Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laprak Sifat Kimia Sayur Dan Buah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Nama : Maudina Nuraisya R

NIM : 1705022

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Sifat Kimia Buah
TAT TPT Vit C
No Bahan pH
(%) (°Brix) (%)
1 Strawberry 3 2,695 3,38 0,704
2 Mangga 4 10,88 4,8 36,75
3 Pisang 5 1,998 7,5 5,04
4 Jeruk 4 20,54 0,446 15,045

3.1.2 Laju Respirasi Buah


Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari ke 4 Hari ke 5
No Bahan Berat Kadar Berat Kadar Berat Kadar Berat Kadar Berat Kadar
(g) CO2 (g) CO2 (g) CO2 (g) CO2 (g) CO2
1 Strawberry 11 384 11 192 11 160 9 273,7 11 640
2 Mangga 530 6,64 528 4 527 18,70 526 34,8 525 36.87
3 Pisang 69 56,12 68 82,82 67 178,63 68 186,35 67 231,16
4 Jeruk 101 41,82 101 27,88 101 94,63 101 156,83 101 174,257

3.2 Pembahasan
Pada umumnya buah-buahan terbagi kedalam dua golongan, yaitu golongan klimakterik
dan nonklimakterik. Setelah buah dipanen, buah masih terus melakukan proses respirasi.
Pada buah golongan klimakterik laju repirasi buah lebih tinggi dibandingkan golongan buah
nonklimakterik. Laju respirasi yang tinggi akan menimbulkan perubahan-perubahan sifat
fisik ataupun kimiawi pada buah secara signifikan. Untuk mengetahui sifat kima beberapa
jenis buah dilakukan beberapa pengujian, diantaranya pengujian derajat keasaman (pH),
Total Padatan Terlarut, Total Asam Tertitrasi, dan Pengukuran Vitamin C.

3.2.1. Derajat Keasaman (pH)


pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa
yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7 sementara bila
nilai pH >7 menunjukkan zat tersebut memiliki keasaman. pH 0 menunjukkan derajat
keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi (Hartas. S,
Hendra, 2008). Buah biasanya memiliki pH rendah atau pH< 7 (asam).Nilai pH yang terukur
menunjukan tingkat keasaman dari buah-buahan. Dimana nilai pH atau tingkat keasaman
ditentukan oleh kandungan asam organik yang ada dalam sayur atau buah. Menurut
Tjahjadi (2008) pada sayur dan buah banyak dijumpai asam organik seperti asam sitrat,
asam malat, asam tartarat, asam askorbat dan asam isositrat.
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data pH masing-masing sampel yaitu rata-rata
strawberry 3, manga 4, pisang 5, dan jeruk 4. Dari data diatas dapat diketahui bahwa pisang
memiliki pH paling basa diantara sampel yang lainnya. Nilai pH pada buah pisang yang
masih berwarna hijau yaitu 5,02-5,6 dan pada pisang matang berkisar antara 4,2-4,75
(Pujimulyani, 2009). Sehingga dapat diketahui bahwa pisang yang diuji masih belum cukup
matang karena memiliki pH 5.

