa logam menggunakan elektroda pembanding standard
Hidrogen electrode (SHE).

Tabel 1.1 Potensial Reduksi Standar

Termodinamika Sel Elektrokimia

6
Kontribusi awal terhadap termodinamika sel elektrokimia diberikan oleh Joule (1840) yang
memberikan kesimpulan bahwa : Panas (Heat) yang diproduksi adalah proporsional terhadap
kuadrat arus I2 dan resitensi R. Dan karena juga proporsional terhadap waktu (t), Joule
menunjukkan bahwa panas proporsionil terhadap : I2Rt
Karena :

maka panas/kalor proporsionil terhadap V = It , q = VIt

dengan : q = Joule (J), V = Volt (V), I = Amper (A). t = Detik (s)

J = Kg m2 s -2, V = Kg m2 s -3 A -1

Hubungan di atas adalah benar. Tapi terjadi kesalahan fatal dengan menafsirkan bahwa panas
yang diproduksi tersebut adalah panas reaksi.(Joule, Helmholtz, William Thomson)
Penafsiran yang benar diberikan oleh Willard Gibbs (1878) bahwa kerja yang dilakukan oleh
sel elektrokimia sama dengan penurunan energi Gibbs, yaitu kerja maksimum di luar kerja
-PV.
Ini dapat diilustrasikan dengan sel berikut :
Pt|H2|H+||Cu 2+|Cu
Reaksi di anoda H2  2H+ + 2e-
Reaksi di katoda Cu 2+ + 2e-  Cu
Reaksi keseluruhan H2 + Cu 2+  2H+ + Cu

Pada saat 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol Cu 2+, 2 mol elektron mengalir melalui sirkuit luar.
Menurut Hukum Faraday, ini berarti terjadi transfer 2 x 96.465 C listrik. Emf sel tersebut
adalah + 0.3419 V, sehingga kerja listrik yang dihasilkan adalah :
2 x 96.485 x 0.3419 CV = 6.598 x 104 J
Kerja dilakukan sistem. Karena kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama dengan
penurunan energi Gibbs maka : ΔG = - 6.598 x 104 J
Secara umum :
ΔG = - nFE dan pada keadaan standar : ΔGo = - nFEo
(Hubungan antara perubahan energi Gibbs standar dengan potensial sel standar)

1.4 Potensial Sel Korosi


Proses korosi merupakan proses elektrokimia yang melibatkan suatu proses yang spontan.
Secara termodinaka, suatu proses yang spontan memilki perubahan energi bebas positip.
(Reaksi spontan: ΔG < 0) Hubungan perubahan energi bebas dengan potensial sel
dinyatakan dengan persamaan:
ΔG = – n F Esel Dengan : ΔG0 = – n F E0sel ;

n = jumlah elektron (mol); F = muatan 1 mol elektron; 1 F = 96500 C; Esel = potensial sel;
E0sel= potensial sel standar ΔG < 0, maka Esel > 0 Fenomena suatu reaksi spontan adalah

7
Berdasarkan konvensi IUPAC, E sel didefinisikan sebagai E sel = E kanan – E kiri Dengan E
sel, E kanan potensial elektroda sebelah kanan (dalam bentuk reduksi), E kiri potensial elektroda
(reduksi) untuk elektroda sebelah kiri seperti yang tercantum dalam notasi selnya. Karena
elektroda sebelah kanan merupakan katoda dan elektroda sebalah kiri merupakan anoda maka
potensial sel ( E sel) dapat dituliskan sebagai :
E sel = E katoda – E Anoda
Contoh

Cr+3 (aq) + 3e → Cr(s) E0Cr = – 0.74 V


Zn+2 (aq) + 2e → Zn(s) E0Zn = – 0.76 V
Karena E0Zn < E0Cr , Zn akan mengalami oksidasi.
Reaksi sel yang akan terjadi
Cr+3 (aq) + 3e → Cr(s) } x 2 E0Cr = – 0.74 V
Zn(s) → Zn+2 (aq) + 2e } x 3 E0Zn = + 0.76 V
2Cr+3 (aq) + 3 Zn(s) → Zn+2 + 2 Cr(s) E0 sel = 0,02 V atau
E0sel = E Kat – E And = -9,74 – (-0,76) = 0.02 V > 0 berarti reaksi spontan

Contoh sel elektrokimia yang berlangsung spontan adalah sel galvani. Sel volta atau sel
galvani, adalah suatu reaksi kimia yang menyebabkan suatu perbedaan potensial listrik antara
dua buah elektroda. Jika kedua elektroda dihubungkan terhadap suatu rangkaian luar
dihasilkan aliran arus, yang dapat mengakibatkan terjadinya kerja mekanik sehingga sel
elektrokimia mengubah energi kimia ke dalam kerja . Contoh sel galvani adalah sel Daniell
yang ditunjukkan pada gambar 1.4 Jika kedua elektrodanya dihubungkan dengan rangkaian
luar, dihasilkan arus litrik yang dapat dibuktikan dengan meyimpangnya jarum galvanometer
yang dipasang pada rangkaian luar dari sel tersebut

8
Gambar 1.4 Sel Daniel

Ketika sel Daniell digunakan sebagai sumber listrik terjadi perubahan dari Zn menjadi Zn 2+
yang larut
Zn(s)  Zn 2+(aq) + 2e- (reaksi oksidasi)
Hal ini dapat ditunjukkan bahwa semakin berkurangnya massa Zn sebelum dan sesudah
reaksi. Di sisi lain, elektroda Cu semakin bertambah massanya karena terjadi pengendapan
Cu dari ion Cu 2+ dalam larutan.
Cu 2+(aq) + 2e-  Cu(s) (reaksi reduksi)
Pada sel tersebut, elektroda Zn bertindak sebagai anoda dan elektroda Cu sebagai katoda.

Ketika sel Daniell “disetting”, terjadi aliran elektron dari elektroda seng (Zn) menuju
elektroda tembaga (Cu) pada sirkuat luar. Oleh karena itu, logam seng bertindak sebagai
kutub negative (anoda) dan logam tembaga sebagai kutub positif (katoda).Bersamaan dengan
itu, larutan dalam sel tersebut terjadi arus positif dari kiri ke kanan sebagai akibat dari
mengalirnya sebagian ion Zn 2+ (karena dalam larutan sebelah kiri terjadi kelebihan ion Zn 2+
dibandingkan dengan ion SO4 2-yang ada). Reaksi total yang terjadi pada sel Daniell adalah :
Zn(s) + Cu 2+(aq)  Zn 2+(aq) + Cu(s)
Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks yang spontan yang dapat digunakan untuk
memproduksi listrik melalui suatu rangkaian sel elektrokimia.

Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s)


Karena yang dituliskan terlebih dahulu (elektroda sebelah kiri) dalam notasi tersebut adalah
anoda, maka reaksi yang terjadi pada elektroda sebelah kiri adalah oksidasi dan elektroda
yang ditulis berikutnya (elektroda kanan) adalah katoda maka reaksi yang terjadi pada
elektroda kanan adalah reaksi reduksi. Untuk sel dengan notasi :
Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s)
reaksinya adalah:
Zn(s) - Zn 2+(aq) + 2e- (reaksi oksidasi)
Cu (aq) + 2e- 
2+
Cu(s) (reaksi reduksi)
Zn(s) + Cu (aq)  Zn (aq) + Cu(s)
2+ 2+
(reaksi keseluruhan)
E sel = E Katoda – E anoda = 0,34 - (-0,76) = 1,10 Volt

Contoh soal latihan


Tentukan reaksi sel dan E sel untuk notasi sel berikut

9
1) Pt/Fe 2+,Fe 3+ // H+/H2,Pt
2) Ni(s)/Ni 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s)
3) Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Pb 2+(1,00 m) /Pb(s)

Penyelesaian
1) Reaksi sel : 2 Fe 2+ + 2H+  2Fe 3+ + H2
E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 H+/H2– E 0 Fe3+/Fe2+ = 0.00 – (-077) = 0,77 Volt/SHE

2) Reaksi sel : Ni + Cu 2+  Ni 2+ + Cu
E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Cu2+/Cu – E 0 Ni2+/Ni = 0,34 – (-025) = 0,59Volt/SHE

3) Reaksi sel ; Zn + Pb 2+  Zn 2+ + Pb
E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Pb2+/Pb – E 0 Zn2+/Zn = -0,13 - (-0,76) = 0,63 Volt/SHE

Persamaan Nernst
Persamaan Nernst digunakan untuk menentukan potensial sel tidak pada kondisi standar
sehingga untuk reaksi aA + bB  yY + zZ
Secara umum untuk reaksi :

Untuk sel :
Pt, H2 (1 bar)| H+ (aq)|| Cu 2+ (aq)|Cu

Dengan reaksi :

Pada kondisi standar yaitu suhu 25 0C, tekanan pada 1 atm dan konsentrasi ion logam 1,0M,
serta F = 96500 C/Ekv.K, maka 2,303 RT/F = 0,0591 sehingga persamaannya menjadi
E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+

Contoh : Tentukan E sel untuk : Pt,H2 (1atm)/H+ (1,0M)// Ag + (0,01M)/Ag


Jawab
Reaksi sel : 2Ag + + H2  2H+ + 2Ag
E sel = E0sel - 0.0591/2 log (aH+)2/aAg+)2
E sel = 0,799 – 0.0591/2 log ( 1/10-4)

10
E sel = 0,799 – 0,0591/2 x 4 = 0,799 – 0,1182 = 0, 6808 V/SHE

1.5 Jenis Sel Korosi


Sel korosi dapat terjadi akibat adanya beda potensial pada suatu logam di lingkungan
tertentu . Sel korosi dapat terbentuk akibat adanya beda potensial yang diakibatkan adanya
perbedaan logam atau elektroda dan perbedaan lingkungan.

1.5.1 Perbedaan Lingkungan


Sel korosi terjadi akibat perbedaan lingkungan meliputi sel berikut ini.
Sel Konsentrasi
Pada sel konsentrasi reaksi keseluruhan dari sel tersebut merupakan transfer materi dari satu
bagian ke bagian yang lain. Pada sel ini yang berbeda hanyalah konsentrasi lingkungan dan
bukan jenis elektroda dan elektrolitnya. Sel ini terdiri dari sel konsentrasi elektroda dan sel
konsentrasi elektrolit.
Contoh : Pt|H2(P1)|HCl|H2(P2)|Pt
Reaksi keseluruhan merupakan perpindahan hidrogen dari yang bertekanan tinggi ke tekanan
yang lebih rendah.

Sel konsentrasi dapat juga terbentuk akibat perbedaan konsentrasi oksigen terlarut di
permukaan logam atau antara kedua larutan yang mempunyai konsentrasi oksigen berbeda
terdapat elektroda yang mempunyai komposisi sama. Contohnya, di permukaan logam
terdapat kotoran atau tanah. Umumnya, konsentrasi oksigen pada kotoran fi permukaan
logam akan lebih rendah dibandingkan yang ada di sekitarnya sehingga di permukaan logam
yang ada kotoran akan bersifat anodic.
Sel konsentrasi juga dapat terbentuk jika dua buah logam besi dicelupkan dalam larutan
elektrolit yang mempunyai konsentrasi berbeda. Misalnya plat logam besi dicelupkan daam
larutan NaCl 1,0 M dan plat logam besi yang lain dicelupkan dalam larutan NaCl 0,1 M,
kedua larutan dihubungkan dengan jembatan garam dan kedua plat besi dihubungkan akan
membentuk sel korosi karena terjadi beda potensial antara kedua plat besi tersebut.
Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan suhu yang terjadi di antara kedua larutan yang
dicelupkan logam yang sama, maka akan terjadi beda potensial antara logam yang tercelup di
kedua larutan yang mempunyai perbedaan suhu. Logam yang berada pada larutan dengan
suhu yang lebih tinggi akan bersifat anodic dan larutan dengan suhu rendah bersifat katodik.

1.5.2 Sel Galvanik


Sel galvanic terjadi akibat dua logam yang beebeda saling bersinggungan atau kontak. Logam
yang mempunyai potensial reduksi lebih rendah akan bersifat anodic dan logam dengan
potensial reduksi lebih tinggi bersifat katodik. Sebagai contoh . logam tembaga dan seng
disatukan berada dalam suatu elektrolit maka logam seng akan bersifat anodic dan akan
terkorosi lebih parah dibandingkan logam tembaga (lihat Gambar 1. 5).

11
Gambar 1.5 Sel Galvanik

1.5.3 Sel Kimia


Jika reaksi elektrokimia pada setengah sel berbeda dan reaksi keseluruhannya merupakan
reaksi kimia maka selnya disebut sel kimia. Sel kimia terdiri dari sel kimia tanpa perpindahan
(without transference) dan sel kimia dengan perpindahan (with transference).
Sel kimia tanpa perpindahan
Pada sel ini, elektroda yang satu reversibel terhadap kation dan elektroda lainnya reversibel
terhadap anion dari elektrolit yang digunakan. Contoh :
1) Jika elektrolitnya larutan HCl, elektroda yang satu harus reversibel terhadap ion dan
elektroda lainnya harus reversibel terhadap .
- Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda hidrogen
- El ektroda yang reversibel terhadap : elektroda klor, kalomel atau perak-perak
klorida.
2) Jika elektrolitnya ZnBr2, maka
- Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda Zn
- Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda Br2, Ag/AgBr, Hg-HgBr+.
3) Apa elektrodanya jika elektrolitnya larutan CdSO4 ?
Contoh:
Reaksinya adalah :

Sel kimia tanpa perpindahan biasa digunakan untuk penentuan potensial elektroda standar
dan penentuan koefisien aktivitas elektrolit.

Sel kimia dengan perpindahan


Pada sel ini terjadi kontak antara dua larutan dengan konsentrasi berbeda atau ion-ion
berbeda atau keduanya. Pada perbatasan kedua cairan/liquid junction timbul beda potensial
yang disebut liquid junction potential atau potensial perbatasan, Ej, yang terjadi karena difusi
ion-ion melalui perbatasan kedua larutan. Pada proses ini ion-ion yang cepat akan
mendahului yang lambat akibatnya terjadi pemisahan muatan yang menimbulkan beda
potensial, Ej yang terukur bersama-sama dengan potensial elektroda sehingga potensial sel
akan sama dengan penjumlahan potensial sel dan potensial junction.

12
E sel =E Kanan - E kiri + Ej
Karena Ej tidak dapat diukur tersendiri (terpisah), maka sel kimia dengan perpindahan tidak
cocok untuk mengevaluasi besaran-besaran termodinamika.
Kontribusi Ej pada potensial dapat diperkecil dengan menggunakan jembatan garam, larutan
jenuh garam, misalnya yang biasa digunakan adalah KCl dalam agar-agar. Meskipun
demikian, untuk mengidentifikasi bagaimana pengurangannya secara tepat sampai saat ini
masih belum jelas hal ini diduga karena laju kation dan anion yang sama menyebabkan
junction potential antara kedua larutan dengan jembatan garam ke arah yang berlawanan

sehingga saling meniadakan. Jika Ej ditiadakan, maka notasi sel menjadi :


Contoh :
Penentuan Esel kimia dengan perpindahan

Pada 250C, dan untuk


untuk
Dengan mengasumsikan koefisien rata-rata=koefisien aktivitas ion-ionnya, maka :

1.6 Pengukuran Potensial Korosi


Potensial korosi suatu logam dapat diukur berdasakan atau dibandungkan dengan elektroda
pembandung atau elektroda acuan. Elektroda acuan yang digunakan antara lain adalah seperti
berikut

1.6.1 Elektroda logan seng (Zn)


Kereversibelan pada elektroda dapat diperoleh jika pada elektroda terdapat semua pereaksi
dan hasil reaksi dari setengah-reaksi elektroda. Contoh elektroda reversibel adalah logam Zn
yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung Zn 2+ (misalnya dari larutan ZnSO4).
Ketika elektron keluar dari elektroda ini, setengah reaksi yang terjadi adalah :
Zn(s)  Zn 2+(aq) + 2e

13
dan sebaliknya jika elektron masuk ke dalam elektroda ini terjadi reaksi yang sebaliknya:
Zn 2+(aq) + 2e-  Zn(s)
Jika elektroda Zn tersebut dicelupkan ke dalam larutan KCl, tidak dapat terbentuk elektroda
yang reversibel karena pada saat ada elektron keluar dari elektroda ini terjadi setengah-
reaksi :
Zn(s)  Zn 2+(aq) + 2e-
Pada saat ada elektron yang masuk ke dalam elektroda ini, yang terjadi adalah setengah-
reaksi :
2H2O + 2e-  H2 + 2OH-, dan bukan reaksi :Zn 2+(aq) + 2e-  Zn(s) ,
karena larutan yang digunakan tidak mengandung Zn 2+. ,maka kereversibelan memerlukan
adanya Zn 2+yang cukup dalam larutan di sekitar elektroda Zn. Ditunjukkan pada Gambar 1.6

Gambar 1.6 Elektroda Zn a) seng dalam Zn 2+, b) Elektroda Zn sebagai Pembanding


1.6.2 Elektroda Hidrogen Standar (SHE) sebagai Elektroda Pembanding
Potensial elektroda hidrogen standar adalah sama dengan nol. Elektroda ini ada pada keadaan
standar jika fugasitas gasnya =1 dan aktifitas ion H +=1 seperti yang telah diuraikan pada sub
bab 1.3 dan Gambar 1.3

1.6.3 Elektroda Kalomel


Elektroda kalomel merupakan elektroda acuan yang dibuat logam Kawat platina (Pt)
dicelupkan dalam larutan Hg2Cl2 yang berisi mercuri (Hg) seperti ditunjukkan pada Gambar
1.7 berikut ini. Elektroda kalomel sebagai elektroda acuan mempunyai nilai potensial adalah
0, 241 Volt/SHE dengan reaksi : Hg2Cl2 + 2e  2Hg + 2Cl –

Gambar 1.7 Elektroda Kalomel

14
1.6.4 Elektroda Perak Klorida
Elektroda perak atau Ag/AgCl merupakan elektroda acuan mempunyai potensial standar
0.222 Volt/SHE. Elektroda perak ini terbuat kawat logam perak dalam larutan AgC l jenuh
seperti ditunjukkan pada gambar 1.8. dan reaksinya : AgCl +e  Ag + Cl -

Gambar 1.8 Elektroda Perak

1.6.5 Elektroda Tembaga Sulfat (CSE)


Elektroda tembaga atau Copper Sulfate Electrode (CSE) merupakan elektroda acuan yang
umumnya digunakan untuk mengukur potensial logam di lapangan. Kondisi logam dapat
diketahui dari nilai potensial logam hasil pengukuran, yaitu logam dikatakan terkorosi jika
potensialnya > - 850 mV /CSE. Nilai potensial CSE ini adalah 0,318 Volt/SHE , sedangkan
nilai potensial 850 mV atau 0,850 V/CSE merupakan kriteria proteksi logam besi.
Elektroda CSE dibuat dari logam tembaga yang dicelupkan dalam larutan jenuh CuSO 4
seperti ditunjukkan pada gambar 1.9 berikut ini. Reaksi pada elektroda CSE :
CuSO4 + 2e  Cu + SO4 2-

Gambar 1.9 Elektroda CSE

1.6.6 Elektroda Lain


Elektroda logam
Pada elektroda logam L berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion L
z+
. Setengah reaksinya ditulis:
L z+ + ze-  L

15
Contoh elektroda ini diantaranya Cu 2+ /Cu; Zn 2+/Zn, Ag+/Ag, Pb 2+/Pb. Logam-logam
yang dapat mengalami reaksi lain dari reaksi setengah-sel yang diharapkan) tidak dapat
digunakan. Jadi logam-logam yang dapat bereaksi dengan pelarut tidak dapat digunakan.
Logam-logam golongan IA dan IIA seperti Na dan Ca dapat bereaksi dengan air, sehingga
tidak dapat digunakan. Seng dapat bereaksi dengan larutan yang bersifat asam. Logam-logam
tertentu perlu diaerasi dengan N2 atau He untuk mencegah oksidasi logam dengan oksigen
yang larut.

Gambar 1.10 Elektroda Logam

Amalgam
Amalgam adalah larutan dari logam dengan cairan Hg. Pada elektroda ini amalgam dari
logam L berkesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion L, dengan reaksi :
L z+ + ze-  L(Hg)
Dalam hal ini raksanya sama sekali tidak terlibat dalam reaksi elektroda. Logam aktif seperti
Na, K, Ca dan sebagainya biasa digunakan dalam elektroda amalgam.
Logam-garam tak larut
Pada elektrtoda ini logam L kontak dengan garamnya yang sangat sukar larut (L n+X ) dan
dengan larutannya yang jenuh dengan garam tersebut serta mengandung garam yang larut
(atau asam) yang mengandung X z-. Contoh dari elektroda ini adalah elektroda perak-perak
klorida, elektroda kalomel, dan elektroda timbal-timbal sulfat
Redoks
Sebetulnya semua elektroda melibatkan setengah-reaksi oksidasi – reduksi. Untuk elektroda
redoks biasanya hanya digunakan untuk elektroda yang setengah-reaksi redoksnya
melibatkan dua spesi yang ada dalam larutan yang sama. Contoh dari elektroda ini adalah Pt
yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung ion-ion Fe 2+ dan Fe 3+ dengan setengah-
reaksi : Fe 3+ + e-  Fe 2+. Notasi setengah-selnya adalah Pt½Fe 3+, Fe 2+ yang gambarnya
tampak seperti di bawah.

16
Gambar 1. 11 Contoh Elektroda Redoks (Pt½MnO4-, Mn 2+.)

Membran Selektif Ion


Elektroda ini mengandung membran gelas, kristal atau cairan yang mempunyai sifat :
perbedaan potensial antara membran dan elektrolit yang kontak dengan membran tersebut
ditentukan oleh aktifitas dari ion tertentu. Elektroda membran yang paling tua dan paling
banyak digunakan adalah elektroda gelas. Elektroda ini dikatakan selektif-ion karena hanya
spesifik untuk ion H+ . Elektroda ini dapat dilihat pada Gambar. 1.12

Gambar 1. 12 Elektroda Gelas

Elektroda gelas ini terdiri dari membran yang sangat tipis yang terbuat dari gelas yang
permeabel terhadap ion H+. Elektroda Ag/AgCl dicelupkan ke dalam larutan buffer yang
mengandung ion Cl-. Kadang-kadang digunakan juga elektroda kalomel untuk mengganti
elektroda Ag/AgCl. Elektroda gelas terutama digunakan pada pengukuran pH.
Secara ringkas nilai potensial elektroda acuan dapat ditunjukan dalam bentuk table seperti
table 1.2 berikut ini
Tabel 1.2 Potensial Elektroda Pembanding atau Acuan
N Elektroda Kesetimbangan reaksi Potensia
o l
(V/SHE)
1 Hg/HgSO4 HgSO4 + 2e  2Hg + SO4 0,650
2-
2 Cu/CuSO4 0,318
3 Hg/Hg2Cl2 CuSO4 + 2e  Cu + SO4 2-
0,241
4 Ag/AgCl Hg2Cl2 + 2e  2Hg + 2Cl 0,222
5 Elektroda Hidrogen (SHE) -
0,000

17
6 Zn murni AgCl + e  Ag + Cl - -0,782
2H + 2e  H2
+

Zn 2+ + 2e  Zn
1.6.7 Metode Pengukuran Potensial Logam
Pengukuran potensial logam dilakukan dengan membandingkan terhadap potensial acuan
dan nilai potensialnya diukur dengan voltmeter. Secara skematis metode pengukuran
potensial pada logam struktur ditunjukkan pada gambar 1.13.

Gambar 1.13 Metode Pengukuran Potensial pada Struktur

Pada pengukuran potensial logam atau struktur elektroda acuan sebgai katoda dan strukturnya
sebagai anoda sehingga reaksi selnya dapat dituliskan sebagai berikut
Anoda (logam atau struktur baja ) Fe  Fe+2 + 2e
Katoda (elektroda acuan : CSE) CuSO4 + 2e  Cu + SO4 2-
Jika hasil pengukuran potensial baja = -0,986 V / CSE misalnya dan potensial baja diubah
terhadap SHE , maka potensial baja menjadi : - 0,986 + 0,318 Volt/SHE = - 0,668 V/SHE
dan kondisi struktur masih dalam kondisi terlindungi.

1.7 Rangkuman
Proses korosi logam adalah reaksi antara logam dengan lingkungan yang melibatkan adanya
transfer elektron sehingga proses korosi selain merupakan proses kimia juga merupakan
proses elektrokimia. Secara umum, korosi logam didefinisikan sebagai kerusakan material
logam akibat berintereaksi dengan lingkungan atau merupakan proses kebalikan dari proses
ekstraksi logam dari bijihnya. Dampak yang diakibatkan oleh proses korosi logam bersifat
merugikan bagi kehidupan manusia , baik langsung maupun tidak langsung
Proses korosi dipandang sebagai proses elektrokimia, merupakan proses oksidasi dan
readuksi yang berlangsung secara simultan dan berkangsung spontan., dengan potensial sel
korosi > O. Potensial logam dapat diukur dengan cara membandingkan terhadap elektroda
standar, yaitu elektroda hidrogen standar (sesuai perjanjian) karena potensial elektroda =
0,00 Volt. Berdasarkan potensial standar hidrogen dan sebagai sel galvani merupakan katoda
sehingga logam yang menunjukkan nilai potensial negatif berarti logam lebih sukar direduksi

18
dan logam yang menunjukkan nilai positif berarti logam tersebut lebih mudah direduksi
daripada ion H+.
Untuk menentukan E sel pada kondisi standar digunakan rumus ;
E0sel = E0 Katodik – E0 anodik
Untuk E sel yang tidak pada kondisi standar ( 25 0C, P=1 atm, konsentrasi ion + 1,0M), maka
perhitungan digunakan persamaan Nernst
E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+
Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan konsentrasi lingkungan dan perbedaan elektroda
atau logam yang saling kontak. Untuk mengetahui kondisi logam atau struktur dapat
ditentukan berdasarkan potensial struktur yang terukur. Sebagai contoh untuk struktur logam
baja yang terkubur dalam larutan air (aqeous) dikatakan sudah tidak terproteksi bila
potensialnya > - 850 mV/CSE ( kriteria proteksi korosi). Untuk mengukur potensial struktur
digunakan elektroda pembanding atau acuan.

1.8 Soal Latihan/Kasus


Jawablah dan kerjakan soal berikut
1. Jelaskan fenomena korosi logam besi dalam air teraerasi!
2. Berilah penjelasan proses korosi logam dalam larutan asam!
3. Jelaskan kerugian yang diakibatkan oleh korosi logam
4. Tuliskan reaksi korosi pada logam berikut
a. Fe dalam larutan HCl
b. Zn dalam laruran CuSO4
c. Al dalam larutan ZnSO4
d. Fe dalam larutan NiSO4
e. Zn dalam larutan NaOH
f. Al dalam larutan air teraerasi
5. Tentukan E sel pada kondisi standar untuk reaksi /sel berikut
a. Fe + H2O + ½ O2  Fe (OH)2 pada pH 7
b. Ni/Ni 2+ (1,0M) //Cu 2+ (1,0M)/Cu
c. Mg/Mg 2+(1,0M)//Ag+(1,0m)/Ag
d. Pb/Pb 2+ (1,0M)// Cu 2+(1,0M)/Cu
6. Hitung potensial sel (E sel ) pada sel dengan notasi sel berikut ini
a. Zn/Zn 2+ (0,1M)// Ni 2+ (10M) /Ni
b. Pt, H2(1atm)/H+ (0,5M)// Cu 2+ (0,1M)/Cu
c. Al/Al 3+ (1,0M)// Ag+(0,01M)/Ag
d. Sn/Sn 2+ (0,01M)// Ni 2+ (10M) /Ni
7. Jelaskan pembentukan sel korosi dan senutkan jenisnya.
8. Ubahlah potensial logam berikut ke potensial acuan yang lain
a. E logam = - 0,675 Volt/CSE
b. E logam = - 0,785 Volt/Kalomel
c. E logam = 0,102 Volt/Zn
d. E logam = 0,245 Volt/CSE
e. E logam = -0, 860 Volt/CSE
f. E logam = 0,549 Volt/Perak

19
9. Stainless steel (SS) dapat bertahan dari serangan karat dibandingkan dengan baja
Jelaskan jawaban Anda.
10. Jelaskan bahwa baja terkorosi lebih cepat dibandingkan dengan Cu dan lebih lambat
daripada logam Zn.

BAB II
TERMODINAMIKA KOROSI

TUJUAN UMUM

1.Mahasiswa mampu memahami peran termodinamika dalam proses korosi


2.Mahasiswa memahami peran persamaan – persamaan termodinamika dalam proses korosi

TUJUAN KHUSUS
1.Mahasiswa mampu mengaplikasikan rumus termodinamika dalam perhitungan –
perhitungan proses korosi
2 Mahasiswa dapat mengetahui suatu reaksi berlangsung secara spontan atau tidak dari hasil
perhitungan termodinamika

2.1.Pendahuluan
Korosi terjadi kerena adanya kecenderungan suatu logam kembali pada keadaan lebih
stabil,dengan reaksi oksidasi. Hasil reaksi oksidasi membebaskan energy. Kecenderungan
oksidasi berbagai jenis logam berkaitan dengan potensial elektrodanya. Kesetimbangan
potensial elektroda (Eeq) suatu logam sesuai kesetimbangan oksidasi dan reduksinya. Sebagai
contoh, untuk logam Cu, potensial kesetimbangan digambarkan dengan garis horizontal pada
gambar 2.1 menurut kondisi stabilitas Cu2+ dan Cu.

Mulia

Cu2+ stabil (Cu terkorosi)

ECu2+/Cu = 0,337 Volt Potensial kesetimbangan

Logam Cu stabil
aktif

20
Gambar 2.1 Stabilitas ion Cu 2+ dan Cu

Proses kesetimbangan (reversible) dan energy berhubungan dengan termodinamika.Bagian


ini akan mempelajari beberapa aspek penting termodinamika kimia yang digunakan sebagai
elektrokimia korosi. Persamaan Nerst akan mengawali pembahasan pada bagian
ini,dilanjutkan dengan contoh dan perhitungan potensial kesetimbangan. Hal ini berfungsi
untuk memprediksi korosi logam dan stabilitasnya, kemudian pembahasan tentang diagram
E-pH dan penggunaanya.

2.2 Kesetimbangan Elektroda dan Persamaan Nernst


Apabila logam besi dicelupkan dalam larutan asam

Anoda : Fe  Fe 2+ + 2e
Katoda : 2H+ + 2e  H2

Elektroda kesetimbangan ditentukan oleh besarnya perubahan energy bebas (∆G) yang
merupakan perbedaan antara keadaan akhir dan keadaan awal, antar produk dan pereaksi
untuk reaksi elektrokimia.Dengan kata lain, energy oksidasi (anodic) = energy reduksi
(katodik) , tetapi dengan arah yang (tanda) berlawanan.
Untuk reaksi elektrokimia:

Oks + ne  Red
∆G reaksi = G produk - G reaktan atau
= G red - G oks

Dalam suatu system elektrokimia pada tekanan dan temperature tetap, energy yang
berhubungan dengan proses adalah perubahan energy bebas, yang dinyatakan dalam ∆G.
Hubungan antara ∆G dengan potensial elektroda dirumuskan sesuai persamaan:

∆G = -nFE atau ∆Go = -nFEo

Persamaan termodinamika dapat ditulis :

∆G reaksi = Go red - Go oks + (RT) ln [ red/oks] atau

= Go produk - Go reaktan + (RT) ln[ produk/reaktan]

= ∆Go + (RT) ln [produk/reaktan]

Karena E = - ∆G/nF, maka persamaan termodinamika menjadi

E = Eo – (RT)/(nF) ln [red/oks]

Persamaan ini disebut persamaan Nernst

∆G = ∆Go + RT ln K

21
nFE = nFEo - RT lnK

E = Eo - [ RT/nF] ln K

Apabila ada reaksi:

A + B  C + D

E = Eo - [RT/nF] ln ( aC.aD/aA . aB)

E = Eo - [RT/nF] ln (a produk/a reaktan) ( a = aktivitas; a = 1 jika unsur,


senyawa, logam dalam kondisi stabil)

Sebagai contoh untuk reaksi :

Fe 2+ + 2e  Fe

E = Eo - (RT/nF) ln a red/a oks

= Eo - (RT/nF) ln a Fe/aFe 2+

Karena aktivitas Fe = 1 maka

E = Eo - (RT/nF) ln 1/a Fe 2+

E = Eo + ( RT/nF) ln a Fe 2+

Apabila konsentrasi Fe 2+ berturut – turut = 1,0 M, 0,1M 0,01 M dan Eo Fe = -0,440


Volt/SHE maka nilai E sebagai berikut:

E = -0,440 + { (1,987)( 298) (2,303) (4,184)}/(2)(96500) log a Fe2+

E = - 0,440 + 0,0592/2 log 1 = -0,44 Volt/SHE

E = - 0,440 + 0,0592/2log 0,01 = - 0,4991 v0lt/SHE

E = -0,440 + 0,0592/2 log 0,001 = -0,52 volt/SHE

Nilai 0,0592 diperoleh dari (1,987)(298)(2,303)(4,184)/96500


Nilai 4,184 konversi kalori ke Joule
Nilai 2,303 konversi ln menjadi log

2.3 Diagram E – pH

22
Diagram ini menampilkan daerah-daerah kertabilan air, daerah-daerah logam akan imun,
etrkorosi atau terpasivasi sebagai fungsi dari potensial sel dan pH. Diagram ini memberikan
informasi tentang reaksi anodic dan katodik yang mungkin terjadi dan kemungkinan proteksi
korosi berdasarkan termodinamika. Diagram E-pH (Pourbaix) dibuat untuk logam murni dan
dengan bertambahnya hasil pengukuran besaran termodinamika paduan, beberpadiagram
potensial paduan telah dibuat.

Perhatikan diagram potensial terhadap pH untuk system Fe –H2O

Di atas garis (b) gas oksigen lebih stabil sehingga kenaikan potensial antar muka ke potensial
di atas garis (b) menyebabkan terbentuknya gas O 2. Sebaliknya penurunan potensial antar
muka ke potensial di bawah garis (a) menyebabkan terjadinya gas H2.

Persamaan garis (a) dan (b) dapat diplot dengan menggunakan persamaan reaksi air yang
tereduksi maupun air teroksidasi.

Reaksi air tereduksi:

H2O + e = 1/2H2 + OH-

E = Eo + RT (2,303) log aoks


nF a red
a
= Eo + RT (2,303) log H+
a
nF H2
+
= 0 + 2,303RT log [H ]
nF

= 0 - 2.303 RT pH
nF

Sudah didefenisikan bahwa pH = -log [H+]ntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis
[H+] = konsntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis CH+ jadi [H+] = CH+
Atau defenisi log CH+ = -pH dengan demikian diperoleh persamaan:

E = 0 - (2,303) (298) (1,987) (4,184) pH


(1)( 96500)

Potensial standar H2 = 0 Volt

E = -

Kalau pH = -2
Maka E = -(0,0592)( -2)
E = 0,1182 Volt

Jika pH = 16

23
E = -(0,0592)(16)
E = -0,944 Volt

Jadi untuk garis (a) pempunyai persamaan:

E = -0,0592 pH

Dengan menggunakan cara yang sama, maka diperoleh persamaan untuk garis (b)

E = Eo O2 - (2,303) (298)(1,987) (4,184) pH


(1)(96500)

E = 1,23 - 0,0592 pH

Jika pH = -2 diperoleh E = 1,344 Volt

Jika pH = 16 diperoleh E = 0,282 Volt

Kondisi Fe selain digambarkan secara umum menurut gambar 2.3 dapat juga dijelaskan
sesuai gambar 2.3 sebagai berikut:

E ( +) Fe2+

E = -0,440 Volt

E(-) Fe

Jika aktivitas logam semakin menurun (menjadi kecil), maka arah gerak ke bawah sehingga
terbentuk endapan Fe yang stabil, artnya Fe immum atau kebal terhadap korosi. Kalau
bergerak ke atas maka aktivitas logam akan naik. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya ion
Fe2+ sehingga terjadi korosi.

Besi (Fe) dalam keadaan ion, unsure maupun senyawa mempunyai energy bebas standar yang
dapat dilihat pada table 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Harga energy bebas unsure Fe/ senyawanya

Unsur/Senyawanya/Ion Go (kal)
Fe 0
FeO hydrous -58.880
Fe3O4 anhydrous -242.400
Fe2O3 anhudrous -177.100
Fe2O3 hydrous -161.930

24
Fe++ -20.300
HFeO2- -90.627
Fe+++ -2.530
FeOH++ -55.910
Fe (OH)2+ -106.200
FeO4- - -117.685
H2O -56.690

Reaksi Kesetimbangan

Reaksi kesetimbangan berdasarkan nomor yang ditunjukkan pada gambar 2.3.Reaksi berikut
merupakan reaksi kesetimbangan yang disertai dengan persamaan hasil perhitungan yang
memberikan hubungan antara potensial dan pH.

