BDT Kelompok 19
BDT Kelompok 19
BDT Kelompok 19
DASAR TEORI
JENIS-JENIS KOROSI
KINETIKA KOROSI
PROTEKSI KATODIK
Oleh:
Ahmad Fatih 1806149330
Dhimas Syahba Laudza 1806149412
Labibah Nurhasanah 1806201812
Raihan Dzaky Yandra Putra 1806149564
Yonda Lavembelno 1806202014
PENDAHULUAN: DASAR-DASAR KOROSI
A. Definisi korosi
Korosi merupakan hasil dari reaksi kimia antara logam dengan lingkungannya dan
mengakibatkan degradasi material. Dalam bidang metalurgi, peristiwa korosi dipandang
sebagai proses kebalikan dari metalurgi ekstraksi.
B. Syarat, Mekanisme dan Reaksi Korosi
Proses korosi pada logam melibatkan transfer elektron. Logam yang terkorosi
bertindak sebagai anoda yaitu sel yang memberikan elektron, sedangkan lingkungan
bertindak sebagai katoda yang menerima elektron. Terdapat empat komponen yang
penting dalam proses korosi, yaitu:
Adanya Reduksi Pada Katoda
Adanya Oksidasi Pada Anoda
Adanya elektrolit
Adanya Metallic Pathway
E. Persamaan Nerst
Persamaan Nernst menghubungkan potensial sel kesetimbangan (juga disebut
potensial Nernst) dengan gradien konsentrasi melintasi membran. Potensial listrik akan
terbentuk jika terdapat gradien konsentrasi ion yang melintasi membran dan jika
terdapat saluran ion selektif sehingga ion tersebut dapat melintasi
membran. Hubungannya dipengaruhi oleh suhu dan apakah membran lebih permeabel
terhadap satu ion dibandingkan ion lainnya.
F. Diagram Pourbaix
Setiap logam memiliki kecenderungan korosi pada setiap tingkat keasaman
lingkungan (pH) yang berbeda untuk beda potensial tertentu. Diagram pourbaix adalah
diagram yang memetakan berbagai variasi kondisi kesetimbangan suatu elemen sebagai
fungsi dari potensial kesetimbangan dan pH. Dalam diagram pourbaix, terdapat tiga
daerah kesetimbangan, yaitu immune, corrosion, dan passive. Sebagai contoh untuk
memahami diagram pourbaix, digunakan diagram pourbaix Fe dibawah ini:
Dimana: r merupakan laju korosi, i adalah rapat arus (I/A), dan F adalah konstanta
Faraday.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi ialah:
Jenis Material
Temperatur
Konsentrasi Oksigen
pH
Elektrolit
Kelembaban Udara
G. Hukum Faraday
Hukum Faraday, Hukum Faraday menyatakan bahwa massa yang dihasilkan
dalam suatu sistem sel elektrolisis berbanding lurus dengan muatan listrik yang
mengalir dalam sel tersebut. Besarnya muatan listrik yang terjadi dalam sel merupakan
hasil kali antara kuat arus yang dialirkan dengan lamanya waktu elektrolisisnya.
Pernyataan ini merupakan prinsip dasar Hukum Faraday yang dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Dalam sel elektrokimia, massa zat yang diendapkan pada suatu
elektrode sebanding dengan besarnya muatan listrik (aliran elektron)
yang terlibat di dalam sel.
Massa ekuivalen zat yang diendapkan pada elektrode akan setara
dengan muatan listrik yang dialirkan ke dalam sel.
Rumus Hukum Faraday
Secara aljabar hukum Faraday I dapat diformulasikan sebagai berikut:
w= (e i t)F
w = massa zat, gram
e = massa ekuivalen atau (M/valensi)
i = kuat arus, ampere
F = tetapan Faraday = 96.500 coulumb
1 F = satu mol electron.
MODUL I: JENIS-JENIS KOROSI
1.1. Uniform Corrosion
Korosi seragam ditandai dengan adanya penipisan logam secara merata tanpa
adanya serangan terlokalisasi. Korosi seragam yang sering ditemui ialah perkaratan
pada baja yang terpapar udara. Salah satu contoh korosi seragam ialah aqueous
corrosion yang disebabkan karena lingkungan yang basah. Berikut ini merupakan
mekanisme yang terjadi pada besi yang terserang aqueous corrosion.
