Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan FTSCP Emulsi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FORMULASI & TEKNOLOGI SEDIAAN


CAIR & SEMI PADAT

“SUSPENSI”

Dosen pengampu :
Dra. Suhartinah, M.Sc., Apt

Kelompok 2-I
Anggota :

Katya Hayyu Listya Dayani (22164985A)


Sarah Ultra Marina Sangkide (22164986A)
Bagus Hadi Saputra (22164987A)
Ayu Larasaty (22164988A)
Zwizaldi Sabastian (22164989A)

PROGDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
A. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh emulgator terhadap stabilitas emulsi.

B. Dasar Teori
Emulsi (emulsion) adalah suatu sistem koloid yang fase terdispersi dan medium
pendispersinya berupa cairan yang tidak dapat bercampur. Misalnya benzena dalam air,
minyak dalam air, dan air susu. Mengingat kedua fase tidak dapat bercampur, keduanya
akan segera memisah. Untuk menjaga agar emulsi tersebut mantap atau stabil, perlu
ditambahkan zat ketiga yang disebut emulgator atau zat pengemulsi (emulsifying agent)
(Sumardjo, 2009).
Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan merata atau
homogen dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan pemakaian
emulsi adalah:
1. Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya tipe emulsi tipe O/W.
2. Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O, tergantung pada
banyak faktor, misalnya sifat atau efek terapi yang dikehendaki (Syamsuni, 2007).
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir
tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan
terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (Anief, 2010).
Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya mempunyai afinitas terhadap kedua
cairan yang membentuk emulsi. Daya afinitasnya harus parsial atau tidak sama terhadap
kedua cairan tersebut. Salah satu ujung emulgator larut dalam cairan yang satu, sedangkan
ujung yang lain hanya membentuk lapisan tipis (selapis molekul) di sekeliling atau di atas
permukaan cairan yang lain (Sumardjo, 2009).
Beberapa zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin, gom akasia, tragakan,
sabun, senyawa amonium kwartener, senyawa kolesterol, surfaktan, atau emulgator lain
yang cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengental, misalnya
tragakan, tilosa, natrium karboksimetilselulosa (Depkes RI, 1979).
Tipe emulsi ada dua, yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A), dan water
in oil (W/O). Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air) adalah emulsi
yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai
fase internal dan air sebagai fase eksternal. Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau M/A (air
dalam minyak), adalah emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar atau terdispersi ke
dalam minyak. Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal. Terdapat dua
macam komponen emulsi:
1. Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi,
terdiri atas:
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/ fase dalam, yaitu zat cair
yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi
yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung) emulsi tersebut.
c. Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditambahakan ke dalam
emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis, odoris,
colouris, pengawet (preservative), dan antioksidan. (Syamsuni, 2007).
Dari emulsi yang paling baik, dapat diperoleh campuran surfaktan mana yang paling
baik (ideal). Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan:
1. Flokulasi dan creaming
Creaming merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana
masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda. Nama cream berasal dari
peristiwa pemisahan sari susu dari susu (milk). Sari susu tersebut dapat dibuat Casein, keju,
dan sebagainya.
2. Koalesen dan pecahnya emulsi (cracking atau breaking)
Creaming adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses cracking
(pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada creaming, flokul fase dispers
mudah didispersi kembali dan terjadi campuran homogen bila digojok perlahan-lahan.
Sedangkan pada cracking, penggojokan sederhana akan gagal untuk mengemulsi kembali
butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil.
3. Inversi
Adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi M/A ke tipe A/M atau
sebaliknya (Anief, 2010).

