Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Pendahuluan Stase Keperawatan Gawat Darurat: Cva Di Ruang Igd Rsud Kanjuruan Kepanjen Malang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT : CVA

DI RUANG IGD RSUD KANJURUAN KEPANJEN MALANG

Disusun Oleh :

DEVI AMALIA YASITA

NIM. 201910461011090

KELOMPOK 7

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN CVA

1.1 Definisi
Stroke atau Cerebrovascular Accident (CVA) adalah sindrom klinik

yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi

fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis

dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di

sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak

disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-

arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta)

(Adib, M. 2012).

1.2 Klasifikasi

Menurut Ariani (2012), gangguan peredaran darah otak atau stroke

dapat diklarifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragi/ iskemi/ infark dan

stroke hemoragi:

a. Non-hemoragi/ iskemik/infark.
1) Serangan iskemi sepintas (Transient Ischemic Attack-TIA).
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode
serangan sesaat dari satu disfungsi serebral fokal akibat gangguan
vaskular, dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling
lama 24 jam.
2) Defisit Neurologis Iskemik Spintas (Reversible Ischemik
Neurology Deficit-RIND).
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih
lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka
waktu kurang dari tiga minggu).
3) In Evolutional atau Progressing stroke.
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam
jam atau lebih.
4) Stroke komplet (Completed stroke / permanent stroke).
Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama
priode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesivitas lanjut.
b. Stroke hemoragi.
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya,
yakni di rongga subraknoid atau di dalam parenkim otak
(Intraserebral). Ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada
kedua tempat di atas seperti: perdarahan subaraknoid yang bocor ke
dalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-gangguan arteri
yang menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi
berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

1.3 Etiologi

Beberapa penyebab CVA (Muttaqin, 2015)

a. Trombosis serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema

dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua

yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan Cedera

traumatic aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis

serebri ini disebabkan karena adanya:

1. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan

elastisitas dinding pembuluh darah.


2. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan

menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat

melambatkan aliran darah cerebral

3. Arteritis: radang pada arteri

b. Emboli

Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah

otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal

dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri

serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:

1. Penyakit jantung, reumatik

2. Infark miokardium

3. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-

gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri

4. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium.

1.4 Patofisiologi
1. Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk

massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan

oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat

dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.

Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,

sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis

mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa

lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

2. Perdarahan sub arachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma

paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di

sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan

pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang

subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang

subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang

mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri

kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda

rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak

juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan

kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme

pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari

setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan


dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme

diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah

dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri

di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi

otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal

(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat

berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi

yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan

aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar

metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan

menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh

kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun

sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak

hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik

anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak

(Reksoprojo, 2015).
1.5 Pathway

Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi

Peningkatan Tekanan
Sistemik Trombus/ Emboli
di cerebal

Aneurisme
Suplai darah ke jaringan
cerebal tidak adekuat
Perdarahan
Arakhnoid/Ventrikel

Vasospasme Perfusi jaringan


Hematoma Cerebal
arteri cerebal cerebal tidak
efektif
PTIK/ Herniasi cerebal
Iskemik infark
Penurunan Penekanan
kesadaran saluran Deficit neurologi
pernafasan
Hemisfer kanan Hemisfer kiri

Pola Nafas Tidak Hemiparese/ hemiplegi Hemiparese/hemiplegi


Efektif kiri kanan
Area grocca

Kerusakan fungsi
N.VII Deficit Resiko Hambatan
perawatan diri kerusakan mobilitas fisik
integritas kulit
Gangguan Resiko trauma
komunikasi
verbal
Resiko aspirasi

Resiko jatuh

1.6 Faktor Resiko

Faktor resiko pada CVA menurut Mutaqqin 2015 adalah

1. Hipertensi

2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,

fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)

3. Kolesterol tinggi, obesitas

4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)

5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan

kadar estrogen tinggi)

7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol

1.7 Manifestasi CVA


Secara umum tanda dan gejala dari stroke atau CVA berupa lemas

mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi

tubuh, gangguan penglihatan seperti ganda atau kesulitan melihat pada

salah satu atau kedua mata, bingung mendadak, tersandung selagi berjalan,

pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi, nyeri kepala

mendadak tanpa kausa yang jelas.

Menurut Kowalak (2011), keluhan dan gejala umum stroke meliputi :

1) Kelemahan ekstrimitas yang unilateral

2) Kesulitan bicara

3) Patirasi pada salah satu sisi tubuh

4) Sakit kepala

5) Gangguan penglihatan (diplopia, hemianopsia, ptosis)\

6) Rasa pening

7) Kecemasan (ansietas)

8) Perubahan tingkat kesadaran

Menurut Stillwell (2011), Korelasi arteri serebri yang terkena stroke :

1) Arteri Carotis Interna

Parestesia kontralateral (sensasi abnormal) dan hemiparesis

(kelemahan) pada lengan, wajah dan tungkai. pada akhirnya terjadi

hemiplegia kontralateral komplit (paralisis) dan hemianesthesia

(kehilangan sensasi). Pandangan kabur atau berubah, hemionopsia

(kehilangan sebagaian lapang pandang), terjadi seranga kebutaan


berulang pada mata ipsi lateral, disfasia pada hemisfer dominan yang

terkena.

2) Arteri Cerebri Anterior

Kebingungan, amnesia dan perubahan kepribadian, hemparesis,

kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau kehilangan fungsi

morik yang kebigungan dan sering terjadi pada tungkai dari pada

lengan. Kehilangan fungsi sensorik pada kaki, tungkai dan kaki,

ataksia(Inkoordinasi motorik), gangguan gaya berjalan dan

inkontinensia. timbulnya reflex primitif (menggengam, menghisap)

(Cruz,2013).

3) Arteri Cerebri Medial

Tingat kesadararan bervariasi dari kebingungan sampai koma,

Hemiparesis, kontralateral atau hemiplegia dengan penurunan atau

kehilangan fungsi motorik yang lebih sering terjadi pada wajah dan

lengan dari pada tungkai. Ganguan sensorik pada area yang sama

dengan hemplegia. Afasia (ketidak mampuan untuk mengekspresikan

atau mengintepretasikan perkataan), atau disfasia (gangguan bicara)

pada hemisfer dominan yang terkena. Hemianopsia homoning

(kehilangan penglihatan pada sisi yang sama dikedua lapang pandang),

ketidakmampuan melirikkan mata ke sisi yang paralisis.

4) Arteri Cerebri Posterior

Hemiplegia, kontralateral dengan kehilangan fungsi sensorik,

kebingungan, mempengaruhi memori, defisit kemampuan bicara

reseptif pada hemisfer dominan yang terkena, hemianopsia homonim.


Pertanda dari stroke pada sirkulasi posterior ialah defisit saraf kranial

ipsilateral, bertolak belakang dengan stroke anterior yang unilateral

(Cruz, 2013).

5) Arteri Vertebrobasilaris

Pusing, vertigo, mual, ataksia dan sincope, gangguan penglihatan,

nistagmus, diplopia, defisit lapang pandang dan kebutaan. kebas dan

paresis (wajah, lidah, mulut, satu atau lebih ektrimitas), disfagia

(ketidakmampuan untuk menelan), dan disartria (kesulitan dalam

artikulasi)

6) Lakunar Stroke

Stroke lakunar diakibatkan dari oklusi dari arteri kecil yang perforasi

pada area subcortikal yang dalam. Diameter infark biasanya 2-20 mm,

biasanya yang termasuk sindrom lakunar ialah murni motor, murni

sensory, dan stroke ataxic hemiparetic, infark lakunar tidak

menyebabkan kerusakan kognitif, memori, bicara atau tingkat

kesadaran (Cruz,2013).

1.8 Komplikasi

Menurut Ariani (2012) komplikasi stroke yaitu:

a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).


1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat

mengakibatkan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya

menimbulkan kematian.

2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke

stadium awal.

b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).

1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.

2) Infark miokard.

3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali

pada saat penderita mulai mobilisasi.

4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.

c. Komplikasi jangka panjang.

Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit

vasikular perifer.

1.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Angiografi cerebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.

b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan

pada intrakranial.

c. CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan

posisinya secara pasti.

d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar

terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang

mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

e. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik

dalam jaringan otak (Sjamsuhidajat, 2014).

1.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk stroke, antara lain (Sjamsuhidajat, 2014)

1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral

Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan

otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa

diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan

sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan

aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia

(irama dan frekuensi) serta tekanan darah.


2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi

kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.

3. Pengobatan

a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan

perdarahan pada fase akut.

b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah

peristiwa trombolitik/emobolik.

c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral

Penatalaksanaan Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran

darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga

menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit

kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi

umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik

dapat dipertahankan.

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :

1. Posisikan kepala dan badan atas 20 – 30o, posisi miring jika

muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika

stabil.

2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila

perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan

3. Tanda-tanda vital usahakan stabil

4. Bedrest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia

6. Kandung kemih yang penuh kosongkan, bila perlu lakukan

katerisasi

7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan

hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

8. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih

yang dapat meningkatkan TIK

9. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, jika

kesadaran menurun atau gangguan menelan sebaiknya dipasang

NGT.
BAB II
ANALISIS KASUS

Pasien kami adalah laki-laki berusia 24 tahun yang datang ke unit gawat
darurat dengan keluhan utama kelemahan sisi kanan tanpa kehilangan
kesadaran. Dia melaporkan timbulnya kelemahan mendadak dalam 24 jam
sebelumnya yang terjadi setelah latihan dan diikuti oleh kesulitan berbicara.
Tidak ada gejala spesifik lebih lanjut termasuk mual, muntah, vertigo,
nyeri dada, atau sakit kepala yang dicatat sebelum munculnya kelemahan
mendadak kecuali untuk keluhan dispnea saat aktivitas saat ini (DOE).
Dalam riwayat medisnya, kami mendeteksi periode kejang pasca trauma yang
telah dikontrol dengan carbamazepine; dia telah menghentikan pengobatan 3
bulan lalu. Juga, riwayat demam rematik yang mencurigakan di masa kanak-
kanak tanpa ada terapi atau diagnosis yang didokumentasikan.

Dalam pemeriksaan fisik, ia waspada dan berorientasi dengan afasia yang


jelas karena ia mampu mematuhi perintah namun tidak dapat berbicara. Tanda-
tanda vitalnya adalah sebagai berikut : TD = 110/70 mm Hg, PR = 70 / mnt,
RR = 16 / mnt, BT = 37 ° C. Dalam pemeriksaan pernapasan dan
kardiovaskularnya, tidak ada temuan abnormal yang spesifik. Denyut nadi
perifernya simetris dan normal. Dalam pemeriksaan sistem saraf pusat, ia
mengalami hemiplegia sisi kanan dengan kekuatan otot 2/5 di ekstremitas atas
dan bawah; refleks plantar kanan adalah ekstensor, sedangkan refleks plantar
kiri adalah fleksor dan refleks tendonnya meningkat hingga 3+. Karena tanda-
tanda lateralisasi nya, pemindaian CT scan otak otak direkomendasikan dan tes
laboratorium rutin diperiksa secara bersamaan. Dalam CT otak spiral, Hasil tes
lab adalah sebagai berikut: Eritrosit pengendapan menilai (ESR) = 47 mm /
jam, PT = 14,4 dt, Rasio normalisasi internasional (INR) = 1,33, PTT = 30,9 dt,
K = 4,5 mmol / L, Na = 141 mmol / L, Gula darah (BS) = 94mg / dL, Nitrogen
urea darah (BUN) = 13 mEq / dL, Cr = 1.06mg / dL, Creatine phosphokinase
(CPK) = 116 U / L, Creatine phosphokinase-MB (CPK MB) = 27U / L, lactate
dehydrogenase (LDH) = 358 U / L, sel darah putih (WBC) = 6700 / mm 3
( Netral = 57%, Lymph = 40%, Mono = 3%, Eos = 0%, BASO = 0%, BAND =
0%.), Sel darah merah (RBC) = 4,32 juta / mm 3, hemoglobin (Hb) = 11,5 g /
dL, Hematokrit (Hct) = 35,5 g%, Trombosit (PLT) = 221000 / mm 3. NIHSS
pasien adalah 14; Namun, tidak intravena trombolisis terapi itu
dipertimbangkan karena tertundanya rujukan ke pusat kami (lebih dari 3 - 4,5
jam). Karena riwayat DOE-nya dan kemunculan tanda-tanda dan gejala-
gejalanya tepat setelah latihan, ekokardiografi disarankan. Menariknya,
ekokardiografi mengungkapkan banyak massa di semua ruang jantung
[atrium kiri (LA) dan ventrikel kiri (LV) (terpisah dua), ventrikel kanan
(RV) dan atrium kanan (RA) secara berurutan secara berurutan)] Temuan
mendukung beberapa myxoma. Atas dasar konsultasi kardiologi, asosiasi
multiple myxoma jantung dan kemungkinan emboli serebral yang berasal
darinya memaksa terapi antikoagulan karena risiko tinggi hemoragi
FORMAT PENGKAJIAN ASKEP
GAWAT DARURAT

IDENTITAS No. Rekam Medis RM87621XXX

Diagnosa Medis : CVA

Nama : Tn. H

Jenis kelamin :L

Usia : 24 th

Pendidikan : tidak terkaji

Status perkawinan : tidak terkaji

Pekerjaan : tidak terkaji

Alamat : tidak terkaji

Sumber informasi

TRIAGE  P1  P2  P3  P4

PRIMAR GENERAL IMPRESSION


Y
Keluhan utama : Kelemahan sisi kanan
SURVEY
Mekanisme cidera :
Orientasi (Tempat,
waktu dan orang) :  baik  tidak baik
AIRWAY

Jalan nafas : paten  tidak paten

Obstruksi :  lidah  cairan/darah  tidak ada

 benda asing  tidak diketahui


Suara nafas :  snoring  gurgling  tidak ada
tambahan
 stridor  tidak diketahui
Keluhan lain :

BREATHING

Gerakan dada :  simetris  asimetris


Irama nafas : cepat  dangkal  normal

Pola nafas : teratur  tidak teratur

Retraksi dada :  ada tidak ada

RR : 16x / mnt

Keluhan lain :

CIRCULATION

Perdarahan mayor :  ada tidak ada

Nadi :  teraba tidak teraba

 regular  irregular

 lemah  kuat
Tekanan darah 110/70mmHg MAP: mm/Hg PP: mmHg

Cyanosis :  ya tidak

CRT : < 2 detik  > 2 detik

Keluhan lain :

DISABILITY

Respon pasien :  alert verbal

 pain  unresponsive
GCS

Kesadaran CM  Apathies delirium somnolen


stupor semicoma Coma
Pupil :  isokor unisokor midriasis Miosis

Reflex cahaya :  ada  tidak ada

Keluhan lain :

EXPOSURE

Deformitas : ada  tidak ada

Contusio : ada  tidak ada


Abrasi :  ada  tidak ada

Penetrasi :  ada,  tidak ada

Luka bakar :  ada tidak ada

Laserasi :  ada tidak ada

Edema :  ada  tidak ada

Keluhan lain :

SECONDAR ANAMNESA
Y SURVEY
Tanda dan gejala :

Alergi :

Medikasi :

Riwayat penyakit :
sebelumnya
Makan dan minum :
terakhir
Peristiwa penyebab :

Tanda-tanda vital BP: 110/70mmHg N:70x/menit

RR: 16 x/menit T: 37ºC

PEMERIKSAAN FISIK (tuliskan temuan data abnormal)

Kepala dan Leher

Inspeksi

Palpasi

Dada

Inspeksi

Palpasi

Perkusi
Auskultasi

Abdomen

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

Pelvis

Inspeksi

Palpasi

Ekstremitas Atas

Inspeksi Deformities Contusion


AbrasionPenetration  Burn
Laceration  Swelling
Palpasi Tenderness Instability Crepitating

Ekstremitas Bawah

Inspeksi Deformities Contusion


Abrasion Penetration  Burn
Laceration  Swelling
Palpasi Tenderness Instability Crepitating

Bagian punggung

Inspeksi Deformities Contusion


AbrasionPenetration  Burn
Laceration  Swelling
Palpasi Tenderness Instability Crepitating

INTEGUMEN
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

X-Ray CT-Scan USG

EKG lain-lain……
Hasil CT-Scan bukti cedera iskemik yang tersisa di MCA kiri 2
bulan setelah operasi

Terapi :

Tanggal pengkajian : 01 Juli 2020

Jam : 08:00
Tanda tangan

Nama terang
: DEVI AMALIA YASITA
ANALISA DATA
DATA (DS & DO) ETIOLO PROBLEM DIAGNOSA
GI KEPERAWATAN
Ds : Gangguan Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan Mobilitas Fisik
Do : Muskuloskeletal (D.0054) berhubungan dengan
- Kekuatan otot menurun Gangguan
- Rentang gerak (ROM) Muskuloskeletal (D.0054)
menurun
- Fisik Lemah
- Gerakan terbatas

Ds : Penurunan sirkulasi Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi


Do : serebral verbal verbal berhubungan dengan
Penurunan sirkulasi
- Tidak mampu (D.0119)
serebral
berbicara (D.0119)
- Afasia
- Sulit menggungkapkan
kata-kata

Ds : Gangguan Defisit Perawatan Diri Defisit Perawatan Diri


Do : Muskuloskeletal (D.0109) berhubungan dengan
- Tidak mampu Gangguan
mandi/mengenakan Muskuloskeletal
pakaian/makan/ketoilet (D.0109)

Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal (D.0054)
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Penurunan sirkulasi serebral (D.0119)
3. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Gangguan Muskuloskeletal (D.0109)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. Ay

Diagnosa H
N SLKI SIKI a Implementasi Evaluasi
Keperawata
o r
n
i/
T
gl
1. Gangguan
Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi Dukungan Mobilisasi S:
Mobilitas Fisik keperawatan selama 1 x 24 jam (1.05173)
1. Mengidentifikasi adanya
berhubungan diharapkan “Mobilitas Fisik nyeri atau keluhan fisik O :
Observasi
meningkat (L.05042) dengan lainnya
dengan Pergerakan ekstremitas
1. Identifikasi adanya nyeri
kriteria hasil : 2. Mengidentifikasi
Gangguan atau keluhan fisik lainnya Meningkat (4)
toleransi fisik melakukan
Pergerakan ekstremitas
Muskuloskeletal 2. Identifikasi toleransi fisik pergerakan Rentang gerak (ROM)
Meningkat (3) melakukan pergerakan
(D.0054) 3. Memonitor frekuensi Meningkat (4)
Kekuatan Otot Meningkat 3. Monitor frekuensi jantung jantung dan tekanan
dan tekanan darah sebelum darah sebelum memulai Nyeri Menurun
(4)
memulai mobilisasi mobilisasi (4)
Rentang Gerak (ROM) 4. Monitor kondisi umum 4. Memonitor kondisi Kelemahan fisik
Meningkat (3) selama melakukan umum selama melakukan
mobilisasi mobilisasi Menurun (4)
Nyeri Menurun (4)
Terapeutik 5. Memfasilitasi aktivitas Gerakan terbatas
Gerakan terbatas Menurun mobilisasi dengan alat Menurun (4)
1. Fasilitas aktivitas mobilisasi
(4) dengan alat bantu (mis. Pagar bantu (mis. Pagar tempat
tidur) A: Masalah teratasi
tempat tidur)
2. Fasilitas melakukan 6. Melibatkan keluarga untuk sebagian
pergerakan, jika perlu membantu pasien dalam
P: Lanjutkan Intervensi
meningkatkan pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam 7. Menjelaskan tujuan dan
meningkatkan pergerakan prosedur mobilisasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di
(empat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

Diagnosa H
N SLKI SIKI a Implementasi Evaluasi
Keperawata
o r
n
i/
T
gl
2. Gangguan
Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi : Dukungan Mobilisasi S:
komunikasi keperawatan selama 1 x 24 jam Defisit Bicara (1.13492) O:
verbal 1. Memonitor kecepatan,
berhubungan diharapkan “Komunikasi tekanan, kuantitas, Kemampuan berbicara
Observasi
dengan Verbal” meningkat (L.13118) volume, dan diksi bicara
Meningkat (4)
Penurunan 1. Monitor kecepatan, Identifikasi toleransi
dengan kriteria hasil :
sirkulasi serebral tekanan, kuantitas, volume, fisik melakukan Kemampuan mendengar
(D.0119) Kemampuan berbicara dan diksi bicara Identifikasi pergerakan
Meningkat (4)
Meningkat (3) toleransi fisik melakukan
2. Memonitor proses
pergerakan
kognitif, anatomis, dan Kesesualan ekspresi
Kemampuan mendengar
2. Monitor proses kognitif, fisiologis yang berkaitan wajah/tubuh Meningkat
Meningkat (4) anatomis, dan fisiologis dengan bicara (mis.
yang berkaitan dengan Memori, pendengaran, (4)
Kesesualan ekspresi
bicara (mis. Memori, dan Bahasa) Afasia Menurun (3)
wajah/tubuh Meningkat (3) pendengaran, dan Bahasa)
3. Memonitor frustasi, Respons perilaku
Afasia Menurun (3) 3. Monitor frustasi, marah, marah, depresi, atau hal
depresi, atau hal lain yang lain yang mengganggu Membaik (4)
Respons perilaku Membaik mengganggu bicara bicara A: Masalah teratasi
(3) 4. Identifikasi perilaku 4. Mengidentifikasi sebagian
emosional dan fisik sebagai perilaku emosional dan P: Lanjutkan Intervensi
bentuk komunikasi fisik sebagai bentuk
Terapeutik komunikasi

1. Gunakan metode komunikasi 5. Menggunakan metode


alternative (mis. Menulis, komunikasi alternative
mata berkedip, papan (mis. Menulis, mata
komunikasi dengan gambar berkedip, papan
dan huruf, isyarat tangan, dan komunikasi dengan
computer) gambar dan huruf, isyarat
tangan, dan computer)
2. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan (mis. 6. Menyesuaikan gaya
Berdiri di depan pasien, komunikasi dengan
dengarkan dengan seksama, kebutuhan (mis. Berdiri di
tunjukkan satu gagasan atau depan pasien, dengarkan
pemikiran sekaligus, atau dengan seksama,
meminta bantuan keluarga tunjukkan satu gagasan
untuk memahami ucapan atau pemikiran sekaligus,
pasien) atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
3. Ulangi apa yang disampaikan ucapan pasien)
pasien
7. Mengulangi apa yang
Edukasi disampaikan pasien
1. Anjurkan berbicara perlahan 8. Menganjarkan berbicara
2. Ajarkan pasien dan keluarga perlahan
proses kognitif, anatomis, 9. Mengajarkan pasien dan
dan fisiologis yang keluarga proses kognitif,
berhubungan dengan anatomis, dan fisiologis
kemampuan berbicara yang berhubungan
Kolaborasi dengan kemampuan
berbicara
1. Rujuk ke ahli patologi bicara
atau terapis

Diagnosa H
N SLKI SIKI a Implementasi Evaluasi
Keperawata
o
n r
i/
T
gl
3. Defisit
Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri Pencegahan Perdarahan S:
. Perawatan Diri keperawatan selama 1 x 24 jam (1.11348)
1. Mengidentifikasi
berhubungan diharapkan “Perawatan Diri” kebiasaan aktivitas O :
Observasi
meingkat (L.1103) dengan perawatan diri sesuai
dengan Kemampuan mandi
1. Identifikasi kebiasaan usia
kriteria hasil :
Gangguan aktivitas perawatan diri Meningkat (3)
2. Memonitor tingkat
Kemampuan mandi sesuai usia
Muskuloskeletal kemandirian Kemampuan mengenakan
Meningkat (3) 2. Monitor tingkat kemandirian
(D.0109) 3. Mengidentifikasi pakaian Meningkat (4)
Kemampuan mengenakan 3. Identifikasi kebutuhan alat kebutuhan alat bantu
bantu kebersihan diri, kebersihan diri, Kemampuan makan
pakaian Meningkat (3) berpakain, berhias, dan berpakain, berhias, dan Meningkat (4)
makan makan
Kemampuan makan
Terapeutik Kemampuan ke toilet
4. Menyediakan lingkungan
Meningkat (3)
1. Sediakan lingkungan yang yang terapeutik (mis. (BAB/BAK) (3)
Kemampuan ke toilet terapeutik (mis. Suasana Suasana hangat, rileks,
privasi) Verbalisasi keinginan
(BAB/BAK) (3) hangat, rileks, privasi)
5. Memfasilitasi untuk melakukan perawatan diri
Verbalisasi keinginan 2. Siapkan keperluan pribadi menerima keadaan Meningkat (4)
(mis. Parfum, sikat gigi, dan
melakukan perawatan diri sabun mandi) ketergantungan
Minat melakukan
Meningkat (3) 3. Dampingi dalam melakukan 6. Memfasilitasi
perawatan diri sampai kemandirian, bantu jika perawatan diri Meningkat
Minat melakukan perawatan mandiri tidak mampu melakukan
(4)
perawatan mandiri
diri Meningkat (4) 4. Fasilitasi untuk menerima A: Masalah teratasi
keadaan ketergantungan
sebagian
5. Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu P: Lanjutkan Intervensi
melakukan perawatan
mandiri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
BAB III
DOPS

3.1 Intervensi ASKEP berdasarkan Jurnal EBN


1. Pengaruh Terapi Aiueo Terhadap Kemampuan Bicara Pada Pasien Stroke Yang

Mengalami Afasia Motorik di RSUD Tugurejo Semarang.

Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan (JIKK), 2014

Ghoffar Dwi Agus Haryanto ) Dody Setyawan ), Muslim Argo Bayu Kusuma

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi AIUEO terhadap

kemampuan bicara pasien stroke yang mengalami afasia motorik. Desain penelitian yang

digunakan adalah pra eksperimen dengan pendekatan one group pre-post test design.

Tehnik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling,

dimana teknik Sampling ini didasarkan pada kriteria inklusi yang telah ditetapkan untuk

menjadi responden. Besar sampel penelitian yang dilakukan selama satu bulan yaitu

sebanyak 21 responden. Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan Paired T Test

didapatkan p value 0,000 (p <0,05) yang berarti ada pengaruh terapi AIUEO terhadap

kemampuan bicara pasien stroke yang mengalami afasia motorik. Rekomendasi hasil

penelitian ini adalah agar terapi AIUEO dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan

dalam melatih pasien untuk meningkatkan kemampuan bicara.

2. Nutritional Approach and Treatment in Patients with Stroke, An Expert Opinion

for Turkey

Turkish Journal of Neurology published by Galenos Publishing House (2018)

İnme Hastalarında Nütrisyonel Yaklaşım ve Tedavi


Penelitian ini meneliti malnutrisi pada pasien stroke untuk mengobati gangguan menelan

dan malnutrisi pada pasien stroke. Sehingga pada pasein stroke dengan gangguan

menelan efektik untuk di pasang sonde.

3. The Effectiveness of Discharge Planning and Range of Motion (ROM) Training

Inincreasing Muscle Strength of Nonhemorrhagic Stroke Patients

Pada penelitian ini peneliti mengambil opulasi sebanyak 34 orang yang diambil dari total

59 orang dengan stroke nonhemoragic.peserta dibagi menjadi kelompok intervensi

sebanyak 17 orang dan kelompok kontrol 17 orang di Rumah sakit umum pati. Pada

kelompok intervensi mendapatkan pelatihan ROM seminggu 2x serta mengajarkan

kepada keluarga sedangkan kelompok control hanya mendapat perencana pulang yg

sesuai setandart rumah sakit dan hasilnya kelompok intervensi terdapat perbedaan yang

signifikan di hari ke 14 setelah pengukuran extremitas atas dimana ada peningkatan

kekuatan otot yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol yang tidak menerima

ROM dengan (p value=0,003) .

3.2 ANALISA INTERVENSI VIA YOUTUBE


1. Penangan terapi wicara

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=8Di5RM-lX7s

2. Manajemen ROM

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=MyGpzZktFwI

3. Manajemen neuorologis

Sumber https://www.youtube.com/watch?v=IfN1AuLmVjc
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2012). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.

Penerbit Dianloko, Yogyakarta

Ariani, April T. (2012). Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika Batticaca

Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan.Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddart. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 3 Jakarta : EGC

Cruz, A. C. (2013). Understanding Elementary Students’ Argumentation Skills through

Discrepant Event “Marbles in the Jar”. International Journal of Scientific Research in

Education, 6(3), 221-232

Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi, Yogyakarta

Muttaqin, A. (2015). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.

Jakarta : Salemba Medika

Reksoprojo, S. (2015). Kumpulan kuliah ilmu bedah. Bagian Bedah FKUI.

Sjamsuhidajat, R. (2014). Buku ajar ilmu bedah.(edisi revisi). Jakarta: EGC.


Smeltzer & Bare. (2012). Brunner & Suddarth textbook of medical surgicalNursing.(8th ed.).

Philadelphia: Lippincott-Raven.

https://www.researchgate.net/publication/260272640_Juvenile_Ischemic_Stroke_Secondary_

to_Cardiogenic_Embolism_A_Rare_Case_Report

Anda mungkin juga menyukai