Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Produksi Benih Kedelai Non Hibrida

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benih sebagai jasad biologis yang hidup sebagai pembawa sifat atau
karakteristik dari pertanaman produksi yang spesifik sesuai dengan jenis
varietasnya. Benih bermutu adalah benih yang mempunyai kemurnian genetik,
kemurnian fisik, maupun fisiologis yang cukup tinggi. Benih bermutu
merupakan benih yang mampu berkecambah dalam kondisi yang cukup baik.
Benih bermutu juga didefinisikan sebagai benih yang baik dan bermutu tinggi
yang menjamin pertanaman bagus dan hasil panen tinggi serta tahan terhadap
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
Kedelai bermutu tinggi didapatkan melalui pengelolaan pertanaman secara
maksimal, meliputi: pemilihan lokasi yang tepat, musim tanamm, kultur teknik,
waktu tanam, penanganan pasca panen, dan seleksi yang ketat. Untuk itu,
setiap produsen benih perlu menerapkan sistem pengendalian mutu benih
secara internal (internal seed quality control) yang meliputi aspek: mutu
genetis, mutu fisik, dan mutu fisiologis.
Dalam kelompok tanaman pangan, di Indonesia kedelai merupakan
komoditas terpenting setelah padi dan jagung disamping sebagai bahan pakan
dan industri olahan. Ketersediaan kedelai di Indonesia menjadi penting karena
hampir 90% digunakan sebagai bahan pangan. Kebutuhan kedelai di Indonesia
terus meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat tentang makanan sehat.
Kedelai merupakan komoditas yang kaya akan protein. Berperan sebagai
sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi
masyarakat, karena selain aman bagi kesehatan juga sebagai sumber protein
paaling murah di dunia dibanding sumber protein lainnya. Berdasarkan hal
tersebut perlu dilakukan budidaya benih bermutu tinggi sehingga diproleh
kedelai yang memiliki kualitas dan kuantitas hasil yang tinggi.

1
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui asal usul dan
produksi benih kendelai non hibrida.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman yang bukan berasal dari
Indonesia, diduga berasal dari utara Cina (daerah Manshukuo), tanaman ini
dibudidayaan untuk pertama kalinya pada abad 11 SM. Di Indonesia mulai
dibudidayakan pada abad 17 sebagai tanamna pangan dan pupuk hijau. Sejarah
perkembangan kedelai di Indonesia pertama kali di Amboina (sekarang benama
Ambon). Tanaman kedelai di Indonesia berasal dari daerah Monshukuo, lalu
menyebar ke daerah Mansyuria Jepang (Asia Timur) dan kenegara-negara lain di
Amerika dan Afrika. Pada tahun 1935 kedelai sudah ditanam di sekuruh wilayah
di Jawa. Diduga kedelai di Jawa berasal dari India, karena bentuk biji yang
lonjong tidak seperti yang ditemukan di Cina. Saat ini, tanaman kedelai telah
berkembang diberbagai negara.
Sistematika tanaman kedelai:
Ordo : Polypetales
Familia : Leguminosae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max L.
Glycine max merupakan tanaman semusim, warna bunga putih atau ungu, dan
memiliki seragam bentuk dan ukuran untuk karakter daun dan biji. Terdapat
beberapa tipe daun pada kedelai, yakni: daun tunggal, daun bertiga, dan kadang-
kadang ditemukan daun berlima. Berdasarkan warna bijinya dikenal kedelai
kuning dan kedelai hitam. Sementara itu berdasarkan umurnya, kedelai dikenal
dengan jenis berumur genjah atau pendek (70-80 hari), berumur sedang (80-90
hari), dan berumur panjang (90-120 hari).
Proses produksi benih kedelai bermutu tinggi didapatkan melalui pengelolaan
pertanaman secara maksimal, meliputi: pemilihan lokasi yang tepat, musim
tanaman, kultur teknik, waktu tanam, penanganan pasca panen, dan seleksi yang
ketat. Untuk itu, setiap produsen benih perlu menerapkan sistem pengendalian
mutu benih secara internal (internal seed quality control) yang meliputi aspek:

