Terjemahan Mabadi 'Awaliyah (Ushul Fiqh) Edited PDF
Terjemahan Mabadi 'Awaliyah (Ushul Fiqh) Edited PDF
Terjemahan Mabadi 'Awaliyah (Ushul Fiqh) Edited PDF
PENGANTAR PENERJEMAH
Bismillahirrahmanirrahim
Puji Syukur yang tak terhingga, teruntuk Allah ‘Azza wa Jalla.
Sholawat dan Salam tercurahkan selalu kehadirat baginda alam, yakni
nabi Muhammad Saw.
Berkat Rahmat dan ‘Inayah Allah Swt. Kami menulis terjemahan
kitab "Mabadi 'Awwaliyyah" karya Syaikh 'Abdul Hamid Hakim, yang
didalamnya membahas tentang Ushul Fiqh dan Qaidah-qaidah Fiqhiyyah
Kitab ini merupakan dasar-dasar dari ushul Fiqh madzhab Syafi’i,
dan juga terdapat 40 Qaidah Fiqhiyyah, sebagai dasar penentuan hukum
Fiqih bagi Madzhab Syafi’i.
Oleh karena itu, kami berusaha menyajikan buku ini agar lebih
mudah dicerna, dihayati dan diamalkan oleh semua lapisan umat islam,
terutama para santri atau pelajar di pondok-pondok pesantren yang ingin
mengkaji Ushul Fiqh madzhab Imam Syafi’i.
Mudah-mudahan bermanfa’at.
DAFTAR ISI
Daftar Isi
BAGIAN PERTAMA
BAGIAN KEDUA
(Pembahasan tentang Qawaidul Fiqhiyyah)
ِالَّص
ا َ ََ اَِ َ َ ْ ِ ِ اْ ُ َ َ ِّسل ِ َْ ِ اْ َِ ِا َ ُّس
ِ ِل ِ ُِ ْ َ
ْ ُ َ ََ ال َ ُم
ال َ ُ َ َّص
ا َ َّص َْ
Sesungguhnya sudah tidak meragukan lagi bahwa pohon itu tidak akan
berdiri tanpa ada akarnya, dan rumah tidak akan tegak kokoh tanpa ada pondasi
yang kuat, begitu pula hukum fiqih yang tidak berdiri sendiri tanpa ada Ushul Fiqih,
untuk itu termaktub dalam Kitab Jami‟ul Bayan :
Dan ketika kitab-kitab Ushul Fiqh yang beredar dirasakan sulit oleh
sebagian para pelajar/santri, karena kurangnya ibarat atau contoh yang diberikan
untuk setiap kaidah-kaidahnya, maka untuk itu didalam kitab ini dijelaskan dengan
mudah tentang kaidah-kaidah ushul fiqh beserta contoh/perumpamaan nya, karena
untuk menghafal satu kaidah dengan tidak adanya pengetahuan tentang contoh
kaidah tersebut, maka hal itu tidak akan memberikan kemanfa‟atan dan akan
membuang waktu dengan sia-sia.
Dan kitab ini terbagi pada dua pokok bahasan, pembahasan pertama tentang
Ushul Fiqh, dan pembahasan kedua tentang Kaidah-kaidah Fiqhiyyah. Akhirnya
kepada Allah Swt, pengarang berharap semoga kitab ini bermanfa‟at, dan
tercapainya semua cita-cita.
)ٌ ِْْ(ََت
" ٍ ف َش ِه
ِ ِْب ِ َا ٍِ ِ ِ
" يُ ْ ِ ُك َّصاذك ُّسي َِظ ٍْْي َ ح َم الَ يُ ْ ُِك ُ اْغَِ ُّس
“Dengan satu contoh, maka orang yang pintar akan menemukan hal-hal yang tidak
ditemukan oleh orang-orang bodoh yang diberi seribu macam contoh”
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
2
BAGIAN PERTAMA
Pembahasan Tentang Ushul Fiqh
َِْ ُ َّص
ََ ال (dirikanlah sholat) dan pendapat „ulama yang mengatakan bahwa
bangkai itu halal hukumnya bagi mereka yang dalam kondisi dharurat, menyimpang
dari hukum asal yaitu menyimpang dari kaidah hukum secara global bahwa :
( ُك ُّسل َمَْ ٍ َحَر ٌمsemua bangkai itu hukumnya haram) dan firman Allah Swt :
ِ
ُ َْ َ ْ( َّصَ ُحِّسرَم َ َْ ُ ُ اsesungguhnya bangkai itu diharamkan atas kalian
semua).
Ushul Fiqh ialah dalil hukum fiqih yang dibuat secara global/ijmal, seperti
pendapat „ulama bahwa muthlaqnya perintah itu adalah suatu kewajiban, dan
muthlaqnya larangan adalah suatu yang diharamkan, serta muthlaqnya perbuatan
Nabi Saw, muthlaqnya Ijma‟ dan Qiyas adalah Hujjaj (dalil).
Definisi Fiqih secara etimologi (bahasa) ialah Faham, sedang menurut
terminologi ialah ilmu yang mempelajari hukum-hukum syar‟i yang dihasilkan dari
Ijtihad. Misalnya : mengetahui bahwa niat ketika wudhu hukumnya wajib, Nabi Saw
Berbeda dengan mengetahui hukum syara‟ yang tidak melalui jalan ijtihad
seperti mengetahui bahwa sholat lima waktu itu hukumnya wajib, dan berzina itu
hukumnya haram, semua itu termasuk dari masalah Qath‟iyyah (pasti) maka
pengetahuan itu bukan disebut fiqih.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
3
ILMU : Sifat yang dapat menjelaskan sesuatu yang dicari dengan
penjelasan yang sempurna
HUKUM-HUKUM
WAJIB : Yang diberi pahala jika dikerjakan dan akan disiksa jika
ditinggalkan, misalnya : melaksanakan sholat lima waktu,
puasa bulan Ramadhan dll.
MANDUB : Yang diberi pahala jika dikerjakan dan tidak akan disiksa jika
ditinggalkan, misalnya : melaksanakan sholat sunnah
Tahiyyatul Masjid dll.
HARAM : Yang diberi pahala jika ditinggalkan dan akan disiksa jika
dikerjakan, misalnya : Riba, melakukan perbuatan yang
merusak dll
MAKRUH : Yang diberi pahala jika ditinggalkan dan tidak akan disiksa jika
dikerjakan, misalnya : mendahulukan mencuci yang sebelah
kiri daripada yang sebelah kanan ketika berwudhu dll
MUBAH : Yang tidak diberi pahala jika dikerjakan dan juga tidak akan
disiksa jika ditinggalkan, misalnya : tidur disiang hari dll
RUKHSOH : Hukum yang berubah dari yang sulit menjadi mudah, diiringi
dengan adanya sebab hukum asal, misalnya : diperbolehkan
berbuka puasa bagi musafir jika puasa itu menyebabkan
kesulitan/kepayahan bagi musafir, dan diperbolehkan memakan
bangkai bagi orang-orang yang berada dalam keadaan dharurat,
dll
PEMBAHASAN KE-1
Menerangkan tentang AMR
AMR adalah permintaan melakukan suatu pekerjaan dari yang lebih tinggi
derajatnya kepada yang lebih rendah derajatnya. Dalam AMR terdapat beberapa
kaidah yaitu :
ِ ِِال ِ َمَتر ِ ا ِ
4.
