Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Faal 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM PSIKOLOGI FAAL

Nama Mahasiswa : Ananda K Tanggal Pemeriksaan : 09/04/2019

NPM : 10518687 Nama Asisten : 1. Elan R.F

Kelas : 1PA19 2. Veronica N

Paraf Asisten :

1. Percobaan : Indera Peraba

Nama Percobaan : Perasaan Pada Kulit

Nama Subjek Percobaan : Ananda Kusumaningtyas

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal

a. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui adanya reseptor tekanan,


sakit, sentuhan, dingin, dan panas pada kulit,
serta mengetahui letak masing-masing
reseptor.

b. Dasar Teori : Sensasi somatosensori merupakan


sensasi-sensasi yang terjadi dari tubuh. Sistem
somatosensori terdiri dari tiga sistem yang
berbeda, yaitu eksteroreseptif dengan indera
kulit yang merasakan stimuli dari luar tubuh;
proprioseptif yang memonitor informasi
tentang posisi tubuh yang datang dari
reseptor-reseptor di otot, sendi, dan organ
keseimbangan; dan interoseptif yang
menyediakan informasi umum tentang kondisi
tubuh seperti suhu dan tekanan darah.

Sistem eksteroreseptif dengan indera kulit


memiliki tiga bagian dalam mempersepsi
rangsangan, yaitu bagian yang
mempersepsikan rangsangan mekanik
(perabaan); bagian yang mempersepsikan
rangsangan thermal (suhu); dan bagian yang
mempersepsikan nosiseptif (rasa sakit).

Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4


jaringan dasar, salah satunya adalah jaringan
saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat
ditemukan pada kulit berupa ujung saraf bebas
dan berbagai badan akhir saraf. Saraf-saraf ini
adalah reseptor-reseptor yang terletak pada
lapisan subkutis. Ada enam macam reseptor
pada kulit, masing-masing reseptor tersebut
adalah sebagai berikut:

1) Korpuskula Pacini, merupakan ujung saraf


perasa tekanan kuat.

2) Korpuskula Ruffini, merupakan ujung saraf


perasa panas.

3) Ujung saraf Krause, merupakan ujung saraf


perasa dingin.

4) Korpuskula Meissiner, merupakan ujung


saraf peraba.

5) Ujung saraf tanpa selaput, merupakan


perasa nyeri.
6) Lempeng Merkel, merupakan ujung saraf
perasa sentuhan dan perasa ringan.

Manusia dapat merasakan bermacam-macam


gradasi panas dan dingin. Gradasi thermal
dapat dibedakan oleh paling tidak tiga reseptor
sensorik: reseptor dingin, reseptor panas, dan
reseptor nyeri yang bertanggung jawab
terhadap sensasi freezing cold atau burning hot.
Jumlah reseptor dingin lebih banyak daripada
reseptor hangat. Manusia menggunakan
sensitivitas getaran untuk menentukan benda
yang disentuhnya. Sensasi panas dan dingin
disebabkan karena adanya perubahan suhu
kulit dari biasanya yang ditimbulkan oleh
benda yang disentuhnya. Ambang batas sensor
peraba merasakan panas adalah 450,
sedangkan untuk rasa dingin ambangnya di
bawah 100. Di luar ambang itu sensor tidak
berfungsi.

c. Alat yang Digunakan : Tiga buah baskom plastik berisi air dingin, air
dengan suhu ruang, dan air hangat; tiga
macam cairan (air, alkohol 70%, dan aseton);
dan cotton bud.

d. Jalannya Percobaan : 1.1 Tangan dicelupkan ke masing-masing


baskom yang berisi air hangat dan dingin
selama 15 detik secara bersamaan.
Tangan kanan dicelupkan di air hangat
dan tangan kiri dicelupkan di air es.
Kemudian dicelupkan ke baskom yang
berisi air dengan suhu ruang selama 15
detik secara bersamaan.
1.2 Punggung tangan dioleskan dengan 3
jenis cairan (air, alkohol 70%, aseton)
kemudian ditiup. Cairan yang pertama
dioleskan adalah air, kemudian alkohol,
dan yang terakhir adalah aseton.

e. Hasil Percobaan : 1.1 Tangan kanan merasakan suhu turun


namun tidak drastis dan tangan kiri
merasakan suhu naik disertai dengan
sedikit nyeri. Lama kelamaan kedua
tangan merasakan suhu yang sama.