1. Fe++ + 2H2O = HFeO2 - + 3H+ ; log HFeO2- = - 31,58 + 3


pH
(Fe++)
2. Fe+++ + 2H2O = FeOH++ + H+ ; log FeOH++ = - 2,43 + pH
(Fe+++)
3. FeOH++ + 2H2O = Fe(OH)2+ + H+ ; log Fe(OH)2+ = - 4,69 + pH
(FeOH+)
4. Fe++ = Fe+++ + e- ; E = Eo + 0,0592 log
(Fe+++)
(Fe ++)
E = 0,771 + 0,0592 log (Fe+++)
(Fe ++)
5. Fe++ + H2O = FeOH++ + H+ + e- ;
E = 0,911 - 0,0592 pH + 0,0592 log (FeOH)2
( Fe++)

6. Fe++ + 2H2O = Fe(OH)2+ + 2H+ + e- ;

E = 1,197 - 0,1182pH + 0,0592 log Fe(OH)2+


(Fe++)

Latihan mencari persamaan potensialnya (E)

1. HFeO2- + H+ = Fe(OH)2+ + e-
2. HFeO2- + 2H2O = FeO4-- + 5H+ + 4e-
3. Fe++ + 4H2O = FeO4- + 8H+ + 3e-
4. FeOH++ + 3H2O = FeO4-- + 7H+ + 3e-
5. Fe(OH)2+ + 2H2O = FeO4-- + 6H+ + 3e-

Reaksi dan kesetimbangan berdasarkan gambar 2.3


1. Fe++/HFeO2- pH = 10,52

25
2. Fe+++/FeOH++ pH = 2,43
++ +
3. FeOH /Fe(OH)2 pH = 4,69
4. Fe++/Fe+++ E = 0,771 Volt
++ ++
5. Fe /FeOH E = 0,914 - 0,0952 pH
6. Fe++/Fe(OH)2+ E = 1,194 - 0,1182 pH
- -
7. HFeO2 /Fe(OH)2 E = 0,675 + 0,0592 pH
8. HFeO2-/FeO4-- E = 1,001 - 0,0738 pH
9. Fe+++/FeO4- E = 1,700 - 0,1580 pH
++ --
10. FeOH /FeO4 E = 1,652 - 0,1379 pH
11. Fe(OH)2+ /FeO4-- E = 1,559 - 0,1182 pH
+ -
12. Fe + H2O = FeO = 2H + 2e E = -0,047 - 0,0592 pH
13. 3Fe + 4H2O = Fe3O4 + 8H+ +8e- E = -0,085 - 0,0592 pH
14. 2Fe + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 6e E = -0,047 - 0,0592 pH
15. 3FeO + H2O = Fe3O4 + 2H+ + 2e E = -0,197 - 0,0592 pH
16. 2FeO + H2O = Fe2O3 + 2H+ + 2e E = -0,057 - 0,0592 pH
E = 0,271 - 0,0592 pH

17. 2Fe3O4 + H2O = 3Fe2O3 + 2H+ + 2e


a. E = 0,221 - 0,0592 pH
b. E = 1,208 - 0,0592 pH
18. Fe++ + H2O = FeO + 2H+
Log (Fe++) = 13,29 - 2 pH
19. FeO + H2O = HFeO2- + H+
Log(HFeO2-) = -18,30 + pH
20. 2Fe+++ + 3H2O = Fe2O3 + 6H+
a. Log (Fe+++) = - 0,72 - 3pH
b. Log (Fe+++) = 4,84 - 3pH
21. 2FeOH++ + H2O = Fe2O3 + 4H +
a. Log(FeOH++) = -3,15 - 2pH
b. Log (FeOH++) = -2,41 -2pH
22. 2Fe(OH)2+ = Fe2O3 + H2O + 2H+
a. Log Fe(OH)2+ = -7,84 - pH
b. Log Fe(OH)2+ = - 2,28 - pH
23. Fe = Fe++ + 2e E = -0,440 + 0,0295 log(Fe++)
24. Fe + 2H2O = HFeO2- + 3H+ + 2e
E = 0,493 - 0,0886 pH + 0,0295 log (HFeO2--)

25. Fe = Fe+++ + 3e
E = -0 037 + 0,0197 l0g (Fe+++)
26. 3Fe++ + 4H2O +Fe3O4 + 8H+ + 2e
E = 0,980 - 0,2364 pH - 0,0886 log (Fe++)
27. 3HFeO2 + H+ = Fe3O4 + 2H2O + 2e
E = -1,819 + 0,0295 pH 0,0886 log HFeO2-
28. 2Fe++ + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 2e
a. E = 0,278 - 0,1773 pH - 0,0592 log (Fe++)
b. E = 1,057 - 0,1773 pH - 0,0582 lof(Fe++)
29. 2HFeO2- = Fe2O3 + 2e
a. E = -1,139 - 0,0592 log (HFeO2-)
b. E = -0,810 - 0,0592 log (HFeO2-)

26
Jika memperhatikan diagram kesetimbangan potensial –pH setiap unsure dalam sisten air dan
hasil reaksinya ada yang melibatkan ion H + dan OH- ada juga yang tidak melibatkan kedua
ion tersebut. Semua reaksi yang tidak melibatkan ion H + dan OH- makagaris reaksi
kesetimbangan akan sejajar dengan ABSIS artinya reaksi kesetimbangan tidak dipengaruhi
oleh pH, sedangkan nilai potensial dipengaruhi oleh aktivitas ion.
Contoh :

(Al 3+) =1

( Al 3+) = 10-6
Potensial

pH

Aktivitas Potensial
(a AL3+) (E298)
1 -1,662
10-2 -1,701
10-4 - 1,7408
10-6 -1,1889

Reaksi kesetimbangan:

Al3+ = 3e = Al

∆Go = Go Al - ( GoAl3+ + Go e)

= 0 - 115.000 -0

= - 115.000 kal/mol

Rumus:

∆Go = -nFEo

Eo = ( 115.000)(4,184)
(3)(96500)

Eo = 1,1662 Volt

Rumus:

E = Eo - RT ln aAl

27
nF aAl3+

aAl 1 (bila Al murni)

E = Eo - RT ln 1
nF aAl3+
atau

E = - Eo + RT ln a Al3+
nF

E = -1,662 + 1,987 (298)(4,184)(2,303) log aAl3+


(3)(96500)

E = 1,662 + 0,0592 log a AL3+


3

Jika nilai log a AL3+ damasukkan esuai table maka nilai E akan diperoleh sesuai table di atas.
Akan diberikan contoh reaksi yang melibatkan ion H+ dan perpindahan muatan dan electron

Al2O3 3H2O + 6H+ + 6e = 2Al + 6H2O

∆Go reaksi = 2GAl + 6 Go H2O - (Go Al2O3 3H2O + 6GoH+ 6 Go e)

= 0 + 6(-56690) - (-554600) - 0 - 0

= 214460 kal

Eo = - ∆Go
nF

= -214460 x 4,198 Volt


(6)(96500)

= -1, 549 Volt

E = Eo + RT 2,303 log a H+
nF

E = - 1,549 - 0,0592 pH

Contoh reaksi yang melibatkan ion H+ tetapi tidak melibatkan perpindahan muatan (electron)

Al3+ + 2H2O = AlO2- + 4H+

∆Go reaksi = Go AlO2- + 4GoH+ - (Go Al3+ + 2 GoH2O)

= - 200710 + 0 - ( -115000 + 2(-56690)

= 27.670 kal

28
Reaksi tersebut di atas tidak melibatkan perpindahan muatan hingga tidak ada nilai/harga
potensial. Dengan demikian garis kesetimbangan reaksi sejajar dengan koordinat dan nilai
dioeroleh pada pH tertentu

Jika a AlO2- = a Al3+


Hitung pH dengan menggunakan hasil perhitungan ∆Go

∆Go = -RT lnK


∆Go = - 1,987)(298)(2,303) log aH+4.a AlO2-
aAl3+. aH2O

(2760( 4,184) = 1,987)(298)(2,303) log aH+4.a AlO2-


aAl3+. aH2O
-
20,92 = - log aH+4 - log .a AlO2
aAl3+
- 3+
Jika a AlO2 = a Al maka Diperoleh pH 5,2

2.4. Penggunaan Diagram E-pH dan Kemungkinan Cara Proteksinya


Apabila baja dicelupkan kedalam larutan elektrolit, maka baja tersebut akan terkorosi karena
potensial korosinya berada dalam daerah kestabilan ionnya. Sebagai contoh baja dalam
larutan asam terkorosi dengan potensial korosinya seperti ditunjukkan pada gambar 2.4
berikut ini.
Berdasarkan diagram E-pH ini beberapa kemungkinan proteksi yang dapat dilakukan:
a. Dengan pengaturan lingkungan, misalnya dengan perubahan pH
b. Dengan menurunkan potensial antar muka ke daerah imun (proteksi katodik)
c. Dengan menaikkan potensial antar muka ke daerah pasif ( proteksi anodik)
d. Dengan menambahkan logam paduan dasar agar luas daerah pasif dapat diperbesar
e. Dengan menambah pasivator

BAB III
KINETIKA KOROSI

Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mahasiswa mampu menjelaskan kinetika proses korosi yang terjadi pada berbagai
logam yang berinteraksi dengan lingkungan air.
2. Mahasiswa mampu mengaplikasikan dan menghitung laju korosi suatu logam
berdasarkan metode kehilangan berat dan polarisasi elektrokimia.

29
Tujuan Pembelajaran Khusus
1.Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam di lingkungan air berdasarkan
percobaan atau metode kehilangan berat dalam satuan mdd atau mpy
2. Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam berdasarkan elektrokimia jika
diketahui rapat arus korosinya dalam satuan mdd atau mpy
3. Mahasiswa dapat menggambarkan polarisasi katodik dan anodik proses korosi logam
di lingkungan air
4. Mahasiswa dapat menentukan laju korosi berdasarkan kurve polarisasi katodik dan
anodiknya
5. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh oksidator atau konsentrasi berdasarkan
polarisasi elektrokimianya.

3.1 Pendahuluan
Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam
dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran
elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan metal. Secara garis besar
korosi ada dua jenis yaitu :korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan
CO2 dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk
asam yang merupakan penyebab korosi., dan korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada
bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas
dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah.
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap
waktu. Laju korosi pada umumnya dihitung menggunakan 2 cara yaitu metode kehilangan
berat dan metode elektrokimia

3.2 Metode kehilangan berat


Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kehilangan atau
kekurangan berat akibat korosi yang terjadi.Metode ini menggunakan jangka waktu
penelitian atau pengkorosian sampai mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi
yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus
sebagai berikut (Jones, 1992)
Mpy = (534 w) / (DAT) ------ (3.1)
Keterangan ; mpy : mils per year , w ; kehilangan berat, (g), D : densitas (g/Cm 3), A : luas
permukaan spesimen (in 2), T ; waktu pengkorosian (jam)
Metode ini mengukur kembali berat awal dari benda uji (spesimen) selisih berat dari pada
berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Selisih berat dikembalikan ke dalam rumus
untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya.
Perhirungan laju korosi logam berdasarkan metode kehilangan berat dapat juga digunakan
rumus:
Laju korosi (r) = w/A.t , satuan dalam mdd (mg per dm2) ---- (3.2)
Atau
Laju korosi (r) = w/(A.t.D) satuan dalam mpy (mils per year) ........ (3.3)
Dengan w = selisih berat, A= luas permukaan logam, dan t = waktu pengkorosian, dan
D = densitas

30
Metode ini memerlukan waktu yang lama dan suistinable dapat dijadikan acuan terhadap
kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa korosif daerah tersebut) juga dapat
dijadikan referensi untuk perlakuan awal (treatment) yang harus diterapkan pada daerah dan
kondisi tempat objek tersebut.

3.3 Metode Elektrokimia


Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial
objek hingga didapat laju korosi yang terjadi. Metode ini mengukur laju korosi pada saat
diukur saja dengan memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan
walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan waktu lainnya berbeda). Kelemahan
metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi yang terjadi secara
akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga
secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat diperlakuan awal tidak dapat diketahui.
Kelebihan metode ini adalah langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat diukur, hingga
waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama.
Metode elektrokimia ini meggunakan rumus berdasarkan Hukum Faraday yaitu
menggunakan rumus sebagai berikut :
Laju penetrasi ( r) = (Ar L. i.) /(nFD) ----------------- (3.4)
Dengan : ArL : massa atom relatif logam (g/mol), i = rapat arus (microamper/Cm 2 =
µA/Cm2), n = jumlah elektron, F bilangan faraday = 96500 C/Ekv), densitas
(g/Cm3)
Satuan penetrasi per satuan waktu dalam mils (0,001 in) per year ( mpy) persamaan 3.4
menjadi persamaan 3.5
Laju penetrasi (r) = 0,129 ( ArL.i / n.D) mpy ................. (3.5)
2 3
Dengan , i = µA/Cm , D = g/Cm , tetapan 0,129 menjadi 3,27 mm/year , maka satuan laju
penetrasi dalam mm/year.
Ekivalen untuk besi (Fe) dengan rapat arus (i) = 1 µA/Cm2 menjadi mpy dapat dirumuskan
1µA/Cm2 = 0,129 ( 55,8.1/ 2.7,86) = 0,46 mpy.
Perhitungan laju penetrasi untuk paduan logam digunakan pengertian berat ekivalen (BE)
yang nilainya dapat dituliskan : BE = ArL/n.
Berat ekivalen (BE) paduan logam merupakan berat ekivalen rata-rata untuk unsur penyususn
dalam paduan. Cara menentuakan berat ekivalen paduan adalah jumlah fraksi ekivalen dari
semua unsur dalam paduan, yang dinyatakan dengan rumus
Neq = Σ (fi.ni/ai) -------------------- (3.6)
Dengan , Neq = jumlah ekivalen, fi dan ai = fraksi massa, dan Neq = (1/BE)
Contoh : suatu paduan baja dengan komposisi : Cr=19%, Ni = 9,25%, dan Fe = 71,75%.
Maka
Neq = (0,19.3/52 + 0,0925.2/58,7 + 0,7175.2/55,85) = 0,011 + 0,003 + 0,026
=0,040
BE = 1/Neq = 1/0,04 = 25.
Jika densitas logam = 7,8 g/Cm3, rapat arus (i) = µA/Cm2 , maka
laju penetrasinya (r) = (BE.i / D) = 0,129 (25 . 1./ 7,8 ) =( 0,129. 25)/ (7,8)
= 0, 4147 mpy
Untuk reaksi

31
Cu+2 + 2e = Cu berlaku rf = rb = io.Ar Cu /n F)

Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material dengan sifat
korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial yang terjadi
dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut merupakan gambar metode
yang dilakukan untuk mendapatkan hasil pada penelitian laju korosi dengan metode
elektrokimia yang diuraikan di atas.

(a) (b)

Gambar 3.1 Metode Pengukuran Laju Penetrasi

Gambar 3.1 menunjukkan metode pengukuran laju petrasi atau laju korosi di suatu
lingkungan. Gambar 3.1 a menunjukkan pengukuran potensial struktur dengan
membandingkan terhadap potensial elektroda acuan (dalam dalam ini CSE = Copper Sulfate
Electrode), Gambar 3.1b menggunakan higt- impedance voltameter, dan 3.1 c menggunakan
potensiometer.

3.4 Polarisasi Elektrokimia


Polarisasi (η) adalah perubahan potensial dari potensial kesetimbangan setengah sel (1/2 sel)
menyebabkan laju reaksi permukaan logam setengah sel. Untuk polarisasi katodik (ηc),
electron dipasok menuju permukaan membangun laju reaksi lambat yang menyebabkan
potensial permukaan (E) menjadi negative . ηc = E 0 – E = - (negarif) Sebaliknya polarisasi
anodik (ηa), electron dipindahkan dari permukaan logam dengan kehilangan electron secara
lambat yang menyebabkan periubahan potensial permukaan (E) menjadi positif . ηa = E 0 – E
= + (positif). Berdasarkan hal tersebut, polarisasi elektrokimia diklasifikasikan menjadi dua
tipe yaitu polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi.

32
3.4.1 Polarisasi Aktivasi
Polarisasi aktivasi adalah polarisasi yang mengendalikan laju aliran muatan (electron)
sebagai contioh reaksi setengah sel
2H+ + 2e  H2
Reaksi pembebasan gas hidrogen , melalui tiga (3) tahap utama yaitu:
(a) ion H+ bereaksi dengan elektron dari logam membentuk atom hidrogen teradsorpsi
(Hads)
H + + e  H ads
(b) atom H ads bereaksi membentuk molekul H2
H ads + Hads  H2
(c) molekul H2 bergabung membentuk gas hidrogen yang keluar dipermukaan logam
nH2 + nH2  gas H2
Salah satu dari ketiga tahap reaksi dapat mengendalikan laju reaksi dan menyebabkan
polarisasi aktivasi.
Hubungan polarisasi aktivasi atau overpotensial (η) dan laju reaksi dinyatakan dengan rapat
arus (io)
Untuk polarisasi anodik ηa = βa log ia/io
Untuk polarisasi katodik ηc = βc log ic/io
Istilah overpotensial sering digunakan untuk polarisasi. Untuk polarisasi anodik adalah
positif, maka tetapan tafel slope anodik (βa) juga positif. Sebaliknya polarisasi katodik adalah
negatif dan tetapan tafel slope katodik (βc) adalah negatif. Rapat arus anodik (ia) dan rapat
arus katodik (ic) merupakan arah yang ebrlawanan.
Hubungan polarisasi aktivasi (η act) terhadap log i adalah linier untuk kedua polarisasi
anodik dan katodik, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Polarisasi Anodik dan Katodik

33
Nilai kemiringan (slope) tetapan tafel diasumsikan sekitar 0,1 Volt. Untuk nilai η act = 0,
maka i = io dan potensial elektroda setengah sel untuk reaksi reduksi
2 H + + 2e  H2 adalah sama dengan potensial setengah sel untuk
reaksi oksidasi setengah sel : H2  2H + + 2e
Laju reaksi diukur dengan rapat arus anodik (ia) atau rapat arus katodik (ic) bertambah satu
tingkat untuk perubahan overpotensial + 0,1 Volt untuk polarisasi anodik dan – 0,1 Volt untuk
polarisasi katodik.dengan nilai tetaapan Tafel absolut. Nilai absolut tetapan Tafel biasanya
antara 0,03 – 0,2 Volt dan tidak boleh sama untuk reaksi anodik dan katodik, meskipun nilai
0,1 dan – 0,1 Volt merupakan estimasi βa dan βc untuk beberapa tujuan.
Adanya overpotensial menunjukkan adanya energi penghalang (energi aktivasi). Hubungan
ΔGf * dan ΔGr* untuk reaksi ke kanan dan ke kiri yang secara skematis ditunjukkan pada
Gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3.3 Diagram Reaksi Kesetimbangan

Perbedaan energi aktivasi dihubungkan dengan potensial elektroda setengah sel dinyatakan
dengan persamaan : ΔG = - nFE aehingga
ΔGf * = ΔGr*= ΔG H+/H2 * = - nFE0 H+/H2
Hukum distribusi Maxwell memberikan distribusi energi jenis reaksi dan memulai untuk
menyatakan reaksi ke kanan (rf) dan sebaliknta (r b), laju reaksi merupakan fungsi energi
aktivasi
Reaksi ke kanan (rf) = kf exp ( - ΔGf * /RT) dan
Reaksi ke kiri (r b) = kb exp (-ΔGr*/RT)
Dengan kf dan kb adalah tetapan laju reaksi ke kanan dan ke kiri. Pada kondisi setimbang,
laju reaksi ke kanan ( rf) = laju reaksi ke kiri (rb) = (ArL io) /(nF) sehingga
Rapat arus (io) = kf’ exp (-ΔGf * /RT) = kb’ exp (- ΔGr*/RT)

34
Dengan demikian menjadi jelas bahwa rapat arus pertukaran merupakan fungsi dari energi
aktivasi.
Jika suatu overpotensial katodik (ηc) diaplikasikan ke elektroda , laju reaksi pelepasan
berkurang dan ionisasi naik. Hal ini disertasi penurunan energi aktivasi selama reaksi
pertukaran sejumlah anFη dan kenaikan reaksi ionisasi sejumlah (1 – α)anFη seperti
ditunjukkan pada gambar 3.3. Faktor α dan (1-α) merupakan fraksi ηc yang menghasilkan
reaksi pelepasan dan ionisasi ( ke kanan dan sebaliknya).
Laju reaksi pelepasan dalam rapat arus dinyatakan :
ic = kf’exp [ΔGf * - (1-α) nFη]/RT
dan laju reaksi ionisasi anodik : ia = kb’ exp [ΔGr* - (1-α)nFη]/RT.
Arus yang diaplikasikan
i apl, c = ic-ia = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT]
i apl, a = ia-ic = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT]
dengan α adalah fraksi ηa dengan reaksi ionisasi anodik, maka persamaan di atas dapat
disederhanakan menjadi ; i apl,c = ic-ia = io exp[αnFηc/RT)
untuk nilai ηc tinggi, maka persamaannya menjadi : iapl,c = βc log ic/io
dengan βc = 2,303 RT / αnF dan persamaan menjadi;
η apl,a = βa log ia/io
Untuk nilai polarisasi anodik(ηa) tinggi, maka α = 0,5 , βc atau βa = 0,12 Volt dan dalam
pembahasan selanjutnya nilai tetapan Tafel = 0,1 Volt.

3.4.2 Polarisasi Konsentrasi


Pada laju raeksi tinggi, reaksi reduksi katodik diatur dengan pelarutan elektroda yang
direduksi. Profil konsentrasi ion H+ sebagai contoh, ditunjukkan secara skematis seperti
gambar 3.4 berikut ini

Gambar 3.4 Profil Konsentrasi ion H+


CB adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam larutan ruah dan δ = ketebalan gradien
konsentrasi dalam larutan. Potensial elektroda setengah sel (E 0 H+/H2) dari permukaan
diberikan dengan persamaan Nernst sebagai fungsi konsentrasi ion H + atau aktivitas ion
hidrogen ( a H+)
C H+ dalam larutan dekat permukaan dikendalikan oleh polarisasi konsentrasi
E H+/H2 = E0 H+/H2 – 2,303 RT/nF log (a H+)/pH2

35
Hal ini nampak bahwa potensial elektroda (E) turun sebagai (H+) di permukaan logam.
Perupahan potensial akibat polarisasi konsentrasi (ηConc) yang diberikan sebagai fungsi rapat
arus
η Conc = 2.303 RT/nF log ( 1- ia/iL)
Dengan mengalurkan polarisasi konsentrasi (ηConc) terhadap log i menunjukkan bahwa η Conc
sampai rapat arus batas (iL) seperti ditunjukkan pada gambar 3.5 berikut ini.

Gambar 3.5 Kurva Tafel difusi oksigen maksiumum di permukaan logam

Rapat arus batas (iL) adalah pengukuran laju reaksi maksimum tanpa kecuali karena laju
difusi maksimum ion H+ dalam larutan. Rapat arus batas (iL) dapat dihitung menurut
persamaan
iL = Dz.nFCB / δ
dengan , Dz adalah difusivitas zat yang bereaksi (H +) , iL bertambah dengan konsentrasi
larutan lebih tinggi (CB), suhu lebih tinggi. Dz dapat dinaikkan dengan agitasi atau
pengadukan larutan, dan jarak δ berkurang seperti ditunjukkan pada gambar 3.6

Gambar 3.6 Pengaruh Agitasi Vs iL

36
Untuk proses korosi, poalrisasi konsentrasi adalah signifikasn dengan proses reduksi katodik
dan polarisasi konsentrasi untuk reaksi anodik diabaikan karena pemasukan atom logam
tidak dibatasi pada daerah antar muka logam.

3.4.3 Polarisasi Kombinasi


Polarisasi katodik total (ηTC) adalah jumlah polarisasi aktivasi dan konsentrasi
Polarisasi katodik total (ηTC) = ηact + ηConc
Yang dapat dikembangkan untuk
Polarisasi katodik total (ηTC) = βc log ic/io + 2,3RT/nF log (1- ic/iL)
Polarisasi konsentrasi biasanya tanpa polarisasi konsentrasi anodik dari pelarutan logam,
sehingga polarisasi anodik (ηa) = βa log i a/io

3.5 Teori Potensial Gabungan


Prinsip konversi muatan diperlukan aplikasi dari polarisasi gabungan daei polarisasi anodik
untuk sejumlah reaksi setengah sel yang berlangsung secara simultan pada hantaran
permukaan. Laju total oksidasi harus sama dengan laju total reaksi yang merupakan jumlah
arus oksidasi anodik harus sama dengan jumlah arus reduksi katodik. Hal ini dinyatkan
bahaya bila terjadi akumulasi muatan di elektroda.
Reaksi anodik korosi logam dinyatakan dalam bentuk : M  M n+ + ne
Reaksi katodik adalah jumlah disngkat sebagai
1) Pembebasan gas hidrogen dari larutan asam atau netral
2H + + 2e  H2
2H2O + 2e  H2 + 2OH -
2) Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam atau netral
O2 + 4 H+ + 4e  2 H2O
O2 + H2O + 4e  4 OH -
3) Reduksi oksidator terlarut dalam larutan : Fe 3+ +e  Fe 2+

3.5.1 Potensial Elektroda dan Rapat Arus


Jika logam seng (Zn) mengalami korosi dalam larutan asam, sesuai reaksi
Anodik Zn  Zn 2+ + 2e
Katodik 2H + + 2e  H2
Kedua reaksi ini berlangsung secara simultan di permukaan logam seng.
Polarisasi reaksi anodik dan katodikdi permukaan logam adalah sama. Potensial elektroda
setengah sel berubah, menurut persamaan
Poalarisasi anodik (ηa) = βa log ia/io dan ηc = βc log ic/io sampai potensialnya adalah sama
dengan potensial korosi (E cor) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7 berikut.

37
Gambar 3.7 Potensial Korosi

Persamaan polarisasi katodik diasumsikan bahwa polarisasi konsentrasi adalah tidak ada.
Hubungan ηa dan ηc untuk polarisasi akrivasi reaksi Zn  Zn 2+ + 2e dan 2H+ +2e  H2
adalah linier pada grafik semilog ( Gambar 3.7). Nilai rata-rata βa dan βc
diestimasikan pada 0,1 Volt dan -0,1Volt. Pada E cor laju reaksi anodik dan aktodk adalah
sama. Laju pelarutan anodik, ia adalah identik dengan laju korosi icor yang merupakan rapat
arus pertukaran. Rapat arus anodik (ia ) = ic = icor

3.5.2. Pengaruh Rapat Arus Pertukaran


Rapat arus pertukaran setiap reaksi setengah sel sering berlebihan daya dorong termodinamik
dalam penentuan laju reaksi. Sebagai contoh, potensial gabungan korosi logam besi dalam
larutan asam. Prosilnya adalah sama dengan untuk ptosil korosi logam seng (Zn). Hal ini
dosebabkan potensial elektroda setengah sel E Fe2+/Fe, untuk reaksi anodik besi. Fe  Fe 2+ +
2e , laju korosi dinyatakan lebih rendah daripada korosi Zn, yang potensial elektroda
setengah sel adalah lebih aktif ( -0,76 Volt)
Diagram polarisasi untuk Zn dan Fe ditunjukkan pada Gambar 3.8 berikut ini.

38
Gambar 3.8 Diagram Polarisasi Zn dan Fe

Gambar 3.8 menunjukkan secara nyata bahwa potensial elektroda Zn adalah lebih rendah
daripada Fe sebab rapat arus pertukaran untuk reduksi hidrogen pada Zn dibandingkan untuk
besi (Fe) dan secara komparatif rapat arus pertukaran pelarutan Zn dan Fe ditnjukkan pada
Gambar 3.8.

3.5.3 Pengaruh Penambahan Oksidator


Daya dorong korosi bertambah dengan penambahan oksidator kuat. Suatu sistem redoks
dengan potensial elektroda setengah sel lebih mulia daripada yang lain. Penambahan garam
ferri-ferro untuk suatu logam M terkorosi dalam larutan asam.Sebagai contoh, industri asam
dikontaminasi dengan garam ferri-ferro dan pengotor kationik lain ditambah dengan korosi
yang terjadi selama proses tidak diganti.
Berdasarkan pengamatan pada korosi besi mengahsilkan penambahan oksidator ke dalam
larutan asam
 potensial korosi (Ecor) aman dengan nilai potensial lebih positif
 laju korosi bertambah
 laju pembebasan gas dikurangi
Berdasarkan analisis potensial gabungan , dengan adanya dua oksidator secara simulatan
terjadi reaksi: 2H+ + 2e  H2 dan Fe 3+ + e  Fe 2+ ( E0 = 0,77 Volt). Nilai rapat arus (i)
untuk setiap reaksi di lokasi pada potensial setengah sel dengan tetapan Tafel diestimasi 0.1
Volt.

3.5.4 Pengaruh Polarisasi Konsentrasi


Bila konsentrasi oksidator adalah rendah seperti dinyatakan dengan penurunan C B dalam
persamaan: iL = Dz.nFCB/δ
Berdasarkan persamaan polarisasi aktivasi dan konsentrasi memberikan kontribusi dalam
polarisasi katodik. Jika rapat arus reduksi mendekati iL maka polarisasi konsentrasi terjadi
penyimpangan dan laju korosi menjadi dibatasi oleh difusivitas oksidator dari nlarutan ruah.
Pada polarisasi katodik rendah, proses reduksi dikendalikan oleh aktivasi tetapi pada
polarisasi tinggi dikendalikan oleh difusi atau konsentrasi.
Sebagai contoh, korosi logam dikendalikan oleh polarisasi konsentrasi adalam besi atau baja
dalam larutan garam encer teraerasi (air laut). Proses katodik adalah reduksi oksigen terlarut
menurut reaksi
O2 + 2H2O + 4 e  4 OH –
Kelarutan maksimum oksigen terlarut dalam air adalah realtif rendah, sekitar 8 ppm pada
suhu ambient. Dalam kondisi ini, korosi dikendalikan oleh difusi oksigen terlarut menuju
permukaan logam besi. Meskipun berikut ini

39
Gambar 3.9 Pengaruh Pengadukan terhadap iL

Jika iL menjadi besar daripada laju oksidasi anodik atau rapat barus (io), laju korosi logam
icor, bertambah sesuai dengan laju pengadukan lihat gambar 3.9 dan tetapi bila di tingkat
lebih tinggi atau iL > io, maka reaksi reduksi menjadi dikendalikan oleh polatisasi aktivasi.

3.6 Penentuan Polarisasi hasil Percobaan


Berikut adalah contoh kurva polarisasi anodik dan katodik hasil percobaan dari hasil
pengukuran potensiostat.

40
41
BAB IV
BENTUK-BENTUK KOROSI

Tujuan Pembelajaran Umum


1.Mahasiswa mampu menjelaskan proses bentuk-bentuk korosi, mekanisme korosi yang
terjadi pada berbagai logam yang berinteraksi dengan berbagai lingkungan.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori proses korosi dengan reaksi- reaksi yang terjadi
baik reaksi secara elektokimia atau reaksi kimia.

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses bentuk-bentuk korosi,mekanisme
korosi yang terjadi pada berbagai logam yang beriteraksi dengan berbagai lingkungan.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami teori proses korosi dengan reaksi reaksi
yang terjadi secara elektrokimia atau reaksi kimia.

Pendahuluan

Proses korosi akan terjadi bila terdapat perbedaan potensial antara katoda dan anoda dan
lingkungan yang mempengaruhi. Tetapi untuk bentuk-bentuk korosi tergantung pada sifat
material, sifat lingkungan dan ada tidaknya tegangan atau regangan yang bekerja pada
material tersebut, sehingga material tersebut dapat mengalami korosi dalam bentuk-bentuk
yang spesifik. Secara umum bentuk-bentuk korosi diklasifikasikan menjadi korosi merata dan
korosi setempat, dan berdasarkan mekanisme proses korosinya bentuk korosi yang sering
terjadi adalah:

1. Korosi merata
2. Korosi galvanik
3. Korosi celah (crevice corrosion)
4. Korosi sumuran (pitting corrosion)
5. Korosi intergranular
6. Korosi pelindian selektif (selective leaching)
7. Korosi erosi
8. Korosi yang disebabkan factor mekanik, yang mencakup peretakan korosi tegang
(stress corrosion cracking), korosi lelah (fatigue corrosion) dan peretakan yang
diinduksi hydrogen (hydrogen induced cracking).

4.1. Korosi Merata

Salah satu bentuk korosi yang terjadi pada logam adalah korosi merata. Korosi merata
adalah jenis yang korosinya terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang terpapar

42
atau terekspose ke lingkungan berlangsung dengan laju yang hampir sama. Dengan demikian
hampir seluruh permukaan logam menampilkan terjadinya proses korosi. Korosi merata
terjadi karena adanya pengaruh dari lingkungan sehingga kontak yang berlangsung
mengakibatkan seluruh permukaan logam terkorosi. Korosi seperti ini umumnya dapat kita
temukan pada baja di atmosfer dan pada logam atau paduan yang aktif terkorosi yang berarti
potensial korosinya berada pada daerah kestabilan ionnya dalam diagram potensial pH.
Kerusakan material yang umumnya diakibatkan oleh korosi merata dinyatakan dengan laju
penetrasi yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Laju Korosi Merata

Ketahanan Relatif Korosi Mpy Mm/yr m/yr


(nm/h)
Outstanding <1 <0,02 <25 <2
Excellent 2-10 1-5 0,02-0,1 25-100
Good 10-150 5-20 0,1-0,5 100-500
Fair 50-150 20-50 0,5-1 500-1000
Poor 150-500 50-200 1-5 1000-5000
Unexpectable 500+ 200+ 5+ 5000+

Secara teknik korosi merata tidak berbahaya karena laju korosinya dapat diketahui
dan diukur dengan ketelitian yang tinggi. Kegagalan materi akibat serangan korosi ini dapat
dihindari dengan pemeriksaan dan monitoring secara teratur.

4.1.1. Mekanisme Proses Korosi Merata

Bentuk serangan korosinya dapat ditunjukkan seperti Gambar 4.2.

Gambar 4.1 Skematik Penampang Logam yang Terkorosi Merata

Korosi pada logam terjadi karena adanya reaksi redoks antara logam dengan
lingkungannya. Korosi merata berlangsung secara lambat dan korosi ini dipicu oleh
korosi yang mula-mula terjadi pada sebagian permukaan logam sehingga dengan

43
bertambahnya waktu akan menyebar ke seluruh permukaan logam. Reaksi korosi merata
yang terjadi pada logam besi prosesnya adalah sebagai berikut:

Fe  Fe2+ + 2e (reaksi oksidasi)

O2 + 2H2O + 4e  4OH- (reaksi reduksi)

2Fe + O2 + 2H2O  2Fe(OH)2

4.1.2. Pengendalian Korosi Merata

Laju korosi dapat diturunkan dengan perlindungan melalui penambahan inhibitor


pada larutan. Teknik-teknik perlindungan seperti proteksi katodik dan anodic, pelapisan,
inhibitor, dan pemilihan material sering digunakan sebagai cara perlindungan korosi
paling efektif. Cara terbaik untuk menghindari terjadinya korosi merata adalah dengan
melakukan pengendalian pada bagian logam yang terkorosi, sebelum korosi ini menyebar
ke semua permukaan logam.

4.2. Korosi Galvanik

Korosi galvanik dapat didefinisikan adanya kontak antara dua logam yang berbeda
dalam larutan elektrolit. Dalam korosi ini logam yang lebih mulia atau logam yang
potensialnya lebih positif tidak terkorosi, sedangkan logam yang potensialnya lebih terkorosi
menjadi terkorosi.
Efek korosi galvanic biasanya dapat diabaikan jika perbedaan potensialnya lebih kecil
dari 50 mV. potensialnya bukan berasal dari hasil perhitungan secara teori atau dari daftar
potensial standar, melainkan berasal dari potensial yang dihitung berdasarkan perbandingan
kualitatif atas aktivitan logam-logam. Potensialnya disebut potensial korosi. Tetapi potensial
korosi ini tidak dapat dijadikan patokan bahwa akan terjadi distribusi korosi pada pasangan
dua buah logam yang tergalvanisasi. Sebagai contoh, baja karbon berat akan larut lebih cepat
dalam larutan yang asam dan memiliki potensial yang lebih positif dibandingkan baja karbon
ringan.
Namun dalam beberapa kasus, efek galvanic akan cenderung rendah jika perbedaan
potensialnya cukup besar, karena adanya lapisan oksida yang melindungi logam-logam yang
berada di deretan logam mulia (logam yang bertindak sebagai katodik dan mengalami reaksi
reduksi). Penggabungan dua buah logam tak sejenis juga perlu diperhatikan ukuran masing-
masing logam disamping perbedaan potensialnya. Sebaiknya digabungkan antara anoda kecil
dan katoda besar, dan hindari penggabungan antara anoda besar dan katoda kecil karena
sangat berbahaya. Bedar kecilnya ukuran loga yang bertindak sebagai anoda atau katoda
mempengaruhi kecepatan arus yang menjadi factor pemicu laju korosi. Logam dengan
potensial korosi yang lebih negatif akan terkorosi lebih intensif, sedangkan logam lainnya

44
yang lebih nobel atau mulia laju korosinya akan menurun. Peningkatan laju korosi logam
yang lebih aktif (misalnya Al) dan penurunan laju korosi logam yang lebih bersifat katodik
(misalnya Fe) digambarkan secara skematik dalam Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Diagram Evans untuk korosi galvanik Fe-Al

4.2.1. Deret Galvanik

Untuk meminimumkan terjadinya serangan korosi galvanik, sebagai langkah awal


biasanya diperhatikan deret galvanik. Deret galvanik yaitu daftar yang berisi tentang
tingkat kecenderungan terkorosinya suatu logam tak sejenis. Deret ini hanya berfungsi
untuk menentukan kecenderungan korosi suatu logam dan bukan menunjukkan laju
korosinya. Dua logam yang memiliki perbedaan potensial berdekatan akan lambat
mengalami korosi daripada dua logam yang memiliki perbedaan potensial berjauhan.
Deret galvanik ini memperbandingkan potensial-potensial reduksi atau oksidasi dari
logam-logam seperti suatu deret elektronika.
Pada deret galvanik seperti pada tabel 4.2 sebagai larutan elektrolitnya digunakan air
laut pada temperature 25°C. Logam-logam diurutkan berdasarkan potensial korosi dari
yang paling negatif sampai ke potensial korosi yang paling positif. Makin jauh letak dua
logam dalam deret galvanik, makin parah korosi yang dialami oleh logam dengan
aktivitas lebih besar atau potensial korosi negatif.