َ َ ٌ ْ ْ َ أل َْمُر َّص
“Memerintah sesuatu berarti juga memerintah melaksanakan wasilah
(perantara) nya,”
. ه مل. ِ ل ِ
َ َْ ِ ََْ َّص اُ َ َْ َ َ َّص َ َ ْن َت َتَ َه
“Nabi Saw telah melarang melakukan jual beli kerikil.” (HR. Muslim)
ٍ ِ ِ
5. َ َ َ ْن َ َج َ َ َْم ٍر َ ِ ٍ َ ِن اْ َ ْ ِ َغ ِْْي الَ ِزم
"Jika larangan itu merujuk pada perkara yang keluar dari bentuk akad yang
tidak lazim maka tidaklah menjadi batal",
seperti pada bentuk jual beli disaat adzan sholat Jum‟at, firman Allah Swt :
"Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli." (QS. Al-Jumu'ah : 9)
Hal itu karena akan mengganggu dalam usaha melakukan kewajiban sholat
Jum‟at, dan gangguan itu ada ketika terjadi proses jual beli dan lainnya
termasuk juga jika makan.
„AM adalah sesuatu yang meliputi dua perkara atau lebih dan tidak
mempunyai batasan. Lafadz-lafadz yang menerangkan tentang „Am ada 4 (empat)
yaitu :
...........
"Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. kecuali orang-orang yang
beriman .......... (QS. al-'Ashr : 2-3)
4. Isim Mubham
c. Lafadz ي
َ ٌّي pada firman Allah Swt :
e. Lafadz
َ َمuntuk dzorof zaman,
ِ ِ ِ
seperti lafadz
ٌ َم َ َ َف ْرت َ َْ َ ا (kapan saja kamu pergi, maka kamu
terthalaq)
KHAS adalah sesuatu yang mencakup dua perkara atau lebih dan tidak
mempunyai batasan. Sedangkan TAKHSIS ialah yang dikeluarkan dari sebagian
dalil-dalil „AM, TAKHSIS terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : MUTTASHIL
dan MUNFASHIL.
2. Taqyid bis shifat (digantungkan pada sifatnya), firman Allah Swt dalam hal
Kafarat membunuh :
..... ....
"...... Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah......" (QS. Ali-Imran : 97)
Dalam ayat diatas anak secara keseluruhan akan mendapatkan warisan baik dia
beragama Islam ataupun kafir, maka ayat diatas ditakhsis oleh al-Hadits Nabi
yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim yaitu :
....
....
"......Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); ....."
ِْ َ َ َ ِ َّص
ال َ اُ اْ ُ ْل ُر
“Pada setiap yang disirami oleh hujan maka zakatnya adalah sepersepuluh”
Ditakhsis dengan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim pula :
ٌ َ َ َ ٍ ُ َْ ِ اَْ َ ِْ َ ُا ْ َن َْ َل
“Tidak mesti mengeluarkan zakat (shodaqoh) untuk yang kurang dari 5 (lima) Ausuq”
.. ..
"Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini
budak) itu, "
Maka berdasarkan itu para ulama membuat qiyas/ukuran untuk hukuman „ABD
(hamba laki-laki) adalah separuh dari hukuman laki-laki merdeka
Hadits ini diperuntukkan bukan untuk antara orang tua dan anaknya, karena tidak
akan menjadikannya mendapat sindiran/hinaan atau siksaan, dengan Qiyas bahwa
anak tidak boleh berkata kasar kepada orang tuanya, berdasarkan pada firman
Allah Swt pada surat al-Isra : 23
...
".....Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
15
PEMBAHASAN KE-5
Menerangkan tentang NASKH
membentang luas), dan adapula yang memberi makna : ( َاَّصَت ْ ُلmenyalin) seperti
ungkapan ulama : ا ِ َ ََت َ ْ ُ َم ِْ ِ ِ َ َ َر
ِ َِ َْل ْخ ُ م ِ َه َذ ا
ْ َ َ (saya
menyalin apa-apa yang ada didalam kitab ini, ketika saya menyalin apa-apa yang
ada didalam kitab ketempat yang lain)
Seperti lafadz :
Keterangan itu diyakini dulunya ada seperti yang diungkapkan oleh Umar bin
Khattab ra. : “Saya sesungguhnya pernah membaca ayat itu” (HR. Imam Syafi‟i
dan lainnya), dan hal itu tetap dipertahankan secara hukum sesuai Hadits Nabi :
) ل ِ ْ َ (م ف ِ
َ ْ ُ َْ َ ْ َ َج َ َ َّص اُ َ َْ َ َ َّص َ ا
“Dan sesungguhnya Nabi Saw telah merajam para pezina Muhshon.” (muttafaq „alaih)
Dan penjelasan tentang Pezina Muhshon adalah orang tua laki-laki dan
perempuan.
....
"Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya
dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). "
Seperti Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari „Aisyah ra tentang berapa
kali seseorang menjadi anak susuan seorang ibu :
ٍ ِ ِ ٍ ٍ ِ
ت َ َ َ ِ ْ ََك َن ْ َ ُْ ِزَل َ َل ُر َ َ َ ت َم ْ ُ ْ َم ت ُُيَِّسرْم َن ََتُل ْخ َن ِب
ٍ م ُم
ت ُُيَِّسرْم َن َْ ْ َ
“Hukum yang berlaku adalah sepuluh kali menyusu yang diketahui maka menjadikan
haram baginya, kemudian disalin menjadi lima kali menyusu yang diketahui yang
menjadikan haram baginya.”
Seperti dalam hal menghadap Baitul Maqdis sebagai Qiblat, yang ditetapkan
didalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim :
Hadits ini dinasakh dengan firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah : 144
Yang dinasakh oleh Hadits Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi
dan Ibnu Majah :
ٍ ِ ِالَ ِ َّصَت َ ا
َ َ
“Tidak boleh berwasiat kepada ahli waris”
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
18
PEMBAHASAN KE-6
Menerangkan tentang MUJMAL
MUJMAL ialah Sesuatu yang membutuhkan penjelasan seperti lafadz َُت ُرْ ٍا
pada surat al-Baqarah : 228
...
"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'."
Maka sesungguhnya yang disebut َُترْ ٍاitu mencakup antara haidh dan suci
ُ
Sedangkan yang disebut BAYAN adalah mengeluarkan sesuatu dari perkara
yang sulit difahami ke perkara yang lebih jelas. Adapun BAYAN terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu :
1. BAYAN dengan ucapan seperti pada masalah puasa untuk orang yang berhaji
Tamattu‟ yang tertera dalam surat al-Baqarah : 196
... ...
"Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu
Telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna...."
2. BAYAN dengan pekerjaan seperti yang dilakukan oleh Nabi Saw dalam
memberikan contoh praktik sholat dan lainnya.