C. Alat dan Bahan

1. Alat
 Tabung reaksi
 Mikroskop
 Viskometer
 Objek glass
 Deck glass
 Wadah/botol
 Beaker glass
 Timbangan analitik
 Gelas ukur
2. Bahan
 Paraffin Liquidium
 Tween 80
 Span 80
 Sirup simplex
 Nipagin
 Nipasol
 Aquadest
 Metilen blue
 Sudan III

D. Cara Kerja

1. Formula emulsi
R/ Paraffin Liquidium`75 mL
Tween 80
Span 80 18,75 gr
Sirup simplex 15 mL
Nipagin 75 mg
Nipasol 75 mg
Aquades ad 150 mL

Membuat formula diatas dengan menggunakan emulgator tween


dan span dengan perbandingan

Formula Tween 80 Span 80

A 75 25

B 50 50

C 25 75

Menimbang semua bahan sesuai dengan formula yang dibuat

Mencampurkan paraffin liquidium, nipasol, span, sirup simplex,


nipagin,dan tween . Kemudian aduk
Menambah aquadest sedikit demi sedikit sambil diaduk

Emulsi di masukkan ke dalam botol/wadah yang telah disiapkan

Perhitungan pengambilan Emulgator


 Formula A (Span 80 : tween 80 (75:25))
25
 Span 80 = 100 𝑥 18,75 𝑔𝑟 = 4,69 𝑔𝑟
75
 Tween 80 = 100 𝑥 18,75 𝑔𝑟 = 14,06 𝑔𝑟

 Formula B (Span 80 : tween 80 (50:50))


50
 Span 80 = 𝑥 18,75 𝑔𝑟 = 9,375 𝑔𝑟
100
50
 Tween 80 = 𝑥 18,75 𝑔𝑟 = 9,375 𝑔𝑟
100

 Formula C (Span 80 : tween 80 (25:75))


75
 Span 80 = 100 𝑥 18,75 𝑔𝑟 = 14,06 𝑔𝑟
25
 Tween 80 = 100 𝑥 18,75 𝑔𝑟 = 4,69 𝑔𝑟

2. Determinasi tipe emulsi


 Metode pemberian warna

Diambil beberapa tetes sediaan emulsi dari formula A, B, dan C


kemudian dimasukkan dalam drope plate

Ditambah beberapa tetes metilen blue, jika terjadi warna biru yang
dominan maka tipe emulsi adalah minyak dalam air

Bagian emulsi lain ditambah dengan larutan sudan III, jika warna
merah yang dominan maka tipe emulsi adalah minyak dalam air

 Metode pengenceran

Emulsi diberi sedikit air dan diaduk


Jika diperoleh emulsi yang homogen lagi maka merupakan tipe
emulsi minyak dalam air

 Metode pengukuran daya hantar listrik

Voltameter dicelupkan ke dalam emulsi

Jika terjadi gerakan maka tipe emulsi minyak dalam air, jika tidak
terjadi gerakan maka tipe emulsi air dalam minyak

3. Uji penyimpanan pada suhu kamar dan suhu 40-50oC

Masukkan beberapa tetes emulsi kedalam tabung reaksi, disimpan


pada suhu kamar dan suhu 40-50oC

Amati dan ukur pemisahannya setelah 2 minggu dengan


menggunakan penggaris

4. Uji pemisahan karena sentrifugasi

Beberapa tetes emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit,


kemudian diukur pemisahannya dengan menggunakan penggaris

5. Viskositas

Ditentukan viskositas emulsi dengan menggunakan alat viskometer

Dicatat hasil yang didapatkan


6. Pengukuran ukuran partikel

Kalibrasi skala mikroskop

Mengambil beberapa tetes emulsi formula A, B, dan C. masing-


masing formula di teteskan diatas objek glass kemudian ditutup
dengan deck glass. Diamati ukuran partikel dengan menggunakan
mikroskop