Kinetika korosi adalah salah satu bagian dari disiplin ilmu korosi yang di dalamnya
mempelajari mengenai kecepatan reaksi (corrosion rate) korosi yang terjadi pada suatu
logam. Hal-hal yang dipelajari dari kinetika korosi diantara lain mengenai: polarisasi,
pasivasi, dan cara mengukur kecepatan korosi.
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan korosi adalah
potensiostat/galvanostat, dimana pada praktikum ini potensiostat yang digunakan adalah
Nova AutoLab. Potensiostat adalah alat elektronik yang memiliki 3 elektroda. Pengujian
dilakukan dengan salah satu elektroda tersebut dilakukan kontrol tegangan, kemudian
melihat respon arus yang terjadi pada elektroda uji.
2.2. Passivity
2.2.1. Definisi dan Mekanisme Pasivitas
Pasivitas adalah keadaan suatu logam maupun paduan untuk membentuk
suatu lapisan tipis dalam keadaan teroksidasi dengan polarisasi anodik yang
tinggi (Jones, 1996). Lapisan tipis yang terbentuk adalah lapisan oksida logam
yang mengalami korosi. Dengan terbentuknya lapisan oksida tipis ini, laju korosi
dapat dihambat, karena sulitnya terjadi kontak antara logam dengan
lingkungannya. Perilaku pasivitas ini dimiliki oleh semua logam, kecuali emas.
Lapisan oksida tipis ini terbentuk dari reaksi oksidasi logam oleh oksigen.
Semua logam memiliki kemampuan membentuk lapisan oksida ini pada pH basa
dan potensial yang berbeda-beda. Misalnya kromium dapat membentuk lapisan
pasif ini pada potensial yang rendah sedangkan besi mampu membentuk lapisan
pasif pada potensial yang cukup tinggi. Masing-masing lapisan oksida logam
memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk setiap logam. Misalnya lapisan
oksida besi (Fe2O3 & Fe3O4) lebih rapuh dibandingkan lapisan oksida krom
(Cr2O3).
Selain potensial, besarnya energi bebas Gibb’s jugam mempengaruhi
terbentuknya lapisan pasif pada paduan logam. Misalnya pada stainless steel,
Cr2O3 lebih cenderung untuk terbentuk dibandingkan Fe2O3 karena ΔGf0 Cr2O3
lebih rendah (negatif) dibandingkan ΔGf0 Fe2O3.
2.2.2. Diagram Pourbaix dan Keadaan Imune, Passive, dan Corrosion pada
Diagram Pourbaix
Logam memiliki tiga keadaan berbeda, yaitu imune, passive, dan korosi.
Berikut adalah penjelasan masing-masing keadaan tersebut:
Imune: Keadaan dimana logam stabil sebagai logam murni (M). Pada
keadaan ini tidak terjadi reaksi korosi. Pada Diagram Pourbaix di bawah,
daerah imune ditunjukan Fe
Passive: Keadaan dimana logam stabil sebagai oksidanya (MxOy). Pada
keadaan ini, korosi dapat terjadi, namun lajunya sangat lambat. Namun
demikian, keadaan ini dapat menyebabkan ternjadinya pitting corrosion
(korosi sumuran). Pada diagram Purbaix di bawah, daerah passive ditunjukan
oleh Fe2O3, Fe3O4, dan Fe(OH)2.
Corrosion: Keadaan dimana logam stabil sebagai ion logam (Mn+). Pada
keadaan ini, korosi terjadi dengan laju yang cukup tinggi. Pada diagram
Pourbaix di bawah, daerah corrosion ditunjukan oleh Fe2+, Fe3+, dan FeO42-.
Ketiga keadaan tersebut tergambarkan pada Diagram Pourbaix setiap logam.
