Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Tugas

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat terkadang tidak menyadari bahwa tumbuhan yang tumbuh liar


disekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit dan
pemeliharaan kesehatan. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan
merupakan zat bioaktif yang berkaitan dengan kandungan kimia dalam tumbuhan,
sehingga tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat untuk berbagai macam
penyakit (Titis dkk., 2013). Salah satu tumbuhan liar yang sering ditemukan di sekitar
masyarakat yaitu herba Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan sebelumnya ekstrak heksana, kloroform dan metanol herba Patikan
Kebo yang terdapat di daerah Surabaya mengandung senyawa metabolit sekunder
diantaranya steroid, fenolik, flavonoid, tannin dan alkaloid (Nafisah dkk., 2014).
Patikan Kebo yang diteliti di daerah Tamil Nadu, India positif mengandung senyawa
fenolik, flavonoid, terpenoid dan tanin (Mathivanan dkk., 2014).
Telah diketahui bahwa perbedaan habitat tanaman berpengaruh terhadap
kandungan aktif tanaman tersebut. Namun, saat ini data mengenai karakteristik
metabolit sekunder dari herba Patikan Kebo yang tumbuh di daerah Bali masih
terbatas. Informasi mengenai karakteristik metabolit sekunder diperlukan dalam
proses standarisasi sebuah tanaman sebagai bahan baku obat tradisional (Saifudin
dkk., 2011).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengidentifikasi
kandungan metabolit sekunder yang terkandung pada herba Patikan Kebo yang
tumbuh di Bali.

1
1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana rancangan penelitian beserta bahan apa saja yang digunakan dalam
penelitian tersebut?
b. Bagaimana tahapan dalam skrining fitokimia dan analisis KLT pada Patikan
Kebo?
c. Pereaksi apa saja yang digunakan skrining fitokimia untuk menguji senyawa
metabolit sekunder ?
d. Mengapa metode kromatografi lapis tipis untuk identifikasi senyawa metabolit
sekunder dihasilkan Rf yang berbeda dan perlakuan untuk pengamatannya
berbeda?

1.3 Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui rancangan penelitian beserta bahan apa saja yang digunakan
dalam penelitian.
b. Untuk mengetahui tahapan dalam skrining fitokimia dan analisis KLT pada
Patikan Kebo.
c. Untuk mengetahui pereaksi yang digunakan pada skrining fitokimia dalam
menguji senyawa metabolit sekunder.
d. Untuk mengetahui mengapa Rf yang dihasilkan berbeda dan perlakuan
pengamatannya berbeda.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rancangan penelitian dan Bahannya.

Penelitian ini merupakan penelitian dalam bentuk desktiptif laboratorik yang


dilakukan secara kualitatif dengan metode skrining fitokimia dan KLT. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel yang digunakan adalah
seluruh bagian herba Patikan Kebo yang diambil di wilayah Denpasar pada bulan
Januari 2017.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini herba Patikan Kebo
(Euphorbia hirta L.), etanol 75%, aquadest, HCl 2N, pereaksi dragendroff, pereaksi
mayer, NaOH 10%, pereaksi LibermanBuchard, Pb asetat, larutan AlCl3, larutan
KOH 10%, FeCl3 5%, etil asetat, klorofom, methanol, nHeksan, butanol, asam asetat
glasial, H2SO4 10 %.

2.2 Tahapan dalam skrining fitokimia dan analisis KLT pada Patikan Kebo.

1. Ekstraksi
a. Serbuk simplisia herba Patikan Kebo sebanyak 457,5 gram, dimaserasi
dengan 1700 ml pelarut etanol 75% dan diremaserasi sebanyak tiga kali
dengan pelarut yang sama pada suhu ruangan selama 24 jam.
b. Filtrat disaring menggunakan corong Buchner untuk memisahkan filtrat
dengan maserat.
c. Filtrat yang diporoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada
suhu 40oC sampai diperoleh ekstrak kental.
2. Skrining fitokimia
Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan
500 mg ekstrak dalam 50 mL pelarut yang sesuai.