pH

Jeruk

Pisang

Mangga

Strawberry

0 1 2 3 4 5 6

3.2.2 Total Padatan Terlarut


Nilai TPT digunakan untuk mengindentifikasi tingkat kematangan buah (Hidayah,
Nunung Nurul, 2009). Semakin matang buah maka semakin banyak TPT yang terkandung
didalamnya. Semakin asam buah maka semakin sedikit TPT yang terkandungan
didalamnya. Meningkatnya nilai TPT menunjukan bahwa kandungan gula dalam buah
semakin banyak. Kenaikan nilai TPT pada buah disebabkan oleh hidrolisis karbohidrat
menjadi senyawa glukosa dan fruktosa (Hidayah, Nunung Nurul, 2009). Hal ini terjadi
selama proses pematangan berlangsung.
Berdasarkan hasil praktikum nilai TPT yang didapatkan dari tiap sampel berbeda-beda.
Pada buah strawberry didapatkan hasil 3.38, manga 4.8, pisang 7.5, dan jeruk 0.446. Kays
(1991 dalam Knee, 1993) menyatakan bahwa peningkatan gula bebas terjadi pada saat
mencapai puncak klimakterik. Padatan terlarut total, terutama gula sering digunakan
sebagai petu njuk dari kematangan dan kualitas buah (Paull, 1993 dalam Paull dan Chen,
2003). Menurut Purwati et al., (1991) kecenderungan umum terjadi selama penyimpanan
adalah terjadinya kenaikan gula sehingga peningkatan kadar TPT buah. Saat buah-buhan
menjadi matang, tetapi kandungan asamnya menurun. Ini mengakibatkan rasio guia dan
asam akan mengalarni perubahan.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa jeruk memiliki nilai TPT paling rendah yaitu
0.446° Brix. Hal ini dapat terjadi karen buah yang sudah tua. Mukerjee dalam Santosa dan
Hulopi (2011) juga terjadi penurunan kadar gula yang diduga disebabkan oleh pemecahan
gula selama proses perombakan yang terjadi karena buah menua. Jumlah gula yang
digunakan dalam katabolisme lebih besar dari pada jumlah gula hasil hidrolisis pati,
sehingga menyebabkan kandungan gula turun.

Total Padatan Terlarut

Jeruk

Pisang

Mangga

Stawberry

0 2 4 6 8
3.2.3 Total Asam Tertitrasi
Pengukuran Total Asam Tertitrasi (TAT) merupakan penentuan konsentrasi total asam.
Total Asam Tertitrasi (TAT) berhubungan dengan pengukuran total asam yang terkandung
dalam makanan. TAT merupakan penduga pengaruh keasaman terhadap rasa dan aroma
yang lebih baik dibandingkan dengan pH (Sadler dan Murphy, 1998). Oleh karena itu hasil
pengukuran TAT lebih relevan dari nilai pH dalam penggunaanya untuk mengetahui jumlah
asam organik pada buah dan sayur.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data dari pengujian TAT (Total Asam Tertitrasi)
sampel strawberry sebesar 2.695, mangga 10.88, pisang 1.998, dan jeruk 20.54. Dilihat
dari hasil data yang didapat menunjukan kadar TAT yang berbeda beda pada masing-
masing sampel, demikian hal tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis buah dan
banyaknya kandungan asam organik pada setiap sampel.
Komponen asam pada buah dan sayur merupakan metabolit sekunder atau produk
samping dari siklus metabolisme sel, seperti asam malat, asam oksalat dan asam sitrat
yang dihasilkan dari siklus krebs (Erika, 2013). Dari data diatas dapat diketahui bahwa buah
jeruk memiliki TAT paling besar disbanding sampel lainnya. Kandungan asam pada
masing-masing jeruk berbeda pada setiap jenis jeruk dan berpengaruh terhadap terhadap
total asam dan pH jeruk. Pada umumnya komposisi jeruk asam terdiri dari asam sitrat
(0,630 ±0,300%) dan sukrosa (10,40 ± 0,200%) menyebabkan jeruk ini mempunyai rasa
asam manis (Soelarso, 1996). Asam sitrat merupakan asam organik yang ditemukan pada
buah-buahan genus citrus, semakin meningkatnya kandungan asam suatu bahan maka
nilai pH akan semakin turun.