Berikut adalah contoh diagram Pourbaix dari logam besi:
Keterangan:
EPP: Potensial transisi antara keadaan aktif (terkorosi) menuju keadaan pasif
dari suatu logam
Etranspassive: Potensial akhir (maksimum) dari keadaan pasif suatu logam.
Potensial ini juga merupakan transisi antara keadaan pasif menuju keadaan
pitting corrosion.
icrit: Rapat arus maksimum terjadinya korosi pada suatu logam sebelum
memasuki keadaan pasif (i transisi aktif-pasif)
ipass: Rapat arus minimum yang dibutuhkan untuk menjaga ketebalan lapisan
oksida tipis pada keadaan pasif.
B. Stainless Steel
Stainless Steel menunjukan perilaku pasivitas yang berbeda dengan
aluminium karena stainless steel yang unsur penyusun terbanyaknya besi
tidak membentuk lapisan oksida secara natural pada pH netral. Lapisan pasif
yang tersusun atas kromium (III) oksida dan besi (III) oksida pada
Gambar 2.6
Laju korosi dapat diukur melalui kurva ini. Pengukuran laju korosi
dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:
3.2. Inhibitor
3.2.1. Definisi dan Fungsi Inhibitor
Inhibitor adalah sebuah zat kimia yang digunakan dalam jumlah sedikit
dan bertujuan untuk mengurangi laju korosi. Penggunaan inhibitor untuk
mengurangi laju korosi memiliki keuntungan, salah satunya adalah dalam
penambahannya tidak akan menganggu suatu proses. Fungsi dari inhibitor
adalah memperlambat laju dari proses korosi. Inhibitor ini akan bereaksi
secara kimia dengan logam kerjanya dan akan membentuk lapisan tipis
yang akan melindungi logam kerja dari lingkungannya.
Dengan:
U = Umur pakai anoda (tahun)
W = Berat anoda (lb)
η = Efisiensi Anoda
Uf = Faktor utilisasi (faktor kegunaan anoda
Ianoda = Arus keluar dari tiap anoda (A)
Kelebihan Kekurangan
Tidak membutuhkan sumber Arus keluaran relatif rendah
listrik dari luar
Distribusi arus merata Driving voltage tidak bisa
diatur dimana sesuai dengan
anoda yang digunakan
Tidak menimbulkan interferansi Harga proteksi tinggu untuk
arus struktur yang tidak dicoating
Tidak membutuhkan Aplikasinya terbatas jika
pengaturan arus dibandingkan dengan metode
impressed current
Kelebihan Kekurangan
Rectifier dapat Sangat bergantung pada
menghasilkan arus yang arus eksternal
tak terbatas
Anoda yang digunakan Terjadi interferensi yang
lebih sedikit dapat menyebabkan
struktur lain terkorosi
Umur pakai lebih lama, Aplikasi terbatas pada
lebih dari 20 tahun resistivitas tanah dibawah
3000 ohm/cm namun
pengoperasiaannya tidak
terpengaruhi resistansi
tanah
3.4. Referensi
Ahmad, Z. (2006). Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control.
Elsevier.
Ardianto, P. (2017). PENGARUH CACAT COATING Dan PERBEDAAN
SALINITAS TERHADAP LAJU KOROSI PADA DAERAH SPLASH ZONE
MENGGUNAKAN MATERIAL BAJA
A36. https://repository.its.ac.id/45655/8/4313100011-
Undergraduate_Theses.pdf.
Galio, Alexandre & Dariva, Camila. (2014). Corrosion Inhibitors – Principles,
Mechanisms and Applications. 10.5772/57255.
Hihara, L. H. (2015). Electrochemical Aspects of Corrosion-Control Coatings.
Intelligent Coatings for Corrosion Control, 1–15. doi:10.1016/b978-0-12-
411467-8.00001-5
Monticelli, C. (2017). Corrosion Inhibitors. Reference Module in Chemistry,
Molecular Sciences and Chemical Engineering. doi:10.1016/b978-0-12-409547-
2.13443-2
Prameswara, B. Y., Kristiawan, Y. Y., & Chamim, M.
(2020). Pengerasan Permukaan Baja Karbon Sedang dengan Metode Thermal
Spray Coating. Teknika, 6(4), 195-203.