3
a. Uji Alkaloid
Larutan uji sebanyak 2 ml diuapkan diatas cawan porselin hingga
diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2N.
Setelah dingin, larutan disaring. Larutan yang didapat dibagi ke dalam 3
tabung reaksi. Tabung pertama berfungsi sebagai kontrol. Tabung ke 2
ditambahkan 3 tetes pereaksi dragendroff dan tabung ketiga ditambahkan
3 tetes pereaksi mayer (melalui dinding tabung). Terbentuknya endapan
jingga pada tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga
menunjukan adanya alkaloid (Farnsworth, 1966 dalam Putri dkk., 2015).
b. Uji Flavonoid
Sebanyak 1 ml larutan uji masing-masing dimasukkan ke dalam 3 tabung
reaksi. Tabung 1 sebagai kontrol, tabung 2 ditambah dengan 1 mL
larutan Pb Asetat (timbal asetat) 10%, positif flavonoid jika terdapat
endapan kuning (Raphael, 2012). Tabung 3 ditambah dengan beberapa
tetes NaOH 20% terbentuk warna kuning jika mengandung flavonoid
(Ugochukwu dkk., 2013).
c. Tanin
Sebanyak 2 mL larutan uji dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi, tabung
1 sebagai kontrol dan tabung 2 ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3
5% atau FeCl3 10%, tanda positif Tanin jika terbentuk warna hijau
gelap/biru (Robinson, 1911 dalam Putri dkk., 2015).
d. Triterpenoid/Steroid
Larutan uji sebanyak 2 mL diuapkan dalam cawan penguap. Residu
dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, dipindahkan ke tabung reaksi,
ditambahkan 0,5 mL asam asetat anhidrat dan 2 mL asam sulfat pekat
melalui dinding tabung. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada
perbatasan larutan menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan bila
muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid (Ciulei, 1984
dalam Putri dkk., 2015).

4
e. Antrakuinon
Sebanyak 50 mg ekstrak ditambah 10 mL air kemudian dipanaskan
selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 3 mL larutan dimasukkan ke
dalam 2 tabung reaksi, tabung 1 ditambahkan beberapa tetes larutan
NaOH 1 N bila positif maka terbentuk larutan berwarna merah dan
tabung 2 sebagai kontrol (Putri dkk., 2015).
f. Saponin
4 mL larutan uji ditambahkan dengan 5 mL aquadest, kocok, lihat
adanya busa yang stabil. Sedikit ekstrak ditambahkan 5 mL air, kocok
dalam tabung reaksi, terbentuk busa stabil (busa setinggi 1 cm dan stabil
selama 30 menit). 4 mL larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebagai kontrol (Depkes RI, 1995 dalam Putri dkk., 2015).
3. Kromatografi Lapis Tipis
Penyiapan fase diam Silica gel G60 F254/plat KLT dengan panjang 8
cm dan lebar 2 cm, kemudian dicuci dengan metanol, lalu diaktivasi
dengan oven pada suhu 100oC selama 10 menit Sebanyak 10 mg
ekstrak dilarutkan dalam 1 ml etanol kemudian ditotolkan pada fase
diam.
a. Identifikasi Senyawa Flavonoid Fase gerak asam asetat glacial : butanol
: air (1:4:5), dengan penampak noda uap ammonia. Reaksi positif
ditunjukkan dengan terbentuknya noda berwarna kuning cokelat setelah
diuapi ammonia pada pengamatan dengan sinar tampak dan berwarna
biru pada UV 366 nm menegaskan adanya kandungan flavonoid
(Marliana, 2005).
b. Identifikasi Senyawa Steroid Fase gerak yang digunakan adalah
Kloroform - metanol (9:1), dengan penampak noda pereaksi Liberman-
Buchard disertai dengan pemanasan pada suhu 105oC selama 5 menit.
Reaksi positif steroid ditunjukkan dengan adanya noda berwarna hijau
biru (Kristanti dkk., 2008).