3. BAYAN dengan tulisan, seperti penjelasan tentang kadar zakat dan diyat anggota
tubuh, itu telah ditulis nabi dalam sebuah kitab yang masyhur, hal ini dapat dilihat
dari sebuah Hadits :
ِ ْ ََتَّصَتََت ُه ِ ُ َتُِ ِ اْ ْل ُه ِ
َ َ َ ُ َ َّص
“Maka sesungguhnya Nabi Saw telah menjelaskan tentang kadar zakat dan diyat anggota
tubuh dengan kitabnya yang masyhur”
Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya khithab (petuah) itu jika datang secara
muthlak maka akan tetap kemuthlakannya, dan jika datang secara muqayyad maka
akan tetap pula kemuqayyadannya, dan apabila datang dengan muthlaq pada satu
tempat dan muqayyad ditempat yang lain maka akan menjadi Muqayyad seperti
dalam keterangan memerdekakan hamba sahaya perempuan yang dimuqayyadi
dengan mu‟minah, pada sebagian hukum diantaranya pada kafarat membunuh yang
termaktub dalam surat an-Nisa : 92
Dan contoh lafadz muthlaq yaitu terdapat pada surat al-Mujadalah : 30 dalam
menjelaskan tentang kafarat Dzihar
1. Yang tidak membutuhkan Ta‟wil dan disebut Nash, misalnya pada surat al-
Baqarah : 196
2. Yang membutuhkan Ta‟wil dan dan disebut Dzahir, misalnya pada surat adz-
Dzariyat : 47
ٍ َي ٍي
Asalnya lafadz ْ adalah jama‟ lafadz
َ bermakna tangan, karena
mustahil bagi Allah mempunyai tangan maka dita‟wil menjadi makna
Kekuatan/kekuasaan.
Misalnya : tentang larangan memukul kedua orang tua, yang dapat dipahami dari
surat al-Isra : 23
...
".....Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia."
Dan larangan membakar harta anak yatim yang terdapat pada surat an-Nisa : 10
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya."
Dan tentang tidak bolehnya melakukan ibadah haji selain bulan-bulan yang telah
ditentukan, diambil dari mafhum mukhalafah surat al-Baqarah : 197
Dan juga tentang bolehnya berjualan pada hari Jum‟at sebelum adzan Jum‟at
berkumandang, dari mafhum mukhalafah surat al-Jumu‟ah : 9
.. ..
Perbuatan Nabi Muhammad Saw itu tidak lepas adakalanya perbuatan yang
mesti diikuti dan ditha‟ati adakalanya juga tidak. Adapun jika yang mesti diikuti dan
ditha‟ati maka apabila terdapat dalil yang menjelaskan tentang kekhususan terhadap
nabi Saw, itu berarti hanya khusus buat nabi Saw bukan untuk umatnya, seperti
dalam hal lebihnya jumlah istri nabi dari 4 orang yang termaktub dalam surat an-
Nisa : 3
... ...
"....Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat...."
“Dari Ibnu Umar ra. ia berkata : ketika Ghailan masuk Islam dan ia mempunyai 10 istri
ketika Jahiliyyah semuanya masuk Islam bersamanya, maka nabi Saw memerintahkan
kepadanya untuk memilih dari mereka empat orang saja” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan
Turmudzi)
Dan jika tidak ada dalil yang menjelaskan tentang kekhususan terhadap diri
nabi Saw, maka perbuatan itu berarti sama dengan perbuatan umatnya, Allah
berfirman dalam surat al-Ahzab : 21
....
"Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu...."
ِِ ا ِ ِ ِ ِ
َ ْ َ ْ ِإل ْ َ اُ الَّص َم َا َّصل ا َّصاْ ُل َ َ ْ ِإل
ِ ل َألَ ْ ُل ِ ََْت َ ِل ا ِ ِّس
َّصِب
“Asalnya setiap perbuatan Nabi Saw adalah mesti diikuti, kecuali terdapat dalil yang
menunjukkan terhadap kekhususan hanya pada diri Nabi Saw”
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
24
PEMBAHASAN KE-10
Tentang Taqrir (persetujuan) Shahibus Syariat (Nabi Saw)
Adapun Taqrir nabi Saw terhadap ucapan seseorang itu sama artinya dengan
ucapan beliau. Dan Taqrir nabi Saw terhadap perbuatan seseorang itu juga sama
artinya dengan perbuatan beliau, karena nabi Saw ma‟shum (terpelihara dari
perbuatan maksiat) dari menyetujui seseorang yang berbuat kemungkaran.
Contohnya seperti Taqrirnya nabi Saw terhadap Abu Bakar ra. yang mengatakan
bahwa harta rampasan perang orang yang telah terbunuh itu diberikan kepada orang
yang membunuhnya.
Dan Taqrir nabi Saw terhadap Khalid bin Walid ra. ketika Khalid bin Walid
memakan biawak. (HR. Syaikhani)
Adapun perbuatan dan perkataan yang dilakukan sahabat yang ketika itu
tidak berada disisi nabi Saw, namun nabi mengetahuinya serta tidak melarangnya,
maka hukumnya ialah sama seperti hukum perbuatan dan perkataan yang dilakukan
ketika berada disisi nabi Saw. Contohnya :
Ketika nabi Saw mengetahui sumpahnya Abu Bakar ra yang tidak mau
makan makanan disaat ia marah, tapi kemudian ia makan ketika ia beranggapan
bahwa memakan makanan itu lebih baik (HR. Muslim).
Melihat Hadits diatas dapat kita ambil faidah bahwa boleh melanggar
sumpah bahkan disunnahkan jika melanggar sumpah itu akan membawa kebaikan.
IJMA‟ menurut „ulama adalah Hujjah (dalil) sesuai dengan Hadits nabi Saw yang
diriwayatkan oleh imam Turmudzi :
IJMA‟ dianggap sah secara hukum dengan ucapan dan perbuatan para
ulama, bahkan walaupun hanya dilakukan oleh sebagian para ulama, dan juga atas
persetujuan (diamnya) para ulama yang masih ada, IJMA‟ yang demikian itu disebut
“IJMA‟ SUKUTI ”
Para ulama berijma‟ tentang batalnya wudhu karena disebabkan keluarnya
sesuatu yang biasa keluar dari dua lubang yaitu BAUL (air kencing) dan GHAITH
(tai)
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Imam Syafi‟i mencari sebuah dalil untuk
menetapkan qiyas dengan satu Hadits dimana sebagian para sahabat telah
melakukannya, serta para ulama yang ada ketika itu tidak mengingkarinya, maka
itulah yang disebut “IJMA‟ SUKUTI”
QIYAS itu adalah Hujjah (dalil hukum) sebagaimana dijelaskan dalam surat
al-Hasyr : 2
ه َت َت َت ل ا َت ِال ِ ِآ ر ا ََت ْ ِ يَْتُر: ً َس اُغ ِ َْا
َ ُ َ ْ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ْ َّص
ْ َ ْ ُ ُ َ
Definisi QIYAS menurut Etimologi (bahasa) ialah Mengukur sesuatu dengan yang
lain untuk diketahui kesamaan keduanya,
1. QIYAS ‘ILLAT
2. QIYAS DILALAH
Seperti QIYAS terhadap harta anak-anak kepada harta orang dewasa dalam
hal wajib zakat karena sudah termasuk MAL TAM (harta yang telah sempurna
dimilikinya). Dan boleh juga diungkapkan bahwa zakat itu tidak wajib bagi harta
yang dimiliki oleh anak-anak yang belum baligh seperti ungkapan Imam Abu
Hanifah, dengan QIYAS terhadap ibadah haji yang hanya diwajibkan jika sudah
baligh dan tidak diwajibkan untuk anak-anak.