45
Platinum
Gold
Titanium
Silver
Noble or
Chlorimet 3 (62 Ni, 18 Cr, 18 Mo)
cathodic
Hastelloy C (62 Ni, 17 Cr, 15 Mo)
18-8 Mo Stainless steel (passive)
18-8 Stainless steel (passive)
Chromium stainless steel 11-30% Cr (passive)
Inconel (passive) 80 Ni, 13 Cr, 7 Fe
Nickel (passive)
Silver solder
Monel (70 Ni, 30 Cu)
Cupronickels (60-90 Cu, 40-10 Ni)
Bronzes (Cu-Sn)
Copper
Brasses (Cu, Zn)
Chlorimet 2 (66 Ni, 32 Mo, 1 Fe)
Inconel (active)
Nickel (active)
Tin
Lead
Lead tin solders
18-8 Mo Stainless steel (active)
18-8 Stainless steel (active)
Active or Ni-Resist (high Ni cast iron)
Anodic Chromium stainless steel 13% Cr
Cast iron
Steel or iron
2024 aluminium (4,5 Cu, 1,5 Mg, 0,6 Mo)
Cadmium
Commercially pure aluminium (1100)
Zinc
Magnesium and magnesium alloys

4.2.2. Laju Korosi Galvanik


Untuk mencari laju korosi galvanik membutuhkan pengetahuan tentang polarisasi,
yaitu kemampuan logam untuk merubah tegangannya ketika menerima atau melepaskan
sejumlah elektron. Sebelum logam yang berpolarisasi dengan mudah dan merubah
potensialnya secara cepat, tidak akan menyebebkan korosi terhadap logam yang

46
berpasangan dengan logam tersebut. Juga tidak akan menimbulkan peningkatan korosi
yang lebih besar jika dipasang sebagai anoda. Contoh logam yang berpolarisasi dengan
mudah di air laut adalah Titanium. Logam yang lebih sulit berpolarisasi dan sulit untuk
merubah potensialnya akan menimbulkan korosi galvanik, bergantung terhadap logam
yang dipasangkan. Contoh logam yang sulit berpolarisasi adalah paduan tembaga dan
beberapa paduan aluminium. Jadi aluminium akan terkorosi lebih cepat dipasangkan
dengan tembaga yang sulit berpolarisasi daripada dipasangkan dengan titanium yang
mudah berpolarisasi dalam air laut, walaupun perbedaan potensial titanium-aluminium
lebih besar daripada perbedaan potensial tembaga aluminium. Pengukuran laju korosi
dinyatakan dengan hokum Faraday sebagai berikut:
Hubungan antara arus (I) dengan massa (m), dinyatakan dengan:
m = masa yang bereaksi (gr)
I = masa atom relative logam (gram/mol)
t = waktu (detik)
n = jumlah muatan electron
F = bilangan Faraday (96500 Coulomb/equivalent)
Laju korosi R dihitung dengan membagi massa yang bereaksi m dengan waktu dan luas
permukaan, sehingga:

m M .i . t
R= A= /t . A
t n. F

Dengan : I/A = I (rapat arus (amperemeter/m2) = M.i/n.F


Satuan yang umum untuk laju R adalah mpy (miles per year) dan mdd (mgr/dm2day).

4.2.3. Penyebab Korosi Galvanik


1. Lingkungan, meliputi:
a. Lingkungan air, misalnya air yang asam atau basa.
b. Kontak dengan larutan yang berkonduktivitas tinggi, contohnya air laut.
Serangannya dimulai dari bagian yang berkontak dan terus memanjang ke
seluruh bagian logam.
c. Udara luar (korosi atmosferik), misalnya kontak dengan oksigen, udara yang
lembab atau dingin.
d. Penyerangan daerah sekitar terhadap logam yang berkontak. Korosi ini lebih
berbahaya dari korosi akibat larutan.
2. Logam itu sendiri, meliputi:
a. Penggabungan logam sejenis yang tidak diisolasi
b. Perbedaan potensial
c. Luas relatif logam

4.2.4. Mekanisme Korosi Galvanik


Pada korosi galvanik ini terjadi reaksi anodik dan katodik. Logam yang lebih mulia
lebih berfungsi sebagai katodik sedangkan logam yang kurang mulia berfungsi sebagai
anodik. Korosi terbentuk pada logam yang bertindak sebagai anodik.

47
Adapun reaksi yang terjadi adalah:
a. Reaksi anodik pada korosi logam:
M  Mn+ + ne
b. Reaksi katodik, yang ada beberapa kemungkinan:
1. Evolusi Hidrogen
2H+ + 2e  H2 dalam lingkungan asam
2H2O + 2e  H2 + 2OH- dalam lingkungan basa

2. Reduksi Oksigen Terlarut


O2 + 4H+ + 4e  2H2O dalam lingkungan asam
O2 + 4H+ + 4e  4OH- dalam lingkungan basa/netral

3. Reduksi Oksidator Terlarut


Fe3+ + e  Fe2+

4.2.5. Pengendalian Korosi Galvanik.

1. Dilakukan sistem pengecatan dan pelapisan yang sesuai.

Pengecatan dan pelapisan adalah cara tertua dan yang paling banyak
digunakan dalam mengatasi korosi, tetapi pengecatan sekali tidak akan mengatasi
korosi semuanya. Pelapisan protektif harus diseleksi sesuai dengan struktur logam
yang akan diproteksi.
Langkah-langkah pengecatan sebagai berikut:
a. Pesiapan permukaan logam yang akan dilapisi
Tahap ini meliputi pengampelasan permukaan logam. Pengampelasan ini
bertujuan untuk membersihkan permukaan dari kotoran dan debu. Permukaan
logam ini juga tidak boleh dalam keadaan basah.

b. Pencampuran cat yang sesuai


Instruksi pabrik pembuat catbharus diikuti, karena pencampuran thinner cat
yang tidak sesuai akan mengurangi daya proteksi terhadap korosi secara signifikan.
Cat yang berkualitas memberikan hasil yang memuaskan.

2. Mengisolasinya, contoh untuk gabungan baja-aluminium


Pengisolasian ini dimaksudkan untuk mencegah aliran arus diantara dua logam
yang berbeda. Adapun material yang digunakan sebagai isolator adalah barang non
logam atau insulator nonabsorbent. Sebagai contoh, digunakan plastik atau keramik
untuk mengisolasi mur yang melewati plat (plat aluminium) sebagai pengganti
serat atau kertas yang menyerap air.

3. Proteksi Katodik dan Anoda Tumbal Terjadi


Logam yang kurang mulia (anoda) dikorbankan untuk melindungi logam yang
lebih mulia. Logam yang kurang mulia (anoda) akan terkorosi lebih dahulu.

48
4. Passivasi (Pembentukan Lapisan Pasif)
Lapisan pasif adalah suatu selaput untuk melindungi logam dari korosi lebih
lanjut dan lapisan tersebut tidak melekat dengan kuat, contoh lapisan Fe 2O3.
Adapun logam-logam yang dapat membentuk lapisan pasif antara lain: Besi, Krom,
Aluminium, Titanium, dan Molibdenum.
Jika lapisan ini pecah, akan menyebabkan proses korosi menjadi lebih cepat.
Adapun penyebab pecahnya lapisan pasif ini adalah:
a. lingkungan yang terlalu agresif (misalnya: terdapat klorida yang
mengakibatkan terbentuk flok-flok gram)
b. terjadi benturan
c. lapisan pasif yang terbentuk terlalu tipis

4.3. Korosi Celah


Korosi crevice atau korosi celah menurut definisi merupakan suatu bentuk serangan
yang terjadi karena sebagian permukaan logam terhalang atau terasing dari lingkungan
dibanding bagian lain logam yang menghadapi larutan elektrolit dalam bagian besar.
Korosi celah adalah tindakan korosi lokal dengan perubahan yang tinggi pada lubang
sempit yang disebabkan adanya perbedaan penambahan oksigen dengan konsentrasi oksigen
dalam celah lebih rendah, sehingga sulit bagi oksigen untuk menembus lubang kecil.
Serangan korosi crevice biasanya tidak terlihat secara visual, crevice terbentuk di atas
bagian logam di bawah deposit atau antara logam dengan logam lain. Korosi crevice ini
sering tidak terdeteksi sampai terjadi kebocoran akibat dari penembusan ketebalan dinding.
Korosi crevice ini dapat dikatakan sama dengan korosi piting yaitu korosi yang sulit
terdeteksi secara visual.

4.3.1. Penyebab Korosi Celah


Celah penyebab korosi ini terbentuk antara 2 logam yang sejajar atau antara logam
dengan non logam. Celah ini juga bias terjadi karena retak-retak kecil. Korosi celah ini dapat
dijelaskan secara detail pada gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3. Korosi Celah

Disini 2 keping logam ditahan dengan paku dan dicelupkan ke dalam air laut. Pada
bagian A di dalam celah penambahan oksigen secara difusi lebih sedikit pada bagian C,

49
di luar celah. Akibatnya, adanya sel galvanik antara A dan C yang terbentang sehingga
menghasilkan kehancuran pada baja.
Reaksi utama yang terjadi Fe  Fe2+ + 3e. Elektron yang dilepaskan menuju C,
dimana reaksi dengan oksigen lebih dominan. Kelebihan ion Fe2+ dalam celah membentuk
banyaknya muatan positif yang mengikat ion klorida dari larutan. Fe 2+ beraksi dengan air
menurut reaksi berikut ini:
Fe2+ + 2H2O  Fe(OH)2 + 2H+
secara umum ion logam dituliskan M+
M+ +Cl + H2O  MOH + H+ + Cl-
Sesuai dengan reaksi di atas, dapat menambah kesamaan, sesuai yang terjadi dalam
celah mempunyai pH yang lebih rendah dan dapat menaikkan laju korosi dalam celah.

4.3.2. Mekanisme Korosi Celah


Korosi celah umumnya terjadi oleh serangan ion-ion klorida terhadap permukaan
logam elektrolit yang mengandung oksigen dengan kadar yang sama.
Langkah-langkah yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Mula-mula, elektrolit mempunyai komposisi yang seragam. Korosi terjadi secara
perlahan di seluruh permukaan logam yang terbuka, baik di dalam maupun di luar
celah. Dengan kondisi demikian, pembangkitan ion-ion logam positif diimbangi
secara elektrostatik oleh ion-ion hidroksil negatif.
b. Pengambilan oksigen yang terlarut menyebabkan lebih banyak lagi difusi oksigen
dari permukaan-permukaan elektrolit yang kontak langsung dengan atmosfer.
Oksigen di permukaan logam yang berhadapan dengan sebagian besar elektrolit
lebih mudah dikonsumssi daripada oksigen yang terdapat di dalam celah. Di
dalam celah, kekurangan oksigen yang negarif dari dalam celah juga berkurang.
Di dalam cealh akan kelebihan dengan ion positif yang akan diimbangi sebagian
oleh migrasi ion Cl ke dalam celah dan sebagian oleh difusi ion positif keluar
celah.
c. Produksi ion-ion positif (ion H) yang berlebihan dalam celah menyebabkan ion-
ion negatif dari elektrolit di luar celah terdifusi ke dalam celah, sehingga
meningkatkan laju pelarutan logam. Dengan demikian terjadi proses autocatalytic
dimana laju korosi di dalam celah meningkat.

4.3.3. Pengendalian Korosi Celah


Cara pengendalian korosi celah dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Mengurangi agresivitas lingkungan dengan menurunkan kandungan klorida,
keasaman dan temperatur.
2. Perencanaan dan perancangan yang benar sehingga terbentuknya celah dapat
dihindari.
3. menutup celah yang ada dengan las, solder.
4. penambahan inhibitor.
5. Perlengkapan peralatan yang harus didesain dengan adanya sistem drainase,
sehingga kondisinya kering.
6. Penyaringan dan pengendapan padatan tersuspensi sehingga dihindari
terbentuknys endapan yang menyebabkan korosi celah.
50
4.4. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Korosi sumuran (pitting corrosion) adalah korosi lokal yang secara selektif
menyerang bagian permukaan logam yang memiliki:
1. Selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik.
2. Mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik
atau tegangan sisa yang dialami logam.
3. Mempunyai komposisi heterogen dengan adanya inklusi, segregasi atau presipitasi.

Korosi sumuran adalah bentuk korosi setempat yang menghasilkan lubang-lubang


pada logam yang mempunyai selaput pasif dalam kondisi rusak. Lubang-lubang yang
terbentuk berdiameter kecil atau besar, tetapi secara umum berdiameter kecil yang besarnya
kira-kira sama atau kurang dari kedalaman lubang tersebut. Korosi jenis ini sangat merusak
dan menyebabkan peralatan gagal berfungsi, karena terbentuk sumuran yang dapat
menimbulkan kebocoran. Logam baja tahan karat sangat rentan terhadap serangan korosi
dalam lingkungan yang mengandung ion agresif, khususnya yang mengandung anion Cl, Br,
atau SNC. Anion-anion yang sangat aktif menyebabkan terbentuknya korosi sumuran pada
beberapa logam dan paduan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Anion-anion agresif yang menyebabkan korosi sumuran


Logam / Paduan Anion Agresif
Besi Cl
Br
I
ClO4
SO4
Baja tahan karat Cl
Br
SNC
Aluminium Cl
Br
I
ClO4
NO3
SNC

Faktor-faktor penyebab berlangsungnya korosi sumuran adalah:


1. Heterogenitas di dalam suatu logam paduan, akan mempengaruhi perubahan nilai
potensial critical.
2. Adanya nion-anion Cl dan Br merupakan factor dominan dari proses untuk memulai
korosi sumuran. Anion yang menghambat terjadinya pitting yaitu NO3 dan SO4.
3. Perubahan dan pergerakan larutan akan mempengaruhi tidak berlangsungnya korosi
sumuran, karena adanya proses pasivasi.
4. Kenaikan suhu yang akan diikuti dengan penurunan potensial kritik.
5. Kenaikan tegangan yang akan diikuti dengan potensial kritik.

51
6. Potensial larutan, yang lebih positif dibandingkan potensial redoks logam akan
mendoronng proses korosi pitting.

4.4.1. Mekanisme Korosi Sumuran


Pada mekanisme sumuran, mula-mula yang terjadi adalah suatu reaksi hidrolisis, yang
serupa dengan mekanisme korosi celah dimana keasaman meningkat. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Fe2+ + H2O  Fe(OH)+ + H+
Besi (II) Besi (II)
Pembentukan ion-ion (II) adalah suatu reaksi oksidasi yang mudah terjadi dengan adanya
oksigen. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2 Fe2+ + ½ O2 + 2H+  2Fe3+ + H2O
atau
2Fe(OH)+ + ½ O2 + 2H+ 2Fe(OH)2+ + H2O
(Besi II) (Besi II)
Reaksi-reaksi hidrolisis yang terjadi menyebabkan larutan semakin asam, yang ditunjukkan
dengan reaksi berikut:
2Fe(OH)+ + 2H2O  Fe(OH)2+ + H+
dan
Fe3+ + H2O  Fe(OH)2+ + H+
Produk-produk korosi yang terjadi adalah magnetic (Fe3O4) dan FeO(OH)/karat yang
terbentuk menurut reaksi:
2Fe(OH)+ + Fe2+ + 2H2O  Fe3O4 + 6H+
(Magnetik)
dan
Fe(OH)2+ + OH+  FeO(OH) + H2O
(karat)

Umumnya mekanisme propogasi korosi sumuran mengikuti teori autocatalytic. Ion


hydrogen yang terbentuk dari hasil hidrolisis akan bermigrasi ke dalam sumuran sehingga pH
dalam sumuran akan menurun dan bersifat semakin asam. Adanya ion H+ dan tingginya
kandungan klorida mencegah kemungkinan berlangsungnya repasivasi. Produk korosi yang
ada merupakan lapisan penutup, yang dapat menghalangi keluarnya Fe2+ tetapi cukup porous
untuk memungkinkan migrasi Cl- dalam sumur, sehingga konsentrasi klorida di dalam
sumuran tetap tinggi. Gambar 4.4.a dan 4.4.b. menunjukkan mekanisme sumuran.

52
Gambar 4.4.a.

Gambar 4.4.b. Mekanisme Korosi Sumuran pada logam Fe

4.4.2. Pengendalian Korosi Sumuran


Korosi sumuran dapat dilakukan pengendalian melalui:
1. Menjaga permukaan logam yang mempunyai selaput tidak rusak atau terkena
benturan, sehingga menimbulkan cacat.
2. Melakukan perlindungan katodik terhadap logam
3. Penambahan inhibitor untuk mengatasi lingkungan yang mengandung ion klorida,
misalnya dengan nitrit.
4. Mengoperasikan pada temperatur rendah yang masih memungkinkan.
5. Menggunakan logam yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap korosi
sumuran misalnay SS Tipe 316, 317, 329 yang mengandung molybdenum.

4.5. Korosi Intercrystalin


4.5.1. Pengertian
Korosi intercrystalin atau dapat juga dikatakan intergranular adalah suatu jenis korosi
yang berkaitan dengan struktur dan sifat metalurgi dari paduan. Elemen pemadu yang
tersegresi pada batas butir apabila muka antar butiran sangat reaktif, akan terjadi korosi
intergranular karena terjadi korosi setempat berupa endapan-endapan pada daerah yang
berbatasan dengan batas butir. Butir-butir logam akan terlepas dan kekuatan logam akan
hilang.

4.5.2. Penyebab
Kristal akan terbentuk ketika logam membeku akibat pendinginan, mengakibatkan
logam tersebut kemurniannya berkurang. Daerah pertumuhan Kristal merupakan kumpulan
butir yang kurang stabil pada kristal. Dalam beberapa kasus, korosi terjadi pada daerah yang
berbatasan dengan daerah butir. Hal ini menyebabkan logam tersebut menjadi terpisah.
Kemurnian elemen-elemen paduan memegang peeranan penting dalam pencegahan korosi
intercrystalin.

53
Pada penggoresan Grain Bounderies (Batas Butir), daerah-daerah batas butir sering
diserang. Celah-celah melebar dalam bentuk garis dan jika dilihat dengan mikroskop celah
tersebut berupa garis-garis gelap dengan lebar yang terbatas (lihat gambar 4.5). Derajat
kepekaan dan kemudahan terkena korosi intercrystalin tergantung dari waktu, temperatur
kritik, temperatur dalam range kritik atau laju pendinginan yang dilalui range temperatur.
Dengan kata lain, factor-faktor yang menyebabkan korosi intercrystalin adalah:
1. pemanasan pada suhu tinggi
2. lingkungan korosif
3. paduan-paduan logam
Faktor-faktor tersebut merupakan hal yang memicu terbentuknya endapan kromium karbida
yang akhirnya akan membentuk korosi intercrystalin. Faktor dominan penyebab terbentuknya
korosi intercrystalin adalah pemanasan pada suhu tinggi, contohnya pada pengelasan yang
tidak sesuia dengan prosedur.

Gambar 4.5 Korosi intergranular dari baja tahan karat austenitic yang tersentisisasi
diambil dengan SEM

4.5.3. Mekanisme
Pada prinsipnya setiap logam yang mengandung butir-butir antara pada batasan-
batasan butir tersebut, rentan terhadap korosi intercrystalin. Menurut sumber yang ada, korosi
intercrystalin paling sering dialami oleh baja nirkarat austenitic tetapi dapat terjadi pula pada
baja lain seperti: baja nirkarat ferritik, paduan-paduan korosi berbasis nikel. Penjelasan
mengenai bagaimana mekanisme terjadinya korosi intercrystalin dalam contoh yang ada
seperti berikut ini.

54
Paduan Alluminium
Paduan-paduan aluminium bias terserang korosi intercrystalin dengan parah. Pada kkorosi
ini endapan yang umum terjadi adalah CuAl2 dan FeAl3 yang bersifat katodik atau Mg5A18
dan MgZn3 bersifat anodik terhadap logam di sekitarnya. Kumpulan paduan biasanya berupa
endapan keras Al-Cu dan Al-Mg-Zn paduan basa dan paduan aktif Al-Mg yang mengandung
lebih dari 3% Mg dan campuran logam Al bergantung pada struktur metalnya sehingga akan
lebih rentan mengalami korosi intercrystalin.

Baja Tahan karat Austenitik


Endapan kromium karbida dapat terbentuk dalam selang temperatur 425-815°C.
Apabila temperatur di bawah 425°C maka difusi karbon terlalu lambat untuk membentuk
karbida di batas butir sehingga korosi intercrystalin tidak terjadi. Apabila temperatur diatas
815°C karbida akan larut ke dalam matriks sehingga korosi intercrystalin tidak terjadi. Jadi
pada kasus ini endapan kromium karbida hanya dapat terbentuk pada rentang suhu 425-
815°C. Apabila karbida ada di sepanjang batas butir dan menyebabkan kadar kromium 11%
pada daerah yang berbatasan pada batas butir dan berada dalam lingkungan korosif, maka
tidak akan terbentuk selaput pasif protektif yang kemudian menyebabkan korosi
intercrystalin.
Peristiwa unsur pemadu lain dalam baja tahan karat yang memicu terbentuknya
korosi intercrystalin:
1. Nikel meningkatkan aktifitas karbon di dalam larutan padat sehingga karbida lebih
mudah terbentuk dan terendapkan pada batas butir.
2. Molibdenum merupakan logam yang mempunyai sifat sama seperti kromium yang
membentuk karbida pada batas butir ada kondisi tertentu. Bila molybdenum
ditambahkan akan menyebabkan ketahanan terhadap korosi dan deplesi
molybdenum menyebabkan daerah yang berbatasan dengan batas butir, aktif
terkorosi, namun pengaruh molybdenum lebih kecil dari kromium.
Pada kasus lain yang terjadi pada baja tahan karat austenitic disebut proses KLA (Knife Line
Attack). KLA adalah korosi intercrystalin yang terjadi pada tempat yang sempit dan pada
daerah yang berbatasan. Peristiwa KLA terjadi pada baja tahan karat austenitic tipe 312 dan
347. Baja tahan karat ini telah distabilakn dengan menambahkan titanium dan niobium. KLA
terjadi setelah benda kerja mengalami pemanasan dua kali. Mekanisme yang terjadi sebagai
berikut:

pemanasan I (T> 1230°C) pengelasan

Karbida Ti dan Nb tidak terbentuk

Pendinginan cepat

Pemanasan II (T= 425-815°C)

Karbida kromium terbentuk 55

Korosi Intercrystalin (KLA)


Gambar 4.6. Mekanisme korosi intercrystalin

Gambar 4.7. Pengaruh Kandungan C terhadap temperatur.

Gambar 4.7 diatas memperlihatkan diagram yang disederhanakan untuk kelarutan karbon
padat dalam paduan Fe, 18 Cr, 8 Ni (tipe 304). Apabila kandungan karbon kurang dari sekitar
0,03% fase-fase kesetimbangan mantap, tetapi untuk komposisi-komposisi dengan persentase
lebih besar dari 0,83% fase-fase kesetimbangan yang mantap adalah dan suatu campuran
karbida yang rumusnya adalah (FeCr) 23C6 dan disebut kromium karbida. Proporsi karbida
yang diperoleh bergantung pada pendinginan: pendinginan cepat melalui pencelupan
(quenching) ke air atau minyak, dari suhu lebih dari 1000°C, akan menekan pembentukan
karbida. Jika bahan itu kemudian dipanaskan kembali, terutama dalam rentang 600-850°C,
ada kemungkinan besar untuk terjadinya pengendapan karbida pada batas-batas butir.
Bahan itu disebut mengalami pemekaan, dan berada pada kondisi rentan terhadap korosi
(di bawah 600°C laju difusi kromium terlalu lambat untuk memungkinkan pengendapan
karbida). Keberadaan kromium (>12%) dalam baja secara nyata memperbaiki ketahanannya
terhadap korosi. Akan tetapi, pengendapan kromium karbida menyebabkan berkurangnya
kromium dibawah 12% pada logam tepat di sekitar endapan sehingga tidak “antikarat” lagi.
Dibanding butir-butir yang lain, bagian yang mengalami pengurangan kromium sangat
anodik dan serangan hebat akan terjadi dibatas butir paling dekat jika logam bertemu dengan

56
elektrolit. Dalam kasus yang ekstrem butir-butir yang terserang bias lepas dari bahan, yang
tentu saja bahan menjadi rapuh sekali.
Masalah yang timbul akibat penggunaan bahan seperti diatas jelas sekali. Bahkan
meskipun paduan tersebut dalam kondisi tidak peka karena proses pembuatannya terhindar
dari karbida, bahaya akan selalu ada jika penggunaan atau penanganan selanjutnya
melibatkan proses pemanasan yang mengembalikannya ke kondisi peka. Pengelasan baja
nirkarat austenitic adalah salah satu contoh penyebab kegagalan-kegagalan serius di masa
lampau.
Karena masalah yang begitu serius maka sekarang orang telah mengembangkan paduan
yang peluang untuk mengalami pengendapan di batas butir, jauh lebih kecil. Kendatipun
demikian, masih ada laporan bahwa baja nirkarat tipe 304 tetap dikhususkan untuk
penggunaan dalam pembangunan reactor-reaktor air mendidih, dibalik kesadaran tentang
akibat peluruhan las.
Istilah baja nirkarat (stabilized stainless steel) dipergunakan untuk paduan yang tidak
rentan terhadap korosi intercrystalin. Kita dapat memantapkan baja nirkarat austenitic, seperti
contoh: Fe, 18- Cr, 8- Ni, yang digunakan diatas, dengan menambahkan sedikit titanium atau
niobium. Unsur-unsur ini akan lebih dahulu membentuk karbida dibanding kromium,
sehingga akibatnya daerah batas butir tidak akan kehilangan kromium. Orang biasa
menambahkan titanium atau niobium 5-10 kali lebih banyak dari karbon yang ada agar tidak
ada kromium karbida yang terbentuk.

4.5.4. Pencegahan dan Pengendalian


Pencegahan peluruhan las dimungkinkan bila pelatihan dan pengawasan terhadap
pelaksanan pekerjaan pengelasan dilakukan dengan baik. Sebagai contoh, penting sekali agar
bagian yang hendak di las tidak di seka “bersih” dengan lap berminyak karena ini dapat
menyebabkan “pengambilan” karbon oleh logam ketika menjadi panas.
Karena iru pada prinsipnya ada tiga cara mengurangi kerentanan logam seperti baja
nirkarat 304 terhadap korosi:
1. Gunakan baja berkarbon rendah, yakni kurang dari 0,03% sehingga karbida-
karbidanya tidak mantap.
2. Lakukan perlakuan panas pasca pengelasan utnuk melarutkan endapan atau
pemutusan Cr23C6 dengan pemanasan disekitar daerah lemahnya dan pendinginan
yang cepat pada proses selanjutnya. Metode ini hanya dapat dipakai menurut
objek yang kecil.
3. Tambahkan titanium atau niobium yang lebih cepat membentuk karbida.
4. Penumbuhan pulau Ferrite dalam austenitic. Metode ini terdiri dari pengubahan
kandungan ferrite dan austenitic secara berturut-turut. Jadi logam tersebut akan
mengandung sejumlah ferrite dan struktur austenitic yang murni. Pada logam
ferritic-austenitic, endapan karbida muncul di dalam pulau ferritnya tersebut dan
menyebebkan sensitisasi.

4.5.5. Pengendalian
a. Menggunakan baja tahan karat yang telah distabilkan.

57
b. Mengurangi keasaman dan kondisi oksidatif lingkungan.
c. Penambahan inhibitor
d. Penambahan hingga temperatur kritik
Jika perlu, setelah dipanaskan sekitar 1120K dipakai untuk melarutkan Cr23C6
yang sama. Pada prinsipnya hal ini juga mengurangi efek sensitifitas dengan
memperpanjang proses pemanasan diantara temperatur kritik untuk
membiarkan terjadinya difusi Cr dari partikel logam dan mengurangi daerah
penghilangan Cr berdekatan dengan batas butir. Namun kenyataannya
melibatkan waktu yang sama.
e. Mengurangi kadar karbon <0,03%.
f. Melakukan solution annealing untuk melarutkan karbida kaya kromium yang
disertai dengan pendingin cepat.

4.6. Korosi Selektif


4.6.1. Pengertian
Korosi selektif adalah suatu bentuk seleksi yang terjadi karena pelarutan komponen
tertentu dari paduan logam (alloynya). Pelarutan ini terjadi pada salah satu unsur pemadu atau
komponen dari paduan logam yang lebih aktif yang menyebabkan sebagian besar dari
pemadu tersebut hilang dari paduannya. Material yang tertinggal telah kehilangan sebagian
besar kekuatan fisiknya (karena berpori-pori). Selektif leaching nama lain dari korosi selektif
bisa terjadi dari sepasang paduan logam suatu fasa dan juga dua fasa, dalam paduan dua fasa,
fasa yang kurang mulia akan meluruh terlebih dahulu.
Bentuk fasa korosi ini juga disebut pemisahan atau dealloying. Pemadu yang biasanya
terlarut dalam paduan logamnya adalah seng (Zn), aluminium (Al), kobalt (Co), nikel (Ni)
dan krom (Cr). Beberapa contoh korosi selektif dari paduan logam Cu dapat dilihat pada tabel
4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Contoh Korosi Selektif
Bentuk Korosi Selektif Paduan Logam yang terlarut
Dezincfikasi Cu-Zn Zn
Dealuminasi Cu-Al Al
Demanganisasi Cu-Mn Mn
Denikelisasi Cu-Ni Ni
Desilikonisasi Cu-Si Si
Decuprifikasi Cu-Ag Cu

Tembaga secara khusus ika dikombinasikan dengan unsure-unsur ini membentuk suatu
bagian dari paduan logam yang sensitif terhadap leaching. Bentuk korosi ini biasanya
dinamani sesuai dengan elemen-elemen yang meluruh, seperti ditulis pada tabel di atas. Pada
paduan logam tembaga perak fenomena dealloying yang terjadi adalah peluruhan selektif
tembaga yang disebut decuprifikasi. Pada paduan logam perak-emas, peluruhan selektif
terjadi pada perak, meninggalkan emas.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa korosi selektif terjadi akibat dari pengaruh galvanik
antara unsur-unsur berlainan yang membentuk paduan (walaupun faktor-faktor lain seperti
kandungan udara dan temperatur yang berbeda-beda juga sangat penting). Dari contoh

58
terlihat bahwa logam paduan yang memiliki Esel lebih rendah akan mengalami korosi karena
berperan sebagai anoda dan yang lebih murni sebagai katoda.

4.6.2. Mekanisme Umum


Pada dasarnya logam yang lebih mulia bertindak sebagai katoda dan paduan logam
sebagai anoda, sehingga anoda yang terkorosi/terlarut. Seperti yang terlihat pada tabel 4.5
berikut.
Tabel 4.5 Bentuk Korosi Selektif
Bentuk Korosi Selektif Paduan Logam yang terlarut
Dezincfikasi Cu-Zn Zn
Dealuminasi Cu-Al Al
Demanganisasi Cu-Mn Mn
Denikelisasi Cu-Ni Ni
Desilikonisasi Cu-Si Si
Decuprifikasi Cu-Ag Cu

Tetapi tidak hanya itu, sebenarnya kedua logam larut (misalnya tembaga-seng) baik
seng maupun tembaga kedua-duanya larut, tetapi diikuti oleh pengendapan kembali tembaga
atau logam paduan yang lebih aktif akan terlarut. Logam yang terlarut akan terlarut
berdasarkan Esel (logam yang lebih mulia akan menjadi katodik dan lawannya Esel menjadi
anodik akan mengalami korosi).

Contoh: Dezincfikasi
Dezincfikasi merupakan bentuk korosi selektif yang menyerang paduan logam yang
terdiri dari Cu dan Zn (kuningan). Dezincfikasi terutama terjadi pada kuningan dengan kadar
seng diatas 15-20%, pada lingkungan air yang mengandung ion Cl - seperti air payau dan air
laut dan air yang mengandung O2. Sedangkan untuk kuningan dengan kadar seng kurang 5%
biasanya tahan terhadap korosi ini. Produk dari proses Dezincfikasi menghasilkan kuningan
yang berlubang, rapuh, memiliki kekuatan mekanis yang rendah dan warna kuningan berubah
dari kuning ke merah.

Tipe atau bentuk serangan pada proses Dezincfikasi dibagi menjadi 2 bagian:
1. Tipe setempat (plug)
Tipe korosi ini menyerang secara lokal sampai ke dalam kuningan membentuk
lubang.
korosi plug

kuningan kuningan
Gambar 4.8 Korosi Setempat

59
Korosi tersebut terjadi pada kuningan yang menpunyai kadar seng rendah, kondisi
lingkungan basa, netral atau sedikit asam. Air dapat merembes melalui lubang ini.
Lubang ini bisa muncul jika diberi perlakuan mekanik seperti di tekuk.

2. Tipe lapisan (merata)


Tipe korosi ini menyerang secara merata pada permukaan kuningan dan melarutkan
seng pada seluruh permukaan kuningan dengan kadar seng tinggi dan kondisi
lingkungan yang asam.
korosi merata

Yellow Brass

Gambar 4.9 Korosi Merata

Reaksi yang terjadi :


di katoda: Cu2+ + 2e-  Cu
½ O2 + H2O + 2e  2OH-
Terdapat oksigen terlarut (dalam air)
di anoda: Cu  Cu2+ + 2e-
Zn  Zn2+ + 2e-
Atau air yang mengandung Cl-

Ada 2 kemungkinan yang terjadi:


1. Unsur paduan yang lebih aktif (seng) terlarutkan secara selektif meninggalkan
struktur tembaga yang berpori dan lemah.
2. Seng dan tembaga larut, diikuti pengendapan kembali tembaga.

Reaksi:
di anoda: Zn  Zn2+ +2e-
Cu + 2Cl-  CuCl- + e-

di katoda: CuCl2-  Cu2+ +2Cl- + e-


Cu  Cu2+ + 2e-

4.6.3. Pengendalian
1. Mengurangi keagresifan lingkungan misalnya dengan mengurangi kandungan
oksigen terlarut (deaerasi).
2. Menggunakan paduan yang lebih tahan, misalnya dengan kuningan merah (15%
Zn).
3. Penambahan 1% Sn pada kuningan 30-70
4. Penambahan inhibitor (fosfor, animon, arsen)
5. Proteksi katodik
6. Menggunakan kuningan yang mengandung zat aditif seperti kuningan admiral
yang terdiri dari 70% Cu, ZgZn, 1% Sn, 0,02-0,06% Ar).

60
4.7. Korosi Erosi
4.7.1. Pengertian
Korosi erosi adalah korosi yang terjadi apabila permukaan logam terserang akibat gerak
relative antara elektrolit dan permukaan logam atau dengan kata lain korosi ini terutama
disebabkan oleh efek-efek mekanik, misalnya: pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang
sangat rentan tanerhadap korosi erosi umumnya adalah logam-logam lunak seperti: tembaga,
kuningan, aluminium murni, dan timbale. Tetapi tidak menutup kemungkinan logam-logam
lain juga dapat terkena erosi deng kondisi-kondisi aliran tertentu.

4.7.2. Penyebab Terjadinya Korosi Erosi


Faktor utama yang menyebabkan suatu logam terkena korosi erosi adalah adanya zat
yang bersifat korosif dalam fasa liquid yang mengalir melintasi permukaan logam sehingga
terjadi gesekan antara larutan korosif (elektrolit) tersebut dengan permukaan logamnya.
Potensi terjadinya akan meningkat terutama bila fluida mengalir dengan aliran yang turbulen.
Di dalam aliran yang turbulen, gelembung udara akan semakin banyak dan bertekanan,
sehingga serangan yang berupa benturan dan gesekan semakin kuat menyerang permukaan
logam. Benturan-benturan tersebut akan semakin kuat bila didukung oleh bentuk geometri
sistem yang sangat berperan dalam menentukan apakah serangan akan terjadi atau tidak.
Selain itu, kondisi di bawah ini juga dapat memperkuat benturan terhadap logam,
terutama bila alirannya turbulen, kondisi tersebut antara lain:
a. Perubahan drastic pada diameter pipa (perbesaran dan pengecilan tiba-tiba).
b. Penyekat pada sambungan yang jelek pemasangannya sehingga menyebabkan tidak
lancarnya aliran fluida di permukaan logam yang sebetulnya halus.
c. Adanya celah yang memungkinkan fliuda mengalir di luar aliran utama.
Laju korosi erosi yang terjadi pada kondisi aliran laminar memang tidak sebesar laju
korosi erosi yang timbul bila aliran turbulen. Suatu fluida dikatakan mengalir dengan pola
aliran laminar, jika fluida tersebut selama mengalir membentuk beberapa lapisan sejajar yang
masing-masing bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Lapisan yang mengalir paling
lambat adalah lapisan paling dekat dengan permukaan logam tempat gaya-gaya gesekan dan
tumbukan-tumbukan molekul dengan bagian permukaan yang tidak beraturan terjadi. Dan
kecepatan lapisan itu meningkat hingga maksimum pada pusat aliran. Kondisi aliran laminar
menjadi sangat korosif terutama bila dalam fluida terdapat partikel-partikel padat tersuspensi.
Meskipun demikian tidak selamanya aliran turbulen merugikan daripada aliran laminar,
ada kalanya aliran laminar justru lebih merugikan. Sehingga efek laju aliran terhadap laju
korosi erosi tidak dapat diramalkan. Berikut ini adalah contoh kondisi-kondisi lain yang dapat
menyebabkan terjadinya korosi erosi pada beberapa logam.