3
mutu genetis, mutu fisik, dan mutu fisiologis. Teknik produksi benih kedelai
bermutu pada dasarnya sama dengan teknik produksi untuk konsumsi.
Syarat tumbuh tanaman kedelai :
a. Keadaan Iklim
Di Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di
dataran rendah sampai ketinggian 900 meter diatas permukaan laut.
Meskipun demikian telah banyak varietas kedelai dalam negeri ataupun
kedelai introduksi yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi
±1.200 mdpl. Di sentra penanaman kedelai di Indonesia pada umumnya
kondisi iklim yang paling cocok adalah daerah-daerah yang mempunyai
suhu antara 25°C-27°C, kelembaban udara rata-rata 65%, penyinaran
matahari 12 jam/hari atau minimal 10 jam/hari,dan curah hujan paling
optimum antara 100-200 mm/bulan.
Varietas kedelai yang unggul untuk suatu daerah belum tentu
menunjukkan keungulan yang sama di daerah lain, karena faktor
perbedaan iklim, topografi, dan cara tanam. Dari berbagai narasumber dan
bacaan terdapat petunju, bahwa varietas kedelai yang berbiji kecil
cenderung lebih cocok ditanam di daaran rendah. Sebaliknya varietas
kedelai yang berbiji besar lebih cocok ditanam di dataran tinggi.
b. Keadaan Tanah
Tanaman kedelai mempunyai daya adapasi yang luas terhadap
berbagai jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian,
maka tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah Aluvial, regosol,
grumosol, latosol dan andosol. Hal yang penting diperhatikan dalam
pemilihan lokasi untuk penanaman kedelai adalah drainase dan airasi
tanahnya baik, bebas dari kandungan atau wabah nematoda, dan reaksi
tanah atau pH 5,0 - 7,0. Pada tanah yang asam perlu dilakukan pengapuran
dengan kapur pertanian. Hal ini bertujuan untuk menaikkan pH tanah,
menambah unsur Ca, Mg, dan ketersediaan P maupun Mo, mengurangi
kercunan Fe,Mn, dan Al, memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah,
dan mengaktifkan pembentukan bintil-bintil akar.

4
BAB III
PEMBAHASAN

Teknik produksi benih kedelai bermutu pada dasarnya sama dengan teknik
produksi untuk konsumsi. Namun, dalam beberapa hal harus mendapat perhatian
lebih. Produksi dan mutu benih tanaman kedelai sangat dipengaruhi oleh dua
faktor utama, yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan tumbuhnya. Faktor
genetis merupakan identitas genetik benih yang murni dan mantap, sedangkan
faktor lingkungan tumbuh sangat berperan selama pembentukan dan pemasakan
biji sehingga akan mempengaruhi produksi dan mutu benih. Faktor lingkungan
tumbuh yang berperan dalam mempengaruhi produksi dan mutu benih kedelai
antara lain adalah unsur hara, temperatur, cahaya, curah hujan, dan kelembaban
tanah (Harnowo, 2005).
Pada sistem usaha tani kedelai yang ideal, sebelum mengalami periode simpan
perlu tindakan budidaya tertentu untuk menghasilkan produksi dan mutu benih
yang tinggi. Mutu benih yang mencakup mutu genetik, fisik, dan fisiologis,
dipengaruhi oleh proses penanganannya dari mulai budidaya tanaman di lapang
itu sendiri sampai dengan akhir periode simpan (Sadjad, 1978). Tindakan
budidaya yang meliputi:
1. Seleksi Bibit Kedelai
Bibit yang baik adalah berukuran besar, tidak cacat, berwarna seragam
(putih, kekuning-kuningan). Jumlah bibit antara 40–50 kg per ha untuk
tanaman monokultur, sedangkan untuk tanaman tumpangsari dengan
jagung, yaitu 30 kg biji kedelai dan jagung 20 kg per ha. Pada saat seleksi
bibit kedelai perlu dilakukan Isolasi. Kedelai hampir sepenuhnya dibuahi
sendiri. Pembuahan silang umumnya kurang dari 1%. Isolasi yang
diperlukan karenanya cukup jika dapat manghindari pencampuran benih
ketika panen. Sertifikasi benih di Indonesia mempersyaratkan isolasi jarak
minimum 8 m atau isolasi waktu minimum 15 hari. Isolasi yang sama juga
dipersyaratkan untuk produksi benih berlabel merah jambu.