Hasil sebenarnya:

Tangan kanan terasa lebih dingin saat


dicelupkan ke air suhu ruang karena
adanya pengurangan kalor dari hangat ke
suhu ruang. Sedangkan tangan kiri terasa
lebih hangat saat dicelupkan ke air suhu
ruang karena adanya penambahan kalor
dari dingin ke suhu ruang.

1.2 Bagian punggung tangan yang dioleskan


dengan air setelah ditiup terasa dingin.
Sedangkan yang dioleskan dengan
alkohol, setelah ditiup terasa lebih dingin
daripada air. Bagian yang dioleskan
aseton setelah ditiup terasa lebih dingin
dari alkohol namun sensasinya tidak
terlalu lama.

Hasil sebenarnya:

Air terasa lebih dingin setelah ditiupkan,


alkohol terasa lebih dingin daripada air
setelah ditiupkan, dan aseton terasa lebih
dingin daripada alkohol setelah ditiupkan.
Ada reseptor pada kulit, yaitu reseptor
end krause.

f. Kesimpulan : Kulit merasakan adanya perbedaan suhu


dingin dan panas dikarenakan reseptor end
krause dan reseptor ruffini yang mendeteksi
adanya perubahan suhu. Perubahan suhu yang
sedikit akan tetap dipersepsikan oleh reseptor
karena adanya atensi pada perubahan tersebut.

Tangan kanan dan tangan kiri merasakan


perubahan suhu sebelum akhirnya merasakan
suhu yang sama dikarenakan adanya
perpindahan kalor. Tangan kanan melepaskan
kalor, oleh karena itu tangan kanan merasakan
dingin. Sedangkan tangan kiri menerima kalor
saat dicelupkan ke air yang lebih hangat, oleh
karena itu tangan kiri merasakan hangat.

Tangan yang dicelupkan ke air es merasakan


nyeri akibat adanya reseptor nyeri yang turut
andil saat kulit merasakan suhu yang sangat
dingin (freezing cold).

g. Daftar Pustaka : Hapsari, Iriani Indri., Puspitawati, Ira.,


Suryaratri, Ratna Dyah. (2014). Psikologi
faal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Indra, Eka Novita. (2007). Adaptasi fisiologis


tubuh terhadap latihan di lingkungan
panas dan dingin. Proceeding seminar
nasional porperti UNY. 166-180.

Kalangi, Sonny. J.R. (2013). Histofisiologi


kulit. Jurnal biomedik. 5. 12-20.
Pinel, J.P.J., Barnes, Steven J. (2018).
Biopsychology 10th edition global edition.
Essex: Pearson Education Limited.
Nama Percobaan : Lokalisasi Taktil

Nama Subjek Percobaan : Ananda Kusumaningtyas

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal

a. Tujuan Percobaan : Memahami serta mengetahui kepekaan syaraf


peraba dengan melokalisir taktil yang
ditusukkan ke berbagai tempat; serta
mengetahui kepekaan TPL (Two Point
Localization).

b. Dasar Teori : Korteks somatosensori primer manusia


bersifat somatotopik yang terorganisasi
menurut peta permukaan tubuh. Peta
somatotopik disebut juga somatosensory
homunculus. Sebagian besar korteks
somatosensori primer menerima input dari
bagian tubuh yang mampu membedakan taktil
paling halus seperti tangan, bibir, dan lidah.
Wilayah yang paling peka dan sensitif di
tubuh kita adalah pada daerah jari, tangan,
wajah, bibir, leher, dan lidah, sedangkan yang
tidak peka adalah bagian tengah punggung.

Setiap neuron somatosensorik berespons


terhadap informasi rangsangan hanya dalam
region tertentu permukaan kulit sekitar; region
ini disebut medan reseptif. Ukuran medan
reseptif berbanding terbalik dengan densitas
reseptor di bagian tersebut; semakin rapat
reseptor jenis tertentu tersusun, semakin kecil
luas kulit yang dipantau oleh masing-masing
reseptor. Semakin sempit medan reseptif
dalam suatu daerah, semakin tinggi ketajaman
atau kemampuan diskriminasi.