Tabel 4.6 Kondisi Penyebab Korosi Erosi


Komponen Paduan Kondisi Lingkungan
Brass Kondenser Tubes Air laut, air pendingin yang terpolusi
Aluminium Heat Transfer Air sungai yang tersaring mengandung
silica dan karbonat terlarut
Carbon Steel Pipe Steam yang berlebih dari turbin yang
mengandung campuran uap dan cair

61
Carbon Steel Petroleum Refinery Aliran cairan dan uap proses yang
Equipment mengandung H2S
Carbon Steel Pipe and Storage Tank Sulfuric acid, 65-100% > 0,9 m/s
Cast austenitic Stainless Steel Pump Parts Gelembung hydrogen diakibatkan oleh
korosi dalam Sulfuric Acid
Proses aliran asam menurunkan kondisi

4.7.3. Mekanisme Pembentukan Korosi Erosi


Proses terjadinya korosi erosi secara umum adalah melalui beberapa tahap berikut ini:
1. Pada tahap pertama terjadi serangan oleh gelembung udara yang menempel di
permukaan lapisan pelindung logam, karena adanya aliran turbulen yang melintas di
atas permukaan logam tersebut.
2. Pada tahap kedua gelembung udara tersebut mengikis dan merusak lapisan pelindung.
3. Tahap ketiga, pada tahap ini laju korosi semakin meningkat, karena lapisan pelindung
telah hilang. Logam yang berada di bawah lapisan pelindung mulai terkorosi,
sehingga membentuk cekungan, kemudian terjadi pembentukan kembali lapisan
pelindung dan logam menjadi tidak rata.

Bila aliran terus mengalir, maka akan terjadi serangan kembali oleh gelembung udara
yang terbawa oleh aliran. Serangan ini akan mengikis dan merusak lapisan pelindung yang
baru saja terbentuk. Rusaknya lapisan pelindung ini mengakibatkan serangan lebih lanjut
pada logam yang lebih dalam, mengakibatkan cekungan menjadi lebih dalam dan permukaan
semakin tidak merata. Begitu seterusnya untuk serangan berikutnya.

Gambar 4.10 Tahap terjadinya proses korosi erosi

Korosi erosi ini mudah dikenali karena dapat menciptakan efek-efek berupa cerukan yang
mengikuti pola alirannya atau lubang-lubang bundar. Efek-efek khas yang dihasilkan oleh
korosi erosi ini terjadi akibat ketergantungan laju erosi terhadap waktu, dimana laju erosi juga
dipengaruhi juga oleh tekstur permukaan logam. Pada permukaan yang lembut, laju erosi
lambat, tetapi akan menjadi cepat apabila kekasaran permukaan telah mencapai kedalaman
tertentu, selapis air akan menempel ke permukaan atau terperangkap di dalam ceruk-ceruk

62
dan ini mengurangi efek korosi yang ditimbulkan oleh aliran selanjutnya. Sebagai akibatnya,
jika dilakukan pengamatan laju erosi akan menurun setelah laju maksimum tercapai.
Bentuk-bentuk kerusakan akibat korosi erosi:
- Grooves and gullies
- Teardrops
- Horseshoe
Berikut ini adalah contoh bentuk-bentuk tersebut:

Gambar 4.11 Tabung kondensasi kuningan yang telah terkorosi erosi dengan kerusakan
yang terbentuk horseshoe pits akibat upstream undercutting dalam air garam.

Gambar 4.12 Korosi erosi pada tabung condenser kuningan yang membentuk lubang-
lubang teardrops akibat downstream undercutting

63
Gambar 4.13 Grooving dalam pila baja karbon yang mengandung asam sulfat

4.7.5. Pengendalian Korosi Erosi


Pengendalian korosi erosi dapat dilakukan antara lain:
a. mengurangi kecepatan aliran fluida untuk mengurangi turbulensi dan tumbukan
berlebihan
b. menggunakan komponen yang halus dan rapi pengerjaannya, sehingga tempat
pembentukan gelembung menjadi sesedikit mungkin
c. penambahan inhibitor atau pasivator
d. menggunakan paduan logam yang lebih tahan korosi dan tahan erosi
e. proteksi katodik

4.8. KOROSI RETAK TEGANG


4.8.1. Korosi Retak Tegang
Korosi retak tegang atau lebih dikenal dengan sebutan stress corrosion cracking
(SCC) merupakan istilah yang diberikanuntuk peretakan intergranuler atau transgranuler pada
logam akibat kegiatan gabungan antara tegangan tarik static dan lingkungan yang khusus.
Lingkungan khusus yaitu lingkungan yang berpotensi mengakibatkan terjadinya korosi pada
logam. Lingkungan yang menyebabkan SCC biasanya spesifik untuk suatu paduan dan tidak
menyebabkan SCC pada paduan yang lain. Contoh larutan klorida aqueous yang panas
menyebabkan SCC pada baja tahan karat tetapi tidak terjadi pada baja karbon, aluminium,
dan paduan-paduan nir-besi lainnya. Tegangan static dapat terjadi karena alat tersebut sedang
mengalami operasional sehingga membutuhkan operasional yang besar, yang akan
mengakibatkan alat tersebut mengeluarkan tegangan dalam. Selain itu tegangan sudah
dimiliki oleh komponen itu sendiri sejak tahapan fabrikasi atau instalasi.
Ciri-ciri utama yang dapat menyebabkan terjadinya SCC antara lain:
1. Antara tegangan tarik dan pengaruh lingkungan harus ada. Jika salah satu tidak
terpenuhi maka SCC tidak akan terjadi.
2. SCC jarang atau tidak pernah terjadi pada logam murni dengan kekecualian logam Cu
dalam larutan garam tembaga, tapi terjadi pada sistem dua atau multikomponen
(alloy) dimana kemugnkinan besar terjadi korosi lokal dalam micro-cell galvanik.

64
3. Meskipun peretakan yang disebabkan oleh unsur kimia di lingkungannya hanya
sedikit dan konsentrasinya tidak terlalu besar, tetapi jika logam tersebut tidak tahan
terhadap kondisi lingkungannya pasti peretakan akan terjadi.
4. Jika tegangan tidak ada, paduan/logam tidak akan retak meski ditempatkan di
lingkungan yang korosi.
5. Kerentanan paduan terhadap SCC dalam lingkungan spesifik meningkat dengan
meningkatnya tegangan.
6. SCC tidak bisa diperkirakan terjadi walaupun telah dipilih bahan yang tahan korosi
karena adanya akumulasi ion agresif secara setempat pada permukaan paduan.

Beberapa contoh korosi retak-tegang sebagai berikut:


 Perapuhan akustik pelat ketel dari baja lunak bersambungan paku keeling yang
disebabkan oleh endapan kaustik yang terkumpul di bawah kepala paku keeling
yang menghasilkan lingkunagn dengan pH 11-12 ditambah dengan adanya
tegangan sisa di sekitar lubang bor.
 Peretakan pada sambungan ke tabung udara pada tekanan tinggi yang terbuat dari
kuningan 70/30 yang disebabkan oleh uap amoniak yang melayang-layang di
udara.
 Baja lunak yang retak di lingkungan nitrat dan kaustik.
 Paduan aluminium dan magnesium karena berada di udara yang lembab.
 Baja tahan karat rusak di lingkungan yang mengandung klorida yang teraerasi
ditambah tegangan yang terbentuk akibat pengeboran.
 Paduan Titanium retak di lingkungan yang mengandung metanol.
 Reaktor air bertekanan menyebabkan bahan yang sama retak bila dipakai sebagai
pipa pengisi asam borat dan pengisi bahan bakar.
 Di industri minyak, pipa-pipa yang dalam dan bertekanan tinggi yang memerlukan
penggunaan baja berkekuatan tinggi rentan terhadap SCC khususnya bila disertai
kehadiran hydrogen sulfide.
 Pipa baja tahan karat yang disimpan dekat laut sambil menunggu penggunaan
dalam proyek konstruksi di Timur Tengah mengalami SCC yang diakibatkan oleh
menumpuknya lapisan garam yang disebabkan oleh temperatur siang hari yang
tinggi dan temperatur malam hari yang rendah ditambah lingkunagn udara yang
mengandung garam.

4.8.2. Mekanisme
Mekanisme terjadinya SCC dibentuk oleh dua fase.
a. Fase Pemicuan (Fase ketika pembangkit tegangan terbentuk)
Di dalam suatu logam pasti ada daerah anodik dan katodik. Untuk membuat
reaksi korosi berjalan lambat maka banyak orang yang melakukan pasivasi terhadap
logam tersebut. Dimana pasivasi merupakan suatu proses pembentukan selaput pasif
untuk memperlambat laju korosi dan melindungi logam dari proses korosi. Dalam
tahap pertama ini, terjadi serangan lokal (karena pengaruh dari tegangan dalam logam
itu sendiri, misalnya ketika operasional, instalasi, atau fabrikasi yang ememrlukan
energy besar sehingga mengeluarkan tegangan dalm logam itu) terhadap bagian-

65
bagian yang sangat lokal pada permukaan anoda, yang akibatnya timbul ceruk atau
lunbang paa lapisan pasif tersebut. Pembentukan lubang atau ceruk merupakan
pemicu terjadinya SCC. Lubang itu terbentuk karena adanya tegangan tarik dalam
logam sehingga terjadi deformasi plastik, yaitu ikatan-ikatan pada struktur kristalnya
putus sehingga bentuk bahan berubah secara permanen. Mekanisme ini dianggap
sebagai mekanisme pembentukan serta gerak cacat, biasanya merupakan dislokasi
paling sederhana pada stuktur kristal. Gerakan dislokasi akan terhenti apabila
dislokasi telah mencapai permukaan logam atau batas butir. “Penumpukan” dislokasi
pada batas-batas butir menyebabkan polarisasi anodik pada daerah-daerah ini karena
meningkatnya ketidakteraturan dalam struktur kristal. Ini tidak berpengaruh terhadap
fase pemicuan jika terjadi di sebelah dalam bahan, tetapi paling berperan pada
tahapan penjalaran. Pada permukaan yang seharusnya halus kini terbentuk cacat-cacat
lokal yang disebut tahapan sesar (slip step) dan merupaka bagian pada bahan yang
paling rentan terhadap serangan korosi.

b. Fase penjalaran
Fase penjalaran (propagation phase) yaitu penjalaran retak yang akhirnya
menyebabkan kegagalan. Mekanisme penjalaran retak yang paling umum diterapkan
dalam peretakan peka lingkungan ada tiga, yaitu:
1) Mekanisme melalui lintasan akif yang sudah ada sejak semula
Mekanisme ini pada dasarnya sama seperti pada korosi intergranuler. Dalam
mekanisme ini, penjalaran cenderung terjadi di sepanjang batas butir yang aktif.
Batas-batas butir mungkin terpolarisasi anodik akibat berbagai alasan metalurgi,
seperti segregasi atau denudasi unsur-unsur pembentuk paduan. Kemungkinan
besar bahwa penumpukan dislokasi dapat menghasilkan efek yang sama, walau
kemungkinan dislokasi berkurang bila SCC terjadi pada tingkat tegangan rendah,
karena peran tegangan tarik di situ mungkin sekedar membuat retakan tapi terbuka
sehingga elektrolit dapat masuk ke bagian ujungnya.
Kebanyakan sistem paduan yang memiliki endapan batas butir biasanya
mengalami kegagalan akibat peretakan intergranuler. Adanya lintasan aktif dalam
baja lunak tidak tegang telah dibuktikan melalui kehancurannya dalam larutan
nitrat mendidih ketika arus anodik dialirkan. Bukti serupa yang menegaskan
hubungan struktur metalurgi dalam batas butir dengan kecenderungan retak telah
diperoleh untuk paduan-paduan aluminium/tembaga dan aluminium /magnesium
melalui perlakuan-perlakuan panas yang tepat.
2) Mekanisme memalui lintasan aktif akibat regangan
Salah satu cirri daipada SCC ini adalah bahwa jika hanya tegangan yang tidak
ada, paduan biasanya tidak reaktif terhadap lingkungan penyebab peretakan,
karena adanya selaput pelindung permukaan (selaput pasif). Jika selaput pasif
terserang oleh adanya pengaruh tegangan dalam logam itu, maka akan terjadi
penguraian anodik pada permukaan anodik lapisan pasif dan akibatnya penjalaran
retakan akan terjadi dan laju pertumbuhan di ujung retakan tempat penguraian
katodik berlangsung paling besar dibanding dengan bagian sisi retakan yang telah
terpasivasi karena telah lebih lama berhubungan dengan lingkungan. Jika serangan

66
lokal pada selaput pasif terus terjadi maka sangat memungkinkan pecahnya
selaput pasif tersebut karena mengalami regangan, yang kemudian diikuti oleh
penguraian logam di bagian yang pecah. Laju peretakan disini ditentukan oleh tiga
criteria:
 Laju pecahnya selaput yang ditentukan oleh laju regangan yang dialami.
 Laju penggantian dan pembuangan larutan di ujung retakan. Proses ini
dikendalikan oleh difusi, juga ditentukan oleh kemudahan masuknya unsu-
unsur agresif ke bagian ujung retakan.
 Laju pemasifan. Ini merupakan persyaratan vital, karena jika pemasifan
berjalan lambat, maka penguraian logam berlebihan dapat terjadi baik diujung
maupun di sisi-sisi retakan, sehingga dikhawatirkan retakan semakin melebar
dan ujungya tumpul, dan akibatnya petumbuhan retak tertahan. Jadi, pada
paduan pemasifan yang buruk, korosi yang diharapkan terjadi adalah korosi
biasa, bukan peretakan. Kebalikannya, pemasifan yang sangat cepat akan
menyebabkan laju penjalaran yang lambat; karena pemasifan kembali yang
sedanglah yang paling besar daya rusaknya.
3) Mekanisme menyangkut absorpsi
Mekanisme ini mengandung arti bahwa unsur-unsur aktif dalam elektrolit
menurunkan integritas mekanik bagian ujung retakan sehingga memudahkan putusnya
ikatan-ikatan pada tingkat energy jauh lebih rendah dari semestinya. Dalam salah satu
mekanisme jenis ini, ion-ion agresif yang spesifik untuk setiap kasus diperkirakan
mengurangi ikatan antara atom-atom logam di ujung retakan akibat proses adsorpsi
dan hal ini menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan antara logam dan unsure-unsur
agresif tadi. Energi yang digunakan untuk mengikat agresor-agresor dengan atom-
atom logam mengurangi energy ikatan logam dengan logam sehingga pemisahan
secara mekanik lebih mudah terjadi. Bukan tidak mungkin bahwa ion spesifik itu
(yang dalam keadaan normal tidak reaktif terhadap logam) menjadi lebih reaktif
karena meningkatnya energy termodinamik di antara ikatan logam-logam akibat
tegangan tarik.
Mekanisme mengenai adsorpsi yang kedua didasarkan pada pembentukan
atom-atom hydrogen akibat reduksi ion-ion hydrogen dalam retakan. Atom-atom
hydrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam, dan ini diperkirakan menyebabkan
pelemahan, atau perapuhan ikatan logam-logam yang terletak di bawah permukaan
pada ujung retakan.

4.8.2. Metode Pencegahan Korosi Retak Tegang


Pencegahan SCC umumnya dibutuhkan untuk menghilangkan satu dari tiga factor
penyebabnya, diantaranya yaitu:
1. Pembentukan kembali logam dapat menghilangkan ketegangan/keregangan logam
dalam bagian yang kritik.
2. Shootpeening dapat mengubah permukaan logam menjadi permukaan yang punya
keregangan/ketegangan yang kompresif.
3. Pengontrolan lingkungan, misalnya saja mengurangi pemakaian bahan yang
mengandung oksigen.

67
4. Memindahkan ion spesies yang kritik.
5. Menggunakan inhibitor.
6. Mengubah proporsi elemen campuran logam dari suatu sistem campuran logam
yang dapat mengakibatkan ketahanan terhadap SCC.
7. Memilih campuran logam yang lebih resisten terhadap lingkungan korosif.
8. Perlakuan panas pada logam.

BAB V
KOROSI LINGKUNGAN

68
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mahasiswa mempelajari bab ini diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan
teknik pengendaliannya terhadap korosi logam akibat lingkungan

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mempelajari ini diharapkan mahasiswa mampu
1) menjelaskan prinsip korosi atmosfer
2) menuliskan reaksi elektrodik korosi adi atmosfer
3) menjelaskan penyebab korosi logam di atmosfer
4) menjelaskan teknik pengendalian yang sesuai untuk korosi logam di atmosfer
5) menjelaskan penyebab korosi logam di lingkungan tanah
6) menjelaskan prinsip pengendalikan korosi logam yang terkubur dalam tanah
7) menjelaskan korosi logam akibat mikroba
8) menuliskan reaksi elektrodik korosi akibat mikroba
9) menjelaskan prinsip pengendalian korosi akibat mikroba
10) menyelaskan korosi di lingkungan air laut
11) menjelaskan faktor penyebab korosi logam di lingkungan air laut
12) menjelaskan prinsip pengendalian korosi logam di lingkungan air laut
13) menjelaskan prinsip korosi temperatur tinggi
14) menuliskan atau menggambarkan mekanisme korosi suhu tinggi
15) menjelaskan prinsip pengendalian korosi suhu tinggi

5.1 Korosi Atmosfer


5.1.1 Pengertian dan Mekanisme Reaksi
Korosi logam di atmosfer terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda padat
khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara
terbuka.
Mekanisme terjadinya korosi logam di atmosfer :
Elektron mengalir dari daerah anodic ke katodik
Reaksi anodic Fe  Fe++ + 2e- (Reaksi Oksidasi)
Air banyak terdapat ion hidroksil bermuatan negatif
H2O  (OH)- + H + atau
4e-+ O 2+ 2H2O  4(OH)-
H+ + 2e-  H2 (Reaksi Reduksi)
Dalam air terjadi reaksi ion besi dengan ion hidroksil
Fe++ + 2(OH)-  Fe(OH)2 (Fero Hidroksida)
4Fe + 6H2O +3O2  4Fe(OH)3
2Fe(OH)3  Fe2O3 + 3H2O (I) Feri Oksida
Fe(OH)2 + 2Fe +3
+ 2H2O  Fe3O4+ 6H+ (II) Magnetik
Fe(OH)2 + (OH)-  FeO(OH) + H2O

5.1.2 Penyebab Korosi Atmosfer

69
Faktor yang menentukan tingkat korosi di atmosfer, antara lain adalah sebagai berikut. :
 Jumlah zat pencemar di udara (debu, gas), butir-butir arang, oksida metal. Bahan
pencemar ini dapat merusak logam karena partikel ini bergerak di udara sehingga dapat
mengenai logam dan dapat menyebabkan logam tergores dan luka sehingga dapat terjadi
kontak dengan udara luar
 H2SO4, NaCl, (NH4)2SO4. bahan kimia ini bersifat sangat korosi dan dapat menyebabkan
logam akan mengalami korosi dengan cepat lebih-lebih pada kondisi udara sangat lembab
 Suhu akan mempengaruhi reaksi korosi logam, sebab pada kondisi tertentu suhu
lingkungan tidak stabil dan dipengaruhi oleh cuaca atau kondisi lingkungan sehingga
perubahan suhu ini akan mempengaruhi proses korosi logam
 Kelembaban kritis artinya tingkat kelembaban tertentu akan berpengaruh terhadap korosi
logam misalnya logam besi sudah melai terkorosi pada kelembaban relatif 6)%, sedangkan
logam nikel korosi terjadi setelah tingkat kelembaban mencapai 80%
 Arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi laju korosi, arah angin yang semaakin
cepat akan mempercepat laju korosi
 Radiasi matahari, jumlah radiasi matahaei ke bumi sangat mempengaruhi korosi logam
 Jumlah curah hujan yang banyak akan mempercepat laju korosi lgam karena dengan
jumlah curah hujan menyebabkan kelembaban naik dan banyak uap air yang mengenbun
di permukaan logam yang akan mempercepat kerusakan coating atau lapisan pelindung.
Berikut adalah suatu contoh logam yang mengalami korosi di atmosfer.

Gambar 5.1 Korosi Logam di atmosfer

Korosi titik embun ini diesebabkan oleh factor kelembaban yang menyebabkan titik embun
(dew point) atau kondensasi. Tanpa adanya unsure kelembaban relative, segala macam
kontaminan (zat pencemar) tidak akan atau sedikit sekali menyebabkan pengkaratan. Titik
embun ini sangat korosif terutama di daerah dekat pantai dimana banyak partikel air asin
yang terhembus dan mengenai permukaan metal, atau di daerah kawasan industry yang kaya
dengan zat pencemar udara.
Saat jarang jatuh hujan, maka zat pencemar di permukaan metal tidak terganggu, sehingga
sewaktu terjadi kondensasi di permukaan dengan factor cuaca yang relative dingin dan factor
kelembaban relative cukup tinggi ( di atas 80%), maka air embun tersebut tercampur dengan
zat pencemar yang ada menjadi larutan elektrolit yang sangat baik, sehingga mempercepat
proses pengkaratan atmosfer. Tingkat pengkaratan akan sangat ganas apabila di

70
sampingkeberadaan zat penyebab korosi (corrodent) yang tinggi, kelembaban yang tinggi
juga suhu yang bersifat cyclic (baik turun secara teratur).
Salah satu reaksi pembentukan asam yang diperkirakan oleh kandungan SO 2 di dalam gas
bekas adalah sebagai berikut
2H2O + 2SO2 + O 2  2H2SO4 (Asam Belerang)
Dengan suhu yang relatif hangat dan terlarut di dalam embun yang cukup banyak maka akan
tercipta larutan asam belerang yang sangat reaktif dan korosif.
Contoh, pada puncak cerobong suhu udara cukup rendah sehingga berada di bawah suhu
kondensasi (titik embun). Karenanya di daerah tersebut terjadi kondensasi dari gas bekas
yang banyak mengandung uap air, panas akibat pembakaran di puncak cerobong telah
mendingin karena diserap oleh metal dinding cerobong yang bersuhu lebih rendah sepanjang
cerobong, akibatnya terjadilah karat titik embun di daerah tersebut, yang sanggup melubangi
didinding cerobong (perforasi). Karena di dalam gas bekas (Flue gas) banyak mengandung
CO, CO2, COx dan SO2, yang memiliki butir-butir kondensat yang
tercemar dan bersifat asam
Lingkungan udara atau komposisi udara juga mempengaruhi sifat korodivitas lingkungan
sehingga akan mempengaruhi laju korosi logam. Berikut adalah suatu contoh sifat lingkungan
 Rural ; daerah tidak begitu korosif karena hanya mengandung sedikit polutan dan
lebih banyak dipengaruhi embun, oksigen, dan CO2
 Urban: bahan korosif daerah ini adalah SOx dan NOx yang berasal dari emisi
kendaraan bermotor dan sedikit aktivitas industri
 Industri: berkaitan dengan polutan dari aktivitas industri seperti SO2, klorida, fospat,
dan nitrat
 Pantai /laut merupakan daerah paling korosif karena atmosfernya mengandung
partikel klorida yang bersifat agresif dan mempercepat laju korosi logam

5.1.3 Pengendalian Korosi Logam di Atmosfer


Pengendalian korosi logam di atmosferik prinsipnya ada 2 metoda yang efektif untuk
mencegah dan mengendalikan korosi atmosferik, yaitu coating dan pemilihan material yang
sesuai, atau gabungan keduanya. Dari hasil penentuan karakteristik atmosfer dan pengukuran
laju korosi di tempat peralatan industri minyak bumi berada atau akan dibangun, dapat
ditentukan jenis material dan coating yang sesuai untuk membangun konstruksi peralatan
yang tahan terhadap korosi atmosferik. Penentuan ini tentunya juga mempertimbangkan
faktor biaya dan keekonomian. Dari hasil analisis, seringkali terjadi penggunaan logam yang
tidak terlalu tahan korosi atmosfer (misalnya baja karbon) namun dilindungi sistem coating
lebih ekonomis daripada baja paduan yang tahan korosi namun tidak dilindungi sistem
coating. Berikut merupakan contoh pengendalian korosi dengan coating

71
Gambar 5.2 Pengendalian Korosi Menggunakan Coating

Pengendalian Korosi Alat Elektronik


Usaha yang dapat ditempuh dalam upaya pengendalian korosi peralatan elektronik, antara
lain adalah :
(1) Menyimpan bahan korosif sebaik mungkin sehingga terjadinya kebocoran,
penguapan serta pelepasan ke lingkungan dapat dihindari. Pengecekan bejana penyimpan
bahan kimia korosif yang mudah menguap perlu dilakukan secara periodik, sehingga
adanya kebocoran bahan tersebut segera dikenali dan dapat diambil tindakan sedini
mungkin untukmenghindari efek yang lebih luas. Melakukan pemeliharaan rumah tangga
perusahaan secara baik termasuk ketertiban dan kebersihan dalam perusahaan.
(2) Pengoperasian alat dehumidifier untuk mengurangi kelembaban udara dalam ruangan
yang di dalamnya menyimpan peralatan elektronik mahal dan rentan terhadap
serangankorosi. Peralatan elektronik yang rawan terhadap pengaruh korosi perlu
disimpan diruang tertutup, jauh dari kemungkinan pencemaran udara akibat terlepasnya
bahan-bahankorosif ke lingkungan.
(3) Menutup alat sewaktu tidak dipergunakan untuk menghindari masuknya debu-debu
kedalam alat. Perlu diketahui bahwa debu dapat tertempeli polutan korosif yang apabila
terbangterbawa udara dapat masuk ke dalam alat dan menempelkan dirinya ke
permukaankomponen-komponen elektronik di dalam alat tersebut.

5.2 Korosi Logam dalam Tanah


Korosi logam dalam tanah adalah korosi logam yang terjadi di lingkungan tanah atau logam
terkubur dalam tanah, misalnya pipa distribusi gas dan air min serat minyak bumi.

5.2.1 Penyebab Korosi Logam di lingkungan Tanah


Korosi logam atau sistem perpipaan yang terkubur dalam tanah dapat mengalami korosi
akibat

72
 kandungan oksigen yang terlarut di dalam tanah. Jumlah kandungan oksigen semakin
meningkat akan menyebabkan kenaikan laju korosi. Umumnya, tanah yang dekat dengan
permukaan kandungan oksigennya lebih banyak
 pH tanah juga mempengaruhi korosi logam yang terkubur dalam tanah sebab pH tanah
yang rendah akan bersifat korsif dan mempercepat laju korosi logam baja
 aktivitas bakteri dalam tanah mempengaruhi laju korosi logam karena bakteri hidup
berkelompok dan menempel pada pipa membentuk flok sehingga merusak coating dan
menyebabkan korosi pada logam.
 resistivitas tanah juga mempengaruhi laju korosi logam karena resistivitas tanah di
pengaruhi oleh kandungan mineral yang terkandung dalam tanah. Kandungan mineral ini
yang akan mempengaruhi terhadap proses korosi logam Berikut merupakan contoh jenis
tanah dan sifat korosivitasnya
No Resistivitas tanah (Ohm-Cm) Sifat tanah
1 < 700 Sangat korosif
2 700-2000 Korosif
3 2000-5000 Agak korosif
4 > 5000 Sedikit korosif

Hubungan resistivitas dengan jenis tanah adalah sebagai berikut


Resistivitas(Ohm Cm) Jenis tanah
300 – 1000 tanah lempung
1000-10 000 tanah pasir
10000-40000 pasir
40000-70000 kerikil

 Konsentrasi ion agresif dan komposisi senyawa dalam tanah akan mempengaruhi sifat
tanah sehingga mempengaruhi laju korosi logam .Korosivitas tanah bergantung pada
kandungan mineral dalam tanah dan ion-ion yang ada di dalamnya. Pupuk yang tersebar di
ladang atau sawah atau garam anti pembekuan yang disebar di jalan akan mempengaruhi
korosivitas lingkungan. Sebagai contoh kasus .
1) Sejalur pipa baja nirkarat yang ngangkut uap air tertanam dalam tanah dan di suatu
tempat bersilangan dengan jalan raya. Pengerjaan pemasangan pipa tidak
mengecewakan, kecuali di bagian tepat di bawah kedua tepian jalan. Di sini, garam anti
pembekuan yang disebar di badan jalan selama musim dingin telah meresap ke dlam
tanah dan menimbulkan peretakan korosi tegangan oleh klorida pada pipa yang panas
selama dua tahun.
2) Jalur pipa dalam tanah terbungkus produk korosi yang memasifkan logam sehingga
laju korosi lambat
3) Pipa lama diganti pipa baru, maka pipa baru akan bersifat anodik terhadap pipa lama.
Pada pipa baru akan terjadi korosi sumuran pada bagian cat yang lecet atau rusak akibat
gesekan
5.2.2. Pengendalian Korosi Logam dalam Tanah

Korosi logam dalam tanah dapat dikendalikan melalui beberapa metode antara lain adalah

73
• Menghilangkan oksigen terlarut dalam air tanah dengan oksigen scavanger
(hidrazin /sulfit)
• Menambahkan inhibitor alkalis sebagai inhibitor katodik (NaOH atau Na2CO3)
• Menambahkan inhibitor anodik kromat /bikromat
• Menambahkan natrium fosfat
• Menghilangkan ion agresif dgn menambahkan CaO (kapur tohor)
• Metode proteksi katodik yang umumnya digunakan pada sistem perpipaan yang
terkubur dalam tanah . Metde proteksi katodik umumnya digunakan sebagai proteksi pipa
bersama dengan coating agar usi proteksi lebih lama.

5.2.3 Pipa Bawah Tanah di Industri Minyak dan Gas Bumi


Dalam suatu contoh kasus dari perusahaan Korea Gas Corporation (KOGAS) menggunakan
pipa-pipa gas yang dilapis dengan polyethylene (APL 5L X-65). Selama instalasi, pipa dilas
setiap 12 meter dan diproteksi dengan impressed current (IC) proteksi katodik dengan
potensial proteksi –850 mV (vs saturated Cu/CuSO4). Kemudian beberapa tahun dicek
kondisi lapis lindung maupun korosi aktif menggunakan pengujian potensial gardien 5.
Hasilnya berupa letak-letak coating defect di sepanjang pipa. Kegagalan selanjutnya yaitu
adanya disbonded coating area di permukaan pipa yang disebabkan adanya arus proteksi
katodik yang berlebihan terekspos. Coating defect dan daerah disbonded coating sangat baik
untuk perkembangan mikroba anaerob. Pada disbonded coating area terjadi korosi local
(pitting), lubang pit berbentuk hemisspherikal dalam tiap-tiap kelompok. Kedalaman pit 5-7
mm (0,22 – 0,47 mm/year) 4, bentuk pit ini mengindikasikan karakter bakteri reduksi sulfat .

5.3. Korosi Logam akibat Mikroba

5.3.1.Pendahuluan

Korosi adalah kerusakan material akibat interaksi dengan lingkungan, antara lain sebagai
akibat aktivitas bakteri. Jenis-jenis bakteri yang korosif antara lain: desulfovibrio
desulfuricans, desulhotoculum, desulfovibrio vulgaris, D.salexigens, D. africanus,D. giges,
D. baculatus, D. sapovorans, D. baarsii, D. thermophilus, Pseudomonas, Flavobacteriu,
Alcaligenes, Sphaerotilus, Gallionella, Thiobacillus. Salah satu bakteri yang paling sering
menimbulkan korosi adalah bakteri pereduksi sulfat (SRB = Sulfate Reducing bacteria).SRB
menyebabkan korosi karena dapat mereduksi ion SO42- menjadi ion S2- yang selanjutnya akan
bereaksi denga ion Fe2+ membentuk FeS sebagai produk korosi. Korosi oleh SRB banyak
terjadi pada dasar tangki penampung minyak bejana proses maupun system perpipaan.Proses
korosi oleh bakteri biasanya dimulai oleh kolonisasi bakteri pada lengkungan – lengkungan
pipa atau alat dan di daerah-daerah lain yang alirannya lambat karena organism lain yang
masuk ke dalam pipa dan membentuk endapan. Lama kelamaan endapan ini menjadi deposit
yang keras sehingga menjadi tempat yang ideal untuk pertumbuhan bakteri SRB yang
anaerob. Hal serupa akan terjadi pada dasar tangki proses maupun pada tangki penampungan.
Bentuk kerusakan yang disebabkan oleh SRB pada umumnya korosi dibawah pengendapan
(under Deposit Corrosion).

74
Karena serangan mikroba terjadi di lingkungan industry yang sangat penting, maka perlu
dipikirkan penanggulangannya. Metode penanggulangan yang mungkin adalah : proteksi
katodik, penggunaan inhibitor, desinfektan (bioside), pengecatan dengan antifouling.
Penanggulangan yang disebutkan akan dibahas pada bab yang lain dalan diktat ini.

5.3.2 Korosi oleh Bakteri Pereduksi Sulfat


Dalam beberapa kasus korosi ditemukan adanya pengaruh bakteri tertentu terhadap proses
korosi. Korosi yang disebabkan oleh aktivitas metabolism dari mikroorganisme disebut
microbiological corrosion.

Jastrzobski menggolongkan beberapa mikroorganisme yang penting dan banyak berperan


pada peristiwa korosi Yaitu:
 Bakteri pereduksi sulfat
 Bakteri Sulfur
 Bakteri besi dan mangan
 Mikroorganisme yang dapat membentuk film mikrobiologis.

Spesies terpenting dari SRB adalah desulfovibrio desulfuricans. Bakteri ini dapat
menimbulkan korosi anaerobic pada besi dan baja Desulfovibrio desulfuricans adalah bakteri
pereduksi sulfat obligat anaerob (masih bisa hidup dengan sedikit O 2 asal nutrient cukup
tersedia).Jadi bakteri pereduksi sulfat bukan strict anaerob ( tidak bisa hidup dengan adanya
O2 sedikitpun).

Klasifikasi bakteri pereduksi sulfat secara matematis SRB termasuk dalam gugus
desulfovibrio.Pada umumnya bakteri Janis ini berbentuk tongkat lurus tetapi kadang-kadang
juga berbentuk sigmoid atau spirlloid, dengan ukuran 0,5 - 1,5 µm x 2,5 - 10 µm.Morfologi
ini dipengaruhi oleh umur dan lingkungannya. Desulfovibrio tergolong bakteri gram negative,
tidak membentuk endospora dan mempunyai alat gerak berupa single polar flagella. Bakteri
ini termasuk jenis anaerobic obligat, yang mempunyai metabolism tipe respirasi yang
memanfaatkan sulfat atau senyawa belerang yang lain sebagai akseptor elektron dan
mereduksinya menjadi H2S.

Metabolisme semua organisme yang hidup terdiri dari sejumlah hubungan reaksi kimia,
dimana energy dibebaskan dan bahan sel baru disintesa dari reaksi – reaksi yang dikatalisa
oleh enzim. Dua golongan yang terpenting adalah enzim pecernaan yang disebut hidrolase
dan enzim respirasi yang disebut cytochrome.Pada organisme yang melakukan respirasi
secara aerobic, seperti Pseudomonas dan ferrobacter, electron ditransfer dari bahan nutrisi
menuju oksigen dengan perantaraan dua cychrome yang masing-masing mengandung sebuah
atom besi yang dioksidasi secara reversible .

Reaksinya adalah sebagai berikut:

75
Cytochrome oxidase bereaksi dengan memindahkan electron dari onfero menghasilkan ion
oksida.

4Fe2+ + O2 = 4Fe3+ + 2O2-

Enzim yang teroksidasi kemudian direduksi oleh atom hydrogen dengan bantuan cytochrome
hidrogenase

4Fe3+ + 4H = 4Fe2+ + 4H+

Ion hydrogen kemudian bergabung dengan ion oksida membentuk air

4H+ + 2O2- = 2H2O

5.3.3.Mekanisme Korosi oleh SRB

Sharpley berpendapat bahwa jika terdapat bakteri SRB, maka pada anoda akan terjadi reaksi

Fe  Fe2+ + 2e-

Reaksi di atas diikuti dengan reaksi yang merupakan aktivitas bakteri SRB

2H+ + SO4 2- + 4H2  H2S + 4H2O


Fe2+ + H2S  FeS + 2H+

Permukaan yang tidak mengalami kontak dengan SRB akan berfungsi sebagai katoda.

Pada katoda tersebut akan terjadi reaksi

2H2O = 2H+ + 2OH-


2H+ + 2e-  H2

Elektron pada reaksi katodik di atas didapat dari reaksi di anoda. Ion hydrogen bebas (H +)
mempunyai 3 kemungkinan fungsi:

1. Bereaksi dengan elektron membentuk H2 (katoda)


2. Bereaksi dengan gugus hidroksil membentuk air
3. Bereaksi dengan ion sulfat dan molekul hydrogen membentuk hydrogen sulfide

Ion besi bebas akan bereaksi sebab tidak dapat tinggal dalam bentuk bebas.

Ada 2 kemungkinan reaksi ion besi bebas :


1. Bereaksi dengan H2S membentuk FeS
2. Bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)2

76
Jika lingkungan mengandung asam karbonat, maka FeS mungkin bereaksi
dengan H2CO3 menghasilkan FeCO3
FeS + H2CO3 = FeCO3 + H2S

Ada kemungkinan juga ferosulfida bereaksi dengan ion hydrogen menghasilkan Fe(OH)2

FeS + OH- + H2O  Fe(OH)2 + HS-

Menurut Stephenson dan Strickland, tahap pertama depolarisasi katodik adalah oksidasi
hydrogen menjadi air oleh bakteri misalnya hidrogenomonas facilis. Enzim yang terlibat
dalam reaksi ini adalah enzim hydrogenase

Hidrogenase
2H2 + O2  2H2O + energy

Mekanisme lain yang berhubungan dengan pemanfaatan hirogen oleh bakteri adalah

Desulfovibrio desulfuricans
4H2 + SO42-
 S2- + 4H2O + energy

Gas hydrogen yang terbentuk di katoda berkumpul di dekat permukaan logam membentuk
lapisan setebal satu molekul. Lapisan ini menghambat listrik sehingga terjadi polarisasi.
Akibatnya reaksi korosi terhenti. Namun bila ada mekanisme yang menarik H 2 katodik,
maka akan terjadi depolarisasi system dan korosi akan berlanjut. Dalam hal ini bakteri SRB
bertindak menarik H2 katodik tersebut sehingga proses korosi berlangsung.Proses korosi ini
akan menghasilkan Fe(II), oleh O2 dalam air, senyawa ini akan diubah menjadi Fe(III) yang
terlihat sebagai karat.