Catat hasil pengamatan

E. Hasil

Hasil Pengamatan

1. Determinasi Tipe Emulsi


No Indikator Formula
A B C
1 Metilen Blue Tipe emulsi Tipe emulsi
Tipe emulsi
m m a
/a /a /m
Latar Biru Latar Biru
Latar Merah
2 Sudan III Tipe emulsi Tipe emulsi
Tipe emulsi
m m a
/a /a /m
Latar Putih Latar Putih
Latar Merah
3 Sudan III + Metilen Tipe emulsi Tipe emulsi
Tipe emulsi
m m a
Blue /a /a /m
Latar Biru Latar Biru
Latar Merah
4 Pengenceran Emulsi Tipe emulsi Tipe emulsi
Tipe emulsi
m m a
/a /a /m
Homogen HomogenTidak
Kembali KembaliHomogen
Kembali
5 Daya Hantar Listrik Tipe emulsi Tipe emulsi Tipe emulsi
m m a
/a /a /m
Bergerak Bergerak Tidak
Bergerak
2. Persen Pemisahan
Minggu ke Persen Pemisahan (%)
Formula A Formula B Formula C
2 48,89% 42,86% 43,14%
Perhitungan :
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑖𝑠𝑎ℎ𝑎𝑛
Persen Pemisahan = 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 x 100%
2,2 𝑐𝑚
Formula A = 4,5 𝑐𝑚 x 100% = 48,89%
1,3 𝑐𝑚
Formula B = x 100% = 43,33%
3 𝑐𝑚
0,3 𝑐𝑚
Formula C = 0,7 𝑐𝑚 x 100% = 42,86%

3. Persen Pemisahan dengan Sentrifuge 3000 rpm


Menit ke Persen Pemisahan (%)
Formula A Formula B Formula C
15 20% 44% 43,14%
Perhitungan :
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑖𝑠𝑎ℎ𝑎𝑛
Persen Pemisahan = 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 x 100%
1 𝑐𝑚
Formula A = 5 𝑐𝑚 x 100% = 20%
2,2 𝑐𝑚
Formula B = x 100% = 44 %
5 𝑐𝑚
2,2 𝑐𝑚
Formula C = 5,1 𝑐𝑚 x 100% = 43,14%

4. Pemeriksaan Viskositas
Minggu ke Viskositas (d-Pas)
Formula A Formula B Formula C
0 2,0 d-Pas 8,5 d-Pas 2,0 d-Pas

5. Pemeriksaan Ukuran Partikel


Formula Rata-rata Ukuran Partikel (μm)
A 0,402 μm
B 0,268 μm
C 0,469 μm
Perhitungan :
Formula A = 6 mm x 0,0067 mm
= 0,0402 mm x 10
= 0,402 μm
Formula B = 4 mm x 0,0067 mm
= 0,0268 mm x 10
= 0,268 μm
Formula C = 7 mm x 0,0067 mm
= 0,0469 mm x 10
= 0,469 μm
F. Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami melakukan praktikum tentang emulsi yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh emulgator terhadap stabilitas emulsi. Pada praktikum kali ini kami
membuat tiga formula yaitu formula A,B, dan C. Pada praktikum kali ini kami menggunakan
bahan yaitu parafin liquidinum yang berfungsi sebagai zat aktif untuk obat kontipasi yang
bertindak sebagai laksatif emolien/lubrikan, jika dilihat dari aspek farmasetis, parafin liqid biaa
digunakan sebagai fase minyak/pembawa dalam system emulsi, Tween 80 berfungsi sebagai
zat pembasah,emulgator, dan peningkat kelarutan, Nipagin sebagai pengawet, menahan laju
pertumbuhan mikroba, Nipasol berfungsi sebagai sebagai pengawet pada fase minyak, sirupus
simplex digunakan sebagai pemanis. Pada formula A terdiri dari parafin liquidinum , Tween
80 75%, Span 80 25%, sir simplex, nipagin, nipasol, aquadest, Pada formula B terdiri dari
parafin liquidinum , Tween 80 50%, Span 80 50%, nipasol, nipagin, sir simplex,aquadest, Pada
formula C terdiri dari parafin liquidinum, Tween 80 25%, Span 80 75%, sir simplex,nipagin,
nipasol,aquadest. Sehingga ketiga formula tersebut perlu dievaluasi dengan berbagai
percobaan yaitu uji determinasi tipe emulsi, uji persen pemisahaan, uji persen pemisahan
dengan sentrifuge 3000 rpm, uji pemeriksaan viskositas, dan uji ukuran partikel.