Selain kerapatan reseptor, faktor kedua yang


mempengaruhi ketajaman adalah inhibisi
lateral. Anda dapat mengetahui pentingnya
fenomena ini dengan sedikit menekan
permukaan kulit anda dengan ujung pensil.
Medan reseptif tepat di bawah bagian tengah
ujung pensil tempat rangsangan paling intens
mengalami elsitasi, tetapi medan reseptif
sekitar juga terangsang, namun dengan derajat
yang lebih ringan karena distorsinya lebih
ringan. Jika informasi dari serat-serat aferen
marginil yang ikut terangsang ini mencapai
kortela maka lokalisasi ujung pensil akan
samar. Untuk mempermudah lokalisasi dan
mempertajam kontras, di dalam SSP terjadi
inhibisi lateral. Jalur sinyal yang paling
terangsang yang berasal dari bagian tengah
daerah stimulus menghambat jalur-jalur yang
kurang tereksitasi yang berasal dari daerah
sekitar. Hal ini terjadi melalui antarneuron
inhibitorik yang berjalan ke lateral anrara
serat-serar asendens yang melayani
medan-medan resepdf sekitar. Penghambatan
transmisi iebih lanjut terhadap masukan yang
lebih lemah meningkatkan kontras antara
informasi yang diinginkan dan tidak
diinginkan sehingga lokasi ujung pensil dapat
diketahui dengan pasti. Derajat koneksi
inhibisi lateral dalam jalur-jalur sensorik
bervariasi sesuai modalitas. Modalitas yang
memiliki inhibisi lateral paling besar-sentuhan
dan penglihatan menghasilkan lokalisasi yang
paling akurat.

c. Alat yang Digunakan : Dua buah spidol warna yang berbeda,


penggaris, dan slayer.

d. Jalannya Percobaan : Mata praktikan ditutup dengan menggunakan


slayer kemudian tangan praktikan akan
ditusuk oleh asisten lab dengan menggunakan
spidol warna, tangan yang lainnya akan
menusuk kembali tangan yang ditusuk tadi
dengan spidol warna yang berbeda, kemudian
jarak antar titiknya diukur. Percobaan
dilakukan hingga tiga kali.

e. Hasil Percobaan : Jarak antar titik pada percobaan pertama


adalah 1 cm. Jarak antar titik pada percobaan
kedua adalah 3 cm. Jarak antar titik pada
percobaan ketiga adalah 2 cm.

Hasil sebenarnya:

- Jarak kurang dari 5 cm menunjukkan bahwa


saraf peraba dalam kondisi baik.

- Jarak lebih dari 5 cm menunjukkan bahwa


saraf peraba dalam kondisi kurang baik.

- TPL (Two Point Localization) cenderung


lebih peka terhadap bagian tubuh yang
menonjol seperti hidung, mata, bibir, ujung
jari.

- Jarak antara titik yang ditusukkan asisten


dengan titik yang ditusukkan peserta
bergantung pada waktu.
f. Kesimpulan : Jarak antara titik pertama dengan titik kedua
bergantung pada waktu, jadi jika semakin
cepat dalam menitikkan kembali titik
pertamanya maka jarak antar titiknya akan
semakin dekat, begitu pula sebaliknya. Luas
area tubuh yang diberikan rangsang juga
berpengaruh, apabila semakin sempit
permukaannya maka lokalisasi taktil akan
semakin akurat, begitu pula sebaliknya.

g. Daftar Pustaka : Hapsari, Iriani Indri., Puspitawati, Ira.,


Suryaratri, Ratna Dyah. (2014). Psikologi
faal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sherwood, Lauralee. (2009). Fisiologi


manusia dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Pinel, J.P.J., Barnes, Steven J. (2018).


Biopsychology 10th edition global edition.
Essex: Pearson Education Limited.
Nama Percobaan : Daya Membedakan Sifat Benda

Nama Subjek Percobaan : Ananda Kusumaningtyas

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal

a. Tujuan Percobaan : Untuk membuktikan kepekaan syaraf peraba


terhadap kehalusan benda sampai kekasaran
benda; serta bentuk-bentuk benda
(Stereognostik).

b. Dasar Teori : Indera peraba meliputi tekanan, suhu, dan rasa


sakit. Di bawah lapisan luar kulit terdapat
setengah lusin sensor miniatur yang
merupakan reseptor untuk indera peraba.
Fungsi dari sensor sentuh adalah untuk
mengubah tekanan mekanik atau variasi suhu
menjadi impuls saraf yang dikirim ke otak
untuk diproses.