Total Asam Tertitrasi

Jeruk

Pisang

Mangga

Stawberry

0 2 4 6 8 10 12

3.2.5 Kadar Vitamin C


Vitamin C dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat.
Vitamin C adalah vitamin yang tergolong vitamin yang larut dalam air. Vitamin C merupakan
asam askorbat yang memiliki sifat dapat merusak warna iodium. Pencampuran vitamin C
kedalam larutan iodium yang berwarna coklat dapat mengubah warna coklat iodium.
Larutan iodium yang berwarna coklat dapat digunakan sebagai indikator keberadaan
vitamin C didalam suatu bahan tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kadar vitamin c yang terdapat pada
sampel berbeda-beda. Pada strawberry didapatkan hasil 0.704%, mangga 36.75 %, pisang
3 %, dan jeruk 15.045%. dapat diketahui bawa mangga memiliki kandungan vitamin c paling
besar dibanding sampel lainnya.
Kadar vitamin C sangat dipengaruhi oleh varietas, lingkungan, tempat tumbuh,
pemakaian berbagai jenis pupuk, tingkat kematangan buah dan sebagainya. Buah-buahan
mentah mengandung kadar vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah-buahan
yang sudah tua. Kadar vitamin C pada buah akan meningkat sampai buah masak, dan akan
menurun pada saat tingkat kemasakan telah terlampaui. Hal ini disebabkan karena kadar
vitamin C pada buah yang sudah lewat masak akan berubah menjadi glukosa (Oktaviana
dkk., 2012). Kadar vitamin C pada buah segar dipengaruhi oleh jenis buah, kondisi
pertumbuhan, tingkat kematangan saat panen dan penanganan pasca panen (Winarno,
1984).
Semakin masaknya buah atau hasil maka kandungan kadar air, total padatan terlarut,
warna, aroma, tekstur buah, zat tepung dan gulanya semakin meningkat sedangkan
kandungan vitamin C pada umumnya menurun (Julianti, 2011). Penurunan nilai kekerasan
menunjukan terjadinya pelunakan pada buah, Menurut Heatherbell dkk. (1982) selama
proses pemasakan buah terjadi perubahan kandungan pektin oleh aktivitas enzim yang
menyebabkan buah menjadi lunak.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa selain kematangan, varietas buah juga
memiliki kadar vitamin C yang berbeda pula. Winarno (1984) menyatakan bahwa kadar
vitamin C pada buah segar dipengaruhi oleh jenis buah, kondisi pertumbuhan, tingkat
kematangan saat panen dan penanganan pasca panen.

Kadar Vitamin C

Jeruk
Pisang
Mangga
Stawberry

0 10 20 30 40

3.2.5 Laju Respirasi Buah


Respirasi adalah suatu proses yang melibatkan terjadinya penyerapan oksigen (O2) dan
pengeluaran karbondioksida (CO2) serta energi yang digunakan untuk mempertahankan
reaksi metabolisme dan reaksi lainnya yang terjadi di dalam jaringan. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi laju respirasi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor eksternal
(faktor lingkungan) dan faktor internal.
Yang termasuk faktor lingkungan antara lain temperatur, komposisi udara dan adanya
kerusakan mekanik (Kays, 1991), Ketiga faktor ini merupakan faktor penting yang dapat
mempercepat laju respirasi. Sedangkan faktor internal antara lain jenis komoditi (klimaterik
atau non-klimaterik) dan kematangan atau tingkat umurnya, akan menentukan pola
respirasi yang spesifik untuk setiap jenis buahbuahan dan sayuran.
Pola produksi etilen pada buah-buahan akan bervariasi tergantung pada tipe atau
jenisnya. Pada buah-buahan klimaterik, produksi etilen cenderung untuk naik secara
bertahap sesudah panen, sementara pada buah non-klimaterik produksi etilennya tetap dan
tidak memperlihatkan perubahan yang nyata.
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan hasil pada hari ke-1 strawberry dengan berat
11g memiliki kadar CO2 384, pada hari ke-2 dengan berat 11g memiliki kadar CO2 192,
pada hari ke-3 hingga hari ke-5 strawberry tidak mengalami penurunan berat yaitu 11g,
kadar CO2 hari ke-3 mengalami penurunan kembari menjadi 160, namun pada hari ke-4
dan ke-5 kadar CO2 mengalami kenaikan menjadi 273,7 dan 640. Pada sampel mangga
hari ke-1 hingga hari ke-5 mengalami penurunan yaitu 530, 528, 527, 526, dan 525. Pada
kadar CO2 mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup signifikan. Hari ke-1 6.64, hari
ke-2 4, hari ke-3 18.70, hari ke-4 34.8, dan hari ke-5 36,87.
Pada sampel pisang mengalami kenaikan dan penurunan berat, hari ke-1 69g, hari ke-
2 68g, hari-3 67g, hari ke-4 68g, hari ke-5 67g. Kadar CO2 pisang mengalami kenaikan
yang cukup signifikan, hari ke-1 56.12, hari ke-2 82.82, hari ke-3 178.63, hari ke-4 186.35
dan hari ke-5 231,16. Pada sampel jeruk tidak mengalami penurunan berat dari hari ke-1
hingga hari ke-5 yaitu 101g. Sementara kadar CO2 pada sampel pisang mengalami
kenaikan dan penurunan yaitu 41,82 pada hari ke-1, 27,88 pada hari ke-2, 94,63 pada hari
ke-3, 156,83 pada hari ke-4 dan 174,257 pada hari ke-5.

