Kti Diare PDF
Kti Diare PDF
Kti Diare PDF
Karya Tullis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Keperawatan
dan mendapatkan gelar Ahli Madya Keperawatan
Motto
“ Jawaban sebuah keberhasilan adalah terus belajar dan tak kenal putus asa “
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan bimbingannya Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada An. G. B dengan Diare di Ruangan Kenanga RSUD. Prof. Dr. W.
Z. Johannes Kupang” ini dapat tersusun dan selesai tepat waktu.
Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini dukungan dan bimbingan banyak
didapat dari berbagai pihak, tidak terlepas dari bantuan tenaga, pikiran, dan
lain-lain. Oleh karena itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
disampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Florentianus Tat, SKp., M. Kes selaku pembimbing dan juga
sebagai Ketua Jurusan Keperawatan yang dengan penuh kesabaran dan
ketelitian telah membimbing penulis dengan segala totalitasnya sehingga
Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Ibu Aben B. Y. H. Romana, S.Kep., Ns, M. Kep selaku dosen penguji
yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan
masukan demi penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Ibu Maria Oni Betan, S.Kep., Ns, MPH selaku dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing dengan sabar, memberikan
dukungan dan motivasi selama 3 tahun proses perkuliahan.
4. Ibu R. H. Kristina, SKM., M. Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kupang.
5. Keluarga tercinta Opa Dju Ae, Oma Nabile, Opa Ramelius Rede Dida,
Bapa Jemi Radja, Mama Stefani Rade Lawa, adik Robertoh Rede Dida,
Yunita Radja, Nofrianto Rede Dida, Marni Rede Dida dan seluruh
keluarga yang selalu mendukung dalam perkuliahan.
6. Sahabat Semua (Merlince Ke, Ebi Bunga, Tabita Huki, Sarlin Jega, Sylvia
Bire, Trisna Hendrawati, Maria Pires, Yuliana Mangngi, Yoseph Tade,
Soleman Bunga, Sifra Lulu Mola, Enda Malo, Kesia Pono, Dikha Nguru)
vii
yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam mengerjakan
Karya Tulis Ilmiah sehingga selesai dengan baik.
7. Teman-teman KAP 25 terkhususnya Kelas Reguler III B yang selalu
menemani hingga studi kasus ini selesai dengan baik.
Akhir kata Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
segala saran dan kritik sangat diharapkan dalam penyempurnaannya.
Penyusun
viii
ABSTRAK
Latar Belakang: Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar lebih dari 3
kali dalam sehari yang di sertai perubahan konsistensi tinja cair, lendir atau darah.
Dampak yang terjadi pada penderita diare : Dehidrasi, hipokalemia, hipoglikemia,
malnutrisi energy protein. Desain penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Pengumpulan data di lakukan dengan wawancara (hasil anamnese berisi tentang
identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan dahulu), observasi
dan pemeriksaan fisik.
Tujuan: Untuk mendapatkan gambaran asuhan keperawatan pada An. G. B dengan
Diare di ruangan Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kota Kupang.
Hasil: Hasil pengkajian di dapatkan data turgor kulit tidak elastic, rewel, perut
kembung, bising usus 39 x/menit. Diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan.
Intervensi yang di terapkan pada pasien monitoring cairan, implementasi yang di
lakukan pemberian cairan intravena dan oral. Evaluasi buang air besar 1 kali dalam
sehari, turgor kulit elastic, minum dengan lahap, rewel, masalah belum teratasi
intervensi di lanjutkan oleh perawat ruangan.
Kesimpulan: Asuhan keperawatan pada An. G. B dengan Diare di lakukan melalui 5
tahap proses keperawatan. Semua masalah keperawatan untuk mengatasi masalah-
masalah keperawatan di atas dapat di laksanakan secara optimal.
Saran: Bagi perawat yaitu memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
mengenai penyakit Diare dan menfasilitasi pasien dalam melakukan perawatan diri
selama di Rumah Sakit. Saran bagi pasien dan keluarga yaitu menjalani terapi
pengobatan dengan teratur sehingga mempercepat proses penyembuhan, melakukan
perawatan diri sesuai teori yang di terapkan selama perawatan dan berpartisipasi
dalam menjaga asupan cairan.
ix
DAFTAR ISI
x
2.2.1 Pengkajian keperawatan ………………………………………………….....22
2.2.2 Diagnosa keperawatan ………………………………………………………23
2.2.3 Intervensi keperawatan ……………………………………………………..24
2.2.4 Implementasi keperawatan …………………………………………………26
2.2.5 Evaluasi keperawatan ………………………………………………………28
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Studi kasus ..........................................................................................................30
3.1.1 Pengkajian keperawatan ……………………………………………….……..30
3.1.2 Diagnosa keperawatan …………………………………………………….…32
3.1.3 Intervensi keperawatan ………………………………………………………33
3.1.4 Implementasi keperawatan …………………………………………………...34
3.1.5 Evaluasi keperawatan ………………………………………………………....36
3.2 Pembahasan......................................................................................................... 37
3.2.1 Pengkajian keperawatan …………………………………………………...…37
3.2.2 Diagnosa keperawatan …………………………………………………..…...38
3.2.3 Intervensi keperawatan ………………………………………..………….….39
3.2.4 Implementasi keperawatan ………………………………………..………....40
3.2.5 Evaluasi keperawatan ……………………………………………..…………41
3.3 Keterbatasan penulis ……………………………………………………………41
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 42
4.1.1 Pengkajian keperawatan …………………………………………..…………42
4.1.2 Diagnosa keperawatan …………………………………………………….…42
4.1.3 Intervensi keperawatan …………………………………………………...….43
4.1.4 Implementasi keperawatan …………………………………………………...43
4.1.5 Evaluasi keperawatan …………………………………………………………44
4.2 Saran ................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..45
LAMPIRAN
xi
DAFTAR BAGAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jadwal kegiatan
2. Format asuhan keperawatan Diare
3. Lembar konsultasi
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
kalium dalam darah berada di bawah batas normal. Hipoglikemia adalah
kekurangan kadar gula plasma dan hipoglikemia bisa menyebabkan kerusakan
pada otak dan kematian. Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika
lama atau kronik (Hassan & Alatas, 2002).
Beberapa upaya yang dapat di lakukan pada pasien dengan diare di
antaranya penuhi kebutuhan cairan tubuh pertolongan pertama diare yang bisa di
lakukan adalah konsumsi minuman yang mengandung elektrolit seperti oralit.
Oralit terdiri dari campuran air dengan gula dan garam yang berfungsi untuk
menggantikan elektrolit. Sementara itu bayi atau anak dengan diare upayakan
untuk tetap menyusui lebih sering. Konsumsi asupan yang tepat yaitu makanan
yang rendah serat dan solid agar segera menyembuhkan penyakit diare (Wong,
2009).
Masalah keperawatan yang muncul yaitu: Kekurangan volume cairan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Hipertermi, Gangguan
pertukaran gas, Defisiensi pengetahuan, Resiko kerusakan integritas kulit (Sari,
2011 & NANDA, 2017).
Perawat mempunyai peranan penting dalam memberikan asuhan
keperawatan secara mandiri dan kolaborasi dalam pemberian terapi, asupan cairan
dan nutrisi, dan pelaksanaan tindakan baik bedah maupun non bedah dalam
menangani masalah keperawatan yang dialami pasien.