Persepsi taktil merupakan kemampuan


mengenal berbagai obyek melalui perabaan.
Persepsi taktil berhubungan dengan kepekaan
kulit terhadap sentuhan/rabaan, tekanan, suhu,
dan nyeri. Persepsi taktil diaktifkan oleh
stimulus mekanis atau termal. Persepsi taktil
berkaitan dengan beberapa kemampuan, yaitu:

1) Diskriminasi (pembedaan) permukaan


kasar-halus, keras-lembek.

2) Menelusuri bentuk-bentuk geometri.

3) Menelusuri bentuk huruf dan angka.

4) Menelusuri kata
Kerusakan pada sistem somatosensori dapat
berujung pada kegagalan dalam mempersepsi
benda melalui sentuhan, seperti kehilangan
sensitivitas dalam mendeteksi sentuhan ringan
dan kurang mampu untuk mengidentifikasi
objek melalui sentuhan.

c. Alat yang Digunakan : Slayer penutup mata, lima lembar kain


berbagai macam tekstur permukaan, serta
berbagai macam bentuk benda (geometri,
alfabet, dan buah-sayur).

d. Jalannya Percobaan : 1.1 Subjek mengurutkan lima helai kain


dengan permukaan yang paling halus ke
yang paling kasar dengan meraba
permukaan kain.

1.2 Dengan mata ditutup, subjek diberikan


lima benda dengan bentuk yang
berbeda-beda kemudian subjek menebak
benda tersebut dengan meraba
permukaannya.

e. Hasil Percobaan : 1.1 Urutan kain dari yang permukaannya


paling halus ke yang paling kasar adalah:
kain warna hitam, merah, pink, abu-abu,
maroon, dan hijau tosca.

Hasil Sebenarnya:

Kain dengan permukaan paling halus


adalah kain hitam, permukaan agak halus
adalah kain merah, permukaan halus
adalah kain pink, permukaan agak kasar
adalah kain abu-abu, permukaan kasar
adalah kain maroon, dan permukaan
paling kasar adalah kain hijau tosca.

1.2 Bentuk benda yang pertama adalah huruf


M. Benda kedua adalah pare. Bentuk
ketiga adalah huruf Z. Bentuk keempat
adalah bentuk paprika. Bentuk kelima
adalah bentuk geometri balok.

Hasil Sebenarnya:

Bentuk benda yang pertama adalah huruf


M. Benda kedua adalah jagung. Bentuk
ketiga adalah huruf Z. Bentuk keempat
adalah bentuk paprika. Bentuk kelima
adalah bentuk geometri kubus.

f. Kesimpulan : Tangan dapat mengenali bentuk benda


walaupun dengan mata tertutup hanya dengan
rabaan karena adanya taktil pada ujung-ujung
jari tangan. Taktil mengenali perbedaan
permukaan dan tekstur benda, mengantarkan
sensasi-sensasi yang dirasakan kemudian
sensasi tersebut akan direorientasi ulang dan
dipersepsikan di otak sehingga menjadi bentuk
benda.

g. Daftar Pustaka : Ardiyanto, A. (2016). Peran perceptual


motoric pada perkembangan gerak anak.
Jendela olahraga. 1. 1-9.

Hapsari, Iriani Indri., Puspitawati, Ira.,


Suryaratri, Ratna Dyah. (2014). Psikologi
faal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pinel, J.P.J., Barnes, Steven J. (2018).
Biopsychology 10th edition global edition.
Essex: Pearson Education Limited.

Plotnik, Rod., Kouyoumdjian, H. (2011).


Introduction to psychology 9th edition.
Belmont: Wadsworth Cengage Learning.
Nama Percobaan : Gerak Refleks

Nama Subjek Percobaan : Ananda Kusumaningtyas

Tempat Percobaan : Laboratorium Psikologi Faal

a. Tujuan Percobaan : Untuk mengetahui adanya gerakan-gerakan


refleks pada otot.

b. Dasar Teori : Refleks merupakan reaksi tak sadar yang tidak


terpelajar terhadap beberapa stimulus. Koneksi
netral atau jaringan yang mendasari refleks
sudah dipersiapkan oleh instruksi genetik.
Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan
oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur
saraf ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor,
interneuron, dan neuron motor, yang
mengalirkan impuls saraf untuk tipe reflek
tertentu. Gerak refleks disebabkan oleh
rangsangan tertentu yang biasanya
mengejutkan dan menyakitkan. Gerak refleks
terjadi apabila rangsangan yang diterima oleh
saraf sensori langsung disampakan oleh
neuron perantara. Kita semua dilahirkan
dengan sejumlah refleks terprogram dan
semua refleks berbagi dua atau tiga langkah
yang sama, tergantung pada bagaimana
mereka terhubung dalam sistem saraf.