5
c. Identifikasi Senyawa Tanin Fase gerak metanol-air (6:4), dengan
penampak noda Pereaksi FeCl3 5 %. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya noda berwarna hitam (Banu dan Nagarajan, 2014).
d. Identifikasi Senyawa Antrakuinon Fase gerak yang digunakan adalah n-
heksanetilasetat (3:7), dengan penampak noda larutan KOH 10% dalam
metanol. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna noda
kuning,kuning cokelat, merah, ungu, hijau dan lembayung (Kristanti
dkk., 2008).
4. Pengolahan dan analisis data
Data dari hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif dengan
menjabarkan hasil yang diperoleh dalam bentuk tabel dan gambar serta
melakukan analisis dengan membandingkan dengan literatur.
Klorofil adalah katalisator fotosintesis yang penting dan terdapat
semesta sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tumbuhan
berfotosintesis. Zat ini terdapat dalam kloroplas dalam jumlah banyak,
sering terikat longgar dengan protein, tetapi mudah di ekstraksi kedalam
pelarut lipid seperti aseton dan eter. (J.B Harbone, 1996).

2.3 Pereaksi yang digunakan pada skrining fitokimia dalam menguji


senyawa metabolit sekunder.
1. Alkaloid
Alkaloid adalah sutau golongan senyawa organic yang banyak

6
2.2 Metode kromatografi lapis tipis untuk identifikasi senyawa metabolit
sekunder dihasilkan Rf yang berbeda dan perlakuan untuk
pengamatannya berbeda.

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan
banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik
yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina,
selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada
dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng
dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber) (Rudi,
2010).

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen


atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh pase diam dibawah gerakan pelarut
pengembang. Pada dasarnya KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas , terutama
pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyatanya terlihat pada fase diamnya atau media
pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas. Bahan
adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa.
Partikel selika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk kromatografi
lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour
dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang
sesuai.

Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative
pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak tempuh oleh eluen ( fase gerak ) untuk setiap senyawa.

7
Rf juga menyatakan drajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karenan itu
Rf juga disebut factor referensi.

Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna:

1. Menggunakan pendarflour

Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang
ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar
ultraviolet (UV). Itu berarti jika anda menyinarkannya dengan sinar UV, akan
berpendar.

Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada,
meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu
berarti bahwa jika anda menyinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul
pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak
sebagai bidang kecil yang gelap.

Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, anda harus menandai posisi-


posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-
bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV, bercak-bercak tersebut tidak tampak
kembali.

2. Penunjukkan bercak secara kimia

Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi


tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan
produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang
dihasilkan dari campuran asam amino.

8
Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin.
Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna,
umumnya coklat atau ungu.

Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian


ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji)
bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan
bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada
lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.

Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian


ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji)
bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan
bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada
lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.

Penggunaan kromatografi lapis tipis untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa

Anggaplah anda mempunyai campuran asam amino dan ingin menemukan asam
amino-asam amino tertentu yang terkandung didalam campuran tersebut. Untuk
sederhananya, mari kira berasumsi bahwa anda mengetahui bahwa campuran hanya
mungkin mengandung lima asam amino.

Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak-
bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan pada
disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan lalu ditempatkan pada posisi
berdiri dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar,
campuran adalah M dan asam amino yang telah diketahui ditandai 1-5.

9
Bagian kiri gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut hampir mencapai bagian
atas dari lempengan. Bercak-bercak masih belum tampak. Gambar kedua
menunjukkan apa yang terjadi setelah lempengan disemprotkan ninhidrin.

Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat


membandingkan bercak-bercak pada campuran dengan bercak dari asam amino yang
telah diketahui melalui posisi dan warnanya. Dalam contoh ini, campuran
mengandung asam amino 1, 4 dan 5.

Fase diam-jel silika

Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh
atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika,
atom silikon berlekatan pada gugus -OH.

Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya
gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol.

Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom
aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan
tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina.

Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan
komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan
untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom
kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang
digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau
kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada
KLT (Lenny, 2006)

10
Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua
fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut
pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai
permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga
untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut
penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem
kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap
pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur
(tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai
dalam KLT (Iskandar, 2007)

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah dari jurnal penelitian yang dilakukan disimpulkan
bahwa herba Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.) yang tumbuh di daerah Bali
mengandung senyawa flavonoid, tanin, steroid dan antrakuinon yang diuji
menggunakan rancangan penelitian dengan beberapa tahapan dalam skrining
fitokimia dengan pereaksi yang berbeda pada masing masing senyawa dan
analisis KLT yang memhasilkan nilai Rf yang berbeda .

12

Anda mungkin juga menyukai