2012#B12#4 Penegakan Diagnosis & Rencana Perawatan Pada Pasien Prostodonsia
2012#B12#4 Penegakan Diagnosis & Rencana Perawatan Pada Pasien Prostodonsia
2012#B12#4 Penegakan Diagnosis & Rencana Perawatan Pada Pasien Prostodonsia
Department of Prosthodontics
School of Dental Medicine, Faculty of Medicine
Glossary of Prosthodontic Terms (1997) :
“Diagnosis is define as determination of nature of disease”
Boucher (1997):
“Diagnosis consists of planned observation to determine &
evaluate the existing conditions, which lead to decision making
based on the condition observed”
Winkler (1977):
“Diagnosis is the examination of physical status, evaluation of
mental or psychological make up & understanding of needs of
each patient to ensure a predictable result”
merupakan kumpulan data hasil observasi kesehatan umum
dan gigi serta kondisi kejiwaan dan sosial pasien yang
kemudian dievaluasi untuk menentukan rencana perawatan.
2. Prosedur pemeriksaan
Drg melakukan pemeriksan secara visual dan klinis serta penunjang
yang dibutuhkan, membuat cetakan anatomis utk model studi yg
digunakan sbg alat bantu KIE, panduan utk tindakan bedah pre
prostetik, mengidentifikasi adanya abnormalitas dan membuat
estimasi rencana perawatan.
Tujuan
a. Melakukan penilaian atau evaluasi pada kondisi kesehatan
umum pasien.
b. Melakukan evaluasi kondisi jaringan penyangga dalam mulut
sebelum pembuatan protesa.
c. Mengidentifikasi dan evaluasi kondisi kejiwaan pasien
d. Mengidentifikasi dan menentukan faktor-faktor yg dapat
menghambat proses dan keberhasilan perawatan GT
Armamentarium
Kaca mulut, Pinset, Sonde, Ekskavator, Burnisher,
Probe periodontal, Cheeck Retractor, Stetoskop, Rekam Medik
Pemeriksaan kesehatan secara umum dengan mengukur :
a. Tinggi dan Berat badan
b. Vital sign – pernafasan, denyut nadi, tekanan darah,
suhu badan
Rongga Mulut
Pemeriksaan menggunakan 3 jari yaitu jari telunjuk, jari tengah dan
jari manis pasien. Untuk melihat kemampuan membuka dan menutup
mulut otot-otot mastikasi (terdapat trismus/tdk) dan membantu
operator menentukan ukuran sendok cetak yang akan digunakan.
Bila pasien dapat membuka mulut selebar 3 jari ukuran normal,
kurang dari 3 jari sempit, lebih dari 3 jari besar
Cara lain dgn melakukan pengukuran saat pasien membuka
mulutnya (Range of Motion), klasifikasinya sbb :
a. Normal – membuka mulut maks.50 mm
b. Terbatas – membuka mulut < 35 mm
bila membuka mulut ≥ 20 mm kelainan pd TMJ
(tjd perubahan intracapsular pada TMJ)
bila membuka mulut < 20 mm kelainan pd otot
Bibir
• Kontur dan tampilan vermillion border pada bibir, umumnya akan
berubah setelah pasien kehilangan gigi-giginya. Restorasi dukungan
bibir dan lebar vermilion border harus diperhatikan saat mengganti
gigi anterior.
Kontur bibir diklasifikasikan menjadi :
A. adequately supported/kompeten
B. Unsupported/inkompeten
Pada pasien dgn bibir tebal, perubahan kontur bibir tidak terlihat
bila terjadi variasi pada bentuk lengkung rahang dan susunan
giginya.
merupakan kemampuan untuk bergeraknya bibir saat pasien
tersenyum. Pengukuran dengan cara mengurangi panjang
dentogingiva yang terekspos dengan panjang insisal yang terekspos
saat pasien tersenyum. Panjang dentogingiva yang terekspos diukur
dari bagian inferior bibir atas (upper lip stomion) hingga ke ujung
insisal gigi insisif sentral saat pasien tersenyum (Roe et al, 2012).
Kesehatan Bibir
Bibir juga diperiksa utk melihat adanya
cracking, fissure pada sudut bibir dan
ulserasi kemungkinan disebabkan
defisiensi Vit B complex deficiency atau
infeksi dari organisme mis. candida albicans.