Selain mekanisme yang sudah disebutkan di atas terdapat mekanisme lain yang
dikemukakan oleh S.C Dexter yaitu melibatkan bakteri lain Ferrobacteria atau lebih dikenal
sebagai mekanisme pembentukan kantong lender (gelatinous).
Langkah-langkah pembentukan kantong lender:
a. Reaksi katodik dalam lingkungan asam

2H+ + 2e  2H

Akan dipercepat jika atom H bereaksi dengan atom O hasil reduksi sulfat oleh SRB
menurut reaksi

SO42-  S2- + 4O

b. Percepatan reaksi katodik akan mempercepat oksidasi Fe menjadi Fe 2+ . Ion Fe2+ hasil
oksidasi sebagian bergabung dengan OH- membentuk lapisan Fe(OH)2, dan sebagian

77
lagi tetap dalam larutan. Ion Fe2+ yang tetap dalam larutan akan teroksidasi oleh
ferobakteria menjadi Fe3+ yang kemudian bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)3.
c. Lapisan Fe(OH)3 ini tidak tembus O2, sehingga ruangan dibawahnya bersifat
anaerobic dan baik bagi pertumbuhan SRB.
d. Sebagian Fe(OH)3 yang terbentuk bereaksi dengan H2S menghasilkan senyawa-
senyawa sulfida dan belerang.

2Fe(OH)3 + 3H2S  2FeS + S + 6H2O

Volume senyawa – senyawa sulfida dan sulfur lebih kecil dari pada Fe(OH) 3 sehingga akan
terbentuk rongga – rongga pada lapisan Fe(OH)2 yang berisi cairan kehitaman yang berbau
H2S

5.3.4 .Pembentukan SO42- dari Siklus Sulfur.


Sulfur tersedia di alam dalam jumlah banyak dalm bentuk Sulfat (batu-batuan) atau gas SO 2
di udara.Tanaman dan mikroflora dapat langsung mengasimilasikan senyawa sulfat dan
mereduksinya menjadi senyawa- senyawa lain. Sulfur organik dari tanaman akan
dikembalikan ke dalam tanah melalui senyawa protein yang proses dekomposisinya oleh
mikroflora akan menghasilkan H2S . Dalam keadaan yang aerob , H2S akan siap
dioksidasikan oleh bakteri sulfur secara kemosintesa (missal Thiobacillus) menjadi sulfat.
Dalam keadaan yanh anaerob, maka bakteri pereduksi sulfat (desulfovibrio) mereduksi
senyawa sulfat menjdi H2S, dan ini terjadi sangat sering pada tanah dalam keadaan tergenang
air.

5.4. Korosi Temperatur Tinggi

Andaikan pikiran semua orang besar di dunia digabung menjadi satu, dan biarkan gabungan
yang dahsyat ini meregangkan syaraf sampai batas kemampuannya; biarkan bumi dan langit
diljelajahinya; biarkan bukit dan ngarai ditelusurinya; yang akan ditemukan hanyalah
penyebab makin beratnya logam yang teroksidasi di udara. (jean rey: 1630)

Bab-bab sebelum ini telah mendefinisikan korosi sebagai penurunan mutu logam akibat
reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, tetapi lingkungan yang dimaksudkan hampir
selalu mengandung air. Korosi pada permukaan logam ternyata masih dapat terjadi meskipun
elektrolit cair tidak ada; sehingga tidak mengherankan bila proses tersebut sering disebut
korosi kering. Namun demikian, definisi tentang korosi yang telah digunakan selama ini tidak
berubah; begitu pula penjabaran proses korosi melalui persamaan.

Barang kali proses korosi paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen di udara.
(walaupun nitrogen menjadi unsur utama yang membentuk udara, peranannya tidak penting
ketika logam dipanaskan di udara, karena pengaruh oksigen lebih dominan. Pada temperatur
tinggi, nitrogen memang bereaksi dengan kromium, alumunium, titanium, molibdenum, dan
tungsten; tetapi reaksi-reaksi ini di luar cakupan pembahasan kita) kendati reaksi dengan
oksigen pada prinsipnya sangat sederhana, para ilmuan di massa lampau mengalami kesulitan

78
dalam memahami perubahan berat yang menyertai kalsinasi (oksidasi) logam di udara.
Bahkan sekarang, pengkajian tentang oksidasi dan reaksi-reaksi temperatur tinggi lain
menyangkut paduan-paduan modern telah membuktikan bahwa proses yang dilibatkan
kompleks sekali.

Oksigen mudah bereaksi dengan kebanyakan logam; meskipun energi termal yang
dibutuhkan untuk menghasilkan laju oksidasi yang terjadi bagi perekayasa. Mungkin sangat
bervariasi untuk logam-logam yang berada pada temperatur yang sama.temperatur
lingkungan sehari-hari, dan kebanyakan bahan untuk rekayasa ada yang sudah teroksidasi
sedemikian rupa sehingga lapisan oksida melindungi logam di bawahnya. Ada pula yang di
udara kering bereaksi begitu lambat sehingga oksidasi tidak mendatangkan masalah. Pada
temperatur tinggi, laju oksidasi logam-logam meningkat. Jadi, jika sebuah komponen
rekayasa mengalami kontak langsung dengan lingkungan bertemperatur tinggi untuk waktu
yang lama, pada temperatur sedikit di bawah 480 oC, selama proses penggilingan dan
pengepresan panas terhadap baja lunak (proses yang berlangsung pada sekitar 900 oC), laju
oksidasi cukup besar untuk menghasilkan selapis oksida yang disebut kerak giling (mill
scale), yang tidak berfungsi sebagai pelindung.

Sebelum pengendalian temperatur dalam proses-proses perlakuan panas mencapai


kecanggihan seperti pada masa sekarang ini, temperatur lempengan atau batangan baja sering
diukur dari warna-warni yang berkembang pada permukaannya selama perlakuan panas itu
berlangsung. Cara ini ternyata cukup teliti, untuk kenaikan setiap 10oC antar 230oC dan
280oC, warna logam berubah menurut urutannya adalah: gading pucat, gading tua, cokelat,
ungu kecoklatan, ungu, dan ungu tua. Logam baja tampak kebiruan pada temperatur 300oC.

Sampai berkembangan motor turbin gas untuk pesawat terbang modern yang dimulai dengan
motor Whittle dalam tahun 1973, penggunaan logam-logam dan paduan-paduan untuk
perekayasaan di lingkungan temperatur tinggi jarang yang sampai menimbulkan masalah
pemilihan bahan. Walaupun turbin uap telah dikembangkan sejak akhir tahun 1800-an dan
digunakan oleh Parson pada tahun 1897 untuk penggerak kapal laut, temperatur pengoprasian
tidak terlalu tinggi sehingga bahan-bahan yang sudah ada masih dapat digunakan.
Pengembangan motor turbin gas untuk pesawat sesudah perang dunia kedua secara dramatik
mengubah situasi tersebut karena pengoperasian temperatur yang lebih tinggi .

Kondisi pengoperasian kian menjadi tinggi: bahan-bahan yang dibutuhkan adalah yang
mampu bertahan terhadap temperatur dari 800 hingga 1000 oC, masih ditambah tingkat
tegangan yang besar akibat rotasi kecepatan tinggi,sehingga menuntut dikembangkannya
golongan paduan-paduan baru yang disebut paduan super (superalloys). Bahan dasar paduan-
paduan ini kebanyakan adalah nikel; walaupun ada juga kelompok-kelompok yang
menggunakan bahan dasar besi dan kobalt. Sekarang paduan super digunakan pada turbin-
turbin gas untuk kapal laut, pesawat terbang, industri, dan kendaraan, serta untuk wahana
angkasa, motor roket, reaktor nuklir, pembangkit listrik tenaga uap, pabrik petrokimia, dan
banyak lagi penerapan lain.

79
Baja masih menjadi bahan utama untuk penggunaan dalam turbin-turbin gas, walaupun
persentasenya telah turun karena tergeser oleh paduan-paduan super dan paduan-paduan
titanium. Peran serta paduan-paduan alumunium dalam pengembangan turbin gas kecil.

Bab ini akan memberikan pembahasan singkat tentang prilaku logam-logam dalam
temperatur tinggi dan lingkungan-lingkungan tidak mengandung air.

Oksida-Oksida Logam

Oksida-oksida logam (serta senyawa-senyawa lain seperti sulfida dan halida)dapat dibagi
menjadi dua golongan, oksida yang mantap pada rentang temperatur tinggi dan oksida yang
tidak mantap. Apabila oksida logam yang tidak mantap dipanaskan, oksida itu mengurai
untuk melepaskan logam bersangkutan dan mengendapkannya ke permukaan logam. Perak
oksida mengurai diatas 100oC, air raksa(II)oksida mengurai di atas 500 oC, dan kadmium
oksida dalam rentang temperatur 900-1000oC. Saat ini, oksida yang tidak mantap sedikit
manfaatnya bagi perekayasa. Ahli kimia pada awal peradaban manusia, khusunya stahl, telah
mendalilkan teori yang salah, yaitu bahwa logam kehilangan suatu zat yang disebut flogiston
dan membentuk oksida logam atau kalks(calx):

Logam - flogiston oksida logam

Stahl antara lain mengatakan bahwa:

Flogiston lebih ringan dari udara dan bila bergabung dengan zat lain, berusaha mengangkat
zat itu sehingga beratnya berkurang. Akibatnya, bila suatu zat kehilangn flogiston, beratnya
kan bertambah.

Dalam tahun 1780-an, Lavoisier menggunakan penguraian air raksa oksida untuk
membuktikan bahwa teori flogiston untuk oksidasi tidak dapat dipertahankan lagi. Ia
memanaskan air raksa sampai menjelang titik didihnya (357oC) dalam sebuah wadah yang
tersekat rapat, dan memperlihatkan bahwa kurang dari 20% udara diserap oleh air raksa.
Sesudah mengumpulkan raksa merah oksida dan memanaskan sampai sekitar 500oC, ia
menguraikan oksida yang tidak mantap tersebut untuk mendapatkan suatu volume gas
sebanyak udara yang hilang dalam percobaan sebelumnya. Pertambahan berat raksa sesudah
pembentukan oksidanya sama dengan berat oksigen yang diserap dari udara. Dengan cara ini,
dapat menyimpulkan bahwa mekanisme oksidasi adalah

Logam + oksigen  oksida logam

Golongan oksida mantap yang jauh lebih besar dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok:
kelompok yang anggota-anggotanya mudah menguap pada temperatur rendah, dan kelompok
yang biasanya tetap tinggal pada permukaan logam, kecuali bila dihilangkan secara fisik atau
secara kimia.

Oksida yang mudah menguap tersebut terbentuk pada permukaan logam. Tetapi, segera
berubah menjadi gas. Akibatnya permukaan logam yang tetap reaktif itu terus mengalami
proses oksidasi sampai logam habis sama sekali.laju reaksi tersebut tidak menurun, bahkan

80
biasanya bertambah bila temperatur meningkat. Molibdenum adalah contoh klasik untuk
kelompok ini. Di udara bebas logam ini teroksidasi dengan laju cukup tinggi bila temperatur
lebih dari 300oC. Pada permukaannya terbentuk dua lapisanMoO3. Di atas 500oC MoO3 mulai
menguap, dan pada sekitar 770oC laju penguapan sama dengan laju oksidasi.peningkatan
temperatur lebih lanjut akan membuat logam cepat sekali habis. Efek yang timbul semakin
dahsyat ketika MoO3 mulai memasuki fase leleh pada temperatur lebih dari 815oC.

Oksida yang mantap dan tidah mudah menguap diharapkan akan tetap tinggal pada
permukaan logam dan semua oksida semacan itu diduga akan melindungi logam dibawahnya.
Namun kenyataan yang terjadi tidak demikian. Laju oksidasi bergantung pada beberapa
faktor, tiga diantaranyaadalah:

1. Laju difusi reaktan melalui selaput oksida


2. Laju pemasokan oksigen ke permukaan luar oksida
3. Nisbah volume molar oksida terhadap logam

Proses dengan laju paling lambat pada setiap temperatur merupakan laju yang mengandalikan
korosi. Pada umumnya, laju korosi akan menurun begitu selaput oksida menebal.

Nisbah molar volume oksida yang terbentuk terhadap volume logam yang tekorosi karena
memproduksi oksida adalah faktor yang paling penting dalam menentukan laju korosi untuk
rentang waktu yang lama. Jika M adalah massa molekul oksida yang kerapatannya D, maka
volume yang ditempati oleh 1 mol oksida itu adalah M/D. Jika m adalah massa logam dalam
massa M oksida, dan kerapannya adalah d, maka volume logam yang telah berubah menjadi
oksida adalam m/d. Tabel memuat nisbah-nisbah (M/D) ÷ (m/d) untuk sejumlah logam.
Apabila volume oksida lebih kecil ketimbang logam, jadi Md/mD < 1, seperti pada litium,
kalsium, dan magnesium, oksida akan teregang pada permukaan logam sehingga selaput itu
berpori dan tidak berfungsi sebagai pelindung. Prosews oksidasi terus berjalan dengan laju
linier terhadap waktu.

logam Li Ca Mg Al Ni Zr Cu
Md/mD 0,57 0,64 0,81 1,28 1,52 1,56 1,68
logam Ti Fe U Cr Mo W
Md/mD 1,73 1,77 1,94 1,99 3,42 3,35
Tabel 1. Harga-harga nisbah volume oksida yang diproduksi terhadap volume logam yang
dikonsumsi dalam proses pembentukan oksida.

Jika volume oksida lebih besar daripada volume logam asalnya, yaitu Md/mD < 1, maka kita
boleh yakin bahwa oksida itu sinambung dan berfungsi sebagai pelindung. Dalam kasus
alumunium, misalnya, inilah yang terjadi, kendatipun demikian komplikasi lain mungkin saja
timbul. Seringkali, tegangan dalam yang bersifat komprehensif berkembang dalam oksida
ketika oksida itu menebal. Kalau tegangan yang berkembang itu kecil, retak-retak atau cacat-
cacat akan menjadi rapat sehinga menghambat laju oksidasi. tetapi, kalau tergangan itu cukup
besar, ikatan antara oksida dan logam bisa terputus sehingga lapisan itu akan pecah dan
mengelupas. Pengelupasan itu terjadi karena perpatahan lapisan antarmuka antara logam
oksida sekaligus melepaskan tegangan kompresif dalam oksida. Tentu saja, besar tegangan di

81
dalam oksida terus meningkat ketika lapisan itu semakin tebal. Oleh sebab itu, bila laju
oksidasi kecil untuk waktu yang lama, tegangan kompresif yang terbentuk dalam selaput
oksida yang tipis hanya cukup untuk menjaga agar selapur pelindung itu kompak dan melekat
erat. Meskipun dengan laju lambat sekali, selaput itu tetap menebal sampai akhirnya tingkat
tegangan mampu menyebabkan antarmuka putus secara spontan dan laju korosi tiba-tiba
melonjak. Ini merupakan salah satu jenis korosi bobolan (breakaway corrision) yang akan
dibahas lebih lanjut.

Gambar 5.3. Empat kaidah laju oksidasi, pembentukan oksida yang mantap, tidak mudah
menguap menyebabkan perubahan berat yang linier, parabolik atau logaritmik. Sedangkan
pembentukan oksida mudah menguap menyebabkan kehilangan berat yang linier terhadap
waktu.

Oksida logam-logam yang membentuk lapisan oksida mantap dan tidak mudah menguap
dengan disertai peningkatan berat sampel yang cukup sederhana untuk diukur di
labolatorium. Laju penebalan lapisan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam tiga kategori,
yang contohnya tampak pada gambar . (hilangnya berat sejalan dengan waktu bila oksida
yang mudah menguap terbentuk) dalam persamaan berikut, y = tebal oksida , t = waktu, dan
c1 hingga c5 adalah tetapan-tetapan.

Pertumbuhan parabolik

Apabila selaput oksida tetap lekat ke permukaan logam dan menjadi penghalang yang
homogen terhadap difusi ion-ion logam atau ion-ion oksida melalui selaput itu, laju
pertumbuhan oksida berbanding terbalik dengan tebal sesaat (instantaneous thickness):

82
dy/dt = c1/y

kalau persamaan di atas diintegrasi kita akan mendapatkan

y2=c1t

(apabila t = 0, y = 0 : karena itu tetapan integrasi tidak diperlukan)logam-logam yang


teroksidasi dengan laju parabolik biasanya dicirikan dari oksidanya yang tebal dan lekat.
Contoh logam-logam ini adalah kobalt, nikel, tembaga, dan tungsten, walaupun seperti pada
contoh lain, mungkin mengikuti hukum laju yang berbeda, tergantung dari kondisi percobaan.

Pertumbuhan garis lurus

Dalam hal ini laju oksidasi konstan terhadap waktu:

dy/dt = c2

yang bila diintegrasi menghasilkan

y = c2t

pertumbuhan garis lurus atau linier terjadi bila mana oksida tidak mampu merintangi
masuknya oksigen ke permukaan logam, sebagaimana terjadi bila oksida yang terbentuk dari
volume logam tertentu terlalu kecil untuk menyalut seluruh permukaannya. Jika oksida retak
atau terkelupas akibat besarnya tegangan dalam, maka pola pertumbuhan yang terjadi adalah
tipe parabolik yang bila diamati secara keseluruhan akan tampak linier. Perilaku seperti ini
disebut paralinier. Ini bisa terjadi bila siklus temperatur cukup untuk membentuk perbedaan-
perbedaan kontraksi dan ekspansi antara logam oksida yang membuat oksida terlepas dari
logam.

Pertumbuhan garis lurus ini dialami oleh logam yang diproses pada temperatur tinggi.
Sebagai contoh adalah besi diatas 1000oC dan magnesium di atas 500oC.

Pertumbuhan logaritmik

Pada temperatur rendah, permukaan logam akan tersalut dengan selaput oksida tipis. Laju
difusi menembus selaput ini sangat rendah dan sesudah pertumbuhan yang cepat dalam
periode awal berlalu, laju penebalan akhirnya menjadi nol. Persamaan untuk laju seperti ini
adalah :

y = c3 log (c4t + c5)

contoh logam-logam yang teroksidasi dengan cara seperti diatas adalah magnesium dibawah
200oC dan aluminium dibawah 50oC.

5.5.1 Korosi Bobolan

Korosi pelepasan atau korosi bobolan (breakaway corrosion) dalam pembahasan tentang
tegangan kompresif yang berkembang dalam kerak-kerakoksida. Mekanisme bobolan ini bisa
sangat rumit dan melibatkan interaksi sejumlah faktor, termasuk temperatur, komposisi gas,

83
tekanan gas, komposisi logam, bentuk komponen, dan finishing permukaan. Ini merupakan
bentuk serangan yang tidak nampak tetapi sering menimbulkan akibat yang dahsyat.

Dari kurva oksidasi yang memperlihatkan perilaku bobolan itu dapat dilihat dalam gambar
5.3. Dalam gambar itu, selama waktu yang cukup lama waktu oksidasi tampaknya menurun,
laju-laju pertambahan berat yang rendah disitu juga bisa menggambarkan laju penipisan
logam yang dapat terjadi. Tiba-tiba, laju oksidasi meningkat. Sekarang, perilaku yang terjadi
dapat dibagi dua, kemungkinan pertama, kurva mengulang pola parabolik yang telah dijalani
sejak awal oksidasi, seperti tampak dalam kurva A, sedangkan kemungkinan kedua, laju
oksidasi berlanjut dengan lonjakan menurut pola linier disertai tingginya laju penipisan
logam, seperti dalam kurva B.

Kasus yang menyangkut korosi bobolan banyak terjadi. Zirkonium misalnya, akan
mengalami korosi bobolan dalam kondisi-kondisi ditemukan di lingkungan air bertekanan
tinggi. Sebelum titik bobolan itu dicapai, oksida tersebut berupa selaput berwarna hitam
mengkilat yang melekat erat, tetapi sesudah masa peralihan, oksida yang terbentuk berupa
tepung putih. Oleh karena itu, zirkonium digunakan dalam reaktor air bertekanan berupa
zircaloy 2 sebagai pembungkus batang-batang bahan bakar. Paduan ini mengandung timah
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korosi bobolan.

Gambar 5.4. Conto kurva korosi bobolan, pada mulanya, laju oksidasi turun sejalan dengan
waktu dan mengikuti kaidah pertumbuhan parabolik. Di titik bobolan (breakawayi), oksida
yang ada tidak lagi melindungi logam melainkan mulai tumbuh secara linier. Di A, oksida
baru serupa dengan kerak yang tumbuh diawal proses dan kurva pertumbuhan sekali lagi
mengikuti kaidah parabolik sampai bobolan berulang. Di B, oksida baru tidak lagi
melindungi logam sehingga korosi berlanjut menurut kaidah pertumbuhan rektiliner.

Pada tahun 1969, dalam pemeriksaan dua tahunan terhadap sebuah reaktor tipe Magnox,
orang menjumpai beberapa baut lunak patah. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukan bahwa
baut-baut itu gagal akibat peregangan yang ditimbulkan akibat peregangan yang ditimbulkan
oleh oksidasi berlebih pada antar muka antar baut, cincin alat, dan mur. Laju pertumbuhan
oksida seperti itu tidak teramalkan melalui ekstrapolasi dari data uji labolatorium. Dalam hal
ini yang terjadi adalah korosi bobolan. Oksida berpori yang terjadi sesudah bobolan

84
menempati volume dua kali lebih besar dari logam asalnya dan bisa terus berkembang,
bahkan meskipun tegangan komprehesif yang terjadi pada antarmuka-antarmuka akibat
pembentukannya semakin besar. Sebagai tindak lanjut, temperatur pengoprasian maksimum
pada semua pembangkit tipe Magnox terpaksa diturunkan dengan konsekuensi berkurangnya
kapasitas pembangkitan.

Karena munculnya masalah pada penggunaan baja lunak, semua baja jenis lain juga diperiksa
ulang dan dalam uji-uji korosi yang dipercepat berhasil ditunjukkan bahwa baja dengan 9%
Cr juga menderita oksidasi bobolan, walaupun sesudah waktu yang jauh lebih lama.
Kendatipun demikian, berdasarkan data yang tersedia kemudian, dapat diperkirakan bahwa
pada pipa-pipa ketel akan terjadi kegagalan-kegagalan yang membahayakan. Sesudah
penelitian lebih lanjut yang menghasilkan pemahaman lebih lanjut tentang mekanisme
oksidasi dan ditunjang basis data yang lebih besar, barulah kondisi pengoprasian dapat
ditetapkan untuk mendapatkan umur pakai yang sesuai dengan rancangan.

Mekanisme oksidasi bobolan dalam reaktor-reaktor nuklir tersebut ternyata sangat kompleks.
Oksida pelindung yang terbentuk pada baja feritik terdiri dari dua lapis, keduanya dapat
ditembus oleh gas karbon dioksida pendingin. Lapisan sebelah dalam terbentuk kristal-kristal
kecil yang mengandung kromium dan silikon, jika unsur-unsur ini terdapat dalam baja.
Lapisan sebelah luar memiliki struktur kolom dan terbentuk dari magnetit, Fe 3O4. Dalam hal
ini terjadi kesetimbangan antara karbon dioksida yang merembes masuk dan difusi besi
dalam keadaan padat ke luar yang bertindak sebagai pengendali laju. Karbon dioksida
mengoksidasi besi, suatu reaksi yang menghasilkan karbon monoksida:

3Fe + 4CO2  Fe3O4 + 4CO

Dan diikuti pemisahan karbon :

2CO  CO2 + C

Karbon ini sebagian terlarut ke dalam logam dan sebagian lainnya ke dalam oksida. Apabila
kadar karbon pada oksida sebelah dalam mencapai 10% beratnya, kristal-kristal yang
menyendiri akan terpisah satu sama lain oleh batas butir berupa selaput karbon. Ini
menyebabkan oksida berporidan kehilangan fungsinya sebagai pelindung. Selanjutnya yang
terjadi adalah oksida bobolan. Karena rendahnya kelarutan karbon dalam ferit( < 0,01%)
sebagian besar karbon masuk ke lapisan oksida pada komponen-komponen baja lunak dan
bobolan terjadi sesudah satu hingga lima tahun. Seandainya komponen terbuat dari baja yang
mengandung 9% kromium, karbon yang masuk ke dalam logam yang menggumpal sebagai
kromium karbida. Ini memungkinkan jauh lebih banyaknya karbon yang diserap oleh logam.
Karena itu, lebih lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi karbon kritis
yang memungkinkan bobolnya lapisan oksida. Oksidasi pada baja lunak mengikuti kurva B
dalam gambar5. 3. Tetapi, ada bukti yang menunjukan bahwa dalam kasusu baja dengan 9%
Cr memperlihatkan oksidasi dengan pola seperti kurva A.

5.5.2 Mekanisme Pertumbuhan Selaput Oksida

85
Bagaimana oksigen dan logam bisa bertemu dalam selaput sehingga oksidasi dapat berlanjut.
Seandainya difusi melalui selaput ini tidak terjadi, oksidasi akan berhenti begitu selapis
oksida mono-molekuler terbentuk pada seluruh permukaan.

Oksidasi selalu menyangkut perpindahan ion-ion oksigen dari luar menuju logam melalui
selaput. Pfeil berhasil membuktikan bahwa mekanisme pertumnbuhan oksida pada besi yang
dilapisi kromium.. Sesudah dipanaskan di udara selama beberapa waktu, besi itu tersalut
selapis tebal besi oksida. Tetapi, kromium oksida tetap ada, pada permukaan besi oksida atau
diantara permukaan besi oksida. Posisi kromium oksida pada permukaaan besi dengan jelas
menunjukan bahwa ion-ion besi telah terdifusi keluar untuk membentuk oksida, menembus
lapisan kromium oksida, jadi bukannya ion-ion oksida yang telah terdifusi ke arah dalam.
Sejak itu orang juga berhasil membuktikan bahwa ion-ion tembaga pun terdifusi ke arah luar
ketika membentuk selaput oksida, sedangkan pada zirkonium dan titanium, ion-ion oksida
yang bergerak ke dalam untuk bereaksi pada antarmuka logam/oksida.

Oksida-oksida logam sebagian besar merupakan senyawa-senyawa ionik.pada senyawa ini,


ion-ion logam dan ion-ion oksida tertera dalam baris-baris beraturan menurut kisi kristal
masing-masing. Beberapa oksida yang berlebihan ion-ion logam dan ion-ion itu ditempatkan
pada posisi interstisi. Dalam hal ini oksida disebut bahan tipe-n atau tipe pembawa muatan
negatif. Sementara itu oksida lain ada yang kekurangan ion-ion logam dan tempat-tempat
kosong itu berada di kisikation (ion logam). Oksida ini disebut bahan tipe-p atau tipe
pembawa muatan positif. Contoh oksida tipe-n adalah ZnO, CdO, dan Al2O3, sedangkan
contoh tipe-p adalah Cu2O, NiO, FeO, dan Cr2O3.

Sekarang mari kita pelajari bagaimana difusi unsur-unsur yang berada dapat terjadi melalui
sebuah lapisan seperti Cu2O, yang mungkin diharapkan bertindak sebagi isolator. Gambar
5.4(a) memperlihatkan bagaimana difusi ion-ion tembaga berlangsung. Analisis kimia secara
teliti terhadap tembaga (I) oksida menunjukan bahwa ternyata banyak ion tembaga sedikit
kurang dari yang diharapkan bila dibandingkan dengan rumus kimianya, Cu 2O. Oksida
seperti itu disebut oksida tidak stoikiometrik. Dalam struktur kristal, kekosongan atau
vacancies terdapat pada sub kisi ion tembaga bermuatan tunggal, tetapi karena secara
keseluruhan muatan listrik harus netral, struktur mempunyai ion-ion tembaga bermuatan
ganda dalam jumlah yang cukup. Jumlah kekosongan khususnya lebih besar pada antarmuka
udara/oksida dibanding pada antarmuka logam/oksida. Adanya gradien konsentrasi
kekosongan ini menyebabkan ion-ion tembaga (I) bermigrasi ke arah luar, ke antarmuka
udara/oksida dengan gerak langkah demi langkah seperti dalam gambar 4 (a). Sebaliknya,
kekosongan akan terdifusi ke arah dalam, yaitu ke antarmuka logam/oksida, karena elektron-
elektron bebas tersedia di situ.

Kalu ini merupakan proses satu-satunya, maka logam akan kelebihan elektron.
Bagaimanapun, atom-atom oksigen akan menempel dengan sendirinya ke lapisan permukaan,
sebagaimana tampak pada gambar 4(b), yang kemudian segera menjadi ion-ion oksida:

O2  Cu2+ + e-

86
Reaksi dalam persamaan diatas diperoleh dengan mengoksidasi ion-ion Cu(I) positif pada
permukaan logam sehingga menjadi ion-ion Cu(II):

Cu+  Cu2+ + e-

Gambar 5.5. Diagram skematik untuk mekanisme oksidasi tembaga (a). Difusi ion Cu+ dari
logam antarmuka udara/oksida berjat adanya kekosongan kation. (b). Reaksi molekul oksigen
dengan ion-ion tembaga (I) diantar muka udara/oksida. Reaksi sebuah molekul oksigen
menyebabkan menyatunya kisi dua ion oksida dan teroksidaninya empat ion tembaga (I)
menjadi ion-ion tembaga (II). (c). Difusi muatan pisitif ke arah dalam (elektron ke arah luar)
untuk menetralkan kelebiahn elektron dalam logam.

Elektron-elektron yang ditinggalkan ketika ion-ion Cu+ terdifusi ke luar sekarang dapat
terdifusi untuk memulihkan ion=ion Cu(II) ke keadaan sebagai Cu(I). Proses ini terjadi
secara berantai yaitu sebuah elektron dari ion tembaga(I) yang bersebelahan terdifusi ke
dalam ion tembaga (II) untuk memulihkannya menjadi tembaga (I) kembali :

Cu2+ + e-  Cu+

Akibatnya ion tembaga yang kehilangan elektron, tembaga(I), berubah menjadi ion
tembaga(II).proses berlantai ini berlangsung terus di antara ion-ion yang bersebelahan sampai
elektron yang tersisa dalam logam berhasil melintas antarmuka logam/oksida. Ini setara

87
dengan aliran muatan positif dalam arah yang berlawanan, seperti dalam gambar 5.5 (c).
Mekanisme pertumbuhan retak ini dengan demikian menjadi lengkap.

Mekanisme senacam ini hanya berlaku untuk oksida logam-logam yang valensinya bisa
berubah-ubah, seoerti tembaga dan besi. Aliminium oksida hanya mempunyai sebuah valensi.
Karena itu disebut oksida dengan stoikiometri tetap (fixed). Dalam hal ini, sesuai dengan
harapan, oksidasi berjalan sangat lambat.

Dalam ksida-oksida tipe-n , seperti ZnO, yang kelebihan ion-ion logamnya terdapat pada
pisisi interstisi, disitu harus ada kelebihan elektron untuk mempertahankan keadaan netral.
Gambaran paling sederhana tentang pertumbuhan oksida dalam hal ini dengan demikian
adalah difusi serentak ion-ion seng yang positif dan elektron-elektron yang negatif dalam
arah berlawanan. Ion-ion seng bergerak melaui bagian-bagian yang cacat permukaan sebelah
luar untuk bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan oksida tambahan.

Situasi yang terjadi dalam proses oksidasi analog dengan sel korosi bawah, yaitu terdiri dari
empat komponen, dengan oksida bertindak sebagai :

a. Elektroda untuk oksidasi logam (analog dengan anoda dalam sel korosi basah)
b. Elektroda untuk reduksi oksigen(analog dengan katoda)
c. Penghantar ionik (analog dengan elektrolit)
d. Penghantar elektron (analog dengan rangkaian luar)

Difusi ion ion logam ke arah luar kadang-kadang menimbulkan efek yang luar biasa. Jika
kawat besi dipanaskan pada sekitar 800oC, sebuah selaput oksida terbentuk pada permukaan
luarnya. Ion-ion besi terdifusi ke luar melalui selaput ini, sementara kekosongan terdifusi ke
dalam. Lambat laun, kawat berubah menjadi pipa karena besi berpindah ke permukaan luar
agar dapat bereaksi dengan oksigen. Selama proses ini, seringkali ada oksida yang rontok
sehingga bentuk yang terjadi tidak sempurna walaupun penampang yang dihasilkan masih
tetap berongga. Proses yang sama juga terjadi pada nkel bila dipanaskan di udara pada
1250oC. Meskipun demikian, dalam oksida terhadap kobalt, kobalt oksida pada temperatur ini
lebih lentur dibandingkan nikel oksida, karena itu perlahan-lahan melesak ke dalam renik-
renik dan membentuk oksida padat dengan hanya sedikit lubang-lubang kecil di bagian
tengahnya.

5.5.3 Oksidasi pada Paduan

Pengaruh cacat-cacat kisi pada difusi melalui selaput oksida mengilhami Hauffe dan Wagner
untuk menyusun sederet kaidah yang menyangkut pengaruh penambahan unsur-unsur paduan
terhadap laju oksidasi pada paduan-paduan. Kaidah-kaidah ini dapat dimanfaatkan sebagai
tuntunan umum apabila logam-logam paduan ternyata terdapat dalam selaput oksida logam
induk. Dalam beberapa kasus, tabel ini dapat memperkirakan efek-efek yang tidak
diharapkan tetapi kadang-kadang teramati.

Tabel 2. Efek pemaduan terhadap laju korosi

88
Tipe oksida Valensi unsur paduan Efek Laju oksidasi yang
pambanding logam dikendalikan difusi
utama
Tipe-p Valensi lebih tinggi Menmbah jumlah
kekosongan.
Cu2O Mengurangi jumlah
Bertambah
NiO ion logam utama
FeO yang lebih tinggi
Cr2O3 valensinya
CoO Valensi lebih rendah Mengurangi jumlah
Ag2O kekosongan.
MnO Menambah jumlah
Berkurang
SnO ion logam utama
yang lebih tinggi
valensinya
Tipe-n Mengurangi
konsentrasi ion
e.g logam interstisi. Berkurang
ZnO Menambah jumlah
CdO elektron bebas
Al2O3 Menambah
TiO2 konsentrasi ion
V2O5 logam interstisi. Bertambah
Mengurangi jumlah
elektron bebas

Sebagai conto, penambahan 0,1 persen alumunium kepada seng, yang membentuk oksida
tipe-n, menyebabkan menurunnya laju oksidasi dengan faktor sekitar 100. Hanya dua ion Al 3+
alih-alih tiga ion Zn2+ yang bersekutu dengan tiga ion O2-. Ini menyebabkan tersisanya sebuah
lubang(hole() dalam kisi logam yang ditempati oleh salah satu ion Zn 2+ interstisi. Ion ini
terperangkap dalam lubang tersebut dan dibatasi geraknya dalam proses difusi ion-ion logam
yang melintasi kisi . akibatnya laju oksidasi berkurang.

Di pihak lain, penambahan sejumlah kecil kromium (yang mempunyai valensi lebih besar
dibanding ion nikel) kepada nikel oksida (tipe-p) juga menambah banyaknya kekosongan,
tetapi karena oksida itu sudah kekurangan ion-ion logam, penambahan lubang justru
membuat nikel lebih mudah terdifusi, akibat nya laju oksidasi meningkat.

Jika litium, yang membentuk ion bervalensi tunggal, ditambahkan ke dalam nikel oksida dua
ion Li+ dibutuhkan untuk menggantikan ion Ni2+. Untuk mempertahankan kenetralan, jumlah
tempat kosong dalam kisi dikurangi. Difusi nikel terhindarkan dan laju difusi menurun.

Contoh-contoh ini menggambarkan dua situasi yang istimewa. Litium sebuah logam aktif
dengan hambatan terhadap oksidasi sangat rendah, mengurangi laju oksidasi terhadap nikel
dalam oksigen,. Sedangkan kromium, sebuah unsur tambahan untuk paduan yang terkenal

89
karena hambatannya terhadap oksidasi, malahan meningkatnya laju oksidasi terhadap nikel.
(efek yang belakangan terjadi hanya bila konsentrasi lebih rendah dari 5%. Dengan kromium
diatas 5%, kelarutan ion-ion Cr3+dan kisi NiO terlampaui. Lapisan pelindung Cr 2O3 terbentuk
secara terpisah pada permukaan logam dan menjaga agar laju oksidasi tetap berada pada
tingkat yang sangat rendah, sebagai contoh elemen pemanas listrik dari paduan nikel-
kromium berumur lebih panjang dibanding kawat nikel).

Cara paling efektif untuk mengendalikan oksidasi terhadap besi dan baja adalah membentuk
lapisan permukaan yang mantap dari oksida salah satu unsur paduan ini menghalangi difusi
ion-ion besi dan elektron-elektron, sehingga laju oksidasi menurun. Sebuah kerak berlapis
tiga yang kompleks terbentuk pada permukaan besi bila dipanaskan di udara pada temperatur
diatas sekitar 500oC. Lapisan paling dalam, FeO, merupakan lapisan paling tebal. Dua lapisan
diatasnya berturut-turut adalah Fe3O4 dan Fe2O3. Kromium dan aluminium adalah unsur
paduan tambahan paling efektif untuk membentuk kerak mantap pada baja. Perlindungan
tambahan dapat diberikan dengan menambahkan nikel, silikon, dan beberapa unsur tanah
jarang seperti itrium ke paduan besi/kromium.