3. QIYAS SYIBHI
Seperti QIYAS untuk „ABD (hamba sahaya) ketika ia dilukai, maka terdapat
keraguan dalam menentukan hukuman tanggungan bagi yang melukainya, jika
„ABD di QIYAS kan sama dengan manusia yang merdeka karena ia juga seorang
manusia, maka orang yang melukainya harus di Qishosh, tapi jika ia di QIYAS
kan dengan hewan karena ia adalah milik seseorang, maka wajib bagi yang
melukainya untuk membayar sesuai harga „ABD tersebut.
Namun dalam hal ini meng QIYAS „ABD dengan harta yang dimiliki
seseorang lebih banyak serupanya dibanding „ABD dengan orang merdeka,
karena sesungguhnya „ABD itu dapat dijual, diwaris dan diwaqafkan dan Juz
anggota tubuhnya ditanggung dengan mengurangnya harga „ABD.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
28
PEMBAHASAN KE-13
Menerangkan tentang IJTIHAD, ITTIBA‟ dan TAQLID
ِ َِ ْ ْذ ُل اْ ْ ِ ِ َتَْ ِل ح ْ ٍ َشر ِ ٍّيي ِطَ ِريْ ِ ْ ِإل ْ ِْ ِط ِمن ا: َ ِإل ْجِه ُا
ا َ َ ْ ُ ُ َ َ
.ِ الَّص
َ ُّس
Ijtihad ialah mencurahkan segenap kemampuan dalam menentukan suatu hukum
syara‟ dengan jalan Istinbath (mencari dalil) dari Al-Qur‟an dan Al-Hadits, orang
yang berijtihad disebut “Mujtahid”
ِ ِ ِ
ُع ُه َ ََتَُت ْ ُل ََت ْ ل اْ َ ا ِل ََْ َ َ ْ ِ ْي م ْن َيْ َن َم ْ َ ُذه
ُ َ ْ ِإلِّسَتََت
Ittiba‟ ialah Menerima pendapat orang yang berpendapat dan mengetahui dari
mana pendapat itu diambil, orang yangberittiba‟ disebut “Muttabi‟”
ِ ِ ِ ِ
َُ اَّصَت ْ ْ ُ ُه َ ََتَُت ْ ُل ََت ْ ل اْ َ ا ِل ََْ َ الَ َ ْ ِ ْي م ْن َيْ َن َم ْ َ ُذه
Taqlid ialah Menerima pendapat orang yang berpendapat tetapi tidak mengetahui
dari mana pendapat itu diambil, orang yangbertaqlid disebut “Muqallid”
"Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
menganut suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat
petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka".
KAIDAH PERTAMA
Misalnya :
1. Berwudhu itu harus dengan niat, seperti itu pula mandi wajib, sholat dan puasa
3. Ketika seseorang berniat dalam makan dan minum itu untuk menguatkan dalam
beribadah, maka ia akan mendapatkan pahala, jika tidak diniati maka ia tidak
akan mendapatkan pahala.
4. Orang yang memeras anggur itu juga tergantung tujuan/niatnya untuk dijadikan
cuka atau khamer (minuman keras)
5. Tidak berbicara dengan orang lain diatas 3 hari itu hukumnya haram, jika diniati,
tapi kalau tanpa ada niat untuk itu maka hukumnya tidak haram.
7. Jika seseorang mengambil harta orang lain yang punya hutang kepadanya dengan
niat untuk bayar hutang orang itu kepadanya dan juga dengan niat maling, maka
ia tidak terkena hukuman potong tangan untuk niat yang pertama, tetapi hanya
pada niat yang kedua.
8. Tentang Kinayah (sindiran) Thalaq dan selain thalaq, ketika seorang suami
berkata pada istrinya : “Kamu adalah perempuan yang tidak punya suami”, jika
ia berniat untuk menjatuhkan thalaq maka jatuhlah thalaqnya itu kepada istrinya,
namun jika tidak, maka tidak apa-apa.
------ooOoo-------
KAIDAH KEDUA
Misalnya :
1. Kesalahan dalam melakukan sholat dzuhur ke „ashar dan sebaliknya, maka ketika
ia melakukan sholat dzuhur dan berniat sholat „ashar maka hukumnya tidak sah.
3. Kesalahan dalam niat dari Sholat Sunnah Rawatib Dzuhur ke Rawatib „Ashar
4. Kesalahan dalam niat dari Sholat „Idul Fitri ke „Idul Adlha dan sebaliknya.
5. Kesalahan dalam niat dari Sholat dua raka‟at Sunnah Ihram ke dua raka‟at sunnah
Thawaf dan sebaliknya.
6. Kesalahan dalam niat dari puasa „Arafah ke puasa „Asyura dan sebaliknya.
ََلْ ً ِ َ ََّصَتَ ُ ََ ْ ط
ِ " م ي ْلََتر ُط اَّصَت ُّسرض اَ َُْ ً الَ ي ْلََتر ُط ََت ِ َتُ ََت ْف
ُ ْْ َ ُ َ ُ ُ َ َ ُ َ
" َ َّصَتر
“Jika syaratnya hanya menentukan secara global, dan tidak disyaratkan ta‟yinnya
(menyatakannya) secara terperinci, maka ketika seseorang menyatakannya dan ia
salah, maka hal itu akan menjadi madharat”
Misalnya :
1. Niat menjadi ma‟mum pada Zaid ternyata yang jadi imam adalah Umar, maka
tidak sah berjama‟ahnya karena ia telah menghilangkan niat ma‟mum kepada
Umar dengan niat menjadi ma‟mumnya Zaid, maka ketika ternyata ia menjadi
ma‟mum dari Umar maka ia tidak berniat menjadi ma‟mum. Dan dalam
berjama‟ah tidak disyaratkan menyatakan siapa imamnya, tetapi hanya
disyaratkan untuk niat berjama‟ah, tidak yang lain.
3. Barang siapa melaksanakan sholat untuk mayyit yang jumlahnya banyak, maka
dalam sholat ini tidak diwajibkan melakukan ta‟yin (menyatakan) jumlah dari
mayyit-mayyit itu, maka ketika beri‟tiqad bahwa jumlah mayyitnya 10 orang tapi
ternyata lebih banyak, maka sholatnya mesti diulangi (i‟adah).
5. Jika seseorang telah menyatakan mengeluarkan zakat untuk hartanya yang ghaib
(tidak ada disampingnya) dan ternyata harta yang ghaib itu telah rusak/hilang,
maka zakat untuk harta yang ghaib itu tidak bisa dijadikan sebagai zakat harta
yang masih ada.
Misalnya :
1. Kesalahan menyatakan tempat sholat, maka ketika seseorang niat sholat dzuhur di
Mesir dan ternyata ia berada di Mekkah, maka tidaklah batal sholatnya, karena
niat sholatnya sudah ada, dan ta‟yin (menyatakan) tempat itu bukanlah
sambungan dari niat sholat baik secara global maupun terperinci.
------ooOoo-------
KAIDAH KELIMA
Misalnya :
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
34
1. Jika seseorang mempunyai istri bernama “Thaliq” (yang dicerai), atau
mempunyai budak perempuan bernama “Hurroh” (yang merdeka) maka ketika ia
memanggil istrinya “Ya Thaliqu” (Hai perempuan yang dicerai), atau memanggil
budak perempuannya “Ya Hurrotu” (Hai budak yang merdeka), jika ketika ia
memanggil bertujuan untuk menthalaq istrinya atau memerdekakan budaknya,
maka terjadilah keduanya itu, tetapi jika hanya untuk memanggil saja maka
tidaklah menjadi apa-apa.