Berdasarkan data di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada An. G. B dengan Diare di
Ruangan Kenanga di RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang”.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menggambarkan Asuhan Keperawatan Pada An. G. B dengan Diare di Ruangan
Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
2
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada anak G. B dengan Diare di
Ruangan Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
2) Mengidentifikasi diagnose keperawatan pada anak G. B dengan Diare di
Ruangan Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
3) Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada anak G. B dengan Diare di
Ruangan Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
4) Mengidentifikasi implementasi keperawatan pada anak G. B dengan Diare di
Ruangan Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
5) Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada anak G. B dengan Diare di
Ruangan Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Wong, (2009) Diare dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Diare akut merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak
balita. Diare akut didefenisikan sebagai keadaan peningkatan dan
perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen
infeksius dalam traktus GI. Diare akut biasanya sembuh sendiri
(berlangsung kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius akut (Gastroenteritis
Infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit yang patogen.
b. Diare kronis sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan
kandungan air dalam feses dengan (lamanya sakit lebih dari 14 hari).
Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom
malabsorbsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makan,
4
intoleransi laktosa, atau diare nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat
dari penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
c. Diare intraktabel pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada bayi
dalam usia beberapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2
minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebab
dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebab yang
paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara
memadai.
d. Diare kronis nonspesifik, yang juga dikenal dengan istilah kolon iritabel
Pada anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering
dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini
memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan
yang tidak tercerna, dan lamanya diare melebihi 2 minggu. Anak-anak
yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal
dan pada anak-anak ini tidak terdapat gejala malnutrisi dan tidak ada darah
dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enterik.
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama diare akibat virus adalah rotasi virus banyak
organisme yang menyebabkan diare akibat bakteri, yaitu campylobacter,
shigella, salmonella, staphylococcus aureus dan escherichia coli. Salah satu
agen parasit yang paling sering menyebabkan diare pada anak. Kebanyakan
organisme patogen penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal, oral
melalui makanan atau air yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia
dengan kontak yang erat. Kurangnya air bersih, tinggal berdesakan, hygiene
yang buruk, kurang gizi dan merupakan faktor resiko utama, khususnya untuk
terjangkit infeksi bakteri atau parasit yang patogen (Akton, 2014).
5
2.1.4 Patofisiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi peradangan
pada gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada
mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin.
Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan atau menurunkan
absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan
elektrolit.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1) Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau
zat yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal
akibat produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons
peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
3) Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare.
Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan
absorpsi air yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya
gangguan dari gastroenteritis akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan
elektrolit oleh usus halus, serta absorpsi air menjadi terganggu.
6
Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mokroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
Mikroorganisme tersebut berkembangbiak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi toksin. Enterotoksin yang
di produksi agen bakteri (seperti E. Coli dan Vibrio cholera) akan
memberikan efek lansung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke
dalam lumen gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi
sitotoksin (seperti Shigella dysenteriae, vibrio parahaemolyticus, clostridium
difficilr, enterohemorrhagic E. Coli) yang menghasilkan kerusakan sel-sel
yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberapa miktoba seperti
Shigella, organisme campylobacter, dan enterovasif E. Coli yang
menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit
mamberikan manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan
sirkulasi yaitu terjadinya gangguan keseimbangan asama basa (metabolik
asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama feses.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler ke dalam cairan intraseluler.
Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah
dehidra, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana
patofisiogi dehidrasi dapat membantu dalam menyusun rencana intervensi
sesuai kondisi individu. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam
keseimbangan air yang disebabkan output melebihi intake sehingga jumlah air
pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh, tetapi
dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena
7
kekurangan air (water deflection), kekurangan natrium (sodium defletion),
serta kekurangan air dan natrium secara bersama-sama.
Kekurangan air atau dehidrasi primer (water deflection): pada
peradangan gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan absorpsi
cairan terganggu sehingga masuknya air sangat terbatas. Gejala-gejala khas
pada dehidrasi primer adalah haus, saliva sedikit sekali sehingga mulut kering,
oliguria sampai anuri, sangat lemah, serta timbulnya gangguan mental seperti
halusinasi dan delirium. Pada stadium awal kekurangan cairan, ion natrium
dan klorida ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi akhirnya terjadi
reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan
ekstrasel mengandung natrium dan klor berlebihan, serta terjadi hipertoni. Hal
ini menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intasel, inilah
yang menimbulkan rasa haus. Selain itu, terjadi perangsangan pada hipofisis
yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik sehingga terjadi oliguria.
Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis, dehidrasi
sekunder merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan
tubuh yang mengandung elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat
keluarnya cairan melalui saluran pencernaan pada keadaan muntah-muntah
dan diare yang hebat. Akibat dari kekurangan natrium terjadi hipotoni
ekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun. Hal ini menghambat
dikeluarkan hormon antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air agar
tercapai konsentrasi cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma
dan cairan interstisial menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel,
air akan masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi sekunder adalah nausea,
muntah-muntah, sakit kepala, serta perasaan lesu dal lelah. Akibat turunnya
volume darah, maka curah jantung pun menurun sehingga tekanan darah juga
menurun dan filtrasi glomerulos menurun, kemudian menyebabkan terjadinya
penimbunan nitrogen yang akan meningkatkan risiko gangguan kesimbangan
asam basa dan hemokonsentrasi.
8
Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan (syok)
hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisien
sirkulasi akibat disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang
vascular. Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ini adalah
bertambahnya kapasitas ruang susunan vascular dan berkurangnya volume
darah. Syok dibagi dalam syok primer dan syok sekunder. Pada syok primer
terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vascular membesar karena
vasodilatasi. Ruang vaskular yang membesar mengakibatkan darah seolah-
olah ditarik dan sirkulasi umum dan segera masuk ke dalam kapiler dan
venula alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi gangguan
keseimbangan cairan yang menyebabkan defisiensi sirkulasi perifer disertai
jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang kurang, serta
hemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu. Sirkulasi yang kurang tidak
langsung terjadi setelah adanya kena serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa
waktu sesudahnya, oleh karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock.
Gejala-gejalanya adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena
terutama vena-vena supervisial, pernapasan dangkal, nadi cepat dan lemah,
tekanan darah yang rendah, oliguria, dan terkadang disertai muntah. Faktor
yang menyebabkan terjadinya disparitas pada gastroenteritis adalah karena
volume darah berkurang akibat permeabilitas yang bertambah secara
menyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh dan
kemudian masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi pengentalan
(hemokonsentarsi) darah.
9
Tabel 2.1 Penilaian derajat dehidrasi
Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Berat
dehidrasi Ringan/Sedang
1. Lihat:
Keadaan umum Baik, sadar Gelisa, rewel Lesu, lunglai atau sadar
Normal Sangat cekung dan
kering
Mata Tidak ada Cekung Ada
Air mata mulut Basah Tidak ada Sangat kering
dan lidah dan Minum Kering Malas minum atau tidak
biasa
Rasa haus Tidak haus Haus, ingin Makan
minum banyak
2. Periksa
Turgor kulit Kembali Kembali lambat Kembali sangat lambat
cepat
Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat, criteria
dehidrasi ringan/sedang, bila
kriteria
3. Hasil Bila ada 1 tanda 1 Ditambah 1
pemeriksaan atau lebih tanda
lain
Atau lebih tanda lain.
4. Terapi Rencana Rencana terapi B Rencan terapi C
terapi A
10
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Kusuma (2016) Manifestasi klinis dapat di jadikan dua yaitu diare
akut dan diare kronis:
a. Diare akut
a) Buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri
perut
b) Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
c) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit
b. Diare kronik
a) Penurunan berat badan dan napsu makan
b) Demam biasanya dalam menanggapi infeksi seperti virus atau infeksi
bakteri atau peradangan karena penyakit
c) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah
11
tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya di
periksa tinja untuk pengukuran toksin slostridium difficile. Rektoskopi atau
sigmoidoskopi perlu di pertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien
dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut perristen. Pada sebagian
besar, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal (Wong,
2009).
2.1.7 Penanganan
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dengan keadaan umum.