Paduan Fe dengan 9% Al lebih baik hambatan terhadap oksidasinya dibanding paduan 20%
Cr dan 80 Ni, tetapi paduan besi-alumunium buruk sifat mekaniknya, sehingga tidak
memenuhi sarat untuk digunakan sebagai bahan rekayasa. Sampai batas tertentu, ini dapat
diatasi dengan membentuk lapisan luar yang kaya aluminium pada besi dan baja melalui
proses yang disebut calorizing. Tambahan kromium memberikan hambatan yang baik
terhadap oksidasi pada besi dan baja. Kromium memperkaya lapisan paling dalam pada
selaput besi oksida, bahkan sering membentuk lapisan kromium oksida tepat dibawah besi
oksida. Lapisan-lapisan ini lebih tahan terhadap difusi ion atau elektron ketimbang lapisan
besi oksida saja, sehingga laju oksidasi berkurang. Paduan-paduan besi-kromium yang
mengandung 4 – 9% kromium digunakan sebagai bahan tahan oksidasi di berbagai bidang,
termasuk instalasi pengolahan minyak. Paduan-paduan dengan 12% kromium merupakan
bahan yang baik untuk sudu-sudu pada turbin, sedangkan yang mengandung 30% kromium
digunakan dalam industri kimia dan untuk instalasi perlakuan panas serta tanur. Kalau
dibubuhi lagi dengan silikon, nikel, dan itrium, paduan kaya kromium ini cocok untuk katup-
katup pada motor bensin dan komponen-komponen lain yang beroperasi pada temperatur
tinggi dalam lingkungan agresif. Paduan-paduan besi-aluminium digunakan sebagai winding
(lilityan pemancar panas) dalam tanur-tanur listrik dan bisa berumur panjang asalkan
dilindungi dari kejutan atau benturan mekanik.

5.5.4 Korosi panas

motor turbin gas telah berkembang dengan pesat, namun prinsip kerjanya tetap sama. Untuk
ringkasnya, motor turbin gas menghirup udara dari atmosfer, mencampurnya dengan bahan
bakar, kemudian menempatkan dan membakar campuran tersebut. Proses ini menghasilkan
gas dengan temperatur antara 730 dan 1730oC. Sebagian kecil gas panas itu menggerakan
turbin sehingga kompresor tetap bekerja. Sedangkan sisanya digunakan untuk menghasilkan
gaya dorong, dalam turbojet atau daya kuda poros dalam motor turboshaft.

90
Walaupun prinsip kerja motor turbin gas belum berubah, penyempurnaan unjuk kerjanya bisa
meningkat dengan pemakaian bahan bakar telah berkurang sampai sepertiga dari yang
dibutuhkan dalam motor-motor jet pertama. Sementara itu nisbah daya dorong terhadap berat
telah menjadi tiga kali lipat dan selang waktu antara saat turun mesin bertambah 100 kali
lipat. Ini hanya dimungkinkan berkat kemajuan teknologi bahan yang menyebabkan berat
berkurang banyak sekali dan mampu dioperasikan dalam temperatur yang jauh lebih tinggi.
Pada tahun 1987, segi keselamatan dalam industri kedirgantaraan tidak perlu diragukan lagi,
dan ini merupakan prestasi yang hanya dengan melalui pemeriksaan dan prosedur perawatan
yang sangat teliti. Jarang sekali kecelakaan besar secara langsung disebabkan oleh kegagalan
korosi temperatur tinggi dalam motor penggerak pesawat. Namun demikian, pengaruh korosi
temperatur tinggi terhadap umur mesin dan selang waktu antara saat turun mesin sungguh
tidak sedikit.

Pada masa sekarang, masih ada satu masalah yang harus dihadapi berkaitan dengan
pengoprasian turbin gas dalam lingkungan laut. Masalh ini dikenal sebagai korosi panas (hot
corrosion). Korosi panas adalah kombinasi antara oksidasi dan reaksi-reaksi dengan belerang,
natrium, vanadium, dan pengotor-pengotor lain yang terdapat, baik diudara yang dihisap
maupun dalam bahan bakar. Korosi ini menghasilkan oksida tidak-protektif pada permukaan
sudu yang menggantikan oksida protektif dari kromium atau aluiminium. Korosi panas dapat
sangat mengurangi umur sudu-sudu turbin dan dapat menyebabkan kegagalan mesin,
walaupun dengan prosedur pemeriksaan yang teliti dan teratur kemungkinan dapat dikurangi.

Turbin-turbin gas pada pesawat sipil yamng terbang tinggi atau tidak melintasi laut biasanya
tidak akan menderita korosi panas, karana itu terutama dirancang untuk memiliki kekuatan
mekanik yang baik dan tahan creep serta oksidasi. Ini paling terpenuhi bila yang digunakan
adalah paduan dengan kandungan kromium rendah tetapi banyak aluminiumnya. Aluminium
membentuk oksida yang menjadi penghalang efisien terhadap oksidasi selanjutnya.

Jika udara yang dihisap sarat dengan garam laut dan lembab sekali. Suatu kondisi yang ideal
untuk korosi panas, akibatnya perlindungan yang diberikan oleh aluminium oksida menjadi
kurang berarti

BAB VI
PROTEKSI KOROSI DENGAN METODE PENGUBAHAN MATERIAL, PERANCANGA

91
Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses pengendalian korosi dengan metoda
pengubahan material,perancangan peralatan atau pengubahan medium korosi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengendalian korosi dengan pemutusan material
dengan lingkungan menggunakan pelaisan logam,pemberian lapisan organik dan
anorganik.

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan cara atau metoda pengubahan
material,menentukan atau memilih penggunaan jenis material untuk lingkungan
tertentu, aspek perancangan untuk suatu komponen atau struktur.
2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskanjenis=jenis inhibitor untuk pengubahan
dalam suatu lingkungan,penggunaan inhibitor dalam sistem pendingin atau sistem
generator.

6.1 Pendahuluan
Proses korosi merupakan turunan mutu material, khususnya logam, akibat interaksi
dengan lingkungannya atau proses elektrokimia, yaitu terjadi reaksi anodik dan katodik
secara bersamaan. Dengan demikian, proses korosi melibatkan tiga hal, yaitu material,
lingkungan, dan interaksi. Oleh karena itu, proteksi atau pengen dalian korosi juga
melibatkan tiga hal tersebut, yaitu menekan laju reaksi anodik dan katodik, mencegah kontak
langsung antara material dengan lingkungan dan pengubahan material. Metode proteksi atau
pengendalian korosi yang dapat dilakukan adalah:
 pemilihan material yang tahan terhadap lingkungan tertentu dan perancangan
 pengubahan lingkungan yang korosif, yaitu dengan memberikan inhibitor
 pemutusan material dengan lingkungan menggunakan lapisan material seperti pelapisan
logam, pemberian lapisan organic (pengecatan) dan anorganik (pembentukan lapisan
pasif atau oksida)
 pengubahan potensial elektroda logam dengan metoda proteksi katodik dan anodik.

Berdasarkan keempat metoda tersebut, bagian ini hanya menguraikan pengubahan atau
pemilihan material dan perancangan serta metoda pengubahan lingkungan korosif, sedangkan
metoda proteksi korosi dengan memberikan lapisan pelindung dan pengubahan potensial
elektroda logam akan dibahas pada bagian atau bab selanjutnya.

6.2 Pengubahan Material


Ketahanan korosi suatu material logam dapat dilakukan dengan metoda pengubahan,
antara lain:
 komposisi logam yang dilakukan dengan penambahan unsure paduan atau perlakuan
pemurnian.
 struktur logam dengan perlakuan panas

92
 kondisi tegangan logam secara perlakuan panas atau pendinginan

6.2.1 Penambahan Unsur Paduan


Penambahan unsure paduan untuk proteksi korosi logam dapat dilakukan dengan
beberapa metoda berikut.
 Pasivasi, misalnya menambahkan unsure krom (Cr) < 1%, nikel (Ni) dan
molybdenum (Mo) pada stainless dan baja tahan asam.
 Pemfasilitasi pasivasi di katodik, misalnya menambahkan tenaga (Cu), perak (Ag),
palladium (Pd) atau platina (Pt) pada baja tahan asam; palladium dan platina pada
titanium, platina, dan perak pada zirconium, nikel pada aluminium (Al).
 Netralisasi, misalnya titanium (Ti), timah hitam (Pb), dan tantalum (Ta) sebagai
stabilisator pembentuk karbida pada baja stainless austenite, mangan (Mn), dan
tembaga (Cu) untuk menetralkan belerang (S) pada baja, magnesium (Mg), dan
mangan (Mn) untuk menetralkan Fe dan Si pada logam aluminium.
 Pembentukan oksida, misalnya Cr, Al, dan Si pada baja tahan panas; Al, Be, dan Mg
pada tembaga untuk memperbaiki ketahanan oksidasi
 Perbaikan oksida bertujuan untuk memperkecil terjadinya cacat kristal mnurut aturan
valensi Hauffte, misalnya litium (Li) pada nikel dan Al pada seng
 Inhibisi, misalnya arsen (As) atau antimony (Sb) pada kuningan untuk mencegah
terjadina dezincfikasi.

Pemurnian logam berfungsi untuk menaikkan ketahanan korosi yang dpat melibatkan
pemurnian belerang (S) dan fosfor (P) pada berbagai jenis baja, misalnya karbon pada baja
stainless; Fe, Si, dan Cu pada aluminium. Pengaruh unsure paduan terhadap sifat baja karbon
dapat diuraikan sebagai berikut.
 Karbon (C) dengan unsure lain membentuk senyawa karbida kecuali dengan Ni dan
Mn. Senyawa karbida yang terbentuk ini memberikan sifat yang keras tetapi getas,
tahan gesekan, dan tahan terhadap temperatur.
 Krom (Cr) akan menaikkan kekuatan tarik dan plastisitas, menambah kekerasan,
meningkatkan ketahanan logam terhadap korosi, dan ketahanan logam terhadap
temperatur tinggi.
 Wolfram (W) dengan karbon membentuk senyawa karbida yang keras dan tahan
terhadap temperatur tinggi dan banyak digunakan pada baja perkakas dan baja
pemotong cepat.
 Wolfram (W) dan molybdenum (Mo) bertujuan untuk menaikkan kekerasan dan
kekuatan terutama pada temperatur tinggi.
 Mangan (Mn) bertujuan untuk menaikkan kekerasan, keuletan, dan kekuatan.
 Silikon (Si) bertujuan untuk menaikkan kekuatan elastisitas, menambah ketahana
terhadap asam pada temperatur tinggi dan memperbaiki ketahanan terhadap listrik.
 Nikel (Ni) bertujuan untuk menaikkan sifat mekanis, keliatan, dan mampu pengerjaan
keras, mengurangi sifat magnit, tahan terhadap asam dan menurunkan koefisen muai.

Secara mekanis, pengaruh pengaruh unsur paduan terhadap kekerasan baja karbon dapat
ditunjukkan seperti gambar 6.1. berikut.

93
Gambar 6.1. Pengaruh Unsur Paduan terhadap Kekerasan Baja Karbon

6.2.2 Perlakuan Panas dan Pendinginan


Perlakuan panas (heat treatment) berfungsi menaikkan ketahanan korosi. Perlakuan
panas dilakukan untuk mengubah struktur paduan yang melibatkan proses anil yang bertujuan
untuk melarutkan fasa kedua (senyawa intermetalik atau karbida) dan pendinginan cepat
(quenching). Eliminasi tegangan tekan (tensile stresses) yang berfungsi mengurangi resiko
Stress corrosion cracking (SSC) atau Hidrogen Induced Cracking (HIC), dapat dilakukan
dengan proses Stress Relief Annealing. Kondisi anil (suhu, waktu) harus sesuai dengan
kondisi pabrik tanpa mengurangi kekuatan. Hasil tgangan tekan pada permukaan lapisan
material terhadap korosi tegangan (SSC) dan korosi celah (Corrosion fatigue). Hal tersebut
dilakukan untuk mengenal tegangan tekan atau mengurangi tegangan tarik oleh berbagai
perlakuan mekanik seperti pengerolan.

6.2.3 Latihan
Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas.
1) Jelaskan metoda yang digunakan untuk menambah unsur paduan! (4 buah)
2) Jelaskan pengaruh unsur penambahan unsur C, Ni, Cr, Mn, Si, dan W pada baja
karbon!
3) Sebutkan tujuan perlakuan panas pada logam!
4) Mengapa tegangan tekan perlu diperkecil? Jelaskan!

6.3 Perancangan
Pengendalian atau proteksi korosi diawali dari perancangan. Tugas utama perancang atau
pakar konstruksi, antara lain adalah:
 menghasilkan suatu rancangan dengan asumsi berfungsi fabrikasi dan sifat mekanik
(kekuatan dan keuletan)
 melibatkan proteksi korosi dengan asumsi konstruksi mengalami korosi merata

94
Biaya konstruksi hendaknya memperhitungkan segi biaya, antara lain:
 biaya perawatan setiap bagian
 biaya pengecatan kembali

Seorang perancang dalam pekerjaannya harus menekankan tahapan berikut:


 penentuan pengetesan awal
 pemilihan material konstruksi dan perlakuan permukaan yang sesuai atau proteksi korosi
lainnya
 pelaksana kerja seorang perancang yang baik

6.3.1 Penentuan Dasar Pengetesan Awal


Perhitungan umur suatu konstruksi, tegangan mekanik akan dipengaruhi oleh
pemilihan material, perlakuan permukaan atau metoda proteksi korosi yang lain, dan untuk
kerja seorang perancang yang baik.
Pertanyaan berikut dapat memberikan gambaran kepada perancang sebelum melakukan
tugasnya.
1) Dimana konstruksi akan dipergunakan?
2) Berapa usia atau umur konstruksi diperlukan?
3) Apakah konstruksi perlu perawatan?
4) Apakah kondisi lingkungan korosif atau tidak?
5) Tipe korosi apa yang mungkin terjadi?
6) Mungkinkah terjadi korosi lelah (fatiq) atau korosi tegangan (SSC)?
7) Bagaimana kondisi maksimum di lapangan, suhu tinggi, tekanan tinggi, kecepatan
aliran air atau siklus udara tinggi?

Untuk konstruksi di atmosfer, lokasi geografik memberikan indikasi yang penting, yaitu
bagaimana masalah korosi telah terjadi secara serius, misalnya daerah pedesaan, dekat pantai
(laut) atau perkotaan. Korosi terburuk terjadi di daerah industri. Korosivitas lingkungan naik
dengan cepat oleh keasaman, kandungan garam dalam cairan, misalnya daur ulang air dingin,
kandungan debu dan korosivitas gas tinggi (SO2, SO3, Cl2, dan HCl) di atmosfir. Limpahan
variasi cairankorosif pada konstruksi sering menaikkan masalah korosi. Pelumas oli, solar,
dan produk petroleum, kadang-kadang menyebabkan korosi langsung, tetapi pengecatandan
pembersih vernish sering berbahaya karena hal ini dapat menyebabkan korosi tidak langsung.

6.3.2. Pemilihan Material


Seorang perancang akan memilih material untuk dijadikan komponen atau struktur. Ia
perlu mempertimbangkan sejumlah factor lain di samping ketahanan material terhadap
korosi. Gambar 6.2 menunjukkan sebuah skema yang tepat untuk pemilihan bahan atau
material.

Biaya Ketersedia Sifat

95
Bahan Pemesanan Mekanik:
mentah pengiriman Kekerasan, creep,
kuantitas dari pabrik lelah, kekakuan,
kompresi, shear,
tumbukan,
kekuatan tarik,

Biaya produksi:
kemampuan
Ketersediaan di
dilas, dibentuk, Fisik: kerapatan,
site
diproses dengan elektrik,
mesin, tenaga magnetik,
Peralatan yang
kerja kehantaran

Umur Ukuran
pelayan Sifat kimia:
yang ketahanan
terhadap korosi

Pemilihan Bahan yang Tepat

Gambar 6.2. Skema Proses Pemilihan Bahan

Baja karbon rendah akan mengalami korosi di hamper semua lingkungan atmosfer
bila kelembaban relative melebihi 60%. Apabila butir-butir air terbentuk di permukaan logam
atau material akan menyebabkan kecenderungan korosi di tempat tersebut. Korosi suatu
logam dipengaruhi oleh faktor lingkungan,seperti kandungan oksigen, pH lingjungan dan
hadirnya ion agresif, terutama oksida belerang dan ion klorida. Faktoe yang dapa
mempengaruhi korosi baja di air laut dapat dilihat pada Tabel 6.1. berikut

Tabel 6.1. Karakteristik Korosi Baja Karbon Rendah di Lingkungan Air Laut

96
6.3.3. Pemilihan Perlakuan Permukaan atau Proteksi Lain
Konstruksi yang baik memerlukan beberapa perlakuan permukaan. Perlakuan
permukaan ini bertujuan untuk estetika (keindahan) dan proteksi terhadap korosi. Oleh karena
itu, seorang perancang perlu mengetahui prinsip perlakuan permukaan.
Pertanyaan berikut dapat membantu perancang untuk merancang konstruksi.
1) Perlukah konstruksi dicat, diaspal, dilapisi karet atau logam?
2) Perlukah pada konstruksi dilakukan perawatan dan perawatan yang mungkin
dilakukan adalah perlakuan permukaan?
3) Berapa pengecatan atau pelapisan (coating) prmukaan yang direncanakan?
4) Apakah bebas memilih metoda pembersihan awal, metoda aplikasi, dan waktu
pengeringan coating?
5) Perlukan toleransi khusus atau pembatas yang telah dipikirkan?
6) apakah perlu menggunakan proteksi katodik atau inhibitor sebagai alternatif coating
protektif?

6.3.4. Latihan

97
Kerjakan pertnyaan berikut dengan singkat dan jelas!
1) Sebutkan tugas seorang perancang!
2) Apa yang dilakukan seorang perancang konstruksi pada langkah awal? Sebutkan!
3) Faktor apasaja yang menjadi pertimbangan seorang perancang dalam mengambil
keputusan?
4) Mengapa seorang perancang dalam membuat konstruksi perlu melakukan pemilihan
material yang digunakan? Jelaskan!
5) Mengapa seorang perancang perlu mengetahui metoda perlakuan permukaan logam?

6.4. Aspek Perancangan


Untuk menghasilkan suatu perancangan yang baik, maka diperlukan pelaksanaan
kerja yang baik dan teliti. Aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan suatu komponen
atau struktur, antara lain adalah:
 lingkungan
 sel korosi yang disebabkan oleh dua logam
 sel aerasi-diferensial
 sistem tangki dan perpipaan

6.4.1. Lingkungan
Komponen atau struktur akan menghadapi berbagai jenis lingkungan, baikselama
pembuatan, pemindahan, dan penyimpanan maupun penggunaannya. Komponen atau sruktur
yang bersifat mobil akan selalu berada pada lingkungan yang sering berubah. Kondisi
lingkungan yang menjadi faktor penentu perancangan antara lain adalah:
a. kelembaban relatif
b. suhu
c. pH lingkungan
d. konsentrasi oksigen
e. bahan pengotor padat atau terlarut
f. konsentrasi elektrolit
g. laju alir elektrolit

6.4.2. Sel Korosi Dwi Logam


Penggabungan dua logam tidak sejenis akan menimnulkan korosi galvanik, karena itu
harus dihindari. Pada kenyataannya, penggabungan dua logam tidak sejenis tidak dapat
dihindari, maka seorang perancang harus memanfaatkan deret galvanik, supaya korosi yang
ditimbulkan dapat diminimalisir.

Cara yang mungkin dapat dilakukan adalah sebagi berikut:


a. Anoda harus selalu diusahakan sebesar mungkin pada bagian tertentu agar kerapatan
arus sekecil-kecilnya.
b. Bila elektrolit mengalir melalui sistem, anoda harus tetap berada lebih reaktif
dibandingkan katoda untuk mencegah pertukaran ion yang menyebabkan kerusakan
logam pada anodal secara lokal.

98
c. Elektrolit dimodifikasi agar tidak terlalu agresif
d. Pada sambungan dua logam tidak sejenis diisolasi dari larutan elektrolit atau kedua
logam diisolasi agar tidak terjadi loncatan electron.

6.4.3. Sel Aerasi-Diferensial


Sel aerasi diferensial terbenuk akibat perbedaan kandungan oksigen di dalam
elektrolit. perbedaan kandungan oksigen dapat berkembang di daerah yang bersentuhan
dengan permukaan. Oleh karena itu, permukaan yang mengalami kontak langsung dengan air
atau udara harus dilindungi dengan cat atau sistem proteksi katodik. Pembentukan sel aerasi
diferensial yang dapat menimbulkan kerusakan terbesar diantaranya adalah seperti berikut
ini.
1) Celah-celah
Bila dua permukaan logam dipisahkan oleh suatu celah sempit, maka di tempat tersebut
dapat terbentuk sel aerasi diferensial. Butiran air masuk ke dalam celah, air bersentuhan
dengan udara, akibatnya tempat yang jauh dari udara kekurangan oksigen dan terjadi korosi.
Celah biasanya terbentuk pada sambungan yang dilas, di bawah lempengan sambungan yang
menggunakan baut, paku keeling, dan pelat logam yang dipasang bersusun atau berlapis-
lapis. Cincin karet penyekat pada poros baja tahan karat juga dapat menimbulkan korosi
celah.
Beberapa aspek baik dan buruk dalam perancangan yang berhubungan dengan
kemungkinan terbentuknya celah dapat dilihat pada Gambar 5.3, 5.4, 5.5,5.6 yang
berhubungan dengan kasus berikut ini.
 Metoda penyambungan dua lempeng logam
 Pengelingan dua pelat vertical
 Sambungan bertepi lengkung berpeluang menjadi perangkap air
 Pelipatan atau penekukan lembaran baja
 Penataan geometri yang benar untuk meniadakan terbentuknya celah

Gambar 6.3. Metoda penyambungan dua lempeng logam

99
Gambar 6.4. Pengelingan dua pelat vertical

Gambar 6.5. Sambungan bertepi lengkung berpeluang menjadi penangkap air

Gambar 6.6. Penataan geometric yang benar

100
Serangan korosi celah banyak dijumpai pada kendaraan bermotor dan merupakan
pembatas umur kendaraan. Korosi celah terjadi pada lipatan, sudu-sudut blok mesin, bagian
bawah pintu, di balik tepian kaca, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat
contoh korosi yang terjadi di bawah pintu mobil pada gambar 5.7 berikut.

Gambar 6.7. Korosi dari dalam keluar dari sebuah kendaraan

2) Perangkap Kotoran
Kotoran akan menahan air, misalnya lumpur atau produk korosi. Kotoran atau produk
korosi tersebut dapat masuk membentuk sel aerasi diferensial. Korosi yang terjadi tidak
kelihatan karena tertutup oleh kotoran yang membentuk kerak di permukaan logam. Untuk
menghindari terbentuknya hal ini, maka pembuatan sudut perlu dirancang sedemikian rupa
agar kotoran tidak menumpuk. Misalnya pembundaran sudut-sudut dan tepi-tepi bagian
dalam, sehingga mempermudah pembersihan an pengaliran air. Hal ini akan memperkecil
resiko korosi. Gambar 6.8. menunjukkan sudut lengkung lebih terawat dibandingkan sudut
siku-siku.

Gambar 6.8. Bentuk Sudut

3) Pengaliran Air

101
Apabila hujan gerimis atau percikan air jatuh di atas permukaan logam yang tidak
terlindungi akan terlihat bercak-bercak karat setelah air menguap. Hal ini disebabkan ion besi
(II) di anoda bereaksi dengan ion hidroksil yang dibangkitkan di daerah katoda. Untuk
menghindari hal tersebut diperlukan permukaan logam yang tetap kering dan bersih dari
kotoran. Hal ini dapat dihasilkan bila pengaliran air atau drainase dan vntilasi udaranya baik.
Suatu kerangka berpenampang persegi tidak boleh menghambat aliran air, sehingga tidak
terjadi genangan air. Untuk itu, bagian permukaan atau tepi bagian lubang drainase harus
ditutup dengan lapisan pelindung yang mampu menahan logam terhadap serangan korosi.
Selain itu, ventilasi yang cukup sangat membantu permukaan logam cepat kering. Oleh
karena itu, perancangan konstruksi untuk aliran air harus membuat air dapat mengalir dengan
baik dan permukaan cepat kering. Suatu contoh perancangan dan peletakan suatu konstruksi
logam yang baik dan buruk ditunjukkan pada Gambar 6.9.

Gambar 6.9. Sistem Pengeringan dan Ventilasi yang Baik dan Buruk

6.4.4. Sistem Tangki dan Pipa


Dalam merancang sistem tangki dan pipa untuk penyimpanan dan pengangkutan
elektrolit perlu memperlihatkan faktor berikut.
 Kemungkinan terjadinya sel galvanik dan sel aerasi diferensial
 Penempatan keran pengeringan
 perancangan lekukan
 Metoda penyambungan pipa

Contoh perancangan sistem tangki dan pipa yang baik atau buruk ditunjukkan pada Gambar
6.10 dan 6.11.

102
Gambar 6.10. Rancangan Bentuk Sambungan Pipa

Gambar 6.11. Rancangan Sambungan Tangki

6.4.5. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut ini.
1) Sebutkan aspek lingkungan yang perlu diperhatikan oleh seorang perancang
konstruksi!
2) Mengapa deret galvanik diperlukan untuk merancang suatu konstruksi?
3) Berilah penjelasan terbentuknya sel aerasi diferensial!
4) Gambarkan suatu cara penyambungan dua logam yang baik!
5) Apa yang perlu diperhatikan dalam merancang pipa dan tangki penampungan?
6) Berilah contoh tempat terjadinya sel aerasi diferensial pada suatu peralatan!

6.5. Pengambilan Bahan Korosif


Bahan korosif dalam suatu lingkungan dapat diambil dengan beberapa cara atau
metoda berikut ini.
 Mengeliminasi oksigen dari air dengan evakuasi, penjenuhan nitrogen, atau penambahan
(adisi) oksigen scavangers seperti sulfit atau hidrazin. Sulfit atau hidrazin berfungsi
mengambil oksigen terlarut dalam boiler (oxygen scavangers) menurut reaksi:
SO32- + O2  SO42-
Hidrazin (N2H2) + O2  N2 + 2H2O

103
Hidrazin dapat juga teroksidasi dan tereduksi menjadi nitrogen (N 2) dan amoniak NH3
menurut reaksi : 3 N2H2  N2 + 4NH3
Penggunaan hidrazin dalam boiler mencapai 100 mg/l
 Mengeliminasi asam dalam air dengan cara netralisasi, misalnya dengan penambahan
soda
 Mengeliminasi garam dari air dengan cara penukar ion
 Mengeliminasi air dari udara dengan dehumidifikasi, misalnya penggunaan kotak berpori
yang berisi silica gel dalam bungkus, dalam peralatan dan dalam bagian tertutup. Cara ini
biasanya dilakukan untuk penyimpanan peralatan militer seperti senjata dan peralatan
logam lainnya.
 Menurunkan humiditas relative di sekeliling udara dengan cara menaikkan suhu,
misalnya 6-7°C di atas suhu ruang penyimpanan.
 Mengeliminasi partikl padat dari air atau udara dengan filtrasi, seperti filtrasi asap rokok.

Latihan
Jawablah pertanyaan berikut!
1) Jelaskan cara mengikat oksigen di dalam larutan aqueous!
2) Jelaskan cara mengambil partikel di udara!
3) Jelaskan cara mengaluarkan air dalam udara!

6.6. Penambahan Bahan Penghambat Korosif (Inhibitor)


Inhibitor adalah suatu zat yang dalam jumlah kecil ditambahkan dalam medium
korosif untuk menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat reaksi anodik atau katodik.
Berdasarkan reaksi yang dihambat, maka inhibitor dibedakan menjadi:
 inhibitor anodik, yaitu inhibitor yang dapat menaikkan polarisasi anodik atau
menggerakkan potensial korosi ke arah negatif
 inhibitor katodik, yaitu inhibitor yang dapat menggerakkan potensial korosi ke arah
negatif
 inhibitor campuran, yaitu suatu penggabungan inhibitor anodik dan katodik

Untuk memperjelas jenis inhibitor tersebut secara teoritis dapat ditunjukkan seperti gambar
6.12 berikut.

104
Log (i) Log (i) Log (i)
a. b. c.

Gambar 6.12. Jenis inhibitor (a) Inhibitor Anodik, (b) Inhibitor Katodik, (c) Inhibitor
Campuran

6.6.1. Inhibitor Anodik


Inhibitor anodik adalah suatu anion bermigrasi ke permukaan anodik dn membantu
proses pasivasi selanjutnya dengan oksigen terlarut. Inhibitor anodik dapat merupakan
inhibitor anorganik seperti ortofosfat, silikat, nitrit, kromat, dan benzoate. Inhibitor
anorganik ini dapat dibedakan menjadi:
 inhibitor oksidator, seperti kromat dan nitrit
 inhibitor non oksidator, seperti boraks, fosfat dan silikat
Inhibitor oksidator dapat efektif tanpa oksigen, sedangkam inhibitor non oksidator
hanya efektif dengan adanya oksigen terlarut.
Inhibitor anodik ini merupakan inhibitor yang sangat efektif dan secara luas
digunakan, tetapi jenis inhibitor ini mempunyai sifat yang tidak diinginkan, yaitu bila
kandungan atau konsentrasi inhibitor tidak cukup melapisi semua permukaan anodik,
sehingga mengakibatkan terjadinya korosi sumuran (pitting). Dengan demikian, inhibitor
anodik seringditunjuk sebagai inhibitor yang berbahaya. Pengaruh konsentrasi inhibitor
terhadap korosinya dapat ditunjukkan seperti Gambar 6.13. berikut.

Log (i)

Gambar 6.13. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Anodik

Beberapa contoh inhibitor anodik


a. Ortofosfat
Penambahan ortofosfat (Na2HPO4) ke dalam air akan menaikkan alkalinitas, tetapi
juga efektif dalam pembentukan film protektif jika air mengandung kesadahan
kalsium yang cukup. Film protektif ini terutama mengandung kalsium karbonat dan

105
besi oksida serta sedikit fosfat. Hal ini menjelaskan bahwa fosfat di dalam air lunak
tidak berpengaruh jika tidak ada penambahan soda.

b. Benzoat
Benzoat merupakan inhibitor non oksidator dan dikelompokkan sebagai inhibitor
anodik. Inhibitor in tidak termasuk berbahaya, karena dengan konsentrasi yang cukup
kecil mempunyai pengaruh yang tidak merugikan. Inhibitor ini, biasanya digunakan
bersama dengan natrium nitrit untuk memproteksi bagian mesin terhadap aliran air.

c. Silikat
Natrium silikat mempunyai komposisi Na2O.2SiO2 dan digunakan sebagai inhibitor
dalam air. Silikat berfungsi ganda,yaitu sebagian silikat bertindak sebagai alkali dan
sebagian lagi berfungsi sebagai inhibitor anodik. Inhibitor ini dalam air berupa koloid
dengan tipe (mSiO2.nSiO3)2n- yang terbentuk oleh hidrolisis dalam larutan aqueous.
Kemungkinan anion ini bermigrasi secara elektroforetik menuju permukaan anoda,
seperti fosfat untuk membentuk film protektif.

d. Kromat
Beberapa senyawa kromat seperti Na2CrO4 atau K2CrO4 merupakan inhibitor
oksidator, sehingga penambahan inhibitor ini membentuk lapisan pasif, yang
mengandung Cr2O3. Inhibitor kromat merupakan inhibitor yang sangat efektif dalam
air dan sangat cocok untuk memproteksi logam baja dan tembaga (Cu).

e. Nitrit
Ortofosfat dan Silikat merupakan inhibitor yang efektif dalamair yang mengandung
kesadahan kalsium (air sadah). Dalam air lunak, inhibitor yang efektif adalah inhibitor
nitrit dan kromat. Nitrit merupakan oksidator, sehingga produk korosinya merupakan
senyawa dengan bilangan oksidasi tinggi, karena senyaea ini mempunyai kelarutan
lebih rendah dan membentuk film protektif lebih mudah. Biasanya, penggunaan
inhibitor ini dicampur dengan inhibitor lain seperti benzoate dan fosfat.

Konsentrasi inhibitor untuk kebutuhan praktis adalah 1 gpl (gram per liter). Natrium
benzoate memerlukan konsentrasi lebih tinggi yaitu 10-15 gpl. Pengaruh konsentrasi
beberapa inhibitor dapat ditunjukkan pada gambar 6.14.

106
Gambar 6.14. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor

6.6.2. Inhibitor Katodik


Inhibitor katodik merupakan kation yang bermigrasi ke permukaan katodik dan
diendapkan secara kimia atau elektrokimia dan mengisolasi permukaan ini, sehingga
menghalangi pembebasan gas hydrogen di permukaan katodik. Reaksi katodik di
lingkungan netral, adalah:
2H2O + O2 + 4e = 4OH-
Pada reaksi ini, inhibitor bereaksi dengan ion hidroksil menghasilkan senyawa yang
mengendap di permukaan katoda, sehingga menyelimuti katoda dari elektrolit dan
mencegah masuknya oksigen. Inhibitor yang banyak digunakan untuk tipe ini adalah
larutan garam seng dan magnesium yang membentuk hidroksida tidak larut, kalsium yang
menghasilkan karbonat dan polifosfat.
Reaksi katodik di lingkungan asam:
2H+ +2e = H2
Pembentukan gas hydrogen dapat dikendalikan oleh peningkatan sistem seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6.15.

Log (i)
Gambar 6.15. Polarisasi Katodik

107
Garam logam seperti As, Bi, dan Sb ditambahkan untuk membentuk selaput hydrogen
teradsorpsi pada permukaan katoda. Senyawa ini beracun, sehingga dikembangkan
senyawa organic yang memungkinkan atom hydrogen terdifusi dalam baja dan
menyebabkan penggetasan oleh hydrogen.

Beberapa contoh inhibitor katodik, adalah sebagai berikut:


a. Arsen (As3+), antimon (Sb3+), dan fosfor (P)
Arsen sebagai inhibitor terjadi mekanisme sebagai berikut
AsO+ + 2Hads + e = As + H2O
Hads dari H+ + e = H ads
H ads + H+ + e = H2
As2O3 + 6 H ads = 2As + 3H2O
Apabila atom hydrogen adsorpsi terdifusi melalui kisi kristal akan menyebabkan
korosi yang sering disebut kerusakan akibat serangan hydrogen (Hidrogen Induced
Cracking = HIC).
b. Kation positif dari logam divalent seperti Zn2+, Pb2+, Fe2+
Ion seng (Zn2+) dengan anion akan membentuk endapan di daerah katodik yang
berupa jelatin, sebagai seng hidroksida [Zn(OH) 2]. Apabila lapisan ini kurang merata,
maka akan menyebabkan korosi. Oleh karena itu untuk mendapatkan endapan yang
lebih keras, merata dan tidak berbentuk jelatin, maka perlu ditambahkan zat yang
berfungsi sebagai dispersan.
c. Air sadah mengandung kalsium bikarbonat [Ca(HCO3)2]. Apabila dalam air sadah
ditambahkan seng sulfat (ZnSO4), maka akan terbentuk lapisan tipis yang protektif
dari CaCO3 dan Zn(OH)2.
d. Soda
Air sadah adalah kurang korosif daripada air lunak. Hal ini diharapkan pengendapan
(deposisi) dari air sadah meupakan campuran dari CaCO 3 dan karat. Oleh karena itu,
untuk air lunak perlu dialirkan melaui penyaring soda atau kapur dengan hati-hati,
sehingga kation bermigrasi dan diendapan sebagai karbonat di permukaan logam
katodik.

e. Polifosfat
Secara umum, air boiler mengandung polifosfat. Polifosfat ini dapat berfungsi sebagai
inhibitor katodik. Senyawa polifosfat yang berupa kation berbentuk koloid sebagai
(Na5CaP6O18)n+ dan di katodik membentuk lapisan yang tebal. Air yang mengandung
kalsium (air sadah) ditambahkan inhibitor polifosfat untuk mencegah terbentuknya
kerak karbonat yang tebal pada perpindahan panas permukaan.

6.6.3. Inhibitor Organik


Bekerjanya inhibitor organic umumnya teradsorpsi di permukaan logam dengan
membentuk ikatan koordinasi antara senyawa inhibitor dengan ion logam yang
dilindungi. Secara sederhana, peristiwa adsorpsi inhibitor dengan ion logam di permukaan
logam dapat digambarkan pada Gambar 6.16 berikut.

R R
NH 108
Fe
Gambar 6.16 Mekanisme Peristiwa Adsorpsi

Dengan demikian, inhibitor organic berfungsi ganda yaitu menghambat proses anodik
dan katodik secara bersamaan. Inhibitor organic dapat dikelompokkan berdasarkan gugus
aktifnya menjadi:
 senyawa yang mengandung nitrogen seperti nitrit dan amina organic
 senyawa yang mengandung belerang seperti HS- / S2- atau dalam bentuk lingkar
 senyawa yang mengandung S dan N, yaitu tio-karbonat
Kekuatan adsorpsi inhibitor organic bergantung pada:
 ikatan koordinasi (kerapatan electron)
 kelarutan senyawa organic
 gugus fungsionil

Kekuatan inhibisi senyawa belerang (S) lebih besar daripada senyawa nitrogen (N).
Hal ini disebabkan belerang merupakan donor sepasang electron yang lebih baik daripada
nitrogen, sehingga kecenderungan membentuk ikatan koordinasi di permukaan logam
lebih besar. Urutan kekuatan inhibisi senyawa organic adalah S>N>O.
Kekuatan inhibisi senyawa amina alifatik bertambah sesuai urutan:
NH3 < R1NH2 < R2NH < R3N
R adalah gugus alkil (etil, propil, butyl, dst). Jika ke empat gugus alkil diperkenalkan,
pengaruh inhibisi berkurang dengan kuat.
Apabila berat molekul senyawa bertambah, maka pengaruh inhibisinya bertambah.
Untuk suatu deret inhibitor belerang (tiol dan sulfida) pengaruh inhibisinya bertambah
sesuai urutan:
CH3 < C2H5 < C3H7 < C4H9 < C5H11
Beberapa contoh inhibitor organic, antara lain adalah metilamina, dimetilamina,
alilamina, piridina, kuinolin, natrium benzoate, imidazolin, dan sebagainya. Gambar 5.17
merupakan struktur beberapa senyawa organic yang dapat digunakan sebagai inhibitor
korosi.