2. Jika seseorang mengulang-ulang lafadz thalaq sebanyak tiga kali untuk menthalaq
istrinya dengan tidak ada huruf athafnya, maka jika ia bertujuan mengulangi
lafadz itu dengan memulai dari awal, maka jatuhlah thalaqnya tiga, tetapi jika
hanya mentaukidkannya (memperkuat) saja maka thalaq nya hanya jatuh satu.
3. Jika seseorang membaca dalam sholat dengan bacaan Al-Qur‟an dan tidak berniat
selain membacanya, maka itu hukumnya jelas, tetapi jika ia bertujuan untuk
memberikan faham kepada orang lain saja, maka batal sholatnya, tetapi jika ia
berniat dua-duanya maka sholatnya tidak batal, dan ketika seseorang
memutlakannya maka Qaul yang lebih Shahih berpendapat bahwa sholatnya itu
batal seperti firman Allah Swt dalam surat al-Hijr : 46
4. Ketika seseorang mengiringi niatnya dengan ucapan “Insya Allah” maka ketika ia
berniat untuk menggantungkannya maka batallah niatnya itu, tetapi jika untuk
mengharap berkah maka tidaklah menjadi batal, atau hanya memuthlakkannya
saja (tidak menggantungkan tidak juga mengharap berkah), maka Qaul yang lebih
shahih menentukan bahwa hukumnya batal.
------ooOoo-------
KAIDAH KEENAM
Misalnya :
1. Barang siapa ragu-ragu dalam hitungan sholatnya apakah 3 atau 4 maka
peganglah 3 karena itulah yang lebih meyakinkan.
2. Barang siapa yakin dalam keadan suci dan ragu-ragu mempunyai hadats maka ia
adalah suci.
3. Barang siapa yakin mempunyai hadats dan ragu-ragu dalam keadan suci, maka ia
adalah orang yang mempunyai hadats.
------ooOoo-------
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
36
KAIDAH KETUJUH
Misalnya :
1. Barang siapa yang makan sahur diakhir malam dan ragu-ragu telah muncul fajar,
maka sah puasanya, karena sesungguhnya asalnya adalah masih tetapnya malam.
2. Barang siapa yang berbuka puasa diakhir siang dengan tanpa ijtihad, dan ia ragu-
ragu pada terbenamnya matahari, maka batal puasanya, karena sesungguhnya
asalnya adalah masih tetapnya siang.
3. Kedua suami istri hidup susah dalam waktu yang cukup lama, kemudian istrinya
menggugat suaminya tidak pernah memberikannya pakaian, dan nafkah, maka
ucapan yang dipegang adalah ucapan si istri itu, karena pakaian dan nafkah itu
berada pada tanggungan suaminya dan suami tidak dapat memenuhi keduanya
(pakaian dan nafkah)
5. Seseorang yang telah membeli air kemudian menggugat bahwa air itu najis, dan
hendak mengembalikannya, maka ucapan yang mesti dipegang adalah ucapan si
penjual, karena sesungguhnya asalnya air itu adalah suci.
6. Seseorang yang meragukan air suci yang berubah, apakah perubahan itu sedikit
atau banyak, maka air itu masih tetap suci.
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Seseorang yang diminta untuk melakukan sumpah, kemudian ia tidak mau
melakukannya, maka ia tidaklah dihukum karena ketidak mauannya itu, karena
asalnya adalah tidak adanya tanggungan/tanggung jawab, kemudian sumpah itu
dihadapkan kepada orang yang meda‟wanya/menggugatnya.
2. Jika seseorang berkata : “saya berikan kitab padamu agar kamu memberikan
pengganti kitab yang lain, maka ketika orang yang diberi itu memungkirinya
bahwa tidak ada lafadz “memberikan penggantinya” maka ucapan yang didengar
adalah ucapan orang yang diberi kitab, karena asalnya adalah lepasnya/bebasnya
tanggungan.
3. Jika dua orang berselisih tentang harga barang yang dipinjam kemudian rusak,
agar orang yang merusakkannya mengganti sesuai dengan harganya, maka
ucapan yang didengar adalah ucapan orang yang meminjamkannya, karena
asalnya ialah lepasnya tanggungan dari apapun yang melebihi tuntutan (harga
barang.
------ooOoo-------
KAIDAH KESEMBILAN
Misalnya :
1. Ucapan pelaku Qiradh (pemberian modal untuk berdagang dengan memperoleh
bagian keuntungan) itu dibenarkan ketika ia berkata : “tidak ada untungnya”
karena asalnya adalah tidak adanya keuntungan.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
38
2. Dan ucapannya juga yang mengatakan : “tidak ada keuntungan kecuali segini”
karena asalnya tidak adanya kelebihan/keuntungan.
3. Serta ucapannya yang mengatakan : “kenapa kamu tidak mencegah saya untuk
membeli barang itu” karena asalnya itu tidak ada yang mencegah.
4. Seseorang yang memakan makanan orang lain kemudian ia berkata bahwa dia
telah membolehkannya untuk saya, sementara yang memiliki makanan itu
memungkirinya, maka ucapan yang didengar adalah ucapan si pemilik makanan,
karena asalnya adalah tidak adanya kemubahan.
5. Jika seseorang ditetapkan mempunyai hutang dengan sebab pengakuan atau jual
beli, kemudian ia mengaku/menda‟wa tentang hutang itu sudah dibayar atau
dibebaskan, maka ucapan yang dipegang adalah ucapan orang yang dida‟wa
mempunyai hutang, karena asalnya adalah tidak adanya semua itu (hutang).
------ooOoo-------
KAIDAH KESEPULUH
Misalnya :
1. Seseorang yang telah memukul perut orang hamil sampai kemudian melahirkan
seorang anak yang hidup dan dan tidak dalam kondisi sakit, tetapi kemudian ia
meninggal dunia, maka orang itu tidaklah dijatuhi hukuman sebagai pembunuh,
karena secara dzahir anak itu meninggal dengan sebab yang lain, dan sebab yang
lain itu sangat dekat dengan kematian anak tadi.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
39
2. Seseorang yang menjual hamba sahaya, kemudian hamba itu ternyata sakit, dan
meninggal dunia, maka tidaklah boleh dikembalikan lagi kepadanya, karena
sakitnya itulah yang terus bertambah dan menghasilkan hamba itu meninggal
dunia, dan juga karena sakit itu lebih dekat waktunya dengan kematian sihamba
sahaya, serta tidak ada kenyataan menyalahkan kematian hamba itu kepada
pemiliknya yang dahulu.
5. Orang yang membuka pintu sangkar burung kemudian burung itu langsung
terbang, maka ia wajib menggantinya, tetapi jika burung itu diam terlebih dulu
baru kemudian terbang, maka ia tidak wajib menggantinya. Karena itu hanya
memberikan pilihan kepada si burung. Namun menurut pendapat ulama (Qaul
yang lemah) bahwa orang itu tetap wajib menggantinya, karena membuka pintu
sangkar itulah yang menjadikan burung itu terbang.