Bentuk lengkung bibir atas ketika istirahat terbagi menjadi :
1.Straight lip
2.Moderately arched lip
3.Maximally arched lip
Hidung
Secara visual, diamati apakah ada kelainan/ defek pada hidung
pasien. Observasi menggunakan kaca mulut yg didekatkan ke lubang
hidung pasien utk melihat pernafasannya menggunakan hidung/mulut
dan hambatan-hambatan saat bernafas. Bila pasien bernafas melalui
mulut, akan menyulitkan proses pencetakan dan MMR.
Mirror Test
Perhatikan!!
Adanya defleksi - deviasi atau
displacement saat membuka dan
menutup mulut
c. Auskultasi
• Memeriksa adanya joint sound (krepitasi (crepitus), clicking,
popping) menggunakan stetoskop.
Load Test (Tes beban kunyah) utk TMJ
Menggunakan teknik :
a. Cotton Roll test
menggigit gulungan kapas di regio anterior dan premolar selama
maksimal 60 detik. Bila saat menggigit gulungan kapas di regio
anterior, pasien bertambah nyeri kelainan pada TMJ; bila
nyeri berkurang kelainan pada otot.
b. Endfeel test
Pasien diminta membuka mulutnya selebar mungkin, lalu operator
menekan insisal gigi-gigi anterior RB hingga mandibula bergerak
ke bawah semaksimal mungkin. Catat lebar pembukaan mulut
pasien dan nyeri bila ada.
Cotton Roll test Endfeel test
Pergerakan Mandibula
Observasi pergerakan mandibula ketika :
a. Membuka dan menutup mulut
b. Protrusive dan Retrusive excursion
c. Lateral excursion
Defleksi Deviasi
Palpasi Otot Pterygoideus
Lateralis
Palpasi
Otot
masseter
b. Koordinasi neuromuscular
Pasien dgn koordinasi neuromuscular yang baik akan lebih mudah
beradaptasi dengan GT nya yang baru. Observasi dilakukan sejak
pasien datang dgn melihat adanya deviasi gerak tubuh, ekspresi
wajah yang menunjukkan adanya indikasi kelainan neuromuscular (mis.
Parkinson, bell’s palsy dll). Klasifikasi koordinasi neuromuscular yaitu:
Class 1 : Excellent/Baik
Class 2 : Fair/Cukup
Class 3 : Poor/Buruk
Analisa Senyum (Smile Analysis)
IDEAL
Klasifikasi Tinggi Residual Ridge
(Height of the Residual Ridge)
Class I
Residual bone height of >21mm measured at the least vertical height
of the mandible. Class I maxillomandibular relationship
Class II
Residual bone height of 16-20mm.
Class I maxillomandibular relationship
Class III
Residual bone height of 11-15mm.
Class I, II, III maxillomandibular relationship
Class IV
Residual bone height of <10mm.
Class I,II, III maxillomandibular relationship
Klasifikasi Atrophy Stages pada maksila (gbr.A) dan mandibula
(gbr.B) menurut Atwood (1963); Cawood and Howell (1988) yaitu:
Stage 1: preextraction
Stage 2: postextraction
Stage 3: high well-rounded ridge
Stage 4: knife-edge shaped ridge
Stage 5: low well-rounded ridge
Stage 6: depressed bone level
Residual alveolar ridge contour / form
Maxillary Ridge Form
Class 1: U shaped arch (Square atau membulat) – support terhadap
GT baik krn permukaannya yg luas mampu menahan beban oklusal
dan dindingnya mampu menambah adhesi dan resistensi GT terhadap
daya yg melepas.
Class 2 : V-shaped (tapered atau knife ridge) – puncak ridge tajam
dan tidak mampu menerima beban kunyah shg timbul iritasi dan
ketidaknyamanan saat pemakaian GT. Retensi kurang baik krn
dindingnya yg landai cenderung menjadi tajam. Ridge yg tipis dan
tajam menghambat keberhasilan perawatan prostodontik.
Class 3: Flat (Datar) – support terhadap GT buruk krn tjd resorpsi
tulang alveolar sehingga tinggi ridge
berkurang akibatnya resistensi
terhadap daya horisontal buruk.