109
Gambar 5.17. Rumus Struktur Beberapa Inhibitor Organik

6.6.4. Inhibitor Campuran


Inhibitor campuran, biasanya mengandung salah satu bahan oksidator seperti kromat,
nitrit dan bahan non oksidator yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan seperti
ortifosfat atau silikat. Sebagai contoh, inhibitor campuran adalah penggunaan senyawa
nitrit dan benzoate untuk radiator automobile, senyawa kromat dan polifosfat sebagai
inhibitor anodik dan katodik.

6.6.5. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut.
1) Gambarkan perbedaan inhibitor anodik dengan katodik!
2) Berilah contoh penggunaan:
a. inhibitor anodik
b. inhibitor katodik
c. inhibitor campuran
3) Jelaskan mekanisme kerja inhibitor organic!
4) Jelaskan pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi logam!
5) Berilah contoh inhibitor organic dan penggunaannya di lapangan!

6.6.4. Inhibitor Fasa Uap

110
Untuk mencegah korosi logam di atmosfir dalam ruang tertutup seperti kotak selama
penyimpanan atau perjalanan digunakan inhibitor fasa uap (VPI atau VCI dari inhibitor
korosi volatile). Jenis inhibitor yang biasa digunakan adalah senyawa amina alifatik dan
siklik serta nitrit dengan tekanan uap yang tinggi. Sebagai contoh: disikloheksilamonium
nitrit dan disikloheksilamonium karbonat. Kertas yang dilapisi inhibitor fasa uap sering
digunakan sebagai bungkus antikorosif. Etilen diamina dalam boiler dialirkan bersama uap
panas (steam) untuk mencegah korosi dalam pipa pengembunan (tangki kondensasi) karena
akan menetralkan gas karbon dioksida.

Mekanisme inhibitor fasa uap adalah sebagai berikut:


Inhbitor mengenai logam, terkondensasi dan terhidrolisis akibat kelembaban di permukaan
logam, yang akhirnya mengendap atau melapisi di permukaan logam. Apabila ada oksigen,
maka akan terjadi proses pasivasi pada logam.

Latihan
Jawablah pertanyaan berikut.
1) Berilah contoh inhibitor fasa uap dan penggunaannya!
2) Jelaskan mekanisme perlindungan inhibitor fasa uap!
3) Jelaskan pemakaian inhibitor tempat atau guang perkakas!

6.6.5. Pengendalian Korosi dalam Generator Uap dan Sistem Pendingin


Dalam sistem pendingin atau generator uap akan terjadi peningkatan laju korosi bila
pH dalam sistem naik dan kandungan oksigen terlarut meningkat. Untuk sistem sekli pakai
yang menggunakan air biasa pada temperatur rendah dapat menggunakan inhibitor yang
murah atau pengaturan komposisi air untuk menghasilkan kerak pelindung yang tipis di
permukaan logam.
Pada sistem air, biasanya kerak yang terbentuk adalah kalsium atau magnesium
karbonat. Kerak dibentuk ini harus sangat tipis dan tidak boleh menghalangi aliran air. Kerak
ini harus dipelihara, apabila rusak akan menyebabkan korosi di permukaan logam.
Pemeliharaan kerak ini memerlukan keseimbangan kimia air, sebab kelarutan kalsium
karbinat dalam air rendah. Karena itu, selaput tipis dari karbonat terjadi menurut reaksi:
CO2 + H2O = H2CO3
Apabila air mengandung garam kalsium, maka dalam sistem air akan terjadi reaksi:
CaCO3 + H2O + CO2 = Ca(HCO3)2
Apabila air panas atau suhu naik, maka kandungan CO 2 alam air berkurang, sehingga pH
larutan naik dan raksi bergeser kea rah CaCO 3. Untuk menjaga agar bikarbonat tetap dalam
sistem air, maka kalsium karbonat segera mengendap di katoda, akibatnya kenaikan pH kecil.
Pada instalasi pembangkit uap bersistem daur ulang yang menggunakan baja sebagai bahan
konstruksi utama, air diproses untuk menjaga pH air > 11. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi kandungan oksigen dan menghilangkan garam pembentuk kerak. Air kondensat
biasanya mengandung bahan pengotor seperti CO2, oksigen, dan garam terlarut, terutama
garam natrium yang diambil dari uap air.
Pengaruh bahan pengotor pada sistem pembangkit uap antara lain adalah sebagai
berikut:

111
 Karbon dioksida mudah larut dalam air dingin dan membentuk asam karbonat
dengan pH 5,5-6,0 dan ketika dipanaskan, gas keluar, masuk ke dalam sistem
kemudian larut kembali dalam kondensat. Hal ini menyebabkan pH air kondensat
lebih rendah dari yang diperlukan, sehingga dapat menyebabkan pengausan pada
permukaan logam yang akhirnya menyebabkan korosi lokal.
 Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katodik dan dapat menyebabkan
korosi sumuran.
 Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dan membentuk selaput
tipis di permukaan logam. Ketika selaput menebal, laju perpindahan panas
menurun, sehingga efisiensinya menjadi menurun dan mengakibatkan panas
berlebih (over heating) di daerah tersebut.
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara:
 penambahan amina, yaitu untuk mengendalikan pengaruh karbon dioksida
 penambahan sulfit atau hidrazin yang berfungsi untuk mengurangi oksigen terlarut
 penambahan basa (NaOH) atau natrium ortofosfat atau metafosfat yang berfungsi
untuk mengendalikan pH larutan

Latihan
1) Jelaskan penyebab korosi di dalam generator uap dan sistem pendingin!
2) Jelaskan cara memelihara kerak pada permukaan logam!
3) Mengapa pada sistem air biasa sering terjadi pemanasan lokal?
4) Jelaskan cara pengendalian pada sistem distribusi air!

6.6.6. Inhibtor yang Larut dalam Minyak Pelumas (Oil)


Peralatan atau konstruksi logam yang diproteksi dengan oil atau lemak pelumas
(grease) memerlukan proteksi lebih efektif dari serangan korosi. Sebagai contoh:
 pelumasan motor
 pompa hidrolik minyak
 lemak pelumas
Indikator yang ditambahkan dapat berupa:
 oksidator (pasivator), misalnya garam nitrit ditaburkan dalam minyak pelumas (Oil)
atau nitrit dan kromat organic.
 inhibitor organic (adsorpsi), misalnya senyawa nitrogen dan belerang organic, misal
senyawa amina.

Tabel 6.3. Daftar Inhibitor dan Kegunaannya


Nama Inhibitor Penggunaan dan Logam yang Dilindungi Konsentrasi
Natrium nitrit Air pendingin: baja 0,05%

112
Larutan garam: baja > 5%
Air laut: baja 0,5%
Pendingin mesin: baja < 1%
Natrium nitrat Mencegah instalasi peretakan kaustik: baja
Natrium hydrogen fosfat Air pendingin: baja 1%
Ketel: baja, tembaga, seng 10 ppm
Air laut (dengan natrium nitrit): baja 10 ppm
Boraks Pendingin mesin: baja 1%
Sistem pendingin glikol: baja 1%
Natrium silikat Air minum: baja, tembaga, seng 10-20 ppm
Air garam lading minyak: baja 0,1%
Air laut: baja 10 ppm
Ion arsenat Kebanyakan asam pekat: baja 0,5%
Amina organic Kondensat uap ketel: baja Variasi
Asam: baja
Air garam lading minyak: baja
Hidrazin Pemakan oksigen (temp. tinggi): baja Sesuai kebutuhan
Natrium sulfit Pemakan oksigen (temp. rendah): baja Sesuai kebutuhan

Latihan
Kerjakan soal berikut pada buku tugas Anda.
1) Inhibtor yang bagaimana ditambahkan di lingkungan minyak?
2) Berilah contoh inhibitor dan penggunaannya!
3) Berilah salah satu jenis inhibitor yang dapat diterapkan di lapangan!
4) Jelaskan mekanisme proteksi inhibitor organic pada suatu logam!

Contoh Soal
Suatu logam dalam larutan asam teraerasi. Koefisien tafel katodik (c)= - 120 mV/decade
dan koefisien tafel anodik (a)= 60 mV/decade. Digunakan dua buah inhibitor organic, yang
satu sebagai inhibitor anodik dan yang lainnya sebagai inhibitor katodik. Kedua inhibitor
mampu mengubah potensial korosi logam dengan harga yang sama, yaitu 50 mV tanpa
mengubah koefisien tafel. Jelaskan inhibitor yang lebih efektif (penjelasan disertai gambar)!

113
BAB VII
PROTEKSI KOROSI METODA COATING ORGANIK DAN ANORGANIK
MATERIAL, PERANCANGAN, DAN PENGUBAHAN MEDIUM KOROSIF

Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mahasiswa mampu menjelaskan proteksi dan pengendalian korosi dengan metoda
coating bahan organik.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan proteksi dan pengendalian korosi dengan metoda
coating bahan anorganik.

Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses pengendalian korosi dengan
bahan organik yang menerapkan pengunaan cat meliput jenis dan komposisi cat dan
bahan plastik untuk proteksi korosi logam.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami proteksi korosi dengan bahan
anorganik melalui proses anodisasi, kromatisasai,dan fofatasi.

Pendahuluan
Metode coating organik dan anoerganik merupakan proteksi logam terhadap korosi
dengan cara memberikan lapisan di permukaan logam. Coating organik biasanya
menggunakan senyawa polimer, seperti senyawa yang dicampurkan di dalam cat atau plastik.
Bagian ini akan diawali mendalami cat dan plastik sebagai lapisan pelindung di permukaan
logam. Coating anorganik berupa pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan
pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Oleh karena itu, proses anodisasi
aluminium, kromatisasi, dan fosfatasi merupakan coating anorganik yang diuraikan pada bab
ini.

7.1. Coating Organik (cat)


Coating organik terutma bertindak sebagai penghalang antara material dengan
lingkungan korosif. Lapisan organik diterapkan sebagai cairan dengan bantuan kuas, roll atau
penyemprotan. Umumnya, pelapis organik ini disebut cat yang terdiri dari partikel padatan
yang terdispersi dalam media cairan pengikat. Selain iu, cat mengandung juga pelarut dan
thinner yang mengendalikan viskositas dan menyediakan sifat-sifat yang diperlukan pada
pemakainya.

7.1.1. Komposisi Cat


Cat mempunyai komposisi sebagai berikut:

114
 Binder (resin): merupakan bahan dasar cat (vehicle), menentukan sifat tahan terhadap
lingkungan dan dipakai sebagai nama jenis cat, misalnya: vinyl, epoksi, akrilat, dan
lain-lain.
 Pigmen (zat warna) merupakan padatan pembentuk lapisan pelindung. Contoh: serbuk
seng, seng-kromat, rutile, dan lain-lain.
 Solvent (pelarut) mengencerkan bahan cat, contoh: terpentin, air, senyawa
hidrokarbon.
 Filler merupakan bahan pengisi dan bersifat inert berfungsi untuk menambah padatan
dalam bahan cat. Contoh : CaCo3, barit,clay (lempung), dll.
 Additif (anti oxidant, anti settling agent, anti floating, dst)

7.1.2. Sistem Cat


Umumnya, sistem pengecatan tidak hanya dengan satu lapis cat, sedikitnya diperlukan
dua lapis cat untuk mengurangi kemungkinan terbentuknya lubang-lubang halus. Unsur
utama pengecatan adalah priming coat, under coat, dan finishing coat.
Priming coat merupakan pelapis yang diterapkan padapermukaan logam yang akan
dilindungi, tetapi dapat juga diterapkan kepada pelapis logam seperti seng. Primer coat ini
berfungsi sebagai fondasi sistem protektif, sehingga cat ini harus membasahi dan menempel
dengan baik pada permukaan logam. Umumnya, sistem cat tidak ada perbedaan penting
antara primer coat dengan under coat, tetapi di dalam cat yang mengandung natural oil
(minyak alam), pigmen yang ada di dalam cat dapat bersifat inhibitor. Misalnya red-lead
(meni) yang dengan miynyak (oil) bereaksi membentuk sabun (soap) yang bertindak sebagai
inhibitor.
Under coat terutama berfungsi untuk membangun ketebalan dari pelapisan adhesi
antar lapisan penting. Pigmen yang digunakan, umumnya, adalah pigmen pada finishing coat.
Finishing coat berfungsi untuk memproteksi lingkungan. Pigmennya bersifat non inhibitif
dan inert seperti titanium oksida, aluminium dan miscaceous iron oxide untuk memberikan
warna.

7.1.3. Karakteristik Cat


Jenis pengikat Cara pengeringan Ketahanan terhadap asam
Asam Basa Air Pelarut Udara
Luar
Minyak rami Polimerisasi oksidatif cukup Sangat cukup cukup Buruk/
mentah udara buruk cukup
Minyak rami
masak
Vernis oleoresin Kondensasi pemanasan/ cukup Sangat cukup buruk Cukup
kondensasi udara/ buruk baik
polimerisasi oksidatif
Alkid oil length Polimerisasi oksidatof cukup buruk Cukup cukup Sangat
panjang udara baik baik
Alkid oil length Polimerisasi kondensasi cukup buruk Cukup cukup Sangat
sedang udara/ oksidatif baik baik

115
pemanasan
Alkid oil length Plomerisasi kondensasi cukup cukup baik Cukup Sangat
pendek pemanasan baik baik
Campuran urea Polimerisasi kondensasi Cukup Cukup Sangat Baik Cukup
formaldehid alkid pemanasan baik baik baik
Campuran Polimerisasi kondensasi Cukup Cukup Sangat Baik Sangat
melamin pemanasan baik baik baik baik
formaldehid alkid
Amino epoksi atau Polimerisasi kondensasi Baik Baik Sangat Sangat Baik
campuran resin pemanasan baik baik
fenolat
Campuran Polimerisasi kondensasi Cukup Baik Cukup Sangat Sangat
polyester/ poliiso- penambahan udara/ baik baik baik baik
sianat pemanasan
Resin venil Evaporasi pelarut udara Sangat Sangat Sangat Buruk Baik
baik baik baik
Karet klorinasi Evaporasi pelarut udara Baik Baik Sangat Buruk Baik
baik

7.1.4. Kegagalan Cat


Beberapa cat boleh diaplikasikan langsung pada permukaan logam, karena komponen
cat mengandung asam fosfat atau asam tanat. Asam ini dengan produk korosi membentuk
lapisan yang melekat di permukaan logam, karena asam ini mengoksidasi ferro menjadi ferri,
sehingga cat akan melekat erat di permukaan yang lembab.
Secara umum, cat diaplikasikan pada permukaan logam yang telah disiapkan.
penyiapan permukaan logam dapat dilakukan seperti perlakuan permukaan yang telah
dibahas pada bab sebelumnya. Penyebab utama kegagalan sistem cat adalah:
 penyiapan permukaan logam yang kurang memadai
 pengerjaan lapisan cat pada kondisi yang tidak sesuai atau metoda pelapisan yang tidak
tepat.
Penyiapan permukaan logam akan memperngaruhi hasil pelapisan. Sebagai contoh,
apabila permukaan terlalu kasar, puncak-puncak mikro yang terjadi akan mendapatkan
lapisan yang tipis atau bahkan tidak terlapisi, akibatnya cat akan mengalami penetrasi awal.
Ketika butiran air berdifusi melaui lapisan cat, larutan garam dari produk korosi dapat
terbentuk pada bagian yang sifat adesinya kurang baik. Apabila konsentrasi larutan garam
meningkat, maka tekanan osmosis akan memaksa air masuk melalui cat agar larutan garam
menjadi encer. Hal ini akan menimbulkan pelepuhan dan memperluas pemisahan cat dengan
logam serta merusak penampilan cat.
Selain hal tersebut di atas, cat harus diaplikasikan pada kondisi udara yang tepat.
Misalnya kelembaban kelembaban relative terlalu tinggi, selaput tipis air yang ada di
permukaan logam akan mempengaruhi daya rekat dan waktu pengeringan cat. Suhu
lingkungan juga mempengaruhi wakti pengeringan, yaitu penguapan pelarut cat dapat lebih

116
lambat pada suhu sangat rendah dan ada cat kemasan ganda yang tidak dapat mongering bila
suhu tidak tepat.
Suhu yang berbeda pada bagian tertentu sebuah komponen terutama apabila cat harus
dipanaskan atau dipanggang dalam oven untuk mempercepat proses pengeringan, dapat
menyebabkan pelarut yang menguap di satu bagian, tetapi di bagian lain (atau sisinya) terjadi
pengembunan. Hal ini menyebabkan cat melarut pada bagian yang terjadi pengembunan
pelarut, sehingga pada bagian ini akan terjadi bekas yang berupa guratan apabila cat sudah
mengering.
Kegagalan cat dapat terjadi pada sistem cat kemasan ganda akibat kurang
sempurnanya proses pencampuran dua komponen saat cat digunakan dan proses peneringan
untuk membentuk lapisan akhir bergantung pada polimerisasi silang.

7.1.5. Latihan
Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas!
1) Apa fungsi pengecatan pada logam?
2) Sebutkan cara pengecatan yang sering dilakukan!
3) Sebutkan kompoisi cat dan jelaskan fungsinya!
4) Jelaskan perbedaan primer coat, under coat, dan finishing coat!
5) Sebutkan jenis cat dan karakterisiknya! (3 macam)
6) Jelaskan penyebab kemungkinan terjadi kegagalan sistem cat!

7.2. Coating Plastik


Coating termoplastik dan elastomer sering dilakukan terhadap logam yang relative
mudah untuk memadukan sifat mekanik logam dan sifat plastik anti korosi. Teknik pelapisan
plastik dapat diterapkan di berbagai lingkungan, misalnya lingkungan asam, basa, lumpur
mengalir yang abrasif, terendam terus-menerus dalam air laut. Metoda pelapisan plastik pada
logam dapat dilakukan dengan:
 cara pencelupan
 penyemprotan tanpa udara, elektrostatik, panas
 pengulasan
Persaingan bahan pelapis plastik seperti persaingan industri cat, maka di pasaran terdapat
bahan dasar yang sama, tetapi merek dagang berbeda-beda. Secara umum, bahan dasar
plastik adalah sebagai berikut.
1) Nilon
Bahan nilon mudah diberi warna, tidak akan pecah, dan tahan terhadap minyak dan
pelarut. Nilon dapat digunakan pada suhu sampai 120°C, sehingga bahan ini dapat
disterilkan dan banyak dipakai dalam industri pengolahan makanan. Pelapisan pada baja
dan aluminium menunjukkan keliatan yang baik.

2) Politena (Polietilena)
Bahan ini digunakan untuk melapisi alat rumah tangga, untuk pipa, tangki bahan
kimia, dan rak. Untuk lingkungan tertentu, seperti lingkungan deterjen, alkohol, silikon,
cenderung mengalami peretakan korosi tegang.

3) Plovinil Klorida (PVC)

117
Bahan pelapis jenis ini mudah menguap dan sifatnya bergantung pada kandungan
plasticizer sesuai dengan kondisi penggunaannya. Agar bahan pelapis melekat erat pada
logamnya, logam harus diberi bahan perekat atau cat dasar lebih dahulu.
Bahan ini diaplikasikan dengan cara pencelupan dan penyemprotan, baik ke dalam
tepung PVC halus maupun PVC cair. Pada permukaan yang panas, polimer dan
plasticizer saling-silang menghasilkan endapan seperti gelatin, selanjutnya dikeringkan
dengan pemanasan dengan suhu lebih tinggi untuk mendapatkan lapisan yang kuat.
Logam yang dilapisi bahan ini tidak boleh mengalami suhu lingkungan lebih tinggi dari
60-70°C.

4) Politetrafluoroetilena (PTFE)
Bahan ini mempunyai ketahanan korosi yang tinggi, stabil pada suhu sampai 250°C,
tahan terhadap asam dan basa dan tidak menyerap air. Namun demikian, perlindungan
terhadap korosi logam tidak dapat dijamin, karena sulit utnuk menghilangkan pori-pori
mikro yang terdapat pada lapisan.

5) Poliuretan
Pelapis bahan ini telah diterapkan untuk melapisi baja dalam lingkungan air laut,
minyak pelumas, deterjen, dan asam atau basa pada konsentrasi rendah. Bahan ini dapat
dilapisikan dengan metoda penyembprotan tanpa udara, pengulasan dan pencelupan.

Latihan
Kejakan soal berikut.
1) Sebutkan jenis plastik yang digunakan sebagai coating!
2) Metode apa yang digunakan untuk aplikasi coating plastik?
3) Sebutkan bahan dasar plastik yang biasa digunakan sebagi coating!

7.3. Coating Oksida


Beberapa logam mempunyai kecenderungan untuk membentuk lapisan tipis (film)
oksida yang stabil di permukaan logam. Lapisan ti[is ini dalam kondisi tertentu dapat
protektif. Hal ini disebut pasivasi yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu logam untuk
mengadsorpsi inhibitor korosi yang sesuai secara kimia berfungsi untuk mengurangi laju
korosi logam di lingkungan yang korosif. Zat inhibisi ini meliputi oksigen, oksida logam,
produk korosi, adsorban organik, dan sebagainya. Selanjutnya, pasivasi menunjukkan
kestabilan adsorbs kimia dan perawatan film protektif selama waktu tertentu.
Pasivasi merupakan metoda relative sederhana dari proteksi logam terhadap korosi
lunak atau lingkungan yang spesifik dan mempunyai tiga penerapan, adalah:
1. menstabilkan adanya film oksida terhadap oksidasi atmosfer selanjutnya yang berwarna
putih produk oksidanya, misalnya timah dan seng.
2. meminimalkan perubahan permukaan, misalnya pelapisan timah
3. memperbaiki daya rekat (adesif) cat dan pernis, misalnya coating seng secara galvanisasi
atau pelapisan timah pada kaleng.

Pasivasi dapat dicapai melalui tiga cara:

118
1. Pasivasi mekanik disebabkan oleh suatu pembentukan lapisan penghalang sebagai produk
korosi antara logam dengan elektrolit dan korosi selanjutnya, misaalnya korosi besi dalam
larutan soda kaustik 40% pada suhu 70°C bila bentuk lapisan Fe3O4.
2. pasivasi kimia disebabkan oleh adsorpsi suatu logam atau oksida logam yang membentuk
film permukaan yang stabil, misalnya kromatisasi
3. Anodik atau pasivasi secara elektrokimia bila oksida logam dapat dibentuk dengan
pengaturan kondisi yang dapat dibuat perlakuan akhir secara sederhana.

Keadaan pasif tidak diasumsikan sebagai salah satu kondisi tidak terjadi korosi, tetapi
merupakan reaksi pembentukan fim pasif sebagaipenghalang pengendalian laju difusi, maka
laju pelarutan logamditunjukkan kembali dengan arus sekitar 10-10a/cm2. Pembentukan
beberapa oksida pada logam dapat lebih baik dipasivasikan atau diaktivasi dapat bergantung
adanya ion pengompleks atau depasivasi seperti ion klorida (Cl-). Variabel utama lingkungan
adalah pH dan potensial. Faurbaix telah menggunakan kenyataan ini untuk mengembangkan
diagram pH potensial sebagai suatu indikasi kondisi film pasif terbentuk.
Gambar 7.1. memberikan tiga diagram untukkrom dalam berbagai lingkungan, 1a dalam
lingkungan aqueous pada 25°C dan diasumsikan terbentuk hidroksida, 1b krom dalam
kondisi yang sama dengan pembentukan krom oksida, dan 1c adanya ion klorida dan daerah
pasif diperkecil. Diagram tersbut dpat diaplikasikan untuk sifat logam krom, daerah pasif
dengan film pasifnya merupakan campuran oksida.

Gambar 7.1.Diagram Pourbaix untuk Krom

7.3.1. Anodisasi Aluminium


Anodisasi adalah proses pembentukan lapisan tipis (film) oksida pada permukaan
benda kerja. Lapisan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap logam
aluminium dari reaksi korosi. Proses anodisasi ini merupakan proses elektrolisis dengan
aluminium ditempatkan sebagai anoda. produk proses anodisasi ini mempunyai peranan
penting dalam industri manufaktur, seperti industri pesawat terbang, industri mesin dan masih
banyak lagi industri yang memerlukan proses anodisasi.

Mekanisme Pembentukan Oksida

119
Mekanisme pembentukan lapisan oksida belum diketahui dengan pasti, tetapi reaksi oksidasi
aluminium adalah sebagai berikut:
4Al + 3O2 = Al2O3
Kemungkinan tahap reaksi anodisasi
 Tahapan reaksi anodisasi oksidasi elektrolitik yang mengubah logam aluminium menjadi
ion.
 Tahapan reaksi ion dengan oksigen yang dibawa dalam bentuk ion (OH- atau O2) pada
antar muka sehingga membentuk lapisan aluminium oksida yang menempel pada
permukaan anoda.
 Tahapan terakhir merupakan peristiwa pelarutan kembali sebagian oksida tersebut oleh
asam sehingga membentuk lapisan akhir yang terlapisi.
Secara skematis tahapan reaksi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
OH- pelarutan
Al  Al 3+
 Al2O3  lapisan Al2O3 akhir
O2
Reaksi elektrodik, apabila proses anodisasi menggunakan larutan elektrolit H2SO4 yaitu:
H2SO4 = 2H+ + SO42-
Pada katoda (Pb, Al, anoda tak larut):
2H+ + 2e = H2 E°= 0,0 Volt
-
2H2O + 2e + O2 = 4OH E°= 0,4 Volt
Pada anoda Al:
2H2O = O2 + 4H+ + 4e
Al = Al3+ + 3e E°= 1,66 Volt
Reaksi pembentukan oksida:
2Al3+ + 3OH- = Al2O3 + 3H+ G° = -33,985 kkal
Reaksi total:
2Al + O2 + H2O = Al2O3 + H2 G° = -320,080 kkal
H° = -260,536 kkal

Proses anodisasi aluminium menggunakan elektrolit yang melarutkan oksida logam,


sehingga akan terbentuk suatu lapisan oksida yang hamper tidak berpori dan sangat tipis.
Lapisan oksida semacam ini disebut lapisan penghalang arus. Apabila lapisan penghalang ini
sudah terbentuk, maka lapisan ini akan semakin menebal dan mengakibatkan aliran arus
listrik terbentuk, tetapi bila lapisan oksidanya banyak porinya, maka hal tersebut tidak akan
terjadi. Lapisan oksida yang banyak porinya, ketebalannya hanya perpuluhan mikrommeter,
yaitu dapat mencapai 0,17 mm.
Kerapatan porositas bervariasi tergantung pada kondisi anodisasi, tetapi porositas
terbesar mempunyai jarak 6-80.109 pori/cm2, diameter pori sekitar 100-300 A°. Komposisi
film terutama adalah Al2O3, meskipun telah sealing dalam air mendidih komposisinya
menjadi 70% Al2O3, 17% H2O, 13% sisa anodisasi seperti sulfat atau kromat. Untuk proteksi,
ketebalan film dibutuhkan 5-25m. Teori struktur film oksida bergantung pada observasi
percobaan
 ketebalan film oksida hanya dapat terbentuk dalam elektrolit tertentu

120
 total porositas film digambarkan kembali sekitar 45% dari volum film
 film awal adalah rapat, tetapi menjadi kurang rapat pada pertumbuhan film
 ketebalan film pada awalnya bertambah sesuai dengan jumlah secara teori, kemudian
turun dengan waktu akibat efisiensi arus turun dan tegangan naik
Secara skematis, lapisan oksida di permukaan logam aluminium dapat ditunjukkan seperti
Gambar 7.2. berikut.

Gambar 7.2. Lapisan oksida dari aluminium

Pembentukan aluminium oksida pada permukaan anoda aluminium akan semakin besar, bila
arus dan waktu proses cukup lama, secara kuantitatif massa lapisan iksida yang terbentuk
dapat dirumuskan:
Mr.Al2O3.i .t
m=
nF

dengan: I = rapat arus


n = jumlah mol electron yang terlibat
t = waktu dalam detik
Mr = masa rumus relatif
F = bilangan Faraday
m = massa lapisan dalam gram

121
Proses Anodisasi
Secara sederhana proses anodisasi dapat ditunjukkan seperti diagram pada Gambar 7.3
berikut.

Pencucian lemak

Pembilasan (Rinsing)

Pengetsaan (Etching)
asam dan alkali

Pembilasan (Rinsing)

Brightener Dip
(Pembersihan secara

Pembilasan (Rinsing)

Proses Anodisasi

Pembilasan

Pewarnaan

Sealing

Pengemasan 122
Gambar 7.3. Diagram Proses Anodisasi

Peralatan Proses Anodisasi


Peralatan yang digunakan dalam proses anodisasi meliputu hal berikut:
 Rectifier merupakan sumber arus listrik searah (DC).
 Katoda dan anoda, katoda berfungsi sebagai penghantar listrik dan tidak larut selama
proses. Katoda yang dapat digunakan adalah Pb dan Grafit, SS, baja dan Al tergantung
elektrolit.
 Rak merupakan tempat prosuk hasil anodisasi, biasanya dari Al, paduan Al, Ti dan Ti
yang dilapisi Al.
 Bak (tangki) merupakan tempat larutan elektrolit, larutan pencuci.
Secara sederhana peralatan proses anodisasi dapat ditunjukkan seperti Gambar 7.4. berikut.

Gambar 7.4. Peralatan Proses Anodisasi

Proses Persiapan Benda Kerja


Persiapan benda kerja dapat dilakukan dengan metode berikut.
a. Pembersihan Lemak untuk Logam Aluminium
 Surface active agent : soap, soapless-soap, T (20-80°C), t seperlunya
 Proses asam sulfat : asam sulfat (5-20%), T (60-80°), t (30-180 detik)
 Electronic degreasing : NaOH (1-2%), suhu kamar, t (30 detik), rapat arus (4-8
A/dm+), kemudian lakukan netralisasi dengan HNO3 10-15%.
 Alkali : NaOH (5-20%), T (40-80°C), t (15-60 detik), kemudian netralisasi dengan
HNO3 10-15%.
 Garam-alkali : soda ash [Na2CO3 (10%), Na2SiO3 (2%), NaCN (2%)] atau [Na2CO3
(5%), Na2HPO4 (15%), T (30-80°C), t (30-180 detik)

b. Proses Pengetsaan
b.1. Etsa dengan asam

123
 Asam nitrat-hidrofluorat : HNO3 (5-25%), HF (1-5%), CuSO4 (0,25%), T (20-
35°C), t (2-5 menit).
 Asam sulfat : asam sulfat (90 gpl), T (70-90°C), t (1-5 menit).
 Asam sulfat-kromat : H2SO4 (3-15%), CrO3 (2-10%), T (60-75°C), t (0,5-2
menit).
 Asam-sulfat nitrat : H2SO4, (10%), HNO3 (10%), T suhu kamar, t (20-40 detik).
b2. Etsa dengan alkali
 Natrium hidroksida : NaOH (10-25%), T (50-90°C), t (20-120 detik), kemudian
dinetralisasi dengan HNO3 15-50%.
 Soda kaustik-pospat : NaOH (3-8%), Na3PO4 (5-10%), T (55-80°C), t seperlunya.
 Kaustik kromat : NaOH (7,50%), natrium silicon fluoride (2%), NaCrO 4 (0,50%),
T (50-70°C), t (1-10 menit).

Larutan Elektrolit untuk Proses Anodisasi


Larutan elektrolit untuk proses anodisasi dapat menggunakan larutan berikut ini.
 Larutan kromat (banyak dipakai untuk menganodisasi alat pesawat terbang dan lapisan
oksidanya lebih tahan korosi dibandingkan dengan proses asam sulfat).
 Larutan kromat-sulfat : CrO3 (50,25 -100,50 gpl), NaCl (0,20 gpl), asam sulfat (0,50 gpl),
Kondisi operasi: T (35°C), rapat arus (0,1-0,54 A/dm2), t (1-10 menit), V (40 volt).
 Larutan asam kromat : CrO3 (100 gpl), Kondisi operasi: T (35°C), rapat arus (0,1-1,8
A/dm2), t (30 menit), V (40 volt), agitasi udara.
 Larutan asam sulfat : asam sulfat (15-18%), Kondisi operasi: T (20-28°C), rapat arus
(0,2-1,4 A/dm2), t (10-30 menit), V (14-24 volt), agitasi udara. Produk oksidanya lebih
transparan dan keras.
 Nikel-sulfat: asam sulfat (200 gpl), Ni-sulfat (10 gpl). Kondisi operasi: T (20°C), rapat
arus (1,2 A/dm2), t (20 menit).
 Asam fosfat : asam orthofosfat (108,7 gpl). Kondisi operasi: T (20-28°C), rapat arus (1,2-
1,5 A/dm2), t (10-40 menit).

Pengerasan Lapisan Oksida


Lapisan oksida yang terbentuk di permukaan logam aluminium dapat dilakukan pengerasan
dengan metoda berikut ini.
a. Dengan air panas
Pengerasan lapisan oksida pada aluminium yang telah mengalami proses anodisasi
dilakukan dengan air panas. Aluminium oksida akan bereaksi dengan air membentuk
bochmat.
Al2O3 + H2O = 2AlOOH
Reaksi ini akan berjalan baik pada pH 5,5- 6,5. Agar pH air dapat dikontrol, perlu
ditambahkan natrium asetat dan asam asetat.
b. Dengan uap air panas
Pengerasan lapisan oksida dapat juga dilakukan dengan uap air panas. Dengan cara ini
terbentuk selaput bochmat pada lapisan oksidanya. Cara pengerasan lapisan oksida
dengan uap air panas dapat menghindari terlarutnya kembali sebagian zat pewarna.
c. Dengan zat lain

124
Pengerasan lapisan oksida dapat juga dilakukan dengan larutan elektrolit seperti natrium
asetat, bikromat, silikat, dan sebagainya.

Pewarnaan Lapisan Oksida


Pewarnaan hasil proses anodisasi bertujuan untuk dekoratif, sehingga permukaan logam
menjadi lebih indah dan menarik. Zat warna dapat diserapkan ke dalam pori-pori lapisan
oksida. Hal ini dimaksudkan supaya lebih tahan lama dan tidak mudah hilang akibat sinar
matahari. Zat wana yang digunakan dapat berupa zat warna organik maupun anorganik.
a. Zat warna organik
Setelah proses anodisasi dan dicuci dengan air, lapisan oksidasi pada permukaan
aluminium dapat diberi warna dengan mencelupkan ke dalam larutan zat warna organik
pada temperatur ±65°C.
Pelarut zat warna ini tidak harus air tetapi dapat juga pelarut organik seperti alcohol,
benzene, dst. Kadar zat warna dan pH larutan disesuaikan dengan jenis zat yang
diinginkan.
b. Zat warna anorganik
Beberapa zat warna anorganik dapat diserap ke dalam pori-pori oleh larutan lainnya.
Karena itu, ada dua tahap dalam proses pewarna ini.
Tahap 1 : menyerapkan zat warna organik dalam pori-pori lapisan oksida.
Tahap 2 : mengendapkan zat organik dalam pori-pori dengan larutan pengendapnya.
Contoh: tahap 1 dalam larutan kalium ferrosianida, tahap 2 dalam larutan ferri nitrat,
makan akan diperoleh endapan ferri-ferro sianida yang berwarna biru.
c. Pengendapan logam
Pewarnaan dapat juga dilakukan dengan menggunakan garam logam. Garam-garam ini
diserapkan ke dalam pori-pori lapisan oksida. Logam garam tersebut diendapkan secara
elektrolitik. Logam-logam yang dapat diendapkan dengan cara ini adalah nikel, kobalt,
timah, besi, tembaga, dst. Logam aluminium yang dikerjakan secara ini akan lebih tahan
terhadap panas dan keadaan.
Tabel 7.2 Zat Warna Organik
Bahan Pewarna Kode BP Kont. (gpl) pH Tebal Lap. (m)
Golden orange 2RL 5 4 - 5,5 6–7
Orange GL 6 5–8 6–7
Brass Yellow NGW 0,20 5–8 8
Gold MO 0,30 5,5 – 6,5 4–6
Copper 2RLW 5 5,5 – 6,5 9 – 10
Red RLW 6 4 – 8,5 7–8
Violet CLW 1,5 3,3 – 4 7–8
Blue 4LW 5,5 3 – 4,5 7–8
Green GLW 8 4,5 – 5,5 10 – 12
Olive Brown 2RW 5 5,5 – 6 9 – 10
Bronze LLW 3 5,5 – 6 9 – 10
Black LLW 10 3,5 – 4,5 15 – 20
Deep Black MLW 10 3,5 – 4,5 15 – 20
7.3.2. Kromatisasi
kromatisasi melibatkan pembentukan lapisan tipis (film) campuran logam-kromoksida yang
pasif. Komposisi lapisn tipis (film) dapat sangat tidak terbatas, tetapi dapat mendekati krom

125
oksida hidrat (Cr2O3.xH2O) atau krom hidroksida [Cr(OH)3. Cr(OH).CrO4] dan biasanya,
berwarna kuning atau dapat berwarna lain jika mengandung kromat basa. Pembentukan film
kromat diawali dengan pelapis permukaan benda kerja (logam dan oksida logam) dan masuk
permukaan pelarutan. Larutan kromatisasi biasanya berisi suatu anion aktivasi seperti klorida
dan sulfat. Proses ini adalah sesuai untuk logam Al, Cu, Zn, Mg, Ag yang ketebalan filmnya
mulai 0,1 sampai 10-3 mm dapat dikembangkan atau tanpa lapisan pasif. Hal ini tidak tahan
terhadap korosi, tetapi dapat digunakan sebagai pretreatment finishing organic.