------ooOoo-------
KAIDAH KESEBELAS
5. Ucapan Imam Syafi‟i yang lain tentang tempat-tempat yang dibuat dari tanah dan
dipanaskan dengan kotoran itu boleh dipergunakan untuk berwudhu.
FAIDAH
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Sedikitnya bergerak dalam sholat itu diampuni, dan jika banyak bergeraknya
dengan tidak adanya hajat (kebutuhan) maka itu tidak diampuni.
2. Ketika air berubah misalnya oleh ganggang maka air itu tetap suci mensucikan,
tetapi ketika ganggang itu diremas-remas/dihancurkan oleh seseorang dan
menceburkannya ke air kemudian air itu berubah, maka air itu menjadi tidak suci
mensucikan.
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Si pembeli itu boleh khiyar (memilih mengembalikan atau tidak) dengan adanya
cacat benda yang telah dibelinya.
2. Bagi suami istri itu boleh fasakh (bubar) nikah dengan adanya beberapa cacat.
Misalnya :
1. Orang yang madharat tidak boleh memakan makanan orang lain yang sama
madharatnya dan tidak boleh membunuh anaknya atau hamba sahayanya.
2. Jika seseorang terjatuh diatas orang yang sedang terluka, dan tetap berada
diatasnya sampai orang yang luka itu meninggal, maka orang itu hukumnya telah
membunuh, tetapi jika langsung pindah maka yang membunuh bukanlah orang
yang terjatuh itu.
3. Jika uang dinar yang terjatuh ditempat tinta dan tidak bisa dikeluarkan kecuali
dengan cara menghancurkannya, maka apabila dihancurkan berarti orang itu
harus mengganti tempat tinta itu pada pemiliknya, tetapi jika yang
menghancurkannya itu pemilik tempat tinta, maka orang itu tidaklah mesti
menggantinya.
------ooOoo-------
ِ ُ" َا َّصر ت ُِ ح اْ ظ
"ت َْ ْ َ ُ ْ ُ َُْ
“Kemadharatan itu dapat membolehkan semua yang dicegah/larang”
Misalnya :
1. Diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi bagi mereka yang sangat lapar
dan bagi yang amat kehausan boleh meminum arak.
5. Menggali mayyit yang sudah dikubur karena dharurat seperti tidak dimandikan
atau tidak menghadap kiblat.
Dan pengertian kaidah ini sama dengan kaidah yang lain yaitu :
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Orang yang madharat itu tidak boleh makan makanan yang haram kecuali makan
untuk menyambung hidupnya.
3. Tidak diperbolehkan mengawinkan orang gila dengan perempuan yang lebih dari
satu, karena itu telah menolak kebutuhan baginya.
4. Boleh menambah tempat sholat Jum‟at karena tidak muat pada satu tempat,
dengan perkiraan dapat menghilangkan alasan tidak muat itu, dan jika dengan dua
tempat sholat Jum‟at sudah terpenuhi maka tidaklah boleh membuat tempat yang
ketiga.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
45
KAIDAH KETUJUH BELAS
Misalnya :
------ooOoo-------
Misalnya
1. Boleh membelah perut orang mati jika didalamnya terdapat seorang anak yang
diperkirakan hidup.
2. Tidak boleh meminum Khamr dan berjudi karena madharat keduanya itu lebih
besar dari manfa‟atnya.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
46
3. Diberlakukannya dalam agama Islam hukum Qishah, hudud, membunuh
perampok.
4. Boleh bagi orang yang madharat mengambil makanan orang lain dengan paksa.
5. Boleh memotong dahan/ranting pohon milik orang lain jika berada di area tanah
miliknya.
6. Apabila orang yang madharat menemukan bangkai dan makanan milik orang lain,
maka pendapat yang lebih shahih menyatakan lebih baik memakan bangkai,
karena memakan bangkai itu hukumnya mubah dengan dasar Nash, sedangkan
memakan makanan orang lain itu hanya dengan dasar ijtihad.
------ooOoo-------
Misalnya
1. Mubalaghah dalam berkumur-kumur dan istinsyaq itu hukumnya disunnahkan,
namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga puasanya
dari jalan yang menjadikannya batal.
5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka
Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang
melampaui batas.
Misalnya
1. Ketika seorang perempuan muhrim (yang haram dinikahi) yang tidak diketahui
keberadaannya, ada bersama dengan perempuan-perempuan yang jumlahnya
dapat dihitung (jumlah sedikit) dan berada pada satu kampung, maka dilarang
bagi orang itu untuk berijtihad (memilih salah satunya untuk dijadikan istri)
karena syarat ijtihad dalam menentukan sesuatu itu asal hukumnya harus mubah
(boleh), tetapi diperbolehkan memilih salah satu dari perempuan-perempuan itu,
jika jumlahnya amat banyak, karena rukhshoh (keringanan) agar tidak tertutupnya
pintu nikah dan terbukanya pintu zina.
2. Jika seseorang mewakilkan kepada orang lain dalam membeli jariyah (budak
perempuan) dan memberikan keterangan tentang sifat-sifatnya, dan ketika siwakil
membeli jariyah itu dengan sifat-sifat yang sama tetapi ia meninggal sebelum
menyerahkannya pada orang yang mewakilkannya, maka hukumnya si jariyah
tadi tidak boleh di jima‟ oleh orang yang mewakilkannya itu, karena
dikhawatirkan siwakil membeli jariyah itu untuk dirinya sendiri, walaupun
siwakil membeli jariyah itu dengan sifat yang telah disebutkan tadi itu jelas dalam
kehalalannya, karena asalnya jima‟ itu haram sampai diyakini sebab-sebab yang
menghalalkannya.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
48
3. Tidak dihalalkan menjima‟ perempuan yang menjadi boyongan (tawanan) perang
kecuali sudah menjadi bagian dari ghanimah yang dibagi oleh imam yang
membaginya dengan baik dengan tidak ada rasa ragu dan takut.
------ooOoo-------
"Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh."
Misalnya :
2. Mu‟amalah dalam jenis barang-barang atau macam-macam jenisnya yang lain itu
pada dasarnya berlaku harga yang sesuai dengan mata uang yang berlaku.
3. Dalam hal menggunakan kamar mandi dan makan makanan yang disuguhkan
kepada tamu dengan tidak ada lafadz/ucapan apapun, maka hukumnya tergantung
adat yang berlaku, apakah itu gratis (cuma-cuma) atau tidak.
4. Dalam hitungan haidh, sedikitnya haid, nifas dan suci, serta kebiasaan dan paling
banyaknya itu tergantung kebiasaan yang berlaku.
5. Untuk memberikan upah pada tukang jahit dan tukang tenun, menurut imam
Rafi‟i rahimahullah sebaiknya bersandar pada kebiasaan yang berlaku.
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Niat dalam sholat itu cukup dengan Muqoronah „Urfiyah (berbarengan sesuai
adat) dengan perkiraan hitungan orang itu telah menghadirkan niat dalam sholat
atau yang biasa disebut dengan Istihdharul „Urfi.
2. Jual beli dengan saling serah terima tanpa akad ijab dan qabul itu secara hukum
syara‟ tidak sah, maka wajib dikembalikan kepada adat kebiasaan, dan pendapat
ini dipilih oleh Imam Nawawi rahimahullah, dan termasuk Qaul Mu‟tamad.