Pada uji determinasi tipe emulsi untuk formula A, B dan C, pada uji ini dilakukan tiga
uji yaitu yang petama uji pewarnaan dengan melihat dengan mikroskop dengan menggunakan
indicator Metilen Blue pada formula A didapat hasil yaitu tipe mulsi minyak dalam air dengan
latar biru, pada formula B didapat hasil tipe emulsi minyak dalam air dengan latar biru, dan
formula C yaitu tipe emulsi air dalam minyak dengan latar merah. Uji pewarnaan
menggunakan indicator sudan III pada formula A didapat hasil yaitu tipe emulsi minyak dalam
air dengan latar putih, pada formula B didapat hasil yaitu tipe emulsi minyak dalam air dengan
latar putih, dan formula C didapat hasil yaitu tipe emulsi air dalam minyak dengan latar merah.
Uji pewarnaan dengan campuran indicator antara Sudan III dan Metilen Blue pada fomula A
didapat hasil yaitu tipe emulsi minyak dalam air dengan latar biru, pada formula B didapat hasil
yaitu tipe emulsi minyak dalam air dengan latar biru, pada formula C didapat hasil yaitu tipe
emulsi air dalam minyak dengan latar merah, pada pengujin ini sesuai dengan parameter yaitu
bahwa Metilen Blue dapat larut dalam air sedangkan Sudan III dapat larut dalam minyak. Uji
kedua yaitu pengenceran emulsi uji ini dilakukan pada formula A, B, dan C, pada formula A
didapata hasil yaitu tipe emulsi minyak dalam air homogeny kembali, formula B yaitu tipe
minyak dalam air homogeny kembali, dan formula C yaitu tipe air dalam minyak tidak
homogeny kembali, pada hasil formula A dan B dapat homogeny kembali dikarenakan masuk
kedalam tipe minyak dalam air yang artinya dapat diencerkaan dengan air dan pada hasil
formula C tidak dapat homogeny kembali dikarenakan masuk kedalam tipe air dalam minyak
yang artinya hanya dapat diencerkan dengan minyak. Uji ketiga yaitu daya hantar listrik yang
dilakukan pada formula A, B dan C, pada formula A dan B tipe emulsi minyak dalam air ketika
di uji menggunakan alat voltmeter dapat menggerakan jarum yang artinya pada formula A dan
B dapat menghantarkan daya listrik ini dikarnakan air merupakan konduktor yang dapat
menghantarkan listrik, pada formula B tipe emulsi airdalam minyak ketika di uji menggunakan
alat volt meter tidak dapat menggerakkan jarum yang artinya pada formula C tidak dapat
menghantarkan listrik ini dikarenakan minyak bukan merupakan konduktor yang dapat
menghantarkan listrik. Berdasarkan perhitungaan HLB campuran emulgator Tween 80 dan
Span 80 pada formula A,B dan C diketahui bahwa HLB campuran emulgtor formula A 13,07
mendekati HLB dari paraffin liquid yaitu 12. Jika emulgator surfaktan semakin mendekati HLB
paraffin cair maka suatu emulsi akan semakin stabil. Berdasarkan teori semakin tinggi HLB
maka akan semakin hidrofil dan akan meningkatkan kestabilan dari emulsi yang dibuat,
sedangkan sebaliknya semakin rendah HLB maka akan bersift semakin hidrofob maka
stabilitas akan berkurang .

Pada uji persen pemisahan emulsi dilakukan pada formula A,B dan C, pada formula A
didapat hasil 48,89% ,pada formula B didapat hasil 42,86% dan pada formula C didapat hasil
43,14% , dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pada formula C lebih stabil karena memiliki
persentase pemisahan lebih rendah dan formula yang paling tidak stabil yaitu formula A karena
memiliki persentase pemisahan yang tinggi dibandingkan dengan formula B dan C.

Pada uji persentase pemisahan dengan setrifugasi dilakukan pada formula A, B, dan C
pada formula A didapat hasil 20%, pada formula B didapat hasil 44%, dan pada formula C
didapat hasil 43,14%, dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pada formula A lebih stabil
dikarenakan memiliki persentase pemisahan yang lebih kecil daripada formula B dan C, dan
formula yang paling tidak stabil yaitu formula C karena memiliki persentase pemisahan yang
lebih besar daripada formula A dann B.

Pada uji ukuran partikel emulsi tinggi rendahnya viskositas emulsi sangat
mempengaruhi ukuran partikel, semakin tinggi viskositas maka semakin kecil ukuran partikel
emulsi,begitupula sebaliknya. Pada praktikum kali ini rata-rata ukuran partikel yang didapat
adalah formula A 0,402 μm, formula 0,268 μm dan formula C 0,469 μm. Pada formula A dan
C memiliki ukuran partikel yang lebih besar yaitu 0,402 μm dan 0,469 μm ini dikarenakan pada
formula A dan C memiliki viskositas yang rendah , dan pada formula B memiliki ukuran
partikel yang lebih kecil ini dikarenakan viskositas pada formula B yang tinggi.

Pada uji viskositas emulsi ukuran partikel sangat mempengaruhi besar kecilnya ukuran
partikel pada emulsi, semakin kecil ukuran partikel emulsi maka semakin tinggi viskositas
suatu emulsi,dan begitu pula sebaliknya. Dari praktikum kali ini dilakukan pada minngu ke 0
yaitu untuk formula A 2,0 d-Pas, formula B 8,5 d-Pas, formula C 2,0 d-Pas. Pada formula A
dan C memiliki viskositas yang lebih redah yaitu masing- masing 2,0 d-Pas ini dikarenakan
pada formula A dan C memiliki ukuran partikel yang lebih besar, sedangkan pada formula B
memiliki viskositas yang tinggi yaitu 8,5 d-Pas ini dikarenakan pada formula B memiliki
ukuran partikel yang kecil.

G. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Emulgator dari formula A Tween 80 75%, Span 80 25% pada uji determinasi formula A
merupakan tipe emulsi M/A, uji persen pemisahan emulsi 48,89% merupakan formula yang
tidak stabil dari formula B dan C, persen pemisahan dengan sentrifugasi 20% lebih stabil
karena memiliki persentase pemisahan yang lebih kecil dari formula B dan C, uji viskositas 2,0
d-Pas merupakan viskositas rendah, dan uji ukuran partikel 0,402 μm merupakan ukuran
partikel yang besar.
2. Emulgator dari formula B Tween 80 50%, Span 80 50%, pada uji determinasi formula B
merupakan tipe emulsi M/A, uji persen pemisahan emulsi 42,86% merupakan formula yang
paling stabil dari formula A dan C, persen pemisahan dengan sentrifugasi 44% tidak stabil
karena memiliki persentase pemisahan yang lebih besar dari formula A dan C, uji viskositas
8,5 d-Pas merupakan viskositas tinggi, dan uji ukuran partikel 0,268 μm merupakan ukuran
partikel yang kecil.
3. Emulgator dari formula C Tween 80 25%, Span 80 75%, pada uji determinasi formula C
merupakan tipe emulsi A/M, uji persen pemisahan emulsi 43,14% merupakan formula yang
stabil dari formula A dan tidak stabil dari formula B, persen pemisahan dengan sentrifugasi
43,14% stabil dari formula B dan tidak stabil dari formula A, uji viskositas 2,0 d-Pas
merupakan viskositas rendah, dan uji ukura partikel 0,469 μm merupakan ukuran partikel yang
besar.
4. Berdasarkan teori semakin tinggi nilai HLB maka akan semakin hidrofil dan akan
meningkatkan kestabilan dari emulsi yang dibuat, dan sebaliknya. Dari perhitungan HLB
campuran emulgator Tween 80 dan Span 80 pada Formula A 13,075 mendekati HLB dari
paraffin liquid yaitu 12
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta:
Depkes RI
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa. Jakarta: EGC
Syamsuni .2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
Lampiran

1. Viskometer

2. Avometer

.
3.

4. Formula A campuran; formula C campuran; formula C sudan; formula A sudan


5. formula A metilen; formula C metilen

6.

7.

Anda mungkin juga menyukai