Aluminium
Proses pasivasi Aluminium melibatkan pelarutan logam dan mengacu pada diagram
Paurbaix Gambar 7.1. Hal tersebut dapat menjadi jelas bahwa kromatisasi kemungkinan
melalui kedua elektrolit asam dan alkali, meskipun lapisan tipis (film) pasif harus didasarkan
pada bohmit. Secara normal, film pasif berpori, tetapi kedua larutan kromat dan fosfat, film
dapat terbentuk tidak berpori dengan pemanasan sampai temperatur diatas 70°C bayerit
dihidrat menjadi bohmit.
Film dengan ketebalan 1-2 m dapat tumbuh selama waktu 15-30 menit dengan
penambahan NaOH. Suhu operasi dapat ditutunkan (misalnya untuk 65°C untuk 3,5 gpl atau
35°C untuk 7,0 gpl). Penggunaan silikat dan fosfat memperkecil porositas dan bertindak
sebagai pengaktif yang efektif, dengan penambahan natrium hidrofosfat (Na2HPO4).
PH operasi adalah kritik karena secara awal membentuk hidroksida dan mengendap
pada permukaan logam sebagai bayerit.
Al + 3H2O = Al (OH)3 + 3/2 H2
Al(OH)3 = Al2O3.3H2O
Kelebihan ion hidroksil akan bereaksi dengan hidroksida membentuk ion kompleks aluminat.
Al(OH)3 + OH- = Al(OH)63-
Pelarutan Al dapat dipercepat dengan penambahan oksidator yang terpolarisasi secara efektif,
tetapi hydrogen diperlukan untuk mengendapkan basa kromat.
3/2 H2 + CrO42- = CrO.OH + 2 OH-
atau
3/2 H2 + CrO42- + H2O = Cr(OH)3 + 2OH-
Film yang dihasilakn merupakan 75% bohmit dan 25% basa kromat.
Larutan asam seperti tipe kromat-fluorida atau kromat-fosfat menghasilkan film tipis,
transparan dengan ketebalan 0,1-1,0 m, sedangkan dengan ketebalan 1-5 m berwarna hijau
gelap. Secara umum, larutan kromat-fluorida dapat diaplikasikan dengan pencelupan atau
penyemprotan dengan warna film diatur oleh waktu dan temperatur operasi, yang juga
mempengaruhi ketebalan lapisan (Gambar 7.5). Komposisi larutan tidak kritik, tetapi
kelebihan activator dalam larutan, seperti fluoride dapat terjadi pembentukan tepung film
meskipun dapat menghibisi kromatisasi. Pengaruh fluoride adalah untuk memungkinkan
aluminium larutan awal bila dioksidasi, oksidator masuk ke dalam pembentukan kembali
Al2O3.
Dalam larutan alkali, pembentukan film kromat tergantung pada pmbebasan gas
hydrogen, maka tahap pertama harus ada pelarutan aluminium. Film tidak keras atau tahan
aus, tetapi memberikan ikatan adesif yang bagus untuk coating cat dan pernis. Film lebih

126
tebal dapat dicapai dengan penambahan konsentrasi ion hidroksil dan kromat, tetapi untuk
larutan yang mengandung fosfat menyebabkan AlPO4 yang dapat memperbaiki sifatnya.

Gambar 7.5. Variasi berat dan warna coating dengan waktu dan temperatur untuk perlakuan
Al dalam larutan kromat-fluorida

Magnesium
Seperti dalam kasus Al, kromatisasi mentsbilkan fim oksida pada permukaan
magnesium dan telah diterapkan untuk tuang dan dibuat paduan. Pembersihan permukaan
adalah cukup penting. Pembersihandan kromatisasi tuang menghasilkan pengukuran kerak
yang signifikan, yang dapat dikurangi dengan penerapan coating cat.
Larutan dikromat (misalnya Na2Cr2O7 75 gpl dan SeO2 30 gpl) adalah paling baik,
tetapi harus digunakan dalam kondisi panas selama 1 menit. Sehingga untuk tuang, larutan
dingin adalah lebih baik, dan didasarkan pada asam nitrat (misal : HNO 3 25 mL/L, CrO3 280
gpl, dan HF 8 mL/L). Untuk ketahanan korosi dalam air laut, larutan dasar klorida dapat
digunakan (NaCl 20-120 gpl, NaNO3 10 gpl dan pH <1).

Seng dan Kadmium


Perlakuan kromat dapat diaplikasikan untuk pengendapan secara listrik dan tuang
pada seng untuk mencegah pengusaman menjadi abu-abu di industri atmosfer dan
mengurangi pembentukan oksida di lingkungan laut. Dalam kasus cadmium, yang dapat
menempatkan kembali seng seperti coating untuk aplikasi dekoratif, perawatan kilapan,
penampakan daya tarik. Secara umum, keperluan memperoleh sifat adesif yang baik untuk
vernis dan coat tidak penting karena perlakuan fosfatasi adalah lebih baik.
Perlakuan terbaik adalah proses “Cronak” yang didasarkan pada kromat (Na2Cr2O7
200 gpl dan H2SO4 5-6 ml/L) yang menghasilkan film kuning coklat setelah perlakuan 1-10
detik. Larutan asam tipe ini digunakan pada pH 1-4, maka laju pelarutan seng turun dan laju
coating kromat diminimalkan (Gambar 7.6). Hal ini disebabkan pelarutan seng merupakan
tahap awal cukup penting dengan pH optimum 1,2-1,6 dan mekanismenya melalui tiga tahap.

127
1. Seng larut oleh asam dikromat, kemudian pH naik di sekitar permukaan logam.
Zn + 2H2Cr2O7 = Zn2+ + 2HCr2O7- + H2
2. Kenaikan pH berikut beberapa pengendapan hidroksida menyebabkan ion kromat
menjadi lebih stabil
2HCr2O7- + 3H2 = 2Cr(OH)3 + OH-
2HCr2O7- + H2O = 2CrO4 + 3H+
3. Film krom basa kromat terbentuk di permukaan logam
2 Cr(OH)3 + CrO42- + 2H+ = Cr(OH)3.CrOH.CrO4 + 2H2O

Gambar 7.6. Pengambilan logam dan berat coating bertambah selama kromatisasi seng
sebagai fungsi pH

Serangan awal permukaan seng digambarkan kembali dalam suatu lapisan kira-kira
dua lapisan, maka secara jelas proses tidak dapat diterapkan untuk pengendapan secara listrik
karena lapisan sangat tipis. Mekanisme tersebut menjelaskan hasil pengamatan bahwa ada
sedikit atau tidak ada seng klorida di permukaan film, hal ini menunjukkan perbedaan
karakter dari film kromat pada aluminium, meskipun mereka dapat mengandung hidrat air
cukup besar. Perlakuan kromat menghasilkan film kunign, tetapi hasil film yang tidak
berwarna lebih menguntungkan. Penggunaan larutan asam komat (CrO3 5-15 gpl dan H2SO4
3-5 gpl) memungkinkan film transparan untuk menghasilakn film yang seperti pelangi, tetapi
film seperti ini adalah untuk dekoratif daripada protektif.

7.3.3. Fosfatasi pada Baja


Logam besi atau baja karbon merupakan logam yang rentan terhadap korosi. Untuk
menanggulanginya, maka logam besi atau baja sebelum dilakukan pengecatan lebih dahulu
dilakukan proses fosfatasi. Fosfatasi adalah pembentukan lapisandi permukaan logam untuk
melindungi korosi. Lapisan ini sering digunakan sebagai lapisan primer pada pengecatan.
Proses fosfatasi dapat dilakukan pada logam besi, seng, aluminium dan mangan. Umumnya,
penerapan proses fosfatasi adalah untuk benda kerja besi atau baja, dan penerapan yang
penting untuk seng adalah proses galvanisasi.
Perlakuan fosfatasi yang paling sederhana adalah menggunakan asam fosfat encer
untuk permukaan besi dan baja. Baja ayau besi yang akan difosfatasi, perlu dilakukan

128
pretreatment dengan larutan kromat. Proses fosfatasi dikembangkan pertama kali
menggunakan seng fosfat (Cosletizing), mangan hidrofosfat (Parkerizing). Sesuai dengan
perkembangan proses fosfatasi ditambahkan zat yang berfungsi untuk memperpendek waktu
proses, yaitu dengan menambahkan tenaga atau nitrat. Penambahan nitrat pada larutan untuk
proses fosfatasi dapat memperpndek waktu dari 30 menit menjadi 5 menit. Proses operasi
fosfatasi dapat diturunkan temperaturnya dengan menambahkan ester asam lemak dan garam
ke dalam larutan proses.
Proses fosfatasi untuk baja dan seng dapat menggunakan larutan proses yang sama,
tetapi untuk aluminium perlu ditambahkan bahan pengompleks seperti fluorida. Lapisan
(coating) yang dihasilkan pada proses fosfatasi merupakan seng fosfat atau kromat-fosfat
yang pada pretreatment ditambahkan asam fluoride pada larutan proses.
Mekanisme pembentukan coating di permukaan logam pada proses fosfatasi melalui tiga
tahap.
1. Proses pelarutan logam sesuai persamaan reaksi:
M + 2 H3PO4 = M(H2PO4)2 + H2
Tahap ini, proses dapat berlangsung baik pada pH 2-4. Dengan adanya oksidator akan
mempercepat depolarisasi reaksi tersebut (H2H2O) dan pembentukan senyawa fosfat
primer yang larut sebagai pengendali laju reaksi. Oksidator yang dapat terlibat antara lain:
klorat, nitrat, perklorat, peroksida dan ion logam. Hal ini dapat mempercepat pelarutan
dengan pengendapan galvanik.
2. Proses pengendapan senyawa fosfat sekunder yang diakibatkan oleh kenaikan pH larutan
M (H2PO4)2 = MHPO4 + H3PO4
3. Proses pembentukan fosfat tersier, yang disebabkan oleh pH larutan yang terus naik
3M (H2PO4)2 = M3(PO4)2 + 4H3PO4
atau
3MHPO4 = M3(PO4)2 + H3PO4

Pada kesetimbangan terjadi perbandingan antara total zat : asam bebas = 7 : 1. Apabila
larutan berada pada kondisi ini, maka reaksi berlangsung dengan cepat, tetapi oksidator dapat
mengoksidasi ferro menjadi ferri, sehingga ferri fosfat yang terbentuk dapat mengendap
secara langsung. Dengan demikian, produk coatingnya antara lain Fe3(PO4)2.8H2O dan Fe3O4.
Untuk logam seng atau mangan, produknya antara lain adalah Zn 2Fe(PO4)2.4H2O dan
Zn3(PO4)2.4H2O fosfat tidak akan terbentuk di permukaan logam.
3 Zn (H2PO4)2 = x H3PO4 + (4 + x) Fe
= Zn3 (PO4)2 + (4 + x) FePO4 + 3/2 (4 + x) H2
Fosfatasi bertujuan untuk dasar cat, pelumasan saat proses [enarikan barang, dan tahan
korosi. Oleh karena itu proses fosfatasi banyak digunakan pada industri konstruksi sampai
automotif, misalnya untuk car bodise, refrigenerators, office furniture, sepeda dan
sebagainya.

7.3.4. Latihan
Jawablah pertanyaan berikut.
1. Jelaskan apa perbedaan antara proses anodisasi dengan electroplating!
2. Apa yang dimaksud dengan a). anodisasi; b). kromatisasi; c). fosfatasi?

129
3. Jelaskan mekanisme pembentukan oksidasi pada proses anodisasi Al!
4. Jelaskan tahapan proses anodisasi Al!
5. Jelaskan fungsi sealing pada proses anodisasi Al!
6. Jelaskan proses kromatisasi!
7. Jelaskan mekanisme pembentukan lapisan kromat di permukaan logam!
8. Jelaskan proses fosfatasi pada baja karbon!
9. Jelaskan mekanisme pembentukan lapisan fosfat di permukaan logam!
10. Jelaskan fungsi asam nitrat pada proses fosfatasi!

130
BAB VIII
PROTEKSI KOROSI METODA
COATING LOGAM DAN PROTEKSI KATODIK

Tujuan Pembelajaran Umum


1. Mahasiswa mampu memahami teknik pengendalian korosi dengan metode coating
logam
2. Mahasiswa mampu memahami pengendalian korosi dengan metode proteksi katodik

Tujuan Khusus
1. Mahasisawa dapat menerapkan pengendalaian korosi dengan metode coating logam
pada korosi logam
2. Mahasiswa dapat menjelaskan proteksi katodik secara anoda korban,
3. Mahasiswa menjelaskan menjelaskan metode proteksi katodik arus terpasang

8.1 Proteksi Korosi Metode Pelapisan Logam

Pemberian lapisan pada permukaan logam bertujuan untuk menghambat serangan korosi
dan memperbaiki sifat milik dari logam itu sendiri ( sifat mekanik; kekerasan, keuletan,
kekuatan), sifat fisik dan sifat dekoratif (memperindah penampilan). Lapisan protektif ini
dapat berupa lapisan logam, Cat (organik), plastik, vernis, semen (beton).

Tahapan proses pelapisan permukaan logam sebagai berikut:

 Tahap persiapan ; bertujuan untuk membuang semua kotoran pada permukaan logam
seperti kerak, karat, oksida, minyak, lemak, debu, dan serpihan dari proses fabrikasi
serta mengatur karakteristik sifat fisik permukaan.
 Tahap pelapisan ; tahap pelaksanaan pemberian lapisan protektif
 Tahap akhir(tahap penyelesaian) ; merupakan tahap pembersihan sisa-sisa bahan
kimia agar menghasilkan lapisan yang bersih rata dan mengkilat

8.1.1 Persiapan Permukaan

131
Persiapan permukaan merupakan bagian terpenting dalam proses coating logam
secara listrik atau pencelupan kedalam reaksi kimia. Biasanya tahap persiapan permukaan
dilakukan dua tahap Yaitu:
 Pembersihan bahan anorganik seperti kerak dan produk korosi lainnya
 Pembersihan bahan organik seperti lemak dan minyak
Pembersihan Kerak dan Karat
Kerak dan karat merupakan kotoran yang tidak larut dalam cairan yang digunakan
untuk pembersih lemak. Kerak dan karat melekat begitu kuat pada permukaan baja sehingga
tidak dilakukan menggunakan pelarut.Karat dan oksida lainnya dapat dibersihkan dengan
metode barikut:
a. Pembersihan secra makanik
Pembersihan kerak dan karat dapat dilakukan sebagai berikut:
 Dengan pukulan palu, pengikisan, sikat kawat, dan penggilingan yang
pengoperasiannya dapat dilakukan dengan cara manual atau mekanik
 Dengan peledakan pneumatic; yaitu dilakukan dengan proses kering atau basah
menggunakan pasir silika atau pasir baja yang disemprotkan terhadap permukaan
logam yang akan dilapisi.
 Dengan penembakan sentrifugal; proses penembakan baja atau bola baja yang kecil
terhadap benda kerja menggunakan roda pisau yang berputar.
 Penggunaan bahan penggosok untuk mengkilapkan permukaan benda kerja.

b. Pembersihan dengan pemanasan


Proses pemanasannya dilakukan sebagai berikut:
 Dengan pembersihan nyala; Metode ini khusus menggunakan pembakar asetilen -
oksigen yang digerakkan melalui permukaan benda kerja dengan sudut tertentu.
Metode ini sesuai dengan konstruksi atau peralatan besar
 Dengan pemanas induksi; Metode ini sesuai dengan pelat baja, roda atau tabung baja.
Benda kerja dipanaskan sekitar 175o C melalui agregat induksi listrik yang kemudian
didinginkan dengan cara menyemprotkan air dingin begitu kerak mengelupas.

c. Pembersihan secara kimia dengan pikling


Pickilng dilakukan dengan pencelupan benda kerja ke dalam larutan asam sulfat, asam
klorida atau asam fosfat. Tujuannya adalah untuk menghilangkan karat yang masih ada
pada benda kerja yang terdapat pada bagian yang ada dalam pori- pori. Serangannya
cepat dan diharapakan membentuk sel galvanic kecil dengan partikel besi sebagai anoda,
asam sebagai elektrolit dan magnetit sebagai katoda, sehingga terjadi pembebasan
hydrogen yang terdistribusi dalam oksida

Pembersihan Bahan organik


Pembersihan bahan organik dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Alkali degreasing
Alkali degreasing dilakukan dalam larutan aquades, yang berisi bahan pembersih
seperti sabun atau detergent, dan alkali seperti alkali fosfat atau alkali silkat.
Alkali degreasing bertujuan untuk mengawali pembersihan permukaan danjuga
sebagai tahap akhir sebelum proses electroplating atau coating
b. Pembersihan emulsi

132
Pembersihan emulsi merupakan penggabungan dua metode dengan penggunaan
emulsi dan pelarut organik dalam larutan sabun. Tahap ini ditambahkan
pengemulsi seperti kalium oleat. Dalam hal ini, pelarut organik dicampur dengan
air selama proses pembersihan terbentuk emulsi. Suatu aturan, alkohol suhu tinggi
atau surfaktan ditambahkan sebagai penstabil. Benda kerja dicelupkan kedalam
pelarut organik dengan pengemulsi yang dengan kemudian disemprotkan dengan
air menghasilkan emulsi minyak - air dan permukaan logam menjadi bersih.
c. Pembersihan dengan uap (steam degreasing)
Pembersihan lemak dengaan uap air yang mengandung bahan pembersih
disemprotkan pada benda kerja dengan tekanan tinggi. Metode ini benyak
digunakan untuk pembersihan benda kerja dalam jumlah banyak seperti mobil dan
jalan kereta api.

8.1.2 Beberapa Metode Pelapisan Logam

Secara ideal bahan pelapis mempunyai sifat:


 Lebih tahan terhadap serangan lingkungan dari pada logam dasar
 Tidak memicu logam dasar yang dilindungi bila lapisannya tergores
 Mempunyai sifat fisik (kekuatan,kelenturan, keuletan) yang mempunyai persyaratan
operasional struktur logam yang dilindungi
 Tebal lapisan harus merata dan tidak berpori
Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa metode pelapisan logam yang dapat
dilakukan terhadap benda kerja antara lain :

Metode Mekanik
Pelapisan secara mekanik dapat dilakukan dengan cara pengulasan dan penyemprotan
leburan logam seperti aluminium atau seng(Zn) pada permukaan logam. Pengecatan dengan
debu atau aluminium memberikan coating logam secara khusus.

Metode Fisika
Metode pelapisan secara fisik dibedakan menjadi dua yaitu
 metode suhu tinggi
 metode suhu rendah.

Metode Suhu Tinggi


Jika pelapisan logam dilakukan pada suhu tinggi, permukaan logam terbentuk secara difusi.
Kategori ini meliputi celup panas (Hot- diping) dalam tangki leburan Zn, Pb, Sn atau Al pada
suhu tinggi dalam suatu serbuk logam pelapis yang dicampur bahan fluxing yang sesuai.

Metode Suhu Rendah


Metode ini dilakukan dengan pengulangan pada kondensasi logam pelapis di permukaan
benda kerja, permukaan paduan tidak terbentuk dan ikatan ke benda kerja (logam dasar)
terjadi secara mekanik . contoh metode ini adalah sublimasi secara vakum dan sublimasi
secara listrik.

Metode Kimiawi
Metode ini juga dibedakan antara metode suhu tinggi dan metode suhu rendah

133
Metode Suhu tinggi
Dalam metode ini, benda kerja ( A, sebagai contoh baja) ditempatkan dalam leburan atau uap
senyawa kimia. Biasanya, senyawa khlorida, logam pelapis ( B, missal Cr). Logam pelapis
dapat diendapkan menurut reaksi:
Pertukaran A + BCl2  B + ACl2

Reduksi BCl2 + H2  B + 2HCl

Dissosiasi termal BCl2  B + Cl2

Semua kasus ini , logam pelapis akan lebih atau kurang dipadukan dengan logam dasar A.

Metode suhu rendah


Dengan metode ini dapat dikenal beberapa jenis pelapisan, yaitu:
 Elektrodeposisi (electroplating)
 Reduksi kimia atau elektroless( pelapisan dalam larutan perak nitrat dan formaldehid,
pelapisan nikel dengan reduksi hipofosfit)
 Sementasi yang melibatkan reduksi logam lebih mulia dari logam dasar

8.1.3 Pelapisan Logam Secara Celup Panas(Hot Dipping)

Pelapisan inidilakukan dengan cara mencelupkan logam dasar (bendakerja) kedalam leburan
logam bertitik lebur rendah seperti seng (Zn), aluminium (Al), timah (Sn), dan molybdenum
(Mo). Penerapan yang umumadalah melapisi logan besi, terutamabaja karbon untuk baja
konstruksi dengan logam seng.

8.1.4 Pelapisan Logam Secara Listrik (Elektropalting)

Proses pelapisan logam secara listrik (electroplating) bertujuan untuk menaikkan sifat
mekanis permukaan benda kerja, mutu barang, dekoratif dan perlindungan terhadapkorosi,
serta melicinkan permukaan benda kerja. Sebagai contoh Vernikel, verchrom, pelapisan perak
dan sebagainya.

Prinsip Dasar

Elektroplating merupakan proses pelapisan logam/paduan pada permukaan benda kerja


dengan bantuan arus listrik searah (DC). Suatu bak diisi bahan kimia yang berfungsi larutan
elektrolit. Dua pelat logam dicelupkamn ke dalam larutan sebagai elektroda. Kedua elektroda
ini tidak berkontak secara langsung satu dengan lainnya. Di luar bak setiap elektroda
dihubungkan dengan kutub positif (anoda) dan kutubnegatif (katoda) dari sumber arus listrik
searah (rectifier).

Berdasarkan hal di atas dapat dipahami bahwa proses electroplating digerakkan oleh
(potensial dan arus) listrik searah diluar bak, arus mengalir malalui konduktor (pelat logam,
kabel) dalam larutan tempat gerakan partikel bermuatan (ion). Tempat keluar –masuknya
arus dari atau keluar larutan disebut elektroda.Pada anoda berlangsung reaksi oksidasi dan
pada katoda terjadi reaksi reduksi. Ion yang bergerak menuju katoda disebut kation dan ion

134
yang bergerak menuju anoda disebut anion. Larutan tempat bergeraknya anion dan kation
disebut elektrolit. Sabagai contoh,pada pelapisan nkel menggunakanlarutan Watts
mempunyai Komposisi : nikel sulfat heksahidrat (NiSo4.6H2O) = 300 gpL, nikel khlorida
heksahirad ( NiCl2.6H2O) = 80 gpL dan asam borat ( H3BO4) = 40dan gpL. Elektroda
yang digunakan adalah logam nikel sebagai anoda dan benda kerja sebagai katoda. Dalam
larutan Watts, kation Nikel (Ni2+) akan bergerak menuju katoda, sedangkanlogam nikel di
anoda melarut, sehingga logam di anoda makin lama makin berkurang. Logam yang larut
akan timbulsebagai endapan yangmelapisi katoda. Dengan demikian, proses electroplating
dapat dipahami di anoda terjadi proses pelarutan lgam dan di katoda terjadi pelapisan yang
menyebabkan permukaan katoda semakin tebal.

Arus dan Hambatan Listrik


Arus listrik searah mengalir diakibatkan adanya beda potensial antara dua kutub logam atau
(kedua elektroda). Beda potensial diatur melalui panel rectifier. Besarnya arus yang mengalir
dinyatakan sebagai kuat arus (I) dengan sataun amper (A), sedangkan beda potensial
dinyatakan dengan potensial atau tegangan (V) atau (E) dengan satuan volt (V). Besarnya
arus yang mengalir (I) karena tegangan V ditentukan oleh hambatan didalam konduktor atau
larutan yang dilewatinya. Menurut hukumOhm besarnya kuat arus dinyatakan dengan
persamaan :

I = V/R atau V = I.R


Besarnya hambatan tergantung pada sistemnya. Hambatan ada dua, yaitu tahanan dalam
konduktor dan larutan. Hambatan dalam konduktor biasnya kecil dan relative tetap,tetapi
hambatan didalam larutan sangat mudah berubah, terutama bila:
 Konsentrasi larutan electroplating berubah
 Larutan electroplating tidak homogeny
 Temperature larutan electroplating berubah
 Permukaan benda kerja kotor atau kurang bersih, misalnya tahap persiapan kurang
sempurna dan permukaan benda kerja tidak merata
 Pengoperasian permukaan tidak konssisten

Secara umum, hambatan listrik di dalam larutan elektrolpating dapat berubah karena
pengaruh polarisasi.

Mekanisme Reaksi Pengendapan

Proses electroplating melibatkan reaksi oksidasi di anoda dan reaksi reduksi di katoda.Reaksi
kimia yang terjadi bergantung pada jenis elektrolit yang digunakan sebagai sumber logam
pelapis. Elektrolit electroplating terdiri atas:

a. Sumber logam/paduan pelapis


b. Pengatur pH larutan (buffer)
c. Pengatur daya hantar listrik
d. Pengatur karakteristik endapan (deposit) logam pelapis/zat aditif.

Mekanismeatau tahapan endapan (deposit) yang terjadi di permukaan katoda adalh sebagai
berikut:

135
a. Migrasi ion-ion ke katoda melalui electrode double layer ke permukaan logam
dengan melepaskan molekul air untukberubah menjadi atom-atom.
b. Adsorpsiion di permukaan sebagai suatu ion tambahan
c. Difusi ion tambahan melewati permukaan menuju suatu kedudukan muatan dari
energy minimum permukaan
d. Perubahan muatan ionic melibatkan transfer electron

Faktor Penentu Kualitas Lapisan

Kualitas lapisan ditentukan oleh beberapa factor, Yaitu:

a. Waktu operasi/pengerjaan electroplating


b. Konsentrasi larutan electroplating
c. Homogenitas konsentrasi larutan electroplating
d. Kebersihan larutan electroplating
e. Perlakuan benda kerja pada tahap persiapan
f. Waktu operasi akan mempengaruhi ketebalan lapisan.

Hal ini berarti pemakaian listrik makin besar dan pemakaian bahan kimia juga semakin
banyak, sehingga mengakibatkan biaya produksi meningkat.Konsentrasi larutan di dalam bak
electroplating akan cenderung berubah (menjadi encer atau pekat) dari waktu ke waktu. Hal
ini akan mempengaruhi kialitas lapisan. Oleh karena itu kualitaslarutan harus dijaga agar
tetap sesuai dengan ketentuan (stabil) dengan jalan memantau konsentrasi larutan.
Pemantauan dilakukan dengan cara mengabalisa larutan electroplating secara berkala
(periodik).Homogenitas konsentrasi larutan akan mempengaruhi kualitas lapisan. Kualitas
lapisan menurun jika larutan tidak homogeny, misalnya bagian bawah tidak sama dengan
bagian atas atau konsentrasi di anoda berbeda dengan konsentrasi di katoda. Hal ini dapat
diatasi dengan pengadukan larutan . Pengadukan dapat dilakukan dengan menggunakan udara
tekan atau pengadukan mekanik. Kenersihan larutan mempengaruhi kualitas produk
pelapisan. Kotoran larutan diakibatkan pengotor dari anoda atau akumulasi kotoran dari
benda kerja. Hal ini dapat diatasi dengan pembersihan bendah kerja. Pembersihan larutan
dapat dilakukan dengan pengurasan secara berkala atau melalui penyaringan secara terus
menerus. Persiapan benda kerja sangat mempengaruhi kualitas produk pelapisan, Benda kerja
yang kotor akan menyebabkan lapisan kurang melekat atau lapisan tidak merata. Hal in dapat
diatasi dengan melakukan tahap persiapan dengan baik.

8.2 Proteksi Korosi Metode Proteksi Katodik

136
Proses korosi merupakan proses elektrokimia yang melibatkan adanya transfer electron dari
reaksi anodic (oksidasi) ke reaksi katodik (Reduksi). Sebagai contoh sel korosi pada logam
besi di lingkungan atmosfer.

Reaksi elektrodiknya dapat ditulis sebagai berikut

Reaksi anodic (oksidasi) 2Fe = Fe2+ + 2e

Reaksi katodik (reduksi) O2 + 2H2O + 4e = 4OH-

Reaksi keseluruhan 2Fe + O2 + 2H2O = 2Fe2+ + 4OH-

Karena dalam system terdapat ion besi (ferro) dan ion hidroksil, maka dalam system
terbentuk Fe(OH)2 yang akhirnya terbentuk Fe2O3.nH2O pada permukaan logam besi.
Senyawa ini sering disebut karat. Reaksi ini terjadi pada antar muka logam besi di lingkungan
aqueous. Berdasarkan reaksi tersebut , bahwa electron dibebaskan pada reaksi anodic dan
dikonsumsi pada reaksi ketodik. Apabila electron dipasok dari sumber eksternal, yaitu dialiri
arus, maka reaksi anodic akan terhenti dan potensial besi menjadi lebih rendah. Dengan
demikian, korosi pada besi tidak akan terjadi, apabila potensial korosi diturunkan sampai
daerah imun. Prinsip ini merupakan proteksi katodik.

8.2.Prinsip Proteksi Katodik

8.2.1 Penurunan Potensial Sel

Prisip proteksi katodik adalah menurunkan potensial logam sampai daerah imun. Sebagai
contoh, besi (Fe) mempunyai potensial standar atau potensial kesetimbangan (Eo) = -
0,44Volt/SHE. Apabila potensial Fe dinaikkan sampai – 040Volt/SHE (misal), maka besi (Fe)
akan terkorosi. Supaya besi tidak terkorosi, maka potensial besi diturunkan di bawah
-0,44Volt/SHE, misal sampai -0,50 Volt/SHE

Untuk menurunkan potensial besi sampai di bawah potensial standar dapat dilakukan dengan
cara menghubungkan logam besi dengan logam yang potensialnya lebihnegatif (disebut
anoda korban = sacrificial anode) atau dengan cara memberikan arus terpasang (impressed
current).

Suatu system proteksi katodik, baik metode anoda korban maupun arus terpasang agarefektif
mempunyai

 Sumber pemasok arus dari arus searah


 Anoda yang memungkinkan mengalirnya arus searah kelingkungan
 Lingkungan yang terus- menrus dan bersifat elektrolit yang dapat mengalirkan arus
searah dari anoda ke struktur yang dilindungi
 Konektor logam eksternal di antara logam dan anoda

137
 Ujung struktur yang dilindungi harus saling kontak listrik dengan ujung yang lain agar
seluruh struktur dapat terproteksi katodik dan tidak terjadi korosi setempat akibat arus
sesat (liar).

8.2.3 Proteksi Katodik Metoda Anoda Korban

Prinsip Proteksi Katodik Metode Anoda Korban

Proteksi katodikdengan metode anoda korban tidak diperlukan arus dari sumber dari
luar.Logam yang dipilih sebagai anoda korban adalah logam yang mempunyai potenasial
lebih negative dari logam yang diproteksi. Sebagai contoh logam seng (Zn) mempunyai
potensial standar (Eo) = - 0,76 Volt/SHE. Logam yang berfungsi sebagai anoda korban
diletakkan pada struktur logam untuk memungkinkan adanya kontak, sehinggan
menghasilkan sel elektrokimia. Pada sel ini , struktur logam yang diproteksi menjadi katoda
dan material anoda terkorosi.Oleh karena itu , material anoda perlu diganti secara berkala.
Gambar 8.1 menunjukkan suatu ilustrasi proteksi katodik dengan system anoda korban.

Gambar 8.1 Proteksi Katodik Anoda Karbon

Persyaratan Anoda Korban

Persyaratan utama menjadi material anoda adalah kemampuannya untuk menurunkan


potensial logam yang diproteksi ke daerah imun dengan cara membanjiri struktur dengan arus
searah melalui lingkungan. Selain itu biaya murah, mampu dibentuk sesuai ukuran yang
diinginkan dan akan terkorosi merata. Anoda korban yang sering digunakan adalah paduan
magnesium (Mg), seng (Zn), dan aluminium (Al).Kadang- kadang dapt memanfaatkan anoda
besi untuk melindungi baja tahan karat di dalam air laut, tetapi hal ini kurang umum
digunakan.Pemakaian anoda magnesium (Mg) sangat sesuai untuk lingkungan yang
mempunyai resistivitas tinggi. Hal ini disebabkan pada lingkungan ini diperlukan anoda yang
tinggi keluaran arus persatuanbarat dan potensial elektrodanya sangat negative.

138
Pemakaian anoda aluminium (Al) banyak digunakan di lingkungan laut dan harganya relative
murah dibandingkan anoda lain.

Anoda seng (Zn) merupakan anoda yang paling banyak digunakan di lingkungan laut dan
mempunyai efisiensi yang tinggi. Selain itu anoda seng paling dominan digunakan untuk
saluran pipa dan komponenstruktur yang terkubur di bawah lumpur. Pada table 5.7.1 dan
table 5.7.2 memperlihatkan jenis anoda dengan lingkungan yang mempunyai resistivitas
berbeda dan sifat anoda korban.

Tabel 8.1 Jenis anoda dengan resistivitas lingkungan

Anoda Resistivitas lingkungan (Ohm Cm)


Aluminium (Al) < 150
Seng(Zn) 150 - 500
Magnesium (Mg) >500

Tabel 8.2 Sifat Anoda Korban

N0 Sifat Anoda Mg Zn Al
1 Masa jenis (Kg/dm3) 1,7 7,5 2,7
2 Potensial (Volt/SHE) 1 - 1,7 1,05 1,10
3 Tegangan dorong 0,6 - 0,8 0,25 0,25
4 Kapasitas (AH/Kg) 1200 780 2700
5 Efisiensi (%) 50 95 95

Keuntungan Pemakaian Anoda Korban

Keuntungan untuk penggunaan anoda korban antara lain:

 Bekerja tidak tergantugn pada tenaga listrik


 Mudah memasangnya dan mudah dipasang anoda tambahan
 Tidak memerlukan pelatihan kusus untuk pengawasan dan inspeksi
 Tidak terjadi proteksi berlebih (over protection) dan mudah mendapatkan potensial
yang merata di seluruh struktur.

8.3.2 Proteksi Katodik Metoda Arus Terpasang (Impressed Current)

Prisip Proteksi Katodik Arus Terpasang

Proteksi arus terpasang menggunakan sumber arus searah dari luar. Hal ini bertujuan untuk
memaksapengaliran arus dari anoda melalui lingkungan menuju struktur yang diproteksi.
Anoda terdiri atas material konduktif yangmelepaskan arus ke lingkungan dihubungkan
melalui kawat yang diisolasi ke katoda. Sumber arus searah struktur yang diproteksi
duhubungkan dengan kutub negative arus searah, sehingga struktur bersifat katodik. Contoh
proteksi katodik arus terpasang dapat dilihat pada gambar 8 2 berikut.

139
Gambar 8.2 Proteksi Katodik Impressed Curent

Pada gambar 8.2 ditunjukkan bahwa arus dialirkan dalam rangkaian eksternal sebagai
electron dan arus terpakai (Aplied Current = I app) merupakan aliran electron.Elektron bebas
tidak berada dalam larutan elektrolit, sehingga arus harus dibawa ion bermuatan positif den
negative karena ion bermuatan positif merupakan ion pembawa arus.

Cara Pengukuran Potensial Struktur lihat bab 2 dan 3

Reaksi elektrokimia pada elektroda merupakan mekanisme proteksi katodik dan untuk
transfer muatan dari electron menuju ion dipermukaan elektroda. Porteksi katodik dipantau
dengan pengukuran potensial elektroda dari struktur yang diproteksi dengan penentuan beda
potensial antara struktur dengan elektroda standar yang sesuai

Anoda Proteksi Katodik Metode Arus Terpasang

Anoda yang digunakan pada proteksi katodik metode arus terpasang , biasnya merupakan
anoda yang inert. Pada table 5.8 menunjukkan beberapa jenis anoda terpasang dan
penggunaannya.

Tabel 8.3 Bahan jenis anoda terpasang dan penggunaannya

Bahan Anoda Konsumsi Penggunaan yang disarankan


(KgA/tahun
Platina (Pt) dan 8.10-6 Lingkungan laut dan zat cair dengan kemurnian
logam yang dilapisi tinggi
Pt
0,25 - 1,0
Besi silikon tinggi Sistem air minum dan pipa bawah tanahdengan
6,8 - 9,1 urugan tanah atau bahan karbon
Baja 9,5 Lingkungan laut dan urugan bahan karbon
Besi Lingkungan laut dan urugan bahan karbon
4,5 - 6,8
Besi tuang 0,09 Lingkungan laut dan urugan bahan karbon
Timbal- Platina 0,09 Lingkungan laut dan urugan bahan karbon

140
Timbal – Perak 0,1 - 1,0 Lingkungan laut dan urugan bahan karbon
Grafit Lingkungan laut, system air minum, urugan bahan
karbon

Keuntungan Proteksi Katodik Metode Arus Terpasang

Proteksi katodik arus terpasang mempunyai keuntungan sebagai berikut:

 Struktur yang diproteksi dalam jumlah besar


 Arus yang disuplai besar
 Kualitas lapisan pelindung tidak seragam
 Sumber arus tersedia
 Pengawasan dan pengaturan mudah dilakukan
 Kebutuhan anoda relative sedikit
 Biaya lebih murah

DAFTAR PUSTAKA

141
Fontana, M.G. (1987). Corrosion Engineering 3rd. Mc Graw Hill.

Gabe, Mmet. (1978). Principles of Metal Surface Treatment and Protection 2nd. New York:
Pergamon Press.

Gosta, W. (1972). An Introduction to Corrosion and Protection of Metals.Institute of


Metallskydd. London: Butter and Tanner.

Jones, Denny, A. (1992). Principles and Prevention of Corrosion. New York: Macmillan.

Nurdin, I. (1996). Kinetika Korosi Elektrokimia, Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian
ITB. Bandung.

Piron, D.L. (1991). The Electroi Koroschemistry of Corrosion. NACE.

Purwadaria, S. (1995). Konsep-konsep Dasar Aqueous, Kelompok Studi Korosi Lembaga


Penelitian ITB. Bandung.

Surdia, T dan Saito, S. (1985). Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.

Trethewey dan Kenneth, R. (1991). Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasawan
(Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: Gramedia.

West, J.M. (1964). Electrodeposition and Corrosion Processes. London: Von Nostrad.

142

Anda mungkin juga menyukai