Kadar CO2 Buah


700
600
500
400
300
200
100
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Strawberry Mangga Pisang Jeruk

Susut Bobot Buah


600
500
400
300
200
100
0
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5

Strawberry Mangga Pisang Jeruk

Semakin kecil konsentrasi O2 di udara maka akan memperlambat kematangan buah


(Agustiningrum dkk., 2014). Pola respirasi dapat dijadikan acuan waktu simpan dan
lamanya proses pematangan oleh para produsen buah, sehingga dapat diperkirakan waktu
simpan maksimal agar tetap didapatkan buah dengan kualitas yang baik (Saidunadan O.
R. Madkar, 2013). Napitupulu (2013) menyebutkan bahwa buah yang disimpan dalam suhu
ruang akan menyebabkan laju respirasi yang tinggi dan kehilangan hasil lebih cepat.
Perubahan yang terjadi selama penyimpanan menunjukkan pola respirasi klimak yang
berarti bahwa proses pematangan buah sedang berlangsung (Sutomo, 2006).
Pada masa penyimpanan, terjadi penurunan nilai kekerasan pada buah-buahan yang
tergolong klimakterik akibat dipengaruhi oleh proses respirasi pada buah (Kusumiyati dkk.,
2017). Suhu kamar menyebabkan laju respirasi buah yang disimpan terjadi lebih cepat jika
dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu dingin. Pelunakkan pada buah yang
disimpan di suhu kamar berjalan cepat karena perombakkan terjadi didalam buah tersebut
selama proses respirasi. Polisakarida yang makin banyak terurai menjadikan buah semakin
lunak dan terombaknyasenyawadindingselyangawalnya berupa protopektin tidak larut
beralih menjadi pektin yang larut, rangkaian tersebut terjadi sepanjang proses respirasi
pada pemasakan buah (Purwadi dkk., 2007).
Proses respirasi dan transpirasi juga menyebabkan susut bobot pada buah.
Berkurangnya bobot disebabkan oleh dominasi proses transpirasi dan sebagian lainnya
oleh proses respirasi saat terjadi perombakkan gula menjadi gas CO2. (Sukasih dan
Setyadjit, 2016). Proses transpirasi berhubungan dengan suhu disekitar buah sehingga
mengakibatkan penguapan air. Buah yang disimpan dalam suhu kamar mengalami
penurunan susut bobot yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan yang disimpan
dalam suhu dingin. Hal ini menunjukkan bahwa laju respirasi dan transpirasi berjalan
dengan lebih cepat pada suhu kamar.

BAB IV
SIMPULAN

Mengetahui sifat kimia yang terdapat pada buah klimakterik dan non klimakterik yang
berbeda melalui pengujian derajat keasaman (pH), Total Asam Tertitrasi (TAT), Total
Padatan terlarut (TPT) dan pengujian kadar vitamin c yang terkandung dalam suatu buah.
Mengetahui respon yang berbeda selama proses pemasakan buah klimakterik dan non
klimakterik yang terlihat selama proses respirasi buah. Hal ini dapat diketahui dari
berkurangnya bobot buah, pelunakan pada tekstur buah, dan aroma buah yang semakin
lama semakin kuat.
DAFTAR PUSTAKA