Mandibulary Ridge Form
Class 1 : Inverted U shaped (dinding ridge sejajar dgn ketinggian
medium hingga tinggi, puncak ridge luas dan sedikit
membulat)
Class 2: Inverted U shaped (ridge pendek dgn puncak datar)
Class 3: Unfavorable, terbagi dalam :
Inverted W (puncak ridge berbentuk huruf W)
Short Inverted V (puncak ridge tajam tetapi pendek)
Tall Thin Inverted V (puncak ridge tajam, tinggi dan tipis)
Undercut ridge contour (terdapat undercut pd kontur ridge)
Klasifikasi bentuk residual ridge menurut Moses, yaitu :
Class 1- Square/persegi
Class 2 – Square Ovoid/U shaped
Class 3 - Tapering/V shaped
Class 4 - Flat ridge/Datar
Class 5 - Irregular atau Undercut ridge (bulbous)
(BDJ, 2001)
Ketika gigi-gigi dicabut, residual ridge cenderung berada pada posisi
yg tidak sejajar. Ridge maksila dan mandibula yg tidak
sejajar/paralel akan memudahkan terjadinya pergerakan basis GT
saat gigi-gigi beroklusi sebagai efek dari gaya horisontal/transversal
yg bekerja pada GT.
Klasifikasinya yaitu:
Class 1 – Ridge maksila dan mandibula sejajar dgn bidang oklusal
Class 2 – Regio anterior ridge mandibula divergen dgn bidang
oklusal, ridge maksila sejajar dgn bidang oklusal
Class 3 – Regio anterior ridge maksila divergen terhadap bidang
oklusal, ridge mandibula sejajar dgn bidang oklusal atau
regio anterior ridge maksila dan mandibula divergen
terhadap bidang oklusal.
Idealnya ridge maksila dan mandibula sejajar tetapi kondisi ini jarang
ditemukan krn pd umumnya regio anterior RB berada lebih ke lingual
dari RA dan regio posterior RB berada lebih ke bukal dari RA.
Menurut Sears (1994), suatu titik pertemuan pada regio M1 dimana
garis ridge maksila bertemu dgn ridge mandibula disebut “ridge
crossing point” bila dilihat dari arah transversal. Resorpsi residual
ridge berakibat pd menyempitnya maksila dan melebarnya
mandibula shg ridge crossing point bergerak ke anterior.
Klasifikasi saliva
Class I : Kuantitas dan konsistensi saliva normal
Class II : Kuantitas berlebih, konsistensi encer atau kental
Class III : Kuantitas menurun, xerostomia
Klasifikasi menurut MM House yaitu :
Class 1 : Normal
Class 2 : Subnormal (hiposensitif)
Class 3 : Supernormal (hipersensitif) – mudah mual/gagging.
Harus ada komunikasi antara drg dgn pasien utk mengatasi problema ini, krn refleks
muntah yg tinggi, akan menyulitkan pencetakan, MMR dan insersi GT
diklasifikasikan menjadi :
Normal
Enlarged/Pembesaran (Bulbous Tuberositas)
terbagi menjadi : a. Bony Enlargement
b. Fibrous Enlargement
Bony Undercuts
Penonjolan tulang juga dapat ditemukan berupa tori pada
maksila dan mandibula, midline sutura maksilaris yg prominen
atau nasal spinalis anterior ataupun eksostosis pd regio tertentu.
Problem yg umumnya dijumpai pd kondisi tsb adalah tipisnya
mukosa yg menutupi tonjolan tulang tsb shg mengakibatkan
ketidaknyamanan atau ketidakstabilan GT.
diklasifikasikan menjadi ;
Class 1 - residual ridge dgn undercut tulang yang mengganggu
stabilitas dan retensi GT, kemungkinan membutuhkan
tindakan bedah preprostetik.
Genial Tubercles
Ketika resorpsi residual alveolar ridge meningkat, maka genial
tubercles akan semakin prominen. Pemeriksaan dgn melakukan palpasi
pada regio anterior sisi lingual.
Klasifikasinya yaitu :
a. Normal
b. Tajam
Dasar Mulut (Floor of the Mouth)
Relasi dasar mullut terhadap puncak residual alveolar ridge
merupakan faktor yg penting utk menentukan prognosis GT RB. Bila
dasar mulut berada mendekati puncak residual alveolar ridge
(terutama di regio sublingual dan mylohyoid) maka akan mengurangi
retensi dan stabilitas GT. Pemeriksaan menggunakan Probe William,
dgn menginstruksikan pasien utk menjulurkan lidahnya hingga
menyentuh bibir atas lalu probe dimasukkan pada dasar mulut.