------ooOoo-------
)(َالَت ْن ِبْن ٌه Pengertian Kaidah ini adalah bahwa ijtihad (yang kedua) itu
tidak membatalkan ijtihad yang pertama, akan tetapi harus adanya perubahan
hukum setelah itu, karena tidak adanya tarjih (yang kuat) pada ijtihad yang pertama
tadi, karena itu yang harus digunakan adalah ijtihad kedua didalam menentukan
arah kiblat, namun ijtihad yang pertama tidaklah menjadi batal.
------ooOoo-------
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
51
Allah Swt. Berfirman dalam surat al-Baqarah : 148
ِ ِ
ٌ ْ "َ ْ ِإليَْتثَ ُ ِ اْ َ َا َمََُْت
"ع
“Mendahulukan orang lain dalam hal ibadah itu dilarang”
Misalnya :
1. Mendahulukan orang lain dalam barisan pertama dalam sholat berjama‟ah,
2. Mendahulukan orang lain dalam memakai air suci dan bergantian menutup aurat
3. Mendahulukan orang lain untuk mencari orang lain karena giliran mengajar ilmu
4. Mendahulukan orang lain dalam memberikan kebutuhan orang yang hajat seperti
memberi makan orang miskin dan anak-anak yatim
------ooOoo-------
ِ ِ
ٌ ْ ُْ"َ ْ ِإليَْتثَ ُ ِغَ ِْْي اْ َ َا َمط
"ا
“Mendahulukan diri sendiri dalam hal yang bukan ibadah itu yang dicari”
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
52
Misalnya :
------ooOoo-------
" ِ َ َل ِِ
ْ َ ْلُّسر ُ ْ ِإل َم ِم َ َ َّصار َّص َمَُت ْ ٌط ِ ا
ََ"
“Kebijakan seorang pemimpin dalam kepemimpinannya harus dilandasi dengan
kemashlahatan”
Misalnya :
1. Ketika imam membagi zakat terhadap beberapa ashnaf, maka diharamkan
memberikan kelebihan kepada salah satu ashnaf jika kebutuhannya sama.
2. Tidak diperbolehkan kepada seseorang untuk memilih imam dalam sholat itu
yang fasiq walaupun secara hukum sah menjadi ma‟mum padanya, karena
hukumnya adalah makruh.
3. Tidak diperbolehkan menggunakan harta baitul mal untuk orang yang tidak butuh
dan membelakangkan orang yang lebih butuh
------ooOoo-------
ِ الَت َته
ت ِ ِ
)س ي من ح يث ن ( رج ن َ ُ ْا َاُ ُْ ُ ْ َا ُّس
“Tolaklah hukum hudud itu dengan perkara yang syubhat (ragu-ragu)”
ِ ال َته
"ت ِ
َ ُ " َ ُْ ُ ْ ُا َ ْل ُ ُ ُّس
“Hudud (hukum had) itu hilang dengan adanya perkara yang syubhat”
Misalnya
1. Bagi orang yang menjima‟ perempuan dan ia menyangka bahwa perempuan itu
adalah istrinya, maka ia tidaklah mendapat hukuman (had)
2. Bagi orang yang menjima‟ perempuan yang dinikahinya, tetapi nikahnya menurut
pendapat sebagian hukumnya halal dan sebagian yang lain menyatakan haram,
seperti nikah mut‟ah, nikah tanpa wali, atau tanpa saksi dan setiap nikah yang
ulama berbeda pendapat dalam hukumnya.
4. Orang yang meminum khamer untuk berobat walau menurut Qaul Ashoh (yang
lebih shahih) itu hukumnya haram, karena syubhatnya khilafiyah (perbedaan
pendapat).
------ooOoo-------
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam."
Misalnya :
1. Wajibnya mencuci juz (bagian) dari leher dan kepala beserta mencuci wajah
2. Wajibnya mencuci juz (bagian) dari lengan dan betis beserta mencuci sikut dan
kaki.
3. Wajibnya menutup juz dengkul dan puser untuk aurat laki-laki, dan menutup juz
wajah dan kepala untuk aurat perempuan.
------ooOoo-------
4. Menjauhi menghadap dan membelakangi kiblat (bagi yang sedang buang air
besar atau kecil) dengan menggunakan penutup, hukumnya adalah sunnah, karena
keluar dari khilafiyah Imam Shofyan Tsauri yang menghukumi wajib
menjauhinya secara muthlak.
6. Makruhnya mufarraqah (berpisah) dengan imam tanpa udzur, karena keluar dari
khilafiyah Imam Daud Dzahiri yang membatalkannya.
ٌ ََِْْت
Untuk menjaga khilafiyah terdapat beberapa syarat :
1. Menjaga khilafiyah itu tidak berada pada tempat khilafiyah yang lain, untuk itu
memfashal (memisah) sholat witir itu lebih afdhol dari mewasholnya
(menyambungnya) dengan tidak menjaga khilafiyah imam Abu hanifah karena
sesungguhnya sebagian dari ulama itu tidak membolehkan untuk
menyambungkannya.
2. Khilafiyah itu tidak berbeda dengan sunnah yang ditetapkan, untuk itu
disunnahkan mengangkat kedua telapak tangan dalam sholat dengan tidak
memperdulikan pendapat imam Abu Hanifah yang membatalkannya, karena
mengangkat kedua telapak tangan itu sudah ditetapkan dari hadits Nabi Saw yang
diriwayatkan oleh 50 orang sahabat.
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Tidak diperbolehkan bagi orang yang maksiat dalam perjalanannya apapun dalam
hal rukhshoh bepergian, dari qashar sholat, jama‟ sholat maupun berbuka puasa,
Misalnya
1. Diwajibkan mencuci kaki bagi yang ragu-ragu dalam hukum bolehnya mengusap
Khuff (mujah)
2. Diwajibkan sholat secara itmam (sempurna) bagi yang ragu-ragu dalam hukum
bolehnya sholat Qashar. Dan dalam hal ini terdapat beberapa perumpamaan :
a. Ketika seseorang ragu-ragu, apakah ia mengusap mujah itu diwaktu hadir atau
diwaktu bepergian ? maka dipastikan bahwa mengusapnya itu diwaktu hadir,
karena asalnya ialah mencuci kedua kaki, dan mengusap mujah itu rukhshoh
dengan syarat, maka jika tidak yakin dengan syaratnya harus kembali lagi ke
asalnya kefardhuan.
b. Dan jika seseorang ragu-ragu, apakah ia niat takbiratul ihram sholat pada
waktu diperjalanan atau dalam keadaan hadir, atau ragu-ragu niat Qashar atau
tidak, atau apakah imam yang diikutinya itu musafir atau muqim ? maka wajib
baginya melaksanakan sholat secara itmam (sempurna), karena asalnya adalah
itmam (sholat secara sempurna). Dan Qashar itu dibolehkan dengan beberapa
syarat, maka ketika syarat-syaratnya itu tidak nyata, harus dikembalikan
kepada asalnya.
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Memisahkan sholat witir itu lebih utama dibandingkan dengan disambungkan
(diwasholkan) nya, karena tambahnya niat, dan takbiratul ihram serta salam.
2. Orang yang sholat sunnah sambil duduk pahalanya adalah separuh dari yang
sholat sunnah dengan berdiri, begitu pula yang sholat sunnah sambil berbaring
pahalanya separuh dari yang sholat sambil duduk.