Agustiningrum, D. A., B. Susilo dan R. Yulianingsih. (2014). Studi pengaruh konsentrasi


oksigen pada penyimpanan atmosfer termodifikasi buah sawo (Achras zapota L.). J.
Bioproses Komoditas Tropis. 2(1):22-34.
Erika. (2013). dalam Angelia, Ika Okhtora (2017). Kandungan pH, Total Asam Tertitrasi,
Padatan Terlarut dan Vitamin C Pada Beberapa Komoditas Hortikultura. Journal of
Agritech Science, Vol 1 No 2.
Hartas, S. Hendra (2008). dalam Angelia, Ika Okhtora (2017). Kandungan pH, Total Asam
Tertitrasi, Padatan Terlarut dan Vitamin C Pada Beberapa Komoditas Hortikultura.
Journal of Agritech Science, Vol 1 No 2.
Heatherbell, D. A., M. S, R., & R. E., W. (1982). The tamarillo chemical composition during
growth and maturation. New Zealand J.Sci, 25, 239-243
Hidayah, Nunung Nurul. (2009). dalam Angelia, Ika Okhtora (2017). Kandungan pH, Total
Asam Tertitrasi, Padatan Terlarut dan Vitamin C Pada Beberapa Komoditas
Hortikultura. Journal of Agritech Science, Vol 1 No 2.
Julianti, E. (2011). Pengaruh tingkat kematangan dan suhu penyimpanan terhadap mutu
buah terong belanda (Cyphomandra betacea). Jurnal Hortikultural Indonesia, 2(1),
14-20.
Kays S. (1991). Postharvest Physiology of Perishable Plant Product. dalam Knee M. (1993).
Pome fruit. In Seymour GB, Taylor JE, Tucker GA, (Eds.). Biochemistry of Fruit
Ripening. London.
Kusumiyati, Farida, W. Sutari dan S. Mubarok. (2017). Mutu buah sawo selama periode
simpan berbeda. J.Kultivasi. 16(3):451-455.
Napitupulu, B. (2013). Kajian beberapa bahan penunda kematangan terhadap mutu buah
pisang Barangan selama penyimpanan. J. Hortikultura. 23(3):263-275.
Oktaviana, Y., Aminah, S., & Sakung, J. (2012). Pengaruh lama penyimpanan dan
konsentrasi natrium benzoat terhadap kadar vitamin c cabai merah (Capsicum annum
L). Jurnal Akadademika Kimia, 1(4), 193199.
Paul RE, Chen C. (2003). Postharvest physiology, handling and storage of pineopple. p
253-267. dalam Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG (Eds). The Pineapple:
Botany, Production and Uses. CABI Publishing. UK.
Pujimulyani, D. (2009). Teknologi Pengelolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan. Graha
Ilmu. Yogyakarta. 285 pp.
Purwadi, A., W. Usada dan Isyuniarto. (2007). Pengaruh lama waktu ozonisasi terhadap
umur simpan buah tomat (Lycopersicum esculentum mill). Prosiding PP–PDIPTN
Pustek Akselerator dan ProsesBahan-BATAN. 234-242.
Purwati, S. Sosrodihardjo, T. Halyati dan Sumarno. (1991). Studi pemanenan buah mangga
Arumanis (Yogyakarta) untuk konsumsi segar. J. Hort. 1 :5-12.
Sadler GD, Murphy PA. (1998). pH and titrable acidity. Di dalam: Nielsen SS, editor. Food
Analysis 2ndedition.
Saidunadan, O. R. Madkar. (2013). Pengaruh suhu dan tingkat kematangan buah terhadap
mutu dan lama simpan tomat (Lycopersicum esculentum mill). J.
Agroswagati.1(1):43-50.
Santosa, B., & Hulopi, F. (2011). Penentuan masak fisiologis dan pelapisan lilin sebagai
upaya menghambat kerusakan buah salak kultivar gading selama penyimpanan pada
suhu ruang. Jurnal Teknologi Pertanian, 12(01), 40-48
Soelarso, B. (1996). Budidaya Jeruk Bebas Penyakit. Kanisius, Jakarta.
Sukasih, E. dan Setyadjit. (2016). Formulasi antifungal kombinasi dari ekstrak limbah
mangga dengan pengawet makanan komersial untuk preservasi buah mangga. J.
Penelitian Pascapanen Pertanian. 14(1): 22 –34.
Sutomo, H. (2006). Hubungan kadar CaCl2 terhadap laju respirasi dan pematangan buah
mangga arumanis (Mangifera indica L.). J. Agrijati. 3(1):1-5.
Tjahjadi, Carmencita. (2008). Teknologi Pengolahan Sayur dan Buah. Bandung : Widya
Padjadjaran.
Winarno, F. G. (1984). Kimia bahan pangan dan gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai