Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Acs Spmi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan Kunjungan
Industri Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan “Aerowisata Catering Service
Surabaya”.

Laporan Hasil Pengamatan ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan
pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut
berkontribusi didalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami terbuka untuk
menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami
bisa melakukan perbaikan laporan sehingga menjadi laporan yang baik dan benar.

Akhir kata kami meminta semoga Laporan Kunjungan Industri Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan “Aerowisata Catering Service Surabaya” ini bisa memberi
manfaat ataupun inspirasi pada pembaca.

Surabaya, Juli 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu
sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaian status
kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan
pencatatan, pelaporan, dan evaluasi (Depkes 2003).
Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran belanja
makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penyediaan,
penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pengolahan,
penyaluran makanan hingga pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Manajemen penyelenggaraan makanan sendiri sebenarnya berfungsi sebagai sistem dengan
tujuan untuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik (Mukrie, 1990).
Berdasarkan sifatnya penyelenggaraan makanan institusi dibagi 2 yaitu
penyelenggaraan makanan non komersial atau semi komersial dan penyelenggaraan makanan
komersial. Penyelenggaraan makanan institusi non komersial atau yangberorientasi
pelayanan adalah pelayanan kesehatan, sekolah, asrama, sosial, khusus, darurat. Sedangkan
yang beroriantasikan keuntungan atau komersial adalah penyelenggaraan makanan
transportasi, industri, katering atau jasa boga. (Bakri, 2013)1
Kebutuhan akan jasa transportasi udara yang meningkat akan disertai dengan
permintaan akan jasa pelayanan penyedia makanan (jasa boga) bagi maskapai maskapai
penerbangan. Layanan jasa boga ini lebih dikenal dengan nama inflight catering. Inflight
caterer (penyedia jasa boga) mengolah bahan-bahan makanan menjadi makanan siap saji
yang nantinya makanan ini akan dikonsumsi oleh penumpang pengguna jasa maskapai
penerbangan. Inflight caterer pada dasarnya merupakan perusahaan yang bergerak dalam
perdagangan makanan.
PT Aerowisata Catering Service (PT ACS) merupakan perusahaan penyedia jasa
katering pertama dan terbesar di Indonesia. PT ACS menyediakan pelayanan jasa katering
untuk perusahaan penerbangan domestik maupun internasional. Berbeda dengan perusahaan
katering yang lain, PT ACS tidak berhadapan langsung dengan konsumen yang
mengkonsumsi makanan yang diproduksi. Sebagai inflight caterer, konsumen yang dihadapi
PT ACS adalah maskapai penerbangan yang menyewa jasa PT ACS. Sedangkan yang
mengkonsumsi produk makanan yang diproduski oleh PT ACS adalah konsumen yang
menggunakan jasa maskapai penerbangan.

1.2. Rumusan Masalah


      Bagaimanakah manajemen persediaan yang diterapkan oleh perusahaan?
      Bagaimanakah proses pembelanjaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan?
      Faktor-faktor apakah yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan daftar
belanja  bahan baku?
      Faktor-faktor apa yang diperhatikan oleh perusahaan untuk mengawasi mutu produk
yang diproduksi?

iii
1.3. Tujuan
 Membandingkan sistem manajemen yang diterapkan oleh PT ACS dengan teori-teori
manajemen persediaan
 Mengkaji bentuk kegiatan proses pembelanjaan bahan baku yang dijalankan PT ACS
 Mengidentifikasi faktor-faktor pembelanjaan bahan baku
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diterapkan dalam mempertahankan mutu
produk.

iv
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi


2.1.1. Pengertian Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan
menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka
pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makanan yang
tepat dan termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi
(Liswarti,2010). Penyelenggaraan makanan institusi dapat dijadikan sarana
peningkatkan keadaan gizi masyarakat bila institusi tersebut menyediakan
makanan yang memenuhi prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan makanan
institusi. Prinsip-prinsip itu antara lain menyediakan makanan yang sesuai
dengan macam dan jumlah zat gizi yang diperlukan konsumen, disiapkan
dengan cita rasa yang tinggi serta memenuhi syarat hygiene dan sanitasi
(K.K.R,2013). Kegiatan dalam Penyelenggaraan Makanan Institusi meliputi
1. Perencanaan anggaran belanja
2. Perencanaan menu
3. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
4. Penyediaan/Pembelian bahan makanan
5. Penerimaan bahan makanan
6. Penyimpanan dan penyaluran bahan makanan
7. Persiapan
8. Pengolahan
9. Distribusi makanan
10. Evaluasi/ pelaporan

2.1.2. Tujuan Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi


Adapun tujuan penyelenggaraan makanan di institusi adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan makanan yang berkualitas baik dan dipersiapkan dan
dimasak dengan layak
2. Pelayanan yang cepat dan menyenangkan
3. Menu seimbang dan bervariasi
4. Harga layak serasi dengan pelayanan yang diberikan
5. Standart kebersihan dan sanitasi yang tinggi
2.1.3. Prinsip-prinsip Penerapan Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
Adapun prinsip penyelenggaraan makanan di institusi adalah sebagai berikut :
1. Makanan memenuhi kebutuhan gizi konsumen
2. Memenuhi syarat higiene sanitasi

v
3. Peralatan dan fasilitas memadai dan layak digunakan
4. Memenuhi selera dan kepuasan konsumen
5. Harga makanan dapat dijangkau konsumen
2.1.4. Jenis-jenis Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
1. Berdasarkan konsumen yang dilayani
 Penyelenggaraan Makanan pada Pelayanan Kesehatan
 Penyelenggaraan makanan anak sekolah (School Feeding)
 Penyelenggaraan makanan asrama
 Penyelenggaraan makanan di institusi sosial
 Penyelenggaraan makanan institusi khusus
 Penyelenggaraan makanan industri transportasi
 Penyelenggaraan makanan industri tenaga kerja
 Penyelenggaraan makanan industri komersial
 Penyelenggaraan makanan darurat
2. Berdasarkan waktu penyelenggaraan makanan
 Penyelenggaraan makanan satu kali, misalnya pesta pernikahan
 Penyelenggraan makanan secara tetap untuk jangka waktu tidak
terbatas, misalnya di Lembaga pemasyarakatan, kampus mahasiswa
 Penyelenggaraan makanan dalam keadaan darurat.
3. Berdasarkan sifat penyelenggaraan makanan
 Penyelengaraan makanan yang bersifat komersial, misalnya
kafetaria, restoran, rumah makan. Penyelengaraan makanan yang
bersifat komersial memiliki ciri sebagai berikut :
o diselenggarakan untuk umum
o untuk mendapatkan keuntungan
o diselenggarakan teratur
o misalnya kafetaria, restoran, rumah makan
 Peneyelenggaraan makanan yang bersifat non komersial, misalnya
di Rumah Sakit, Panti Asuhan. Penyelenggaraan makanan yang
bersifat non komersial memiliki ciri sebagai berikut :
o Diselenggarakan sendiri oleh institusi sebagai pelayanan
o Untuk melengkapi aktifitas mencapai tujuan institusi
o Mungkin dapat atau tidak mencari keuntungan,
setidaknya impas contohnya: sekolah, industri, sosial, RS
4. Berdasarkan cara pengelolaan
 Swakelola : penyelenggaraan makanan dikelola sendiri
 Diserahkan pada pihak kedua
 Kombinasi (1) dan (2)

vi
5. Berdasarkan penggunaan bahan makanan
 Konvensional
o Konvensional : semua dari bahan mentah dr pasar
o Semi konvensional : digunakan juga makanan dibeli
dalam bentuk sudah jadi (kue, roti dll)
 Makanan Terpusat (Commissary Food Service)
Produksi secara massal di dapur pusat dengan peralatan
otomatis dan peralatan canggih kemudian didistribusikan ke
beberapa penyelenggara makanan institusi
keadaan makanan : panas, dingin atau beku
 Dengan Bahan Siap Masak (Ready Prepared)
Makanan dimasak dan didinginkan atau dibekukan beberapa
saat/hari sebelum disajikan, cenderung menghindari puncak
kesibukan memasak, dapat disajikan sesuai jadwal, membutuhkan
freezer dan pendingin besar, serta membutuhkan oven microwave
untuk memanaskan sejenak.
 Dengan Makanan Olahan Siap Dipanaskan (Assembly Serve
System)
Dibeli dalam bentuk makanan beku dari industri makanan, disimpan
lalu dipanaskan dan siap disajikan sehingga membutuhkan freezer
dan tempat penyimpanan dingin.
2.1.5. Bagan Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi

Bagan 1.1 Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi (Sumber : PUTRI RONITAWATI, SKM, M.Si, SISTEM
MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI PROGRAM STUDI GIZI
FIKES,2017 )

Berdasarkan bagan tersebut, fungsi manajerial dan koordinasi sangat


berpengaruh terhadap kelangsungan sistem penyelenggaraan makanan institusi.

vii
Koordinasi tersebut selain dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang sesuai
dengan kepuasan pelanggan dan lingkungan sekitar, juga sangat dibutuhkan
dalam pusat pengawasan (rencana, kontrak, hukum, dan regulasi) dan jejak
eksistensi institusi tersebut (kekayaan, unit cost, dan sumber tenaga). Koordinasi
tersebut tentunya membutuhkan beberapa hal, yakni :
 Manusia, sesuai dengan keahlian dan tenaga yang dimiliki
 Bahan, dalam hal ini adalah suplai bahan makanan
 Operasional, meliputi dana, waktu, peralatan, dan informasi
(instruksi)
2.2. Aerowisata Catering Service Surabaya
II.2.1. Aerowisata Catering Service
PT ACS memiliki visi untuk menjadi market leader di bidang industri
jasa boga untuk perusahaan penerbangan di Indonesia dan menjadi salah satu
usaha jasa boga terbaik di Asia Tenggara. Aerowisata Catering Service is the
market leader in inflight catering industry in Indonesia and among the best in
South East Asia Region. Usaha PT ACS yang bersetifikat Halal ini untuk
mengembangkan dan memajukan perusahaan dibuktikan dengan diraihnya ISO
9002 pada tahun 1997 yang diperbaharui pada tahun 2000. Pada tahun 2000
juga PT ACS mendapatkan sertifikat HACCP.
PT. Aerofood ACS merupakan unit PT. Garuda yang bergerak dalam
pelayanan jasa boga penerbangan Garuda, pertama kali dimulai di Jakarta pada
tahun 1970 di Bandar Udara Kemayoran dengan nama Garuda Airline Flight
Kitchen atau dapur penerbangan Garuda. Usaha jasa boga ini terus berkembang
sampai dengan tahun 1974 saat dibukanya Bandar Udara Halim Perdana
Kusuma pada tanggal 23 Desember 1974, usaha tersebut dibentuk melalui usaha
gabungan (join venture) antara Garuda dan Dairy Farm yang diberi nama
Aerowisata Garuda Dairy Farm Catering Service.
II.2.2. Aerowisata Catering Service Surabaya
II.2.2.1. Informasi Umum
PT. Aerofood ACS Surabaya berdiri pada tanggal 14
Agustus 1991, diawali dengan menyewa sebidang gudang bekas parker
tank Angkatan Laut di dalam wilayah Lanud-AL Juanda. Awal
berdirinya jumlah SDM PT. Aerofood ACS Surabaya sebanyak 50
orang dengan kapasitas produksi 600 porsi makanan per hari dan hanya
melayanai penerbangan Garuda.
Kurun waktu kurang lebih empat tahun, PT. Aerofood ACS
Surabaya telah mampu mendirikan gedung baru terdiri dari 2 lantai di
tanah seluas 6.696m2 yang diperuntukan sebagai kantor, gedung
produksi, penyimpanan, dan lain-lain, gedung baru tersebut diresmikan
pada tanggal 18 Agustus 1995, sejak saat itu PT. Aerofood ACS

viii
Surabaya tidak hanya melayani penerbangan domestik saja (Garuda
dan Citilink) melainkan juga penerbangan Internasional diantaranya
adalah Cathay Pasifik, Royal Brunei, Eva Air, Malaysia Airline, China
Airline dan Silk Air, sejak saat itu PT. Aerofood ACS Surabaya telah
mampu meningkatkan kapasitas produksi mencapai 19.000 porsi
makanan per hari. Tahun 2000 PT. Aerofood ACS Surabaya mendapat
kepercayaan mengelolah Excecutive Lounge dan pelayanan catering
haji untuk pesawat Saudi Arabia, dan sejak tahun 2005 PT. Aerofood
ACS Surabaya telah berkembang melayani beberapa rumah sakit
seperti R.S Dr. Soebandi Jember, Griya Rawat Inap Utama (GRIU)
Graha Amerta RSU Dr. Sortoo Surabaya, selain itu PT. Aerofood ACS
Surabaya juga melayani beberpa industri di Jawa Timur di antaranya
HESS di Gresik, Nestle Kejayan dan Nestle Gempol.
II.2.2.2. Pelayanan
Istilah katering biasanya digunakan untuk menjelaskan
keseluruhan proses kegiatan memasak, mulai dari persiapan bahan
makanan, pengolahan dan penyajian dan juga meliputi penyedian alat
transportasi dan penghantaran. Industri jasa katering maskapai
penerbangan bertujuan utama untuk menyediakan makanan dan
minuman kepada maskapai penerbangan untuk dikonsumsi oleh
penumpang selama penerbangan. Produk makanan dan minuman
dipersiapkan dan dikelola di dapur khusus kemudian dipindahkan ke
bandara udara untuk kemudian dimuat ke pesawat. Semua makanan
dan peralatan dan siap untuk diberangkatkan tepat pada waktunya
sesuai dengan jadwal penerbangan. Keterlambatan jadwal penerbangan
yang disebabkan oleh masalah katering merupakan masalah yang harus
dihindari oleh penyedia jasa penerbangan (Mc Cool, 1995).
Industri penyedia jasa katering saat ini merupakan pasar yang
sangat kompetitif khususnya karena maskapai-maskapai penerbangan
saat ini sering mengubah ketentuan-ketentuan menu makanannya.
Perusahan penyedia jasa katering harus mendiversifikasikan fasilitas
produksinya dan terus berinovasi untuk mengikuti perkembangan ini.
Selain menyediakan makanan dan minuman perusahaan katering  
beberapa barang persediaan dan peralatan yang dimiliki perusahaan
penerbangan, pihak katering bertanggung jawab terhadap beberapa hal
yang menyertai penyediaan makanan dan minuman. Seperti:
1. Bongkar muat peralatan makan dari penerbangan sebelumnya.
Bongkar muat ini meliputi kereta makan , troli, kotak muatan
peralatan makan, sisa makanan dan sisa minuman serta sampah.
2. Mengatur aliran semua peralatan makan yang digunakan selama
penerbangan, begitu peralatan makan di bongkar dari pesawat
secepatnya dicuci dan dibersihkan untuk kemudian dipersiapkan

ix
untuk penerbangan berikutnya. Dengan terbatasnya persediaan
peralatan makan berlogo maskapai penerbangan tertentu, pihak
katering harus berusaha sedemikian rupa supaya mereka tetap
memiliki persediaan peralatan makan yang bersih setiap saat.
3. Pengaturan/desain nampan makanan yang berbeda tiap kelas untuk
kelas eksekutif, kelas bisnis dan kelas ekonomi.
4. Penanganan dan penyimpanan produk-produk khusus milik
maskapai penerbangan tertentu yang digunakan dalam persiapan
makanan dan layanan makan (kertas tisu, peralatan makan yang
diserati dengan logo maskapai penerbangan).
5. Pihak katering juga bertanggung jawab terhadap laporan
invetorisasi atas produk-produk yang dimiliki maskapai
penerbangan yang disimpan oleh pihak katering (produk makanan
dan minuman lain yang tidak diproduksi oleh pihak katering, tetapi
diperlukan untuk penerbangan).
6. Transportasi produk makanan dan minuman dari dapur pihak
katering ke pesawat.
Menurut Mc Cool, industri jasa katering (inflight caterer)
merupakan industri yang unik karena industri ini memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
 Tidak adanya kontak langsung antara penumpang pesawat dengan
orang yang menyiapkan makanan.
 Konsumen yang menggunakan jasa katering ini bukanlah
konsumen yang mengkonsumsi produk akhir.
 Pemilihan menu yang disediakan sangat bergantung kepada
kondisi pasar dan laporan kebiasaan makan konsumen.
 Setiap perusahaan jasa katering mengelola makanan dan minuman
dalam jumlah yang sangat besar.
 Perusahaan katering bukanlah satu-satunya penyedia makanan dan
minuman untuk satu maskapai penerbangan. Maskapai
penerbangan memiliki beberapa perusahaan katering yang
menyokong penerbangan, satu perusahaan katering di tiap lokasi/
tujuan penerbangan.
 Perusahaan jasa katering harus menyediakan produknya sesuai
dengan ketentuan tertentu agar produk yang dihasilkan konsisten.
 Setelah produk selesai diproduksi dan meninggalkan tempat
produksi, biasanya ada jeda waktu yang cukup lama sebelum
produk tersebut dikonsumsi oleh penumpang pesawat terbang.

x
 Makanan yang diproduksi oleh pihak katering sering kali
dikonsumsi jauh dari pihak katering.
 Pihak katering biasanya tidak terlibat secara langsung terhadap sisa
makanan dan tidak melihat langsung makanan yang telah
dipersiapkan tersebut dikonsumsi.
 Jumlah makanan yang diangkut pesawat harus dalam jumlah yang
tepat dan dalam kualitas yang baik dan tidak ada toleransi untuk
kesalahan.
 Sering terjadi perubahan jadwal waktu permintaan produk nmaun
pihak katering harus selalu mampu mengikuti perubahan dan
menyediakan produk tepat waktu.
 Produk makanan yang diproduksi harus tahan akan kondisi
penyimpanan yang berubah-ubah, tahan banting karena
penanganan yang kasar dan tahan kondisi transportasi tanpa
penurunan kualitas produk.
 Semua makanan, minuman dan peralatan makan harus disimpan di
tempat tertentu yang sudah ditentukan di pesawat dan beratnya
tidak boleh melebihi ketentuan tertentu.
 Perusahaan ini biasanya beroperasi 24 jam sehari sepanjang tahun.
 Perusahaan jasa katering ini juga harus memenuhi standar
ketentuan mutu produk yang dihasilkan dan ketetapan waktu
walaupun kondisi lain tidak menentu, seperti cuaca dan masalah
teknik pesawat terbang.
      Bidang usaha yang dilakukan oleh inflight catering adalah
melayani jasa boga dan kebutuhan Inflight Service material untuk baik
penerbangan domestik maupun internasional, jenis jasa yang
ditawarkan adalah:
 Makanan : hot meal, cold meal, buah-buahan, sayuran segar, snack
dan lain-lain.
 Minuman : jus buah-buahan, minuman ringan, minuman
mengandung alkohol, es batu dan penyediaan air minum alami.
 Inflight Service material: barang-barang keperluan toilet, majalah .
 Galley service: pengangkutan makanan ke dalam pesawat dan
penyimpanan makanan di dalam pesawat serta sebaliknya.
 Bar exchange: melakukan pergantian dan penambahan kebutuhan
minuman ( beralkohol) pada penerbangan sesuai dengan kebutuhan
atau permintaan perusahaan penerbangan.

xi
 Laundry (jasa binatu): menyediakan jasa pencucian seperti selimut,
alas nampan, handuk kecil, taplak meja dan napkin (serbet)
 Cabin setting: mempersiapkan seluruh kebutuhan kabin pesawat
seperti, alat pendengar, dokumen penerbangan, majalah, bunga
hiasan dalam pesawat.
 Aircraft cleaning: meliputi kegiatan penggantian alas sandaran
kepala, sarung bantal, pembuangan sampah, pembersihan toilet
dan galley.
 On ground service: meliputi penyediaan makanan di ruang tunggu
penumpang kelas eksekutif.
 Kegiatan di luar Inflight catering seperti: penyediaan jasa boga
untuk gedung-gedung pertemuan (rapat) dan hotel.
  Begitu luasnya cakupan jasa layanan yang ditawarkan maka ACS
membentuk strategic business unit (SBU) :
1. Inflight Catering Service : unit usaha ini lebih memprioritaskan
kepada layanan jasa boga bagi perusahaan penerbangan. Unit ini
beroperasi hampir di seluruh bandar udara besar Indonesia.
Layanan yang ditawarkan meliputi penerbangan domestiok,
internasional, penerbangan khusus seperti penerbangan carter,
VVIP dan haji.
2. Industrial catering : unit usaha ini bergerak di bidang layanan jasa
boga dan jasa terkait lainnya diluar pelayanan maskapai
penerbangan. Layanan yang ditawarkan ditujukan bagi
perusahaan-perusahaan besar dengan banyak sumber daya manusia
misalnya lokasi-lokasi pemondokan karyawan pengeboran minyak
dan gas bumi, pengelolaan kantin karyawan pabrik, kantin sekolah
atau universitas, juga layanan kebutuhan jasa boga untuk rumah
sakit, baik menu normal untuk karyawan maupun makanan dengan
diet khusus untuk pasien. Unit usaha ini juga menawarkan jasa
binatu dan jasa pengelolaan dan perawatan wisma (house keeping
dan maintance).
3. Inflight logistic: Unit usaha ini memberikan layanan pengelolaan
logistik untuk pelayanan dalam penerbangan. Layanan ini meliputi
jasa konsultasi perencanaan dan pengelolaan barang penerbangan
(airlines equipment handle serta cabin services), pengadaan barang
untuk penerbangan seperti barang sekali pakai baik dry goods,
minuman (beverages), peralatan pecah belah, dan bahan bacaan;
jasa penyimpanan barang penerbangan (bonded strores), dan jasa
pengiriman barang penerbangan
II.2.2.3. Ketenagakerjaan

xii
Saat ini PT ACS memiliki tenaga kerja tetap sejumlah 79 orang
dan tidak ada tenaga kerja kontrak, tenaga kerja kontrak biasanya
hanya dipekerjakan untuk musim-musim tertentu seperti musim
lebaran, lebaran haji dan musim liburan sekolah dimana permintaan
akan jasa layanan penerbangan meningkat yang mempengaruhi
permintaan akan produksi makanan. Untuk departemen Operasional,
jumlah tenaga kerja pria lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
tenaga kerja wanita, hal ini disebabkan karena tenaga kerja pria
dianggap lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan jam
kerja dan tuntutan jam lembur.
Bagian Operasional bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Jam kerja dibagi-bagi (shifting) masing-masing pekerja akan bekerja
selama 8 jam sehari dalam 7 hari kerja, tiap pekerja memiliki hak
untuk libur selama 2 hari yang tentu saja dilakukan secara bergantian.

Tabel 1.1 Contoh Jadwal Shift untuk Pekerja Magang ACS Surabaya

Pembagian jam kerja ini dilakukan untuk menyokong


produksi makanan yang dilakukan terus-menerus. Masing-masing
shift sebelum jam kerjanya berakhir harus membuat laporan mengenai
hal-hal apa yang sudah dilakukan dan apa yang belum dan harus
dilakukan. Dengan laporan ini maka tidak ada pekerjaan yang
dilakukan dua kali, dan proses produksi berlangsung lancar dan
terorganisasi.
        Sedangkan bagian Admistrasi memiliki jam kerja yang lebih
teratur, 08.30-16.30 setiap hari dari hari Senin sampai dengan hari
Jumat, Sabtu dan Minggu merupakan hari libur. Setiap tenaga kerja
memiliki hak atas cuti tahunan masing-masing selama 12 hari kerja
dan jaminan asuransi Jamsostek berupa asuransi jiwa dan asuransi
kesehatan. Pelatihan karyawan, khususnya yang bekerja di bagian
operasional dilakukan secara berkala demi menjamin keterampilan
tenaga kerja terhadap perubahan tehnologi di bidang perusahaan
katering. PT ACS selain mengadakan perbandingan dengan
perusahaan katering yang lebih besar di luar negeri seperti Thailand

xiii
dan Singapura, juga mengadakan seminar untuk kalangan sendiri
yang biasanya bahan pelatihan didapat dari International Flight
Catering Association.
II.2.2.4. Fasilitas Produksi
Produksi dilakukan di dapur, dapur dibagi atas hot kitchen, cold
kitchen dan bakery/pastry. Makanan di masak di hot kitchen,
kapasitas makanan yang diproduksi di hot kitchen adalah 35.000 porsi
per hari. Sedangkan bagian bakery dapat memproduksi 3000 roti per
shift. Untuk penyediaan air, PT ACS menggunakan air PAM. Listrik
disediakan dengan menggunakan jasa PT PLN, untuk keadaan
darurat, PT ACS juga memiliki 2 generator listrik. Untuk proses
produksi, PT ACS juga memiliki 3 buah blast chiller untuk
membantu proses pendinginan makanan yang sudah jadi.
II.2.2.5. Proses Produksi
Produk yang dihasilkan oleh PT Aerowisata Catering Service
berupa makanan yang nantinya akan dikonsumsi oleh penumpang
selama penerbangan. Jumlah porsi makanan yang akan diproduksi
sudah ditentukan satu hari sebelumnya sesuai dengan informasi yang
diberikan oleh maskapai penerbangan (AMOS = Airlines Meal Order
Sheet). Jumlah porsi makanan ini disesuaikan dengan jumlah
penumpang yang akan diangkut oleh karenanya informasi dapat
berubah sewaktu-waktu ini. Adapun proses produksi yang dilakukan
dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu :
 Proses Pembersihan dan Persiapan (pre-production)
           Proses pembersihan dan persiapan (pre-production)
dimulai 12 jam sebelum jadwal keberangkatan
penerbangan. Kegiatan yang dilakukan berupa pencucian
bahan baku di dalam mesin untuk membersihkan bahan
makanan dari kotoran, debu, logam, biji-bijian lain dan
sebagainya. Cairan yang digunakan untuk pembersihan
ini adalah campuran air dan klorin. Setelah dibersihkan
bahan baku kemudian di tampung ke keranjang atau
kereta (trolley) penampungan sesuai dengan jenisnya dan
di bawa ke ruang persiaapan. Di ruang persiapan bahan
baku di potong sesuai dengan ukuran kebutuhan,
persiapan ini tentu saja dilakukan di ruangan yang
berbeda untuk tiap jenis bahan yag dipersiapkan untuk
menghindari kontaminasi bau, kimia dan kontaminasi
secara fisik.
        Kondisi ruang bagian preproduction harus selalu
dingin dengan suhu udara 16°C untuk memastikan
kondisi makanan selalu segar dan tidak terkontaminasi
bakteri. Untuk bahan baku yang perlu dimasak, bahan
baku ini kemudian dibawa ke hot kitchen untuk dimasak,
xiv
sedangkan bahan baku yang tidak perlu dimasak, seperti
sayuran segar untuk salad dan buah-buahan segar
disimpan di ruang penampungan.
 Proses Pemasakan dan Pendinginan
          Pada proses pemasakan dan pendinginan dilakukan
di hot kitchen, pertama-tama bahan baku dimasak sesuai
dengan menu yang sudah ditentukan, dengan bumbu-
bumbu yang sudah dibakukan. Setelah dimasak, makanan
di masukan ke blast chiller (-18°C) untuk memulai proses
pendinginan dengan cepat. Pendinginan dilakukan sampai
kondisi makanan mencapai suhu 2°- 4°C.
          Kondisi dingin yang diinginkan ini dipertahanan
sampai pada saat makanan dibawa ke ruang pengemasan
dengan suhu ruang 16°C (meal setting) dan pada proses
pengemasan. Proses pengemasan yang dimaksud adalah
proses dimana makanan dibagi-bagi sesuai dengan porsi
dan jumlah yang diinginkan. Makanan yang sudah
diporsikan ini kemudian disusun ke nampan makan yang
nantinya akan diterima oleh penumpang (tray setting).
Setelah disusun di nampan makan, nampan-nampan
makanan ini dimasukan ke dalam trolley makan yang
nantinya akan diangkut ke dalam pesawat. Sebelum
diangkut ke pesawat, trolleytrolley makanan ini disimpan
di ruang penampungan (holding room dengan suhu 0°-
5°C), kereta-kereta makan ini sudah harus dalam kondisi
siap untuk diangkut, 3 jam sebelum jadwal penerbangan.
Semua proses ini dilakukan di ruang yang kondisinya
selalu dingin.
        Kegiatan produksi ini ditunjang oleh kegiatan off
loading. Sesaat setelah pesawat mendarat di bandara dan
penumpang keluar dari pesawat, PT ACS akan
mengeluarkan semua peralatan yang ada di dalam
pesawat yang berhubungan dengan kegiatan katering.
Setelah dikeluarkan peralatan ini dicuci dan dibersihkan
untuk pemakaian selanjutnya. Proses off loading dan
pencucian ini sangat penting dilakukan tepat waktu untuk
menunjang rotasi penggunaan peralatan makan yang
diperlukan untuk meal dan tray setting. Biasanya sebagai
cadangan, pihak maskapai penerbangan menyimpan satu
set peralatan makan lengkap. Transportasi dari dapur
katering ke pesawat dilakukan dengan menggunakan
truk-truk yang dilengkapi dengan pendingin.
II.2.2.3. Persediaan

xv
Anoraga (1997) mengungkapkan bahwa persediaan (inventory)
adalah suatu istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau
sumber-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan ini meliputi persediaan
bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir
dan bahan-bahan lain yang menjadi bagian keluaran produk
perusahaan.
Sedangkan menurut Assauri (1980) mengatakan bahwa
persediaan merupakan aktiva perusahaan yang masih menunggu
penggunaannya, baik untuk keperluan produksi atau penjualan.
Persediaan merupakan elemen utama dari modal kerja, atau aktiva
yang selalu berputar dan mengalami perubahan.
Manfaat dan Fungsi Persediaan
Manfaat persediaan menurut Leenders (1989) adalah:
1. Fungsi pemutus (the decoupling function) dalam proses
produksi, jika perusahaan tidak menyimpan persediaan akan
terjadi banyak penundaan dan inefisiensi. Sebagai contoh ketika
satu aktivitas produksi harus diselesaikan sebelum aktivitas
produksi kedua dimulai, sedangkan perusahaan tidak
menyimpan persediaan di antara proses (work in process) maka
kegiatan produksi bisa terhenti.
2. Menyimpan sumberdaya. Produk pertanian dan seafood sering
tergantung oleh musim dalam pemanenannya atau
penangkapannya, tetapi permintaan akan keduanya selalu
konstan sepanjang tahun. Pada kasus seperti ini dan kasus lain
yang sama, persediaan bisa digunakan untuk menyimpan
sumberdaya.
3. Proteksi terhadap inflasi. Terkadang lebih baik menyimpan
investasi dalam bentuk persediaan tetapi tentu saja harus
diperhitungkan biaya pemeliharaan atau penyimpanan
persediaan.
4. Ketika suplai dan permintaan yang tidak biasa terjadi, maka
persediaan sangat penting khususnya untuk produksi yang
penjualannya tergantung pada musim atau keadaan tertentu.
5. Memanfaatkan diskon kuantitas. Pembelian dalam jumlah besar
dapat mengurangi biaya produk, tetapi hal ini tidak selalu
menguntungkan.
6. Menghindari kehabisan stok. Bila hal ini sering terjadi maka
pelanggan akan lebih senang membeli produk lain untuk
memuaskan kebutuhannya.
II.2.2.3. Jenis Persediaan
Menurut Handoko (1991), persediaan dapat dibedakan
menurut urutan pengerjaan produk antara lain:

xvi
1. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan
barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses
produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber
alam, dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selajutnya.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased part
component stock), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri
dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain
dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock),
yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses
produksi tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang
jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process stock), yaitu
persediaan barang-barang yang keluar dari tiap bagian dalam
proses produksi atau telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi
masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock), yaitu persediaan
barang-barang  yang telah diolah dalam pabrik dan siap dijual
kepada konsumen.

Assauri (1993) membedakan persediaan berdasarkan fungsinya


sebagai berikut:
1. Batch Stock atau Lot Size Inventory, yaitu persediaan yang
diadakan karena perusahaan memberi atau membuat bahan-
bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari
jumlah yang dibutuhkan saat itu.
2. Fluctuation Cost, yaitu persediaan yang diadakan untuk
menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diramalkan.
3. Anticipation Cost, yaitu persediaan yang diadakan untuk
menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diramalkan, berdasarkan pola musiman.

II.2.2.4. Sistem Persediaan


Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian
yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan
yang harus dijaga,kapan persediaan harus diisi dan berapa besar
pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan
menjamin tersedianya sumbersumber daya yang tepat, dalam kuantitas
yang tepat, pada waktu yang tepat (Stevenson, 1990). Sistem dan
model persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui
penentuan apa, berapa dan kapan pesanan dilakukan secara optimal
(Anoraga, 1997).

xvii
Pelaksanaan persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan akan
ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan dengan bahan baku.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Perkiraan pemakaian adalah perkiraan kebutuhan bahan baku ini
merupakan perkiraan tentang besarnya jumlah bahan baku yang
akan dipergunakan dalam perusahaan untuk keperluan produksi
yang akan datang.
2. Harga bahan baku, merupakan dasar penyusunan perhitungan
berapa besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk
investasi dalam persediaan bahan baku.
3. Biaya-biaya persediaan yang secara umum terdiri dari biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan.
4. Kebijakan pembelian. Besarnya persediaan bahan baku
mendapatkan dana dari perusahaan tergantung kepada kebijakan
pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut.
5. Pemakaian sesungguhnya. Untuk dapat menyusun perkiraan
kebutuhan bahan baku mendekati kepada kenyataan, harus
dianalisa besarnya penyerapan bahan baku oleh proses produksi
perusahaan serta hubungannya dengan pemakaian yang sudah
disusun. Selain itu harus diperhatikan faktor pemakaian bahan
baku sesungguhnya dari periode-periode lalu (actual demand).
6. Waktu tunggu (lead time) merupakan tenggang waktu yang
diperlukan (yang terjadi) antara satu pemesanan bahan baku
dengan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu harus
diperhatikan karena berhubungan dengan penentuan saat
pemesanan kembali (reorder) bahan baku. Dengan diketahuinya
waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli
pada waktu yang tepat pula, sehingga resiko penumpukan
persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal
mungkin.
Biaya variabel yang harus diperhitungkan dalam penentuan biaya
persediaan seperti biaya penyiapan dan biaya kekurangan bahan
baku (Handoko,1984), uraiannya adalah sebagai berikut :
a.       Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost).
Biaya-biaya penyimpanan per periode akan semakin besar
apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau
rata-rata persediaan semakin tinggi
b.      Biaya pemesanan/pembelian (order cost atau procurement
cost). Secara normal, biaya per pesanan (di luar biaya bahan
dan potongan kuantitas) tidak naik bila kuantitas bertambah
besar.

xviii
BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Alur Proses Pengolahan Makanan

Proses produksi di PT. Aerofood dilakukan melalui beberapa tahapan, dari


proses penerimaan bahan baku dari (receiving area) hingga penyimpanan akhir
(final holding) produk jadi. Tahapan tersebut telah diatur sedemikian rupa sehingga
proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan kualitas serta keamanan produk
selalu terjaga. Pengaturan dilakukan dengan membedakan ruang produksi
berdasarkan proses dan bahan bakunya serta terdapat alur produksi yang jelas.
Pembedaan ruang produksi akan memperkecil kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang.

PENERIMAAN
(Receiving)
PENYIMPANAN
(Storage)
BUTCHER PRODUKSI (Cooking)

HOT KITCHEN COLD PASTRY/BAKER


KITCHEN Y
BLAST CHILLER
CHILLER
HOT DISHING

HOLDING
ROOM
xix
DELIVERY
3.1.1 Receiving (Penrimaan Bahan)
Penerimaan bahan baku merupakan langkah awal dari rangkaian proses
produksi dan proses ini menentukan kualitas bahan baku yang dihasilkan. Bahan baku
yang masuk harus sesuai dengan rncana operasional yang meliputi aspek kuantitas,
kualitas dan jadwa pengiriman. Oleh karena itu, penerimaan bahan baku harus
didampingi oleh petugas pengawasan mutu agar segera dapat dilakukan pengujian
fisik dan kimia pada bahan tersebut.
Barang yang diterima dan memenuhi syarat selanjutnya akan diatur oleh bagian
storage. Tanggal penerimaan bahan baku dan kualitas bahan merupakan pertimbangan
dalam penyiapan bahan, karena mengingat daya tahan bahan sangt terbatas.
Mnajemen penyimpanan yg kurang baik dapat menyebabkan kerusakan pada bahan
dan sudah dipastikan dapat menurukan kualitas produk akhir. Kegiatan ini meliputi
hal-hal berikut:

Pada bagian ini dilakukan pengecekan oleh staf Quality Control (QC) dari segi
kualitas dan kuantitas bahan baku yang akan diterima, dengan cara menimbang berat
bahan baku, penyortiran bahan baku, pencatatan tanggal penerimaan dan kadaluarsa,
pencatatan suhu bahan baku serta pemberian label disetiap bahan baku. Pengecekan
dari segi kualitas berupa penyortiran bahan baku, sedangkan dari segi kuantitas
berupa penimbangan berat dan jumlah bahan baku.

Selain itu staf QC juga mencatat setiap bahan baku yang datang seperti fruits
and vegetables, dry goods, frozen foods, chill foods, ready to eat foods, serta mengisi
formulir performance area receiving and store dan formulir report verifikasi CCP 1
(penerimaan bahan baku). PT. Aerofood Indonesia memiliki speck bahan baku yang
ditetapkan pada manual book, sehingga apabila terdapat bahan baku yang dikirimkan
oleh supplier tidak sesuai dengan speck yang dimiliki PT. Aerofood Indonesia maka
bahan baku tersebut akan ditolak. Monitoring bahan baku moslem meal pada bagian
receiving sama seperti bahan baku lainnya, tidak ada pemisahan khusus antara bahan
baku halal dan non halal. Bahan baku akan diterima jika sesuai dengan speck yang
telah ditetapkan oleh PT. Aerofood Indonesia. Jika tidak sesuai maka QC yang
bertugas dibagian receiving akan melakukan penyortiran bahan baku atau bahkan
penolakan bahan baku. Spesifikasi bahan baku yang digunakan PT. Aerofood
Indonesia mengacu pada SNI (Standar Nasional Indonesia) dan Codex Alimentarius.

3.1.2 Storage (Penyimpanan Bahan)

xx
Bahan baku yang sudah sesuai dengan speck yang telah ditetapkan oleh PT.
Aerofood Indonesia disimpan kedalam tempat penyimpanan/store. Tempat
penyimpanan dibagi menjadi 2, yaitu dry store dan cold store. Bahan baku kering
akan disimpan didalam dry store dan bahan baku yang memerlukan pendingan
disimpan didalam cold store. Pada dry store, bahan kering akan dipisahkan sesuai
dengan maskapai, maskapai Garuda Indonesia dan foreign airlines. Sedangkan pada
cold store terdapat 7 chiller untuk menyimpan bahan baku dengan jenis dan suhu yang
berbeda serta 1 chiller untuk bahan baku produk Jepang dan Korea. Pada area storage
terdapat monitoring CCP 2, jika suhu permukaan produk diatas 8ºC maka produk
harus dipindahkan ke chiller lainnya yang suhunya sesuai. Sebelum bahan baku
dimasukkan kedalam store, bahan akan diberikan label terlebih dahulu untuk
memudahkan mengidentifikasi bahan dan memudahkan sistem FIFO (First In First
Out). Sistem FIFO diberlakukan agar tidak ada bahan yang terlambat untuk
dikeluarkan, serta mengurangi kemungkinan adanya bahan yang kadaluarsa. Tetapi
pelabelan yang terdapat pada dry store di PT. Aerofood Indonesia masih kurang tepat.
Masih ditemukan produk dengan label yang tidak sesuai. Jika label tidak sesuai,
otomatis tanggal penerimaan dan tanggal kadaluarsa produk tersebut berbeda. Hal ini
dikarenakan kelalaian staf storage yang tidak mengganti label secara teratur.

Monitoring bahan baku moslem meal pada bagian storage sama seperti bahan
baku lainnya. Bahan baku dikelompokkan sesuai dengan jenisnya. Untuk bahan baku
produk Jepang dan Korea disimpan di chiller yang berbeda, sehingga tidak bercampur
dengan bahan baku lain. Selain itu staf QC mengisi formulir performance area
receiving and store dan formulir report verifikasi CCP 2 (penyimpanan bahan baku).
Menurut salah satu staf QC Receiving and Storage produk Jepang dan Korea akan
disimpan di chiller khusus bahan baku Jepang dan Korea, sehingga tidak akan
bercampur dengan bahan baku lainnya. Setelah disimpan di store bahan baku tersebut
akan dibawa ke hot kitchen dan diolah di ruangan non halal

3.1.3 Cooking (Produksi)


3.1.3.1 Butcher
Butcher room digunakan untuk proses pencairan daging dan ikan yang
beku (thawing), pencucian dan pemotongan daging dan ikan sebelum
diolah di bagian hot kitchen. Proses pencairan daging beku atau ikan
dilakukan dengan cara memasukkan daging beku atau ikan ke dalam
ruang thawing dengan suhu 5-10°C dan didiamkan minimal satu jam.
Setelah daging dicairkan dan dipotong maka dapat langsung diolah di
bagian hot kitchen. Jika belum diolah maka harus disimpan dalam
chiller dengan suhu 0-5°C maksimal selama 3 hari.
3.1.3.2 Hot Kitchen
Hot kitchen merupakan tempat untuk membuat hidangan panas
yang berupa main course melalui proses pemasakan. Pada bagian hot
kitchen, pengolahan makanan halal dan non halal dipisahkan. Untuk

xxi
pengolahan makanan non halal memiliki tempat dan peralatannya
sendiri. Pemasakan yang dilakukan di hot kitchen sesuai dengan
permintaan disetiap maskapai. Hot kitchen termasuk CCP 3 (cooking)
dan CCP 4 (blast chilling). Monitoring yang dilakukan pada hot kitchen
adalah pengecekan suhu akhir pemasakan produk. Suhu akhir
pemasakan produk berbeda setiap jenis makanan. Pemeriksaan CCP 3
dilakukan dengan cara memeriksa suhu inti makanan dengan
menggunakan thermometer probe. Jika suhu akhir pemasakan tidak
mencapai suhu yang telah ditetapkan maka makanan akan dimasak
kembali hingga mencapai suhu yang telah ditetapkan.
QC dibagian hot kitchen bertugas untuk mengontrol suhu
ruangan, suhu chiller, melihat tanggal produksi makanan yang telah
dibuat, memastikan tidak ada makanan yang terlalu lama didalam
chiller, dan melakukan pengecekan kadar klorin di bak pencucian.
Makanan yang telah dimasak tidak boleh lebih dari 3 hari didalam
chiller. Selain itu monitoring juga dilakukan pada alat-alat yang
digunakan untuk memasak dengan melakukan swab tes, memeriksa
apakah terdapat serangga atau hewan di area hot kitchen, jika terdapat
serangga maka dilaporkan kepada staf pest control. QC juga mengisi
formulir performance hot kitchen, fruit and vegetable room, butcher,
Japanese and Korean dishes, hot first class, dan formulir report
verifikasi CCP 3 dan CCP 4.
3.1.3.3 Cold Kitchen
Cold kitchen merupakan tempat membuat hidangan dingin.
Hidangan dingin adalah makanan yang tidak membutuhkan proses
pemasakan dan proses pemanasan kembali didalam pesawat. Menu
yang didishing di cold kitchen adalah menu untuk appetizer, dessert,
sandwich dan makanan lainnya yang berbahan dasar buah. Pada
pembuatan appetizer, dessert, dan sandwich untuk moslem meal tidak
berbeda dengan pembuatan menu regular lainnya.
Monitoring pada cold kitchen dilakukan pengecekan suhu
ruangan, suhu permukaan produk, dan suhu portioning sesuai dengan
CCP 5. Suhu ruangan maksimal 21ºC, suhu permukaan produk
maksimal 15ºC, dan waktu portioning maksimal selama 45 menit, jika
tidak terpenuhi maka produk akan dibuang. Selain itu juga dengan
pengecekan pada makanan apakah ada foreign object didalam makanan,
kesegaran makanan, menimbang berat produk sesuai dengan standar
atau tidak dan bau makanan. Pada area cold kitchen, QC mencatat menu
makanan setiap penerbangan di formulir food quality checklist dengan
menimbang berat makanan dan suhu permukaan produk, mengisi
formulir performance cold kitchen, dan formulir report verifikasi CCP
5. Makanan yang telah didishing akan dimasukkan kedalam chiller.
Makanan yang telah didishing tidak boleh berada di chiller selama lebih

xxii
dari 3 hari, jika ada yang lebih dari 3 hari maka harus segera dibuang
atau dilaporkan kepada pihak terkait di area tersebut.
3.1.3.4 Pastry dan Bakery
Pastry and bakery merupakan tempat untuk membuat roti, cake,
dan cokelat. Didalam pastry and bakery terdapat pastry room, bakery
room, chocolate room, dan croissant room. Pada pembuatan produk
roti untuk moslem meal tidak berbeda dengan pembuatan roti regular
lainnya.
Monitoring pada pastry and bakery dilakukan dengan
pengecekan suhu ruangan, suhu permukaan produk dan waktu
portioning sesuai dengan CCP 5. Suhu ruangan maksimal 21ºC, suhu
permukaan produk maksimal 15ºC, dan waktu portioning maksimal
selama 45 menit, jika tidak terpenuhi maka produk akan dibuang.
Selain itu juga dengan pengecekan pada makanan apakah ada foreign
object didalam makanan, kesegaran makanan, menimbang berat produk
sesuai dengan standar atau tidak dan bau makanan. Pada area bakery
and pastry, QC mencatat menu makanan setiap penerbangan di
formulir food quality checklist dengan menimbang berat makanan dan
suhu permukaan produk, mengisi formulir performance bakery and
pastry, dan formulir report verifikasi CCP 5.
3.1.4 Blast Chiling
Setelah makanan dimasak, makanan tersebut dimasukkan kedalam blast
chiller. Didalam blast chiller, suhu makanan diturunkan hingga mencapai
suhu < 10ºC dalam waktu maksimal 4 jam. Jika suhu tersebut tidak tercapai
dalam waktu 4 jam maka makanan akan dibuang. Blast chiller adalah alat
pendingin makanan dengan menggunakan udara dingin dan kontak langsung
dengan makanan secara cepat. Blast chiller digunakan untuk menurunkan
suhu makanan hingga mencapai suhu < 10ºC dalam waktu maksimal 4 jam.
Setelah makanan dimasukkan kedalam blast chiller selama 4 jam, makanan
dipindahkan kedalam chiller.
3.1.5 Hot Dishing
Hot dishing merupakan tempat menata dan memorsikan hidangan yang
telah dimasak di hot kitchen. Pada bagian hot dishing, makanan yang sudah
dimasak dan dimasukkan kedalam chiller ditata/dishing sesuai dengan
spesifikasi yang telah disepakati oleh PT. Aerofood Indonesia dengan
maskapai penerbangan.
Menu special meal didishing ditempat yang berbeda dengan makanan
regular lainnya. Sehingga dapat mempermudah penataan dan pemorsian
makanan. Menu special meal dibuat apabila stock special meal sudah hampir
habis/apabila ada pesanan. Sehingga pembuatan menu special meal lebih
jarang dibandingkan dengan pembuatan menu regular lainnya. Stock special
meal disimpan didalam lemari pendingin dengan diberi label sesuai dengan
jenis special meal yang dibuat agar mempermudah membedakan makanan.

xxiii
Monitoring pada hot dishing dilakukan dengan pengecekan suhu ruangan,
suhu permukaan produk dan waktu portioning sesuai dengan CCP 5. Suhu
ruangan 21ºC, waktu portioning selama 45 menit, dan suhu permukaan
produk maksimal 15ºC, jika tidak terpenuhi maka produk akan dibuang.
Selain itu juga dengan pengecekan pada makanan apakah ada foreign object
didalam makanan, kesegaran makanan, dan bau makanan. Pada area hot
dishing, QC mencatat menu makanan setiap penerbangan di formulir food
quality checklist dengan menimbang berat makanan dan suhu permukaan
produk, mengisi formulir performance hot dishing, dan formulir report
verifikasi CCP 5.
Setelah didishing, makanan dimasukkan kedalam chiller. Makanan
yang telah didishing tidak boleh berada di chiller selama lebih dari 3 hari,
jika ada yang lebih dari 3 hari maka harus segera dibuang atau dilaporkan
kepada pihak terkait di area tersebut. Karena makanan yang telah didishing
tidak hanya satu jenis makanan, tetapi sudah bercampur dengan makanan
lainnya, sehingga daya tahan simpan makanan tersebut tidak bertahan lama.
3.1.6 Holding Room
Setelah diolah, makanan dikemas sesuai dengan peralatan penerbangan
yang bersangkutan (piring, sendok, garpu, tisu dan lainya) kemudian ditutup
dengan aluminium foil dan diberi label jenis makanan serta hari pembuatan.
Tahap pengemasan dalam pengolahan makanan ini disebut Meal Try Set Up
(MTSU). MTSU merupakan tahap terakhir dalam proses pengolahan
makanan. MTSU merupakan tempat untuk menata seluruh makanan dari
appetizer, main course, dessert, roti, minuman dan equipment untuk setiap
penerbangan kedalam tray. Setelah makanan dimasukan kedalam tray,
kemudian tray dimasukan kedalam troli yang selanjutnya troli dimasukkan ke
dalam holding room minimal selama 3 jam sebelum diberangkatkan ke dalam
pesawat agar suhu makanan tetap terjaga. Holding room adalah tempat
pendinginan makanan terakhir sebelum didistribusikan kedalam pesawat.

MTSU dibagi menjadi 2 bagian, yaitu domestic area dan foreign area
serta dilengkapi dengan holding room. Makanan diatur sesuai dengan Airline
Meal Order Set (AMOS). AMOS merupakan panduan dan informasi
mengenai menu makanan, jumlah pesanan dari setiap maskapai penerbangan.
Monitoring pada MTSU dilakukan dengan pengecekan suhu ruangan,
suhu permukaan produk dan waktu portioning sesuai dengan CCP 5. Suhu
ruangan maksimal 21ºC, suhu permukaan produk maksimal 15ºC dan waktu
portioning maksimal selama 45 menit, jika tidak terpenuhi maka produk akan
dibuang. Selain itu dilakukan pengecekan kesegaran makanan dan bau
makanan. Monitoring dimulai dengan melakukan pengecekan makanan
apakah sesuai dengan AMOS atau tidak, makanan dicek secara random untuk
memeriksa suhu dan bau makanan, apakah sesuai dengan standar yang telah
ditentukan oleh PT. Aerofood Indonesia. Pada area MTSU, QC melakukan
pengecekan troli yang sudah diisi dengan makanan dengan menggunakan

xxiv
formulir meal prepare control, mengisi formulir performance meal tray set
up, dan formulir report verifikasi CCP 5.

3.1.7 Delivery (Distribusi)


Distribusi makanan dilakukan oleh bagian transportasi. Tugas dari
bagian transportasi adalah mengantar makanan yang telah dimasukkan ke
troli menggunakan Hi Lift Truck untuk diantar sampai ke bandara. Agar suhu
makanan tetap rendah, pada bagian atas troli diberi dry ice. Setelah sampai di
bandara, troli-troli tersebut dimasukkan ke pesawat. Sebelum dilakukan
pendistribusian ke pesawat, makanan terlebih dahulu dipersiapkan di section
meal prepare dan food setting. Setelah makanan didistribusikan kemudian
dilakukan serah terima oleh karyawan PT. Aerofood ACS kepada pihak
airline. Sebelum disajikan, makanan tersebut dimasukkan dahulu ke dapur
pesawat. Untuk makanan yang disajikan dalam suhu panas dilakukan
pemanasan terlebih dahulu.

Penyajian makanan dilakukan oleh pramugari dengan tempat dan alat


saji yang telah disediakan. Alat-alat saji setiap airline berbeda, dilihat juga
dari crew, captain, dan kelas penerbangan. Tenaga distribusi dan penyajian
untuk airline di PT ACS adalah section meal prepare dan food setting,
sedangkan untuk di pesawat adalah pramugari.

xxv
BAB IV

PENUTUP

IV.1. KESIMPULAN

Proses produksi di PT. Aerofood dilakukan melalui beberapa tahapan, dari proses
penerimaan bahan baku (receiving area) hingga penyimpanan akhir (final
holding) atau produk jadi. Urutan alur produksi pada PT. Aerofood ACS yaitu
Receiving (Penrimaan Bahan), Storage (Penyimpanan Bahan), Cooking
(Produksi) yang terdiri dari Butcher, Hot Kitchen, Cold Kitchen, dan Pastry dan
Bakery. Selanjutnya terdapat Blast Chiling, Hot Dishing, Holding Room, dan
terakhir Delivery (Distribusi). Tahapan tersebut telah diatur sedemikian rupa
sehingga proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan kualitas serta
keamanan produk selalu terjaga.

IV.2. SARAN
Dalam melakukan penyelenggaraan makanan harus memperhatikan kualitas serta
keamanan produk agar selalu terjaga dari awal proses penerimaan bahan baku
sampai dengan pendistribusian produk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Burung H, Passeriformes O, Matangkuli K, Utara KA, Ciamis K. Tinjauan pustaka.


2001:3-10.

2. MB., Spears MC., Sixth Edition Foodservice Organizations : A Managerial and Systems
Approach, (New Jersey : Pearson Prentice Hall, 2006)

3. Kusindarti. 2017. Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan . Pelatihan Bagi Dosen


Dietisien. Jakarta.

4. Materi Kunjungan Industri, ACS Surabaya 3 Juli 2018

xxvi
5. Nindyasari, Annisa, et al. 2017. Monitoring Proses Pengolahan Makanan Moslem Meal di
PT. Aerofood Indonesia Tangerang Banten. DOI : 10.2473/amnt.v1i4.2017.318-330 (diakses
pada 07 Juli 2018).

6. Fitriansyah, Ahmad. 2014. Sistem Pengadaan Bahan Baku Dalam Pengolahan Hot Kitchen
PT. Aerofood ACS Indonesia. Jakarta : Akademi Pariwisata Indonesia.

7. Rosalina, Lisa. 2016. Proses Produksi Menu Main Course di PT. Aerofood Indonesia
Yogyakarta. Semarang. Universitas Muhammadiyah Semarang : FIK.

xxvii

Anda mungkin juga menyukai