Refleks terjadi begitu cepat karena mereka


diprogram secara genetik dan melibatkan
koneksi saraf yang relatif sedikit sehingga
menghemat waktu. Berikut ini adalah urutan
bagaimana refleks terjadi:
1) Sensor. Kulit terutama bagian tangan dan
jari-jari tangan memiliki sensor khusus
(reseptor) yang sensitif dengan panas. Saat
tangan menyentuh benda yang panas,
sensor ini akan memicu saraf yang
berujung pada gerak refleks.

2) Neuron afferent. Dari reseptor, dendrit akan


membawa informasi rangsang dalam
wujud sinyal listrik ke sumsum tulang
belakang.

3) Interneuron. Merupakan neuron yang


menjadi penghubung antar neuron.

4) Neuron efferent. Di dalam sumsum tulang


belakang, interneuron menghantarkan
informasi ke neuron ketiga yaitu neuron
efferent atau neuron motorik. Dari sumsum
tulang belakang, neuron efferent akan
mengirimkan sinyal listrik ke otot melalui
akson. Sinyal listrik tersebut berisi
informasi gerakan yang menyebabkan
tubuh bergerak secara tiba-tiba tanpa sadar
(melakukan gerak refleks).

Gerak spontan yang dihasilkan ketika kaki


meregang disebut refleks tendon patella
(patella berarti “lutut”). Refleks ini disebut
stretch reflex—sebeuah gerak spontan yang
muncul karena adanya gaya peregangan
tiba-tiba pada otot. Saat tendon di lutut diketuk
atau terkena benturan, otot ekstensor pada
paha akan meregang. Peregangan tiba-tiba
pada otot paha akan menarik reseptor regang
otot spindle, sehingga memulai serangkaian
aksi potensial dari reseptor regang ke sumsum
tulang belakang oleh saraf gelendong afferen
melalui akar dorsal. Rangkaian tersebut
merangsang saraf motorik di sumsum tulang
belakang dengan mengirimkan sinyal potensi
reaksi ke otot yang meregang. Impuls-impuls
ini menghasilkan kontraksi otot dan gerak
spontan pada kaki secara tiba-tiba.

c. Alat yang Digunakan : Sebuah martil karet.

d. Jalannya Percobaan : Lutut kaki yang aktif diketuk dengan


menggunakan martil karet. Percobaan diulang
hingga mendapatkan gerak refleks.

e. Hasil Percobaan : Lutut terasa diketuk dan kaki otomatis


bergerak sendiri.

Hasil sebenarnya:

Lutut yang diketuk akan secara spontan


bergerak sendiri karena adanya gerak refleks.
Namun bentuk dari gerak refleks tidak harus
bergerak, bisa juga lutut terasa tersetrum saat
diketuk.

f. Kesimpulan : Lutut yang diketuk tanpa disadari akan


melakukan gerak refleks, yaitu bergerak
sendiri, dikarenakan adanya saraf-saraf pada
lutut yang menghantarkan impuls-impuls
refleks ke otak. Impuls ini dihantarkan dengan
sangat cepat sehingga gerak refleks pun
berlangsung sangat cepat dan tidak disadari.
g. Daftar Pustaka : Pinel, J.P.J., Barnes, Steven. J. (2018).
Biopsychology 10th edition global edition.
Essex: Pearson Education Limited.

Plotnik, Rod., Kouyoumdjian, H. (2011).


Introduction to psychology 9th edition.
Belmont: Wadsworth Cengage Learning.

Wulandari, Ika Puspita. (2009). Pembuatan


alat ukur kecepatan respon manusia
berbasis mikrokontroller AT89S8252.
Jurnal Neutrino. 1. 208-219.

Anda mungkin juga menyukai