5
2. Pengolahan Tanah
Teknik budidaya kedelai yang dilakukan sebagian besar petani
umumnya masih sangat sederhana, baik dalam hal pengolahan tanah,
pemupukan dan pemberantasan hama/penyakitnya, sehingga produksinya
masih relatif rendah. Sebagian besar petani tidak melakukan pengolahan
tanah (TOT = tanpa olah tanah), terutama tanah bekas padi atau tebu.
Tanah hanya dibersihkan dari jerami padi dan daun tebu, yang selanjutnya
bibit kedelai ditebar atau ditugal terlebih dahulu untuk lubang untuk
penanaman biji kedelai. Selain itu kualitas bibitnya kurang baik, sehingga
produksinya relatif rendah.
Kedelai menghendaki kelembaban tanah sekitar kapasitas lapang
dengan struktur remah. Karena itu, jika lahan bekas padi sawah akan
digunakan untuk kedelai, maka pengolahan tanahnya harus ditunda dahulu
sampai tanahnya cukup kering. Tetapi, hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengolahan tanahnya harus ditunda dahulu sampai tanahnya cukup
kering. Tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah
sesudah padi sawah tidak meningkatkan hasil kedelai. Ini berarti bahwa
kedelai dapat langsung ditugal (dilubangi) disawah setelah padi. Namun,
pembuatan saluran drainase diperlukan dalam selang 3-4 m lahan dengan
kedalaman saluran 25-30 cm. Drainase yang jelek dapat menghambat
pertumbuhan akar dan pembentukan bintil akar dan pembuatan saluran
drainase dapat meningkatkan hasil kedelai non benih sampai 100%.
Produksi benih kedelai dalam kondisi lahan yang tergenang belum
mendapat perhatian yang memadai.
Di lahan kering dengan tanaman tumpang sari, tanah diolah dua kali
dengan alat bajak dan luku, sedangkan di sawah dengan tanaman
monokultur, tanah dibersihkan dari jerami, kemudian tanah diolah satu
kali. Untuk tanah yang pH-nya rendah, diberi kapur atau dolomit antara
200–300 Kg per ha. Pada saat ini juga tanah diberi pupuk dasar, yaitu
pupuk SP-36 sebanyak 100 kg untuk monokultur, sedangkan bila tumpang
sari dengan jagung dosisnya adalah sebanyak 200 kg–250 kg per ha.

6
3. Penanaman Kedelai
Benih ditanam sebaiknya dalam barisan atau dengan jarak tanam yang
teratur. Jarak tanam, yang menentukan populasi tanaman dan jumlah
tanaman yang dipanen serta hasil, antara lain tergantung pada umur
tanaman, varietas, musim tanam, dan kesuburan tanah. Namun, jarak
tanam dan populasi dalam perkembangan teknik budidaya kedelai
sekarang dihubungkan dengan pola tanam dan jenis lahan. Dalam rangka
pola tanam di lahan sawah, jarak tanam pada MK I (awal musim kemarau)
setelah padi (pola tanam padi-palawija-palawija/bera) dan pada MK II
(akhir musim kemarau) setelah padi gadu (pola tanam padipadi-palawija)
menggunakan 40 cm x 10 cm atau disesuaikan dengan jarak tanam padi
dengan 2-3 benih/lubang dan kedalam tugal 2-3 cm. Jarak tanam dan
opulasi yang sama juga digunakan pada MK II (pola tanam padi-palawija-
palawija). Di lahan kering pada MH I (awal musim hujan) digunakan jarak
tanam 40 cm x 50 cm dengan 2-3 benih/lubang, sedangkan pada MH II
(akhir musim hujan) digunakan jarak tanam 40 cm x 10 cm dengan 2
benih/lubang. Pada lahan yang belum pernah ditanami kedelai atau tidak
ditanami kedelai selama lebih dari enam musim berturut-turut inokulasi
Rhizobium (Legin atau Rhizogen) diperlukan. Perlakuan dengan inokulasi
Rhizobium ini dilaporkan dapat meningkatkan hasil kedelai nonbenih 11-
150%, terutama pada lahan yang berkandungan bahan organik rendah.
Perawatan benih sebelum ditanam dapat dilakukan dengan insektisida atau
fungisida. Perawatan dengan insektisida karbosulfan atau thiodicarp untuk
mencegah serangan lalat acang (Ophiomia phaseoli) tidak berpengaruh
terhadap efektivitas inokulan Rhizobium, tetapi perawatan dengan
fungisida Benomyl, Thiram, atau Captan dapat menekan perkembangan
Rhizobium asal inokulan. Mulsa jerami padisebanyak 5 t/ha kering panen
sebaiknya diberikan setelah tanam untuk meningkatkan hasil benih melalui
penekanan dalam pertumbuhan glma, serangan lalat kacang, penguapan
air, dan pengerasan tanah.

7
Untuk tanaman monokultur, biji kedelai dimasukan dalam lubang
yang telah dibuat. Untuk tanaman tumpang sari, biji jagung ditanam ter-
lebih dahulu dan 2–3 minggu kemudian baru ditanam kedelai.
4. Perawatan (Penyiangan, pembumbunan, pemupukan, dan pengairan)
Kedelai sangat peka terhadap kompetisi gulma dalam awal
pertumbuhannya. Karena itu, disarankan untuk memilih lahan yang bersih
gulma. Penyiangan harus dilakukan terutama pada umur tanaman tiga dan
enam minggu setelah tanam. Pembumbunan dilakukan pada penyiangan
pertama. Bila kondisinya masih kurang baik, maka penyiangan dilakukan
lagi pada umur 55 hari. Sedangkan untuk tanaman tumpangsari
penyiangan dilakukan pada umur jagung 40 – 45 hari. Herbisida
pratumbuh berikut dapat digunakan jika tenaga kerja terbatas atau mahal.:
Dual 500 EC, Targa 100 EC, atau Roundup sebanyak 2 l/ha.
Unsur hara P merupakan unsur hara yang penting dan berkaitan
dengan mutu benih kedelai. Pemberian hara fosfat dapat memacu
pertumbuhan generatif sehingga dapat meningkatkan hasil biji per satuan
luas dan mutu benih kedelai yang tinggi. Harnowo (2005) menyatakan
bahwa hara fosfor disimpan paling banyak dalam biji dan menentukan
vigor benih kedelai. Dengan vigor benih yang baik maka potensi hidup
semakin besar. Sejalan dengan hal tersebut, El-Beheidi (1978) menyatakan
bahwa pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan vigor benih. Pada
penelitian lain, Hasanah (2001) melaporkan bahwa pemupukan NPK
dengan kombinasi yang serasi dapat meningkatkan daya simpan benih,
toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan, dan ketahanan terhadap
penyakit. Pemupukan tanaman kedelai untuk monokulur dengan 50 kg
urea dan 50 kg KCl dan untuk kedelai tumpangsari sebanyak 350 kg urea
dan 100 kg KCl.
Kelembaban tanah yang cukup diperlukan sejak awal pertumbuhan.
Jika ketersediaan air terbatas, pengairan diperlukan sedikitnya pada awal
pertumbuhan vegetatif, masa pembungaan, masa pembentukan polong,
dan masa pengisian benih, tanaman perlu diberi pengairan, terutama pada

8
umur 1 – 50 hari. Demikian pula bila tanahnya terlalu banyak air, perlu
adanya drainase.
5. Pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman)
Kedelai sangat peka terhadap kompetisi gulma dalam awal
pertumbuhannya. Karena itu, disarankan untuk memilih lahan yang bersih
gulma. Penyiangan harus dilakukan terutama pada umur tanaman tiga dan
enam minggu setelah tanam. Pembumbunan dilakukan pada penyiangan
pertama.
Gangguan hama merupakan faktor pembatas utama dalam produksi
kedelai. Karena itu, dalam produksi benih kedelai pun pengendalian hama
sangat perlu. Pengendalian hama ini terutama diprioritaskan untuk hama-
hama endemik lalat kacang, pemakan daun, dan pengisap dan penggerek
olong dengan memperhatikan masa kritis tanamannya. Sebagai
pencegahan disarankan penyemprotan tanaman dengan insektisida pada 7-
10 hari setelah tanam (HST) untuk lalat acang, 21 HST untuk ulat daun,
dan 42, 50, dan 65 HST untuk pengisap dan penggerek polong. Tabel 5
menyajikan hama-hama kedelai dan cara serta waktu pengendaliannya.
Penyakit yang utama menyerang kedelai dan menjadi salah satu dasar
pemuliaan kedelai adalah penyakit karat (Phakopsora pachyrhizi). Di
daerah endemik di lahan tegalan dapat dilakukan penyemprotan dengan
fungisida berikut pada umur 30, 40, 50, dan 60 HST dengan volume
semprot 500/ha: Triadisulfan 25% (Bayfidan 250 EC, 1 l/ha), Dinikonazol
12,5% (Sumiate 12,5 WP, 1,5-2 kg/ha) atau Kaptan (Orthocide 50 WP, 1
kg/ha).
6. Panen
Panen kedelai dilakukan bila sebagian daunnya sudah kering.
Pemanenan dapat dilakukan dengan penggalian atau pencabutan secara
manual atau secara mekanis. Teknik pencabutan harus hati-hati untuk
menghindari banyak polong yang tertinggal atau retak. Kerusakan polong
dapat mengurangi viabilitas benih dan menjadi tempat masuknya
cendawan yang kemudian dapat menyerang benih. Setelah dicabut,

9
brangkasan dibiarkan mengering di lapang. Jika tenaga kerja cukup
sebaiknya brangkasan dijemur dengan cara menggantungnya, misalnya
dengan standar berkaki-tiga. Hindari polong menyentuh permukaan tanah
ketika menjemur. Pemisahan polong dari brangkasan harus dilakukan
ketika kadar air benih 20% atau sedikit lebih tinggi.
7. Pembuatan benih
Benih kedelai setelah di panen kemudian dikeringkan. Penundaan
pengeringan brangkasan kedelai lebih dari 3 hari tidak dianjurkan karena
menyebabkan biji berjamur sehingga mutunya rendah karena daya
kecambah benih menurun (Harnowo et al. 2013). Beberapa teknik
penyimpanan benih kedelai untuk mengurangi penurunan daya tumbuh
antara lain dengan pengeringan benih hingga kadar air kurang dari 10%
(Yulyatin dan Diratmaja 2015, Shelar et al 2008). Menurut Harnowo et al.
(2013), benih kedelai dengan daya tumbuh 95% pada awal penyimpanan
dan kadar air awal sekitar 9% dapat bertahan hingga 8 bulan dengan daya
tumbuh lebih dari 80%. Kadar air benih dan kondisi ruang simpan
merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap daya simpan.
Semakin tinggi kadar air benih semakin cepat kerusakan benih selama
penyimpanan. Untuk menghindari terjadinya perubahan kadar air kedelai
yang disimpan perlu menggunakan alat pengemas kedap udara atau
pengeringan atau penjemuran secara kontinu. Pengeringan adalah metode
untuk menurunkan kadar air benih yang bertujuan untuk mengurangi laju
respirasi dan metabolisme benih, sehingga benih dapat mempertahankan
mutunya dalam waktu yang lebih lama (Shaumiyah et al. 2014).
Polong yang terlalu kering menjadi mudah retak dan sangat mudah
rusak. Polong sebaiknya dicuci hingga bersih sebelum pengolahan
dilakukan. Pencucian dapat dilakukan sebelum atau sesudah polongnya
dilepas dari brangkasannya. Selama pengeringan suhu udara hendaknya
sekitar 35⁰C dan tidak melebihi 38⁰C. Penjemuran jangan dilakukan terlalu
lama karena dapat menrunkan viabilitas benih dan menyebabkan kotiledon

10
terbelah. Pemilahan benih secara mekanis tidak perlu dilakukan karena
berisiko terhadap kerusakan benih.
8. Penyimpanan benih
Biji kedelai sebelum digunakan sebagai benih terlebih dahulu
mengalami penyimpanan. Selama disimpan, benih kedelai mengalami
proses deteriorasi atau kemunduran benih. Kemunduran benih ditandai
oleh penurunan daya kecambah. Kemunduran tersebut dipengaruhi oleh
faktor genetik berupa warna kulit biji dan lingkungan berupa jarak tanam
dan pemupukan P. Sebelum benih disimpan diperlukan adanya pendugaan
daya simpan benih sehingga dapat diramalkan berapa lama benih yang
bersangkutan dapat disimpan yang pada saat ditanam masih mempunyai
daya kecambah yang sesuai dengan ketentuan. Kartono (2004) dalam
Nizaruddin et al. (2014) menambahkan, penyimpanan benih secara alami
dapat menurunkan mutunya sampai 75% dalam waktu kurang dari 3 bulan.
Kebanyakan para penangkar belum mempunyai fasilitas penyimpanan
benih yang dapat mempertahankan daya tumbuh. Menurut Terryana et al.
(2015), sebelum musim tanam, benih kedelai harus disimpan dengan baik
agar mempunyai daya tumbuh yang optimal pada saat ditanam.
Selanjutnya Rasyid (2013) mengatakan bahwa selama dalam
penyimpanan, benih kedelai mengalami deteriorasi yang dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan, ditandai oleh penurunan daya tumbuh.
Pengadaan benih kedelai bermutu sering berhadapan dengan daya simpan
benih yang pendek karena pengaruh suhu dan kelembaban ruang simpan,
sehingga benih cepat mengalami penurunan viabilitas dan vigor selama
penyimpanan, apalagi disimpan dalam kondisi yang kurang optimum
(Yulyatin dan Diratmaja 2015, Manggung et al. 2014). Ukuran benih
sebagai karakteristik genetik dan lingkungan (jarak tanam dan pemupukan
P) diduga menjadi penyebab adanya perbedaan mutu dan daya simpan
benih kedelai. Namun penyimpanan benih dalam ruang non-AC dan dalam
media karung non kedap udara sangat riskan karena bisa terjadi
peningkatan kadar air akibat fluktuasi suhu dan kelembaban udara

11
(Rasyid, 2013). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1316/HK.150/C/05/2016 tentang perubahan atas Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 355/HK.130/C/05/2015 tertanggal 2 Desember 2016,
masa edar benih kedelai bersertifikat menjadi lebih lama yakni diberikan
paling lama 6 (enam) bulan setelah selesai pengujian (untuk pelabelan
yang pertama). Selanjutnya, pelabelan ulang dapat dilakukan selama mutu
benih masih memenuhi standar mutu yang berlaku, dengan masa edar
maksimal setengah dari masa edar pada pelabelan pertaman (Didik, 2018).
Keunggulan kedelai lokal adalah memeliki memeliki umur tanaman
lebih singkat 2,5-3 bulan, aroma lebih harum dengan rasa yang lebih legit
serta kandungan airnya lebih banyak, sehingga jika dibikin tempe dan tahu
kualitas kedelai lokal lebih bagus dibandingkan kedelai impor, Benihnya
pun lebih alami dan non-transgenik. Akan tetapi ada juga kelemahan
kedelai lokal yakni produktivitasnya rendah (kedelai lokal umumnya
masih berproduksi di bawah 2 ton per hektare sedangkan impor bisa
mencapai 3 ton per hektare), ukurannya yang tidak standar (ada yang
bijinya besar dan kecil), pasca panen kedelai lokal kurang bersih karena
ketidaktahuan petani mengenai pasca panen dimana masih banyaknya
material yang terbawa dalam kedelai seperti ranting, dahan, terkadang
tercampur tanah, kulit ari kacang sulit terkelupas saat proses pencucian
kedelai, proses peragiannya pun lebih lama. Lalu setelah berbentuk tempe,
proses pengukusan lebih lama empuknya. Bahkan bisa kurang empuk
(Ozal, 2012).