3. Haji Ifrad (mendahulukan haji baru kemudian umroh) itu lebih utama dibanding
Haji Qiran (haji dan umroh dilakukan bersama)
------ooOoo-------
1. Barang siapa tidak mampu berbuat baik (bershodaqoh) dengan dinar, karena
kemampuannya hanya dengan dirham, maka lakukanlah !
2. Barang siapa tidak mampu mengajar atau belajar dengan beberapa cabang ilmu
maka janganlah ia meninggalkan seluruhnya.
3. Barang siapa yang merasa sulit melakukan sholat malam dengan 10 raka‟at maka
sebaiknya laksanakanlah walau hanya 4 raka‟at.
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Ketika seseorang terpotong ujung jari-jari tangannya, maka wajib baginya
mencuci yang tersisa dalam bersuci.
2. Bagi yang hanya mampu menutupi sebagian auratnya, maka itu dibolehkan sesuai
dengan kadar kemampuannya dalam menutup aurat.
3. Jika seseorang tidak mampu melakukan ruku‟ dan sujud tetapi ia masih mampu
berdiri, maka berdiri dalam sholatnya itu tetaplah wajiblah baginya.
4. Barang siapa hanya memiliki setengah sha‟ (1 sha = 3 liter lebih, untuk kadar
zakat fitrah), maka tetap wajib baginya untuk mengeluarkannya sebagai zakat
fitrah.
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
60
5. Bagi yang hanya mampu membaca setengah dari surat al-fatihah dalam sholat,
maka lakukanlah (bacalah), dan kekurangannya diganti dengan membaca surat
yang lain (yang ia bisa).
6. Barang siapa memiliki 1 nishab (kadar zakat) dimana separuhnya ada pada
dirinya dan yang separuhnya itu ghaib (tidak bersamanya), maka pendapat yang
lebih Shahih (Qaul Ashoh) sesungguhnya wajib baginya mengeluarkan zakatnya
itu dari harta yang ada pada dirinya saja.
7. „Ulama-ulama Iraq menuqil nash pendapat imam Syafi‟i yang menyatakan bahwa
sesungguhnya orang yang gagu (bisu) itu wajib menggerak-gerakkan lisannya
sebagai ganti dari menggerakkan lisannya dalam membaca fatihah, seperti halnya
isyarat dengan ruku‟ dan sujud.
8. Bagi orang yang pada anggota tubuhnya terdapat luka yang mencegah masuknya
air pada anggota tubuh itu, maka pendapat madzhab mengungkapkan tetap wajib
mencuci anggota tubuh yang lain kemudian melakukan tayammum pada anggota
tubuh yang luka itu.
------ooOoo-------
------ooOoo-------
Misalnya :
------ooOoo-------
"Sesungguhnya kami menghidupkan orang-orang mati dan kami menuliskan apa
yang Telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. dan segala
sesuatu kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh mahfuzh)."
2. Melakukan fardhu kifayah itu mengungguli dari melakukan fardhu „ain karena
telah menggugurkan kewajiban terhadap umat yang lain.
------ooOoo-------
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
63
Nabi Saw bersabda :
( ُ ْب ََت ْف ٍ ِم
ِ َْ ل َ ِ ْ ِ ِغَ ِْْي ِ ِ ِ
) ه نح ن َ َ الَ َُي ُّسل ا ُ ْل ٍ َ ْن يَْ ُ َذ
“Tidaklah halal bagi seorang muslim yang mengambil tongkat saudaranya dengan
perasaan tidak senangnya saudaranya itu” (HR. Ibnu Hibban)
Misalnya :
1. Ridhonya suami istri terhadap „aib (cacat) salah satunya, walaupun kemudian
bertambah cacatnya itu, maka tidaklah ada khiyar, menurut pendapat Qaul
Shahih.
2. Murtahin (orang yang menggadaikan) yang telah memberikan izin kepada Rahin
(orang yang menggadai) dalam memukul hamba sahaya yang digadaikan,
walaupun sampai rusak karena dipukul, tidaklah mendapatkan hukuman
mengganti, karena itu merupakan dampak/akibat dari izinnya murtahin.
3. Jika seseorang berkata : Potonglah tangan saya, maka kemudian dipotong tetapi
selanjutnya tangannya terputus-putus akibat dari pemotongan itu, maka
biarkanlah menurut Qaul Adzhar.
4. Memakai wewangian pada waktu sebelum Ihram, kemudian wewangian itu terus
menerus sampai melakukan ihram, maka tidaklah wajib membayar fidyah.
5. Beristinja‟ dengan batu itu diampuni walaupun ketika berkeringat kotorannya itu
menjadi basah, maka hukum asalnya tetap diampuni.
6. Jika seseorang yang sedang berpuasa terlanjur meminum air ketika madlmadlah
dan istinsyaq padahal ia tidaklah mubalaghah dalam melakukannya, maka ia
tidaklah batal puasanya menurut Qaul Ashoh, berbeda hukumnya (batal
puasanya) bagi yang melakukannya dengan mubalaghoh, karena terlanjur
meminum air itu disebabkan melakukan yang dicegah (mubalaghah bagi orang
yang berpuasa).
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
64
Seiring dengan kaidah diatas, yaitu kaidah :
------ooOoo-------
Misalnya :
1. Haramnya khamer itu karena memabukkan, maka ketika tidak lagi memabukkan
huumnya menjadi halal, seperti : cuka
2. Masuk ke rumah orang lain dan memakai pakaiannya itu haram karena tidak ada
ridho dari pemiliknya, jika diketahui bahwa pemiliknya itu ridho maka hukumnya
boleh.
3. Haram hukumnya meminum racun karena merusak, tetapi ketika tidak akan
merusak maka hukumnya boleh.
------ooOoo-------
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah
65
Nabi Saw bersabda :
ِ ِ ِ ِ
ُ ْ َ َ َ َ َ َْ َ ُل َم َ َح َّصل اُ ِ كَ ِ َ ََْر ُم َم َحَّصرَم اُ ِ كَ ِ َ َم
) ََت ُه َ َِمَّص َ َف َ ْ ُ ( ه ارتمذي ن م ج
“Halal itu adalah yang telah dihalalkan oleh Allah Swt dalam kitab-Nya, dan
haram itu juga yang telah diharamkan Allah dalam kitab-Nya, dan yang tidak ada
didalamnya maka itu diampuni” (HR. Imam Turmudzi dan Ibnu Majah)
Misalnya :
1. Keraguan menentukan halal haramnya hewan yang susah dicari hukumnya, maka
hewan itu hukumnya halal.
2. Jika seekor burung dara masuk kedalam sangkar seseorang, dan orang itu ragu-
ragu apakah burung itu milik orang lain atau bukan, maka yang lebih utama
adalah boleh memilikinya.
3. Jika seseorang ragu-ragu pada ukuran kadar tambalan emas pada tempat
makanan/minuman, apakah ia besar atau kecil, maka hukum asalnya itu ialah
mubah (boleh dipakai).
4. Untuk masalah hukum jerapah, Imam Subki berkata : sesungguhnya jerapah itu
boleh dimakan, karena hukum asalnya adalah mubah (boleh).
ّ َت
Terjemahan Mabadi ‘Awwaliyah