Klasifikasi menurut MM House, yaitu :
Class 1 : Ukuran, perkembangan dan fungsi lidah normal
Class 2 : Perubahan pd ukuran, bentuk dan fungsi lidah akibat
kehilangan gigi yg tidak digantikan oleh GT dalam jangka
waktu yg lama.
Class 3: Makroglosia atau ukuran lidah besar dan menutupi
residual ridge akibat kehilangan gigi yg tidak digantikan
oleh GT dalam jangka waktu yg lama.
Mobilitas Lidah
Utk melihat keaktifan gerakan lidah, dgn cara mengamati gerak lidah
saat kaca mulut diinsersikan dalam rongga mulut pasien. Gerakan
lidah yg terlampau aktif akan mengganggu pembuatan GT dan
adaptasi pasien terhadap GT.
diklasifikasikan oleh Wright, yaitu :
Class 1-Normal: Lidah menempati dasar mulut dan dibatasi oleh gigi-
gigi di RB. Sisi lateral lidah mengenai permukaan oklusal gigi
posterior dan ujung lidah pada tepi insisial gigi anterior.
Lain-lain
Bila dicurigai pasien menderita penyakit menular (mis. Hepatitis, HIV,
Tuberculosis); memiliki riwayat alergi.
3.Gigi Tiruan pasien yang pernah digunakan (Existing Denture)
Pemeriksaan pada gigi tiruan yang pernah digunakan pasien akan
memberikan informasi mengenai :
a. kelebihan dan kekurangan yg terdapat pada GT tersebut shg
membantu drg untuk mengkoreksi kekurangan tersebut.
b. pengalaman pasien dg GT lamanya, toleransi dan adaptasi pasien
terhadap GT serta esthetic values pasien.
c. karakteristik fisik, estetik dan anatomis GT termasuk bentuk, warna
gigi dan material yang digunakan.
Pemeriksaan pada gigi tiruan yang pernah digunakan pasien, yaitu:
a.Estetik, fonetik, retensi, stabilitas, perluasan sayap dan kontur
GT dinilai dgn kategori (1)baik/good, (2)cukup/fair & (3)
buruk/poor.
b.Relasi Sentrik dan Dimensi Vertikal Oklusi saat pasien memakai
GT. Dikategorikan menjadi (1) acceptable atau (2)unacceptable.
Jika “unacceptable”, maka diamati apakah DVO yg tercapai saat
memakai GT adalah (1) inadequate/DVO menurun atau
(2) excessive/DVO berlebih.
c.Orientasi Bidang Oklusal (Occlusal plane orientation)
Orientasi bidang oklusal yg tidak tepat sbg akibat penyusunan
anasir gigi atau perubahan pada tulang, seringkali menimbulkan
"reverse smile line" . Kondisi ini ditandai dgn gigi-gigi posterior RA
tampak ekstrusi dan gigi antagonisnya intrusi, sehingga gigi anterior
membentuk kurva yg tidak mengikuti lengkung bibir bawah.
Pemeriksaan pada gigi tiruan yang pernah digunakan pasien, yaitu:
d.Palatum
Observasi pada kondisi palatum pasien, ketebalan material basis
GT, fitur anatomis mis, rugae palatina pd permukaan cameo basis
GT. Ada kemungkinan bahwa pengguna GT telah beradaptasi baik
dg bentuk palatum tertentu dan menolak perubahan. Operator juga
harus mendengarkan dg cermat pola bicara pasien (terutama
prononsiasi huruf) ketika memakai GT lamanya. Penempatan rugae
atau perubahan pada ketebalan basis GT dapat mempengaruhi
prononsiasi pasien.
e.Post dam
Tepi posterior dari GT RA diperiksa utk mengevaluasi posisi garis
vibrasi dan seal GT. Seringkali retensi buruk krn post dam tidak
tepat. Penilaian post dam dikategorikan yaitu (1) acceptable atau
(2) unacceptable.