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kedelai merupakan komoditas terpenting sebagai bahan pangan di
Indonesia.
2. Benih non hibrida merupakan benih bersari bebas atau tidak mengalami
persilangan induk.
3. Tindakan budidaya produksi benih kedelai non hibrida yaitu : seleksi bibit
kedelai, pengolahan tanah, penanaman, perawatan, pengendalian OPT,
panen, pembuatan benih, dan penyimpanan benih.

B. Saran
Ketersediaan kedelai sangat penting sebagai komoditas pangan di
Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan budidaya benih bermutu tinggi
untuk menghasilkan kedelai yang memiliki kualitas dan kuantitas hasil yang
tinggi sehingga dapat mengurangi impor kedelai di Indonesia.

13
DAFTAR PUSTAKA

Harnowo, D. 2005. Effect of Time of Harvest and Seed Size on Seed Quality of
Soybean. Thesis Submitted to the School of Graduate Studies, Universiti
Putra Malaysia, in Fulfilment of the Requirements for the Degree of Doctor
of Phylosophy.
Harnowo, D., J.R. Hidajat dan Suyamto. 2013. Kebutuhan dan teknologi produksi
benih kedelai. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto (eds.).
Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Hal: 383-415.
Harnowo, Didik. 2018. Kemunduran Mutu Fisiologis Benih Kedelai dan Upaya
Penghambatannya.
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/infotek/kemunduran-mutu-fisiologis-
benih-kedelai-dan-upaya-penghambatannya/ . Diakses 24 Maret 2019
Hasanah, M. 2001. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri
Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian, 21(3): 4-91.
Kuntyastuti, H. 2006. Peningkatan Efisiensi Pupuk P di Lahan Kering Kapuran
dengan Penambahan Bahan Organik. Pengelolaan Tanaman Air dan Hara
Untuk Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas Kedelai. Departemen
Peertanian. Balitbangtan. Puslit Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman
Kacang dan Umbi-Umbian. Malang.
Ozal, Dimas. 2012. Ini Perbedaan Kedelai Lokal dengan Impor.
http://drive.batan.go.id/gunber/2012/20120813%20www.kompas.com_Ini%
20Perbedaan% 20Kedelai%20Lokal%20dengan%20Impor.PDF Diakses 23
Maret 2019
Rasyid, H. 2013. Peningkatan Produksi Dan Mutu Benih Kedelai Varietas Hitam
Unggul Nasional Sebagai Fungsi Jarak Tanam Dan Pemberian Dosis
Pupuk P. Jurnal Gamma, ISSN 2086-3071 Volume 8, Nomor 2 Maret 2013:
46 – 63

14
Siregar, M. 1999. Pembinaan Sistem Pembenihan Terpadu: Kasus Komoditas
Kedelai. FAE volume 17. No. 1 Juli 1999 : 14 – 26.
Shaumiyah F, Damanhuri dan N. Basuki 2014. Pengaruh pengeringan terhadap
kualitas benih kedelai (Glycine max (L.) Merr). Jurnal Produksi Tanaman
2(5): 388-394.
Terryana, R.T., M.R. Suhartanto, dan A. Qadir 2015. Alat Pengusang Cepat IPB
77-1 MM untuk Penapisan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai. Jurnal
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 34(3): 229-235.
Yulyatin A., dan IGP.A. Diratmaja. 2015. Pengaruh ukuran benih kedelai
terhadap kualitas benih. Agros. 17(2): 166-172.

15

Anda mungkin juga menyukai