2. Diatetik
Pembenaan makanan dan minuman khusus pada pasien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu di
perhatikan adalah:
a. Memberikan ASI
b. Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein,
vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
3. Obat-obatan
a. Obat anti sekresi
b. Obat anti sparmolitik
c. Anti biotic (Nursalam, 2008)
2.1.8 Komplikasi
Menurut Suhayono dalam (Nursalam, 2008) komplikasi yang dapat terjadi
dari diare akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan cairan dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa
(asidosis metabolic), karena:
12
a. Kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.
b. Walaupun susu diteruskan, sering dengan pencernaan dalam waktu yang
terlalu lama
c. Makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan
baik adanya hiperstaltik.
2. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi
gangguan sirkulasi dara berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibat
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah
sehingga dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran
menurun, dan bila tidak segera ditolong maka penderita meninggal.
3. Hiponatremia
Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130
mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anakdengan Shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk
terapi darin hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasi, koreksi Na dilakukan berasama dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat.
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2014) penatalaksanaan yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang
perlu diperhatikan.
1) Jenis cairan: oral: pedialyte atau oralit, ricelyte. Parenteral: NaCl,
isotonic, infuse RL
2). Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.
3). Jalan masuk atau cairan pemberian
13
a). Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCL, dan glukosa.
b). Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai
beberapa banyak cairan yang diberikan tergantung dari berat
ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
4). Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali
status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan. Identifikasi
penyebab diare. Terapi sistemik seperti pemberian obat anti diare,
obat anti mortilitas dan sekresi usus, antimetik.
b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu formula yang
mengandung laktosa rendah ada asam lemak tidak jenuh, misalnyta
LLM. Almiron atau sejenis lainnya). Makan setengah padat (bubur) atau
makan padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah
tidak biasa. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang
berantai sedang atau tidak jenuh
2. Penatalaksanaan keperawatan
a). Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah
pasien defekasi. Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak
ada oralit dapat diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang
yang agak dingin dilarutkan dalam satu sendok teh gula pasir dan
1 jumput garam dapur. Jika anak terus muntah tidak mau minum
14
sama sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila cairan per oral tidak
dapat dilakukan, dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat (RL)
atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam
pertama karena diperlukan untuk mengatasi dehidrasi.
b). Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat.untuk mengetahui
kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang
masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:
(1) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set
infuse yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol
infuse waktu memantaunya.
(2) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu.
(3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering,
encer atau sudah berubah konsistensinya.
(4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk
mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.
(5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan
makan lunak atau secara realimentasi.
Penanganan diare lainya yaitu dengan rencana terapi A, B, dan C sebagai
berikut:
1. Rencana terapi A
Penanganan diarea rumah, dengan menjelaskan pada ibu tentan 4
aturan perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan
1). Jelaskan pada ibu, untuk
a). Beri ASI lebih sering danlebih lama pada setiap kali pemberian.
b). Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air
matang sebagai tambahan.
15
c). Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau
lebih cairan berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air
tajin). Atau air matang.
Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:
a). Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C
dalam kunjungan ini.
b). Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diareanya
bertambah parah.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus
oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu
beberapa banyak oralit atau caian lain yang harus diberikan setiap kali
anak berak:
a). Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.
b). Umur 1 sampai 5 tahun: 100sampai 200 ml setiap kali berak.
Katakan kepada ibu:
a). Agar meminum sedikit-sedikit tapi sering dari
mangkuk/cairan/gelas.
b). Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi
lebih lambat.
c). Lanjutakan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
b. Beri tablet Zinc selam 10 hari.
c. Lanjutkan pemberian makanan
d. Kapan harus kembali konseling bagi ibu.
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit di
klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
16
Tabel 2.2 Pemberian Oralit (Sumber: MTBS, 2015)
Umur ≤4 bulan 4 - ≤ 12 bulan 1 - < 2 tahun 2 - < 5 tahun
Berat < 6 kg 6 -< 10 kg 10 - < 12 kg 12- 19 kg
Jumlah 200 -400 400-700 700 - 900 900-1400
a). Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
1). Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman
diatas.
2). Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan
juga 100-200 ml air matang selama periode ini.
b). Tunjukan cara memberikan larutan oralit
1). Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
2). Jika anak muntah, tunggu 10 menit . Kemudian berikan lagi lebih
lambat.
3). Lanjutkan ASI selama anak mau
c). Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
1). Umur <6 bulan: 10 mg/hari
2). Umur ≥6 bulan: 20 mg/hari
d). Setelah 3 jam
1). Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat dehidrasinya.
2). Pilih rencana terapi yang seusuai untuk melanjutkan pengobatan.
3). Mulai memberi makan anak.
e). Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
1). Tunjukan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
2). Tunjukan beberapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah
untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.
3). Beri oralit yang cukup untuk dehidrasi dengan menambahkan 6
bungkus lagi
4). Jelas 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
17
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaitu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri
oralit melalui mulut sementara infuse dipersipakan. Beri ml/kg
cairan Ringer Laktat atau jika tersedia, gunakan cairan NaCl yang
dibagi sebagai berikut
18
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam
perjalanan menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih mengunakan pipa orogastik untuk
rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa
nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120
ml/kg).
h. Periksa kembali anak setiap1-2 jam:
1). Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan
lebih lambat.
2). Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak
untuk pengobatan intravena.
i. Sesudah 6 jam, perriksa kembali anak. Klasifikasi dehidrasi.
Kemudian tentukan rencana terapi sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan pengobatan.
4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
a. Pastikasn semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet
Zinc sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet – 20 mg). berikan dosis tunggal selama 10
hari
1). Umur < 6 bulan: . tablet
2). Umur ≥ 6 bulan: 1 tablet
c. Cara pemberian tablet Zinc
1). Larutan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet
akan larut) 30 detik), segera berikan kepada anak.
2). Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemebrian
tablet Zinc, ulangi pemeberian dengan cara memberikan potongan
lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
3). Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama
10 hari penuh, meskipun diare sudah berhenti, karena Zinc
19
selain memberi pengobatan juga dapat memberikan perlindungan
terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.
5. Pemberian Probiotik Pada Penderita Diare
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai
suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada
penderita dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus,
akan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen.
Saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa
usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity).
Probiotik menghasilkan ion hidrogen yang menurunkan pH usus
dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan
bakteri pathogen. Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah
satu terapi suportif diare akut. Hal ini berdasarkan perannya dalam
menjaga keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya
diare. Probiotik aman dan efetif dalam mencegah dan mengobati diare
akut pada anak
6. Kebutuhan nutrisi
Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia
sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan
nutrisi akan bertambah jika, pasien mengalami. Muntah-muntah atau diare
lama, keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh
sehingga penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan dapat timbul
komplikasi. Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis
makan yang menyebabakan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian
makanan harus mempertimbangkan umur berat badan dan kemampuan
anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa
makan makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada
saat masih diare, dan minum teh. Besoknya jika kondisinya telah
membaik boleh diberi wortel, daging yang tidak berlemak.
20
21.8 Patwhay Diare
Invasi virus dan bakteri ke saluran gastrointestinal Toksisitas makanan, efek obat, keracunan
bahan laut, makanan, dan minuman.
Nyeri abdominal
Peningkatan asam organik
diare
diare
Ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit
Gangguan Respon sistemik Respons psikologis
gastrointestinal misinterpretasi
Resiko syok hipovolemik perawatan dan
Peningkatan suhu tubuh
penatalaksanaan
Mual, muntah, pengobatan
Penurunan perfusi ke kembung, anoreksia
Hipertermi
ginjal
Kecemasan pemenuhan informasi
Asupan nutrisi tidak adekuat
Oliguri anuria
Defisiensi pengetahuan
Ketidakseimbangan nutrisi
Resiko gagal kurang dari kebutuhan tubuh
ginjal akut Feses yang encer
21
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan dengan cara anamnesa terlebih dahulu yaitu
nama klien, umur, alamat, tanggal masuk, nama penanggung jawab,
perkerjaan, agama. Riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, riwayat
kesehatan psikososial. Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah diare
dengan peningkatan frekuensi dan feses menjadi cair. Keluhan lain yang
menyertai muntah, demam, nyeri abdomen, kondisi feses yang encer, lender
dan darah. Pengkajian riwayat dihubungkan dengan epidemiologi merupakan
pengkajian penting dalam menetukan penyebab, rencana intervensi, dan factor
resiko yang mungkin terjadi. Riwayat keracunan makanan atau kontak dengan
makanan yang mungkin terkontaminasi dan kontak dengan hewan yang
diketahui sebagai sumber infeksi enterik akan memberikan manifestasi
peradangan akut gastrointestinal yang dapat berbahaya sehingga harus di
lakukan dalam kondisi rehidrasi cairan. Riwayat alergi pengunaan obat
pencahar atau antibiotic atau konsumsi makanan yang banyak mengandung
sorbitol dan fruktosa. Pada pengkajian psikososial pasien biasanya mengalami
kecemasan dan pasien memerlukan pemenuhan informasi tentang pendidikan
kesehatan. pemeriksaan lain yang penting adalah pemeriksaan kolaboratif
untuk menentukan status dehidrasi esensialnya merupakan pemeriksaan medis
untuk dehidrasi. Pemeriksaan status dehidrasi esensial merupakan
pemeriksaan medis untuk menentukan kebutuhan pengganti cairan dalam
pemenuhan hidrasi, tetapi pada kondisi klinik perawat yang dapat melakukan
perhitungan skor dapat melakukan peran kolaboratif dalam menentukan
jumlah cairan yang akan di berikan (Muttaqin & Sari, 2011).
Pemeriksaan fisik pada diare di mulai dengan inspeksi kaji dehidrasi
pada anak yang mengalami diare. Observasi penampilan umum dan warna
kulit anak. Pada dehidrasi ringan, anak dapat tampak normal. Pada dehidrasi
sedang mata mengalami penurunan produksi air mata atau lingkar mata
22
cekung. Membran mukosa juga dapat kering. Status mental dapat diperburuk
dengan dehidrasi sedang hingga berat, yang di buktikan dengan lesu atau
latergi. Kulit mungkin tidak elastic atau menunjukan kekenduran, menandai
kuranya hidrasi. Distensi abdomen atau kecekungan mungkin muncul.
Haluaran urin juga dapat menurun jika anak mengalami dehidrasi. Haluaran
feses dapat digunakan untuk mengkaji warna dan konsistensi. Inspeksi area
perineal anal untuk adanya kemerahan atau ruam yang berkaitan dengan
peningkatan volume dan frekuensi defeksi. Auskultasi bising usus untuk
mengkaji adanya bising usus hipoaktif atau hiperaktif. Bising usus hipoaktif
dapat mengindikasikan obstruksi atau peritonitis. Bising usus hiperaktif dapat
mengindikasikan diare/gastrointestinal. Perkusi abdomen perhatikan adanya
abnormalitas. Adanya abnormalitas pada pemeriksaan untuk diagnosis diare
akut atau kronik dapat mengindikasikan proses patologis. Palpasi nyeri tekan
pada kuadran bawah dapat berkaitan dengan gastrointeritas. Nyeri pantul atau
nyeri tidak ditemukan saat palpasi. Jika di temukan hal ini dapat di
mengindikasikan apendisitis atau peritonitis (Carman, 2016).
23
Diagnosa: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Definisi:
Suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi. Domain: 10 Prinsip hidup. Kode: (00007). Kelas: 6
Termoregulasi.
Diagnosa: Gangguan pertukaran gas berhubunngan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Definisi: kelebihan atau defisit
oksigenasi dan atau eliminasi karbon diosida pada membrane alveolar-kapilar.
Domain: 3 Eliminasi dan pertukaran. Kode: (00030). Kelas: 4 Fungsi
respirasi.
Diagnosa: Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang
sumber pengetahuan. Definisi: Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif
yang berkaitan dengan topic tertentu. Domain: 5 Persepsi/kognisi. Kode:
(00126). Kelas: 4 kognisi.
Diagnosa: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kelembapan. Definisi: Rentan mengalami kerusakan epidermis dan atau
dermis, yang dapat mengganggu kesehatan. Domain: 11
keamanan/perlindungan. Kode: (00047). Kelas: 2 cedera fisik.
24
Diagnosa: Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurang asupan makanan. NOC: Status Nutrisi : makanan
dan cairan. Kode: 1008. Setelah di lakukan tindakan selama 45 menit pasien
akan. 1. Asupan makanan secara oral, 2. Asupan cairan secara oral. Kriteria
Hasil: 1. Adanya peningkatan berat badan, 2. Tidak ada tanda malnutrisi, 3.
Tidak terjadi penurunan berat badan. NIC: 1) Kaji adanya alergi makanan, 2)
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C, 3) Yakinkan diet
yang di makan mengandung tinggi serat untuk mencegah kontipasi, 4)
Monitor adanya penurunan berat badan, 5) Monitor turgor kulit dan kulit
kering, 6) Monitor mual muntah.
Diagnosa: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. NOC:
Termoregulasi. Kode: 0800. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama
15 menit pasien akan. 1. Penurunan suhu kulit, 2. Melaporkan kenyaman
suhu. Kriteria hasil: 1. Suhu tubuh dalam batas normal, 2. Nadi dan RR dalam
rentang normal, 3. Tidak ada perubahan warna kulit. NIC: 1) Monitor suhu
sesering mungkin, 2) Monitor warna kulit dan suhu kulit, 3) Monitor tekanan
darah, nadi, RR, 4) Monitor tingkat kesadaran, 5) Kompres pasien pada
lipatan paha dan aksila.
Diagnosa: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. NOC: Status pernafasan: Pertukaran gas.
Kode: 0402. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 45 menit pasien
akan. 1. Saturasi oksigen, 2. Keseimbangan ventilasi dan perfusi. NIC: 1.
Monitor tanda-tanda vital, 2. Manajemen jalan napas buatan, 3. Pencegahan
aspirasi.
Diagnosa: Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang
sumber pengetahuan. NOC: Knowledge: disease proses. Kode: 1803. Setelah
di lakukan tindakan selama 60 menit pasien akan. 1. Faktor penyebab, 2.
tanda dan gejala penyakit, 3. Proses perjalanan penyakit, 4. Komplikasi
penyakit. Kriteria Hasil: 1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman
25
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan, 2. Pasien dan
keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar, 3.
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya. NIC: 1) Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik, 2) Jelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat, 3) Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat, 4) Hindari jaminan yang
kosong, 5) Sediakan bagi keluarga atau informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat, 6) Diskusikan perubahan gaya hidup, 7) Yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang
dan atau proses pengontrolan penyakit.
Diagnosa: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kelembapan. NOC: Integritas jaringan : kulit dan membrane mukosa. Kode:
1101. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 30 menit pasien akan.
1. Elastisita, 2. Intregitas kulit, 3. Perfusi jaringan. Kriteria Hasil: 1. Tidak ada
luka atau lesi pada kulit, 2. Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan
(elastic, temperatur). NIC: 1) Perawatan perineal, 2) Monitor tanda-tanda
vital, (Moorhead Sue, 2016) dan (Bulechek M. Gloria, 2016).
26
yang tengah berlangsung, merupakan masalah yang penting. Oralit harus
diberikan sedikit demi sedikit tetapi sering. Vomitus bukan kontraindikasi bagi
pemberian oralit kecuali jika gejala vomitusnya sangat besar. Informasi tentang
pemberian terus makanan yang biasa dimakan merupakan materi yang esensial.
Orang tua perlu mengetahui bahwa pada dasarnya jumlah feses akan sedikit
lebih meningkat ketika kita meneruskan pemberian makanan yang biasa
dimakan anak dan meneruskan pemberian cairan untuk menggantikan yang
hilang lewat feses. Manfaat yang berupa hasil akhir status gizi yang lebih baik
dengan lebih sedikitnya komplikasi dan lebih pendeknya lama (durasi) sakit
lebih besar dari pada kerugian akibat peningkatan frekuensi defekasi yang
potensial terjadi. Kekhawatiran orang tua harus dieksplorasi agar timbul
kepatuhan dalam diri mereka untuk mengikuti rencana penangannya.
Jika anak diare akut dan dehidrasi dirawat di rumah sakit, penimbangan
berat badannya harus dikerjakan dengan akurat di samping dilakukannya
pemantauan asupan dan haluaran cairan yang cermat. Anak dapat memperoleh
terapi cairan parenteral tanpa pemberian apapun lewat mulut (puasa) selama 12
hingga 48 jam. Pemantauan pemberian cairan infuse merupakan fungsi primer
keperawatan, dan perawat harus yakin bahwa cairan serta elektrolit yang
diberikan lewat infus tersebut sudah memiliki konsentrasi yang benar,
kecepatan tetesan harus diatur untuk memberikan cairan dengan volume yang
dikehendaki dalam periode tertentu dan lokasi pemberian infuse harus dijaga.
Pengukuran keluaran cairan yang akurat merupakan tindakan esensial
guna menentukan apakah aliran darah renalnya cukup memadai untuk
memungkinkan penambahan kalium ke dalam cairan infus. Perawat
bertanggung jawab atas pemeriksaan feses dan pengambilan specimen bagi
pemeriksaan laboratorium . Perawat harus berhati-hati ketika mengambil san
mengirimkan spesimen feses untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penularan infeksi. Spesimen feses harus dibawa ke laboratorium dalam wadah
dan media yang tepat menurut kebijakan rumah sakit. Tong spatel yang bersih
27
dapat digunakan untuk mengambil specimen pemeriksaan laboratorium atau
dipakai sebagai aplikator untuk memindahkan specimen tersebut ke dalam
media kultur. Pemeriksaan pH, darah, dan zat preduksi dapat dilaksanakan di
unit perawatan.
Feses pasien diare bersifat sangat iritatif bagi kulit. Karena itu,
perawatan kulit di daerah popok harus dilaksanakan dengan ekstra hati-hati
untuk melindunginya terhadap kemungkinan ekskoriasi. Tindakan mengukur
suhu rectum harus dihindari karena dapat menstimulasi usus sehingga
meningkatkan frekuensi defekasi.
Dukungan bagi anak dan keluarga meliputi perawatan dan perhatian
seperti yang diberikan kepada semua anak yang dirawat di rumah sakit. Orang
tua harus terus memperoleh informasi mengenai perkembangan kondisi anaknya
dan mendapatkan informasi mengenai kebiasaan tertentu yang perlu
diperhatikan seperti membasuh tengan dan menyingkirkan popok bekas,
pakaian serta linen tempat tidur (seprei, sarung bantal, selimut, dll) yang kotor
dan benar. Setiap orang yang mengasuh anak diare harus memahami mana
daerah yang ’’bersih’’ dan mana daerah yang ’’kotor’’ khususnya di dalam
rumah sakit, karena kamar cuci digunakan untuk banyak keperluan. Popok dan
seprei linen yang kotor harus dimasukkan ke dalam wadah yang disediakan di
dekat tempat tidur pasien.
28
setelah defekal. Tidak mengalami komplikasi, elektrolit tetap dalam rentang
normal, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada distritmia atau
perubahan dalam tingkat kesadaran (Wong, 2009).
29
BAB 3
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
30
pasien juga sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan yang belum
tingga imunisasi campak lanjutan.
Riwayat keluarga: keluarga pasien mengatakan tidak ada keluarga
yang menderita gastroenteritis yang sama ke pasien. Riwayat sosial: orang
yang mengasuh yaitu orang tua kandung sendiri, hubungan dengan anggota
keluarga baik, hubungan dengan teman sebaya juga baik pembawaan secara
umum juga baik dan lingkungan rumah bersih. Kebutuhan dasar nutrisi: semua
makanan suka An. G. B suka selera makan juga baik alat-alat makan yang
digunakan piring sendok pola makan baik dan biasa makan jam 05:30, 12:00,
18:00. Istrahat tidur : pola tidur baik dan kebiasaan pasien sebelum tidur tidak
ada jam tidur siang jam 11:00 lama tidur siang 5 jam dan tidur malam jam
20:00 dan lama tidur 8 jam. Personal hygiene: pasien mandi 2 kali sehari,
keramas 2 kali gunting kuku 2 kali dalam seminggu. Aktivitas bermain: baik
dan aktif. Eliminasi (urin dan bowel) biasa 2 kali BAB dalam sehari dan BAK
6 kali dalam sehari. Terapi: terpasang IVFD RL 500 cc/24 jam, 6 tpm
terpasang di kaki kanan. Obat yang di dapat Zinc 1x20 mg/oral, L-Bio 1x1/oral
dan Akvitas baik. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 mei 2019 jam
01:29 jenis pemeriksaan hemoglobin 12,3 g/dL; jumlah eritrosit 4,99 10̂6/uL;
hematokrit 34,2 %; MCV 68,5 fL; jumlah leukosit 13,55 10̂6/uL; natrium
darah 141 mmol/L; kalium darah 4,0 mmol/L; klorida darah 109 mmol/L;
calcium ion 1.330 mmol/L; total calcium 2.8 mmol/L.
Pemeriksaan fisik: keadaan umum sakit sedang, tinggi badan 86 cm,
berat badan sat ini 10 kg berat badan sebelum sakit 10 kg dan berat badan ideal
12,6 kg. Kepala: lingkar kepala 45 cm, leher tidak kaku kuduk tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, konjungtiva merah muda, skelera putih, telinga
bersih tidak ada gangguan pendengaran, hidung tidak ada secret, mukosa
lembab, gigi bersih, dada simetris lingkar dada 50 cm jantung normal tidak ada
pembesaran jantung paru-paru normal, abdomen kembung, bising usus 39
x/menit, ada mual preputium bersih, hipospadia tidak ada, skrotum kiri kanan,
31
tidak ada pemasangan kateter, anus bersih dan ada kemerahan, pergerakan
sendi bebas, berjalan normal, kekuatan otot normal dan keterampilan motorik
baik. Informasi lain: pengetahuan orang tua tidak tahu tentang penyakit mulai
dari pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan komplikasi. Presepsi orang tua
terhadap penyakit anaknya ingin anak cepat sembuh supaya bisa bermain dan
beraktivitas seperti biasa.
32
DO: Pasien tampak sekitar area integritas kulit
perineal (anus) tampak
kemerahan, pasien
mengguanakan pempres yang
ketat.
33
suhu. Kriteria hasil: 1. Suhu tubuh dalam batas normal, 2. Nadi dan RR dalam
rentang normal, 3. Tidak ada perubahan warna kulit. NIC: 1). Monitor suhu
sesering mungkin, 2). Monitor warna kulit, 3). Monitor nadi, RR, 4). Monitor
tingkat kesadaran, 5). Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila.
Diagnosa: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kelembapan. NOC: Integritas jaringan : kulit dan membrane mukosa. Kode:
1101. Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 30 menit pasien akan.
1. Elastisita, 2. Intregitas kulit, 3. Perfusi jaringan. Kriteria Hasil : 1. Tidak
ada luka atau lesi pada kulit, 2. Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan
(elastic, temperatur). NIC: 1). Perawatan perineal (oleskan lotion), 2). Monitor
tanda-tanda vital.
34
13:20 melakukan Perawatan perineum dengan mengoleskan minyak di anus; 2)
Jam 13:10; 2) memonitor tanda-tanda vital (suhu 37,7˚C, nadi 120 x/menit,
pernapasan 22x/menit).
Hari kedua di lakukan pada Hari/tanggal: Rabu, 29 Mei 2019
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif. Tindakan keperawatan yang di lakukan pada 1) jam 08:00
memonitor tanda-tanda dehidrasi (An. G. B minum dengan lahap), 2) jam
11:15 memonitor tanda-tanda vital (suhu 37,0˚C, nadi 122 x/menit, pernapasan
23x/menit), 3) Jam 13:15 mengganti cairan infuse RL 1000 cc/24 jam, 12 tetes
4) Jam 13:30 memberikan cairan oralit 200 cc secara oral dan mengajurkan ibu
pasien untuk tetap memberikan ASI, 5) jam 14:00 memberikan obat zinc 20
mg/oral. Diagnosa 2: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Tindakan keperawatan yang di lakukan yaitu: 1) Jam 11:15 memonitor suhu
37,0˚C; 2) Jam 12:20 monitor warna kulit; 3) Jam 13:25 memonitor tingkat
kesadaran (tingkat kesadaran composmentis). Diagnosa 3: Resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kelembapan. Tindakan keperawatan yang
di lakukan yaitu: 1) Jam 13:00 melakukan perawatan perineum dengan
mengoleskan minyak di anus; 2) Jam 13:10; 2) memonitor tanda-tanda vital
(suhu 37,7˚C, nadi 120 x/menit, pernapasan 22x/menit).
Hari ketiga di lakukan pada Hari/tanggal: Kamis, 30 Mei 2019
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif. Tindakan keperawatan yang di lakukan 1) jam 07:30 memonitor
tanda-tanda vital (suhu 36,8˚C, nadi 120 x/menit, pernapasan 20x/menit), 2)
jam 09:00 memonitor tanda-tanda dehidrasi (An. G. B minum dengan lahap).
3) jam 13:15 menganti cairan infuse RL 1000/24 jam, 12 tpm. 4) jam 13:35
menganjurkan ibu pasien untuk tetap memberikan ASI. 5) jam 14:00
memberikan obat zinc 20 mg/oral. Diagnosa 2: Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi. Tindakan keperawatan yang di lakukan yaitu: 1) Jam
11:10 memonitor suhu 36,8˚C; 2) Jam 12:10 monitor warna kulit. Diagnosa 3:
35
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan. Tindakan
keperawatan yang di lakukan yaitu: 1) Jam 13:00 melakukan perawatan
perineum dengan mengoleskan minyak di anus; 2) Jam 13:10 memonitor
tanda-tanda vital (suhu 37,7˚C, nadi 120 x/menit, pernapasan 22x/menit).
3.1.5 Evaluasi
Hari pertama evaluasi pada hari/tanggal: Selasa, 28 Mei 2019 Diagnosa
1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Evaluasi di lakukan pada jam 14:40 S: keluarga pasien mengatakan masih
buang air besar encer, mual, dan muntah. O: turgor kulit tidak elastic, minum
dengan lahap (haus), rewel, perut kembung A: masalah belum teratasi P:
lanjutkan intervensi nomor 1 – 6. Diagnosa 2: Hipertermi berhubungan dengan
proses inflamasi. Evaluasi di lakukan pada jam 14:40 S: keluarga pasien
mengatakan anak demam. O: kulit teraba hangat, suhu tubuh 37,6 ˚C. A:
masalah belum teratasi, P: lanjutkan intervensi nomor 1 – 4. Diagnosa 3:
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan. Evaluasi di
lakukan pada jam 14:30 S: keluarga pasien mengatakan sering buang air besar.
O: sekitar area perineal (anus) tampak kemerahan, pasien mengguanakan
pempres yang ketat. A: masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi nomor 1-
2.
Hari kedua evaluasi pada hari/tanggal: Rabu, 29 Mei 2019 Diagnosa 1:
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Evaluasi di lakukan pada jam 14:40 S: keluarga pasien mengatakan buang air
besar 2 kali, mual, dan muntah. O: turgor kulit tidak elastic, minum dengan
lahap (haus) A: masalah belum teratasi P: lanjutkan intervensi nomor 1-5.
Diagnosa 2: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Evaluasi di
lakukan pada jam 14:40 S: keluarga pasien mengatakan anak sudah tidak
demam lagi. O: suhu tubuh 37,0 ˚C. A: masalah teratasi sebagian, P: intervensi
di lanjutkan 1-3. Diagnosa 3: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
36
dengan kelembapan. Evaluasi di lakukan pada jam 14:45 S: keluarga pasien
mengatakan kemerahan sudah sedikit berkurang. O: sekitar area perineal (anus)
sedikit kemerahan. A: masalah belum teratasi P: intervensi di lanjutkan 1-2.
Hari ketiga evaluasi pada hari/tanggal : Kamis, 30 Mei 2019 Diagnosa
1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Evaluasi di lakukan pada jam 14:30 S: keluarga pasien mengatakan buang air
besar 1 kali dalam sehari. O: turgor kulit elastic, minum dengan lahap (haus),
rewel. A: masalah sebagian teratasi. P: Intervensi di lanjutkan oleh perawat
ruangan. Diagnosa 2: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Evaluasi di lakukan pada jam 14:40 S: keluarga pasien mengatakan anak sudah
tidak demam lagi. O: suhu tubuh 36,8 ˚C. A: masalah teratasi sebagian, P:
intervensi di lanjutkan 1-2. Diagnosa 3: Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan kelembapan. Evaluasi di lakukan pada jam 14:45 S:
keluarga pasien mengatakan kemerahan sudah sedikit berkurang. O: sekitar area
perineal (anus) sedikit kemerahan. A: masalah belum teratasi P: intervensi di
lanjutkan 1-2.
3.2 Pembahasan
Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pada An. G. B dengan Diare
yang di laksanakan di ruangan Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z. Yohannes
Kupang selama 4 hari mulai tanggal 27 Mei 2019 sampai 30 Mei 2019, pada bab
ini akan membahas seluruh tahapan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
37
tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah, (Kusuma, 2016). Dari hasil
pengkajian yang di lakukan oleh penulis, kasus An. G. B di dapatkan data
keluarga pasien mengatakan buang air besar sudah 4 kali dalam sehari dengan
konsistensi encer dan di sertai lender, pasien tampak minum dengan lahap
(haus), turgor kulit tidak elastis, rewel, perut kembung, bising usus 39 x/menit.
Berdasarkan kasus nyata tidak semua manifestasi klinis di dalam teori di
temukan pada An G. B seperti nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram
dan bunyi pada perut, dan tidak ada penurunan berat badan. Maka menurut
penulis ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata.
Pemeriksaan penunjang menurut Wong (2009) pada pasien yang dengan
diare akan di perlukan pemeriksaan penunjang yaitu antara lain: pemeriksaan
darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, jumlah leukosit), kadar
elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja (makroskopis dan
mikrokopis, Ph dan kadar gula dalam tinja, Biakan dan resistensi feses (colok
dubur)) dan foto x-ray abdomen. Berdasarkan kasus nyata di dapatkan pada An
G. B terjadi kesenjangan antara teori dan kasus nyata di mana di kasus nyata di
lakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Mei 2019 jam 01:29 jenis
pemeriksaan hemoglobin 12,3 g/dL; jumlah eritrosit 4,99 10̂6/uL; hematokrit
34,2 %; MCV 68,5 fL; jumlah leukosit 13,55 10̂6/uL; natrium darah 141
mmol/L; kalium darah 4,0 mmol/L.
38
dengan kurang sumber pengetahuan, 6) Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan.
Pada kasus nyata ada 3 diagnosa keperawatan yaitu: 1) Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, 2) Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi, 3) Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan kelembapan
Menurut penulis ada kesenjangan antara teori dan kasus di mana di
dalam teori terdapat 6 diagnosa keperawatan pada teori, yang muncul pada
kasus hanya 3 diagnosa keperawatan, hal ini di sebabkan karena tidak ada data-
data yang mendukung untuk di tegakan diagnosa keperawatan tersebut, dan
anak langsung mendapatkan penanganan di rumah sakit.
39
proses inflamasi pada An G. B sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan
kasus nyata.
Diagnosa keperawatan 3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan kelembapan. Intervensi keperawatan: 1) Perawatan perineal, 2) Monitor
tanda-tanda vital. Semua intervensi pada diagnosa keperawatan ini di pakai
sebagai intervensi untuk menyelesaikan diagnosa keperawatan Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan pada An G. B
sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata.
40
antara teori dan kasus nyata karena semua implementasi keperawatan di
lakukan sesuai dengan intervensi yang di buat di antaranya melakukan
Perawatan perineum dengan mengoleskan minyak di anus, memonitor tanda-
tanda vital (suhu 37,7˚C, nadi 120 x/menit, pernapasan 22x/menit).
3.2.5 Evaluasi
Sebagai tahap akhir dari proses keperawatan setelah melakukan
pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan
perencanaan dan implementasi. Pada tahap evaluasi tidak terdapat kesenjangan
antara teori dan kasus nyata karena kegiatan yang dilakukan yaitu mengevaluasi
selama proses berlangsung dengan menggunakan metode SOAP. Evaluasi yang
di lakukan pada An G. B sesuai dengan hasil implementasi yang telah di buat
pada criteria objektif yang di tetapkan. Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa
keperawatan masih buang air besar 1 kali dalam sehari, turgor kulit elastic,
minum dengan lahap (haus), rewel, masalah sebagian teratasi. Pada diagnosa
Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi anak sudah tidak demam lagi, suhu
tubuh 36,8 ˚C. Pada diagnosa Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan kelembapan, kemerahan sudah sedikit berkurang, sekitar area perineal
(anus) sedikit kemerahan.
41
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penerapan asuhan keperawatan pada An G. B dengan diare pada
umumnya sama teori dan kasus ini di lakukan dengan mengunakan proses
keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
42
4.1.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif. NIC: 1) Pertahankan status hidrasi (kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat) dan observasi keadaan umum, 2) Monitor vital
sign, 3) Monitor tetesan infuse, 4) Anjurkan orang tua untuk menambah intake
oral, 5) Kolaborasi pemberian obat zinc, 6) Berikan cairan oralit. Diagnosa 2:
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. NIC: 1) Monitor suhu
sesering mungkin, 2) Monitor warna kulit, 3) Monitor nadi, RR, 4) Monitor
tingkat kesadaran, 5) Kompres pasien pada lipatan paha dan aksila. Diagnosa 3:
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan. NIC: 1)
Perawatan perineal, 2) Monitor tanda-tanda vital.
4.1.4 Implementasi
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif. Tindakan keperawatan yang di lakukan, memonitor
tanda-tanda dehidrasi, memonitor tanda-tanda vital, mengganti cairan infuse RL
1000 cc/24 jam, 12 tetes/menit, melakukan pemberian minum oralit secara oral
200 cc, mengajurkan ibu pasien untuk tetap memberikan ASI, memberikan obat
zinc 20 mg/oral, mengobservasi keadaan umum pasien (sakit sedang). Diagnosa
2: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi. Tindakan keperawatan
yang di lakukan, memonitor suhu 37,7˚C, monitor warna kulit, memonitor
tingkat kesadaran (tingkat kesadaran composmentis), melakukan Kompres
hangat pada aksila. Diagnosa 3: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan kelembapan. Tindakan keperawatan yang di lakukan, melakukan
Perawatan perineum dengan mengoleskan minyak di anus, memonitor tanda-
tanda vital (suhu 37,7˚C, nadi 120 x/menit, pernapasan 22x/menit).
43
4.1.5 Evaluasi
Evaluasi yang di temukan pada An. G. B setelah di berikan tindakan
keperawatan selama 3 hari di dapaatkan 3 diagnosa keperawatan Diagnosa 1:
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. S:
keluarga pasien mengatakan buang air besar 1 kali dalam sehari. O: turgor kulit
elastic, minum dengan lahap (haus), rewel. A: masalah sebagian teratasi. P:
Intervensi di lanjutkan oleh perawat ruangan. Diagnosa 2: Hipertermi
berhubungan dengan dehidrasi. Evaluasi di lakukan pada jam 14:40 S: keluarga
pasien mengatakan anak sudah tidak demam lagi. O: suhu tubuh 36,8 ˚C. A:
masalah teratasi sebagian, P: intervensi di lanjutkan 1-2. Diagnosa 3: Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembapan. S: keluarga pasien
mengatakan kemerahan sudah sedikit berkurang. O: sekitar area perineal (anus)
sedikit kemerahan. A: masalah belum teratasi P: intervensi di lanjutkan 1-2.
4.2 Saran
1. Bagi penulis
Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak khususnya pada pasien dengan diare dengan
melakukan asuhan keperawatan.
2. Bagi institusi
Diharapkan pada pihak institusi mengadakan buku cetakan yang terbaru karena
banyak buku yang penulis temukan di perpustakaan yang cetakan lama.
3. Bagi lahan praktek
Untuk pihak rumah sakit khususnya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien di harapkan dapat melakukan setiap tindakan sesuai
dengan intervensi yang telah di tetapkan.
44
DAFTAR PUSTAKA
…….. 2018. Buku Register Ruangan Kenanga RSUD Prof. W. Z. Johanes Kupang.
Carman Susan. 2016. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Hassan Rusepno & Alatas Husein. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
Muttaqin arif dan Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Salemba Medika
Nanda Diagnosis Keperawatan. 2017. Definisi & klasifikasi. Edisi 10. Indonesia.
45
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan
Bulan
Mei Juni
Kegiatan
2 2 2 2 2 3 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
4 5 7 8 9 0 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 1
Pembekalan
Lapor diri di
Rumah sakit
dan
pengambilan
kasus
Ujian praktek
Perawatan
kasus
Penyusunan
Studi Kasus
dan
konsultasi
dengan
pembimbing
Ujian sidang
Revisi hasil
ujian sidang
Pengumpulan
studi kasus
Lampiran 2: Format pengkajian asuhan keperawatan
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK
I. IDENTITAS KLIEN
NO. MR : 458292
Nama Klien (inisial) : An. G. B Nama Orang Tua : Ny. M. B
Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Fatufeto
Fatu
Tanggal Lahir : 30 Januari 2018 Diagnosa Medis : Gastroenteritis
Tanggal Masuk : 28/05/2019 Tanggal Pengkajian : 28/5/
/5/2019
Riwayat penyakit sekarang: Sebelum masuk rumah sakit pasien buang air besar 7
kali dalam sehari dengan konsistensi encer, lendir,
mual-mual
mual dan muntah 3 kali dalam sehari kemudian
pasien di bawa ke Rumah Sakit Umum.
Keadaan Umum: □ sakit ringan □ sakit sedang □ sakit berat GCS: E4V5M6
Kesadaran: □ Cm □Apatis □ Sopor □ Coma
Tanda Vital : Suhu: 37,7°c Nadi: 124×/mnt
Pernapasan : 24×/mnt Tekanan darah: -
III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Prenatal
Tempat pemeriksaan kehamilan : Klinik dokter praktek dan pustu Fatufeto
Frekuensi pemeriksaan kehamilan : 7 kali
Sakit yang diderita atau keluhan : Tidak mengalami sakit tapi hanya saja mual
dan muntah
Intranatal
Tempat persalinan : Rumah Sakit SK Lerik Kupang
Tenaga penolong : Dokter dan Bidan.
Jenis persalinan : □ Spontan □ SC □ Forcep □ Induksi
Usia kehamilan : 36 minggu Berat badan lahir : 3,900 gram
Apgar Score : Panjang badan lahir : 52 cm
Menangis : □ Ya □ Tidak, Nilai Apgar: Jaundice: □ ya □ tidak
Postnatal
Lama mendapat ASI : 1 Tahun 3 bulan
ASI eksklusif : □ ya □ tidak
Usia mendapatkan MP-ASI: 1 tahun 3 bulan
Keterangan :
: Laki-laki meninggal
: Laki-laki
: Pasien
: Perempuan meninggal
: Perempuan
: Tinggal serumah
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Kekurangan NOC: keseimbangan cairan. 1). Pertahankan
volume cairan Kode: 0601. status hidrasi
yang Setelah di lakukan tindakan (kelembaban
berhubungan keperawatan selama 30 membran mukosa,
dengan menit pasien akan. 1. nadi adekuat) dan
kehilangan Denyut nadi radial lambat, observasi keadaan
cairan aktif. 2. Keseimbangan intake dan umum,
output dalam 24 jam, 3. 2). Monitor vital
Berat badan stabil, 4. sign, 3). Monitor
Turgor kulit, 5. tetesan infuse,
Kelembaban membrane 4). Anjurkan orang
mukosa. tua untuk
Kriteria hasil : 1. menambah intake
Mempertahankan urin oral,
output sesuai dengan berat 5).Kolaborasi
badan dan usia, 2. Vital pemberian obat
sign dalam batas normal, 3. zinc, 6). Berikan
Tidak ada tanda-tanda cairan oralit.
dehidrasi
2. Hipertermi NOC: Termoregulasi. 1). Monitor suhu
berhubungan Kode: 0800. sesering mungkin,
dengan proses Setelah di lakukan tindakan 2). Monitor warna
inflamasi keperawatan selama 15 kulit,
menit pasien akan. 1. 3). Monitor nadi, RR,
Penurunan suhu kulit, 2. 4). Monitor tingkat
Melaporkan kenyaman kesadaran,
suhu. 5). Kompres pasien
Kriteria hasil: 1. Suhu pada lipatan paha dan
tubuh dalam batas normal, aksila.
2. Nadi dan RR dalam
rentang normal, 3. Tidak
ada perubahan warna kulit.
3. Resiko NOC: Integritas jaringan : 1). Perawatan
kerusakan kulit dan membrane perineal (oleskan
integritas kulit mukosa. lotion),
berhubungan Kode: 1101. 2). Monitor
dengan Setelah di lakukan tindakan tanda-tanda vital.
kelembapan. keperawatan selama 30
menit pasien akan. 1.
Elastisita, 2. Intregitas kulit,
3. Perfusi jaringan.
Kriteria Hasil : 1. Tidak ada
luka atau lesi pada kulit, 2.
Integritas kulit yang baik
bisa di pertahankan (elastic,
temperatur).
D. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Tanggal Jam Implementasi
1. Kekurangan Selasa, 12:35 1) memonitor tanda-tanda
volume cairan 28 Mei WITA dehidrasi (An. G. B minum
yang 2019 dengan lahap, rewel,
berhubungan cubitan kulit perut kembali
dengan lambat);
kehilangan 13:10 2) memonitor tanda-tanda
cairan aktif. vital (suhu 37,7˚C, nadi
120 x/menit, pernapasan
22x/menit);
13:15 3) mengganti cairan infuse RL
1000 cc/24 jam, 12
tetes/menit;
13:25 4) melakukan pemberian
minum oralit secara oral
200 cc dan mengajurkan
13:45 ibu pasien untuk tetap
memberikan ASI;
5) memberikan obat zinc 20
14:00 mg/oral;
6) mengobservasi keadaan
14:10 umum pasien (sakit
sedang).
2. Hipertermi Selasa, 13:10 1) memonitor suhu 37,7˚C;
berhubungan 28 Mei 13:40 2) monitor warna kulit;
dengan proses 2019 14:05 3) memonitor tingkat
inflamasi kesadaran (tingkat
kesadaran
14:15 composmentis) 4) Jam
melakukan kompres
hangat pada aksila.
3. Resiko Selasa, 13:20 1) melakukan Perawatan
kerusakan 28 Mei perineum dengan
integritas kulit 2019 mengoleskan minyak di
berhubungan anus;
dengan 13:10 2) memonitor tanda-tanda
kelembapan vital (suhu 37,7˚C, nadi
120 x/menit, pernapasan
22x/menit).
4. Kekurangan Rabu, 29 08:00 1) memonitor tanda-tanda
volume cairan Mei 2019 dehidrasi (An. G. B minum
berhubungan dengan lahap),
dengan 11:15 2) memonitor tanda-tanda
kehilangan vital (suhu 37,0˚C, nadi 122
cairan aktif x/menit, pernapasan
23x/menit),
13:15 3) mengganti cairan infuse
RL 1000 cc/24 jam, 12 tetes
13:30 4) memberikan cairan oralit
200 cc secara oral dan
mengajurkan ibu pasien
untuk tetap memberikan ASI,
14:00 5) memberikan obat zinc 20
mg/oral.
E. Evaluasi
No Tanggal Jam Diagnosa Evaluasi
1. Selasa, 28 14:40 Kekurangan S: keluarga pasien mengatakan
Mei 2019 volume cairan masih buang air besar encer,
berhubungan mual, dan muntah.
dengan O: turgor kulit tidak elastic,
kehilangan minum dengan lahap (haus),
cairan aktif. rewel, perut kembung
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi nomor 1
– 6.
2. Selasa, 28 14:40 Hipertermi S: keluarga pasien mengatakan
Mei 2019 berhubungan anak demam.
dengan proses O: kulit teraba hangat, suhu
inflamasi. tubuh 37,6 ˚C.
A: masalah belum teratasi,
P: lanjutkan intervensi nomor 1
–4
3. Selasa, 28 14:30 Resiko S: keluarga pasien mengatakan
Mei 2019 kerusakan sering buang air besar.
integritas kulit O: sekitar area perineal (anus)
berhubungan tampak kemerahan, pasien
dengan mengguanakan pempres yang
kelembapan ketat.
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi nomor
1-2.
4. Rabu, 29 14:40 Kekurangan S: keluarga pasien mengatakan
Mei 2019 volume cairan buang air besar 2 kali, mual,
berhubungan dan muntah.
dengan O: turgor kulit tidak elastic,
kehilangan minum dengan lahap (haus)
cairan aktif A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi nomor
1-5.
5. Rabu, 29 14:40 Hipertermi S: keluarga pasien mengatakan
Mei 2019 berhubungan anak sudah tidak demam lagi.
dengan proses O: suhu tubuh 37,0 ˚C.
inflamasi A: masalah teratasi sebagian,
P: intervensi di lanjutkan 1-3
6. Rabu, 29 14:45 Resiko S: keluarga pasien mengatakan
Mei 2019 kerusakan kemerahan sudah sedikit
integritas kulit berkurang.
berhubungan O: sekitar area perineal (anus)
dengan sedikit kemerahan.
kelembapan A: masalah belum teratasi
P: intervensi di lanjutkan 1-2.
7. Kamis, 14:30 Kekurangan S: keluarga pasien mengatakan
30 Mei volume cairan buang air besar 1 kali dalam
2019 berhubungan sehari.
dengan O: turgor kulit elastic, minum
kehilangan dengan lahap (haus), rewel.
cairan aktif A: masalah sebagian teratasi.
P: Intervensi di lanjutkan oleh
perawat ruangan.
8. Kamis, 14:40 Hipertermi S: keluarga pasien mengatakan
30 Mei berhubungan anak sudah tidak demam lagi.
2019 dengan proses O: suhu tubuh 36,8 ˚C.
inflamasi A: masalah teratasi sebagian,
P: intervensi di lanjutkan 1-2.
9. Kamis, 14:45 Resiko S: keluarga pasien mengatakan
30 Mei kerusakan kemerahan sudah sedikit
2019 integritas kulit berkurang.
berhubungan O: sekitar area perineal (anus)
dengan sedikit kemerahan.
kelembapan A: masalah belum teratasi
P: intervensi di lanjutkan 1-2.