Pemeriksaan pada gigi tiruan yang pernah digunakan pasien, yaitu:
f. Midline/garis median
Observasi garis median pada maksila dan mandibula. Walaupun
terdapat diskrepansi antara garis median maksila dan mandibula,
sangat penting bila garis median maksila lurus dg garis median
wajah utk mencegah tjdnya disharmoni fasial. Garis median wajah
dievaluasi pada landmark intraoral (mis.incisive papilla) dan
landmark ekstraoral (mis.nasion, philtrum, pertengahan dagu).
Deviasi garis median maksila dicatat menurut besar dan arahnya
(mis.pergeseran garis median maksila 2mm ke kanan median wajah)
Penilaian garis median yaitu (1) acceptable atau (2) unacceptable.
g.Vestibulum Bukalis
• Merupakan komponen estetik dan fungsi yg penting bagi GT.
Penilaiannya yaitu (1) acceptable atau (2) unacceptable
Pemeriksaan pada gigi tiruan yang pernah digunakan pasien, yaitu:
h.Cross-bite/gigitan terbalik
Adanya gigitan terbalik unilateral atau bilateral dicatat untuk
mengantisipasi penyusunan anasir gigi. Informasi ini dimasukkan
dalam pemeriksaan klinis menggunakan kategori tidak ada,
unilateral atau bilateral.
i. Kenyamanan (Comfort)
Pasien ditanya terkait kenyamanannya saat menggunakan GT RA
dan RB. Pasien yg mengalami ketidaknyamanan, harus ditanyakan
penyebab dan alasan ketidaknyamanan tersebut. Penilaian
menggunakan kategori (1) acceptable atau (2) unacceptable.
j. Aus (Wear)
• Adanya keausan mengindikasikan kebiasaan parafungsional atau
diet makanan/minuman yg abrasif terhadap jaringan atau GT.
Observasi penyebab aus dan durasinya, lalu dikategorikan menjadi
(1) minimal, (2) moderate, atau (3) severe.
Pemeriksaan pada gigi tiruan yang pernah digunakan pasien, yaitu:
k.Hygiene
• Kemampuan dan motivasi pasien untuk membersihkan dan merawat
GTnya harus dinilai selama pemeriksaan klinis. Pasien juga ditanya
tentang bahan pembersih GTnya krn akan mempengaruhi kontur
basis GT (mis.kontur interdental dibuat rapat atau terbuka) dan
susunan anasir gigi (mis.perlu adanya diastema atau tidak).
Klasifikasi penilaian hygiene yaitu (1) baik/good, (2) cukup/fair,
dan (3) buruk/poor.
4.Pre-extraction records
Sebelum pencabutan, model studi dan radiograf pasien yg lama
dapat digunakan utk menentukan ukuran gigi, posisi dan susunannya
dan perubahan pd tulang alveolar. Foto pasien saat tersenyum dan
masih bergigi lengkap, membantu penyusunan anasir gigi agar
tercapai kepuasan pasien thd estetiknya.
Boucher (1997):
“Treatment plans should be developed to best serve the needs
of each individual patient”
Winkler (1977):
“Treatment planning means developing sequence of
procedures planned for the treatment of a patient
after diagnosis”
merupakan urutan prosedural yang direncanakan untuk
dilakukan terhadap pasien pasca diagnosis dalam upaya
memenuhi kebutuhan pasien.
Dikategorikan menjadi :
a. Baik/Favourable
b. Buruk/infavorable
Menurut Critchlow & Ellis (2010) terdapat beberapa faktor yg
kemungkinan dapat mempengaruhi prognosis dan berperan sbg
indikator prognosis, antara lain :
1. Usia pasien
2. Status Sosial dan Demografik
3. Psychological factors and personality traits
4. Previous denture wearing experience
5. Expectations and attitudes
6. Residual ridge form and anatomy
7. Method of construction
8. Quality of dentures and changes over time
9. Aesthetics
1. Usia pasien
hanya terdapat 1 studi yg menyatakan bahwa pasien berusia
>60 thn mengalami kesulitan utk beradaptasi dgn GTnya yg baru.
Faktor ini tidak dapat digunakan sbg indikator, krn kebanyakan
studi dilakukan pd pasien yg telah mengalami masa edentulous,
tidak pada pasien yg sedang mengalami masa transisi dari
bergigi menjadi tidak bergigi.